Anda di halaman 1dari 46

LAPORAN PENDAHULUAN

MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN


MASALAH DIAGNOSA MEDIK ACUTE KIDNEY INJURY

STASE KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH


SISTEM UROLOGI DAN REPRODUKSI

Disusun Oleh:
AISYAH NURLANY
NIM: P2002004

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


INSTITUT TEKNOLOGI KESEHATAN DAN SAINS WIYATA HUSADA
SAMARINDA
2020/2021
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Acute kidney injury (AKI) merupakan komplikasi serius yang sering terjadi
pada pasien penyakit kritis. Penelitian meta-analisis mencakup 154 studi pada
lebih dari 3.000.000 individu menyatakan bahwa 1 dari 5 orang dewasa dan 1
dari 3 anak di seluruh dunia mengalami AKI selama perawatan di rumah sakit.
Insidens AKI pada pasien yang dirawat di ruang perawatan intensif (ICU) adalah
sekitar 20-50% (Melyda, 2017).
Menurut KEMENKES RI tahun 2016 memperkirakan bahwa prevalensi
gagal ginjal akut di indonesia saat ini mencapai 3.094.915 orang yang mengalami
gagal ginjal akut, mortalitas lebih tinggi pada pasien lanjut usia di Indonesia
kebayakan pasien yang melewati episode gagal ginjal akut dapat sembuh dengan
fungsi ginjal semula dan dapat melanjutkan hidup seperti biasanya. Berdasarkan
data Badan Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO) tahun 2015
memperlihatkan yang menderita gagal ginjal baik akut maupun kronik mencapai
50% dari 3.000.000 orang sedangkan yang diketahui dan mendapatkan
pengobatan hanya 25% dan 12,5% yang terobati dengan baik (Wati, 2018).
Upaya untuk mengurangi gagal ginal akut dalam penanganan masalah
tergantung pada kerja sama yang baik anatara perawat, pasien, dan keluarga.
Maka perawatan pada penderita yang dapat di berikan secara komorehensif yaitu
membatasi aktifitas selain itu tindakan yang lain dapat pengatruan pola makan,
mempertahankan cairan tubuh,dengan menerapkan pola kehidupan yang sehat,
teratur dan seimbang mulai dari asuhan pola makan, gaya hidup, kebiasaan
keseharaian yang dilakukan, olahraga dsb sebagai penunjang pemeliharaan
kesehatan (Markum, 2007; Wati, 2018).
B. Tujuan Kegiatan
1. Tujuan Umum
Untuk memenuhi salah satu tugas dari Stase Keperawatan Medikal Bedah
serta mengidentifikasi asuhan keperawatan pada pasien dengan Acute Kidney
Injury.
2. Tujuan Khusus
a. Agar mahasiswa mengetahui masalah-masalah kesehatan saat ini
b. Mampu mengkaji pasien dengan Acute Kidney Injury
c. Mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien dengan Acute
Kidney Injury
d. Mampu memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan Acute
Kidney Injury
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Definisi
Acute kidney injury (AKI) atau gagal ginjal akut mengacu kepada
kehilangan fungsi ginjal tiba-tiba. Selama periode beberapa jam sampai beberapa
hari, laju filtrasi glomerulus (glomerular filtration rate) menurun. Serum
kreatinin dan ureum nitrogen atau kadar ureum nitrogen darah (blood urea
nitrogen [BUN]) menurun (Black & Hawks, 2014).
Acute Dialysis Quality Initia- tive (ADQI) yang beranggotakan para
nefrolog dan intensivis di Amerika pada tahun 2002 sepakat mengganti istilah
ARF menjadi AKI. Penggantian istilah renal menjadi kidney diharapkan dapat
membantu pemahaman masyarakat awam, sedangkan penggantian istilah failure
menjadi injury dianggap lebih tepat menggambarkan patologi gangguan ginjal
(Triastuti & Sujana, 2017).
Cedera ginjal akut didefinisikan ketika salah satu dari kriteria berikut
terpenuhi: 1) Serum kreatinin naik sebesar ≥ 0,3 mg/dL atau ≥ 26μmol /L dalam
waktu 48 jam atau, 2) Serum kreatinin meningkat ≥ 1,5 kali lipat dari nilai
referensi, yang diketahui atau dianggap telah terjadi dalam waktu satu minggu
atau, 3) Output urine <0.5ml/kg/hr untuk> 6 jam berturut-turut (Triastuti &
Sujana, 2017).
ADQI mengeluarkan sistem klasifikasi AKI dengan kriteria RIFLE yang
terdiri dari 3 kategori (berdasarkan peningkatan kadar Cr serum atau penurunan
LFG atau kriteria UO) yang menggambarkan beratnya penurunan fungsi ginjal
dan 2 kategori yang menggambarkan prognosis gangguan ginjal seperti terlihat
dalam tabel 1 (Triastuti & Sujana, 2017).
Tabel 1. Klasifikasi AKI dengan Kriteria RIFLE, ADQI Revisi 2007
Kategori Peningkatan Penurunan Kriteria UO
SCr LFG
Risk ≥1,5 kali nilai dasar > 25% nilai dasar <0,5 mL/kg/jam, ≥6 jam
Injury ≥2,0 kali nilai dasar > 50% nilai dasar <0,5 mL/kg/jam, ≥12 jam
Failure ≥3,0 kali nilai dasar > 75% nilai dasar <0,5 mL/kg/jam, ≥24 jam
atau ≥4 mg/dL atau Anuria ≥12 jam
dengan kenaikan
akut ≥ 0,5 mg/dL
Loss Penurunan fungsi ginjal menetap selama lebih dari 4 minggu
End Stage Penurunan fungsi ginjal menetap selama lebih dari 3 bulan

Pada tahun 2005, Acute Kidney Injury Network (AKIN), sebuah kolaborasi
nefrolog dan intensivis internasional, mengajukan modifikasi atas kriteria
RIFLE. AKIN mengupayakan peningkatan sensitivitas klasifikasi dengan
merekomendasikan. Dengan beberapa modifikasi, kategori R, I, dan F pada
kriteria RIFLE secara berurutan adalah sesuai dengan kriteria AKIN tahap 1, 2,
dan 3. Kategori L dan E pada kriteria RIFLE menggambarkan hasil klinis
(outcome) sehingga tidak dimasukkan dalam tahapan. Klasifikasi AKI menurut
AKIN dapat dilihat pada tabel 2 (Triastuti & Sujana, 2017).
Tabel 2. Klasifikasi AKI dengan kriteria AKIN
Tahap Peningkatan SCr Kriteria UO
1 ≥1,5 kali nilai dasar atau <0,5 mL/kg/jam, ≥6 jam
peningkatan ≥0,3 mg/dL
2 ≥2,0 kali nilai dasar <0,5 mL/kg/jam, ≥12jam
3 ≥3,0 kali nilai dasar atau ≥4 mg/dL dengan <0,5 mL/kg/jam, ≥24
kenaikan akut ≥ 0,5 mg/dL atau inisiasi terapi jam atau Anuria ≥12 jam
pengganti ginjal

Dalam identifikasi pasien digunakan kedua kriteria ini, sehingga


memberikan evaluasi yang lebih akurat. Kemudian untuk penentuan derajat AKI
juga harus akurat karena dengan peningkatan derajat, maka risiko meninggal dan
TPG akan meningkat. Selain itu, diketahui risiko jangka panjang setelah
terjadinya resolusi AKI timbulnya penyakit kardiovaskuler atau CKD dan
kematian. Sehingga dalam penentuan derajat pasien harus diklasifikasikan
berdasarkan derajat tertingginya. Jadi jika SCr dan UO memberikan hasil derajat
yang berbeda, pasien diklasifikasikan dalam derajat yang lebih tinggi (Triastuti &
Sujana, 2017).

B. Klasifikasi Berdasarkan Etiologi


Banyaknya penyebab AKI dapat dikategorikan menjadi tiga area utama
yaitu: prarenal, intrarenal, dan postrenal (Black & Hawks, 2014).
1. Penyebab Prarenal
Penyebab AKI prarenal adalah yang terkait dengan perfusi ginjal. Ginjal
bergantung pada pengiriman darah yang cukup untuk disaring oleh
glomerulus. Oleh karena itu menurunnya aliran darah menurunkan laju
filtrasi glomerulus dan dapat menyebabkan AKI. Berikut ini adalah kondisi
yang berkontribusi terhadap menurunnya aliran darah ginjal.
a. Deplesi volume sirkulasi, seperti yang mungkin terjadi pada diare,
muntah perdarahan, penggunaan diuretic berlebih, terbakar, kondisi
pengeluaran garam oleh ginjal, atau glikosuria.
b. Pergantian volume, seperti dari sekuistrasi ruang ketiga cairan,
vasodilatasi, atau sepsis bakteri gram negative.
c. Menurunnya curah jantung, seperti selama gagal pompa jantung,
tamponade pericardium, atau embolisme pulmonar.
d. Menurunnya resistansi vascular perifer, seperti dari anestesi spinal, syok
septik, atau anafilaksis.
e. Obstruksi vascular, seperti oklusi arteri ginjal bilateral atau pembedahan
aneurisma.
2. Penyebab Intrarenal
Penyebab AKI intrarenal (renal) meliputi perubahan parenkim yang
disebabkan penyakit atau zat nefrotoksin. Nekrosis tubular akut adalah
penyebab AKI intrarenal yang paling umum dan terhitung 75% kasus.
Kerusakan sel epitel tubular ini diakibatkan oleh terganggunya perfusi ginjal
atau kerusakan langsung pada nefrotoksin. Nefrosis tubular akut mungkin
disebabkan oleh pigmen heme, seperti myoglobin dan hemoglobin, yang
dibebaskan dari jaringan otot yang rusak. Pelepasan ini mungkin disebabkan
oleh trauma, cedera remuk, dan kesetrum, atau kondisi nontraumatis seperti
latihan fisik berlebihan, kondisi genetic (seperti diabetes mellitus), penyakit
menular, kondisi metabolic (seperti hypokalemia, fosfatemia), dan
penolakan transplantasi ginjal.
Penyebab AKI intrarenal lainnya adalah glomerulonephritis;
mikrovaskular dan lesi vascular besar, seperti dalam sindrom hemolitik-
uremia; thrombosis; vaskulitis; scleroderma; trauma; aterosklerosis; invasi
tumor; dan nekrosis kortikal, yang disebabkan oleh vasospasme pembuluh
darah kortikal berkepanjangan.
3. Penyebab Postrenal
Penyebab AKI postrenal muncul karena obstruksi dalam saluran urine,
disemua tempat mulai dari tubulus sampai meatus uretra. Penyebab-
penyebab umum obstruksi di antaranya adalah hipertrofi prostatic, kalkulus,
invasi tumor, kecelakaan pembedahan, striktur ureter atau uretra atau
stenosis, dan fibrosis retroperitoneal. Cedera saraf spinal dapat
mengakibatkan menurunnya pengosongan kandung kemih dan obstruksi
fungsional.

D. Patofisiologi
Ginjal berperan penting dalam regulasi tekanan darah berkat efeknya pada
keseimbangan natrium, suatu penentu utama tekanan darah. Konsentrasi natrium
didalam tubuh dalam menilai tekanan darah. Melalui kerja dua sensor, baik kadar
natrium yang rendah atau tekanan perfusi yang rendah berfungsi sebagai
stimulasi untuk pelepasan renin. Renin yaitu suatu protease yang meningkatkan
tekanan darah dengan memicu vasokonstriksi secara langsung dan dengan
merangsang sekresi aldosteron sehingga terjadi retensi natrium dan air. Semua
efek ini menambah cairan ekstrasel utuh kehilangan fungsi ginjal normal akibat
dari penurunan jumlah nefroen yang berfungsi dengan tepat. Bila jumlah nefron
berkurang sampai jumlah yang tidak adekuat untuk mempertahankan
keseimbangan homeostatis,terjadi akibat gangguan fisiologis. Gagal ginjal
melakukan fungsi metaboliknya dan untuk membersihkan toksin dari darah
selain itu gagal ginjal akut disebabkan dengan berbagai macam keadaan seperti
gangguan pada pulmoner yaitu nafas dangkal, kussmaul, dan batuk dengan
sputum. Gangguan cairan elektrolit dan keseimbangan asam dan basa. Gangguan
pada kardiovaskuler seperti hipertensi, nyeri dada, gangguan irama jantung dan
edema. Edema merupakan tanda dan gejala yang umum pada kelebihan volume
cairan.Edema merujuk kepada penimbunan cairan di jaringan subkutis dan
menandakan ketidak seimbangan gaya-gaya starling (kenaikan tekanan
intravaskuler atau penurunan tekanan intravaskuler) yang menyebabkan cairan
merembes ke dalam ruang interstisial. Edema akan terjadi pada keadaan
hipoproteinemia dan gagal ginjal yang parah (Tambanyong, 2013; Wati, 2018).

E. Manifestasi Klinis
Perkembangan klinis AKI ditandai oleh beberapa fase. Fase onsel (awal)
mencakup periode dari kejadia pencetus sampai perkembangan manifestasi
ginjal. Manifestasi mungkin dimulai segera atau sampai seminggu setelah
kejadian pencetus. Fase oliguria-anuri (atau nonoliguri) berlangsung 1-8 minggu.
Semakin lama fase oliguria-anuri, semakin buruk prognosisnya (Black & Hawks,
2014).
Pengembalian bertahap atau mendadak ke filtrasi glomerulus dan
peningkatan kadar BUN mengisyaratkan fase diuretic. Keluaran urine mungkin
1.000 sampai 2.000 ml/hari, yang mengakibatkan dehidrasi; 25% kematian
karena AKI terjadi selama fase ini (Black & Hawks, 2014).
Fase pemulihan berlangsung 3 sampai 12 bulan. Selama waktu ini, klien
umumnya kembali ke tingkat aktivitas yang sama seperti sebelum munculnya
penyakit. Kelainan tubulus ringan, termasuk glikosuria dan menurunnya
kemampuan mengonsentrasikan, mungkin berlanjut selama beberapa tahun, dank
lien terus berada pada risiko ketidakseimbanagan cairan dan elektrolit, khususnya
selama waktu-waktu stress (Black & Hawks, 2014).
Efek AKI meluas, konsekuensi utamanya termasuk berikut ini: (Black &
Hawks, 2014).
1. Ketidakseimbanagn cairan dan elektrolit (kelebihan cairan atau deplesi,
hyperkalemia, hiponatremia, hipokalsemia, dan hipermagnesemia)
2. Asidosis
3. Meningkatnya kerentanan terhadap infeksi sekunder
4. Anemia
5. Disfungsi trombosit
6. Komplikasi gastrointestinal (anoreksia, mual, muntah, diare, konstipasi, dan
stomatitis)
7. Meningkatnya kejadian pericarditis
8. Ensefalopati uremia yang dicirikan oleh apatis, tidak sempurnanya ingatan
pada kejadian terakhir, obtundasi episodic, disartria, tremor, kejang, dan
koma
9. Terhambatnya pemulihan luka

F. Pemeriksaan Penunjang
Menurut (Tambayong, 2013; Wati, 2018).
1. Mikroskopik urin untuk mencari tanda inflamasi glomerulus atau tubulus,
infeksi saluran kemih atau uropati Kristal
2. Pemeriksaan biokima darah untuk mengukur pengurangan LFG dan
gangguan metabolic yang diakibatkannya
3. Pemeriksaan biokimia urin untuk embedakan gagal ginjal pre-renal dan renal
4. Darah perifer lengkap untuk menentukan ada tidaknya anemia, leukositosis
dan kekurangan trombosit akibat pemakaian
5. USG ginjal untuk menentukan ukuran ginjal, ada tidaknya obstruksi, tekstur
parenkim ginjal yang abnormal
6. CT scan abdomen untuk mengetahui struktur abnormal dari ginjal dan
traktus urinarius
7. Pemindaian radionuklir untuk mengetahui perfusi ginjal yang abnormal
8. Pielogram untuk mengevaluasi perbaikan dari obstruksi traktus urinarius
9. Biopsi ginjal untuk menentukan berdasarkan pemeriksaan patologi penyakit
ginjal

G. Penatalaksanaan
Menurut definisi, AKI prerenal adalah reversibel pada koreksi kelainan
utama hemodinamik, dan AKI postrenal dengan menghilangkan obstruksi.
Sampai saat ini, tidak ada terapi khusus untuk mendirikan AKI intrinsik renal
karena iskemia atau nefrotoksisitas. Manajemen gangguan ini harus fokus pada
penghapusan hemodinamik kelainan penyebab atau toksin, menghindari gejala
tambahan, dan pencegahan dan pengobatan komplikasi. Pengobatan khusus dari
penyebab lain dari AKI renal tergantung pada patologi yang mendasari (Triastuti
& Sujana, 2017).
1. AKI Prarenal
Komposisi cairan pengganti untuk pengobatan GGA prerenal akibat
hipovolemia harus disesuaikan sesuai dengan komposisi cairan yang hilang.
Hipovolemia berat akibat perdarahan harus dikoreksi dengan packed red
cells, sedangkan saline isotonik biasanya pengganti yang sesuai untuk ringan
sampai sedang perdarahan atau plasma loss (misalnya, luka bakar,
pankreatitis). Cairan kemih dan gastrointestinal dapat sangat bervariasi
dalam komposisi namun biasanya hipotonik. Solusi hipotonik (misalnya,
saline 0,45%) biasanya direkomendasikan sebagai pengganti awal pada
pasien dengan GGA prerenal akibat meningkatnya kehilangan cairan kemih
atau gastrointestinal, walaupun salin isotonik mungkin lebih tepat dalam
kasus yang parah.
Terapi berikutnya harus didasarkan pada pengukuran volume dan
isotonik cairan yang diekskresikan. Kalium serum dan status asam-basa
harus dimonitor dengan hati-hati. Gagal jantung mungkin memerlukan
manajemen yang agresif dengan inotropik positif, preload dan afterload
mengurangi agen, obat antiaritmia, dan alat bantu mekanis seperti pompa
balon intraaortic. Pemantauan hemodinamik invasif mungkin diperlukan
untuk memandu terapi untuk komplikasi pada pasien yang penilaian klinis
fungsi jantung dan volume intravaskular sulit.
2. AKI intrinsic renal
AKI akibat lain penyakit ginjal intrinsik seperti glomerulonefritis akut
atau vaskulitis dapat merespon glukokortikoid, alkylating agen, dan atau
plasmapheresis, tergantung pada patologi primer. Glukokortikoid juga
mempercepat remisi pada beberapa kasus interstitial nefritis alergi. Kontrol
agresif tekanan arteri sistemik adalah penting penting dalam membatasi
cedera ginjal pada hipertensi ganas nephrosclerosis, toxemia kehamilan, dan
penyakit pembuluh darah lainnya. Hipertensi dan AKI akibat scleroderma
mungkin sensitif terhadap pengobatan dengan inhibitor ACE.
3. AKI postrenal
Manajemen AKI postrenal membutuhkan kerjasama erat antara
nephrologist, urologi, dan radiologi. Gangguan pada leher uretra atau
kandung kemih biasanya dikelola awalnya oleh penempatan transurethral
atau suprapubik dari kateter kandung kemih, yang memberikan bantuan
sementara sedangkan lesi yang menghalangi diidentifikasi dan diobati secara
definitif. Demikian pula, obstruksi ureter dapat diobati awalnya oleh
kateterisasi perkutan dari pelvis ginjal. Memang, lesi yang menghalangi
seringkali dapat diterapi perkutan (misalnya, kalkulus, sloughed papilla) atau
dilewati oleh penyisipan stent ureter (misalnya, karsinoma). Kebanyakan
pasien mengalami diuresis yang tepat selama beberapa hari setelah relief
obstruksi. Sekitar 5% dari pasien mengembangkan sindrom garam-wasting
sementara yang mungkin memerlukan pemberian natrium intravena untuk
menjaga tekanan darah.
Pada dasarnya tata laksana AKI sangat ditentukan oleh penyebab AKI
dan pada tahap apa AKI ditemukan. Jika ditemukan pada tahap prarenal dan
inisiasi (kriteria RIFLE R dan I), upaya yang dapat dilakukan adalah tata
laksana optimal penyakit dasar untuk mencegah pasien jatuh pada tahap AKI
berikutnya. Upaya ini meliputi rehidrasi bila penyebab AKI adalah
prarenal/hipovolemia, terapi sepsis, penghentian zat nefrotoksik, koreksi
obstruksi pascarenal, dan menghindari penggunaan zat nefrotoksik.
Pemantauan asupan dan pengeluaran cairan harus dilakukan secara
rutin. Selama tahap poliuria (tahap pemeliharaan dan awal perbaikan),
beberapa pasien dapat mengalami defisit cairan yang cukup berarti, sehingga
pemantauan ketat serta pengaturan keseimbangan cairan dan elektrolit harus
dilakukan secara cermat. Substitusi cairan harus diawasi secara ketat dengan
pedoman volume urin yang diukur secara serial, serta elektrolit urin dan
serum.
4. Terapi Nutrisi
Kebutuhan nutrisi pasien AKI bervariasi tergantung dari penyakit
dasarnya dan kondisi komorbid yang dijumpai. Sebuah sistem klasifikasi
pemberian nutrisi berdasarkan status katabolisme diajukan oleh Druml pada
tahun 2005 dapat dilihat pada table 3
Tabel 3. Klasifikasi Kebutuhan Nutrisi Pasien AKI
Katabolisme
Variabel
Ringan Sedang Berat
Contoh Toksik karena Pembedahan +/- Sepsis, ARDS,
keadaan klinis obat infeksi MODS
Jarang Sesuai Sering
Dialisis
kebutuhan
Rute Oral Enteral +/- Enteral +/-
pemberian parenteral parenteral
nutrisi
Rekomendasi 20-25 25-30 25-30
energi kkal/kg/BBari kkal/kg/BBari kkal/kg/BBari
Glukosa 3-5 Glukosa 3-5 Glukosa 3-5
g/kgBB/hari g/kgBB/hari g/kgBB/hari
Sumber energi
Lemak 0,5-1 Lemak 0,8-1,2
g/kgBB/hari g/kgBB/hari
Kebutuhan 0,6-1 0,8-1,2 1,0-1,5
protein g/kgBB/hari g/kgBB/hari g/kgBB/hari
Makanan Formula enteral Formula enteral
Glukosa 50- Glukosa 50-
Pemberian 70% 70%
nutrisi Lemak 10-20% Lemak 10-20%
AA 6,5-10 % AA 6,5-10 %
Mikronutrien Mikronutrien

5. Terapi Pengganti ginjal


Adapun kriteria untuk memulai terapi pengganti ginal pada pasien
kritis dengan gangguan ginal akut adalah: (Melyda, 2017)
1. Oliguria: produksi urin < 2000 ml dalam 12 jam
2. Anuria: produksi urin < 50 ml dalam 12 jam
3. Hiperkalemia: Kadar potassium > 6.5 mmol/L
4. Asidemia (keracunan asam) yang berat: pH < 7.0
5. Azotemia: kadar urea > 30 mmol/L
6. Ensefalopati uremikum
7. Neuropati/ miopati uremikum
8. Pericarditis uremikum
9. Natrium abnormalitas plasma: konsentrasi > 155 mmol/L atau <120
mmol/L
10. Hipertermia
11. Keracunan obat
Tidak ada panduan pasti kapan saat yang tepat untuk menghentikan
terapi pengganti ginjal. Secara umum, terapi dihentikan jika kondisi yang
menjadi indikasi sudah teratasi.
H. Komplikasi
1. Edema Paru-Paru
Edema paru-paru terjadi akibat terjadinya penimbunan cairan serosa atau
serosanguinosa yang berlebihan di dalam ruang interstisial dan alveolus
paru-paru. Hal ini timbul karena ginjal tidak dapat mensekresi urine dan
garam dalam jumlah cukup. Sering kali edema paru-paru menyebabkan
kematian.
2. Hiperkalemia
Komplikasi kedua adalah hiperkalemia (kadar kalium darah yang
tinggi).yaitu suatu keadaan dimana konsentrasi kalium darah lebih dari 5
mEq/l darah. Perlu diketahui konsentrasi kalium yang tinggi justru
berbahaya daripada kondisi sebaliknya (konsentrasi kalium rendah).
Konsentrasi kalium darah yang lebih tinggi dari 5,5 mEq/l dapat
mempengaruhi system konduksi listrik jantung. Apabila hal ini terus
berlanjut, irama jantung menjadi tidak normal dan jantungpun berhenti
berdenyut.

I. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Biodata mencakup inisial, umur, jenis kelamin, suku/bangsa, dll.
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama
Biasanya pasien dengan diagnosa gagal ginjal akut sering terasa
sesak, mual, muntah.
2) Riwayat Penyakit Sekarang
Biasanya pasien mengeluh badan terasa lemah, kencing terasa sesak,
mual dan muntah dan penambahan BB, nyeri tekan pada abdomen,
anoreksia dan lemah.
3) Riwayat Penyakit Dahulu
Menanyakan pasien apakah pernah merasakan penyakit gagal ginjal
akut sebelumnya.
4) Riwayat Penyakit Keluarga
Menanyakan kepada keluarga apakah keluarga pasien pernah
mengalami penyakit yang sama dengan penyakit yang dialami
pasien
c. Pola kebiasaan sehari-hari
1) Pola Pemeliharaan
Biasanya pasien dengan gagal ginjal akut mempunyai persepsi yang
kurang baik terhadap kesehatannya dan biasanya pasien mengalami
nyeri hilang timbul, lemah, mual, dan terdapat edema.
2) Pola Nutrisi
Biasanya pasien tidak mampu makan karena pasien mual dan
muntah dan anoreksia.
3) Pola Eliminasi
Biasanya pasien mengalami gangguan eliminasi misalnya oliguria,
diare atau konstipasi, dan perut kembung.
4) Pola Aktifitas
Biasanya aktivitas pasien dibantu keluarga karena pasien lemah
5) Pola Tidur-Istirahat
Biasanya pola tidur pasien terganggu
6) Pola Kognitif-Perseptual
Biasanya pasien memiliki komunikasi yang baik dengan orang lain,
pendengaran dan penglihatan baik, dan tidak menggunakan alat
bantu.
7) Pola Toleransi-Koping Stress
Biasanya pasien merasa tak berdaya, tidak mengetahui tentang
proses penyakitnya, merasa takut, cemas, dan tak ada harapan.
8) Persepsi Diri atau Konsep Diri
Biasanya pasien tidak mengalami gangguan konsep diri
9) Pola Seksual-Reproduksi
Biasanya pasien mengalami gangguan ini sehubungan dengan
kelemahan tubuh.
10) Pola Hubungan dan Peran
Biasanya kesulitan menentukan kondisi contohnya tidak mampu
bekerja, dan mempertahankan fungsi peran biasanya didalam
keluarga.
11) Pola Nilai dan Keyakinan
Biasanya pasien tidak mengalami gangguan dalam pola nilai dan
keyakinan.
d. Riwayat Psikologis
Menanyakan pada pasien apakah ia merasa cemas dan berharap cepat
sembuh.
e. Riwayat Sosial
Biasanya pasien GGA dapat berinteraksi dengan keluarga dan keluarga
pasien lainnya.
f. Riwayat Spiritual
Menanyakan pada pasien apakah pasien berdoa untukkesembuhan
penyakitnya dan mau berobat kerumah sakit.
g. Pemeriksaan Fisik
1) Kondisi umum dan tanda-tanda vital
Kondisi klien biasanya lemah, tingkat kesadaran bergantung pada
tingkat toksisitas, takikardi/takipnea saat beraktivitas.
2) Kepala
Kesimetrisan, edema periorbital, bentuk kepala, pembengkakan,
nyeri tekan, distribusi rambut dan warna.
3) Mata
Kesimetrisan, apakah ada kelainan atau infeksi, apakah terdapat
secret, refleks cahaya, kemampuan akomodasi cahaya
4) Hidung
Kesimetrisan, perhatikan jembatan hidung (tidak ada Down
Sindrom), cuping hidung masih keras, passase udara (gunakan
kapas)
5) Mulut
Kesimetrisan, adanya labioschisi, perhatikan adanya ovula apakah
simetris, ovula naik bila bayi menangis, pengeluaran saliva,
pertumbuhan gigi (apakah sejak lahir)
6) Telinga
Inspeksi struktur telinga luar, bentuk simetris atas bawah/tidak,
cairan apakah ada cairan yang keluar dari telinga/tidak
7) Leher
Lipatan pada leher (garis) ada pembengkakan/tidak, ada benjolan
ada/tidak
8) Dada
Bentuk simetris/tidak, puting timbul/tidak, bunyi nafas teratur/tidak,
takikardi, edema pulmonal, terdengar suara nafas tambahan, napas
pendek, dyspnea, takipnea, batuk dengan atau tanpa sputum. Bunyi
jantung normal/tidak, lemah/kuat.
9) Adomen
Terdapat distensi abdomennspeksi ukuran abdomen dan palpasi
kontur abdomen: bulat menonjol, berbentuk seperti kubah karena
otot-otot abdomen belum berkembang sempurna. Hepar dapat
teraba 2-3 cm dibawah arcus costae. Auskultasi bisisng usus. Nyeri
tekan pada abdomen bagian bawah.
10) Ekstremitas
Jumlah Jari >5 (polidaktili), jari bersatu (sidaktili), ujung jari halus,
kuku clubing finger <180 derajat (gangguan pernapasan), telapak
kaki nampak datar, kelengkapan organ. Kulit gatal, pucat.
11) Genitalia
a) Laki-laki
Penis ada/tidak, prepotium menutupi glans penis, testis
simetris/tidak, perhatikan adanya lesi, pembengkakan.
b) Perempuan
Vagina berlobang/tidak, terdapat labia mayor dan minor/tidak,
perhatikan adanya lesi, pembengkakan.
h. Pemeriksaan Penunjang
a) Kreatinin dan BUN serum keduanya tinggi karena beratnya gagal
ginjal.
b) Klirens kreatinin menunjukkan penyakti ginjal tahap akhir bila
berkurang s/d 90%.
c) Elektrolik serum menunjukkan peningkatan kalium, fasfor, kalsium,
magnesium dan produk fasfor- kalsium dengan natrium serum
rendah.
d) Gas darah arter (GDA) menunjukkan asidosis metabolic (nilai PH,
kaderbikarbonat dan kelebihan basa dibawah rentang normal).
e) HB dan hematokrit dibawah rentang normal.
f) Jumlah sel darah merah dibawah rentang normal.
g) Kadar alkalin fosfat mungkin tinggi bila metabolism tulang
dipengaruhi.

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah keputusan klinik mengenai respon
individu, klien atau masyarakat tentang masalah kesehatan aktual atau
potensial sebagai dasar seleksi intervensi keperawatan untuk mencapai
tujuan asuhan keperawatan sesuai dengan kewenangan perawat (Herdman &
Kamitsuru, 2015; Wati, 2018).
Menurut Mary Bsradero(2010) didalam Wati (2018) diagnosa
keperawatan yang mungkin muncul pada penderita gagal ginjal akut antara
lain:
a. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme
regulasi (penurunan laju glomerulus)
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan anemia dan nyeri sendir
sekunder terhadap gagal ginjal.
c. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondisi.
d. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan mual muntah.
e. Risiko infeksi berhubungan dengan peningkatan paparan organisme
patogen lingkungan.
f. Risiko kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan kenaikan kadar
ureum dan kreatinin.
g. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas.
J. Plan of Action

No SDKI SLKI SIKI


1 Hipervolemia 1. Keseimbangan Cairan 1. Manajemen Hipervolemi
Kode: D.0022 Definisi: Ekuilibrium antara Definisi: Mengidentifikasi
Kategori: Fisiologis volume cairan di ruang intraselular dan mengelola kelebihan
Subkategoris: Nutrisi dan dan ekstraselular tubuh. volume cairan intravaskuler
Cairan Kriteria Hasil dan ekstraseluler serta
Definisi: Peningkatan a. Asupan cairan (4) mencegah terjadinya
volume cairan b. Haluaran urun (4) komplikasi.
intravascular, interstisial, c. Kelembaban membrane a. Periksa tanda dan gejala
dan/atau intraselular. mukosa (4) hypervolemia
Penyebab: d. Edema (4) b. Identifikasi penyebab
a. Gangguan e. Tekanan darah (4) hypervolemia
mekanisme regulasi f. Turgor kulit (4) c. Monitor status
Gejala mayor dan minor: g. Berat badan (4) hemodinamik
a. Dispnea d. Monitor intake dan output
b. Edema 2. Status Cairan cairan
c. Berat badan Definisi: Kondisi volume cairan
meningkat intravascular, interstisiel, dan/atau 2. Pemantauan Cairan
d. Kadar Hb/Ht turun intraselular. Definisi: Mengumpulkan
e. Oliguria a. Kekuatan nadi (4) dan menganalisis data
b. Output urine (4) terkait pengaturan
c. Berat badan (4) keseimbangan cairan.
d. Perasaan lemah (4) Tindakan:
e. Tekanan darah (4) a. Monitor frekuensi dan
f. Tekanan nadi (4) kekuatan nad
g. Oliguria (4) b. Monitor frekuensi
h. Intake cairan (4) napas
c. Monitor tekanan
Skala: darah
1: menurun d. Monitor elastisitas
2: cukup menurun dan turgor kulit
3: sedang e. Monitor jumalh,
4: cukup meningkat warna, dan berat jenis
5: meningkat urine
f. Monitor hasil
1: meningkat pemeriksaan serum
2: cukup meningkat (hb, ht, natrium,
3: sedang kalium, BUN)
4: cukup menurun g. Monitor intake dan
5: menurun output cairan
h. Identifikasi tanda-
1: memburuk tanda hypervolemia
2: cukup memburuk i. Identifikasi factor
3: sedang risiko
4: cukup membaik ketidakseimbangan
5: membaik cairan
j. Atur interval waktu
pemantauan sesuai
dengan kondisi pasien
k. Dokumentasikan hasil
pemantauan
l. Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
dan informasikan
hasil pemantauan jika
perlu
2 Intoleransi Aktivitas Toleransi Aktivitas 1. Manajemen Energi
Kode: D.0056 Definisi: Respon fisiologis terhadap Definisi: Mengidentifikasi
Kategori: Fisiologis aktivitas yang membuthkan tenaga. dan mengelola penggunaan
Subkategoris: Kriteria Hasil: energy untuk mengatasi atau
Aktivitas/Istirahat a. Frekuensi nadi (4) mencegah kelelahan dan
Definisi: b. Kemudahan dalam melakukan mengoptimalkan proses
Ketidakcukupan energy aktivitas sehari-hari (4) pemulihan.
untuk melakukan c. Keluhan lelah (4) Tindakan:
aktivitas sehari-hari. d. Dyspnea saat/setelah beraktivitas a. Identifikasi gangguan
Penyebab: (4) fungsi tubuh yang
a. Kelemahan akibat e. Perasaan lemah (4) mengakibatkan kelelahan
anemia f. Tekanan darah (4) b. Monitor kelelahan fisik
Gejala mayor dan minor: dan emosional
b. Mengeluh lelah Skala: c. Monitor lokasi dan
c. Frekuensi jantung 1: menurun ketidaknyamanan selama
meningkat 2: cukup menurun melakukan aktivitas
d. Dyspnea 3: sedang d. Sediakan lingkungan
saat/setelah aktivitas 4: cukup meningkat yang nyaman dan rendah
e. Merasa lemah 5: meningkat stimulasi
f. Tekanan darah e. Berikan aktivitas distraksi
berubah 1: meningkat yang menenangkan
2: cukup meningkat f. Anjurkan tirah baring
3: sedang g. Anjurkan melakukan
4: cukup menurun aktivitas secara bertahap
5: menurun h. Ajarkan strategi koping
untuk mengurangi
1: memburuk kelelahan
2: cukup memburuk i. Kolaborasi dengan ahli
3: sedang gizi tentang cara
4: cukup membaik meningkatkan asupan
5: membaik makanan

2. Terapi aktivitas
Definisi: Menggunakan
aktivitas fisik, kognitif,
social, dan spiritual tertentu
untuk memulihkan
keterlibatan, frekuensi, atau
durasi aktivitas individua tau
kelompok.
Tindakan:
a. Bantu pasien
mengidentifikasi aktivitas
yang mamou dilakukan
b. Monitor respon fisik,
emosi, social, dan
spiritual
c. Sediakan penguatan yang
positif
d. Bantu pasien/keluarga
untuk mengidentifikasi
kekuragan saat
beraktivitas
e. Bantu pasie untuk
membuat jadwal latihan
diwaktu luang
f. Bantu untuk
mengidektifikasi aktivitas
yang disukai
3 Ansietas Tingkat Ansietas Reduksi Ansietas
Kode: D.0080 Definisi: Kondisi emosi dan Definisi: Meminimalkan
Kategori: Psikologis pengalaman subyektif terhadap objek kondisi individu dan
Subkategoris: Integritas yang tidak jelas dan spesifik akibat pengalaman subyektif terhadap
Ego antisipasi bahaya yang memungkinkan objek yang tidak jelas dan
Definisi: Kondisi individu melakukan tindakan untuk spesifik akibat antisipasi
emosional dan menghadapi ancaman bahaya yang memungkinkan
pengalaman subyektif Kriteria Hasil: individu melakukan tindakan
individu terhadap objek a. Kebingungan (4) untuk menghadapi ancaman.
yang tidak jelas dan b. Khawatir akibat kondisi yang Tindakan:
spesifik akibat antisipasi dihadapi (4) a. Identifikasi saat tingkat
bahaya yang c. Perilaku gelisah (4) ansietas berubah (kondisi,
memungkinkan individu d. Keluhan pusing (4) waktu, stressor)
melakukan tindakan e. Anoreksia (4) b. Identifikasi kemampuan
untuk menghadapi f. Frekuensi nadi dan pernapasan (4) mengambil keputusan
ancaman. g. Tekanan darah (4) c. Monitor tanda-tanda
Penyebab: h. Pucat (4) ansietas
a. Kurang terpapar i. Pola tidur (4) d. Ciptakan suasana
informasi terapeutik untuk
Gejala mayor dan minor: Skala: menumbuhkan
a. Merasa bingung 1: menurun kepercayaan
b. Merasa khawatir 2: cukup menurun e. Temani pasien untuk
dengan akibat dari 3: sedang mengurangi kecemasan
kondisi yang 4: cukup meningkat f. Motivasi mengidentifikasi
dihadapi 5: meningkat situasi pemicu kecemasan
c. Sulit berkonsentrasi g. Jelaskan prosedur
d. Tampak gelisah 1: meningkat termasuk sensasi yang
e. Tampak tegang 2: cukup meningkat dialami mungkin dialami
f. Sulit tidur 3: sedang h. Informasikan tentang
g. Anoreksia 4: cukup menurun diagnosis, pengobatan
h. Pusing 5: menurun dan prognosis
i. Frekuensi napas i. Anjurkan menungkapkan
meningkat 1: memburuk perasaan dan persepsi
j. Frekuensi nadi 2: cukup memburuk j. Latih kegiatan pengalihan
meningkat 3: sedang untuk mengurangi
k. Frekuensi tekanan 4: cukup membaik ketegangan
darah meningkat 5: membaik k. Latih teknik relaksasi
l. Muka tampak pucat l. Kolaborasi pemberian
obat antiansietas jika
perlu
4. Defisit Nutrisi Status Nutrisi Manajemen Nutrisi
Kode: D.0019 Definisi: Keadekuatan asupan nutrisi Definisi: Mengidentifikasi dan
Kategori: Fisiologis untuk memenuhi kebutuhan mengelola asupan nutrisi yang
Subkategoris: Nutrisi dan metabolism. seimbang
Cairan Kriteria Hasil: a. Identifikasi status nutrisi
Definisi: Asupan nutrisi a. Serum albumin (4) b. Identifikasi makanan yang
tidak cukup untuk b. Nyeri abdomen (4) disukai
memenuhi kebutuhan c. Diare (4) c. Identifikasi kebutuhan
metabolisme. d. Berat badan (4) kalori dan jenis nutrient
Penyebab: e. Nafsu makan (4) d. Monitor asupan makanan
a. Factor psikologis f. Membran mukosa (4) e. Monitor berat badan
(mual, muntah) f. Monitor hasil pemeriksaan
Gejala mayor dan minor: Skala: laboratorium
a. Berat badan menurun 1: menurun g. Lakukan oral hygiene
b. Kram/nyeri abdomen 2: cukup menurun sebelum makan jika perlu
c. Nafsu makan 3: sedang h. Sajikan makanan secara
menurun 4: cukup meningkat menarik dan suhu yang
d. Membrane mukosa 5: meningkat sesuai
pucat i. Berikan makanan tinggi
e. Serum albumin turun 1: meningkat kalori dan tinggi protein
f. Diare 2: cukup meningkat j. Kolaborasi pemberian
3: sedang medikasi sebelum makan
4: cukup menurun (misalnya pereda nyeri)
5: menurun

1: memburuk
2: cukup memburuk
3: sedang
4: cukup membaik
5: membaik
5. Risiko Infeksi Kontrol Risiko Pencegahan Infeksi
Kode: D.0142 Definisi: Kemampuan untuk mengerti, Definisi: Mengidentifikasi dan
Kategori: Lingkungan mencegah, mengeliminasi, atau menurunkan risiko terserang
Subkategoris: Keamanan mengurangi ancaman kesehatan yang organisme patogenik.
dan Proteksi dapat dimodifikasi. Tindakan:
Definisi: Berisiko Kriteria Hasil: a. Monitor tanda dan gejala
mengalami peningkatan a. Kemampuan mencari informasi infeksi local dan sistemik
terserang organisme tentang factor risiko (4) b. Batasi jumlah pengunjung
patogenik. b. Kemampuan mengidentifikasi c. Berikan perawatan kulit
Faktor risiko: factor risiko (4) pada area edema
a. Peningkatan paparan c. Kemampuan melakukan strategi d. Cuci tangan sebelum dan
organisme pathogen control resiko (4) sesudah kontak dengan
lingkungan d. Kemampuan menghindari factor pasien dan lingkungan
risiko (4) pasien
e. Pemantauan perubahan status e. Jelaskan tanda dan gejala
kesehatan (4) infeksi
f. Ajarkan cara mencuci
Skala: tangan yang benar
1: menurun g. Anjurkan meningkatkan
2: cukup menurun asupan nutrisi dan cairan
3: sedang h. Kolaborasi pemberian
4: cukup meningkat imunisasi jika perlu
5: meningkat
6. Risiko kerusakan Kontrol Risiko Perawaran integritas kulit
integritas kulit Definisi: Kemampuan untuk Definisi: Mengidentifikasi dan
Kode: D.0139 mengerti, mencegah, mengeliminasi, merawat kulit untuk menjaga
Kategori: Lingkungan atau mengurangi ancaman kesehatan keutuhan,kelembaban dan
Subkategoris: Keamanan mencegah perkembangan
yang dapat dimodifikasi.
dan Proteksi mikroorganisme
Kriteria Hasil: Tindakan:
Definisi: Berisiko a. Kemampuan mencari informasi a. Identifikasi penyebab
mengalami kerusakan tentang factor risiko (4) gangguan integritas kulit
kulit (dermis dan/atau b. Kemampuan mengidentifikasi b. Ubah posisi tiap 2 jam jika
epidermis) atau jaringan factor risiko (4) tirah baring
(membran mukosa, c. Kemampuan melakukan strategi c. Hindari produk yang
kornea, fasia, otot, berbahaya
control resiko (4)
tendon, tulang, kartilago, d. Anjurkan menggunakan
d. Kemampuan menghindari factor pelembab
kapsul sendi, dan/atau risiko (4) e. Anjurkan minum air yang
ligamen). e. Pemantauan perubahan status cukup
Factor Risiko: kesehatan (4) f. Anjurkan mandi dan
a. Meningkatnya kadar menggunakan sabun
ureum dan kreatinin Skala: secukupnya
1: menurun
2: cukup menurun
3: sedang
4: cukup meningkat
5: meningkat
7. Pola Napas Tidak Efektif Pola napas 1. Manajemen jalan napas
Kode: D.0005 Definisi: Inspirasi dan/atau ekspirasi Definisi: mengidentifikasi
Kategori: Fisiologis yang memberikan ventilasi adekuat dan mengelola kepatenan
Subkategoris: Respirasi Setelah dilakukan asuhan jalan napas
Definisi: Inspirasi keperawatan selama ...X24 jam a. Monitor pola napas
dan/atau ekspirasi yang diharapkan kriteria hasil: (frekuensi, kedalaman,
tidak memberikan 1. Ventilasi semenit (4) usaha napas)
ventilasi adekuat 2. Dispnea (4) b. Monitor bunyi napas
Penyebab: 3. Pernapasan cuping hidung (4) c. Pertahanakan kepatenan
a. Hambatan upaya 4. Otot bantu napas (4) jaln napas
napas 4. Frekuensi napas (4) d. Lakukan fisoterapi dada
Gejala mayor dan minor: 5. Kedalam napas (4) bila perlu
a. Dispnea e. Kolaborasi oemberian
b. Penggunaan otot Skala: obat
bantu napas 1: menurun
c. Fase ekspirasi 2: cukup menurun 2. Terapi oksigen
memanjang 3: sedang Definisi: memberikan
d. Pola napas abnormal 4: cukup meningkat tambahan oksigen untuk
e. Pernapasan cuping 5: meningkat mencegah dan mengatasi
hidung kondisi kekurangan oksigen
Skala: jaringan
1: meningkat a. Bersihkan mulut,
2: cukup meningkat hidung, dan secret
3: sedang trakea
40: cukup menurun b. Pertahankan jalan nafas
5: menurun yang paten
c. Atur peralatan
oksigenasi
d. Pertahankan posisi
pasien
e. Observasi adanya
kecemasan pasien
terhadap oksigenasi

3. Pemantauan tanda vital


Definisi: mengumpulkan
dan menganalisis data hasil
pengukuran fungsi vital
kardiovaskuler, pernapasan
dan suhu tubuh
a. Monitor tekanan darah
b. Monitor nadi
c. Monitor pernapasan
d. Monitor suhu tubuh
e. Monitor oksimetri nadi
f. Identifikasi penyebab
perubahan tanda vital
BAB III
ANALISA KASUS

Tn. KM (25 tahun) alamat jalan Sidodadi masuk ke IGD RS Karyadi dengan keluhan
badan lemas, tidak ada kencing dan dirumah diare sudah 2 hari, makan minum sedikit
disertai mual muntah, saat diukur tekanan darah 100/60 MmHg, Suhu tubuh 37,8 C, RR 22
x/mnt, nadi 102x/mnt, SPO2 95% tanpa oksigen bantuan, kesadaran GCS E4 V5 M5 dan
pasien compos mentis . Hasil pemeriksaan darah lengkap HB: 12,1 g/dL, Hematokrit 42 %,
lekosit 6.200 10³/µL, LED 10 mm/jam, ureum 200 mg/dL, creatinin : 3 mg/dL. Hasil
elektrolit Natrium : 110 mmol/L, kalium : 5,4 mmol/L, Chloride : 105 mmol/L. Dokter
IGD mendiagnosa Tn. KM dengan Acute Kidney Injury dan memberi terapi pasang infus
Nacl 20 tetes/ menit, Injeksi ranitidin 2x1 amp, Injeksi metclopermide 3x 1 amp serta
segera menjalani hemodialisa juga pasang kateter. Saat dipasang kateter oleh petugas IGD
urine keluar sekitar 150 cc berwarna kuning pekat.
FORMAT ASUHAN KEPERAWATAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH PSIK
STIKES WIYATA HUSADA SAMARINDA

Nama mahasiswa : Aisyah Nurlany


Tempat praktek : ITKES WHS
Tanggal : Rabu, 13 Januari 2021

I. Identitas diri klien


Nama : Tn. KM Suku : Jawa
Umur : 25 tahun Pendidikan : SMA
Jemis kelamin : Laki-laki Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Jl. Sidodadi Lama bekerja : 2 tahun
Tanggal masuk RS : 13/01/21
Status perkawinan: Belum kawin Tanggal Pengkajian : 13/01/21
Agama: Islam Sumber Informasi : Tn. KM

II. Riwayat penyakit


1. Keluhan utama saat masuk RS:
Badan lemas, tidak ada kencing, diare 2 hari.

2. Riwayat penyakit sekarang:


Keluhan badan lemas, tidak ada kencing dan dirumah diare sudah 2 hari, makan minum
sedikit disertai mual muntah, kulit gatal, saat diukur tekanan darah 100/60 MmHg, Suhu
tubuh 37,8 C, RR 22 x/mnt, nadi 102x/mnt, SPO2 95% tanpa oksigen bantuan, kesadaran
GCS E4 V5 M5 dan pasien compos mentis. Hasil pemeriksaan darah lengkap HB: 12,1
g/dL, Hematokrit 42 %, lekosit 6.200 10³/µL, LED 10 mm/jam, ureum 200 mg/dL,
creatinin: 3 mg/dL. Hasil elektrolit Natrium : 110 mmol/L, kalium: 5,4 100 mmol/L,
Chloride: 105 100 mmol/L. Dokter IGD mendiagnosa Tn. KM dengan Acute Kidney
Injury dan memberi terapi pasang infus Nacl 20 tetes/ menit, Injeksi ranitidin 2x1 amp,
Injeksi metclopermide 3x 1 amp serta segera menjalani hemodialisa juga pasang kateter.
Saat dipasang kateter oleh petugas IGD urine keluar sekitar 150 cc berwarna kuning
pekat.

3. Riwayat Penyakit Dahulu


Klien mengatakan tidak memiliki riwayat penyakit hipertensi dan diabetes mellitus
Genogram:

Keterangan:
: laki-laki
: perempuan
X : laki-laki/perempuan sudah meninggal
T : menikah
: anak/ keturunan
_ _ _ _: hidup dalam satu rumah
: pasien/ klien

4. Diagnosa medik pada saat MRS, pemeriksaan penunjang dan tindakan yang telah
dilakukan:
Hasil pemeriksaan darah lengkap HB: 12,1 g/dL, Hematokrit 42 %, lekosit 6.200 10³/µL,
LED 10 mm/jam, ureum 200 mg/dL, creatinin: 3 mg/dL. Hasil elektrolit Natrium : 110
mmol/L, kalium: 5,4 mmol/L, Chloride: 105 mmol/L.
Dokter IGD mendiagnosa Tn. KM dengan Acute Kidney Injury dan memberi terapi
pasang infus Nacl 20 tetes/ menit, Injeksi ranitidin 2x1 amp, Injeksi metclopermide 3x 1
amp serta segera menjalani hemodialisa juga pasang kateter. Saat dipasang kateter oleh
petugas IGD urine keluar sekitar 150 cc berwarna kuning pekat.

III. Pengkajian saat ini (mulai hari pertama saudara merawat klien)
1. Persepsi dan pemeliharaan kesehatan. Pengetahuan tentang penyakit/perawatan
Klien mengatakan saat hanya sakit ringan klien biasanya membeli obat di apotek jarang
untuk pergi memeriksanya. Berhubung sekarang klien menderita penyakit yang
memerluka perawatan lebih klien mau berobat ke RS
2. Pola nutrisi/metabolic Program diit RS:
Intake makanan: sebelum masuk RS nafsu makan pasien baik dengan frekuensi makan
3x/hari dengan nasi, sayur dan lauk pauk. Setelah sakit nafsu makan menurun akibat rasa
mual dan muntahnya.
Intake cairan: sebelum masuk RS pasien minum air kurang lebih 2000 ml/hari, ketika
sakit frekuensi minum berkurang.

3. Pola eliminasi
a. Buang air besar
Sebelum sakit pasien BAB selama 1x sehari dengan konsistensi lunak. Saat sakit
pasien mengeluh diare sudah 2 hari.
b. Buang air kecil
Sebelum sakit frekuensi berkemih kurang lebih 4x/hari. Setelah sakit klien mengeluh
tidak bisa buang air kecil, dan selama dirumah sakit pasien dipasang kateter dengan
pengeluaran 150cc berwarna kuning pekat.

4. Pola aktifitas dan latihan:


Kemampuan perawatan diri 0 1 2 3 4
Makan/minum √
Mandi √
Toileting √
Berpakaian √
Mobilitas di tempat tidur √
Berpindah √
Ambulasi/ROM √
0: mandiri, 1: alat Bantu, 2: dibantu orang lain, 3: dibantu orang lain dan alat, 4: tergantung total
Oksigenasi: klien tidak terpasang oksigen bantuan

5. Pola tidur dan istirahat (lama tidur, gangguan tidur, perawasan saat bangun tidur)
Klien mengatakan sebelum sakit pola tidur klien teratur dengan lama waktu tidur 7-8
jam/hari. Setelah sakit klien hanya bisa tidur 2-4 jam/hari dan kadang-kadang terbangun
karena klien sulit tidur.
6. Pola persepsual (penglihatan, pendengaran, pengecap, sensasi):
Klien mengatakan untuk penglihatan, pengecapan, pendengaran serta rasa sensasi masih
baik serta tidak ada gangguan.

7. Pola persepsi diri (pandangan klien tentang sakitnya, kecemasan, konsep diri)
Klien mengatakan bahagia dengan kehidupan dan dengan dirinya, klien mengatakan
penyakit yang dideritanya berasal dari tuhan dan klien hanya bisa menerimanya, dan ingin
cepat sembuh sehingga dapat kembali beraktivitas seperti sedia kala.

8. Pola seksualitas dan reproduksi (fertilitas, libido, menstuasi, kontrasepsi, dll.)


Klien belum menikah, dan mengatakan tidak ada masalah terkait seksualitasnya.

9. Pola peran hubungan (komunikasi, hubungan dengan orang lain, kemampuan keuangan):
Klien merupakan seorang anak pertama dan belum berkeluarga, sebagai tulang punggung
keluarga dan memiliki komunikasi yang baik dengan keluarga dan orang sekitarnya setiap
harinya. Karena sedang sakit klien tidak menjalankan perannya dalam keluarga.

10. Pola managemen koping-stess (perubahan terbesar dalam hidup pada akhir-akhir ini):
Klien sedikit mengalami cemas tentang penyakitnya dan stress karena ia tidak bisa
bekerja seperti biasanya dan memikirkan biaya pengobatan rumah sakit.

11. Sistem nilai dan keyakinan (pandangan klien tentang agama, kegiatan keagamaan, dll):
Pasien beragama islam, kegiatan pasien adalah sholat dan mengaji. Meskipun sakit klien
tetap menjalankan kewajibannya tersebut.

IV.Pemeriksaan fisik
(cephalocaudal) yang meliputi : Inspeksi, Palpasi, Perkusi dan Auskultasi
Keluhan yang dirasakan saat ini: Badan lemas, tidak ada kencing dan dirumah diare
sudah 2 hari, makan minum sedikit disertai mual muntah, kulit gatal.

TD: 100/60 mm/Hg P: 22 x/m N: 102 x/m

S: 37,8oC SPO2: 95% tanpa oksigen bantuan BB/TB: 60 kg, 167 kg

1. Kepala
Bentuk bulat dan simetris kiri dan kanan, tidak ada lesi, tidak ada benjolan, rambut hitam
dan tebal, tidak mudah dicabut.

2. Mata dan Telinga (Penglihatan dan pendengaran)


a. Penglihatan
Berkurang Ganda Kabur Buta/Gelap
Pasien tidak mengalami gangguan penglihatan dan tidak menggunakan kacamata
▪ Visus : dioptri
▪ Sklera ikterik : tidak ada sclera ikterik
▪ Konjungtiva : tidak anemis
▪ Nyeri : tidak intensitas : -
▪ Kornea : jernih
▪ Alat bantu : tidak ada
b. Pendengaran
Normal Berdengung Berkurang Alat bantu Tuli
Pasien tidak mengalami gangguan pada pendengarannya dan tidak menggunakan alat
bantu pendengaran

3. Hidung:
Tampak simetris dan tepat di medial, tampak bersih, tidak ada nyeri tekan, tidak ada
sekret, tidak terpasang alat bantu pernapasan.

4. Mulut/Gigi/Lidah:
Tampak simetris, bentuk normal, sianosis (-), lidah kotor (-), luka (-), mukosa bibir
tampak kering, gigi nampak lengkap, tidak ada perdarahan.

5. Leher:
Pembesaran kelenjar getah bening (-), peningkatan JVP (-), kaku kuduk (-), tidak ada lesi.

6. Respiratori
a. Dada:
1) Inspeksi: Bentuk normal, gerakan nafas simetris, retraksi (-), deformitas tulang
dada (-), frekuensi napas normal dan tidak ada otot bantu pernapasan.
2) Palpasi: tidak ada benjolan dan masa, taktik fremitus seirama, tidak ada nyeri
tekan.
3) Perkusi: suara resonan dan tidak ada tanda-tanda penumpukan cairan.
4) Auskultasi: bunyi napas vesikuler, ronki (-/-), wheezing (-/-).
 Sesak napas saat :
 Ekspirasi  Inspirasi  Istirahat  Aktivitas
- Tipe pernapasan
Perut Dada Biot

Kussmaul Cynestokes  Lainnya

Frekuensi nafas: 22 x/menit


Penggunaan otot-otot asesori: tidak ada
Napas cuping hidung: tidak ada
Fremitus: vokal simetris
Sianosis: tidak ada

7. Kardiovaskular
a. Inspeksi: tidak ada pembesaran vena jugularis, bentuk dada simetris kiri dan kanan,
tidak ada sianosis
b. Palpasi: nyeri tekan (-), ictus kordis teraba pada ICS 5 midklavikula kiri, CRT<2
c. Perkusi: suara pekak ICS 4 dan 5 midklavikula kiri
d. Auskultasi: tidak ada bunyi jantung tambahan, bunyi jantung normal yaitu lupdup
Riwayat Hipertensi: tidak ada riwayat
Masalah jantung: tidak ada
Demam Rematik: tidak ada
Bunyi Jantung: Frekuensi: 102 x/menit Irama: irreguler
Murmur: tidak ada
 Nyeri dada: klien mengatakan tidak merasakan nyeri pada dada
 Pusing: klien mengatakan tidak merasa pusing
 Sianosis: klien tidak mengalami sianosis
 Capillary refill: <2 detik
 Edema, lokasi: tidak ada
 Hematoma, lokasi: tidak mengalami hematoma

8. Neurologis
Rasa ingin pingsan/ pusing: tidak ada
Sakit Kepla: tidak ada
 GCS : Eye = 4 Verbal = 5 Motorik = 5
 Pupil : isokor
 Reflek cahaya
Sinistra :+ cepat
Dextra :+ cepat
 Bicara:
Komunikatif Aphasia Pelo
 Keluhan lain: tidak ada
Kesemutan Bingung Tremor Gelisah Kejang
 Koordinasi ekstremitas
Normal Paralisis, Lokasi : Plegia, Lokasi :
 Keluhan lain:
Klien mengatakan tidak ada keluhan pada bagian ekstremitas

9. Integumen
 Warna kulit:
Kemerahan Pucat Sianosis Jaundice Normal
Akral hangat dan klien tidak merasa kedinginan
 Kelembaban:
Lembab Kering
 Turgor: elastis
> 2 detik < 2 detik Keluhan lain :
 Keluhan lain: kulit gatal-gatal

10. Abdomen
a. Inspeksi: tidak terdapat lesi, dan benjolan
b. Auskultasi: peristaltik usus klien 15x/menit
c. Perkusi: suara timpani, tidak ada penumpukan cairan.
d. Palpasi: nyeri tekan (-), pembesaran hepar (-)
Nyeri tekan: tidak ada
Lunak/keras: lunak dan tidak ada penumpukan cairan
Massa: tidak ada
Bising usus: terdengar 15 x/menit
Asites: tidak ada
Keluhan lain: tidak ada keluhan

11. Muskuloskeletal
 Nyeri otot/tulang, lokasi: klien mengatakantidak merasa nyeri pada bagian otot
 Kaku sendi, lokasi: klien mengatakan tidak mengalami kekakuan sendi
 Bengkak sendi, lokasi: tidak ada pembengkakan sendi
 Fraktur (terbuka/tertutup), lokasi: tidak ada fraktur pada klien
 Alat bantu, jelaskan: klien tidak menggunakan alat bantu apapun
 Pergerakan terbatas, jelaskan: klien tidak mengalami keterbatasan rentang gerak
 Keluhan lain, jelaskan: tidak ada

12. Seksualitas
a. Aktif melakukan hubungan seksual: klien belum menikah
b. Penggunaan alat kontrasepsi: tidak ada
c. Masalah/kesulitan seksual: tidak ada masalah
d. Perubahan terakhir dalam frekuensi: tidak ada
Pria
 Rabas penis: tidak ada masalah
 Gangguan prostat: tidak ada masalah
 Sirkumsisi: tidak ada masalah
 Vasektomi: tidak ada masalah
 Impoten: tidak ada masalah
 Ejakulasi dini: tidak ada masalah

V. Program terapi:
Infus Nacl 20 tetes/ menit
Injeksi ranitidin 2x1 amp
Injeksi metclopermide 3x 1 amp
Menjalani hemodialisa
Terpasang kateter dengan pengeluaran 150cc
Hasil Pemeriksaan Penunjang dan Laboratorium
- Rabu, 13 Januari 2021
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Darah lengkap
Hemoglobin 12,1 g/dL 11,4-17,7 g/dl
Hematokrit 42% 37-48%
Leukosit 6.200 10³/µL 4.700-10.300
LED 10 mm/jam 10-15 mm/jam
Kimia Klinik
Ureum 200 mg/dL 10-50 mg/dl
Kreatinin 3 mg/dL L <1,5 P <1,2 mg/dl
Natrium 110 mmol/L 135-147
Kalium 5,4 mmol/L 3,5-5
Chloride 105 mmol/L 95-105

Samarinda, 13 Januari 2021


Perawat

(Aisyah Nurlany, S.Kep)


VI. Analisa Data

No Data Penunjang Kemungkinan Penyebab Masalah


1. Data Subjektif : Penurunan perfusi ginjal Hipovolemia
a. Klien mengeluh badan lemas, ↓
tidak ada kencing dan dirumah Kehilangan cairan melalui
diare sudah 2 hari, makan gastrointestinal (muntah,
minum sedikit disertai mual diare)
muntah ↓
Dehidrasi
Data Objektif : ↓
a. Tampak lemah Defisit volume cairan
b. Tampak mukosa mulut kering ↓
c. Kulit lembab Hipovolemia
d. Tekanan darah 100/60 MmHg
e. Nadi 102x/mnt
f. Lekosit 6.200 10³/µL
g. Ureum 200 mg/Dl
h. Creatinin: 3 mg/Dl
i. Natrium: 110 mmol/L
j. Kalium: 5,4 mmol/L
k. BB 60 kg, TB 167 cm
l. IMT: 21,51 kg/m2
2. Data Subjektif : Peningkatan ureum dalam Defisit Nutrisi
a. Klien mengeluh badan lemas, saluran cerna
tidak ada kencing dan dirumah ↓
diare sudah 2 hari, makan Peradangan mukosa saluran
minum sedikit disertai mual cerna
muntah ↓
Ulkus lambung
Data Objektif : ↓
a. Tampak lemah, tampak tidak Mual muntah
napsu makan ↓
b. Muntah saat makan Anoreksia
c. Kesadaran GCS E4 V5 M5 dan ↓
pasien compos mentis Defisit nutrisi
d. Lekosit 6.200 10³/µL
e. Ureum 200 mg/Dl
f. Creatinin: 3 mg/Dl
g. BB 60 kg, TB 167 cm
h. IMT: 21,51 kg/m2
3. Data Subjektif : GFR menurun Risiko kerusakan
a. Klien mengeluh badan lemas, ↓ integritas kulit
kulit terasa gatal. Kreatinin serum meningkat
dan ureum meningkat
Data Objektif : ↓
a. Tampak lemah Penumpukan dikulit
b. Ureum 200 mg/Dl ↓
c. Creatinin: 3 mg/Dl Kulit kering dan gatal
(pruritus)

Risiko kerusakan integritas
kulit

VII. Diagnosa Keperawatan


1. Hipovolemia b.d kekurangan intake cairan dan kehilangan cairan aktif
2. Defisit nutrisi b.d faktor psikologis yaitu mual dan muntah
3. Risiko kerusakan integritas kulit b.d meningkatnya kadar kreatinin dan ureum
RENCANA KEPERAWATAN

NO DIAGNOSA KEPERAWATAN SLKI SIKI


1. Hipovolemia b.d kekurangan Status Cairan 1. Manajemen Hipovolemia
intake cairan dan kehilangan Definisi: Kondisi volume cairan intravaskuler, Definisi: Mengidentifikasi dan mengelola penurunan
cairan aktif interstisiel, dan/atau intraseluler. Kriteria Hasil: volume cairan intravaskuler
a. Kekuatan nadi (4) 1.1 Periksa tanda dan gejala hipovolemia (mis.
b. Turgor kulit (4) freksuensi nadi meningkat, nadi teraba lemah,
c. Perasaan lemah (4) tekanan darah menurun, turgor kulit menurun,
d. Frekuensi nadi (4) membrane mukosa kereing, haus, lemah)
e. Tekanan darah (4) 1.2 Hitung kebutuhan cairan
f. Membrane mukosa (4) 1.3 Berikan posisi modified trendelenburg
g. Intake cairan (4) 1.4 Berikan asupan cairan oral
h. Kadar elektrolit (4) 1.5 Anjurkan menghindari perubahan posisi mendadak
1.6 Kolaborasi pemberian cairan IV isotonis, hipotonis,
Skala: cairan koloid
1: menurun
2: cukup menurun 2. Pemantauan Cairan
3: sedang Definisi: Mengumpulkan dan menganalisis data terkait
4: cukup meningkat pengaturan keseimbangan cairan.
5: meningkat 1.7 Monitor frekuensi dan kekuatan nadi
1: meningkat 1.8 Monitor tekanan darah
2: cukup meningkat 1.9 Monitor hasil pemeriksaan elektorlit
3: sedang 1.10 Monitor intake dan output
4: cukup menurun 1.11 Identifikasi tanda-tanda hipovolemia
5: menurun 1.12 Atur interval waktu pemantauan sesuai kondisi
1: memburuk pasien
2: cukup memburuk 1.13 Dokumentasikan hasil pemantauan
3: sedang 1.14 Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
4: cukup membaik
5: membaik
2. Defisit Nutrisi b.d faktor Status Nutrisi Manajemen Nutrisi
psikologis yaitu mual dan Definisi: Keadekuatan asupan nutrisi untuk Definisi: Mengidentifikasi dan mengelola asupan nutrisi
muntah memenuhi kebutuhan metabolism. yang seimbang
Kriteria Hasil: Tindakan:
a. Serum albumin (4) 2.1 Identifikasi status nutrisi
b. Nyeri abdomen (4) 2.2 Identifikasi makanan yang disukai
c. Diare (4) 2.3 Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient
d. Berat badan (4) 2.4 Monitor asupan makanan
e. Nafsu makan (4) 2.5 Monitor berat badan
f. Membran mukosa (4) 2.6 Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
2.7 Lakukan oral hygiene sebelum makan jika perlu
Skala: 2.8 Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang
1: menurun sesuai
2: cukup menurun 2.9 Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
3: sedang 2.10 Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan
4: cukup meningkat (misalnya pereda nyeri)
5: meningkat
1: meningkat
2: cukup meningkat
3: sedang
4: cukup menurun
5: menurun
1: memburuk
2: cukup memburuk
3: sedang
4: cukup membaik
5: membaik
3. Risiko kerusakan integritas kulit Kontrol Risiko Perawaran integritas kulit
b.d meningkatnya kadar Definisi: Kemampuan untuk mengerti, Definisi: Mengidentifikasi dan merawat kulit untuk
kreatinin dan ureum mencegah, mengeliminasi, atau mengurangi menjaga keutuhan,kelembaban dan mencegah
ancaman kesehatan yang dapat dimodifikasi. perkembangan mikroorganisme
Tindakan:
Kriteria Hasil: 3.1 Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit
a. Kemampuan mencari informasi tentang 3.2 Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah baring
factor risiko (4) 3.3 Hindari produk yang berbahaya
b. Kemampuan mengidentifikasi factor risiko 3.4 Anjurkan menggunakan pelembab
(4) 3.5 Anjurkan minum air yang cukup
c. Kemampuan melakukan strategi control 3.6 Anjurkan mandi dan menggunakan sabun
resiko (4) secukupnya
d. Kemampuan menghindari factor risiko (4)
e. Pemantauan perubahan status kesehatan (4)

Skala:
1: menurun
2: cukup menurun
3: sedang
4: cukup meningkat
5: meningkat
Catatan Perkembangan

Nama Klien : Tn. KM Umur : 25 tahun


No RM : 12345 Ruang : Kejora

No.
Hari/Tgl Implementasi Evaluasi Paraf
Dx
Rabu, 1. 1.1 Memeriksa tanda dan gejala S:
13/01/21 hipovolemia Klien mengeluh badan lemas, tidak ada
1.2 Menghitung kebutuhan cairan klien kencing dan dirumah diare sudah 2 hari,
1.3 Memberikan asupan cairan oral makan minum sedikit disertai mual muntah
1.4 Menganjurkan untuk menghindari
perubahan posisi secara mendadak
O:
a. Keadaan composmentis, GCS E4
1.5 Melakukan kolaborasi pemberian
V5 M5
cairan IV isotonis, hipotonis, cairan
b. Klien tampak lemah
koloid
c. Mukosa kering
d. TD 100/60 mmHg
1.6 Memonitor frekuensi dan kekuatan e. Suhu tubuh 37,8°C
nadi f. RR 22 x/mnt,
1.7 Memonitor tekanan darah g. Nadi 102x/mnt
1.8 Memonitor hasil pemeriksaan h. Infus Nacl 20 tetes/menit
elektorlit i. Output urin 150 cc
1.9 Mengidentifikasi tanda-tanda j. Terpasang kateter dengan
hipovolemia pengeluaran 150 cc
1.10 Mengatur interval waktu k. Hasil pemeriksaan laboratorium
Ureum 200 mg/Dl
pemantauan sesuai kondisi pasien Creatinin: 3 mg/Dl
1.11 Mendokumentasikan hasil Natrium: 110 mmol/L
pemantauan Kalium: 5,4 mmol/L
1.12 Menjelaskan tujuan dan prosedur Chloride: 105 mmol/L
pemantauan
A:
Masalah belum teratasi

P:
Intervensi dilanjutkan
Rabu, 2. 2.1 Mengidentifikasi status nutrisi S:
13/01/21 2.2 Menidentifikasi makanan yang Klien mengeluh badan lemas, dirumah
disukai diare sudah 2 hari, makan minum sedikit
2.3 Mengidentifikasi kebutuhan kalori disertai mual muntah
dan jenis nutrient
2.4 Memonitor asupan makanan O:
a. Keadaan composmentis, GCS E4
2.5 Memonitor berat badan
V5 M5
2.6 Memonitor hasil pemeriksaan
b. Klien tampak lemah dan tidak
laboratorium
nafsu makan
2.7 Menyajikan makanan secara
c. Muntah saat makan
menarik dan suhu yang sesuai d. Klien tampak kooperatif
2.8 Memberikan makanan tinggi kalori e. BB 60 kg, TB 167 cm
dan tinggi protein f. IMT: 21,51 kg/m2
2.9 Melakukan kolaborasi pemberian g. Hasil pemeriksaan laboratorium
medikasi sebelum makan (misalnya HB: 12,1 g/dL
Hematokrit 42%
pereda mual)
Lekosit 6.200 10³/µL
LED 10 mm/jam
Ureum 200 mg/Dl
Creatinin: 3 mg/Dl
Natrium: 110 mmol/L
Kalium: 5,4 mmol/L
Chloride: 105 mmol/L

A:
Masalah belum teratasi

P:
Intervensi dilanjutkan
Rabu, 3. 3.1 Mengidentifikasi penyebab S:
13/01/21 gangguan integritas kulit Klien mengeluh badan lemas, kulit lembab
3.2 Mengubah posisi tiap 2 jam jika dan terasa gatal.
tirah baring
3.3 Menganjurkan hindari produk yang O:
berbahaya a. Klien tampak lemah
3.4 Menganjurkan menggunakan b. Klien tampak kooperatif
pelembab c. Hasil pemeriksaan laboratorium
3.5 Menganjurkan minum air yang Ureum 200 mg/dl
cukup Creatinin: 3 mg/dl
3.6 Menganjurkan mandi dan
menggunakan sabun secukupnya A:
Masalah belum teratasi

P:
Intervensi dilanjutkan
LAPORAN ANALISIS TINDAKAN KEPERAWATAN (KEPERAWATAN
MEDIKAL BEDAH)

Nama Mahasiswa : Aisyah Nurlany Tanggal: 13 Januari 2021


NIM : P2002004 Tempat : ITKES WHS

1. Tindakan keperawatan Pemberian Infus


yang dilakukan Memasang infus adalah untuk memberikan cairan
Nama Pasien: Tn. KM atau obat melalui parenteral (intravena) (Rahayu &
Diagnosa Medis: Acute Harnanto, 2016).
Kidney Injury
Tanggal Tindakan: 13/01/21
2. Diagnosa keperawatan Hipovolemia b.d kekurangan intake cairan dan
kehilangan cairan aktif
3. Tujuan tindakan 1. Memperbaiki atau mencegah gangguan cairan
dan elektrolit pada klien yang sakit akut
2. Mencegah ketidakseimbangan cairan dan
elektrolit
3. Memberikan akses intravena pada pemberian
terapi intermitter atau emergensi
4. Prinsip-prinsip tindakan dan Prinsip tindakan pada pemasangan infus adalah
rasional bersih, untuk mencegah penyebaran mikroorgansime
5. Bahaya-bahaya yang a. Emboli udara: kondisi masuknya gelembung
mungkin terjadi akibat udara ke dalam pembuluh darah yang diakibatkan
tindakan tersebut dan cara oleh selang infus kosong.
pencegahan Cara pencegahan: dengan membuka penutup
jarum dan buka klem untuk mengalirkan cairan
sampai dengan ujung jarum hingga tidak ada
udara dalam selang, klem kembali dan tutup
kembali jarum.
b. Flebitis: merupakan inflamasi vena akibat iritasi
kimia maupun mekanik ditandai dengan daerah
yang memerah, hangat, dan pembengkakan.
Cara pencegahan: penggantian setiap 48-72 jam
atau diganti jika terjadi kemerahan dan nyeri
tekan.
6. Hasil yang didapat dan Tidak terdapat udara pada selang infus saat sedang
makna mempersiapkan alat, hal ini karena telah memahami
prinsip pemasangan dengan benar untuk mencegah
berbagai hal yang tidak diinginkan terjadi, sehingga
cairan maupun obat dapat masuk dengan lancar
tanpa adanya emboli udara maupun kejadian flebitis.
7. Identifikasi tindakan a. Monitor daerah penusukan
keperawatan lainnya yang b. Monitor cairan infus yang masuk ke tubuh klien
dapat dilakukan untuk c. Monitor keadaan umum pasien
mengatasi masalah/ diagnosa
tersebut.
8. Evaluasi diri tentang Praktikan dapat memasang infus dan memberikan
pelaksanaan tindakan tersebut terapi cairan melalui intravena dengan
memperhatikan prinsip-prinsip, serta mengobservasi
bahaya yang kemungkinan terjadi akibat
pemasangan infus.
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Diagnosa yang muncul pada kasus Acute Kidney Injury diatas adalah
kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi
(penurunan laju glomerulus), intoleransi aktivitas berhubungan dengan
anemia dan nyeri sendir sekunder terhadap gagal ginjal, ansietas
berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondisi, dan ketidak
seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual
muntah, risiko infeksi berhubungan dengan peningkatan paparan organisme
patogen lingkungan, risiko kerusakan integritas jaringan berhubungan
dengan kenaikan kadar ureum dan kreatinin, dan pola napas tidak efektif
berhubungan dengan hambatan upaya napas.
2. Diagnosa yang muncul pada kasus Acute Kidney Injury pada Tn. KM adalah
hipovolemia berhubungan dengan kekurangan intake cairan dan kehilangan
cairan aktif, defisit nutrisi berhubungan dengan faktor psikologis yaitu mual
dan muntah, dan risiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
meningkatnya kadar kreatinin dan ureum.
3. Tindakan yang dapat terlaksanan dengan baik dalam perawatan adalah
mengobservasi keadaan umum pasien, manajemen hipovolemia, pemantauan
cairan, manajemen nutrisi, dan perawatan integritas kulit dan jaringan.

B. Saran
Perawat harus lebih memperhatikan pasien dalam memberikan asuhan
keperawatan dan hendaknya tindakan dan prosedur harus sesuai dengan standar
yang berlaku di instansi pelayanan dan meningkatkan kerja sama dengan pasien,
keluarga dan tim kesehatan lainnya.
DAFTAR PUSTAKA

Black J. M & Hawks J. H. (2014). Keperawatan Medikal Bedah Manajemen Klinis


untuk Hasil yang Diharapkan. Edisi 8 Buku 2. Elsevier (Singapore) Pte Ltd.
ISBN: 978-981-2729-80-4

Melyda. (2017). Diagnosis dan Tatalaksana Acute Kidney Injury (AKI) pada Syok
Septik. Dokter PTT RSUD Kefamenanu, Nusa Tenggara Timur, Indonesia.
CDK-259/vol. 44 no. 12 th 2017

PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan Indikator


Diagnostik Edisi 1 Cetakan 2. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan
Perawat Nasional Indonesia

PPNI. (2017). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi dan Tindakan


Keperawatan Edisi 1 Cetakan 2. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan
Perawat Nasional Indonesia

PPNI. (2017). Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan Edisi 1 Cetakan 2. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan
Perawat Nasional Indonesia

Rahayu. S & Harnanto A.M. 2016. Praktikum Kebutuhan Dasar Manusia 2. Modul
Ajar Cetak Keperawatan. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia

Triastuti I & Sujana I. B G. (2017). Acute Kidney Injury (AKI). Bali: Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana

Wati N. A. (2018). Asuhan Keperawatan pada Pasien Gagal Ginjal Akut dengan
Masalah Kelebihan Volume Cairan di Ruang Hemodialisa Rumah Sakit
Umum Daerah Bangil Pasuruan. Jombang: Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Insan Cendekia Medika Jombang [Karya Tulis Ilmiah]

Anda mungkin juga menyukai