Disusun Oleh:
AISYAH NURLANY
NIM: P2002004
A. Latar Belakang
Acute kidney injury (AKI) merupakan komplikasi serius yang sering terjadi
pada pasien penyakit kritis. Penelitian meta-analisis mencakup 154 studi pada
lebih dari 3.000.000 individu menyatakan bahwa 1 dari 5 orang dewasa dan 1
dari 3 anak di seluruh dunia mengalami AKI selama perawatan di rumah sakit.
Insidens AKI pada pasien yang dirawat di ruang perawatan intensif (ICU) adalah
sekitar 20-50% (Melyda, 2017).
Menurut KEMENKES RI tahun 2016 memperkirakan bahwa prevalensi
gagal ginjal akut di indonesia saat ini mencapai 3.094.915 orang yang mengalami
gagal ginjal akut, mortalitas lebih tinggi pada pasien lanjut usia di Indonesia
kebayakan pasien yang melewati episode gagal ginjal akut dapat sembuh dengan
fungsi ginjal semula dan dapat melanjutkan hidup seperti biasanya. Berdasarkan
data Badan Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO) tahun 2015
memperlihatkan yang menderita gagal ginjal baik akut maupun kronik mencapai
50% dari 3.000.000 orang sedangkan yang diketahui dan mendapatkan
pengobatan hanya 25% dan 12,5% yang terobati dengan baik (Wati, 2018).
Upaya untuk mengurangi gagal ginal akut dalam penanganan masalah
tergantung pada kerja sama yang baik anatara perawat, pasien, dan keluarga.
Maka perawatan pada penderita yang dapat di berikan secara komorehensif yaitu
membatasi aktifitas selain itu tindakan yang lain dapat pengatruan pola makan,
mempertahankan cairan tubuh,dengan menerapkan pola kehidupan yang sehat,
teratur dan seimbang mulai dari asuhan pola makan, gaya hidup, kebiasaan
keseharaian yang dilakukan, olahraga dsb sebagai penunjang pemeliharaan
kesehatan (Markum, 2007; Wati, 2018).
B. Tujuan Kegiatan
1. Tujuan Umum
Untuk memenuhi salah satu tugas dari Stase Keperawatan Medikal Bedah
serta mengidentifikasi asuhan keperawatan pada pasien dengan Acute Kidney
Injury.
2. Tujuan Khusus
a. Agar mahasiswa mengetahui masalah-masalah kesehatan saat ini
b. Mampu mengkaji pasien dengan Acute Kidney Injury
c. Mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien dengan Acute
Kidney Injury
d. Mampu memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan Acute
Kidney Injury
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Definisi
Acute kidney injury (AKI) atau gagal ginjal akut mengacu kepada
kehilangan fungsi ginjal tiba-tiba. Selama periode beberapa jam sampai beberapa
hari, laju filtrasi glomerulus (glomerular filtration rate) menurun. Serum
kreatinin dan ureum nitrogen atau kadar ureum nitrogen darah (blood urea
nitrogen [BUN]) menurun (Black & Hawks, 2014).
Acute Dialysis Quality Initia- tive (ADQI) yang beranggotakan para
nefrolog dan intensivis di Amerika pada tahun 2002 sepakat mengganti istilah
ARF menjadi AKI. Penggantian istilah renal menjadi kidney diharapkan dapat
membantu pemahaman masyarakat awam, sedangkan penggantian istilah failure
menjadi injury dianggap lebih tepat menggambarkan patologi gangguan ginjal
(Triastuti & Sujana, 2017).
Cedera ginjal akut didefinisikan ketika salah satu dari kriteria berikut
terpenuhi: 1) Serum kreatinin naik sebesar ≥ 0,3 mg/dL atau ≥ 26μmol /L dalam
waktu 48 jam atau, 2) Serum kreatinin meningkat ≥ 1,5 kali lipat dari nilai
referensi, yang diketahui atau dianggap telah terjadi dalam waktu satu minggu
atau, 3) Output urine <0.5ml/kg/hr untuk> 6 jam berturut-turut (Triastuti &
Sujana, 2017).
ADQI mengeluarkan sistem klasifikasi AKI dengan kriteria RIFLE yang
terdiri dari 3 kategori (berdasarkan peningkatan kadar Cr serum atau penurunan
LFG atau kriteria UO) yang menggambarkan beratnya penurunan fungsi ginjal
dan 2 kategori yang menggambarkan prognosis gangguan ginjal seperti terlihat
dalam tabel 1 (Triastuti & Sujana, 2017).
Tabel 1. Klasifikasi AKI dengan Kriteria RIFLE, ADQI Revisi 2007
Kategori Peningkatan Penurunan Kriteria UO
SCr LFG
Risk ≥1,5 kali nilai dasar > 25% nilai dasar <0,5 mL/kg/jam, ≥6 jam
Injury ≥2,0 kali nilai dasar > 50% nilai dasar <0,5 mL/kg/jam, ≥12 jam
Failure ≥3,0 kali nilai dasar > 75% nilai dasar <0,5 mL/kg/jam, ≥24 jam
atau ≥4 mg/dL atau Anuria ≥12 jam
dengan kenaikan
akut ≥ 0,5 mg/dL
Loss Penurunan fungsi ginjal menetap selama lebih dari 4 minggu
End Stage Penurunan fungsi ginjal menetap selama lebih dari 3 bulan
Pada tahun 2005, Acute Kidney Injury Network (AKIN), sebuah kolaborasi
nefrolog dan intensivis internasional, mengajukan modifikasi atas kriteria
RIFLE. AKIN mengupayakan peningkatan sensitivitas klasifikasi dengan
merekomendasikan. Dengan beberapa modifikasi, kategori R, I, dan F pada
kriteria RIFLE secara berurutan adalah sesuai dengan kriteria AKIN tahap 1, 2,
dan 3. Kategori L dan E pada kriteria RIFLE menggambarkan hasil klinis
(outcome) sehingga tidak dimasukkan dalam tahapan. Klasifikasi AKI menurut
AKIN dapat dilihat pada tabel 2 (Triastuti & Sujana, 2017).
Tabel 2. Klasifikasi AKI dengan kriteria AKIN
Tahap Peningkatan SCr Kriteria UO
1 ≥1,5 kali nilai dasar atau <0,5 mL/kg/jam, ≥6 jam
peningkatan ≥0,3 mg/dL
2 ≥2,0 kali nilai dasar <0,5 mL/kg/jam, ≥12jam
3 ≥3,0 kali nilai dasar atau ≥4 mg/dL dengan <0,5 mL/kg/jam, ≥24
kenaikan akut ≥ 0,5 mg/dL atau inisiasi terapi jam atau Anuria ≥12 jam
pengganti ginjal
D. Patofisiologi
Ginjal berperan penting dalam regulasi tekanan darah berkat efeknya pada
keseimbangan natrium, suatu penentu utama tekanan darah. Konsentrasi natrium
didalam tubuh dalam menilai tekanan darah. Melalui kerja dua sensor, baik kadar
natrium yang rendah atau tekanan perfusi yang rendah berfungsi sebagai
stimulasi untuk pelepasan renin. Renin yaitu suatu protease yang meningkatkan
tekanan darah dengan memicu vasokonstriksi secara langsung dan dengan
merangsang sekresi aldosteron sehingga terjadi retensi natrium dan air. Semua
efek ini menambah cairan ekstrasel utuh kehilangan fungsi ginjal normal akibat
dari penurunan jumlah nefroen yang berfungsi dengan tepat. Bila jumlah nefron
berkurang sampai jumlah yang tidak adekuat untuk mempertahankan
keseimbangan homeostatis,terjadi akibat gangguan fisiologis. Gagal ginjal
melakukan fungsi metaboliknya dan untuk membersihkan toksin dari darah
selain itu gagal ginjal akut disebabkan dengan berbagai macam keadaan seperti
gangguan pada pulmoner yaitu nafas dangkal, kussmaul, dan batuk dengan
sputum. Gangguan cairan elektrolit dan keseimbangan asam dan basa. Gangguan
pada kardiovaskuler seperti hipertensi, nyeri dada, gangguan irama jantung dan
edema. Edema merupakan tanda dan gejala yang umum pada kelebihan volume
cairan.Edema merujuk kepada penimbunan cairan di jaringan subkutis dan
menandakan ketidak seimbangan gaya-gaya starling (kenaikan tekanan
intravaskuler atau penurunan tekanan intravaskuler) yang menyebabkan cairan
merembes ke dalam ruang interstisial. Edema akan terjadi pada keadaan
hipoproteinemia dan gagal ginjal yang parah (Tambanyong, 2013; Wati, 2018).
E. Manifestasi Klinis
Perkembangan klinis AKI ditandai oleh beberapa fase. Fase onsel (awal)
mencakup periode dari kejadia pencetus sampai perkembangan manifestasi
ginjal. Manifestasi mungkin dimulai segera atau sampai seminggu setelah
kejadian pencetus. Fase oliguria-anuri (atau nonoliguri) berlangsung 1-8 minggu.
Semakin lama fase oliguria-anuri, semakin buruk prognosisnya (Black & Hawks,
2014).
Pengembalian bertahap atau mendadak ke filtrasi glomerulus dan
peningkatan kadar BUN mengisyaratkan fase diuretic. Keluaran urine mungkin
1.000 sampai 2.000 ml/hari, yang mengakibatkan dehidrasi; 25% kematian
karena AKI terjadi selama fase ini (Black & Hawks, 2014).
Fase pemulihan berlangsung 3 sampai 12 bulan. Selama waktu ini, klien
umumnya kembali ke tingkat aktivitas yang sama seperti sebelum munculnya
penyakit. Kelainan tubulus ringan, termasuk glikosuria dan menurunnya
kemampuan mengonsentrasikan, mungkin berlanjut selama beberapa tahun, dank
lien terus berada pada risiko ketidakseimbanagan cairan dan elektrolit, khususnya
selama waktu-waktu stress (Black & Hawks, 2014).
Efek AKI meluas, konsekuensi utamanya termasuk berikut ini: (Black &
Hawks, 2014).
1. Ketidakseimbanagn cairan dan elektrolit (kelebihan cairan atau deplesi,
hyperkalemia, hiponatremia, hipokalsemia, dan hipermagnesemia)
2. Asidosis
3. Meningkatnya kerentanan terhadap infeksi sekunder
4. Anemia
5. Disfungsi trombosit
6. Komplikasi gastrointestinal (anoreksia, mual, muntah, diare, konstipasi, dan
stomatitis)
7. Meningkatnya kejadian pericarditis
8. Ensefalopati uremia yang dicirikan oleh apatis, tidak sempurnanya ingatan
pada kejadian terakhir, obtundasi episodic, disartria, tremor, kejang, dan
koma
9. Terhambatnya pemulihan luka
F. Pemeriksaan Penunjang
Menurut (Tambayong, 2013; Wati, 2018).
1. Mikroskopik urin untuk mencari tanda inflamasi glomerulus atau tubulus,
infeksi saluran kemih atau uropati Kristal
2. Pemeriksaan biokima darah untuk mengukur pengurangan LFG dan
gangguan metabolic yang diakibatkannya
3. Pemeriksaan biokimia urin untuk embedakan gagal ginjal pre-renal dan renal
4. Darah perifer lengkap untuk menentukan ada tidaknya anemia, leukositosis
dan kekurangan trombosit akibat pemakaian
5. USG ginjal untuk menentukan ukuran ginjal, ada tidaknya obstruksi, tekstur
parenkim ginjal yang abnormal
6. CT scan abdomen untuk mengetahui struktur abnormal dari ginjal dan
traktus urinarius
7. Pemindaian radionuklir untuk mengetahui perfusi ginjal yang abnormal
8. Pielogram untuk mengevaluasi perbaikan dari obstruksi traktus urinarius
9. Biopsi ginjal untuk menentukan berdasarkan pemeriksaan patologi penyakit
ginjal
G. Penatalaksanaan
Menurut definisi, AKI prerenal adalah reversibel pada koreksi kelainan
utama hemodinamik, dan AKI postrenal dengan menghilangkan obstruksi.
Sampai saat ini, tidak ada terapi khusus untuk mendirikan AKI intrinsik renal
karena iskemia atau nefrotoksisitas. Manajemen gangguan ini harus fokus pada
penghapusan hemodinamik kelainan penyebab atau toksin, menghindari gejala
tambahan, dan pencegahan dan pengobatan komplikasi. Pengobatan khusus dari
penyebab lain dari AKI renal tergantung pada patologi yang mendasari (Triastuti
& Sujana, 2017).
1. AKI Prarenal
Komposisi cairan pengganti untuk pengobatan GGA prerenal akibat
hipovolemia harus disesuaikan sesuai dengan komposisi cairan yang hilang.
Hipovolemia berat akibat perdarahan harus dikoreksi dengan packed red
cells, sedangkan saline isotonik biasanya pengganti yang sesuai untuk ringan
sampai sedang perdarahan atau plasma loss (misalnya, luka bakar,
pankreatitis). Cairan kemih dan gastrointestinal dapat sangat bervariasi
dalam komposisi namun biasanya hipotonik. Solusi hipotonik (misalnya,
saline 0,45%) biasanya direkomendasikan sebagai pengganti awal pada
pasien dengan GGA prerenal akibat meningkatnya kehilangan cairan kemih
atau gastrointestinal, walaupun salin isotonik mungkin lebih tepat dalam
kasus yang parah.
Terapi berikutnya harus didasarkan pada pengukuran volume dan
isotonik cairan yang diekskresikan. Kalium serum dan status asam-basa
harus dimonitor dengan hati-hati. Gagal jantung mungkin memerlukan
manajemen yang agresif dengan inotropik positif, preload dan afterload
mengurangi agen, obat antiaritmia, dan alat bantu mekanis seperti pompa
balon intraaortic. Pemantauan hemodinamik invasif mungkin diperlukan
untuk memandu terapi untuk komplikasi pada pasien yang penilaian klinis
fungsi jantung dan volume intravaskular sulit.
2. AKI intrinsic renal
AKI akibat lain penyakit ginjal intrinsik seperti glomerulonefritis akut
atau vaskulitis dapat merespon glukokortikoid, alkylating agen, dan atau
plasmapheresis, tergantung pada patologi primer. Glukokortikoid juga
mempercepat remisi pada beberapa kasus interstitial nefritis alergi. Kontrol
agresif tekanan arteri sistemik adalah penting penting dalam membatasi
cedera ginjal pada hipertensi ganas nephrosclerosis, toxemia kehamilan, dan
penyakit pembuluh darah lainnya. Hipertensi dan AKI akibat scleroderma
mungkin sensitif terhadap pengobatan dengan inhibitor ACE.
3. AKI postrenal
Manajemen AKI postrenal membutuhkan kerjasama erat antara
nephrologist, urologi, dan radiologi. Gangguan pada leher uretra atau
kandung kemih biasanya dikelola awalnya oleh penempatan transurethral
atau suprapubik dari kateter kandung kemih, yang memberikan bantuan
sementara sedangkan lesi yang menghalangi diidentifikasi dan diobati secara
definitif. Demikian pula, obstruksi ureter dapat diobati awalnya oleh
kateterisasi perkutan dari pelvis ginjal. Memang, lesi yang menghalangi
seringkali dapat diterapi perkutan (misalnya, kalkulus, sloughed papilla) atau
dilewati oleh penyisipan stent ureter (misalnya, karsinoma). Kebanyakan
pasien mengalami diuresis yang tepat selama beberapa hari setelah relief
obstruksi. Sekitar 5% dari pasien mengembangkan sindrom garam-wasting
sementara yang mungkin memerlukan pemberian natrium intravena untuk
menjaga tekanan darah.
Pada dasarnya tata laksana AKI sangat ditentukan oleh penyebab AKI
dan pada tahap apa AKI ditemukan. Jika ditemukan pada tahap prarenal dan
inisiasi (kriteria RIFLE R dan I), upaya yang dapat dilakukan adalah tata
laksana optimal penyakit dasar untuk mencegah pasien jatuh pada tahap AKI
berikutnya. Upaya ini meliputi rehidrasi bila penyebab AKI adalah
prarenal/hipovolemia, terapi sepsis, penghentian zat nefrotoksik, koreksi
obstruksi pascarenal, dan menghindari penggunaan zat nefrotoksik.
Pemantauan asupan dan pengeluaran cairan harus dilakukan secara
rutin. Selama tahap poliuria (tahap pemeliharaan dan awal perbaikan),
beberapa pasien dapat mengalami defisit cairan yang cukup berarti, sehingga
pemantauan ketat serta pengaturan keseimbangan cairan dan elektrolit harus
dilakukan secara cermat. Substitusi cairan harus diawasi secara ketat dengan
pedoman volume urin yang diukur secara serial, serta elektrolit urin dan
serum.
4. Terapi Nutrisi
Kebutuhan nutrisi pasien AKI bervariasi tergantung dari penyakit
dasarnya dan kondisi komorbid yang dijumpai. Sebuah sistem klasifikasi
pemberian nutrisi berdasarkan status katabolisme diajukan oleh Druml pada
tahun 2005 dapat dilihat pada table 3
Tabel 3. Klasifikasi Kebutuhan Nutrisi Pasien AKI
Katabolisme
Variabel
Ringan Sedang Berat
Contoh Toksik karena Pembedahan +/- Sepsis, ARDS,
keadaan klinis obat infeksi MODS
Jarang Sesuai Sering
Dialisis
kebutuhan
Rute Oral Enteral +/- Enteral +/-
pemberian parenteral parenteral
nutrisi
Rekomendasi 20-25 25-30 25-30
energi kkal/kg/BBari kkal/kg/BBari kkal/kg/BBari
Glukosa 3-5 Glukosa 3-5 Glukosa 3-5
g/kgBB/hari g/kgBB/hari g/kgBB/hari
Sumber energi
Lemak 0,5-1 Lemak 0,8-1,2
g/kgBB/hari g/kgBB/hari
Kebutuhan 0,6-1 0,8-1,2 1,0-1,5
protein g/kgBB/hari g/kgBB/hari g/kgBB/hari
Makanan Formula enteral Formula enteral
Glukosa 50- Glukosa 50-
Pemberian 70% 70%
nutrisi Lemak 10-20% Lemak 10-20%
AA 6,5-10 % AA 6,5-10 %
Mikronutrien Mikronutrien
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah keputusan klinik mengenai respon
individu, klien atau masyarakat tentang masalah kesehatan aktual atau
potensial sebagai dasar seleksi intervensi keperawatan untuk mencapai
tujuan asuhan keperawatan sesuai dengan kewenangan perawat (Herdman &
Kamitsuru, 2015; Wati, 2018).
Menurut Mary Bsradero(2010) didalam Wati (2018) diagnosa
keperawatan yang mungkin muncul pada penderita gagal ginjal akut antara
lain:
a. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme
regulasi (penurunan laju glomerulus)
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan anemia dan nyeri sendir
sekunder terhadap gagal ginjal.
c. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondisi.
d. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan mual muntah.
e. Risiko infeksi berhubungan dengan peningkatan paparan organisme
patogen lingkungan.
f. Risiko kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan kenaikan kadar
ureum dan kreatinin.
g. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas.
J. Plan of Action
2. Terapi aktivitas
Definisi: Menggunakan
aktivitas fisik, kognitif,
social, dan spiritual tertentu
untuk memulihkan
keterlibatan, frekuensi, atau
durasi aktivitas individua tau
kelompok.
Tindakan:
a. Bantu pasien
mengidentifikasi aktivitas
yang mamou dilakukan
b. Monitor respon fisik,
emosi, social, dan
spiritual
c. Sediakan penguatan yang
positif
d. Bantu pasien/keluarga
untuk mengidentifikasi
kekuragan saat
beraktivitas
e. Bantu pasie untuk
membuat jadwal latihan
diwaktu luang
f. Bantu untuk
mengidektifikasi aktivitas
yang disukai
3 Ansietas Tingkat Ansietas Reduksi Ansietas
Kode: D.0080 Definisi: Kondisi emosi dan Definisi: Meminimalkan
Kategori: Psikologis pengalaman subyektif terhadap objek kondisi individu dan
Subkategoris: Integritas yang tidak jelas dan spesifik akibat pengalaman subyektif terhadap
Ego antisipasi bahaya yang memungkinkan objek yang tidak jelas dan
Definisi: Kondisi individu melakukan tindakan untuk spesifik akibat antisipasi
emosional dan menghadapi ancaman bahaya yang memungkinkan
pengalaman subyektif Kriteria Hasil: individu melakukan tindakan
individu terhadap objek a. Kebingungan (4) untuk menghadapi ancaman.
yang tidak jelas dan b. Khawatir akibat kondisi yang Tindakan:
spesifik akibat antisipasi dihadapi (4) a. Identifikasi saat tingkat
bahaya yang c. Perilaku gelisah (4) ansietas berubah (kondisi,
memungkinkan individu d. Keluhan pusing (4) waktu, stressor)
melakukan tindakan e. Anoreksia (4) b. Identifikasi kemampuan
untuk menghadapi f. Frekuensi nadi dan pernapasan (4) mengambil keputusan
ancaman. g. Tekanan darah (4) c. Monitor tanda-tanda
Penyebab: h. Pucat (4) ansietas
a. Kurang terpapar i. Pola tidur (4) d. Ciptakan suasana
informasi terapeutik untuk
Gejala mayor dan minor: Skala: menumbuhkan
a. Merasa bingung 1: menurun kepercayaan
b. Merasa khawatir 2: cukup menurun e. Temani pasien untuk
dengan akibat dari 3: sedang mengurangi kecemasan
kondisi yang 4: cukup meningkat f. Motivasi mengidentifikasi
dihadapi 5: meningkat situasi pemicu kecemasan
c. Sulit berkonsentrasi g. Jelaskan prosedur
d. Tampak gelisah 1: meningkat termasuk sensasi yang
e. Tampak tegang 2: cukup meningkat dialami mungkin dialami
f. Sulit tidur 3: sedang h. Informasikan tentang
g. Anoreksia 4: cukup menurun diagnosis, pengobatan
h. Pusing 5: menurun dan prognosis
i. Frekuensi napas i. Anjurkan menungkapkan
meningkat 1: memburuk perasaan dan persepsi
j. Frekuensi nadi 2: cukup memburuk j. Latih kegiatan pengalihan
meningkat 3: sedang untuk mengurangi
k. Frekuensi tekanan 4: cukup membaik ketegangan
darah meningkat 5: membaik k. Latih teknik relaksasi
l. Muka tampak pucat l. Kolaborasi pemberian
obat antiansietas jika
perlu
4. Defisit Nutrisi Status Nutrisi Manajemen Nutrisi
Kode: D.0019 Definisi: Keadekuatan asupan nutrisi Definisi: Mengidentifikasi dan
Kategori: Fisiologis untuk memenuhi kebutuhan mengelola asupan nutrisi yang
Subkategoris: Nutrisi dan metabolism. seimbang
Cairan Kriteria Hasil: a. Identifikasi status nutrisi
Definisi: Asupan nutrisi a. Serum albumin (4) b. Identifikasi makanan yang
tidak cukup untuk b. Nyeri abdomen (4) disukai
memenuhi kebutuhan c. Diare (4) c. Identifikasi kebutuhan
metabolisme. d. Berat badan (4) kalori dan jenis nutrient
Penyebab: e. Nafsu makan (4) d. Monitor asupan makanan
a. Factor psikologis f. Membran mukosa (4) e. Monitor berat badan
(mual, muntah) f. Monitor hasil pemeriksaan
Gejala mayor dan minor: Skala: laboratorium
a. Berat badan menurun 1: menurun g. Lakukan oral hygiene
b. Kram/nyeri abdomen 2: cukup menurun sebelum makan jika perlu
c. Nafsu makan 3: sedang h. Sajikan makanan secara
menurun 4: cukup meningkat menarik dan suhu yang
d. Membrane mukosa 5: meningkat sesuai
pucat i. Berikan makanan tinggi
e. Serum albumin turun 1: meningkat kalori dan tinggi protein
f. Diare 2: cukup meningkat j. Kolaborasi pemberian
3: sedang medikasi sebelum makan
4: cukup menurun (misalnya pereda nyeri)
5: menurun
1: memburuk
2: cukup memburuk
3: sedang
4: cukup membaik
5: membaik
5. Risiko Infeksi Kontrol Risiko Pencegahan Infeksi
Kode: D.0142 Definisi: Kemampuan untuk mengerti, Definisi: Mengidentifikasi dan
Kategori: Lingkungan mencegah, mengeliminasi, atau menurunkan risiko terserang
Subkategoris: Keamanan mengurangi ancaman kesehatan yang organisme patogenik.
dan Proteksi dapat dimodifikasi. Tindakan:
Definisi: Berisiko Kriteria Hasil: a. Monitor tanda dan gejala
mengalami peningkatan a. Kemampuan mencari informasi infeksi local dan sistemik
terserang organisme tentang factor risiko (4) b. Batasi jumlah pengunjung
patogenik. b. Kemampuan mengidentifikasi c. Berikan perawatan kulit
Faktor risiko: factor risiko (4) pada area edema
a. Peningkatan paparan c. Kemampuan melakukan strategi d. Cuci tangan sebelum dan
organisme pathogen control resiko (4) sesudah kontak dengan
lingkungan d. Kemampuan menghindari factor pasien dan lingkungan
risiko (4) pasien
e. Pemantauan perubahan status e. Jelaskan tanda dan gejala
kesehatan (4) infeksi
f. Ajarkan cara mencuci
Skala: tangan yang benar
1: menurun g. Anjurkan meningkatkan
2: cukup menurun asupan nutrisi dan cairan
3: sedang h. Kolaborasi pemberian
4: cukup meningkat imunisasi jika perlu
5: meningkat
6. Risiko kerusakan Kontrol Risiko Perawaran integritas kulit
integritas kulit Definisi: Kemampuan untuk Definisi: Mengidentifikasi dan
Kode: D.0139 mengerti, mencegah, mengeliminasi, merawat kulit untuk menjaga
Kategori: Lingkungan atau mengurangi ancaman kesehatan keutuhan,kelembaban dan
Subkategoris: Keamanan mencegah perkembangan
yang dapat dimodifikasi.
dan Proteksi mikroorganisme
Kriteria Hasil: Tindakan:
Definisi: Berisiko a. Kemampuan mencari informasi a. Identifikasi penyebab
mengalami kerusakan tentang factor risiko (4) gangguan integritas kulit
kulit (dermis dan/atau b. Kemampuan mengidentifikasi b. Ubah posisi tiap 2 jam jika
epidermis) atau jaringan factor risiko (4) tirah baring
(membran mukosa, c. Kemampuan melakukan strategi c. Hindari produk yang
kornea, fasia, otot, berbahaya
control resiko (4)
tendon, tulang, kartilago, d. Anjurkan menggunakan
d. Kemampuan menghindari factor pelembab
kapsul sendi, dan/atau risiko (4) e. Anjurkan minum air yang
ligamen). e. Pemantauan perubahan status cukup
Factor Risiko: kesehatan (4) f. Anjurkan mandi dan
a. Meningkatnya kadar menggunakan sabun
ureum dan kreatinin Skala: secukupnya
1: menurun
2: cukup menurun
3: sedang
4: cukup meningkat
5: meningkat
7. Pola Napas Tidak Efektif Pola napas 1. Manajemen jalan napas
Kode: D.0005 Definisi: Inspirasi dan/atau ekspirasi Definisi: mengidentifikasi
Kategori: Fisiologis yang memberikan ventilasi adekuat dan mengelola kepatenan
Subkategoris: Respirasi Setelah dilakukan asuhan jalan napas
Definisi: Inspirasi keperawatan selama ...X24 jam a. Monitor pola napas
dan/atau ekspirasi yang diharapkan kriteria hasil: (frekuensi, kedalaman,
tidak memberikan 1. Ventilasi semenit (4) usaha napas)
ventilasi adekuat 2. Dispnea (4) b. Monitor bunyi napas
Penyebab: 3. Pernapasan cuping hidung (4) c. Pertahanakan kepatenan
a. Hambatan upaya 4. Otot bantu napas (4) jaln napas
napas 4. Frekuensi napas (4) d. Lakukan fisoterapi dada
Gejala mayor dan minor: 5. Kedalam napas (4) bila perlu
a. Dispnea e. Kolaborasi oemberian
b. Penggunaan otot Skala: obat
bantu napas 1: menurun
c. Fase ekspirasi 2: cukup menurun 2. Terapi oksigen
memanjang 3: sedang Definisi: memberikan
d. Pola napas abnormal 4: cukup meningkat tambahan oksigen untuk
e. Pernapasan cuping 5: meningkat mencegah dan mengatasi
hidung kondisi kekurangan oksigen
Skala: jaringan
1: meningkat a. Bersihkan mulut,
2: cukup meningkat hidung, dan secret
3: sedang trakea
40: cukup menurun b. Pertahankan jalan nafas
5: menurun yang paten
c. Atur peralatan
oksigenasi
d. Pertahankan posisi
pasien
e. Observasi adanya
kecemasan pasien
terhadap oksigenasi
Tn. KM (25 tahun) alamat jalan Sidodadi masuk ke IGD RS Karyadi dengan keluhan
badan lemas, tidak ada kencing dan dirumah diare sudah 2 hari, makan minum sedikit
disertai mual muntah, saat diukur tekanan darah 100/60 MmHg, Suhu tubuh 37,8 C, RR 22
x/mnt, nadi 102x/mnt, SPO2 95% tanpa oksigen bantuan, kesadaran GCS E4 V5 M5 dan
pasien compos mentis . Hasil pemeriksaan darah lengkap HB: 12,1 g/dL, Hematokrit 42 %,
lekosit 6.200 10³/µL, LED 10 mm/jam, ureum 200 mg/dL, creatinin : 3 mg/dL. Hasil
elektrolit Natrium : 110 mmol/L, kalium : 5,4 mmol/L, Chloride : 105 mmol/L. Dokter
IGD mendiagnosa Tn. KM dengan Acute Kidney Injury dan memberi terapi pasang infus
Nacl 20 tetes/ menit, Injeksi ranitidin 2x1 amp, Injeksi metclopermide 3x 1 amp serta
segera menjalani hemodialisa juga pasang kateter. Saat dipasang kateter oleh petugas IGD
urine keluar sekitar 150 cc berwarna kuning pekat.
FORMAT ASUHAN KEPERAWATAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH PSIK
STIKES WIYATA HUSADA SAMARINDA
Keterangan:
: laki-laki
: perempuan
X : laki-laki/perempuan sudah meninggal
T : menikah
: anak/ keturunan
_ _ _ _: hidup dalam satu rumah
: pasien/ klien
4. Diagnosa medik pada saat MRS, pemeriksaan penunjang dan tindakan yang telah
dilakukan:
Hasil pemeriksaan darah lengkap HB: 12,1 g/dL, Hematokrit 42 %, lekosit 6.200 10³/µL,
LED 10 mm/jam, ureum 200 mg/dL, creatinin: 3 mg/dL. Hasil elektrolit Natrium : 110
mmol/L, kalium: 5,4 mmol/L, Chloride: 105 mmol/L.
Dokter IGD mendiagnosa Tn. KM dengan Acute Kidney Injury dan memberi terapi
pasang infus Nacl 20 tetes/ menit, Injeksi ranitidin 2x1 amp, Injeksi metclopermide 3x 1
amp serta segera menjalani hemodialisa juga pasang kateter. Saat dipasang kateter oleh
petugas IGD urine keluar sekitar 150 cc berwarna kuning pekat.
III. Pengkajian saat ini (mulai hari pertama saudara merawat klien)
1. Persepsi dan pemeliharaan kesehatan. Pengetahuan tentang penyakit/perawatan
Klien mengatakan saat hanya sakit ringan klien biasanya membeli obat di apotek jarang
untuk pergi memeriksanya. Berhubung sekarang klien menderita penyakit yang
memerluka perawatan lebih klien mau berobat ke RS
2. Pola nutrisi/metabolic Program diit RS:
Intake makanan: sebelum masuk RS nafsu makan pasien baik dengan frekuensi makan
3x/hari dengan nasi, sayur dan lauk pauk. Setelah sakit nafsu makan menurun akibat rasa
mual dan muntahnya.
Intake cairan: sebelum masuk RS pasien minum air kurang lebih 2000 ml/hari, ketika
sakit frekuensi minum berkurang.
3. Pola eliminasi
a. Buang air besar
Sebelum sakit pasien BAB selama 1x sehari dengan konsistensi lunak. Saat sakit
pasien mengeluh diare sudah 2 hari.
b. Buang air kecil
Sebelum sakit frekuensi berkemih kurang lebih 4x/hari. Setelah sakit klien mengeluh
tidak bisa buang air kecil, dan selama dirumah sakit pasien dipasang kateter dengan
pengeluaran 150cc berwarna kuning pekat.
5. Pola tidur dan istirahat (lama tidur, gangguan tidur, perawasan saat bangun tidur)
Klien mengatakan sebelum sakit pola tidur klien teratur dengan lama waktu tidur 7-8
jam/hari. Setelah sakit klien hanya bisa tidur 2-4 jam/hari dan kadang-kadang terbangun
karena klien sulit tidur.
6. Pola persepsual (penglihatan, pendengaran, pengecap, sensasi):
Klien mengatakan untuk penglihatan, pengecapan, pendengaran serta rasa sensasi masih
baik serta tidak ada gangguan.
7. Pola persepsi diri (pandangan klien tentang sakitnya, kecemasan, konsep diri)
Klien mengatakan bahagia dengan kehidupan dan dengan dirinya, klien mengatakan
penyakit yang dideritanya berasal dari tuhan dan klien hanya bisa menerimanya, dan ingin
cepat sembuh sehingga dapat kembali beraktivitas seperti sedia kala.
9. Pola peran hubungan (komunikasi, hubungan dengan orang lain, kemampuan keuangan):
Klien merupakan seorang anak pertama dan belum berkeluarga, sebagai tulang punggung
keluarga dan memiliki komunikasi yang baik dengan keluarga dan orang sekitarnya setiap
harinya. Karena sedang sakit klien tidak menjalankan perannya dalam keluarga.
10. Pola managemen koping-stess (perubahan terbesar dalam hidup pada akhir-akhir ini):
Klien sedikit mengalami cemas tentang penyakitnya dan stress karena ia tidak bisa
bekerja seperti biasanya dan memikirkan biaya pengobatan rumah sakit.
11. Sistem nilai dan keyakinan (pandangan klien tentang agama, kegiatan keagamaan, dll):
Pasien beragama islam, kegiatan pasien adalah sholat dan mengaji. Meskipun sakit klien
tetap menjalankan kewajibannya tersebut.
IV.Pemeriksaan fisik
(cephalocaudal) yang meliputi : Inspeksi, Palpasi, Perkusi dan Auskultasi
Keluhan yang dirasakan saat ini: Badan lemas, tidak ada kencing dan dirumah diare
sudah 2 hari, makan minum sedikit disertai mual muntah, kulit gatal.
1. Kepala
Bentuk bulat dan simetris kiri dan kanan, tidak ada lesi, tidak ada benjolan, rambut hitam
dan tebal, tidak mudah dicabut.
3. Hidung:
Tampak simetris dan tepat di medial, tampak bersih, tidak ada nyeri tekan, tidak ada
sekret, tidak terpasang alat bantu pernapasan.
4. Mulut/Gigi/Lidah:
Tampak simetris, bentuk normal, sianosis (-), lidah kotor (-), luka (-), mukosa bibir
tampak kering, gigi nampak lengkap, tidak ada perdarahan.
5. Leher:
Pembesaran kelenjar getah bening (-), peningkatan JVP (-), kaku kuduk (-), tidak ada lesi.
6. Respiratori
a. Dada:
1) Inspeksi: Bentuk normal, gerakan nafas simetris, retraksi (-), deformitas tulang
dada (-), frekuensi napas normal dan tidak ada otot bantu pernapasan.
2) Palpasi: tidak ada benjolan dan masa, taktik fremitus seirama, tidak ada nyeri
tekan.
3) Perkusi: suara resonan dan tidak ada tanda-tanda penumpukan cairan.
4) Auskultasi: bunyi napas vesikuler, ronki (-/-), wheezing (-/-).
Sesak napas saat :
Ekspirasi Inspirasi Istirahat Aktivitas
- Tipe pernapasan
Perut Dada Biot
7. Kardiovaskular
a. Inspeksi: tidak ada pembesaran vena jugularis, bentuk dada simetris kiri dan kanan,
tidak ada sianosis
b. Palpasi: nyeri tekan (-), ictus kordis teraba pada ICS 5 midklavikula kiri, CRT<2
c. Perkusi: suara pekak ICS 4 dan 5 midklavikula kiri
d. Auskultasi: tidak ada bunyi jantung tambahan, bunyi jantung normal yaitu lupdup
Riwayat Hipertensi: tidak ada riwayat
Masalah jantung: tidak ada
Demam Rematik: tidak ada
Bunyi Jantung: Frekuensi: 102 x/menit Irama: irreguler
Murmur: tidak ada
Nyeri dada: klien mengatakan tidak merasakan nyeri pada dada
Pusing: klien mengatakan tidak merasa pusing
Sianosis: klien tidak mengalami sianosis
Capillary refill: <2 detik
Edema, lokasi: tidak ada
Hematoma, lokasi: tidak mengalami hematoma
8. Neurologis
Rasa ingin pingsan/ pusing: tidak ada
Sakit Kepla: tidak ada
GCS : Eye = 4 Verbal = 5 Motorik = 5
Pupil : isokor
Reflek cahaya
Sinistra :+ cepat
Dextra :+ cepat
Bicara:
Komunikatif Aphasia Pelo
Keluhan lain: tidak ada
Kesemutan Bingung Tremor Gelisah Kejang
Koordinasi ekstremitas
Normal Paralisis, Lokasi : Plegia, Lokasi :
Keluhan lain:
Klien mengatakan tidak ada keluhan pada bagian ekstremitas
9. Integumen
Warna kulit:
Kemerahan Pucat Sianosis Jaundice Normal
Akral hangat dan klien tidak merasa kedinginan
Kelembaban:
Lembab Kering
Turgor: elastis
> 2 detik < 2 detik Keluhan lain :
Keluhan lain: kulit gatal-gatal
10. Abdomen
a. Inspeksi: tidak terdapat lesi, dan benjolan
b. Auskultasi: peristaltik usus klien 15x/menit
c. Perkusi: suara timpani, tidak ada penumpukan cairan.
d. Palpasi: nyeri tekan (-), pembesaran hepar (-)
Nyeri tekan: tidak ada
Lunak/keras: lunak dan tidak ada penumpukan cairan
Massa: tidak ada
Bising usus: terdengar 15 x/menit
Asites: tidak ada
Keluhan lain: tidak ada keluhan
11. Muskuloskeletal
Nyeri otot/tulang, lokasi: klien mengatakantidak merasa nyeri pada bagian otot
Kaku sendi, lokasi: klien mengatakan tidak mengalami kekakuan sendi
Bengkak sendi, lokasi: tidak ada pembengkakan sendi
Fraktur (terbuka/tertutup), lokasi: tidak ada fraktur pada klien
Alat bantu, jelaskan: klien tidak menggunakan alat bantu apapun
Pergerakan terbatas, jelaskan: klien tidak mengalami keterbatasan rentang gerak
Keluhan lain, jelaskan: tidak ada
12. Seksualitas
a. Aktif melakukan hubungan seksual: klien belum menikah
b. Penggunaan alat kontrasepsi: tidak ada
c. Masalah/kesulitan seksual: tidak ada masalah
d. Perubahan terakhir dalam frekuensi: tidak ada
Pria
Rabas penis: tidak ada masalah
Gangguan prostat: tidak ada masalah
Sirkumsisi: tidak ada masalah
Vasektomi: tidak ada masalah
Impoten: tidak ada masalah
Ejakulasi dini: tidak ada masalah
V. Program terapi:
Infus Nacl 20 tetes/ menit
Injeksi ranitidin 2x1 amp
Injeksi metclopermide 3x 1 amp
Menjalani hemodialisa
Terpasang kateter dengan pengeluaran 150cc
Hasil Pemeriksaan Penunjang dan Laboratorium
- Rabu, 13 Januari 2021
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Darah lengkap
Hemoglobin 12,1 g/dL 11,4-17,7 g/dl
Hematokrit 42% 37-48%
Leukosit 6.200 10³/µL 4.700-10.300
LED 10 mm/jam 10-15 mm/jam
Kimia Klinik
Ureum 200 mg/dL 10-50 mg/dl
Kreatinin 3 mg/dL L <1,5 P <1,2 mg/dl
Natrium 110 mmol/L 135-147
Kalium 5,4 mmol/L 3,5-5
Chloride 105 mmol/L 95-105
Skala:
1: menurun
2: cukup menurun
3: sedang
4: cukup meningkat
5: meningkat
Catatan Perkembangan
No.
Hari/Tgl Implementasi Evaluasi Paraf
Dx
Rabu, 1. 1.1 Memeriksa tanda dan gejala S:
13/01/21 hipovolemia Klien mengeluh badan lemas, tidak ada
1.2 Menghitung kebutuhan cairan klien kencing dan dirumah diare sudah 2 hari,
1.3 Memberikan asupan cairan oral makan minum sedikit disertai mual muntah
1.4 Menganjurkan untuk menghindari
perubahan posisi secara mendadak
O:
a. Keadaan composmentis, GCS E4
1.5 Melakukan kolaborasi pemberian
V5 M5
cairan IV isotonis, hipotonis, cairan
b. Klien tampak lemah
koloid
c. Mukosa kering
d. TD 100/60 mmHg
1.6 Memonitor frekuensi dan kekuatan e. Suhu tubuh 37,8°C
nadi f. RR 22 x/mnt,
1.7 Memonitor tekanan darah g. Nadi 102x/mnt
1.8 Memonitor hasil pemeriksaan h. Infus Nacl 20 tetes/menit
elektorlit i. Output urin 150 cc
1.9 Mengidentifikasi tanda-tanda j. Terpasang kateter dengan
hipovolemia pengeluaran 150 cc
1.10 Mengatur interval waktu k. Hasil pemeriksaan laboratorium
Ureum 200 mg/Dl
pemantauan sesuai kondisi pasien Creatinin: 3 mg/Dl
1.11 Mendokumentasikan hasil Natrium: 110 mmol/L
pemantauan Kalium: 5,4 mmol/L
1.12 Menjelaskan tujuan dan prosedur Chloride: 105 mmol/L
pemantauan
A:
Masalah belum teratasi
P:
Intervensi dilanjutkan
Rabu, 2. 2.1 Mengidentifikasi status nutrisi S:
13/01/21 2.2 Menidentifikasi makanan yang Klien mengeluh badan lemas, dirumah
disukai diare sudah 2 hari, makan minum sedikit
2.3 Mengidentifikasi kebutuhan kalori disertai mual muntah
dan jenis nutrient
2.4 Memonitor asupan makanan O:
a. Keadaan composmentis, GCS E4
2.5 Memonitor berat badan
V5 M5
2.6 Memonitor hasil pemeriksaan
b. Klien tampak lemah dan tidak
laboratorium
nafsu makan
2.7 Menyajikan makanan secara
c. Muntah saat makan
menarik dan suhu yang sesuai d. Klien tampak kooperatif
2.8 Memberikan makanan tinggi kalori e. BB 60 kg, TB 167 cm
dan tinggi protein f. IMT: 21,51 kg/m2
2.9 Melakukan kolaborasi pemberian g. Hasil pemeriksaan laboratorium
medikasi sebelum makan (misalnya HB: 12,1 g/dL
Hematokrit 42%
pereda mual)
Lekosit 6.200 10³/µL
LED 10 mm/jam
Ureum 200 mg/Dl
Creatinin: 3 mg/Dl
Natrium: 110 mmol/L
Kalium: 5,4 mmol/L
Chloride: 105 mmol/L
A:
Masalah belum teratasi
P:
Intervensi dilanjutkan
Rabu, 3. 3.1 Mengidentifikasi penyebab S:
13/01/21 gangguan integritas kulit Klien mengeluh badan lemas, kulit lembab
3.2 Mengubah posisi tiap 2 jam jika dan terasa gatal.
tirah baring
3.3 Menganjurkan hindari produk yang O:
berbahaya a. Klien tampak lemah
3.4 Menganjurkan menggunakan b. Klien tampak kooperatif
pelembab c. Hasil pemeriksaan laboratorium
3.5 Menganjurkan minum air yang Ureum 200 mg/dl
cukup Creatinin: 3 mg/dl
3.6 Menganjurkan mandi dan
menggunakan sabun secukupnya A:
Masalah belum teratasi
P:
Intervensi dilanjutkan
LAPORAN ANALISIS TINDAKAN KEPERAWATAN (KEPERAWATAN
MEDIKAL BEDAH)
A. Kesimpulan
1. Diagnosa yang muncul pada kasus Acute Kidney Injury diatas adalah
kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi
(penurunan laju glomerulus), intoleransi aktivitas berhubungan dengan
anemia dan nyeri sendir sekunder terhadap gagal ginjal, ansietas
berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondisi, dan ketidak
seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual
muntah, risiko infeksi berhubungan dengan peningkatan paparan organisme
patogen lingkungan, risiko kerusakan integritas jaringan berhubungan
dengan kenaikan kadar ureum dan kreatinin, dan pola napas tidak efektif
berhubungan dengan hambatan upaya napas.
2. Diagnosa yang muncul pada kasus Acute Kidney Injury pada Tn. KM adalah
hipovolemia berhubungan dengan kekurangan intake cairan dan kehilangan
cairan aktif, defisit nutrisi berhubungan dengan faktor psikologis yaitu mual
dan muntah, dan risiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
meningkatnya kadar kreatinin dan ureum.
3. Tindakan yang dapat terlaksanan dengan baik dalam perawatan adalah
mengobservasi keadaan umum pasien, manajemen hipovolemia, pemantauan
cairan, manajemen nutrisi, dan perawatan integritas kulit dan jaringan.
B. Saran
Perawat harus lebih memperhatikan pasien dalam memberikan asuhan
keperawatan dan hendaknya tindakan dan prosedur harus sesuai dengan standar
yang berlaku di instansi pelayanan dan meningkatkan kerja sama dengan pasien,
keluarga dan tim kesehatan lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Melyda. (2017). Diagnosis dan Tatalaksana Acute Kidney Injury (AKI) pada Syok
Septik. Dokter PTT RSUD Kefamenanu, Nusa Tenggara Timur, Indonesia.
CDK-259/vol. 44 no. 12 th 2017
PPNI. (2017). Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan Edisi 1 Cetakan 2. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan
Perawat Nasional Indonesia
Rahayu. S & Harnanto A.M. 2016. Praktikum Kebutuhan Dasar Manusia 2. Modul
Ajar Cetak Keperawatan. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Triastuti I & Sujana I. B G. (2017). Acute Kidney Injury (AKI). Bali: Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana
Wati N. A. (2018). Asuhan Keperawatan pada Pasien Gagal Ginjal Akut dengan
Masalah Kelebihan Volume Cairan di Ruang Hemodialisa Rumah Sakit
Umum Daerah Bangil Pasuruan. Jombang: Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Insan Cendekia Medika Jombang [Karya Tulis Ilmiah]