Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PRAKTIKUM

KIMIA RADIASI

MATERI :
DOSIMETRI FRICKE

Disusun Oleh :

Nama : Silvi Nofita Sari


NIM : 011700020
Jurusan : Teknokimia Nuklir
Pembimbing : Ir. Giyatmi, M. Si

SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI NUKLIR


BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL
YOGYAKARTA
2021
I TUJUAN

Mengetahui prinsip dosimetri kimia ( Fricke ) untuk menentukan dosis serap


radiasi.

II . DASAR TEORI

Dosimetri merupakan kegiatan pengukuran dosis radiasi dengan teknik pengukuran


didasarkan pada pengionan yang disebabkan oleh radiasi dalam suatu bahan/materi.
Dosimeter standar dapat digunakan untuk menentukan nilai dosis secara langsung. Ada tiga
jenis dosimeter standar yang dimanfaatkan untuk dosimetri radiasi. Ketiga dosimeter itu
bekerja berdasarkan pada proses kimia. Dosimeter Fricke merupakan salah satu dari ketiga
dosimeter standar tersebut.

Dosimeter Fricke adalah salah satu dosimeter standar acuan yang paling lazim
digunakan untuk mengkalibrasi medan radiasi maupun untuk mengkalibrasi dosimeter rutin.
Dosimeter ini digunakan untuk mengkalibrasi medan radiasi dan juga digunakan untuk
dosimeter rutin. Berhubung tidak semua laboratorium atau fasilitas iradiasi mempunyai
dosimeter standar primer, maka untuk mengkalibrasi medan radiasi dapat digunakan
dosimeter standar acuan.

Dosimeter Fricke pada prinsipnya adalah suatu bahan atau zat yang dapat memberi
tanggapan yang dapat diukur jika bahan atau zat tersebut dikenai radiasi nuklir. Tanggapan di
atas berhubungan langsung dengan tenaga yang diserap oleh bahan atau zat itu, seperti halnya
pada kalorimeter. Dosimeter berbasis kalorimeter disebut dosimeter primer, sedangkan yang
termasuk dosimeter sekunder salah satu di antaranya adalah dosimeter Fricke, karena
tanggapan yang diberikan apabila mendapat radiasi nuklir berupa reaksi kimia. Contohnya
ion fero menjadi ion feri. Jumlah ion fero yang dioksidasi ini sebanding dengan dosis radiasi
yang diabsorpsi oleh larutan dosimeter itu. Akibat terjadinya proses ionisasi primer, sekunder
maupun ionisasi tersier, maka kerusakan molekul air di dalam sel akan berlangsung dalam
waktu yang sangat singkat. Kira-kira dalam orde 10-6 detik, ion-ion terbentuk akan beraksi
dengan molekul-molekul air yang belum terionisasikan. Reaksi ini akan menghasilkan
produk-produk baru yang reaksinya antara lain :

H2O +
→ H + OH*
+
H2O - H2O
+ e →
-
H2O OH + H*

Selain terbentuk ion-ion baru, pada proses kimiafisika ini terbentuk juga radikal bebas
yaitu OH• dan H•. radikal bebassecara elektrokimia tidak bermuatan listrik, akan tetapi
radikal bebas sangat reaktif sehingga mudah bereaksi. Radikal bebas OH* dan
OH* akan saling bereaksi membentuk :

OH* + OH* →  H2O2 

H2O2 adalah peroksida yang bersifat oksidator kuat sehingga akan mudah


menyerang molekul lain. Pengukuran laju dosis radiasi dari suatu iradiator
gamma atau elektron beam menggunakan dosimetri Fricke dapat ditentukan
rumus pada persamaan:

( DO a−D o s ) 100
D= 3 x NA x 1,602.10-12 rad/jam.............................................(2)
∑ ρd 10 G ¿ ¿ ¿
9,647 x 1 013 x ( DO a−D o s )
D= ..........................................................................(3)
ε .l . ρ. G

dimana,
D = laju dosis yang dicari dalam rad/jam

DOa  = densitas optik ion Fe(III) setelah sel Fricke diiradiasi


DOs  = densitas optik ion Fe(III) sebelum sel Fricke diiradiasi, dan
o
Σ  = koefisien ekstinksi molar pada suhu 25 C untuk ion Fe(III) atau
dosimeter Fricke setelah diiradiasi dalam liter/mol.cm.

pada grafik densitas optik Vs konsentrasi ion Fe(III), harga Σ adalah tangen kurva
kalibrasi itu

ρ = Berat jenis dosimeter Fricke dalam gram/mL;


l = Panjang optik (1 cm)
d = Tebal larutan, yaiu diameter sel fricke
3+ 2+
G(Fe ) = jumlah molekul, radikal atau ion Fe   yang berubah menjadi ion
Fe3+
Untuk setiap absorpsi tenaga radiasi 100 eV. Harga G untuk Fe(III) = 15,6 untuk
larutan feri yang jenuh udara.
23
 NA  = Bilangan Avogadro = 6,023 x 10 molekul/mol,

12
1 eV = 1,602 x 10  erg

1 rad = 100 erg/gram

Larutan standard yang digunakan adalah 1mM FeSO4 dalam 0,8N


H2SO4. Ketika diiradiasi Fe (II) akan berubah menjadi Fe (III). Larutan
Fe(III) dapat diidentifikasi warnanya dengan larutan Ortho Penantroline.
Analisis dapat dilakukan dengan spektrofotometer UV-Vis atau dengan
titrasi. Pengamatan respon kolorimetri atau daerah kerja untuk dosimeter Fricke
ini cukup linier sampai pada dosis 400Gray. Oksidasi akan mencapai maksimum
pada dosis 700 Gray.
Reaksi-reaksi yang terjadi pada dosimeter fricke adalah sebagai berikut:

H• + O2 →  HO2• 
HO2• + →  -
HO2 + Fe3+
2+- + →  H2O2
HO
Fe 2    + H  
OH• + →  - 3+
OH   + Fe  
2+
Fe   → 
- 3+
OH + Fe +

Bila tidak ada oksigen :

H• + H2O →  OH•  + H2

3+,
Setiap H• akan menghasilkan 3 Fe  setiap H2O2 akan menghasilkan

3+, 3+
2Fe   dan setiap HO• akan menghasilkan 1Fe . Jadi ketika ada oksigen, reaksi
keseluruhan adalah:

3+)
G(Fe  = 2G(H2O2) + 3G(H•) + G(OH•).........................................................(4)
Selain untuk mengukur dosis dan laju dosis, dosimeter Fricke
diaplikasikan untuk mempelajari efek scavenger. Misalnya untuk menguji
daya kompetisis scavenger dan mendemontrasikan bahwa tidak akan ada
energi deposisi dalam spesi-spesi yang ditangkap scavenger. Penentuan kadar
besi(II) dapat ditentukan dengan cara titrasi konvensional atau
spektrofotometri. Bila ditentukan dengan spektrofotometri, perlu diperhatikan
beberapa hal yang terkait dengan pembentukan kompleks besi(II) dengan
senyawa pengkompleks. Misalnya bila ditentukan dengan senyawa 1,10-
fenantrolina.

Besi (II) bereaksi dengan 1,10-fenantrolina membentuk kompleks

2+
jingga-merah [(C12H8 N2)3Fe]   intensitas warnanya tak bergantung pada
keasaman dalam jangka pH 2-9, dan stabil untuk waktu yang lama. Besi
(III) dapat direduksi dengan hidroksilamonium klorida atau dengan
hidrokuinon. Kebebradaan ion logam perak, bismut, tembaga, nikel dan kobalt
akan menganggu penentuan, demikian juga anion- anion juga perklorat,
sianida, molibdat dan tungstat. Kompleks besi-fenantrolina seperti perklorat
dapat diekstrak dengan nitrobenzena dan diukur pada 515 nm terhadap
blanko regensia. Baik besi (II) maupun besi (III) dapat ditetapkan secara
spektrometri : kompleks besi (II)- fenantrolina mempunyai warna jingga-
kemerahan menyerap pada 515 nm. Kompleks besi (II) maupun kompleks besi
(III) yang berwarna kuning mempunyai absorpsi identik pada 396 nm,
dengan absorbans yang aditif. Larutan yang sedikit bersifat asam oleh asam
sulfat.

Bila ingin menentukan konsentrasi besi (III), dapat pula dilakukan


dengan menggunakan metode tiosianat. Besi (III) bereaksi dengan tiosianat
untuk menghasilkan sederet senyawa berwarna merah tua, yang tetap dalam
larutan sejati: Besi (II) tak bereaksi. Bergantung pada konsentrasi tiosianat,
dapat diperoleh sederet kompleks, kompleks ini  berwarna merah dan dapat

3-n
dirumuskan sebagai [Fe(SCN)n] , dengan n= 1,...6. Pada konsentrasi
tiosianat yang rendah spesi berwarna yang melipah adalah 2+
[Fe(SCN)]+(Fe3-+ SCN  → [Fe(SCN)]2+), pada konsentrasi tiosianat 0,1
+
M sebagai besar adalah [Fe(SCN)2] , dan pada konsetrasi tiosianat yang

3-
sangat tinggi, rumusnya adalah [Fe(SCN)6] . Dalam penetapan kolorimetri
haruslah digunakan tiosianat yang sangat  berlebih, karena kelebihan ini
akan meningkatkan intensitas dan juga kemantapan warna. Asam-asam kuat
(asam klorida ataupun asam nitrat-konsentrasi 0,05-0,5 M) harus hadir untuk
menekan hidrolisis :

3+ +
Fe   + 3H2O → Fe(OH)3  + 3H

Asam sulfat tidak disarankan karena ion sulfat mempunyai


kecenderungan untuk membentuk kompleks dengan ion besi (III). Perak,
tembaga, nikel, kobalt, titanium, uranium, molibdenum, merkurium (>1 g dm-
3), zink, kadmium dan bismut mengganggu. Garam merkurium (I) dan timah
(II), jika ada, hendaknya diubah menjadi garam merkurium (II) dan timah (IV),
kalau tidak warna merah akan rusak. Fosfat, arsenat, fluorida, oksalat, dan
tatrat menganggu, karena ion-ion ini membentuk kompleks yang cukup stabil
dengan konsentrasi yang cukup tinggi. Bila terdapat zat-zat pengganggu
dengan jumlah besar, larutan besi (III) dapat diekstrak dengan dietil murni yang
diambil bagian lapisan organiknya.
Penentuan perubahan Fe(II) menjadi Fe(III) dapat juga dilakukan dengan titrasi
dikrometeri. Laju dosis ditentukan dengan cara menghitung jumlah atom Fe(II)
yang berubah dibagi densitas sel dosimeter dan G-value Fe(III) dan dikali dengan

-12
1,602 x 10 erg.

Konsentrasi ion Fe3+ yang terbentuk adalah


|¿|
Fe3+ = ∆ b . ε .(1+0,007 ( T −25 ) ) ¿ .............................................................................(5)

Dimana :
Δabs = Delta absorbansi,
b = Tebal kuvet
ε = Koefisien ekstingsi molar, untuk λ = 305 nm, maka ε = 2174 L/mol.cm
T = Suhu
III. ALAT DAN BAHAN
No Alat No Bahan
1. Irradiator Gamma 1. (NH4)2Fe(SO4)2.6H2O
2. Neraca Analitik 2. H2SO4 0,8 N
3. Spektrofotometer UV-VIS 3. NaCl
4. Ball pipet 4. Aquatridest
5. Alat-alat gelas

IV. LANGKAH KERJA

1. Preparasi Sampel

a. Larutan sampel FeSO4 1mM dibuat dengan cara melarutkan 0,0980 gram
(NH4)2Fe(SO4)2.6H2O dan 0,01145 gram NaCl kedalam 5, 6 ml H2SO4 0,8 N
kemudian ditanda bataskan hingga 250 mL.
 b. Larutan sampel dibagi kedalam 3 botol gelas (sampel tidak diiradiasi dan sampel
diiradiasi), kemudian dicari massa jenisnya.

2. Irradiasi Sampel dan Penentuan Dosis Radiasi

a. Sampel diiradiasi menggunakan irradiator gamma berdasarkan lama waktu


 b. Dicatat besarnya dosis radiasi dalam panel kontrol irradiator

3. Analisis Cuplikan Hasil Irradiasi dengan Metode Tiosianat

a.  Penentuan Konsentrasi Fe(III) Metode Tiosianat

b. Ambil volume tertentu larutan cuplikan dosimetri Fricke yang telah diiradiasi dan
yang tidak diiradiasi.
c. Analisis kuantitatif dilakukan untuk mengetahui perubahan akibat irradiasi menggunakan
spektrofotometer UV-Vis.
d.  Setiap larutan ditentukan serapannya pada panjang gelombang 305 nm.
e.  Kemudian dihitung dosis serap berdasarkan nilai absorbansi yang diperoleh.
f.  Diukur berat jenis larutan setelah diiradiasi dengan piknometer.
V.  DATA PENGAMATAN

V.1. Rapat Optik

No. Zat Absorbansi λ (nm)

1. Larutan Fricke Kontrol 0,207 0,207 305


2. Larutan Fricke I 0,274 0,274 305
3. Larutan Fricke II 0,283 0,281 305
4. Larutan Fricke III 0,275 0,276 305

Larutan Sebelum Iradiasi

1.  Massa pikno = 10,6417 g

2.  Massa pikno + aquadest = 15,9154 g

3.  Massa pikno + fricke kontrol sebelum diiradiasi = 15,9125 g

4.  Massa pikno + fricke I sebelum diiradiasi = 15,9063 g

5. Massa pikno + fricke II sebelum diiradiasi = 15,9433 g

6. Massa pikno + fricke III sebelum diiradiasi = 15,9120 g

Larutan Sesudah Iradiasi

1.  Massa pikno + fricke I setelah diiradiasi = 15,9063 g

2. Massa pikno + fricke II setelah diiradiasi = 15,9433 g

3. Massa pikno + fricke III setelah diiradiasi = 15,9120 g

o
Densitas aquadest pada 30 C = 0,9968 g/cm3

VI. PENGOLAHAN DATA
Perhitungan Densitas :

maquadest
v aquadest =
ρ aquadest

( Massa piknometer+ aquadest ) −(Massa piknometer kosong)


v aquadest =
ρaquadest

( 15,9154−10,6417 ) gram
v aquadest =
0,9968 g /c m3

v aquadest = 5,2906 cm3 = volume piknometer

mlarutan
ρ larutan =
v piknometer

Dengan cara di atas maka densitas larutan dapat dihitung dengan hasil sebagai
berikut:

Larutan 3 Densitas
Densitas (gr/cm )
3
(kg/m )
Larutan fricke kontrol setelah iradiasi 0,9963 996,3
Larutan fricke I setelah iradiasi 0,9951 995,1
Larutan fricke II setelah iradiasi 1,0019 1001,9
Larutan fricke III setelah iradiasi 0,9962 996,2

Perhitungan Dosis Radiasi

Menghitung rata – rata absorbansi yang didapatkan “

No. Sampel Absorbansi Absorbansi Rata - rata


1. Larutan Fricke Kontrol 0,207 0,207 0,207
2. Larutan Fricke I 0,274 0,274 0,274

3. Larutan Fricke II 0,283 0,281 0,282

4. Larutan Fricke III 0,275 0,276 0,2755

Dihitung ∆|¿| terlebih dahulu sebelum mengitung dosis radiasi maupun konsentrasi
Fe3+ yang terbentuk dimana ∆|¿| dihitung dari absorbansi rata – rata larutan fricke yang
telah diiradiasi dikurangi dengan absorbansi kontrol.

No. Sampel Absorbansi Rata - rata Absorbansi Kontrol ∆abs


1. Larutan Fricke I 0,274 0,207 0,067

2. Larutan Fricke II 0,282 0,207 0,075

3. Larutan Fricke III 0,2755 0,207 0,0685

Dengan menggunakan data selisis Abs dan densitas larutan Fricke, perhitungan terhadap

m2 −6 mol
dosis dapat dilakukan. Jika diketahui, Ƹ = 217,5 , l = 0,01 m, dan G ¿ = 1,62 ×10
mol joule
.
Perhitungan dosis menggunakan larutan Fricke I adalah sebagai berikut:
0,067
|¿| ¿ joule
D=∆ ¿ m 2
kg −6 mol ¿ 19,1088 ¿ 19,1088 Gy
Ƹ l ρ G ¿¿ 217,5 ×0,01 m× 995,1 3 ×1,62 ×10 kg
mol m joule
Dengan cara yang sama untuk larutan Fricke II dan III akan didapatkan hasil seperti pada
tabel dibawah ini:

No. Sampel Dosis (Gy)


1. Larutan Fricke II 21,2453

2. Larutan Fricke III 19,5151

Perhitungan Konsentrasi Fe3+ yang Terbentuk

Dihitung Konsentrasi Fe3+ yang terbentuk dengan persamaan berikut :


|¿|
Konsentrasi Fe3+ yang terbentuk = ∆ b . ε .(1+0,007 ( T −25 ) ) ¿

Maka didapatkan Konsentrasi Fe3+ untuk sampel larutan Fricke I adalah :


0,067
3+
Konsentrasi Fe yang terbentuk = m2
0,01 m. 217,5 (1+0,007 ( 30−25 ) )
mol
= 0,006118 mol/m3 = 6,118 x 10-6 mol/dm3
= 6,118 x 10-6 M

Dengan cara yang sama di atas maka konsentrasi Fe3+ larutan Fricke II dan III dapat
dihitung dengan hasil sebagai berikut:

Larutan Konsentrasi (M)


Larutan fricke II 6,848 x 10-6
Larutan fricke III 6,255 x 10-6

Perhitungan Presentase Kesalahan Fricke Irradiasi Gamma

Dosis teoritis merupakan dosis yang tertera pada iradiator yaitu untuk iradiasi selama 90 detik
akan tercapai dosis 101 Gy.

Perhitungan persentase kesalahan Larutan Fricke I, sebagai berikut :


Dirradiator −D Fricke (101−19,1088)
%kesalahan= × 100 %¿ × 100 %¿ 81,09 %
Dirradiator 101
Dengan cara yang sama akan didapatkan persentase kesalahan dosimeter Fricke larutan II dan
III sebesar:

Larutan Presentase Kesalahan (%)


Larutan fricke II 78,97
Larutan fricke III 80,69

VI. PEMBAHASAN

Dosimeter fricke merupakan salah satu jenis pengukur dosis serap yang dipakai sebagai
dosimeter acuan karena absorbansinya yang tinggi dan mempunyai hubungan yang linier
terhadap dosis serap. Proses iradiasi dapat mengoksidasi ion Fe2+ menjadi ion Fe3+. Oksidasi
ini akan menyebabkan terjadinya perubahan rapat optic pada larutan dosimeter sehingga
dapat dimanfaatkan untuk pengukuran dosis radiasi. Jomlah ion ferri (Fe3+) yang terbentuk
sebanding dengan besar perubahan rapat optic dan dapat diukur secara teliti dengan metode
spektrofotometri. Keunggulan dari dosimeter Fricke ini antara lain adalah apabila laju dosis
dari sumber radiasi diukur tidak melebihi 2,107 Gy/s dan temperature tidak menyimpang
selama proses iradiasi, maka laju dosis sumber tidak berpengaruh terhadap hasil.
Tingkat perubahan rapat optic pada pemantauan Fricke cukup linear dengan dosis
radiasi yang diterima, sehingga perhitungan dosisnya dapat dilakuakn menggunakan suatu
factor konversi yang menunjukan hubungan antara dosis dan tingkat perubahan rapat optic
larutan.
Pada praktikum ini larutan induk yang mengandung ion ferro (Fe2+)dibuat dengan
konsentrasi sebesar 1 mM dengan menggunakan pelarut H2SO4 0,8 N.
Hari hasil analisis dapat diketahui bahwa terjadi perubahan absorbansi sebelum dan
setelah iradiasi. Absorbansi larutan mengalami penurunan setelah diiradiasi. Hal tersebut
menunjukan bahwa terjadi penurunan jumlah ion ferro (Fe2+). Penurunan tersebut dikarenakan
ion ferro tersebut teroksidasi menjadi ion ferri (Fe3+) sehingga absorbansinya menurun. Dari
perhitungan diperoleh hasil sebagai berikut :
Dosis serap untuk larutan Fricke I sebesar 19,1088 Gy
Dosis serap untuk larutan Fricke II sebesar 21,2453 Gy
Dosis serap untuk larutan Fricke III sebesar 19,5151 Gy
Sedangkan konsentrasi Fe3+ yang dapat terbentuk adalah sebagai berikut :
Larutan Fricke I diperoleh konsentrasi 6,118 x 10-6 M
Larutan Fricke II diperoleh konsentrasi 6,484 x 10-6 M
Larutan Fricke III diperoleh konsentrasi 6,255 x 10-6 M

VII. KESIMPULAN
Dosimeter Fricke merupakan salah satu jenis pengukur dosis serap yang dipakai
sebagai dosimeter acuan berdasarkan perubahan absorbansi larutan dan sesudah
iradiasi akibat terjadinya oksidasi ion Fe2+ menjadi ion Fe3+.
VIII. DAFTAR PUSTAKA
Christina P, Maria dan Megasari, Kartini. 2007. Dasar-Dasar Kimia radiasi,
percobaan-Percobaan dan Contoh Aplikasinya. Yogyakarta : STTN-BATAN.
Thamrin, M. Toyib dan Mukhlis Akhdi. 1997. Buletin ALARA 1 (2). 27-33 (1997)
“Dosimetri Gamma Dosis Tinggi Dalam Kegiatan Industri”. Jakarta : Pusat
Standarisasi dan Penelitian Keselamatan Radiasi – BATAN.
Thamrin, M. Toyib dkk. 2004. Buletin ALARA Volume 5 No. 2 & 3 Halaman 89-96
“Pengukuran Dosis Serap Dengan Dosimeter Kimia”. Jakarta : Puslitbang
Keselamatan Radiasi dan Biomedika Nuklir- BATAN.

Anda mungkin juga menyukai