Anda di halaman 1dari 19

AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK TERAPAN

PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH

Oleh

LUSIANA CHANDRA

RENGGA BAYU WIDIPRANA

PROGRAM STUDI MAGISTER AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
TAHUN 2015
LATAR BELAKANG
Pengelolaan Barang Milik Negara/Barang Milik Daerah merupakan hal yang
penting untuk terus ditingkatkan efektivitas dan akuntabilitasnya. Perubahan Peraturan
Pemerintah (PP) nomor 27 Tahun 2014 menandai perhatian pemerintah pada kerangka
pengelolaan Barang Milik Negara/Barang Milik Daerah yang komprehensif. Dengan
adanya perubahan aturan ini diharapkan dapat meningkatkan sinergi antara Pengelola
Barang dan Pengguna Barang dalam mengelola BMN yang lebih baik, tertib, transparan,
dan akuntabel.
Pengelolaan BMN secara lebih spesifik sudah dimulai dengan terbitnya PP nomor
6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan BMN/D, di mana telah diatur berbagai hal yang
berkaitan dengan perencanaan, penganggaran, pengadaan, pemeliharaan, pengendalian,
dan pertanggungjawaban terhadap BMN. Banyak hal yang menjadi latar belakang
perubahan PP nomor 6 Tahun 2006. Salah satunya yaitu masih banyaknya hasil audit
temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang berkaitan dengan pelaksanaan PP
nomor 6 Tahun 2006 yang berdampak pada opini audit yang diterbitkan. Temuan-
temuan itu khususnya yang berkaitan dengan sertifikasi BMN, BMN dalam sengketa,
BMN hilang atau rusak berat, BMN yang dimanfaatkan oleh pihak lain, dan penyusutan
BMN.  
Dinamika dari pengelolaan BMN baik yang bersifat administratif maupun
utilisasinya tidak cukup tertampung dalam PP nomor 6 Tahun 2006. Saat ini,
pemerintah sedang menggalakkan pembangunan infrastruktur melalui kerja sama
pemerintah dan swasta, dan DJKN sudah mencoba untuk menampung kebutuhan dari
pengelola infrastruktur di dalam PP PP nomor 27 Tahun 2014, sehingga Pengguna
Barang yang bergerak di bidang infrastruktur dapat lebih dinamis dan agresif
memanfaatkan BMN dalam kaitannya dengan pembangunan infrastruktur. Sebagi
contoh, jangka waktu sewa dan jangka waktu Kerja Sama Pemanfaatan (KSP) yang lebih
panjang dapat menjadi appetite (daya pikat) bagi investor untuk melaksanakan
kegiatan pembangunan infrastruktur dengan memanfaatkan BMN.
Prinsip tertib administrasi, tertib hukum, dan tertib fisik (3T) selalu menjadi tugas
besar Kementerian/Lembaga untuk memastikan agar dapat dijalankan dengan baik.
Peningkatan kapasitas SDM dan infrastruktur agar mampu menopang pengelolaan BMN
yang lebih modern dan IT-based adalah salah satu hal yang diharapkan dari perubahan
ini. Optimalisasi berdasarkan prinsip The Highest and Best Use dari aset-aset idle juga
masih perlu menjadi perhatian. Aset idle harus diserahkanke Pengelola Barang untuk
meningkatkan optimalisasi dari BMN/D sebagaimana diatur dalam PP nomor 27 Tahun
2014.
Perubahan PP nomor 6 Tahun 2006menjadi PP nomor 27 Tahun 2014 antara lain
menyangkut penyederhanaan birokrasi pengelolaan BMN. Dengan PP nomor 27 Tahun
2014, Pengelola Barang dapat mendelegasikan kewenangannya ke Pengguna Barang
dan Pengguna Barang dapat mendelegasikan kewenangannya ke Kuasa Pengguna
Barang sehingga birokrasi akan menjadi semakin singkat dan arus pengelolaan BMN
menjadi semakin cepat. Adapun yang dapat didelegasikan adalah penetapan status,
pemindahtanganan, dan penghapusan, sedangkan pemanfaatan tidak dapat
didelegasikan kepada Kementerian/Lembaga. Penyederhanaan birokrasi ini tentu harus
diikuti dengan akuntabilitas yang terjaga dengan baik pada Kementerian/Lembaga. Hal
ini sangat penting untuk mempercepat proses pengambilan keputusan dalam
pengelolaan BMN yang pada akhirnya akan membuat rekonsiliasi lebih tertib dan lebih
cepat.
Latar belakang lain dari penyempurnaan peraturan pemerintah ini antara lain
karena adanya dinamika pengelolaan BMN/D terkait dengan sewa, KSP, dan BMN luar
negeri yang harus diperlakukan secara khusus; adanya multitafsir terhadap aturan-
aturan dalam PP nomor 6 Tahun 2006mengenai Badan Layanan Umum (BLU) dan
Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP); kasus-kasus yang muncul dalam pengelolaan
BMN/D; dan adanya temuan pemeriksaan BPK. Dengan adanya penyempurnaan PP ini
diharapkan dapat mengakomodasi dinamika pengelolaan BMN/D; meminimalisasi
multitafsir atas pengelolaan BMN/D; mempertegas hak, kewajiban, tanggung jawab, dan
kewenangan Pengguna Barang dan Pengelola Barang; serta menciptakan harmonisasi
dengan peraturan-peraturan terkait.
Salah satu pokok penyempurnaan PP nomor 6 Tahun 2006yaitu penyempurnaan
siklus pengelolaan BMN. Selama ini yang terjadi adalah pemindahtanganan dan
penghapusan selalu dicampuradukkan. Siklus ini harus diperbaiki, yaitu dimulai dengan
perencanaan, pengadaan, dan pengelolaan, di mana pengelolaan dibagi dua, yaitu
dikelola untuk keperluan tugas dan fungsi (tusi) atau dikelola untuk dimanfaatkan. Jika
tidak keduanya, maka BMN dapat dipindahtangankan. Dan jika BMN tidak dikelola
untuk kepentingan tugas dan fungsi, tidak dimanfaatkan, dan tidak dipindahtangankan,
maka BMN harus dihapuskan. Pemusnahan dan pemindahtanganan merupakan
kegiatan sebelum proses penghapusan. Dengan demikian, penghapusan
merupakan ending point dari semua siklus pengelolaan BMN yang membebaskan
Pengguna Barang dan Pengelola Barang dari kewajiban untuk mengadministrasikan
dan mengelola BMN.
Terkait dengan penguatan dasar hukum pengaturan sebagai salah satu pokok
penyempurnaan, dalam penjelasan pada PP nomor 6 Tahun 2006, aset tak berwujud
berada di luar lingkup peraturan pemerintah tersebut. Sementara itu, dalam salah satu
pasal PP nomor 6 Tahun 2006 tidak dibatasi apakah itu aset berwujud atau tidak
berwujud. Agar tidak terjadi perbedaan interpretasi di dalam pengelolaannya, maka di
PP nomor 27 Tahun 2014 juga mengatur tentang aset tak berwujud sebagai bentuk
kepastian hukum dalam pengelolaan Barang Milik Negara/Barang Milik Daerah.
Maka berdasarkan paparan tersebut di atas, terdapat empat poin utama yang
melatarbelakangi perubahan PP nomor 27 tahun 2014, sebagai berikut.
a. Dinamika pengelolaan BMN/D yang terjadi seiring perkembangan waktu,
terutama dalam bentuk:
 Sewa periodik
 KSP
 BMN luar negeri
yang harus diperlakukan secara khusus.
b. Multiinterpretasi yang seringkali terjadi terhadap aturan pengelolaan BMN/D
yang lama (PP nomor 6 Tahun 2006 jo. PP nomor 38 Tahun 2008), terutama
dalam hal:
 BLU
 PNBP
c. Kasus-kasus pengelolaan BMN/Dyang marak terjadi.
d. Temuan pemeriksaan BPK yang berujung pada penerbitan opini non-WTP untuk
Laporan Keuangan Pemerintah Pusat/Laporan Keuangan Pemerintah Daerah.
Tujuan Penyempurnaan Peraturan
Penyempurnaan peraturan pemerintah tentang pengelolaan BMN/D melalui PP
nomor 27 Tahun 2014 bertujuan untuk:
a. mengakomodasi dinamika pengelolaan BMN/D;
b. meminimalisasi multitafsir atas pengelolaan BMN/D;
c. mempertegas hak, kewajiban, tanggung jawab, dan kewenangan Pengguna dan
PengelolaBMN/D; dan
d. melakukan harmonisasi dengan peraturan-peraturan terkait pengelolaan
BMN/D.
Pokok pokok Penyempurnaan
Berikut ini adalah pokok-pokok penyempurnaan yang terdapat dalam PP nomor
27 Tahun 2014:
a. Penyempurnaan Siklus Pengelolaan BMN/D;
b. Harmonisasi dengan peraturan perundang-undangan lain;
c. Penguatan dasar hukum pengaturan;
d. Penyederhanaan birokrasi;
e. Pengembangan manajemen aset negara; dan
f. Penyelesaian kasus yang telah terlanjur terjadi.

LANDASAN PEMIKIRAN

Adapun yang menjadi Landasan Pemikiran Pengelolaan BMN/D dijelaskan sebagai


berikut :
• Landasan Filosos : BMN/D merupakan unsur penting dalam mencapai cita-cita
dan tujuan berbangsa bernegara.
• Landasan Operasional : pasal 33 ayat 3 UUD 1945, negara menguasai barang
negara untuk kemakmuran rakyat. Pasal 23 UUD 1945, negara memiliki
barang/aset untuk menjalankan pemerintahan.
• Landasan Yuridis : acuan dasarnya adalah UU Nomor 17 tahun 2003 (tentang
Keuangan Negara) dan UU Nomor 1 Tahun 2004 (tentang Perbendaharaan
Negara)
• Landasan Sosiologis : rasa ikut memiliki (sense of belonging) dari masyarakat
yang akan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengamanan dan
optimalisasi pendayagunaan BMN/D

AZAS-AZAS PENGELOLAAN BMN

Adapun menjadi azas-azas yang diperhatikan dalam pengelolaan BMN adalah sebagai
berikut :
1. Azas Fungsional
Yaitu pengambilan keputusan dan pemecahan masalah dibidang pengelolaan
barang milik daerah yang dilaksanakan oleh kuasa pengguna barang, pengguna
barang, pengelola barang dan Kepala Daerah sesuai fungsi, wewenang dan
tanggungjawab masing-masing;
2. Azas Kepastian Hukum
Yaitu pengelolaan barang milik daerah harus dilaksanakan berdasarkan hukum
dan peraturan perundang-undangan;
3. Azas Transparansi
Yaitu penyelenggaraan pengelolaan barang milik daerah harus transparan
terhadap hak masyarakat dalam memperoleh informasi yang benar;
4. Efisiensi
Yaitu pengelolaan barang milik daerah diarahkan agar barang milik daerah
digunakan sesuai batasan-batasan standar kebutuhan yang diperlukan dalam
rangka menunjang penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi pemerintahan
secara optimal;
5. Akuntabilitas Publik
Yaitu setiap kegiatan pengelolaan barang milik daerah harus dapat
dipertanggungjawabkan kepada rakyat;
6. Kepastian Nilai
Yaitu pengelolaan barang milik daerah harus didukung oleh adanya ketepatan
jumlah dan nilai barang dalam rangka optimalisasi pemanfaatan dan
pemindahtanganan barang milik daerah serta penyusunan neraca Pemerintah
Daerah.
SIKLUS PENGELOLAAN

Siklus pengelolaan barang milik daerah merupakan rangkaian kegiatan dan/atau


tindakan yang terdiri dari :
1. perencanaan kebutuhan dan penganggaran;
2. pengadaan;
3. penggunaan;
4. pemanfaatan;
5. pengamanan dan pemeliharaan;
6. penilaian;
7. pemindahtanganan;
8. pemusnahan;
9. penghapusan;
10. penatausahaan;
11. pembinaan, pengawasan dan pengendalian;

PEMBAHASAN

Berikut akan dibahas dengan rinci mengenai siklus pengelolaan barang milik daerah
dan pengelolaan BMN oleh Badan Layanan Umum, BMN berupa Rumah Negara serta
terkait dengan ganti rugi dan sanksi.

A. Perencanaan
Perencanaan Kebutuhan BMN/D disusun dengan memperhatikan kebutuhan
pelaksanaan tugas dan fungsi kementrian/lembaga/Satker. Perencanaan kebutuhan ini
meliputi :
1. Pengadaan
2. Pemeliharaan
3. Pemanfaatan
4. Pemindahtanganan
5. Penghapusan
Perencanaan Kebutuhan BMN disusun dalam RKA setelah memperhatikan ketersediaan
BMN dengan berpedoman pada standar :
 Standar barang : merupakan spesifikasi barang yang ditetapkan sebagai acuan
perhitungan pengadaan barang dalam perencanaan kebutuhan
 Standar kebutuhan : adalah satuan jumlah barang yang dibutuhkan sbg acuan
perhitungan pengadaan dan penggunaan BMN dlm perencanaan kebutuhan
 Standar harga : yakni satuan biaya yg ditetapkan Menteri Keuangan selaku
pengelola fiskal sebagai acuan perhitungan kebutuhan anggaran

B. Pengadaan
Pengadaan secara Elektronik adalah Pengadaan Barang/jasa pemerintah wajib
dilaksanakan secara elektronik dimulai saat Perpres 4/2015 berlaku. Ruang lingkup
pengadaan secara elektronik adalah e-tendering dan e-purchasing yang berarti
penunjukan langsung, pengadaan langsung, kontes, dan sayembara dilaksanakan secara
non elektronik. Terdapat percepatan pelaksanaan e-tendering terkait Vendor
Management System, data penyedia sudah terdapat pada sistem, persaingan hanya
terjadi pada sisi harga karena barang/jasa yang diadakan sudah bersifat jelas dan tegas.
Pada tanggal 6 Desember 2007 dibentuklah LKPP (Lembaga Kebijakan Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah) berdasar Perpres 106/2007 (yang telah dirubah dengan
Perpres 157/2014). LKPP berkedudukan sebagai Lembaga Pemerintah Non Kementrian
dan bertanggungjawab langsung kepada Presiden, yang bertugas mengembangkan dan
merumuskan kebijakan Pengadaan Barang/Jasa. Secara spesifik fungsi dan kewenangan
LKPP adalah penyelenggaraan tata kelola pemerintahan yang baik dalam pengadaan
barang/jasa pemerintah. Dengan berbagai pelayanan yang meliputi : Pengembangan e-
Procurement, Sertifikasi profesi pengadaan, Pelatihan Keahlian Pengadaan, s/d
Pembinaan ULP.
Adapun yang menjadi prinsip dalam pelaksanaan pengadaan adalah :
1. Efisien, artinya setiap pengadaan barang/jasa harus menggunakan dana dan daya
yang terbatas, dalam waktu sesingkat-singkatnya dan dapat
dipertanggungjawabkan untuk mencapai sasaran yang ditetapkan.
2. Efektif, artinya pengadaan barang/jasa harus sesuai dengan kebutuhan yang telah
ditetapkan dan dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya sesuai dengan
sasaran yang ditetapkan.
3. Terbuka dan Bersaing, artinya pengadaan barang/jasa harus terbuka bagi
penyedia barang/jasa yang memenuhi persyaratan dan dilakukan melalui
persaingan yang sehat diantara penyedia barang/jasa yang setara dan memenuhi
syarat/kriteria tertentu berdasarkan ketentun dan prosedur yang
4. Transparan, artinya semua ketentuan dan informasi mengenai pengadaan
barang/jasa harus terbuka bagi peserta penyedia barang/jasa yang berminat serta
bagi masyarakat luas pada umumnya. Jadi semua informasi tentang syarat teknis
administrasi pengadaan, tata cara evaluasi, hasil evaluasi, penetapan calon
penyedia barang/jasa harus dinformasikan secara terbuka.
5. Adil, artinya memberikan perlakuan yang sama bagi semua calon penyedia
barang/jasa dan tidak memberikan keuntungan hanya kepada pihak tertentu saja,
dengan cara dan atau alasan apapun.
6. Akuntabel, artinya pengadaan barang/jasa harus mencapai sasaran baik fisik,
keuangan maupun manfaat bagi kelancaran pelaksanaan tugas umum
pemerintahan dan pelayanan masyarakat sesuai dengan prinsip-prinsip serta
ketentuan yang berlaku dalam pengadaan barang/jasa.

C. Penggunaan

Barang Milik Negara/Daerah, sebelum dilakukan penggunaan , harus dilakukan


dahulu “penetapan”.
Barang Milik Negara
BMN yang telah ditetapkan status peng-gunaannya pada Pengguna Barang dapat di-
gunakan sementara oleh Pengguna Barang lainnya dalam jangka waktu tertentu
g
e
n
a
P
u
tanpa harus mengubah status Penggunaan BMN tersebut setelah terlebih dahulu
mendapatkan persetujuan Pengelola Barang.
BMN dapat dialihkan status penggunaannya dari Pengguna Barang kepada Pengguna
Barang lainnya untuk penyelenggaraan tugas dan fungsi berdasarkan persetujuan
atau inisiatif dari Pengelola Barang.
Barang Milik Daerah
BMD yang telah ditetapkan status peng-gunaannya pada Pengguna Barang dapat
digunakan sementara oleh Pengguna Ba-rang lainnya dalam jangka waktu tertentu
tanpa harus mengubah status Penggunaan BMD tersebut setelah terlebih dahulu
mendapatkan persetujuan Gubernur / Bupati / Walikota.
BMD dapat dialihkan status penggunaannya dari Pengguna Barang kepada Pengguna
Barang lainnya untuk penyelenggaraan tugas dan fungsi berdasarkan persetujuan
atau inisiatif Gubernur/Bupati/Walikota.
Alur yang membedakan penggunaan pada BMN/BMD dapat dilihat pada diagram
alur sebagai berikut:

Gambar Alur Penetapan BMN/D sebelum Digunakan

Penetapan BMN/D dapat dilihat pada alur diagram berikut:


Gambar Alur Penetapan BMN/D

Penggunaan BMN/D oleh Pengguna Barang Lainnya

Pengelola Barang menetapkan BMN dan Gubernur/Bupati/Walikota menetapkan


BMD yang harus diserahkan oleh Pengguna Barang karena tidak digunakan untuk
kepentingan penyelenggaraan tugas dan fungsi Pengguna Barang dan/atau Kuasa
Pengguna Barang dan tidak dimanfaatkan oleh Pihak Lain, dengan memperhatikan:
a. standar kebutuhan tanah dan/atau bangunan untuk menyelenggarakan dan
menunjang tugas dan fungsi instansi bersangkutan;
b. hasil audit atas Penggunaan tanah dan/atau bangunan; dan/atau
c. laporan, data, dan informasi yang diperoleh dari sumber lain.

D. Pemanfaatan
Bentuk-bentuk pemanfaatan barang milik daerah berupa:
1. Sewa, pemanfaatan dengan bentuk sewa tidak akan merubah status kepemilikan
tanah/bangunan. Jangka waktu penyewaan maksimal 5 tahun, tetapi dapat
dilakukan perpanjangan masa sewa.
2. Pinjam Pakai, seperti halnya pemanfaatan dengan bentuk sewa, pemanfaatan
dalam bentuk pinjam pakai juga tidak merubah status kepemilikan. Akan tetapi,
jangka waktunya maksimal 2 tahun, dan dapat dilakukan perpanjangan masa
pinjam pakai.
3. Kerjasama Pemanfaatan, kerjasama pemanfaatan dilakukan untuk
mengoptimalkan daya guna dan hasil guna barang milik daerah serta
meningkatkan penerimaan daerah. Jangka waktunya maksimal 30 tahun, dan
dapat dilakukan perpanjangan kerjasama pemanfaatan. Kerjasama pemanfaatan
barang milik daerah dapat dilaksanakan dalam bentuk :
 Kerjasama pemanfaatan barang milik daerah atas tanah dan/atau
 bangunan yang sudah di serahkan oleh pengguna kepada pengelola;
 Kerjasama pemanfaatan atas sebagian tanah dan/atau bangunan yang
 masih digunakan oleh pengguna
 Kerjasama pemanfaatan atas barang milik daerah selain tanah dan/atau
 bangunan.
4. Bangun Guna Serah dan Bangun Serah Guna, Bangun Guna Serah dan Bangun
Serah Guna barang milik daerah dapat dilaksanakan apabila Pemerintah Daerah
memerlukan bangunan dan fasilitas bagi penyelenggaraan pemerintahan daerah
untuk kepentingan pelayanan umum dalam rangka penyelenggaraan tugas pokok
dan fungsi. Akan tetapi, tanah milik pemerintah daerah telah diserahkan oleh
pengguna kepada Kepala Daerah dan tidak tersedia dana Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah untuk penyediaan bangunan dan fasilitas tersebut.

E. Pengamanan
Kewajiban Pengamanan BMN/D terletak pada:
i. Pengelola Barang
ii. Pengguna Barang dan/atau Kuasa Pengguna Barang
Kedua pihak ini wajib melakukan pengamanan BMN/D yang berada dalam
penguasaannya.
Pengamanan BMN/D terdiri dari 3, yaitu pengamanan Administrasi, Pengamanan Fisik
dan pengamanan Hukum.
Tata cara Pengamanan Administrasi
• Bukti kepemilikan BMN/D wajib disimpan dengan tertib dan aman
• Penyimpanan bukti kepemilikan BMN berupa tanah dan/atau bangunan
dilakukan oleh Pengelola Barang
• Penyimpanan bukti kepemilikan BMN selain tanah dan/atau bangunan
dilakukan oleh Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang
• Penyimpanan bukti kepemilikan BMD dilakukan oleh Pengelola Barang

Tata cara Pengamanan Fisik


Pengamanan secara Fisik BMN/D dilakukan melalui kebijakan Asuransi. Bentuk
pengamanan ini baru ditemukan di peraturan pengelolaan BMN/D terbaru. Penyempurnaan
ini bermaksud untuk mengakomodasi maraknya pengamanan aset melalui kebijakan asuransi
atau pertanggungan. Pengamanan BMN/D harus mempertimbangkan kemampuan keuangan
Negara.
Alur pengamanan fisik BMN/D dapat dilihat pada alur diagram berikut:

Gambar Alur Pengamanan Fisik pada BMN/D

Tata Cara Penegakan Hukum

Penegakan hukum pada BMN/D terbagi atas empat hal, sebagai berikut:
1. BMN/D berupa Tanah, maka pengamanannya adalah Sertifikat atas nama
Pemerintah Republik Indonesia/Pemerintah Daerah yang bersangkutan.
2. BMN/D berupa Bangunan, maka pengamanannya adalah Bukti kepemilikan atas
nama Pemerintah Republik Indonesia/Pemerintah Daerah
yang bersangkutan
3. BMN selain tanah/bangunan, maka pengamanannya adalah Bukti Kepemilikan
atas nama Pengguna Barang
4. BMD selain tanah/bangunan, maka pengamanannya adalah Bukti Kepemilikan
atas nama Pemerintah Daerah yang bersangkutan.

F. PEMELIHARAN
Poin penting dalam tahapan Pemeliharaan BMN/D adalah sebagai berikut:
• Pengelola Barang, Pengguna Barang, atau Kuasa Pengguna Barang bertanggung
jawab atas pemeliharaan BMN/D yang berada di bawah penguasaannya.
• Pemeliharaan berpedoman pada Daftar Kebutuhan Pemeliharaan Barang.
• Biaya pemeliharaan BMN/D dibebankan pada APBN/D.
• Dalam hal Barang Milik Negara/Daerah dilakukan Pemanfaatan dengan Pihak
Lain, biaya pemeliharaan menjadi tanggung jawab sepenuhnya dari penyewa,
peminjam, mitra Kerja Sama Pemanfaatan, mitra Bangun Guna Serah/Bangun Serah
Guna, atau mitra Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur
G. Penilaian BMN/D

 Penilaian Barang Milik Negara/Daerah dilakukan dalam rangka penyusunan


neraca Pemerintah Pusat/Daerah, Pemanfaatan, atau Pemindahtanganan, kecuali
dalam hal untuk:
a. Pemanfaatan dalam bentuk Pinjam Pakai; atau
b. Pemindahtanganan dalam bentuk Hibah.
 Penetapan nilai Barang Milik Negara/Daerah dalam rangka penyusunan neraca
Pemerintah Pusat/Daerah dilakukan dengan berpedoman pada Standar
Akuntansi Pemerintahan (SAP).
 Penilaian BMN/D dilaksanakan untuk mendapatkan nilai wajar sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan

TATA CARA PENILAIAN


Tata cara penilaian pada BMN/D baik berupa tanah dan bangunan maupun yang
tidak berupa tanah dan bangunan dapat dilihat pada alur diagram berikut:

Gambar Alur Penilaian pada BMN/D berupa tanah dan bangunan

Gambar Alur Penilaian BMN/D selain Tanah dan Bangunan


H. PEMINDAHTANGANAN
Pemindahtanganan adalah pengalihan kepemilikan Barang Milik Daerah sebagai
tindak lanjut dari penghapusan dengan cara dijual, dipertukarkan, dihibahkan atau
disertakan sebagai modal Pemerintah. Pemindahtanganan BMN/D harus mendapatkan
persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) atau Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (DPRD), kecuali untuk BMN/D selain tanah dan/atau bangunan yang nilainya
kurang dari seratus miliar rupiah untuk BMN dan kurang dari lima miliar rupiah untuk
BMD.
Pemindahtanganan Barang Milik Negara / Daerah berupa Tanah dan/atau
Bangunan yang tidak memerlukan persetujuan DPRD apabila:1
a) Sudah tidak sesuai dengan tata ruang wilayah atau penataan kota;
b) Harus dihapuskan karena anggaran untuk bangunan pengganti sudah disediakan
dalam dokumen penganggaran;
c) Diperuntukkan bagi pegawai negeri;
d) Diperuntukkan bagi kepentingan umum;
e) Dikuasai negara berdasarkan keputusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap dan/atau berdasarkan ketentuan perundang-undangan, yang
jika status kepemilikannya dipertahankan tidak layak secara ekonomis.
Pemindahtanganan BMN/D dapat dilakukan melalui beberapa cara, yaitu:
1. Penjualan
Penjualan adalah pengalihan kepemilikan BMN/D kepada pihak lain dengan
menerima penggantian dalam bentuk uang. Penjualan BMN/D dilaksanakan dengan
pertimbangan: a) untuk optimalisasi Barang Milik Negara/Daerah yang berlebih atau
tidak digunakan/dimanfaatkan; b) secara ekonomis lebih menguntungkan bagi
negara/ daerah apabila dijual; dan/atau c) sebagai pelaksanaan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Penjualan dilakukan secara lelang, kecuali
a) BMN/D yang bersifat khusus, yaitu barang-barang yang diatur secara khusus
sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundangan, misalnya Rumah Negara
golongan III yang dijual kepada penghuni;
b) BMN lainnya yang ditetapkan lebih lanjut oleh Pengelola Barang; atau
c) BMD lainnya yang ditetapkan lebih lanjut oleh Gubernur/Bupati/Walikota.
Hasil penjualan wajib disetor seluruhnya ke Kas Umum Negara/Kas Umum Daerah
sebagai penerimaan negara/daerah.
2. Tukar Menukar
Tukar Menukar adalah pengalihan kepemilikan BMN/D yang dilakukan antara
Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah, antar Pemerintah Daerah, atau antara
Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah dengan pihak lain, dengan menerima
penggantian utama dalam bentuk barang, paling sedikit dengan nilai seimbang.
Tukar menukar BMN/D dilaksanakan dengan pertimbangan:
a) untuk memenuhi kebutuhan operasional penyelenggaraan pemerintahan;
b) untuk optimalisasi BMN/D; dan
1
c) tidak tersedia dana dalam APBN/D.
3. Hibah
Hibah adalah pengalihan kepemilikan barang dari Pemerintah Pusat kepada
Pemerintah Daerah, dari Pemerintah Daerah kepada Pemerintah Pusat, antar
Pemerintah Daerah, atau dari Pemerintah Pusat/ Pemerintah Daerah kepada Pihak
Lain, tanpa memperoleh penggantian. Hibah BMN/D dilaksanakan dengan
pertimbangan untuk kepentingan sosial, budaya, keagamaan, kemanusiaan,
pendidikan yang bersifat non komersial, dan penyelenggaraan pemerintahan
negara/ daerah. Syarat hibah adalah:
a) bukan merupakan barang rahasia negara;
b) bukan merupakan barang yang menguasai hajat hidup orang banyak; dan
c) tidak diperlukan dalam penyelenggaraan tugas dan fungsi dan penyelenggaraan
pemerintahan negara/daerah.
4. Penyertaan Modal Pemerintah
Penyertaan Modal Pemerintah Pusat/Daerah adalah pengalihan kepemilikan BMN/D
yang semula merupakan kekayaan yang tidak dipisahkan menjadi kekayaan yang
dipisahkan untuk diperhitungkan sebagai modal/saham negara atau daerah pada
badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, atau badan hukum lainnya yang
dimiliki negara. Penyertaan modal ini dilakukan dalam rangka pendirian,
memperbaiki struktur permodalan dan/atau meningkatkan kapasitas usaha
BUMN/D atau badan hukum lainnya yang dimiliki negara sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan. Penyertaan modal ini dilaksanakan dengan
pertimbangan:
a) BMN/D yang dari awal pengadaannya sesuai dokumen penganggaran
diperuntukkan bagi BUMN/D atau badan hukum lainnya yang dimiliki negara
dalam rangka penugasan pemerintah; atau
b) BMN/D lebih optimal apabila dikelola oleh BUMN/D atau badan hukum lainnya
yang dimiliki negara, baik yang sudah ada maupun yang akan dibentuk.

I. PEMUSNAHAN
Pemusnahan adalah tindakan memusnahkan fisik dan/atau kegunaan BMN/D
yang dapat dilakukan dengan cara dibakar, dihancurkan, ditimbun, dan ditenggelamkan
atau cara lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pemusnahan
BMN/D dilakukan dalam hal:
a) BMN/D tidak dapat digunakan, tidak dapat dimanfaatkan, dan/atau tidak dapat
dipindahtangankan; atau
b) Terdapat alasan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pemusnahan dilakukan dengan cara dibakar, dihancurkan, ditimbun, ditenggelamkan
atau cara lain sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
Pemusnahan BMN dilaksanakan oleh Pengguna Barang setelah mendapat
persetujuan Pengelola Barang. Sedangkan pemusnahan BMD dilakukan oleh Pengguna
Barang setelah mendapat persetujuan Gubernur/Bupati/Walikota. Pelaksanaan
pemusnahan tersebut kemudian dituangkan dalam berita acara dan dilaporkan kepada:
1) Pengelola Barang, untuk BMN; atau
2) Gubernur/Bupati/Walikota, untuk BMD.

J. PENGHAPUSAN
Penghapusan adalah tindakan menghapus BMN/D dari daftar barang dengan
menerbitkan keputusan dari pejabat yang berwenang untuk membebaskan Pengelola
Barang, Pengguna Barang, dan/atau Kuasa Pengguna Barang dari tanggung jawab
administrasi dan fisik atas barang yang berada dalam penguasaannya.

Ruang lingkup penghapusan BMN/D meliputi


a) Penghapusan dari Daftar Barang Pengguna dan/atau Daftar Barang Kuasa Pengguna
Penghapusan dilakukan dalam hal BMN/D sudah tidak berada dalam penguasaan
Pengguna Barang dan/atau Kuasa Pengguna Barang. Penghapusan dilakukan dengan
menerbitkan keputusan penghapusan dari: Pengguna Barang setelah mendapat
persetujuan dari Pengelola Barang, untuk BMN; atau Pengelola Barang setelah
mendapat persetujuan Gubernur/Bupati/Walikota, untuk BMD. Ketentuan
persetujuan tersebut tidak diperlukan apabila BMN/D yang dihapuskan karena
pengalihan status penggunaan BMD, pemindahtanganan; atau pemusnahan.
Pelaksanaan penghapusan BMN dilaporkan kepada Pengelola Barang, sedangkan
penghapusan BMD dilaporkan kepada Gubernur/Bupati/Walikota.
Khusus untuk BMD berupa barang persediaan, Gubernur/Bupati/Walikota dapat
mendelegasikan persetujuan penghapusan kepada Pengelola Barang.
b) Penghapusan dari Daftar BMN/D
Penghapusan dilakukan dalam hal BMN/D tersebut sudah beralih kepemilikannya,
terjadi pemusnahan, atau karena sebab lain. Yang dimaksud dengan “beralihnya
kepemilikan” antara lain karena atas BMN/D dimaksud telah terjadi
pemindahtanganan atau dalam rangka menjalankan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap dan sudah tidak ada upaya hukum lainnya.
Sedangkan yang dimaksud dengan “karena sebab lain” antara lain karena hilang,
kecurian, terbakar, susut, menguap, dan mencair.
Penghapusan dilakukan:
a) berdasarkan keputusan dan/atau laporan Penghapusan dari Pengguna Barang, untuk
BMN/D yang berada pada Pengguna Barang;
b) berdasarkan keputusan Pengelola Barang, untuk BMN yang berada pada Pengelola
Barang; atau
c) berdasarkan keputusan Gubernur/Bupati/Walikota, untuk BMD yang berada pada
Pengelola Barang.
K. PENATAUSAHAAN
Penatausahaan adalah rangkaian kegiatan yg meliputi pembukuan, inventarisasi, &
pelaporan Barang Milik Negara / Daerah sesuai dengan ketentuan Peraturan
Perundang-undangan. Jadi ruang lingkup penatausahaan terdiri atas :
a) Pembukuan
Pengelola Barang melakukan pendaftaran & pencatatan BMN/D yg berada di bawah
penguasaannya ke dalam Daftar Barang Pengelola menurut penggolongan dan
kodefikasi barang, menghimpun Daftar Barang Pengguna/ Daftar Barang Kuasan
Pengguna, dan menyusun Daftar BMN/D. Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang
melakukan pendaftaran dan pencatatan BMN/D ke dalam Daftar Barang Pengguna/
Daftar Barang Kuasa Pengguna menurut penggolongan & kodefikasi barang.
b) Inventarisasi
Inventarisasi merupakan kegiatan untuk melakukan pendataan, pencatatan, dan
pelaporan hasil pendataan Barang Milik Negara/Daerah untuk mengetahui jumlah
dan nilai serta kondisi BMN yang sebenarnya. Pengguna Barang melakukan
inventarisasi BMN/D minimal 5 tahun sekali (sensus barang). Untuk Persediaan &
Konstruksi dalam Pengerjaan diinventarisir (melalui opname fisik) setiap tahun oleh
Pengguna Barang dan wajib menyampaikan laporan hasil inventarisasi kepada
pengelola barang paling lambat 3 bulan setelah selesai melakukan inventarisasi.
Pengelola Barang melakukan inventarisasi BMN/D berupa tanah & bangunan yg
berada dalam penguasaannya minimal 5 tahun sekali
c) Pelaporan
Pelaporan adalah kegiatan penyampaian data dan informasi hasil kegiatan
pembukuan dan inventarisasi. Kuasa Pengguna Barang menyusun Laporan Barang
Kuasa Pengguna Semesteran (LBKPS) dan Laporan Barang Kuasa Pengguna Tahunan
(LBKPT) sebagai bahan untuk menyusun neraca satuan kerja untuk disampaikan ke
Pengguna Barang.
Pengguna Barang menghimpun LBKPS & LBKPT lalu menyusun Laporan Barang
Pengguna Semesteran (LBPS) dan Laporan Barang Pengguna Tahunan (LBPT) yg
digunakan sbg bahan untuk menyusun neraca K/L/SKPD untuk disampaikan ke
Pengelola Barang.
Pengelola Barang menyusun Laporan Barang Pengelola Semesteran & Tahunan,
menghimpun LBPS dan LBPT serta Laporan Barang Pengelola lalu menyusun
Laporan Barang Milik Negara/Daerah yang digunakan sebagai bahan untuk
menyusun Neraca Pemerintah Pusat/Daerah.
L. PEMBINAAN, PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN
Pembinaan merupakan kegiatan berupa pemberian pedoman, bimbingan,
pelatihan, dan supervise yang dilakukan oleh Menteri Keuangan dan Menteri Dalam
Negeri. Menteri Keuangan melakukan pembinaan pengelolaan BMN, menetapkan
kebijakan umum pengelolaan BMN/D dan menetapkan kebijakan teknis pengelolaan
BMN. Menteri Dalam Negeri melakukan pembinaan pengelolaan BMD dan menetapkan
kebijakan teknis pengelolaan BMD.
Pengawasan dan pengendalian dilaksanakan oleh:
a) Pengguna Barang melalui pemantauan dan penertiban thd penggunaan,
pemanfaatan, pemindahtanganan, penatausahaan, pemeliharaan, & pengamanan
BMN/D yg berada di bawah penguasaannya. Pelaksanaan pemantauan dan
penertiban pada kantor/satuan kerja dilaksanakan oleh Kuasa Pengguna Barang.
Pengguna Barang dan Kuasa Pengguna Barang dapat meminta pengawas fungsional
untuk melakukan audit tindak lanjut hasil pemantauan dan penertiban tersebut.
Hasil audit oleh pengawas fungsional Barang ditindaklanjuti secara administratif dan
proses hukum oleh Pengguna Barang dan Kuasa Pengguna sesuai ketentuan
perundang-undangan.
b) Pengelola Barang melakukan pemantauan dan investigasi atas pelaksanaan
penggunaan, pemanfaatan dan pemindahtanganan BMN/D dalam rangka penertiban
penggunaan, pemanfaatan, & pemindahtanganan BMN/D sesuai ketentuan yang
berlaku. Pengelola Barang dapat meminta aparat pengawas fungsional untuk
melakukan audit atas pelaksanaan penggunaan, pemanfaatan, & pemindahtanganan
BMN/D. Hasil audit tersebut disampaikan kepada Pengelola Barang untuk
ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA OLEH BADAN LAYANAN UMUM


BMN/D yang digunakan oleh Badan Layanan Umum/Badan Layanan Umum Daerah
merupakan kekayaan negara/daerah yang tidak dipisahkan untuk menyelenggarakan
kegiatan Badan Layanan Umum/Badan Layanan Umum Daerah yang bersangkutan.
Seluruh penerimaan dari pengelolaan BMN/D selain yang dikelola dan/atau
dimanfaatkan sepenuhnya untuk menyelenggarakan tugas dan fungsi kegiatan Badan
Layanan Umum/Badan Layanan Umum Daerah yang bersangkutan wajib disetorkan ke
Kas Umum Negara/Daerah sebagai penerimaan negara/daerah.
Pengelolaan BMN/D yang digunakan oleh BLU mengikuti ketentuan yang diatur
dalam PP 27/2014, kecuali terhadap barang yang dikelola dan/atau dimanfaatkan
sepenuhnya untuk menyelenggarakan kegiatan pelayanan umum sesuai dengan tugas
dan fungsi Badan Layanan Umum/Badan Layanan Umum Daerah, diatur tersendiri
dalam Peraturan Pemerintah tentang Badan Layanan Umum dan peraturan
pelaksanaannya. Pengelola Barang dapat membentuk Badan Layanan Umum dan/atau
menggunakan jasa Pihak Lain dalam pelaksanaan Pemanfaatan dan Pemindahtanganan
Barang Milik Negara.

BARANG MILIK NEGARA/DAERAH BERUPA RUMAH NEGARA


Rumah Negara merupakan BMN yang diperuntukkan sebagai tempat tinggal atau
hunian dan sarana pembinaan serta menunjang pelaksanaan tugas pejabat negara
dan/atau pegawai negeri. Pengelolaan BMN berupa Rumah Negara dilaksanakan oleh
Pengelola Barang, Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang, atau Pengguna
Barang/Kuasa Pengguna Barang rumah negara golongan III dengan memperhatikan
ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai Rumah Negara. Pengelolaan BMD
berupa Rumah Negara dilaksanakan oleh Gubernur/Bupati/Walikota dengan
memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai Rumah Negara.

GANTI RUGI DAN SANKSI


Setiap kerugian Negara/daerah akibat kelalaian, penyalahgunaan atau pelanggaran
hukum atas pengelolaan BMN/D diselesaikan melalui tuntutan ganti rugi sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan dimana setiap pihak yang mengakibatkan
kerugian Negara/ daerah dapat dikenakan sanksi administratif dan/atau sanksi pidana
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

KESIMPULAN
1. Seiring dengan optimalisasi pengelolaan BMN/D yang semakin berkembang dan
kompleks, maka Pengelola BMN tidak hanya cukup melaksanakan tugas sebagai
asset administrator semata, tetapi juga melaksanakan tugas sebagai asset manager
dengan berdasarkan pada penggunaan prinsip-prinsip dalam pengelolaan BMN,
yaitu efisiensi, akuntanbilitas, fungsional, transparansi, kepastian
nilai dan kepastian hukum.
2. PP 27 / 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/ Daerah sebagai pengganti
PP  38 / 2008  jo. PP 6 / 2006 diterbitkan untuk memenuhi perkembangan
kebutuhan
dan praktik di bidang pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah dan mendorong
investasi di bidang infrastuktur.
3. Regulasi terhadap pengelolaan BMN/D bertujuan untuk memastikan pengelolaan
BMN/D di Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah telah berjalan
baik dan memenuhi prinsip tertib administrasi, tertib hukum, dan tertib fisik.
Meskipun pembaharuan peraturan telah dilakukan dalam menghadapi
kompleksitas pengelolaan BMN/D, sebuah sistem yang baik juga harus didukung
dengan kompetensi Sumber Daya Manusia yang baik.

REFERENSI

Peraturan :
 PP Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah
 Permendagri No. 17 tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang
Milik Daerah
 Permenkeu 50/PMK.06/2014 tentang Penghapusan BMN
 Permenkeu 120/PMK.06/2007 tentang Penatausahaan BMN
 Permenkeu 244/PMK.06/2012 tentang Tata Cara Pelaksanaan, Pengawasan dan
Pengendalian BMN/D.

Modul : Pokok-Pokok Pengelolaan Barang Milik Daerah


Penulis: Oktavia Ester Pangaribuan dan Sumini Widyaiswara Muda Pusdiklat Kekayaan
Negara dan Perimbangan Keuangan, 2010

Internet
https://www.academia.edu/11353359/PENGHAPUSAN_DAN_PEMINDAHTANGANAN_
BARANG_MILIK_DAERAH diakses tanggal 11 Desember 2015

Anda mungkin juga menyukai