Anda di halaman 1dari 31

Makalah Keperawatan Gerontik II

Intervensi Gizi Pada Lansia dengan Gagal Ginjal Kronis (GGK)

Oleh :

Kelompok 12

Ni Kadek Marwati (C1117064)

I Dewa Gede Agung Widiantara (C1117065)

Kelas VII B

Program Studi S1 Keperawatan


Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Bina Usada Bali
2020
KATA PENGANTAR

            Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat dan rahmat-Nya makalah Keperawatan Gerontik II ini dapat terselesaikan.
Dalam penulisan makalah ini kami berusaha menyajikan bahan dan bahasa  yang
sederhana sehingga mudah dicerna isinya oleh pembaca.
            Kami menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dan kekeliruan dalam
penulisan makalah ini. Maka dari itu, kami berharap adanya masukan dari
berbagai pihak untuk perbaikan dimasa yang akan mendatang.
            Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat dan dipergunakan
dengan layak sebagaimana mestinya.

Mangupura, 13 Agustus 2020

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................i

DAFTAR ISI.................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang................................................................................

1.2 Rumusan Masalah...........................................................................

1.3 Tujuan.............................................................................................

1.4 Manfaat...........................................................................................

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Konsep Gizi....................................................................................

2.1.1 Defini Gizi............................................................................

2.1.2 Pengelompokkan Zat Gizi....................................................

2.2 Pengaruh Penuaan Terhadap Gizi Lansia....................................3

2.3 Konsep Penyakit..........................................................................3

2.3.1 Definisi..................................................................................

2.3.2 Klasifikasi.............................................................................

2.3.3 Epidemiologi ........................................................................

2.3.4 Etiologi..................................................................................

2.3.5 Patofisiologi .........................................................................

2.3.6 Gejala Klinis.........................................................................

2.3.7 Pemeriksaan Penunjang........................................................


2.3.8 Terapi / Penanganan .............................................................

2.4 Penatalaksanaan Gizi......................................................................

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan.....................................................................................

3.2 Saran...............................................................................................

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Lanjut usia adalah bagian dari proses tumbuh kembang, dimana merupakan
puncak dari rentang kehidupan manusia melalui adanya penuaan yang muncul
secara alami pada setiap individu (Dewi & Rhosma,2014). Seiring bertambahnya
usia, lansia dapat mengalami berbagai macam perubahan dan penurunan fungsi
tubuh. Perubahan yang dialami oleh lansia sebagai akibat dari proses penuaan
adalah adanya perubahan fisik yaitu pada sistem integument , respirasi,
kardiovaskuler , pencernaan , musculoskeletal, neurologis, sensori, urinaria,
endokrin imunitas dan reproduksi , perubahan psikologis, maupun perubahan ada
psikososial yang akan menimbulkan masalah baru pada lansia . (Maryam, 2012).
Penurunan yang dialami disertai penyakit lain akan mengakibatkan keadaan lansia
semakin parah, salah satu masalah yang dialami lansia pada sistem urinaria yaitu
inkontensia urine dan terjadi penyakit gagal ginjal kronis dimana ginjal sudah
tidak dapat berfungsi dengan baik.

Angka prevalensi gagal ginjal kronis meningkat akhir-akhir ini terutama


pada populasi lanjut usia. Data menunjukkan bahwa saat program pengobatan
penderita gagal ginjal tahap akhir (ESRD) didirikan pada tahun 1973 banyak
populasi yang datang dari kalangan pemuda, orang sehat, berpendidikan, dan
memliki motivasi yang tinggi. Berbeda pada empat dekade setelahnya dimana
populasi berumur > 60 tahun justru banyak datang untuk mengikuti program
terapi tersebut. Negara berkembang bahkan negara maju sekalipun seperti
Amerika Serikat mengalami kenaikan prevalensi pada populasi usia lanjut
mengenai kejadian gagal ginjal kronik . Menurut data WHO 2018 , gagal ginjal
kronis pada lansia mengalami peningkatan setiap tahunnya, orang lanjut usia ,
dimulai dari 60 tahun paling berisiko mengidap gagal ginjal kronis, prevalensi
gagal ginjal kronis meningkat seiring meningkatnya jumlah penduduk usia lanjut
dan kejadian penyakit hipertensi serta diabetes mellitus. Gagal ginjal kronis
merupakan penyebab kematian peringkat ke-27 di dunia

Gagal ginjal kronis merupakan gangguan fungsi ginjal yang progresif dan
irreversible yang menyebabkan kemampuan tubuh gagal mempertahankan
metabolisme dan keseimbangan cairan maupun elektrolit, sehingga timbul gejala
uremia yaitu retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah .
(Smeltzer,2011). Penyakit ginjal menyebabkan terjadinya gangguan pembuangan
kelebihan zat gizi yang diperoleh dari makanan .

Penatalaksanaan gagal ginjal kronis pada lansia yaitu dengan tindakan


medis dan tindakan non medis, tindakan medis yang dilakukan , dengan
melakukan terapi pengganti fungsi ginjal sebagai bagian dari pengobatan pasien
gagal ginjal kronis dalam upaya mempertahankan kualitas hidup yang optimal
terdiri dari dialisis peritoneal dan hemodialisis (HD). Sedangkan tindakan non
medis yaitu dengan penatalaksanaan Intervensi gizi lansia dengan gagal ginjal
kronis . Intervensi gizi adalah suatu tindakan yang terencana yang ditujukan
untuk merubah perilaku gizi, kondisi lingkungan, atau aspek status kesehatan
individu. Diet intervensi pada lansia penderita gagal ginjal kronis meliputi
pengaturan asupan protein, energi, phosphate, sodium, potassium, kalsium,
pengaturan intake cairan, vitamin dan mineral. Gizi memiliki peranan penting
dalam proses penuaan yang berkaitan dengan penurunan resiko morbiditas dan
mortalitas (Haryati & Nisa,2015)

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana konsep dari gizi?
2. Bagaimana pengaruh penuaan terhadap gizi lansia?
3. Bagaimana konsep penyakit gagal ginjal kronis pada lansia?
4. Apa penatalaksanaan gizi pada lansia dengan gagal ginjal kronis?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui konsep gizi
2. Untuk mengetahui pengaruh penuaan terhadap gizi lansia
3. Untuk mengetahui konsep penyakit gagal ginjal kronis pada lansia
4. Untuk mengetahui Penatalaksanaan gizi pada lansia dengan gagal ginjal
kronis

1.4 Manfaat
1. Memahami tentang konsep gizi
2. Memahami tentang pengaruh penuaan terhadap gizi lansia
3. Memberikan informasi tentang pengertian, etiologi, epidemiologi,
klasifikasi, patofisiologi, komplikasi gagal ginjal kronis pada lansia
4. Sebagai salah satu referensi mengenai penatalaksanaan gizi pada lansia
dengan gagal ginjal kronis
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Konsep Gizi

2.1.1 Definisi

Gizi merupakan berasal dari bahasa arab ghidza yang berarti


makanan atau nutrition . Makanan atau nutrition merupakan rangkaian
proses secara organik makanan yang dicerna oleh tubuh untuk
memenuhi kebutuhan pertumbuhan dan fungsi normal organ, serta
mempertahankan kehidupan seseorang (Dwi , Siti & Isnaeni ,2019)

Gizi merupakan suatu proses organisme menggunkan makanan


yang dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi,
transportasi, penyimpanan , metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang
tidak digunakan , untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan
fungsi normal dari organ-organ , serta menghasilkan energy
(Almatsier,2011)

2.1.2 Pengelompokkan Zat Gizi

Berdasarkan jumlah yang dibutuhkan oleh tubuh, zat gizi dibagi


menjadi dua kelompok, yaitu zat gizi makro dan zat gizi mikro (Dwi ,
Siti & Isnaeni ,2019).

1. Zat Gizi Makro

Zat gizi yang diperlukan tubuh dalam jumlah banyak. Zat


gizi ini digunakan untuk membentuk dan memelihara jaringan
tubuh, sebagai sumber tenaga agar bisa beraktivitas, dan sebagai
zat pengatur sistem di dalam tubuh. Jenis zat gizi makro, manfaat
dan sumbernya yaitu:
a. Karbohidrat

Menghasilkan energi bagi tubuh (sumber 50-70% dari total


energi yang dibutuhkan). Karbohidrat dibagi menjadi dua yaitu
karbohidrat sederhana yang terdiri dari monosakarida, dan
disakarida serta karbohidrat kompleks . Sumber karbohidrat
banyak terdapat di makanan pokok seperti beras, kentang,
jagung, singkong, dan lain-lain.

b. Protein

Penyusun bagian tubuh sebanyak 1/5 bagian,membangun


dan memelihara jaringan tubuh, berperan sebagai pembentukan
antibodi atau zat kekebalan tubuh. Protein juga dapat membantu
keseimbangan kadar air dalam tubuh. Berdasarkan sumbernya,
protein dikelompokkan ke dalam protein hewani dan protein
nabati. Protein hewani sebagain besar terdapat di daging-
dagingan seperti ikan segar, telur, daging ayam, daging sapi,
susu, keju, dan lain-lain. Protein nabati banyak terdapat di
kacang-kacangan seperti kedelai, kacang hijau, tempe, tahu, dan
oncom.

c. Lemak

Sebagai bahan bakar, pemberi kelezetan dan rasa kenyang ,


membantu pengangkatan dan absorpsi, melindungi organ
penting seperti jantung, ginjal. Lemak juga memelihara suhu
tubuh dan sumber asam lemak penting (omega 3, omega 6,
DHA) yang membantu proses pembentukan sel saraf balita
maupun janin di masa kehamilan. Sumbernya terdapat di
minyak tumbuh-tumbuhan (minyak kelapa, kelapa sawit, kacang
tanah, kacang kedelai, jagung, dan sebagainya), mentega,
margarin, daging ayam dan daging sapi.

2. Zat Gizi Mikro


Zat gizi yang dibutuhkan tubuh dalam jumlah sedikit.
Meskipun cuma sedikit, zat gizi mikro sangat penting untuk
membantu mengatur berbagai fungsi tubuh. Zat gizi mikro terdiri
dari vitamin mineral dan air :

a. Vitamin

Senyawa organic yang tersusun dari karbon, hydrogen, oksigen dan


nitrogen, vitamin dibagi menjadi dua yaitu, vitamin yang larut
dalam lemak dan vitamin yang larut dalam air :

a) Vitamin yang larut dalam lemak

1. Vitamin A: termasuk vitamin larut dalam lemak. Vitamin A


penting untuk pertumbuhan, terutama kesehatan kulit, mata,
dan menjaga daya tahan tubuh. Sumber makanan vitamin A
yaitu hati, kuning telur, sayuran berwarna hijau tua seperti
daun singkong, serta sayuran dan buah-buahan yang
berwarna kuning-jingga.

2. Vitamin D: Jenis vitamin larut lemak yang membantu


penyerapan kalsium, penting untuk pembentukan dan
pemeliharaan tulang yang kuat. Makanan sumber vitamin D
yaitu kuning telur, hati, mentega, susu, keju, ikan, dan
minyak hati-ikan.

3. Vitamin E : Jenis vitamin larut lemak yang sebagai


antioksida, memelihara integritas membrane sel dalam fungsi
structural. Makanan sumber vitamin E yaitu tauge, tomat, hati
telur, minyak gandum atau jagung

4. Vitamin K : jenis vitamin larut lemak yang berperan dalam


proses pembekuan darah, sumber makanan vitamin K : hati,
sayuran daun yang berwarna hijau ( kacang buncis, kol),
susu, daging, telur.
b) Vitamin yang larut dalam air

1. Vitamin B: termasuk vitamin larut air. Ada banyak jenis


vitamin B yaitu, vitamin B1, B2, B3, B6, dan B12. Kumpulan
vitamin B disebut dengan vitamin B kompleks. Vitamin B
kompleks penting untuk mencegah penyakit beri-beri,
memproduksi sel-sel darah merah, serta dapat membantu
mengubah karbohidrat, protein, dan lemak menjadi energi.
Makanan sumber vitamin B yaitu susu, telur, ikan, keju,
daging, kecambah, gandum, serealia, kacang-kacangan,
kentang, pisang, sayuran berwarna hijau, dan sebagainya.

2. Vitamin C: termasuk vitamin larut air yang berfungsi


membantu penyerapan kalsium, mencegah infeksi, membantu
penyembuhan penyakit, meningkatkan daya tahan tubuh, dan
mencegah kanker serta penyakit jantung. Makanan sumber
vitamin C antara lain terdapat pada sayur dan buah terutama
yang berasa asam seperti jeruk, nenas, rambutan, dan
sebagainya.

b. Mineral

Merupakan kompenen utama tubuh atau penyusun


kerangka tulang, gigi dan otot yang berperan dalam metabolism
tubuh , mineral dibagi menjadi dua yaitu mineral makro dan
mineral mikro. Mineral makro terdiri dari klor, natrium,
magnesium, fosfor, kalsium, kalium,dan sulfur. Mineral mikro
terdiridari tembaga, besi, seng, iodiun, kobalt, flour, molibden,
mangan, selenium, krom

c. Air

Merupakan pelarut dan pengangkut gizi, pengatur suhu,


katalisator dalam reaksi biologic, fasilitator pertumbuhan, peredam
benturan organ-organ tubuh, Cairan tubuh laki-laki lebih banyak
dari perempuan karena kandunga otot lebih banyak .

2.2 Pengaruh Penuaaan Terhadap Gizi Lansia

Seiring bertambahnya usia atau proses menua terjadi perubahan yang tak
terhindarkan yaitu penurunan fungsi tubuh. Perubahan fisiologis ini memengaruhi
status gizi pada lansia. Akibat yang timbul adalah hilangnya sel-sel yang
berdampak dalam bentuk penurunan efisiensi dan gangguan fungsi organ .
Dengan demikian menua ditandai dengan kehilangan secara progresif lean body
mass (jaringan aktif tubuh) dan perubahan-perubahan di semua system di dalam
tubuh manusia ( Ebersole, 2017),

Komposisi tubuh lansia cenderung kehilangan tulang dan otot dan


menambah lemak tubuh. Banyak dari perubahan ini terjadi karena beberapa
hormon yang mengatur nafsu makan dan metabolisme menjadi kurang aktif
seiring bertambahnya usia. Gizi memilki peranan penting dalam proses penuaan
yang berkaitan dengan penurunan resiko morbiditas dan mortalitas. Gangguan gizi
yang dapat muncul pada usia lanjut dapat berbentuk gizi kurang maupun gizi
lebih. Gangguan ini dapat menyebabkan munculnya penyakit atau terjadi sebagi
akibat adanya penyakit tertentu. Pengaruh penuaan terhadap gizi lansia (Dewi &
Rhosma,2014)yaitu :

a) Alat indera

Indera pengecap, pencium dan penglihatan menurun yang akan secara


langsung dan tak langsung mempengaruhi nafsu makan dan asuapan
makanan. Papila pengecap mulai mengalami atrofi pada usia 50 tahun, dari
jumlah 245 pada anak menjadi hanya 88 pada usia 74-85 tahun. Terjadi
penurunan sensitifitas terhadap rasa manis dan asin. Selain itu muncul
glossodyna atau nyeri pada lidah.

b) Saluran cerna/digestif

Terjadi perubahan-perubahan pada kemampuan disgesti dan


absorbsi yang terjadi sebagai akibat hilangnya opioid endogen dan efek
berlebihan dari kolesistokin. Akibat yang muncul adalah anoreksia.
Penyakit periodonsia dan gigi palsu yang tidak tepat akan makin
memberikan rasa sakit dan tak nyaman saat mengunyah. Selain itu sekresi
ludah juga menurun hingga terjadi gangguan pengunyahan dan penelanan.
Hipoklorhidria yang terjadi oleh karena berkurangnya sel-sel parietal
mukosa lambung akan mengakibatkan penurunan absorpsi kalsium dan
non-hem-iron.Terjadi pula overgrowth bakteri yang akan menurunkan
bioavailability B12, malabsorbsi lemak, fungsi asam empedu yang
menurun dan diare. Selain itu terjadi penurunan motilitas usus, hiungga
terjadi konstipasi.

c) Metabolisme

Pada lansia dapat terjadi penurunan toleransi glukosa yang akan


mengakibatkan kenaikan glukosa di dalam plasma sekitar 1,5 mg/dl untuk
tiap dekade umur. Hal ini terjadi mungkin karena penurunan produksi
insulin atau karena respon jaringan terhadp insulin yng menurun.
Metabolisma basal (BM) menurun sekitar 20% antara usia 30-90 tahun.
Hal ini terjadi karena berkurangnya lean body mass pada lansia.

d) Ginjal

Fungsi ginjal menurun sekitar 50 % antara usia 30-80 tahun.


Reaksi respon asam basa terhadap perubahan-perubahan metabolik
melambat. Pembuangan sisa-sia metabolisma protein dan elektolit yang
harus dilakukan ginjal akan merupakan beban tersendiri.

e) Fungsi jaringan

Pada usia sekitar 75 tahun, maka presentasenya fungsi jaringan


yang tertinggal adalah 82 % untuk cairan/air tubuh, 56% glomerulus, 63 %
serat syaraf, 36 % taste buds dan 56 % berat otak.

2.3 Konsep Penyakit Gagal Ginjal Kronis


2.1.1 Definisi

Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD)


merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible
dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme
dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi
urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Smeltzer,2011)
Gagal ginjal kronis merupakan kegagalan fungsi ginjal (unit
nefron) yang berlangsung pelahan-lahan karena penyebab berlangsung
lama dan menetap yang mengakibatkan penumpukan sisa metabolit
(toksik uremik) sehingga ginjal tidak dapat memenuhi kebutuhan biasa
lagi dan menimbulkan gejala sakit . Penyakit gagal ginjal lebih sering
dialami mereka yang berusia dewasa, terlebih pada kaum lanjut usia,
perubahan pada fungsi ginjal seiring dengan penuaan meningkatkan
kerentanan lansia untuk mengalami gangguan fungsi dan gagal ginjal.
(Pura dkk,2017)
Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagal ginjal yang
progresif dan lambat, biasanya berlangsung beberapa tahun( Brunner &
Suddarth, 2016)
2.1.2 Klasifikasi

Gagal ginjal kronis selalu berkaitan dengan penurunan progresif


GFR (Glomerulo Filtration Rate). Stadium-stadium gagal ginjal kronis
didasarkan pada tingkat GFR yang tersisa. dan mencakup ( Brunner &
Suddarth, 2016):
1. Penurunan cadangan ginjal, yang terjadi apabila GFR turun 50% dari
normal. Insufisiensi ginjal, yang terjadi apabila GFR turun menjadi
20-35% dari normal. Nefron-nefron yang tersisa sangat rentan
mengalami kerusakan sendiri karena beratnya beban yang mereka
terima.

2. Gagal ginjal, yang terjadi apabila GFR kurang dari 20% normal.
Semakin banyak nefron yang mati.
3. Penyakit ginjal stadium-akhir, yang terjadi apabila GFR menjadi
kurang dari 5% dari normal. Hanya sedikit nefron fungsional yang
tersisa. Di seluruh ginjal ditemukan jaringan parut dan atrofi tubulus.

Klasifikasi gagal ginjal kronis berdasarkan derajat (stage) LFG


(Laju Filtrasi Glomerolus) dimana nilai normalnya adalah 125
ml/min/1,73 m2. Berikut adalah klasifikasinya:
Tabel.1 Klasifikasi gagal ginjal kronis
Derajat Penjelasan LFG (ml/mn/1,73 m2)
GGK
1 Kerusakan ginjal dengan > 90
LFG ↑ atau normal
2 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ 60 – 89
atau ringan
3 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ 30 – 59
atau sedang
4 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ 15 – 29
atau berat
5 Gagal ginjal < 15 atau dialisis

2.1.3 Epidemiologi

Angka prevalensi gagal ginjal kronis meningkat akhir-akhir ini


terutama pada populasi lanjut usia. Data menunjukkan bahwa saat
program pengobatan penderita gagal ginjal tahap akhir (ESRD)
didirikan pada tahun 1973 banyak populasi yang datang dari kalangan
pemuda, orang sehat, berpendidikan, dan memliki motivasi yang
tinggi. Berbeda pada empat dekade setelahnya dimana populasi
berumur > 60 tahun justru banyak datang untuk mengikuti program
terapi tersebut. Negara berkembang bahkan negara maju sekalipun
seperti Amerika Serikat mengalami kenaikan prevalensi pada populasi
usia lanjut mengenai kejadian gagal ginjal kronik (Hagita dkk,2016)
Organisasi yang menaungi masalah ginjal di Inggris melaporkan 100
dari satu juta penderita penyakit ginjal kronis (CKD) memerlukan
terapi pengganti ginjal dan meningkat jumlahnya sekitar 4% setiap
tahunnya . Indonesia sendiri belum memiliki sistem registri yang
lengkap di bidang penyakit ginjal, namun di Indonesia diperkirakan
100 per sejuta penduduk atau sekitar 20.000 kasus baru dalam
setahun. Sekarang ditemukan > 300.000 pasien menderita penyakit
ginjal kronik di negara Amerika Serikat. Di negara negara
berkembang lainnya, insiden ini diperkirakan sekitar 40 - 60 kasus
perjuta penduduk per tahunnya. Selain itu mahalnya tindakan
hemodialisis masih merupakan masalah besar dan diluar jangkauan
sistem kesehatan ( Pura, dkk, 2017)

2.1.4 Etiologi

Etiologi dari gagal ginjal kronis sebagai berikut (Muhith&Siyoto,2016):


1. Penurunan fungsi ginjal mulai terjadi pada saat seseorang mulai
memasuki usia 30 tahun dan pada 60 tahun fungsi ginjal menurun
sampai 50% yang diakibatkan karena berkurangnya jumlah nefron
dan tidak adanya kemampuan untuk regenerasi. Pada lansia banyak
fungsi yang mengalami kemunduran, contohnya laju filtrasi,
ekskresi, dan reabsorbsi oleh ginjal sehingga merupakan
predisposisi untuk penyebab terjadinya gagal ginjal
2. Selain itu, pada lansia terjadi penurunan beberapa fungsi tubuh
secara fungsional misalnya fungsi jantung, pembuluh darah, serta
paru-paru yang menyebabkan penurunan aliran darah dan oksigen
ke ginjal sehingga merupakan predisposisi untuk penyebab
terjadinya gagal ginjal.
3. Kejadian penyakit seperti kekakuan pembuluh darah, hipertensi,
gagal jantung, dan diabetes meningkat seiring dengan
bertambahnya usia, menyebabkan lansia rentan terhadap penyakit
ginjal yang diakibatkannya.
4. Infeksi misalnya pielonefritis kronik, glomerulonefritis.
5. Penyakit vaskuler hipertensif misalnya nefrosklerosis benigna,
nefrosklerosis maligna, stenosis arteria renalis.
6. Penyakit metabolik misalnya DM, gout, hiperparatiroidisme,
amiloidosis.
7. Nefropati toksik misalnya penyalahgunaan analgesik, nefropati
timbal.
8. Nefropati obstruktif misalnya saluran kemih bagian atas: kalkuli
neoplasma, fibrosis netroperitoneal. Saluran kemih bagian bawah:
hipertropi prostat, striktur uretra, anomali kongenital pada leher
kandung kemih dan uretra.
9. Terdapat batu pada saluran kencing yang menyebabkan
hidrolityasis.

2.1.5 Patofisiologi

Patofisiologi gagal ginjal kronis tergantung dari etiologi


diagnosisnya, pada awalnya keseimbangan cairan dan sisa-sisa
metabolisme masih bergantung pada ginjal yang sakit, hingga fungsi
ginjal menurun kurang dari 25%. Mulai muncul manifestasi klinis gagal
ginjal kronis namun kecil, hal ini dikarenakan nefron-nefron yang sehat
mengambil alih fungsi nefron yang rusak. Akibat dari nefron yang
rusak laju filtrasi, reabsorbsi dan sekresinya mengalami peningkatan
serta hipertrofi. Seiring dengan bertambahnya nefron yang mati, maka
nefron yang masih sehat menghadapi tugas yang semakin berat.
Akibatnya nefron-nefron tersebut mengalami kerusakan dan akhirnya
mati. Seiring dengan semakin parahnya penyusutan dari nefron, maka
terjadinya pembentukan jaringan parut dan penurunan aliran darah ke
ginjal (Corwin,2011)
Selanjutnya gagal ginjal masuk ke tahap insufisiensi ginjal.
Sisa-sisa metabolisme mulai terakumulasi dalam darah dan akan
mengakibatkan tertimbunnya produk buangan di dalam darah yang
tidak dapat dikeluarkan oleh ginjal. Hal ini dapat mengganggu kerja
dari sistem tubuh lainnya . Sistem kerja tubuh yang terganggu akibat
gagal ginjal meliputi sistem gastrointestinal, integumen, hematologi,
saraf dan otot, kardiovaskuler serta endokrin. Pasien Gagal ginjal
kronis sering mengalami manifestasi klinis yang disebabkan oleh
penyakit primer (diabetes mellitus) dan efek patologis intrinsik uremia
(Corwin,2011)
Dari urutan kejadian tersebut dapat menimbulkan tanda-
tanda gejala dan komplikasi pada seluruh sistem tubuh. Akibat
semakin banyaknya sisa-sisa metabolisme yang tidak dapat
dikeluarkan oleh ginjal, maka gejala akan semakin berat. Pasien akan
merasa kesulitan menjalani aktivitas sehari-hari dan berdampak pada
kualitas hidup pasien (Corwin,2011)

2.1.6 Gejala klinis

Gejala gagal ginjal kronis disebabkan penurunan fungsi


ginjal secara perlahan. Pada tahap awal, gejala belum dapat terasa
dengan jelas karena penurunan fungsi ginjal masih dapat ditoleransi
oleh tubuh. Gejala lebih parah mulai terasa jelas saat penununan fungsi
ginjal sudah memasuki tahap lanjut. ( Brunner & Suddarth, 2016)
Gejala tersebut antara lain:
1. Mual.

2. Muntah.

3. Kehilangan nafsu makan.

4. Kulit gatal yang berkepanjangan.

5. Penurunan berat badan atau malah meningkat akibat penumpukan


cairan.

6. Lebih sering ingin buang air kecil, terutama di malam hari atau bila
tahap lebih lanjut lagi urine semakin sedikit.

7. Terdapat darah dalam urine.

8. Edema atau pembengkakan pada mata kaki, tungkai, atau tangan


akibat penumpukan cairan.
9. Nyeri dada, terutama jika ada penumpukan cairan pada jaringan
jantung.

10. Sesak napas, jika ada penumpukan cairan di paru-paru.

11. Tekanan darah tinggi yang sulit dikendalikan.

12. Gangguan tidur atau insomnia.

13. Kram dan kejang otot.

14. Pucat.

15. Pusing.

16. Disfungsi ereksi pada pria.

17.Gejala-gejala ini biasanya muncul saat penurunan fungsi ginjal


sudah mencapai tahap akhir.

2.1.7 Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang berhubungan dengan assessment biokimia


pasien sebagai penunjang diagnosis gizi yang akan digunakan, antara
lain (Tanto,2014) :
1. Pemeriksaan Laboratorium

1) Pemeriksaan darah lengkap : ureum meningkat, kreatinin


serum meningkat

2) Pemeriksaan elektrolit : hyperkalemia,


hipokalsemia,hipermagnesemia

3) Pemeriksaan kadar glukosa darah, profil lipid :


hiperkolesterolemia, hipertrigliserida , LDL meningkat

4) Analisis gas darah : asidosis metabolic (pH menurun, HCO 3


menurun)

2. Ultrasonografi
Menunjukkan adanya massa, obstruksi pada saluran perkemihan
bagian atas

3. EKG
Mungkin abnormal yang menunjukan ketidakseimbangan
elektrolit dan asam atau basa.
2.1.8 Terapi / Penanganan
Terdapat dua tahap dalam pengobatan gagal ginjal kronis yaitu terapi
nonfarmakologis dan farmakologis ( Brunner & Suddarth, 2016) :
1. Terapi nonfarmakologis terdiri dari:

1) Pengaturan asupan protein

2) Pengaturan asupan kalori: 35 Kal/kg BB ideal/hari

3) Pengaturan asupan lemak: 30-40% dari kalori total dan


mengandung jumlah yang sama antara asam lemak bebas
jenuh dan tidak jenuh

4) Pengaturan asupan karbohidrat: 50-60% dari kalori total

5) Pengaturan asupan garam dan mineral

6) Pengaturan asam folat pasien hemodialisa: 5 mg

7) Air dengan jumlah urine 24 jam + 500 ml (insensible water


loss). Terapi peritoneal dialisis jumlah air disesuaikan dengan
jumlah dialisat yang keluar.

2. Terapi farmakologis terdiri dari:

1) Mengontrol tekanan darah

2) Mengontrol gula darah untuk pasien GGK disertai dengan


penyakit diabetes mellitus. Hindari memakai metforminim dan
obat-obatan sulfonylurea dengan masa kerja yang panjang.
3) Mengontrol target hemoglobin 10-12 g/dl untuk mencegah
anemia

4) Mengontrol hiperfosfatemi: kalsium karbonat atau kalsium


asetat

5) Mengontrol osteodistrol renal: kalsitriol

6) Mengkoreksi asidosis metabolik dengan target HCO3 20-22


mEq/l

7) Mengkoreksi hiperkalemia

8) Mengontrol dislipidemia dengan target Low Density


Lipoprotein (LDL) < 100 mg/dl, dianjurkan golongan statin

9) Terapi pengganti ginjal. Terapi pengganti ginjal dilakukan


pada pasien GGK stadium lima, berupa hemodialisa

2.1.9 Komplikasi

Komplikasi dapat dialami oleh pasien dengan gagal ginjal


kronis, diantaranya adalah anemia, kelainan tulang dan keseimbangan
mineral, inflamasi dan dyslipidemia sebagai berikut ( Brunner &
Suddarth, 2016) :
1. Anemia

Anemia didefinisikan sebagai penurunan satu atau lebih


parameter sel darah merah yang meliputi: hemoglobin, hematokrit,
atau red blood cell count. Anemia normositik normokromis
biasanya menyertai gagal ginjal kronis yang progresif. Anemia
pada pasien gagal ginjal kronis dapat disebabkan oleh berbagai
mekanisme (defisiensi besi, defisiensi asam folat, defisiensi
vitamin B12, perdarahan gastrointestinal, hiperparatiroidisme, dan
inflamasi sistemik), namun pada umumnya disebabkan oleh
insufisiensi dari produksi hormon Erithropoietin (EPO). EPO
berfungsi merangsang pembentukan sel darah merah (eritrosit).

2. Gangguan mineral dan tulang

Peningkatan serum fosfor merupakan faktor resiko


mortalitas dan luaran kardiovaskular pada pasien gagal ginjal
kronis tahap terminal. Peningkatan fosfor dalam darah
berhubungan dengan meningkatnya resiko kardiovaskular karena
meningkatkan resiko kalsifikasi vaskular dan hipertrofi ventrikel
kiri pada pasien gagal ginjal kronis tahap akhir. Seiring dengan
penurunan fungsi ginjal, terjadi penurunan secara progresif
kemampuan tubuh dalam menjaga keseimbangan mineral dan
turnover tulang berkurang (Andhia, 2013)

3. Gangguan kardiovaskular

Salah satu komplikasi yang paling ditakutkan pada Gagal


Ginjal Kronis adalah Penyakit Jantung Koroner. Dua faktor yang
dianggap memiliki kontribusi dalam terbentuknya atheroma pada
pasien gagal ginjal kronik adalah inflamasi dan kalsifikasi dinding
pembuluh darah

4. Gangguan sistem saraf dan gangguan tidur

Pada pasien gagal ginjal kronis dapat terjadi gangguan


sistem saraf pusat (SSP) maupun perifer. Pada pasien dengan
gangguan SSP sangat penting untuk mempertimbangkan kerusakan
struktural dan gangguan akibat dari kadar ureum. Pada sistem saraf
tepi, seringkali terjadi neuropati uremikum yang biasanya
mengenai ekstremitas bawah dan ditandai dengan kelainan distal
simetris yang dapat berupa polineuropati sensoris dan motoris.
Biasanya pasien mengalami kesulitan tidur terlepas dari masalah
psikologis. Gangguan dapat berupa kesulitan memulai tidur dan
sering terbangun saat tidur tanpa sebab yang jelas.
5. Malnutrisi

Lansia dengan gagal ginjal kronis mengalami kekurangan gizi, hal


ini disebabkan adanya gejala gastrointestinal berupa anoreksia,
mual dan muntah, disamping itu proses hemodialisa dapat
menyebabkan kekurangan energi akibat proses dialysis.

2.4 Penatalaksanaan Gizi Lansia Dengan Gagal Ginjal Kronis

2.4.1 Penatalaksanaan Gizi

Penatalaksanaan gizi adalah suatu tindakan yang terencana


yang ditujukan untuk merubah perilaku gizi, kondisi lingkungan, atau
aspek status kesehatan individu. Diet intervensi pada lansia penderita
gagal ginjal kronis meliputi pengaturan asupan protein, energi,
phosphate, sodium, potassium, kalsium, pengaturan intake cairan,
vitamin dan mineral. Asupan nutrisi tergantung dari stadium gagal
ginjal kronis dan pada pasien yang menjalani dialisis tergantung dari
jenis dialisis yang dijalani. Sebelum memberi terapi diet harus
dilakukan penilaian status gizi terlebih dahulu.
Penilaian status gizi pada pasien gagal ginjal kronis tidak
dapat menggunakan satu parameter saja, tetapi meliputi beberapa
parameter seperti antropometri, biokimia, klinis, food recall dan
malnutrition inflammation score (MIS). Indikator malnutrisi adalah:
SGA (B) dan (C), albumin serum <3,8 g/dl, kreatinin serum < 10 mg/dl,
IMT <20 kg/m2, kolesterol <147 mg/dl, prealbumin serum < 30
mg/dl.5 (Dwi , Zulaekah & Isnaeni,2019)

2.4.2 Tujuan Diet:


a. Mencapai dan mempertahankan status gizi optimal dengan
memperhitungkan sisa fungsi ginjal, agar tidak memberatkan
kerja ginjal
b. Mencegah dan menurunkan kadar ureum darah yang tinggi
c. Mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit.
d. Mencegah dan mengurangi progresivitas gagal ginjal, dengan
memperlambat turunnya laju filtrasi glomerulus. (Dwi ,
Zulaekah & Isnaeni,2019)

2.4.2 Syarat-syarat Diet Gagal Ginjal Kronik adalah (Dwi , Zulaekah


& Isnaeni,2019) :
1. Energi cukup, yaitu energi 30 kkal/kg untuk usia < 60 tahun
dan 35 kkal/kg untuk usia ≥ 60 tahun (Cornelia, dkk 2016).
2. Protein rendah, yaitu 0,6 – 1,5 g/kgBB. Sebagian harus bernilai
biologik tinggi.
3. Lemak cukup, yaitu 20 – 30 % dari kebutuhan energi total.
Diutamakan lemak tidak jenuh ganda
4. Karbohidrat cukup, yaitu kebutuhan energi total dikurangi
jumlah energi yang diperoleh dari protein dan lemak.
5. Natrium dibatasi apabila ada hipertensi, edema, asites, oliguria,
atau anuria. Banyaknya natrium yang diberikan antara 1 – 3 g.
6. Kalium dibatasi (40 – 70 mEq) apabila ada hiperkalemia
(kalium darah > 5,5 mEq), oliguria, atau anuria.
7. Cairan dibatasi, yaitu sebanyak jumlah urin sehari ditambah
pengeluaran cairan melalui keringat dan pernafasan (± 500
ml).
8. Vitamin cukup, bila perlu diberikan tambahan suplemen asam
folat, vitamin B6, C, dan D.
2.4.3 Diet Intervensi Gagal Ginjal Kronis (Dwi , Zulaekah & Isnaeni,2019)
Ada tiga jenis diet yang diberikan menurut berat badan pasien,
yaitu:
a) Diet Protein Rendah I : 30 g protein. Diberikan pada pasien dengan
berat badan 50 kg.
b) Diet Protein Rendah II : 35 g protein. Diberikan pada pasien
dengan berat badan 60 kg.
c) Diet Protein Rendah III : 40 g protein. Diberikan pada pasien
dengan berat badan 65 kg.

Kebutuhan gizi pasien penyakit ginjal kronik sangat


tergantung pada keadaan dan berat badan perorangan, maka jumlah
protein yang diberikan dapat lebih tinggi atau lebih rendah daripada
standar. Mutu protein dapat ditingkatkan dengan memberikan asam
amino essensial murni.

2.4.4. Cara mengatur diet pada gagal ginjal kronik,


a) Makanan diberikan porsi kecil, padat kalori dan sering, misal 6x
sehari.
b) Pilih makanan sumber protein hewani sesuai jumlah yang telah
ditentukan.
c) Cairan lebih baik dibuat dalam bentuk minuman.
d) Masakan lebih baik dibuat tidak berkuah, seperti ditumis,
dipanggang, dikukus atau dibakar.
e) Bila harus membatasi garam, gunakanlah lebih banyak bumbu
seperti gula, asam dan bumbu dapur lainnya untuk menambah rasa
( lengkuas, kunyit, daun salam, dll ) (Dwi , Zulaekah & Isnaeni,
2019)

2.4.5 Hal yang perlu diperhatikan pada gagal ginjal kronik


Sirup, madu, permen, sangat baik sebagai penambah energi,
tetapi tidak diberikan dekat dengan waktu makan karena dapat
mengurangi nafsu makan. Bila ada edema (bengkak di kaki), tekanan
darah tinggi, perlu mengurangi garam dan menghindari bahan makanan
sumber natrium lainnya, seperti soda, kaldu instan, ikan asin, telur asin,
makanan yang diawetkan. Jumlah cairan yang masuk harus seimbang
dengan cairan yang keluar (urin). Karena cairan yang berlebihan akan
membebani kerja ginjal yang fungsinya sudah berkurang (Dwi ,
Zulaekah & Isnaeni,2019)

Tabel. 2 Pola Konsumsi Makanan Bagi Lansia Dengan Gagal ginjal Kronis
(Almatsier,2011)

Waktu Bahan Makanan Berat URT


Pagi  Beras  75 gram  1 gls tim
 Telur  50 gram  1 butir
 Maizena  20 gram  4 sdm
 Sayuran  50 gram  ¾ gls
 Gula pasir  20 gram  2 sdm
 Minyak  10 gram  1 sdm
 Tepung terigu  10 gram  2 sdm
 Susu  10 gram  2 sdm
Jam  Maizena  10 gram  2 sdm
10.00  Gula pasir  20 gram  2 sdm
 Minyak  10 gram  1 sdm
 Beras  75 gram  1 gls tim
 Daging  25 gram  1 potong
kecil
 Telur  25 gram  ½ butir
Siang  Sayuran  75 gram  ¾ gelas
 Buah  100 gram  1potong pepaya
 1 sdm
 Minyak  10 gram  1 sdm
 Gula pasir  20 gram
Jam  Maizena  10 gram  1 sdm
16.00  Gula pasir  20 gram  1 sdm
 Minyak  10 gram  1 sdm
Sore  Beras  75 gram  1 gls tim
 Daging  25 gram  1potongkecil
 Telur  25 gram  ½ butir
 Sayuran  75 gram  ¾ gls
 Buah  100 gram  1potongpepa
 Minyak  10 gram ya
 Gula pasir  10 gram  1 sdm
 1 sdm

Jam  Tepung terigu  20 gram  4 sdm


21.00  Susu  20 gram  4 sdm
 Gula pasir  20 gram  4 sdm

Tabel 3. Bahan Makanan yang dianjurkan dan tidak Dianjurkan Untuk Lansia
dengan Gagal Ginjal Kronis (Muhith & Siyoto,2016)

Sumber Makanan Dianjurkan Tidak dianjurkan / dibatasi


1. Karbohidrat
 Sederhana : Gula, selai, sirup, Kompleks :
permen, madu untuk Nasi, jagung, kentang,
menambah energy macaroni/pasta , ubi talas
(suplemen) Agar agar, Jelly (dibatasi)

2. Protein  Hewani :
Daging kambing,
ayam,ikan,hati,keju,uda
ng, telur ( dibatasi)
 Nabati :
Kacang-kacangan dan
hasil olahannya seperti
tempe, tahu, oncom,
kacang merah, kacang
tolo, kacang hijau,
kacang kedelai
(dihindari)

Lemak Minyak jagung, Minyak kelapa, santan


minyak kacang tanah , kental, mentega dan lemak
minyak kelapa, minyak hewan
kedelai, minyak kelapa
sawit, dan margarin
rendah garam,
Mineral dan Air Bahan Makanan  Sayuran tinggi kalium :
sayuran dan buah Bayam, buncis,
dianjurkan semua peterseli,daun papaya
sayuran dan buah muda (dibatasi)
kecuali untuk pasien  Buah tinggi kalium :
dengan hyperkalemia, Apel, alpukat, jeruk,
dibatasi sayurandan pisang (dibatasi)
buah tinggi kalium

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Lanjut usia adalah bagian dari proses tumbuh kembang, dimana
merupakan puncak dari rentang kehidupan manusia melalui adanya penuaan yang
muncul secara alami pada setiap individu (Bagus & Indah , 2018). Seiring
bertambahnya usia, lansia dapat mengalami berbagai macam perubahan dan
penurunan fungsi tubuh. Perubahan yang dialami oleh lansia sebagai akibat dari
proses penuaan adalah adanya perubahan fisik yaitu pada sistem integument ,
respirasi, kardiovaskuler , pencernaan , musculoskeletal, neurologis, sensori,
urinaria, endokrin imunitas dan reproduksi , perubahan psikologis, maupun
perubahan ada psikososial yang akan menimbulkan masalah baru pada lansia.

Gagal ginjal kronis merupakan salah satu penyakit yang diderita oleh
lansia baik karena factor internal maupun factor eksternal dan akan
mempengaruhi masalah gizi pada lansia karena pengobatan yang dijalani maupun
karena dari proses penuaan yang dialami dan salah satu penalataksanaannya yaitu
intervensi gizi, dengan diet. Diet intervensi pada lansia penderita gagal ginjal
kronis meliputi pengaturan asupan protein, energi, phosphate, sodium, potassium,
kalsium, pengaturan intake cairan, vitamin dan mineral. Gizi memiliki peranan
penting dalam proses penuaan yang berkaitan dengan penurunan resiko
morbiditas dan mortalitas.

3.2 Saran

Disarankan supaya setiap lansia selalu memperhatikan kesehatannya,


salah satunya dengan cara melaksanakan intervensi gizi dalam proses penuaan
yang berkaitan dengan penurunan resiko morbiditas dan mortalitas, sehingga saat
sakit, lansia masih bisa menjalani aktivitas sehari-hari dan dapat meningkatkan
kualitas hidup lansia.

Daftar Pustaka

Dewi , Sofia Rhosma . 2014 . Buku Ajar Keperawatan Gerontik .Edisi 1.


Yogyakarta : CV Budi Utama
Muhith. Abdul, Sandu Siyoto.2016 . Pendidikan Keperawatan Gerontik . Edisi 1
Yogyakarta : CV Andi Offset

Dwi . Sarbini , Siti . Zulaekah, Farida Nur Isnaeni. 2019. Gizi Geriatri. Surakarta :
Muhammadiyah University Press

Maryam, R.Siti & dkk .2012. Mengenal Lanjut Usia dan Perawatannya.Jakarta :
Salemba Medika

Haryati,I.A.,Nisa.K .2015. Terapi Konservatif Dan Terapi Pengganti Ginjal


Sebagai Penatalaksana Pada Gagal Ginjal Kronik.Majority Vol 4 No 7

Pura, L., Supriyadi, R., Nugraha G. I., dkk .2017. Hubungan Laju Filtrasi
Glomerulus Dengan Status Nutrisi Pada Penderita Penyakit Ginjal
Kronik Predialisis. Jurnal MKB Volume 41, No. 1 Oktober 2013, ISSN
2338-6223

Smeltzer, S. C., Bare, B. G., Hinkle, J, L., & Cheever, K. H. (2011). textbook of
medical surgical nursing. (12 th edition ed.). Philadelpia: Lippincott.
Williams & Wilkins.

Almatsier, S. (2011). Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia

World Health Organitation WHO ,2018, Prevalensi Chronic Kidney Disease

Elizabeth.J.Corwin.2011.Buku Saku Fisiologi Corwin. Jakarta :Aditya Media

Hagita, Dwi; dkk. (2016). Studi Fenomenologi Kualitas Hidup Pasien Gagal
Ginjal Kronis yang Menjalani Hemodialisis di Rsud Arifin Achmad Pekanbaru.
JOM.2(2):1034-1036.

Ebersole, P., Hess,P., Touhy,T.,Jett,K. (2017). Gerontological nursing &health


aging.2nded. St. Louis, Missouri: Mosby, Inc.

Tanto, C. (2014). kapita selekta kedokteran: edisi 4 jilid 1. jakarta: media


aesculapius.
Brunner, & Suddarth. (2016). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai