Anda di halaman 1dari 11

5

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pupuk Kompos
Kompos adalah bahan-bahan organik yang telah mengalami proses
pelapukan karena adanya interaksi antara mikroorganisme (bakteri pembusuk)
yang bekerja di dalamnya. Kompos dialam terbuka bisa terjadi dengan
sendirinya lewat proses alamiah, namun proses tersebut berlangsung lama
sekali dapat mencapai bertahun-tahun. Kebutuhan akan tanah subur padahal
sudah semakin mendesa, oleh karenanya proses tersebut perlu dipercepat
dengan bantuan manusia. Dengan cara yang baik, proses mempercepat
pembuatan kompos berlangsung wajar sehingga diperoleh kompos yang
berkualitas baik (Murbandono, 2010).
Stardec bukannya kompos, melainkan pemacu atau starter mikroba
pengomposan khususnya kotoran ternak. Stardec ini diproduksi dari isolasi
mikrobia rumen ( lambung pecernaan pertama sapi) dan tanah hutan yang
diperkaya dengan rhizosphere dalam serta akar rumput Graminae. Stardec ini
dapat digunakan untuk mempercepat pengomposan, proses pengomposan
yang biasa berlangsung 3-4 bulan dapat dipercepat menjadi 3-4 minggu.
Bahan utama dalam pembuatan kompos ini biasanya berupa kotoran ternak
(Murbandono, 2010).
Bagi tanaman, pupuk sama seperti makanan pada manusia. Oleh
tanaman, pupuk digunakan untuk tumbuh, hidup, dan berkembang. Jika dalam
makanan manusia dikenal ada istilah gizi, maka dalam pupuk dikenal dengan
nama zat atau unsur hara. Kandungan hara dalam tanaman berbeda – beda,
tergantung pada jenis hara, jenis tanaman, kesuburan tanah atau jenisnya, dan
pengelolaan tanaman (Rosmarkam, 2002).
Penggunaan pupuk kimia secara terus menerus menyebabkan peranan
pupuk kimia tersebut menjadi tidak efektif. Kurang efektifnya peranan pupuk
kimia dikarenakan tanah pertanian yang sudah jenuh oleh residu sisa bahan
kimia. Pemakaian pupuk kimia secara berlebihan dapat menyebabkan residu
yang berasal dari zat pembawa (carier) pupuk nitrogen tertinggal dalam tanah
sehingga akan menurunkan kualitas dan kuantitas hasil pertanian. pemakaian

5
6

pupuk kimia yang terus menerus menyebabkan ekosistem biologi tanah


menjadi tidak seimbang, sehingga tujuan pemupukan untuk mencukupkan
unsur hara di dalam tanah tidak tercapai. Potensi genetis tanaman pun tidak
dapat dicapai mendekati maksimal (Sutanto, 2006).
Pupuk organik merupakan hasil dekomposisi bahan-bahan organik yang
diurai (dirombak) oleh mikroba, yang hasil akhirnya dapat menyediakan unsur
hara yang dibutuhkan tanaman untuk pertumbuhan dan perkembangan
tanaman. Pupuk organik sangat penting artinya sebagai penyangga sifat fisik,
kimia, dan biologi tanah sehingga dapat meningkatkan efisiensi pupuk dan
produktivitas lahan. Penggunaan pupuk organik padat dan cair pada sistem
pertanian organik sangat dianjurkan. Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa
pemakaian pupuk organik juga dapat memberi pertumbuhan dan hasil tanaman
yang baik (Rahmatika , 2010).
Pupuk kimia adalah zat substansi kandungan hara yang dibutuhkan oleh
tanaman. Akan tetapi, seharusnya unsur hara yang dibutuhkan tersebut
tersedia secara alami di dalam tanah melalui siklus hara tanah. Siklus hara
tersebut seperti tanaman yang telah mati dimakan hewan herbivora, kotoran
atau sisa tumbuhan tersebut diuraikan oleh organisme tanah seperti bakteri,
jamur, mesofauna, cacing, dan lainnya. Penggunaan pupuk kimia yang
berlebihan akan memutuskan siklus hara tanah tersebut dan dapat mematikan
organisme tanah. Efek lain dari pengunaan pupuk kimia juga dapat
mengurangi dan menekan pupolasi organisme tanah yang sangat bermanfaat
bagi tanah dan tanaman (Erianto, 2009).
Dalam mengatasi dampak negatif dari penggunaan pupuk kimia, perlu
dilakukan pengaplikasian pupuk organik. Pupuk organik merupakan salah satu
bahan yang penting dalam upaya memperbaiki kesuburan tanah.
Penggunaannya masih sering dikombinasikan dengan pupuk anorganik atau
pupuk kimia. Penggunaan pupuk organik secara terus-menerus dalam rentan
waktu yang lama akan menjadikan kualitas tanah lebih baik
(Musnamar, 2003).
7

Pupuk anorganik memiliki beberapa keuntungan yaitu pemberiannya


dapat terukur dengan tepat, kebutuhan hara tanaman dapat terpenuhi dengan
perbandingan yang tepat, dan tersedia dalam jumlah yang cukup. Sedangkan
kelemahan dari pupuk anorganik yaitu hanya memiliki unsur hara makro.
Pemakaian yang berlebihan dapat merusak tanah bila tidak diimbangi dengan
pupuk kandang atau kompos, dan pemberian yang berlebihan dapat membuat
tanaman mati (Lingga dan Marsono, 2011).

B. Pengolahan Pupuk Kandang Menjadi Kompos


Satu sapi dewasa dapat menghasilkan 23,59 kg kotoran tiap harinya.
Pupuk organik yang berasal dari kotoran ternak dapat menghasilkan beberapa
unsur hara yang sangat dibutuhkan tanaman, dan dapat mempercepat proses
perbaikan tanah. Selain menghasilkan unsur hara makro, pupuk organik juga
menghasilkan sejumlah unsur hara mikro, seperti Fe, Zn, Bo, Mn, Cu, dan
Mo. Jadi dapat dikatakan bahwa, pupuk kandang ini dapat dianggap sebagai
pupuk alternatife untuk mempertahankan produksi tanaman
(Rahayu et al., 2009).
Pembuatan kompos ada berbagai cara, tetapi semua cara tersebut
mempunyai konsep dasar yang sama. Konsep dasar ini dapat juga disebut
pembuatan kompos secara umum sehingga cara pembuatan ini perlu diketahui
agar dalam memodifikasi cara pembuatan kompos tidak terjadi kesalahan.
Dalam pembuatan kompos, waktu yang diperlukan umumnya sekitar 3-4
bulan. Namun, waktu ini dapat dipercepat menjadi 4-6 minggu dengan
diberinya tambahan atau aktivator bagi bakteri pengurai. Tahapan pembuatan
kompos dimulai dengan persiapan, baik bahan maupun tempatnya. Setelah itu
penyusunan tumpukan kompos, pemantauan suhu dan kelembapan tumpukan,
pembalikan dan penyiraman, pematangan, pengayakan kompos, pengemasan
dan penyimpanan (Indriani, 2001).
Beberapa pengolahan pupuk organik telah banyak dilakukan, namun
pada prinsipnya melalui proses dekomposisi dan melibatkan aktivitas
mikrobiologis pada kondisi yang terkontrol. Menurut BPTP (2000) proses
8

pembuatan pupuk kompos dari kotoran ternak dapat dijelaskan sebagai


berikut,

Feses
Kandang

Penampungan

Feses Segar
Alat :
Cangkul, sekop, ember, sabit

Penurunan Kadar Air

Kapur dan bakteri


Starter atau Feses
Stardec

Pengadukan

Pengomposan
Ketinggian 1,5 meter secara
Penumpukan berlapis-lapis. Pembalikan
dan atau aerasi dilakukan setiap 2
pembalikan hari sekali

Pupuk Memiliki warna coklat


Kompos kehitaman, bau kotoran
hilang, tekstur tanah remah,
Pengepakan bahan penyusun lembut,
kondisi lembab baik dan bau
seperti tanah.
Pemasaran

Gambar 1. Tahapan proses pembuatan pupuk kompos


9

Proses pemgomposan akan segera berlangsung setelah bahan-bahan


mentah tercampur. Proses pengomposan secara sederhana dapat dibagi
menjadi dua tahap, yaitu aktif dan tahap pematangan. Selama tahap-tahap
awal proses, oksigen dan senyawa-senyawa yang mudah terdegradasi akan
segera dimanfaatkan oleh mikroba mesofilik. Suhu tumpukan kompos akan
meningkat dengan cepat. Suhu akan tetap tinggi selama waktu tertentu. Pada
saat ini akan terjadi dekomposisi/peguraian bahan organik yang sangat aktif.
Mikroba-mikroba di dalam kompos dengan menggunakan oksigen akan
menguraikan bahan-bahan organik menjadi CO 2 uap air dan panas. Setelah
sebagian besar bahan telah terurai, maka suhu akan berangsur-angsur
mengalami penurunan. Pada saat ini terjadi pematangan kompos tiingkat
lanjut, yaitu pembentukan komplek liat humus. Selama proses pengomposan
akan terjadi penyusutan volume mapun biomassa bahan. Penyusutan ini
dapat mencapai 30-40% dari volume/bobot awal bahan (Isroi, 2007).
Pengomposan aerob dalam sistem ini kurang lebih ⅔ unsur karbon (C)
menguap menjadi ( CO 2 ) dan sisanya ⅓ bagian bereaksi dengan nitrogen
dalam sel hidup. Selama proses pengomposan aerob tidak timbul bau busuk.
Selama proses pengomposan berlangsung akan terjadi reaksi eksotermik
sehingga timbul panas akibat pelepasan energi. Kenaikan temperature dalam
timbunan bahan organik menghasilkan yang menguntungkan mikroorganisme
termofilik. Akan tetapi, apabila temperature melampaui 65°C–70°C, kegiatan
mikroorganisme akan menurun karena kematian organisme akibat panas yang
tinggi (Sutanto, 2002).
Temperatur merupakan indicator yang penting untuk mengetahui proses
dekomposisi aerob yang sedang berjalan, dan juga untuk mengetahui apakah
pathogen dan benih gulma dapat hancur akibat kenaikan temperature. Apabila
proses pengomposan aerob berjalan maka terjadi kenaikan temperature dari
55 °C menjadi 65°C pada 3-5 hari pertama. Temperatur yang tinggi
dipertahankan untuk beberapa hari selama proses aktif dekomposisi, dan pada
kondisi tersebut temperature dan kelembapan perlu dipertahankan
(Sutanto, 2002).
10

C. Kondisi Usaha Pupuk Di Indonesia


Data produksi pupuk organik di Indonesia sulit diperoleh karena
kebanyakan produsen pupuk organik di Indonesia digolongkan sebagai usaha
kecil menengah (UKM). Kalau banyaknya merek-merek pupuk organik yang
beredar (baik yang terdaftar maupun yang tidak) digunakan sebagai indikasi
maka potensi memproduksi pupuk organik cukup besar. Pupuk komersial ini
dalam jumlah besar diproduksi di luar kawasan (ex situ), kemudian diangkut
ke daerah yang membutuhkan. Karena kebutuhan pupuk organik ini per
satuan luasnya sangat besar, maka biaya transportasi akan membuat harga
pupuk organik ini menjadi cukup mahal. Sebenarnya potensi untuk
memproduksi sendiri pupuk organik (kompos) di dalam kawasan (in situ)
sebenarnya cukup besar, mengingat banyak sisa-sisa tanaman di lahan-lahan
petani atau disekitarnya yang dapat diolah menjadi kompos. Kotoran ternak
yang dapat dikumpulkan dari peternak-peternak yang mungkin ada di sekitar
usaha taninya dapat menjadi sumber pupuk organik yang penting. Kebiasaan
untuk menanam tanaman pupuk hijau atau legume penutup tanah di sekitar
lahannya perlu digalakkan, karena ini dapat menjadi sumber bahan organik
yang murah (Simanungkalit et al., 2006).
Data tentang penggunaan pupuk organik dan hayati sampai sekarang
sulit diperoleh. Penyebabnya antara lain: 1) karena kebanyakan pupuk
organik dan pupuk hayati diproduksi oleh pengusaha kecil dan menengah,
2) pupuk organik banyak diproduksi di dalam kawasan (in situ) untuk
digunakan sendiri, dan 3) jumlah penggunaan pupuk organik dan pupuk
hayati masih sangat terbatas. Pupuk organik komersial yang kebanyakan
diproduksi di luar kawasan (ex situ) dipakai untuk tanaman hias pot di kota-
kota besar. Baru pada tahuntahun terakhir ini perusahaan pupuk BUMN
Pupuk Sriwijaya sudah mulai memproduksi pupuk organik. Penggunaan
pupuk organik yang diproduksi secara di dalam kawasan sendiri (in situ)
dilakukan pada tingkat usaha tani dengan menggunakan limbah
pertanian/limbah ternak yang ada di usaha tani yang bersangkutan. Beberapa
perusahaan pertanian/perkebunan seperti kelapa sawit, nanas, jamur merang
11

mengolah limbahnya menjadi kompos untuk kebutuhan sendiri


(Simanungkalit et al., 2006).
D. Aspek Ekonomi Usaha Pengolahan Pupuk Organik
1. Investasi
Investasi merupakan kegiatan dalam menanamkan modal dana
dalam suatu bidang tertentu. Investasi dapat dilakukan melalui berbagai
cara, salah satu diantaranya adalah investasi untuk usaha pengolahan
pupuk seperti tanah, bangunan dan peralatan. Investasi juga bisa dilakukan
penanaman modal untuk satu atau lebih aktiva yang dimiliki dan biasanya
berjangka waktu lama dengan harapan mendapatkan keuntungan dimasa-
masa yang akan datang (Sunariyah, 2003).
2. Biaya
Biaya adalah pengorbanan sumber ekonomi yang diukur dalam satuan
uang, yang telah terjadi atau kemungkinan akan terjadi untuk tujuan tertentu.
Biaya (expense) adalah kas sumber daya yang telah atau akan dikorbankan
untuk mewujudkan tujuan tertentu. Pengertian tersebut dapat dilihat empat
unsur yang terkandung didalamnya, yaitu biaya merupakan pengorbanan
sumber ekonomi berupa kas yang dapat diukur dalam satuan moneter uang,
merupakan hal yang terjadi atau potensial akan terjadi dan pengorbanan
tersebut dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu dimasa yang akan datang
dengan tujuan untuk memperoleh pendapatan (Mulyadi, 2003).
Menurut Rahardja (2006), biaya-biaya tersebut dapat didefinisikan
sebagai berikut:
1. Biaya tetap (fixed cost – FC)
Biaya tetap merupakan biaya yang secara total tidak mengalami
perubahan, walaupun ada perubahan volume produksi atau penjualan
(dalam batas tertentu). Artinya biaya yang besarnya tidak tergantung
pada besar kecilnya kuantitas produksi yang dihasilkan. Yang
termasuk biaya tetap seperti gaji yang dibayar tetap, sewa tanah, pajak
tanah, alat dan mesin, bangunan ataupun bunga uang serta biaya tetap
lainnya.
12

2. Biaya variabel (variable cost – VC)


Biaya variabel merupakan biaya yang secara total berubah-ubah
sesuai dengan perubahan volume produksi atau penjualan. Artinya
biaya variabel berubah menurut tinggi rendahnya ouput yang
dihasilkan, atau tergantung kepada skala produksi yang dilakukan.
Yang termasuk biaya variabel dalam usahatani seperti biaya bibit,
biaya pupuk, biaya obat-obatan, serta termasuk ongkos tenaga kerja
yang dibayar berdasarkan penghitungan volume produksi.
3. Penerimaan
Menurut Suratiyah (2006), penerimaan (revenue) adalah seluruh
pendapatan yang diperoleh selama satu periode diperhitungkan dari hasil
penjualan atau penaksiran kembali. Sedangkan menurut Rahim dan Hastuti
(2007) penerimaan adalah perkalian antara produksi yang diperoleh
dengan harga jual. Penerimaan usahatani (farm receipt) didefinisikan
sebagai nilai uang yang diterima dari penjualan produk usahatani tidak
mencakup pinjaman uang untuk keperluan usahatani, dan mencakup yang
berbentuk benda. Jadi, nilai produk usahatani yang dikonsumsi tidak
dihitung sebagai penerimaan tunai usahatani.
4. Pendapatan
Pendapatan merupakan selisih antara penerimaan total dan biaya-
biaya. Penerimaan total merupakan hasil kali produksi total dengan
harganya. Biaya yang di maksud dalam pengertian ini adalah biaya
keseluruhan, baik itu biaya tetap (misalnya, sewa tanah, pembelian alat-
alat pertanian, dan lain-lain) maupun biaya tidak tetap (misalnya, biaya
yang diperlukan untuk membeli bibit, pupuk, obat-obatan, dan lain-lain).
Masing-masing input produksi tersebut dikalikan dengan harganya.
pendapatan dalam usahatani tidak selamanya harus dinyatakan dengan
rupiah atau dalam bentuk uang, usahatani subsistem lebih mementingkan
keuntungan dalam bentuk maksimisasi produk (Hanafie, 2010).
13

E. Analisis Cash Flow


Aliran kas disusun untuk menunjukkan perubahan kas selama satu
periode tertentu serta memberikan alasan mengenai perubahan kas tersebut
dengan menunjukkan dari mana sumber-sumber kas dan penggunaan-
penggunaannya (Umar, 2003). Berdasarkan jenis transaksinya menurut
Haming dan Basalamah (2003), kas dalam cash flow dibagi menjadi dua
macam, yaitu:
1. Arus kas masuk (cash inflow), yaitu arus kas menurut jenis transaksinya
yang mengakibatkan terjadinya arus penerimaan kas. In flow ini terdiri
dari penerimaan penjualan, manfaat tambahan, dan nilai sisa.
2. Arus kas keluar (cash outflow), yaitu arus kas menurut jenis transaksinya
yang mengakibatkan terjadinya pengeluaran dana kas. Arus kas keluar
dapat digolongkan menjadi:
a. Pengeluaran investasi, yaitu arus pengeluaran kas yang ditunjukan
untuk membiayai kegiatan pembangunan atau pengadaan proyek.
Arus kas ini biasanya disebut dengan arus kas awal.
b. Pengeluaran operasi, yaitu arus pengeluaran kas yang ditunjukan
untuk membiayai kegiatan operasi proyek sesudah memasuki fase
operasi komersial.

F. Analisis Kelayakan Finansial


Studi kelayakan tidak hanya menganalisis layak atau tidak layak suatu
usaha dibangun, tetapi juga saat diopersionalkan secara rutin dalam rangka
pencapaian keuntungan untuk jangka waktu yang panjang. Hasil dari suatu
studi kelayakan adalah laporan tertulis. Isi laporan studi kelayakan
menyatakan bahwa suatu rencana usaha layak direalisasikan atau tidak layak
direalisasikan. Namun bisa saja terjadi ada pihak-pihak tertentu yang
memerlukan laporan tadi sebagai bahan masukan utama dalam rangka
mengkaji ulang untuk turut serta menyetujui atau sebaliknya menolak
kelayakan laporan tadi sesuai dengan kepentingannya. Pihak yang
membutuhkan laporan studi kelayakan tersebut antara lain adalah pihak
14

investor, pihak kreditor, pihak manajemen perusahaan, pihak pemerintahan


dan masyarakat serta bagi tujuan pembangunan ekonomi (Umar, 2001)
Analisis finansial adalah analisis dimana suatu proyek dilihat dari sudut
yang bersifat individual artinya tidak perlu diperhatikan apakah efek atau
dampak dalam perekonomian dalam lingkup yang lebih luas. Dalam analisis
finansial, yang diperhatikan adalah hasil total atau produktivitas atau
keuntungan yang didapat dari semua sumber yang dipakai dalam proyek untuk
masyarakat atau perekonomian secara keseluruhan, tanpa melihat siapa yang
menyediakan sumber tersebut dan siapa yang menerima hasil proyek tersebut.
Proyek adalah keseluruhan aktivitas yang menggunakan sumber-sumber untuk
mendapatkan manfaat (benefit), atau suatu aktivitas dimana dikeluarkan uang
dengan harapan untuk mendapatkan hasil (return) di waktu yang akan dating
dan yang dapat direncanakan, dibiayai dan dilaksanakan sebagai satu unit
(Kadariah, 2001).
Menurut Umar (2009) studi kelayakan terhadap aspek keuangan perlu
menganalisis bagaimana prakiraan aliran kas akan terjadi. Beberapa kriteria
investasi yang digunakan untuk menentukan diterima atau tidaknya sesuatu
usulan usaha sebagai berikut :
1. Net Present Value (NPV) merupakan ukuran yang digunakan untuk
mendapatkan hasil neto (net benefit) secara maksimal yang dapat dicapai
dengan investasi modal atau pengorbanan sumber-sumber lain. Analisis ini
bertujuan untuk mengetahui tingkat keuntungan yag diperoleh selama umur
ekonomi proyek. Proyek dinyatakan layak dilaksanakan jika nilai B/C Rasio
yang diperoleh lebih besar atau sama dengan satu, dan merugi dan tidak layak
dilakukan jika nilai B/C Rasio yang diperoleh lebih kecil dari satu.
2. Net Benefit/Cost Ratio, perbandingan antara present value dari net benefit
positif dengan present value dari net benefit negative. Analisis ini bertujuan
untuk mengetahui berapa besarnya keuntungan dibandingkan dengan
pengeluaran selama umur ekonomis proyek.
3. IRR (Internal Rate of Return) merupakan tingkat suku bunga yag dapat
membuat besarnya nilai NPV dari suatu usaha sama dengan nol (0) atau yang
15

dapat membuat nilai Net B/C Ratio sama dengan satu dalam jangka waktu
tertentu.
4. Payback Period adalah suatu periode yang diperlukan untuk menutup
kembali pengeluaran investasi (initial cash investment) dengan
menggunakan aliran kas, yang bertujuan untuk mengetahui seberapa lama
modal yang telah ditanamkan bias kembali dalam satuan waktu.

G. Analisis Break Even Point (BEP)


BEP (Break Even Point) analisis ini bertujuan untuk mengetahui sampai
batas mana usaha yang dilakukan bisa memberikan keuntungan atau pada
tingkat tidak rugi dan tidak untung. Estimasi ini digunakan dalam kaitannya
antara pendapatan dan biaya. Break Even Point (BEP) Penentuan titik impas
dengan teknik persamaan dilakukan dengan mendasarkan pada persamaan
pendapatan sama dengan biaya ditambah laba. Analisis BEP biasanya lebih
sering digunakan apabila perusahaan mengeluarkan suatu produk yang
artinya dalam memproduksi sebuah produk tentu berkaitan dengan masalah
biaya yang harus dikeluarkan kemudian penentuan harga jual serta jumlah
barang atau jasa yang akan diproduksi atau dijual ke konsumen (Kasmir,
2008 ).
Analisis break even merupakan cara atau teknik yang digunakan oleh
manajer perusahaan untuk mengetahui tingkat penjualan berapakah
perusahaan tidak mengalami laba dan tidak pula mengalami kerugian. Impas
adalah suatu keadaan perusahaan dimana jumlah total penghasilan besarnya
sama dengan total biaya atau besarnya laba konstribusi sama dengan total
biaya tetap, dengan kata lain perusahaan tidak memperoleh laba tetapi juga
tidak menderita kerugian. Analisis break even point merupakan salah satu
analisis keuangan yang sangat penting dalam perencanaan keuangan
(Sigit, 2002).

Anda mungkin juga menyukai