Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASKEP DENGAN FRAKTUR

DISUSUN OLEH :
ALFI RIZKY DON
G3A019200

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN
UNIVERWSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2020
LANDASAN TEORI FRAKTUR FEMUR

A. KONSEP MEDIS
1. Pengertian
Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan, baik yang bersifat total
maupun sebagian.
Fraktur Femur atau patah tulang paha adalah rusaknya kontinuitas tulang pangkal
paha yang disaebabkan oleh trauma langsung, kelelahan otot, dan kondisi tertentu,
seperti degenerasi tulang atau osteoporosis.
(Arif Muttaqin, 2008)
2. Etiologi
Penyebab fraktur femur antara lain:
a. Fraktur femur terbuka
Disebabkan oleh trauma langsung pad paha
b. Fraktur femur tertutup
Disebabkan oleh trauma langsung atau kondisi tertentu, seperti degenerasi tulang
(osteoporosis) dan tumor atau keganasan tulang paha yang menyebabkan fraktur
patologis.
(Arif Muttaqin, 2011)
3. Patofisiologi

4. Tanda dan gejala


a. Nyeri
Terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
dimobilisasi.Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah
yang dirncang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
b. Gerakan luar biasa
Bagian –bagian yang tidak dapat digunkan cendrung bergerak secara tidak
alamiah bukannya tetap rigid seperti normalnya.
c. Pemendekan tulang
Terjadi pada fraktur panjang. Karena kontraksi otot yang melekat di atas dan
dibawah tempat fraktur.
d. Krepitus tulang (derik tulang)
Akibat gerakan fragmen satu dengan yang lainnya.
e. Pembengkakan dan perubahan warna tulang
Akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini terjadi setelah
beberapa jam atau hari.
(Brunner Suddarth, 2001)

5. Klasifikasi
Dua tipe fraktur femur adalah sebagai berikut;
a. Fraktur interkapsuler femur yang terjadi di dalam tulang sendi, panggul, dan
melalui kepala femur (fraktur kapital).
b. Fraktur ekstrakapsular
1) Terjadi di luar sendi dan kapsul, melalui trokanter femur yang lebih besar /
lebih kecil/ pada daerah intertrokanter.
2) Terjadi di bagian distal menuju leher femur, tetapi tidak lebih dari 2 inci di
bawah trokanter minor.

Klasifikasi fraktur femur:

a. Fraktur leher femur


Merupakan jenis fraktur yang sering ditemukan pada orang tua terutama wanita
usia 60 tahun ke atas disertai tulang yang osteoporosis. Fraktur leher femur pada
anak anak jarang ditemukan fraktur ini lebih sering terjadi pada anak laki-laki
daripada anak perempuan dengan perbandingan 3:2. Insiden tersering pada usia
11-12 tahun.

b. Fraktur subtrokanter
Dapat terjadi pada semua usia, biasanya disebabkan trauma yang hebat.
Pemeriksaan dpat menunjukkan fraktur yang terjadi dibawah trokanter minor.

c. Fraktur intertrokanter femur


Pada beberapa keadaan, trauma yang mengenai daerah tulang femur. Fraktur
daerah troklear adalah semua fraktur yang terjadi antara trokanter mayor dan
minor. Frkatur ini bersifat ekstraartikular dan sering terjadi pada klien yang jatuh
dan mengalami trauma yang bersifat memuntir. Keretakan tulang terjadi antara
trokanter mayor dan minor tempat fragmen proksimal cenderung bergeser secara
varus. Fraktur dapat bersifat kominutif terutama pada korteks bagian
posteomedial.

d. Fraktur diafisis femur


Dapat terjadi pada daerah femur pada setiap usia dan biasanya karena trauma
hebat, misalnya kecelakaan lalu lintas atau jatuh dari ketinggian.

e. Fraktur suprakondilar femur


Daerah suprakondilar adalah daerah antar batas proksimal kondilus femur dan
batas metafisis dengan diafisis femur. Trauma yang mengenai femur terjadi
karena adanya tekanan varus dan vagus yang disertai kekatan aksial dan putaran
sehingga dapat menyebabkan fraktur pada daerah ini. Pergeseran terjadi karena
tarikan otot.
(Arif Muttaqin, 2008)

6. Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan berdasar jenis fraktur femur:
a. Fraktur leher femur
Pemeriksaan radiologis dapat mengetahui jenis fraktur dan jenis pengobatan yang
dapat diberikan.
b. Fraktur subtrokanter
Pemeriksaan radiologis dapat menunjukkan fraktur yang terjadi di bawah
trokanter minor. Garis fraktur dapat bersifat transversal, oblik atau spiral dan
sering bersifat kominutif. Fragmen proksimal dalam posisi fleksi, sedangkan
fragmen distal dlam posisi adksi bergeser ke proksimal.
c. Fraktur diafisis femur
Klien mengalami pembengkakan dan deformitas pada tungkai atas berupa rotasi
eksterna dan pemendekan tungkai. Klien mungkin datang dengan keadaan syok.
d. Fraktur suprakondilar femur
Adanya pembengkakan dan deformitas terdapat krepitasi.
(Arif Muttaqin, 2008)

7. Penatalaksanaan
a. Fraktur Femur Terbuka
Menurut Apley (1995), fraktur femur terbuka harus dinilai dengan cermt untuk
mengetahui ada tidaknya kehilangan kulit, kontaminasi luka, iskemia otot, cedera
pada pembuluh darah dan saraf. Intervensi tersebut meliputi:
1) Profilaksis antibiotik
2) Debridemen

Pembersihan luka dan debridemen harus dilakukan dengan sedikit mungkin


penundaan. Jika terdapat kematian jaringan yang mati dieklsisi dengan hati-hati.
Luka akibat penetrasi fragmen luka yang tajam juga perlu dibersihkan dan dieksisi,
terapi yang cukup dengan debridemen terbatas saja.

3) Stabilisasi

Dilakukan pemasangan fiksasi interna atau eksterna.

1) Penundaan tertutup
2) Penundaan rehabilitasi

b. Fraktur Femur Tertutup


Pengkajian ini diperlukan oleh perawat sebagai peran kolaboratif dalam
melakukan asuhan keperawatan. Denagn mengenal tindakan medis, perawat dapat
mengenal impliksi pada setiap tindakan medis yang dilakukan.
1) Fraktur trokanter dan sub trokanter femr, meliputi:
a) Pemasangan traksi tulang selama 6-7 minggu yang dilanjutkan dengan gips
pinggul selama 7 minggu merupakn alternaltif pelaksanaan pada klien usia
muda.
b) Reduksi terbuka dan fiksasi interna merupakan pengobatan pilihan dengan
memergunakan plate dan screw.
2) Fraktur diafisis femur, meliputi:
a) Terapi konserfativ
b) Traksi kulit merupakan pengobatan sementara sebelum dilakukan terapi
definitif untuk mengurangi spasme otot.
c) Traksi tu;lang berimbang denmgan bagian pearson pada sendi lutut. Indikasi
traksi utama adalah faraktur yang bersifat kominutif dan segmental.
d) Menggunakan cast bracing yang dipasang setelah union fraktur secara klinis
3) Terapi Operasi
a) Pemasangan plate dan screw pada fraktur proksimal diafisis atau distal
femur
b) Mempengaruhi k nail, AO nail, atau jenis lain, baik dengan operasi tertutup
maupun terbuka. Indikasi K nail, AO nail terutama adalah farktur diafisis.
c) Fiksassi eksterna terutama pada fraktur segmental, fraktur kominutif,
infected pseudoarthrosis atau fraktur terbuka dengan kerusakan jaringan
lunak yang hebat.
4) Fraktur suprakondilar femur, meliputi:
a) Traklsi berimbang dengan menggunakan bidai Thomas dan penahan lutut
Pearson, cast bracing, dan spika panggul.
b) Terapi operatif dilakukan pada fraktur yang tidak dapat direduksi secara
konservatif. Terapi dilakukan dengan mempergunakan nail-phorc dare
screw dengan berbagai tipe yang tersedia.
(Arif Muttaqin, 2011)
8. Komplikasi
a. Fraktur leher femur
Komplikasi bergantung pada beberapa faktor. Komplikasi yang bersifat umum
adalah trombosis vena, emboli paru, pneumonias, dan dekubitus. Nekrosis
avaskular terjadi pada 30% klien fraktur femur yang disertai pergeseran dan 10%
fraktur tanpa pergeseran. Apabila lokasi fraktur lrbih ke proksimal, kemungklinan
terjadi nekrosis avaskular lebih besar.
b. Fraktur diafisis femur
1) Komplikasi dini
Komplikasi dini harus segera ditangani dengan serius olh perawat yang
melaksanakan asuhan keperawatan pada klien fraktur diafisis femur. Perawat
dapat melakukan pengenalan dini dan pengawasan yang optimal apabila telah
mengenal konsep anatomi, fisiologi, dan patofisioloigi patah tulang.
Komplikasi yang biasanya terjadi pada fraktur diafisis femur adalah sebagai
berikut:
a) Syok. Terjadi perdarahan sebanyak 1-2 liter walapun fraktur bersift
tertutup.
b) Emboli lemak. Sering didapatkan pada penderita muda dengan fraktur
femur. Klien perlu menjalani pemeriksaan gas darah.
c) Trauma pembuluh darah besar. Ujung fragmen tulang menembus jaringan
lunak dan merusak arteri femoralis sehingga menmyebakan kontusi dan
oklusi atau terpotong sama sekali.
d) Trauma saraf. Trauma pada pembuluh darah akibat tusukan fragmen dapat
disertai kerusakan saraf yang berfariasi dari neuropraksia sampai ke
aksonotemesis. Trauma saraf dapat terjadi pada nervus iskiadikus atau
pada cabangnya, yaitu nervus tibialis dan nervus peroneus komunis.
e) Trombo emboli. Klien yag mengalami tirah baring lama, misalnya
distraksi di tempat tidur, dapat mengalami komplikasi trombo-emboli.
f) Infeksi. Infeksi terjadi pada fraktur terbuka akibat luka yang
terkontaminasi. Infeklsi dapat pula terjadi setelah dilakukan operasi.
2) Komplikasi lanjut
Komplikasi fraktur diafisis femur hampitr sama dengan komplikasi bebrapa jenis
fraktur lainnya. Oleh karena itu setiap perawat penrlu memperhatikan dan
mengetahui komplikasi yang biasa terjadi agar komplikasi tersebut dapat
dikurangi atau dihilangkan. Pada beberapa situasi, perawat akan berhadapan
dengan klien fraktur diafisis femur yang menga;lami komplikasi lanjut. Perawat
yang mempunyai pengalaman dan pengetahuan yang baik dapat
mengidenmtifikasi kelainan yang timbul akibat komplikasi tahap lanjut dari
fraktur diafissi femur.
Komplikasi yang sering terjadi pada klien dengan fraktur diafisis femur adalah
sebagai berikut:
a) Delayed Union. Fraktur femur pada orang dewasa mengalami union dalam
empat bulan.
b) Non union. Apabila permukaan fraktur menjadi bulat dan sklerotik, perawat
perlu mencurigai adanya non union. Oleh karena itu, diperlukan fiksasi
internal dan bone graft.
c) Mal union. Bila terjadi pergeseran kembali kedua ujung fragmen, diperlukan
pengamatan terus menerus selama perawatan. Angulasi lebih sering
ditemukan. Mal union juga mnyebabkan pemendekan tungkai sehingga
dipelukan koreksi berupa osteotomi.
d) Kaku sendi lutut. Setelah fraktur femur biasanya terjadi kesulitan
pergerakan pada sendi lutut. Hal ini dapat dihindari apabila fisioterapi yang
intensif dan sistematis dilakukan lebih awal.
e) Refraktur. Terjadi pada mobilisasi dilakukan sebelum union yang solid.
(Arif Muttaqin, 2008)

9. Prognosis
Penderita fraktur femur setelah operasi pemasngan fiksasi interna denmgan plate dan
screw bila tanpa komplikasi dan mendapat p[elayanan fisioterapi yang cepat dan
adekuat diharapkan kemampuan fungsionalnya membaik.
A. Konsep asuhan keperawatan
1. Identitas pasien
Kaji nama, umur, jenis kelamin, alamat dan pekerjaan pasien.
2. Pengkajian Primer
a. Airway (jalan nafas), periksa kepatenan jalan napas klien apakah ada sumbatan
berupa benda asing, darah, terjadi bronkospasme, sputum maupun lendir.
b. Breathing (pernafasan), periksa pola napas klien apakah klien mengalami sesak
dengan aktifitas maupun tanpa aktifitas, dan apakah klien menggunakan otot
tambahan. Periksa frekuensi, irama nafas klien, kedalaman, apakah ada batuk, dan
bunyi nafas klien.
c. Circulation (sirkulasi), periksa nadi, irama, denyut dan tekanan darah klien.
Bagaimana kondisi ekstremitas klien, apakah teraba hangat atau dingin. Periksa juga
warna kulit, pengisian kapiler, adanya edema, dan bagaimana pola eliminasi klien.
Inspeksi adanya abnormalitas pada daerah abdomen, cek turgor kulit klien, dan ukur
suhu klien. Kaji adanya nyeri dan apakah terdapat luka pada kulit klien.
d. Disability, periksa fungsi neurologi dan fungsi sensori motorik klien dengan
mengukur tingkat kesadaran klien, kondisi pupil, reaksi terhadap cahaya, keadaan
umum klien, GCS, dan kaji adanya kejang dan ukur kekuatan otot klien
e. Ekposure, jika pasien stabil lakukan pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatannya.
3. Pengkajian Sekunder
a. Riwayat penyakit sekarang
Lama menderita asma, hal yang menimbulkan serangan, obat yang pakai tiap hari
dan saat serangan
b. Riwayat penyakit sebelumnya
Riwayat alergi dan menderita penyakit penyerta lainnya
c. Riwayat penyakit keluarga
Adakah riwayat penyakit penyerta pada keluarga
d. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik digunakan untuk mengetahui ada atau tidak cedera pada area
tubuh lainnya.
4. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (fraktur)
b. Syok hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan aktiv
c. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan musculoskeletal

d. Perfusi perifer tidak efektik berhubungan dengan peningkatan tekanan darah,


penurunan aliran arteri/vena
DAFTAR PUSTAKA

Brunner, Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Vol 3.
Jakarta: EGC.

Syaifuddin. 2006. Anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa Keperawatan. Jakarta:EGC.

Arif Muttaqin. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Muskuloskeletal. Jakarta:EGC

Arif Muttaqin. 2011. Buku Saku Gangguan Mulskuloskeletal Aplikasi pada Praktik
Klinik Keperawatan. Jakarta:EGC.

NANDA International. 2012. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2012-


2014. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai