Anda di halaman 1dari 186

LAPORAN KEPERAWATAN ANAK

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN ASMA BRONKIAL

OLEH
Annazhifa A Boestari 2041312028

KELOMPOK A

PROGRAM STUDI PROFESI KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ANDALAS
2020
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Asma merupakan masalah kesehatan global yang menyerang semua umur

dan sering terjadi pada anak-anak. Menurut WHO, 235 juta orang menderita asma.

Asma bukan hanya menjadi masalah kesehatan masyarakat di negara

berpenghasilan tinggi, namun terjadi di semua negara. Lebih dari 80% kematian

asma terjadi di negara menengah ke bawah (WHO). Hasil Riset Kesehatan Dasar

(Riskesdas) 2018 menunjukkan prevalensi asma di Indonesia 2,4%. Angka ini

mengalami penurunan dibanding tahun 2013, yaitu 4,5%. Proporsi kekambuhan

asma dalam 12 bulan terakhir pada penduduk semua umur di Indonesia mencapai

57,5%. Hal ini menunjukkan masih banyak orang yang belum dapat mencegah

atau meminimalkan kekambuhan asma tersebut. Pada anak-anak umur 0-14 tahun,

pravelansi asma mencapai 3,9%. Sedangkan proporsi kekambuhan asma dalam 12

bulan terakhir pada anak umur 5-14 tahun mencapai 50,1%.

Asma adalah penyakit heterogen, biasanya ditandai dengan peradangan

saluran napas kronis. Gejala asma seperti mengi (wheezing), sesak napas, sesak

dada, batuk yang bervariasi dari waktu ke waktu (GINA, 2018). Asma menurut

Nancy (2008) adalah spasme pada tabung bronkial yang disebabkan

hipersensitivitas saluran udara di bronkial dan peradangan yang mengarah ke

edema mukosa dan hipersekresi lender.


Faktor pencetus asma yang sering dijumpai ada di lingkungan baik di

dalam maupun di luar rumah, tetapi anak dengan riwayat asma pada keluarga

memiliki risiko lebih besar terkena asma. Tiap penderita asma akan memiliki

faktor pencetus yang berbeda dengan penderita asma lainnya sehingga orangtua

perlu mengidentifikasi faktor yang dapat mencetus kejadian asma pada anak.

Beberapa penelitian menyebutkan bahwa setiap unsur di udara yang kita hirup

dapat mencetus kambuhnya asma pada penderita (Wong,2009). Pemicu asma

adalah olahraga, cuaca dingin, asap rokok, debu, bulu hewan peliharaan, dan

makanan seperti, cokelat, kacang-kacangan, susu, telur, dan biji-bijian (Nancy. H,

2007). Faktor-faktor tersebut dibuktikan dengan penelitan yang dilakukan oleh

Mukhamad Aria Laksanadan Khairun Nisa (2015), dengan hasil lima faktor risiko

yaitu asap rokok, tungau debu rumah, polusi udara, perubahan cuaca dan jenis

makanan.Pada anak yang kecenderungan asma, stress emosional atau kecemasan

dapat memicu kekambuhan (Nancy. H, 2007).Sedangkan penelitian yang

dilakukan oleh Ika ,et al (2015) membuktikan lima faktor utama pencetus asma

pada anak, yaitu asap rokok, udara dingin, flu dan infeksi, debu, serta

kelelahan.Michael Hostiadi, et al (2015), membuktikan bahwa ada hubungan

tingkat kecemasan dengan frekuensi kekambuhan sesak napas.

Penatalaksanaan asma perlu pendidikan dan penjelasan kepada pasien serta

keluarga. Penjelasan mengenai proses penyakit, factor risiko, penghindaran

pencetus, manfaat dan kontrol lingkungan, cara mengatasi serangan akut,


pemakaian obat dengan benar, serta hal lain penting untuk meminimalkan

morbiditas fisis dan psikis serta mencegah disabilitas (Arwin AP Akib, 2002).

B. Tujuan

1) Tujuan Umum

Mahasiswa mampu melaksanakan asuhan keperawatan pada anak S

dengan asma bronchial di komunitas

2) Tujuan Khusus

Mahasiswa mampu:

2.1 Mampu melaksanakan pengkajian pada anak. S dengan Asma Bronkhial di

komunitas

2.2 Mampu merumuskan diagnose pada anak. S dengan Asma Bronkhial di

komunitas

2.3 Mampu menyusun rencanan keperawatan pada anak. S dengan Asma

Bronkhial di komunitas

2.4 Mampu melakukan implementasi pada anak. S dengan Asma Bronkhial di

komunitas

2.5 Mampu melakukan evaluasi keperawatan pada anak. S dengan Asma

Bronkhial di komunitas

2.6 Mampu memberikan Terapi bermain sesuai tumbuh kembang anak S

2.7 Mampu memaparkan analisis hasil asuhan keperawatan pada anak S


C. Manfaat

1) Bagi Penulis

Diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan pembelajaran mahasiswa

dalam melakukan asuhan keperawatan pada anak dengan asma bronchial

2) Bagi Keluarga

Menambah keilmuan untuk perkembangan dan wawasan dalam

pemecahan masalah pada anak yang mengalami Asma bronchial

3) Bagi Fakultas Keperawatan Universitas Andalas

Hasil kelolaan kasus ini diharapkan meningkatkan wawasan mahasiswa

profesi ners tentang asuhan keperawatan yang diberikan pada anak dengan

asma bronchial.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Anatomi Fisiologi
Bernafas merupakan terjadinya pertukaran gas di paru- paru yang
membawa udara Organ saluran pernapasan bagian atas terdiri atas mulut,
hidung, dan pharing. Ketiganya dihubungkan dengan nasopharing, yang
membawa udara melalui mulut dan hidung ke pharing. Organ saluran
pernapasan bagian bawah terdiri dari trakhea, lobus bronkhus, segmen
bronkhus, dan paru. Bronkhus berlanjut ke bronkhiolus, yang
menghubungkan antara jalan napas dengan parenkhim paru. Pertukaran
gas di paru terjadi di alveoli. Struktur epitel berdinding tipis dihubungkan
dengan kapiler. Oksigen yang masuk ke alveoli menembus epitel, masuk
ke dalam darah menuju jantung dan dari jantung kembali ke jaringan
tubuh.

Struktur pernapasan
a. Sistem Pernapasan atas
Sistem pernapasan atas terdiri atas mulut, hidung, faring dan
laring (Mubarak dan Mardela, 2008).
1) Hidung
Udara pada hidung yang masuk akan mengalami proses
penyaringan, humudifikasi dan penghangatan.

2) Faring
Faring merupakan saluran yang terbagi dua untuk udara dan
makanan. Faring terdiri atas nasofaring dan orofaring yang
kaya akan jaringan limfoid yang berfungsi menangkap dan
menghancurkan kuman pathogen yang masuk bersama udara.
3) Laring
Laring merupakan struktur menyerupai tulang rawan yang
biasa disebut jakun. Selain berperan dalam menghasilkan
suara, laring juga berfungsi mempertahankan kepatenan jalan
nafas dan melindungi jalan nafas bawah dari air dan makanan
yang masuk.
b. Sistem pernafasan bawah
Sistem pernapasan bawah terdiri dari trakea dan paru-paru
yang melengkapi dengan bronkus, bronkiolus, alveolus,
jaringan kapiler paru dan mebran pleura (Mubarak dan
Maedela, 2008).
1) Trakea
Trakea merupakan pipa membran yang disokong oleh
cincin-cincin kartilago yang menghubungkan laring
dengan bronkus utama kanan dan kiri. Bronkus utama
terbagi menjadi bronkus- bronkus yang lebih kecil dan
berakhir di bronkiolus terminal.
2) Paru-paru
Paru-paru terbagi dua yaitu terletak disebelah kiri dan
kanan. Masing-masing paru terdiri dari beberapa lobus,
paru kanan terdapat tiga lobus.
Sel dalam tubuh memperoleh energi sebagian besar melalui
reaksi kimia yang melibatkan oksigenasi dan pembuangan
karbodioksida. Pertukaran gas pernapasan terjadi antara udara
dilingkungan dan di darah, terdapat 3 langkah dalam proses
oksigenasi.
a. Ventilasi
Merupakam proses untuk menggerakkan gas keluar dan
kedalam paru-paru. Ventilasi membutuhkan koordinasi otot
paru dan thorak yang elastis dan pernapasan yang utuh.
b. Perfusi
Merupakan proses mengalirkan darah ke kapiler alveoli
dari membran kapiler alveoli sehingga berlangsung
pertukaran gas.
c. Difusi
Merupakan gerakan molekul dari suatu daerah dengan
konsentrasi yang lebih tinggi dengan konsentrasi yang
lebih rendah. Disfusi gas pernapasan terjadi di membran
kapiler alveolar dan kecepatan difusi dapat dipengaruhi
oleh ketebalan membran (Ernawati, 2012).

Rentang Usia Frekuensi Pernafasan

Bayi baru lahir dan bayi 30 – 60

1 – 5 tahun 20 – 30

6 – 10 18 – 26

10 tahun – dewasa 12 – 20

Dewasa tua (60 tahu ke atas) 16 – 25

B. Defenisi Asma
Asma pada anak merupakan masalah bagi pasien dan keluarga, karena
asma pada anak berpengaruh terhadap berbagai aspek khusus yang
berkaitan dengan kualitas hidup, termasuk proses tumbuh kembang baik
pada masa bayi, balita maupun remaja (Sidhartini, 2007). Menurut
Margaret dalam Musdalifah Merry (2016), Asma Bronkial merupakan
suatu penyakit yang ditandai dengan adanya wheezing (mengi) intermiten
yang timbul sebagai respon akibat paparan terhadap suatu zat iritan atau
alergan.
Menurut Ngastiah (2014), asma adalah penyakit dengan karaktristik
meningkatnya reaksi trakea dari bronkus oleh berbagai macam pencetus
disertai dengan timbulnya penyempitan luas saluran nafas bagian bawah
yang dapat berubah-ubah derajadnya secara spontan atau dengan
pengobatan. Serangan asma dapat berupa sesak nafas ekspiratoir yang
paroksismal, berulang-ulang dengan mengi (wheezing) dan batuk yang
disebabkan oleh konstriksi atau spasme otot bronkus , inflamasi mukosa
bronkus dan produksi lendir kental yang berlebihan.
C. Etiologi Asma
Menurut Nelson (2013), ada beberapa hal yang mempengaruhi penyakit
asma pada anak yaitu:
1. Faktor Predisposisi
Faktor Keturunan (Genetik)
Risiko terbesar anak terkena asma adalah pada anak yang membawa
keturunan asma dari orangtuanya. Pada kasus asma ini bakat
alerginya yang diturunkan oleh orangtuanya sehingga anak sangat
mudah terkena penyakit asma jika terpapar faktor pencetusnya.
Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa
diturunkan.
2. Faktor Presipitasi
a. Alergen
Alergen asma dibedakan menjadi 3 yaitu :
1) Inhalan merupakan alergen yang masuk melalui inhalasi atau
saluran pernafasan. Contohnya: debu rumah, kapuk, udara
dingin, asap rokok dan serbuk sari bunga.
2) Ingestan merupakan alergen yang masuk melalui oral atau
mulut. Contohnya: makanan seperti udang, kepiting, susu dan
telur.
3) Kontaktan alergen yang masuk melalui kulit. Contohnya:
perhiasan atau jam tangan.
b. Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering
mempengaruhi asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan
faktor pemicu terjadinya serangan asma. Kadang-kadang serangan
berhubungan dengan musim seperti: musim hujan, musim kemarau,
musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga
dan debu.
c. Faktor Psikis
Faktor psikis merupakan faktor pencetus yang tidak boleh diabaikan
dan sangat kompleks. Tidak adanya perhatian atau tidak mau
mengakui adanya persoalan tentang asma pada anak
sendiri/keluargnya, akan menggagalkan usaha pencegahan.
Sebaliknya terlalu takut terhadap adanya serangan atau hari depan
anak juga dapat mempererat serangan asma.
d. Olahraga/aktifitas jasmani yang berat
Sebagian berat penderita asma akan mendapat serangan jika
melakukan aktifitas jasmani atau olahraga yang berat. Lari cepat
paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena
aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut.
e. Infeksi
Biasanya infeksi yang sering terjadi adalah infeksi akibat virus
terutama pada bayi dan anak. Virus yang menyebabkan adalah
respiratory syncytial virus (RSV) dan virus parainfluenza. Kadang-
kadang karena bakteri misalnya pertusis dan streptokokus, jamur
misalnya aspergillus dan parasit seperti askaris.
D. Klasifikasi Asma
Menurut Wijayaningsih (2013), asma dibedakan menjadi 2 jenis, yakni:
1. Asma bronchial
Penderita asma bronchial, hipersensitif dan hiperaktif terhadap
rangsangan dari luar, seperti debu rumah, bulu binatang, asap dan
bahan-bahan penyebab alergi. Gejala kemunculannya mendadak,
sehingga gangguan asma bisa datang. Gangguan asma bronchial juga
bisa muncul lantaran adanya radang yang mengakibatkan penyempitan
saluran pernapasan bagian bawah. Penyempitan ini akibat berkerutnya
otot polos saluran pernapasan, pembengkakan selaput lender dan
pembentukan timbunan lender yang berlebih.
2. Asma kardial
Asma yang timbul akibat adanya kelainan jantung. Gejala asma kardial
biasnya terjadi pada malam hari, disertai sesak napas yang hebat.
Kejadian ini disebut nocturnal paroxymul dyspnea. Biasanya terjadi
pada saat penderita sedang tidur.

Pembagian derajat asma menurut Phelan dkk (dikutip dari buku Marni,
2014) diantaranya adalah:

1. Asma Episodik yang Jarang


Biasnya terdapat pada anak usia 3-8 tahun. Pencetus utama dari asma
ini yaitu infeksi virus saluran nafas bagian atas, dengan banyaknya
serangan 3-4 kali per tahun. Lamanya serangan dapat beberapa hari,
jarang merupakan serangan berat, gejala lebih berat pada malam hari.
2. Asma Episodik Sering
Pada 2/3 golongan ini serangan pertama terjadi pada umur sebelum 3
tahun. Pada permulaan serangan berhubungan dengan infeksi saluran
nafas akut. Pada umur 5-6 tahun dapat terjadi serangan tanpa infeksi
yang jelas. Biasanya orangtua menghubungkan dengan perubahan
udara, allergen, aktivitas fisik dan stress. Frekuensi serangan 3-4 kali
dalam setahun, tiap serangan biasnya beberapa hari sampai beberapa
minggu. Frekuensi serangan paling tinggi pada umur 8-13 tahun. Pada
golongan lanjut kadang-kadang sukar dibedakan dengan golongan asma
kronik atau persisten.
3. Asma Kronik atau Persisten
Pada 25% anak golongan ini serangan pertama terjadi sebelum umur 6
bulan dan 75% sebelum umur 3 tahun. Pada lebih dari 50% anak
terdapat wheezing yang lama pada 2 tahun pertama dan sisanya
serangannya episodic. Pada umur 5-6 tahun akan lebih jelas terjadinya
obstruksi saluran nafas yang peristen dan hampir selalu terdapat
wheezing setiap hari, dan pada malam hari terdapat batuk disertai
wheezing. Aktivitas fisik juga sering menyebabkan asma, seringkali
memerlukan perawatan di rumah sakit. Biasanya setelah mendapatkan
penanganan anak dan orangtua baru menyadari mengenai asma pada
anak dan masalahnya. Obstruksi jalan nafas mencapai puncaknya pada
umur 8-14 tahun, baru kemudian terjadi perbaikan. Pada golongan
dewasa muda 50% golongan ini biasanya tetap menderita asma
persisten..

Parameter Asma Episodik Asma Episodik Asma Persisten


Klinis, Jarang (Asma Sering (Asma (Asma Berat)
Kebutuhan Obat Ringan) Sedang)
dan Faal Paru
1. Frekuensi <1x/bulan >1x/bulan Sering
serangan
2. Lama serangan <1 minggu 1 minggu Hampir
sepanjang tahun
(tidak ada remisi)
3. Intensitas Biasanya ringan biasanya sedang biasanya berat
serangan
4. Di antara Tanpa gejala sering ada gejala gejala siang &
serangan malam
5. Tidur dan Tidak terganggu sering terganggu sangat terganggu
aktivitas
6. Pemeriksaan Normal (tidak mungkin tidak pernah
fisik di luar ditemukan terganggu normal
serangan kelainan) (ditemukan
kelainan)
7. Obat Tidak perlu perlu, non steroid perlu, steroid
pengendali
(anti inflamasi)
8. Uji faal paru PEF / FEV1 >80% PEF/ FEV1 60- PEF / FEV1 <
(di luar 80% 60%
serangan)
9. Variabilitas variabilitas < 20% variabilitas 20- variabilitas >
faal paru (bila 30% 30%
ada serangan)

E. Patofisiologi Asma
Asma merupakan inflamasi kronik saluran pernapasana. Berbagai sel
inflamasi berperan terutama sel mast, eosinophil, sel limfosit T, makrofag,
neutrofil, dan sel epitel.Faktor-faktor penyebab seperti virus, bakteri,
jamur, parasit, alergi, iritan, cuaca, kegiatan jasmani dan psikis akan
merangsang reaksi hiperreaktivitas bronkus dalam saluran pernafasan
sehingga merangsang sel plasma menghasilkan imonoglubulin E (IgE).
IgE selanjutnya akan menempel pada reseptor dinding sel mast yang
disebut sel mast tersensitisasi. Sel mast tersensitisasi akan mengalami
degranulasi, sel mast yang mengalami degranulasi akan mengeluarkan
sejumlah mediator seperti histamin dan bradikinin. Mediator ini
menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler sehingga timbul edema
mukosa, peningkatan produksi mukus dan kontraksi otot polos bronkiolus.
Hal ini akan menyebabkan proliferasi akibatnya terjadi sumbatan dan daya
konsulidasi pada jalan nafas sehingga proses pertukaran O2 dan CO2
terhambat akibatnya terjadi gangguan ventilasi. Rendahnya masukan O2 ke
paru-paru terutama pada alveolus menyebabkan terjadinya peningkatan
tekanan CO2 dalam alveolus atau yang disebut dengan hiperventilasi, yang
akan menyebabkan terjadi alkalosis respiratorik dan penurunan CO2 dalam
kapiler (hipoventilasi) yang akan menyebabkan terjadi asidosis
respiratorik. Hal ini dapat menyebabkan paru-paru tidak dapat memenuhi
fungsi primernya dalam pertukaran gas yaitu membuang karbondioksida
sehingga menyebabkan konsentrasi O2 dalam alveolus menurun dan
terjadilah gangguan difusi, dan akan berlanjut menjadi gangguan perfusi
dimana oksigenisasi ke jaringan tidak memadai sehingga akan terjadi
hipoksemia dan hipoksia yang akan menimbulkan berbagai manifestasi
klinis (Wijayaningsih, 2013).

F. WOC

Faktor pencetus

- Allergen -Stress
- Virus, bakteri, jamur -Cuaca

Reaksi hiperaktivitas bronkus

Antigen yang terikat IgE pd permukaan sel mast/ basofil

Mengeluarkan mediator histamine, platelet, bradikinin dll

Peningkatan Edema mukosa Kontraksi otot


prodduksi mucus polos meningkat

Mempermudah Proliterasi
Gelisah, rewel, -Batuk
nangis → Ansietas Terjadi sumbatan dan gaya konsolidasi
-Mengi/ wheezing
Gangguan ventilasi
Hiperkapnea
Hipoventilasi Hiperventilasi

Ketidakefektifan
bersihan jalan
Konsentrasi O2 Konsentrasi O2
napas
dalam alveolus ↓ dalam alveolus ↑

Gangguan difusi

Penyempitan jalan Oksigenasi ke jaringan tidak memadai


pernapasan
Gangguan difusi Hiposemia

↑ kerja otot pernapasan


Gangguan
pertukaran gas

Intoleransi aktifitas Ketidakefektifan


pola nafas

G. Tanda Dan Gejala


Menurut Marni (2014), serangan akut yang spesifik jarang dilihat sebelum
anak berusia 2 tahun. Secara klinis tanda dan gejala asma dibagi menurut
stadiumnya ke dalam 3 stadium yaitu;
1) Stadium I
Waktu terjadinya edema dinding bronkus batuk paroksismal karena
iritasi dan batuk kering, sputum yang kental dan mengumpul
merupakan benda asing yang merangsang batuk.
2) Stadium II
Sekresi bronkus bertambah banyak dan batuk dengan dahak yang
jernih dan berbusa. Pada stadium ini anak akan mulai merasa sesak
nafas berusaha bernafas lebih dalam,eksprinium memanjang dan
terdengar bunyi mengi, tampak otot nafas ambahan turut bekerja,
terdapat retraksi suprasternal, epigastrium dan mungkin juga sela iga,
anak lebih senang duduk dan bungkuk, tangan menekan pada tepi
tempat tidur atau kursi, anak tampak gelisah, pucat dan sianosis sekitar
mulut, toraks membungkuk kedepan dan lebih bulat serta bergerak
lambat pada pernafasan pada anak yang lebih kecil cenderung terjadi
pernafasan abdominal, retraksi suprasternal dan intercostal.
3) Stadium III
Obstruksi atau spasme bronkus lebih berat aliran udara sangat sedikit
sehingga suara nafas hampir tidak terdengar, stadium ini sangat
berbahaya karena sering disangka ada perbaikan juga batuk seperti
ditekan, pernafasan dangkal, tidak teratur dan frekuensi nafas yang
mendadak meninggi.
Selain itu gejala klinis asma yaitu :

a) Auskultasi :Wheezing, ronki kering musikal, ronki basah sedang.


b) Dyspnea dengan lama ekspirasi; penggunaan otot-otot asesori
pernafasan, cuping hidung, retraksi dada,dan stridor.
c) Batuk kering (tidak produktif) karena sekret kental dan lumen
jalan nafas sempit.
d) Tachypnea, orthopnea.
e) Diaphoresis
f) Nyeri abdomen karena terlibatnya otot abdomen dalam
pernafasan.
g) Fatigue.
h) Tidak toleransi terhadap aktivitas; makan, bermain, berjalan,
bahkan bicara.
i) Kecemasan, labil dan perubahan tingkat kesadaran.
j) Meningkatnya ukuran diameter anteroposterior (barrel chest)
akibat ekshalasi yang sulit karena udem bronkus sehingga kalau
diperkusi hipersonor.
k) Serangan yang tiba-tiba atau berangsur.
l) Bila serangan hebat : gelisah, berduduk, berkeringat, mungkin
sianosis.
m) X foto dada : atelektasis tersebar, “Hyperserated”

H. Komplikasi
Menurut Wijayaningsih (2013), berbagai komplikasi yang mungkin timbul
adalah:
1. Status Asmatikus
Status asmatikus adalah setiaop serangan asma berat atau yang
kemudian menjadi berat dan tidak memberikan respon (refrakter)
adrenalin dan aminoilin suntikan dapat digolongkan pada status
asmatikus. Penderita harus dirawat dengan terapi intensif.
2. Atelektasis
Atelektasis adalah pengerutan sebagian atau seluruh paru-paru akibat
penyumbatan saluran udara (bronkus maupun bronkiolus) atau akibat
pernafasan yang sangat dangkal.
3. Hipoksemia
Hipoksima adalah suatu kondisi dimana tubuh dapat kekurangan
oksigen secara sistemik akibat inadekuat intake oksigen ke paru oleh
serangan asma.
4. Pneumotoraks
Pneumotoraks adalah terdapatnya udara pada rongga pleura yang
menyebabkan kolapsnya paru.
5. Emfisema
Emisema adalah penyakit yang gejala utamanya adalah penyempitan
(obstruksi) saluran nafas karena kantung udara di paru menggelembung
secara berlebihan dan mengalami kerusakan yang luas.

I. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Nelson (2013), pemeriksaan diagnostic pada anak asma yaitu:
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan Sputum
Pemeriksaan sputum dilakukan untuk melihat adanya:
1) Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi
dari Kristal eosinophil
2) Spiral curshmann yang merupakan cast cell (sel cetakan) dari
cabang bronkus
3) Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus
4) Netrofil dan eosinophil yang terdapat pada sputum umumnya
bersifat mukoid dengan viskositas yang tinggi dan kadang
terdapat mucus plug
b. Pemeriksaan Darah
1) Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat
pula terjadi hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis
2) Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan
LDH
3) Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas
15.000/mm3 dimana menandakan terdapatnya suatu infeksi
4) Pada pemeriksaan faktor-faktor alergi terjadi peningkatan
dari Ig E pada waktu serangan dan menurun pada waktu
bebas dari serangan
2. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Radiologi
Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal.Pada waktu
serangan menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni
radiolusen yang bertambah dan peleburan rongga intercostalis, serta
diafragma yang menurun.Akan tetapi bila terdapat komplikasi, maka
kelainan yang didapat adalah sebagai berikut:
1) Bila disertai dengan bronkitis, maka bercak-bercak di hilus
akan bertambah
2) Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka gambaran
radiolusen akan semakin bertambah
3) Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrate
pada paru
4) Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis local
5) Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneumotoraks, dan
pneumoperikardium, maka dapat dilihat bentuk gambaran
radiolusen pada paru-paru
b. Pemeriksaan Tes Kulit
Dilakukan untuk mencari factor alergi dengan berbagai allergen
yang dapat menimbulkan reaksi yang positif pada asma
c. Elektrokardiografi
Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat
dibagi menjadi 3 bagian, dan disesuaikan dengan gambaran yang
terjadi pada empisema paru yaitu:
1) Perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi right
axis deviasi dan clock wise rotation
2) Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni
terdapatnya RBB (Right bundle branch block)
3) Tanda-tanda hopoksemia, yakni terdapatnya sinus
tachycardia, SVES, dan VES atau terjadinya depresi segmen
ST negative
d. Scanning Paru
Scanning paru dengan inhalasi dapat dipelajari bahwa redistribusi
udara selama serangan asma tidak menyeluruh pada paru-paru
e. Spiometri
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible, cara
yang paling cepat dan sederhana diagnosis asma adalah melihat
respon pengobatan dengan bronkodilator. Pemeriksaan spirometer
dilakukan sebelum dan sesudah pamberian bronkodilator aerosol
(inhaler atau nebulizer) golongan adrenergik.Peningkatan FEV1 atau
FVC sebanyak lebih dari 20% menunjukkan diagnosis asma.Tidak
adanya respon aerosol bronkodilator lebih dari 20%. Pemeriksaan
spirometri tidak saja penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga
penting untuk menilai berat obstruksi dan efek pengobatan. Benyak
penderita tanpa keluhan tetapi pemeriksaan spirometrinya
menunjukkan obstruksi.

J. Penatalaksanaan Asma Medis


Menurut Marni (2014) penatalaksaan asma sebagai berikut :
1) Penatalaksanaan Asma Akut
Serangan akut merupakan suatu keadaan darurat dimana membutuhkan
penanganan medis segera. Penanganan harus cepat dan seharusnya
dilakukan di rumah sakit/gawat darurat. Penilaian berat serangan
dilakukan berdasarkan riwayat serangan, gejala, pemeriksaan fisis dan
bila memungkinkan pemeriksaan faal paru, agar dapat diberikan
pengobatan yang tepat (Rengganis, 2008).
2) Penatalaksanaan Asma Kronik
Pasien asma kronik diupayakan untuk dapat memahami sistem
penanganan asma secara mandiri, sehingga dapat mengetahui kondisi
kronik dan variasi keadaan asma. Antiinflamasi merupakan suatu
pengobatan rutin yang bertujuan mengontrol penyakit serta mencegah
serangan. Bronkodilator merupakan pengobatan saat serangan untuk
mengatasi serangan (Rengganis, 2008). Pada penatalaksanaan asma
kronik bisa diklasifikasikan menurut kontrol asma. Kontrol asma dapat
didefinisikan menurut berbagai cara. Pada umumnya, istilah kontrol
menunjukkan penyakit yang tercegah atau bahkan sembuh. Tujuan
pengobatan adalah memperoleh dan mempertahankan kontrol untuk
waktu lama dengan pemberian obat yang aman, dan tanpa efek
samping.
3) Pencegahan dan Pengendalian Faktor Pencetus Asma
Diharapkan dengan mencegah dan mengendalikan faktor pencetus,
serangan asma makin berkurang atau derajat asma semakin tinggi .
4) Perencanaan obat-obat jangka panjang
Ada beberapa hal yang perlu diperhatiakn untuk merencanakan obat-
obat antiasma agar dapat mengendalikan gejala asma yaitu dengan
pertimbangan pemberian obat-obat antiasma, pengobatan farmakologis
berdasarkan sistem anak tangga dan pengobatan asma berdasarkan
sistem wilayah bagi pasien.
5) Penyuluhan asma atau edukasi kepada pasien
Pengobatan asma memerlukan pengobatan jangka panjang, maka dari
itu diperlukan kerjasama antara pasien, keluarga serta tenaga
kesehatan. Hal ini bisa tercapai apabila pasien dan keluarga memahami
penyakitnya, tujuan pengobatan, obat-obat yang dipakai serta efek.

K. Penatalaksanaan dan Perawatan dirumah


Menurut Ngastiah (2014), penatalaksanaan asma dan perawatan dirumah
adalah :
1) Menghilangkan faktor pencetus misalnya debu rumah, bau-bau yang
merangsang, hawa dingin dan lainnya
2) Keluarga harus mengenali tanda-tanda akan terjadi serangan asma
3) Cara memberikan obat bronkodilator sebagai pencegahan bila dirasakan
anak akan mengalami serangan asma serta wajib mengetahui obat mana
yang lebih efektif bila anak mendapat serangan asma
4) Menjaga kesehatan anak dengan memberi makanan yang cukup bergizi
tetapi menghindari makanan yang mengandung cukup alergen bagi
anaknya.
5) Kapan anak harus dibawa untuk konsultasi. Persediaan obat tidak boleh
sammpai habis. Lebih baik jika obat tinggal 1 – 2 kali pemakaian anak
sudah dibawa kontrol ke dokter atau jika anak batuk/ pilek walaupun
belum terlihat sesak napas harus segera dibawa berobat.

L. Asuhan Keperawatan Teoritis


1. Pengkajian
Pengkajian yang biasa dilakukan pada pasien dengan asma, meliputi
hal-hal sebagai berikut:
a. Pengumpulan data
1) Identitas klien/biodata
a) Identitas anak (data dapat diperoleh dari orang tua/
penanggug jawab) yang meliputi nama anak, umur, jenis
kelamin, suku/bangsa, agama, alamat, no RM, Dx medis,
tanggal masuk RS dan tanggal pengkajian
b) Identitas orang tua/penanggung jawab meliputi nama, usia,
pendidikan, pekerjaan, alamat, hubungan dengan pasien
2) Keluhan utama
Pada umumnya orang tua mengeluh anaknya batuk dengan atau
tanpa produksi mucus, sering bertambah berat saat malam hari
atau dini hari sehingga membuat anak sulit tidur. Jika asmanya
berat maka gejala yang akan muncul yaitu perubahan kesadaran
seperti mengantuk, bingung, saat serangan asma, kesulitan
bernafas yang hebat, takikardia, kegelisahan hebat akibat
kesulitan bernafas, berkeringat. (Margaret Varnell Clark, 2013)
3) Riwayat kesehatan
Riwayat kesehatan pada anak dengan asma meliputi hal-hal
sebagai berikut:
a) Riwayat kesehatan sekarang
Merupakan pengembangan dari keluhan utama yang biasa
ditemukan menggunakan pendekatan PQRST, dimana P atau
paliatif/provokative merupakan hal atau faktor yang
mencetuskan terjadinya penyakit, hal yang memperberat atau
meperingan, Q atau qualitas dari suatu keluhan atau penyakit
yang dirasakan, R atau region adalah daerah atau tempat
dimana keluhan dirasakan, S atau severity adalah derajat
keganasan atau intensitas dari keluhan tersebut, T atau time
adalah waktu dimana keluhan dirasakan, time juga
menunjukan lamanya atau kekerapan
b) Riwayat kesehatan yang lalu
Penyakit yang pernah diderita anak perlu diketahui
sebelumnya, karena mungkin ada kaitannya dengan penyakit
sekarang. Riwayat kesehatan menjelaskan tentang riwayat
perawatan di RS, alergi, penyakit kronis dan riwayat operasi.
Selain itu juga menjelaskan tentang riwayat penyakit yang
pernah diderita klien yang ada hubungannya dengan penyakit
sekarang seperti riwayat panas, batuk, filek, atau penyakit
serupa pengobatan yang dilakukan
c) Riwayat kesehatan keluarga
Dikaji mengenai adanya penyakit pada keluarga yang
berhubungan dengan asma pada anak, riwayat penyakit
keturunan atau bawaan seperti asma, diabetes melitus, dan
lain-lain
d) Genogram
Merupakan gambaran struktur keluarga klien, dan gambaran
pola asuh klien
e) Riwayat kehamilan dan persalinan
Merupakan informasi kesehatan anak dan ibu mulai dari pre
natal, natal, dan post natal.
1. Prenatal
Apakah ibu pasien terdapat kelainan atau keluhan yang
dapat memperberat keadaan ibu dan anak saat proses
persalinan, serta jumlah pemeriksaan kehamilan yang
dilakukan ibu pasien
2. Intra natal
Proses persalinan ditolong oleh siapa, apakah persalinan
secara normal atau memerlukan bantuan alat operasi dan
bagaimana keadaan bayi saat di lahirkan (langsung
menangis atau tidak)
3. Post natal
Bagaimana keadaan saat setelah lahir, apakah mendapat
ASI sesuai kebutuhan atau PASI serta bagaimana refleks
menghisap atau menelan

f) Riwayat imunisasi dan pemberian makan


- Riwayat imunisasi

Pada usia 9 bulan imunisasi harus sudah lengkap meliputi


BCG, Hepatitis, Polio, DPT, Campak, Thypoid. Bila anak
belum mendapat imunisasi tanyakan dan catat imunisasi
apa saja yang sudah dan belum didapat serta tanyakan
alasannya
4. Riwayat pemberian makan

Catat pada pertama kali anak dan pada umur berapa


diberikan makanan tambahan. Selain ASI, baik berupa
jenis, porsi dan frekuensi yang diberikan dan tanyakan
makanan apa yang lebih disukai oleh anak.

4) Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
Biasanya keadaan umum pasien dengan asma adalah
kelemahan fisik akibat kurangnya nafsu makan, gelisah,
kesulitan bernafas, kesulitan tidur, berkeringat, takikardia.
b. Tanda-tanda vital
Akan ditemukan tanda-tanda vital yang berubah dari ukuran
normal
c. Antropometri
Dikaji untuk mengetahui status gizi, dapat ditemukan
penurunan berat badan dari normal.
Head to toe
5. Kepala
Amati bentuk dan kesimetrisan kepala, kebersihan kepala
pasien, lingkar kepala. Pada asma tidak ditemukan
masalah pada saat dilakukan pemeriksaan kepala.
6. Mata
Perhatikan apakah jarak mata lebar atau lebih kecil, amati
kelopak mata terhadap penetapan yang tepat, periksa alis
mata terhadap kesimetrisan dan pertumbuhan rambutnya,
amati distribusi dan kondisi bulu matanya, bentuk serta
amati ukuran iris apakah ada peradangan atau tidak, kaji
adanya oedema pada mata. Pada asma tidak ditemukan
masalah pada saat dilakukan pemeriksaan mata.
7. Hidung
Amati pasien, apakah pasien menggunakan nafas cuping
hidung
8. Mulut
Periksa bibir terhadap warna, kesimetrisan, kelembaban,
pembengkakan, lesi, periksa gusi lidah, dan palatum
terhadap kelembaban, keutuhan dan perdarahan, amati
adanya bau, periksa lidah terhadap gerakan dan bentuk,
periksa gigi terhadap jumlah, jenis keadaan, inspeksi
faring menggunakan spatel lidah. Biasanya ditemukan
pada mulut terdapat nafas barbau tidak sedap, bibir kering
dan pecah-pecah, lidah tertutup selaput putih kotor, ujung
dan tepinya kemerahan
9. Telinga
Periksa penempatan dan posisi telinga, amati penonjolan
atau pendataran telinga, periksa struktur telinga luar dan
ciri-ciri yang tidak normal, periksa saluran telinga luar
terhadap hygiene, rabas dan pengelupasan. Lakukan
penarikan aurikel apakah ada nyeri atau tidak lakukan
palpasi pada tulang yang menonjol di belakang telinga
untuk mengetahui adanya nyeri tekan atau tidak
10. Leher
Gerakan kepala dan leher klien dengan ROM yang penuh,
periksa leher terhadap pembengkakan kelenjar getah
bening, lakukan palpasi pada trakea dan kelenjar tiroid
11. Dada
Amati kesimetrisan dada terhadap retraksi atau tarikan
dinding dada kedalam, amati jenis pernafasan, amati
gerakan pernafasan dan lama inspirasi serta ekspirasi,
lakukan perkusi diatas sela iga, bergerak secara simentris
atau tidak dan lakukan auskultasi lapang paru
12. Abdomen
Periksa kontur abdomen ketika sedang berbaring
terlentang, periksa warna dan keadaan kulit abdomen,
amati turgor kulit. Lakukan auskultasi terhadap bising
usus serta perkusi pada semua area abdomen
13. Ekstremitas
Kaji bentuk kesimetrisan bawah dan atas, kelengkapan
jari, apakah terdapat sianosis pada ujung jari, adanya
oedema, kaji adanya nyeri pada ekstremitas
14. Genetalia dan anus
Kaji kebersihan sekitar anus dan genetalia, inspeksi
ukuran genetalia, posisi, uretra, inspeksi adanya tanda-
tanda pembangkakan, periksa anus adanya robekan,
hemoroid, polip
Pengkajian per sistem :

a) Sistem Pernapasan / Respirasi


Sesak, batuk kering (tidak produktif), tacypnea, orthopnea,
bared chest, penggunaan otot aksesori pernapasan, peningkatan
dan penurunan sianosis, perkusi hipersonor, pada
auskultasi terdengan wheezing, ronchi, basah sedang, ronchi
kering musikal.
b) Sistem Cardiovaskuler
Diaporesis, tachicardia, dan kelelahan.
c) Sistem Persyarafan / neurologi
Pada serangan yang berat dapat terjadi gangguan kesadaran :
gelisah, rewel, cengeng → apatis → sopor → coma.
d) Sistem perkemihan
Produksi urin dapat menurun jika intake minum yang kurang
akibat sesak nafas.
e) Sistem Pencernaan / Gastrointestinal
Terdapat nyeri tekan pada abdomen, tidak toleransi terhadap
makan dan minum, mukosa mulut kering.
f) Sistem integument
Berkeringat akibat usaha pernapasan klien terhadap sesak nafas

2. Diagnosa Keperawatan

a) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan

penumpukan mucus (sekret) disaluran nafas ditandai klien

mengeluarkan batuh berdahak serta sesak


b) Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan penurunan

ekspansi paru

c) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan obstruksi jalan

nafas yang ditandai dengan napas cuping hidung dan takikardi

d) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidak seimbangan

suplai dengan kebutuhan oksigen ditandai dengan klien lemas,

SaO2 < 90%

3. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Keperawatan NOC NIC

1 Ketidakefektifan bersihan Status pernafasan : kepatenan Manajemen jalan nafas.


jalan nafas. Kriteria hasil :
jalan nafas b. d
1. Frekuensi pernafasan 1. Bersihkan jalan nafas
penumpukan mucus tidak ada deviasi dari dengan teknik chin lift
kisaran normal. atau jaw thrust sebagai
(sekret) 2. Irama pernafasan tidak ada mana mestinya.
deviasi dari kisaran normal. 2. Posisikan pasien untuk
3. Kedalaman inspirasi tidak ada memaksimalkan
Definisi : deviasi dari kisaran normal. ventilasi.
Kemampuan untuk
mengeluarkan sekret tidak ada 3. Lakukan fisioterapi
Ketidakmampuan deviasi dari kisaran normal. dada sebagai mana
membersihkan sekresi 5. Suara nafas tambahan tidak ada. mestinya.
atau obstruksi dari 6. Dispnea dengan aktivitas
saluran nafas untuk ringan tidak ada. 4. Buang sekret
mempertahankan 7. Batuk tidak ada. dengan memotivasi pasie
bersihan jalan nafas 5. Instruksikan
Status pernafasan : ventilasi. bagaimana agar bisa
Batasan Karkteristik : melakukan batuk
1. Frekuensi pernafasan efektif.
tidak ada deviasi dari 6. Auskultasi suara nafas
1) Batuk yang tidak
kisaran normal. 7. Posisikan untuk
efektif
2. Irama pernafasan tidak ada meringankan sesak
deviasi dari kisaran normal. nafas.
3. Kedalaman inspirasi tidak ada
2) Dispnea deviasi dari kisaran normal. 8. Monitor status
3) Gelisah 4. Kapasitas vital tidak ada pernafasan dan
deviasi dari kisaran normal. oksigenasi.
4) Kesulit verbalisasi 5. Suara perkusi nafas tidak ada
deviasi dari kisaran normal. Monitor pernafasan
5) Mata terbuka lebar 6. Suara nafas tambahan tidak ada 1. Monitor kecepatan,
6) Ortopnea irama, kedalaman dan
kesulitan bernafas.
7) Penurunan bunyi napas 2. Monitor suara nafas
tambahan.
8) Perubahan frekuensi
napas
3. Monitor pola nafas.
9) Perubahan pola napas
10) Sianosis 4. Auskultasi suara
nafas, catat area
11) Sputum dalam dimana terjadi
jumlah yang penurunan atau tidak
berlebihan. adanya ventilasi dan
keberadaan suara
12) Suara napas
nafas tambahan.
tambahan
5. Kaji perlunya
13) Tidak ada batuk penyedotan pada jalan
nafas dengan
auskultasi suara nafas
ronki di paru.
6. Monitor kemampuan
batuk efektif pasien.

7. Berikan bantua terapi


nafas jika diperlukan
(misalnya nebulizer)

2 Ketidakefektifan pola Status pernafasan : ventilasi Manajemen jalan nafas


napas berhubungan dengan
penurunan ekspansi paru Kriteria hasil : 1. Bersihkan jalan nafas
dengan teknik chin lift
atau jaw thrust sebagai
Definisi : 1. Frekuensi pernafasan mana mestinya.
tidak ada deviasi dari 2. Posisikan pasien untuk
kisaran normal. memaksimalkan
Inspirasi atau ekspirasi 2. Irama pernafasan tidak ada ventilasi.
yang tidak memberi deviasi dari kisaran tekanan
ventilasi adekuat. normal. 3. Lakukan fisioterapi
3. Suara perkusi nafas tidak ada
deviasi dari kisaran normal. dada sebagai mana
Batasan Karakteristik : 4. Kapasitas vital tidak ada mestinya.
deviasi dari kisaran normal.
- Bradipnea 5. Suara nafas tambahan tidak 4. Buang sekret
- Dispnea ada. dengan memotivasi pasie
- Fase 6. Gangguan suara saat auskultasi 5. Instruksikan
ekspirasi memanjan tidak ada. bagaimana agar bisa
- Ortopnea melakukan batuk
- Penggunaan otot bantu efektif.
pernafasan 6. Auskultasi suara nafas
- Penggunaan posisi tiga
titik 7. Posisikan untuk
- Peningkatan meringankan sesak
diameter anterior nafas.
posterior
- Penggunaan 8. Monitor status
kapasitas vital pernafasan dan
- Penurunan oksigenasi.
kapasitas vital
- Penurunan Terapi oksigen
tekanan ekspirasi
1. Pertahankan
kepatenan jalan nafas.

2. Siapkan peralatan
oksigen dan berikan
melalui humidifier.
3. Berikan oksigen
tambahan seperti yang
diperintahkan.

4. Monitor aliran
oksigen.

5. Monitor efektifitas
terapi oksigen.

6. Amati tanda-tanda
hipoventilasi induksi
oksigen.

6. Konsultasi dengan
tenaga kesehatan lain
mengenai penggunaan
oksigen tambahan
selama kegiatan atau
tidur.
3 Gangguan pertukaran gas Status pernafasan : Terapi oksigen
berhubungan dengan Pertukaran gas. Kriteria
obstruksi jalan nafas yang hasil :
ditandai dengan napas 1. Tekanan parsial oksigen di 1. Pertahankan
cuping hidung dan darah arteri (Pa02) tidak ada kepatenan jalan nafas.
takikardi deviasi dari kisaran normal.
2. Tekanan parsial karbondioksida 2. Siapkan peralatan oksigen
Defenisi di 3. Berikan oksigen
darah arteri (PaCO2) tidak ada tambahan seperti yang
Kelebihan atau defisit deviasi dari kisaran normal. diperintahkan.
oksigenasi atau 3. Saturasi oksigen tidak ada
eliminasi. 4. Monitor aliran
deviasi dari kisaran normal. oksigen.
Batasan Karakteristik :
4. Hasil rontgen dada tidak ada 5. Monitor efektifitas
1. Diaforesis terapi oksigen.
deviasi dari kisaran normal.
2. Dispnea 6. Amati tanda-tanda
Tanda-tanda vital hipoventilasi induksi
3. Gangguan penglihatan oksigen.
Kriteria hasil : 7. Konsultasi dengan
4. Gas darah tenaga kesehatan lain
1. Suhu tubuh tidak ada deviasi
arteri abnormal mengenai
dari kisaran normal.
5. Gelisah penggunaan oksigen
2. Denyut nadi radialis tidak ada tambahan selama
deviasi dari kisaran normal.
6. Hiperkapni kegiatan atau tidur.
3. Irama pernafasan tidak ada
Monitor tanda-tanda
deviasi dari kisaran normal.
7. Hipoksemia vital
4. Tekanan darah sistolik
tidak ada deviasi dari
8. Hipoksia kisaran normal. 1. Monitor tekanan
Tekanan darah diastolik tidak darah, nadi, suhu
9. Iritabilitas ada deviasi kisaran normal dan status
pernafasan dengan
10. Konfusi tepat.
2. Monitor tekanan
11. Nafas cuping hidung darah saat pasien
12. Penurunan karbon berbaring, duduk
dioksida dan berdiri,
13. pH arteri abnormal sebelum dan
14. Pola pernafasan sesudah perubahan
abnormal (misalnya posisi.
kecepatan,irama, 3. Monitor dan
kedalaman) laporkan tanda dan
gejala hipotermia
15. Sakit kepala saat dan hipertermia.
4. Monitor keberadaan
Bangun nadi dan kualitas
nadi.
16. Sianosis
5. Monitor suara paru-
17. Somnolen paru.

18. Takikardia 6. Monitor warna kulit


7. Monitor warna kulit,
19. Warna kulit abnormal suhu dan
kelembaban
(pucat, kehitaman).

4 Intoleransi aktivitas Toleransi Terhadap Aktifitas Manajemen energy


berhubungan dengan
ketidak seimbangan suplai 1. Frekuensi nadi ketika 1. Kaji status
dengan kebutuhan oksigen beraktifitas normal fisiologis pasien yang m
ditandai dengan klien 2. Frekuensi nafas saat 2. Anjurkan pasien
lemas, SaO2 < 90% beraktivitas normal secara
3. Tekanan darah normal verbal
mengung
kapkan
Energi Psikomotor keterbatasanya
3. Menggunakan
1. Menunjukkan afek sesuai
instrument yang
Dengan situasi
valid untuk
2. Mematuh regimen pengobatan
mengukur kelelahan
3. Menunjukkan tingkat
4. Perbaiki deficit status
energy yang stabil
fisiologi seperti
4. Dapat menyelesaikan tugas
anemia
sehari-hari
5. Pilih intervensi untuk
mengurangi kelelahan
6. Monitor intake nutrisi
pasien
7. Tingkatkan tirah
baring
8. Lakukan ROM
aktif/pasif untuk
mengurangi
ketegangan
9. Berikan kegiatan
pegalihan yang
menenangkan untuk
relaksasi
10. Anjurkan pasien tidur
siang
11. Hindari kegiatan
perawata selama
pasien istirahat
12. Bantu pasien dalam
aktivitas sehari-hari (
ambulasi, berpindah)
sesuai kemamuannya
13. Evaluasi secara
bertahap kenaikan
level aktivitas pasien
14. Monitor respon
oksigen pasien
15. Pengaturan Posisi
Berikan matras yang
lembut
16. Dorong pasien untuk
terlibat dalam
pengaturan posisi

17. Masukkan posisi


tidur yang
diingankan pasien
dalam rencana
perawatan
18. Posisikan untuk
mengurangi dyspnea

19. Sokong bagian tubuh


yang edema
menggunakan bantal
20. Sokong leher dengan
tepat

21. Balikkan tubuh


dengan menggunakan
teknik gelinding

22. Balikkan psien tiap 2


jam

23. Tinggikan tempat


tidur
4. Implementasi
Melaksanakan tindakan sesuai dengan apa yg sudah disusun berdasarkan
intervensi.

5. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi merupakan tahap akhir dari suatu proses keperawatan dimana

terdapat perbandingan yang sistematis dan terencana kesehatan pasien

serta tujuan yang akan dilakukan, dibuat dalam bentuk SOAP.


BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN PADA AN. S DENGAN ASMA

A. Pengkajian Keperawatan

Nama Mahasiswa : Annazhifa A Boestari

NBP : 2041312028

Tempat Praktek : Rumah An. S

Tanggal Pengkajian : 23 November 2020

Tanggal klien masuk :-

No. RM :-

I. IDENTITAS DATA

Nama Anak : An. S

BB/PB : 13,5 kg/ 86 cm

TTL/ Usia : Padang 16 Mei 2017/ 3 tahun 6 bulan

Jenis Kelamin : Perempuan

Pendidikan Anak : Belum Sekolah

Anak ke :3

Nama Ibu : Ny. W

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga


Pendidikan : SMA

Alamat : Perumnas Indarung

II. KELUHAN UTAMA

Ibu mengatakan anak mengalami batuk berdahak sudah 2 hari ini, kemarin

malam sesak nafas, ibu mengatakan anak malas makan, dan tidur malam terganggu

ketika sesak. Anak biasanya sesak kalo cuaca dingin di malam hari, jika sesak anak

berkeringat dingin dan diberi air hangat kuku dan juga inhalernya.

III. RIWAYAT KEHAMILAN DAN KELAHIRAN

1. Prenatal :

- HPHT :-

- Pemeriksaan Kehamilan : Bidan

- Frekuensi : Teratur

- Masalah waktu hamil : Tidak ada masalah

- Sikap ibu terhadap kehamilan : ibu menerima kehamilan dengan positif karena
sangat menantikan kelahiran anak ketiganya ini

- Emosi ibu pada saat hamil : Normal

- Obat-obatan yang digunakan : Vitamin

- Perokok : Tidak ada

- Alkohol : Tidak mengkonsumsi alkohol


2. Intranatal :

- Tanggal persalinan : 16 Mei 2017

- BBL/PBL : 3000 gram/ 49 cm

- Usia gestasi saat hamil : 40 minggu

- Tempat persalinan : Praktek Bidan

- Penolongan persalinan : Normal

- Penyakit persalinan : Tidak ada

3. Postnatal :

- Masa nifas : 37 hari

- Masalah selama nifas : tidak ada masalah selama masa nifas

IV. RIWAYAT KESEHATAN SEKARANG

Pada saat dilakukan pengkajian tanggal 23 November 2020, anak tampak

lesu, namun gelisah, berkeringat batuk berdahak anak tampak sesak dan dalam

kondisi duduk, teraba kulit dingin, ibu W mengatakan An. S batuk berdahak sudah

2 hari, kemarin malam sesak, sekarang masih sesak, ibu W mengatakan sesak

biasanya hilang dalam beberapa jam setelah diberi ventolin (inhaler) dan selalu

memberikan air hangat kuku, karena cuaca dingin juga di malam hari, ibu

mengatakan biasanya saat cuaca dingin anak sesak nafas kambuh.


V. RIWAYAT KESEHATAN DAHULU

Ibu klien mengatakan An. S asma saat berumur 1 tahun terdiagnosa asma

dari puskesmas. Pernah ke igd terakhir 10 bulan yang lalu karena sesak, dan diberi

nebulizer. Ibu mengatakan terakhir kambuh asma anak sekita 1 minggu yang lalu

karena cuaca dingin lalu dibawa keklinik dan dokter meresepkan ventolin untuk

jika sesak kambuh dirumah.

1. Riwayat Imunisasi :

BCG : ada

DPTHB (1-2-3) : ada

Polio : ada

Campak : ada

Kesimpulan : imunisasi lengkap sesuai usia


VI. RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA

Ibu W mengatakan Ibu nya memiliki riwayat sesak nafas dan anak pertama

saat berumur 1 tahun pernah sesak nafas tapi sekarang tidak pernah kambuh lagi.
VII. RIWAYAT TUMBUH KEMBANG

1. Kemandirian dan bergaul: An. S mau diajak bicara oleh perawat

2. Motorik kasar:

✓ Anak dapat meloncat jauh

✓ Anak dapat berdiri 1 kaki 1 detik

✓ Anak dapat Melempar bola lengan atas

✓ Anak dapat berdiri 1 kaki 2 detik

✓ Anak belum bisa melompot dengan 1 kaki

3. Kognitif dan Bahasa:

✓ Anak dapat berbicara dengan mengerti

✓ Anak dapat menyebut 4 gambar

✓ Anak dapat mengetahui 2 kegiatan

✓ Anak dapat mengerti 2 kata sifat

✓ Anak dapat menyebut 1 warna

✓ Anak dapat menyebutkan 2 kegunaan benda

✓ Anak dapat mengitung 1 kubus

✓ Anak dapat menyebutkan 3 kegunaan benda

✓ Anak belum dapat menyebutkan 4 kegunaan benda

✓ Anak belum dapat berbicara semua dimengerti

4. Motorik Halus:

✓ Anak dapat bermain menara 4 kubus

✓ Anak dapat bermain menara 6 kubus


✓ Anak bicara dapat menirukan garis vertikal

✓ Anak belum dapat membuat menara kubus

✓ Anak dapat menggoyangkan ibu jari

✓ Anak belum dapat mencontohkan o

✓ Anak belum dapat menggambar orang 3 bagian

5. Psikososial:

✓ Anak dapat mencuci tangan dan mengeringkan

✓ Anak dapat menyebut nama teman

✓ Anak dapat memakai t-shirt

✓ Anak dapat berpakaian tanpa bantuan

✓ Anak belum dapat bermain ular tangga/kartu

VIII. RIWAYAT SOSIAL

1. Yang mengasuh klien: Ibu W, suaminya (ayah dari An. S), nenek An. S

2. Hubungan dengan anggota keluarga: Klien memiliki kedekatan dengan

keluarga inti, saling menyayangi sesama saudaranya

3. Hubungan dengan teman sebaya: Klien memiliki teman sebaya di lingkungan

rumah.

4. Pembawaan secara umum: Seperti anak normal biasa

5. Lingkungan rumah : Rumah permanen dengan 2 kamar dengan ruang TV

begabung dengan ruang tamu dan ruang makan, jamban di dalam rumah,

sumber air sumur, dan sampah rumah tangga di bakar.


IX. PEMERIKSAAN FISIK

1. Keadaan umum : baik

2. PB/BB : 86 cm / 13,5 kg IMT: 18,25

3. TTV

S: 36,8 C

N: 100x/menit

P: 29x/ Menit

4. Kepala

a. Lingkar kepala : 45 cm

b. Rambut :

• Kebersihan : Baik

• Warna : Hitam

• Tekstur : Halus

• Distribusi rambut : Lebat

• Kuat/mudah tercabut : Kuat

5. Mata

• Simetris: Simetris kiri dan kanan

• Sklera: Tidak Ikterik


• Konjungtiva: Anemis, cekung

• Palpebra: Tidak ada oedema palpebra

6. Telinga:

• Simetris: Kiri dan kanan

• Serumen: Tidak ada kelainan

• Tidak ada nyeri telinga

• Tidak ada pembengkakan dibelakang telinga

• Tidak ada cairan/nanah keluar dari telinga

7. Hidung: tidak ada pernapasan cuping hidung

• Secret : Tidak ada

• Polip : Tidak ada

8. Mulut:

• Kebersihan : bersih

• Warna bibir : Pucat

• Kelembapan : Kering

a. Lidah : Bersih

b. Gigi : Ada caries di gigi geraham belakang sebelah kanan


9. Leher

a. Kelenjer tiroid : Tidak ada pembengkakan

b. Kelenjer getah bening : Tidak ada pembengkakakan

c. JVP : Tidak ada kelainan

10. Dada

a. Inspeksi : simetris kiri dan kanan, retraksi (-)

b. Palpasi : tidak ada pembengkakan

11. Jantung

Auskultasi : reguller, mur-mur(-), gallop(-).

12. Paru-paru

a. Inspeksi : simetris kiri dan kanan,retraksi (+)

b. Palpasi : Tidak ada pembengkakan

c. Perkusi : hipersonor di lapang paru

d. Auskultasi : Ronchi +, Wheezing +

13. Abdomen

a. Inspeksi : perut tidak tampak membuncit

b. Perkusi : tympani

c. Auskultasi : bising usus normal 15x/menit


14. Punggung : Bentuk : tidak ditemukan kelainan (normal)

15. Ekstermitas :

Kekuatan : kuat, tonus otot : Ada

Refleks- refleks : Bisep (+), trisep (+)

Akral hangat, CRT < 2 detik

16. Kulit :

Warna : Tidak pucat

Tugor : Sedang

Integritas : Tidak ada luka

Elastisitas : Baik

X. PEMRIKSAAN PERTUMBUHAN

STATUS GIZI

1. BB anak saat ini = 13,5 kg PB saat ini = 86 cm

2. IMT/BMI = 18,25 (-2sd s/d 2sd) kategori norma/baik

3. BB menurut Usia = 90 % ( Gizi baik/Normal)

4. TB menurut Usia = 90,52% (normal)

5. BB/TB = 96,42% (Gizi Normal)


XI. PEMERIKSAAN PSIKOSOSIAL

An.S terlihat lesu tapi nampak An. S memiliki rasa bersaing (kompetitif).

An.S menyatakan tidak merasa susah untuk bermain dan bergabung dengan

temannya. An.S menunjukkan antusias untuk bermain.

XII. DATA LINGKUNGAN

1. Karakteristik rumah

Rumah semi permanen, keadaan rumah kurang bersih baju

bertumpuk dikamar dan diruang tamu, ventilasi ada setiap di pintu dan

jendela, jendela selalu di buka, makanan di simpan di tudung makanan,

sampah di kumpul dibelakang rumah dan dibakar ,sumber air sumur.

2. Karakteristik tetangga dan komunitas

Keluarga An S tinggal di Perumnas Indarung. Keluarga An S

mengatakan sumber air yang ada disekitar yaitu memakai air sumur, dan

pembuangan limbah rumah tangga berada sekitar 8 meter dari belakang

rumah. Dirumah An S menggunakan jamban dalam rumah dan terdapat septik

tank yang berjarak lebih dari 9-10 meter di belakang rumah, pembuangan

sampah keluarga An S mengumpulkan pada tempat sampah dan membuang

sampah setiap hari ditempat pembakaran belakang rumah Tipe komunitas

tempat tinggal keluarga An S adalah homogen. Penduduk dilingkungan rumah

keluarga An S merupakan penduduk asli. Karakteristik komunitas tempat

tinggal keluarga An S adalah kelas menengah. Lingkungan disekitar padat.


Jarak rumah satu kerumah yang lain berdekatan. Fasilitas-fasilitas umum yang

tersedia di komunitas perumnas Indarung ada toko, warung keperluan rumah

tangga, Mussola.

3. Mobilitas geografis keluarga

An S mempunyai 4 saudara kakak yang pertama seorang laki-laki, An

S anak ketiga seorang perempuan. Keluarga An S sudah lama tinggal

dilingkungan tersebut sejak kakak pertama An S Umur 2 tahun dan menetap

sampai sekarang.

4. Perkumpulan keluarga dan interaksi dengan masyarakat

Keluarga An S mengatakan mempunyai hubungan baik dengan

siapapun yang ada dikomunitasnya baik itu tetangga maupun masyarakat.

Keluarga An S akan bersedia membantu jika ada kegiatan masayarakat di

komunitasnya. Keluarga An S mengatakan jika membeli keperluan rumah

tangga selalu belanja di warung terdekat.

XIII. PEMERIKSAAN CAIRAN

- Intake : minum ± 4 gelas/hari

- Output cairan : BAK ± 5-6 x/hari

BAB 1 ×/hari, konsistensi lembek


XIV. PEMERIKSAAN SPIRITUAL

Ibu. W mengatakan bahwa seluruh anggota keluarga dan kerabat nya

beragama Islam . Ibu W mengatakan An. S selalu mengikuti ibu atau kakak nya.

Rumah Ibu W yang berdekatan dengan Mussola , tetapi seiring dengan wabah

Covid- 19 yang sedang mewabah Ibu W dan anggota keluarga nya melaksanakan

ibadah di rumah saja.

XV. PEMERIKSAAN PENUNJANG: -

XVI. KEBUTUHAN DASAR SEHARI- HARI

No Jenis Kebutuhan Sebelum sakit Saat Sakit


1. Makan Nasi lunak 1 porsi + Nasi lunak 1/2 porsi+ lauk
sayur+ lauk 3x sehari
2x sehari kebutuhan 1125
dengan 1125 kkal
kkal
2. Minum Air Putih ±3 gelas/ hari Air Putih ±3 gelas/ hari
atau atau
800 cc 800 cc
3. Tidur Malam 6 – 8 jam/hr Malam 5 – 6 jam/hr sering
terbangun karna sesak
Siang 1- 2 jam/hr
Siang 1- 2 jam/hr
4. Mandi 2 x sehari 2 x sehari
5. Eliminasi
BAB: 1-2x sehari BAB: 1-2x sehari
BAK: 4-5x sehari BAK: 4-5x sehari
atau atau
450cc 450cc
6. Bermain Anak biasa bermain Anak selama pandemic
dengan tetangga dan main di rumah dan saudara
sekitar rumah dan kerabat nya
dekat rumah
XVII. RINGKASAN RIWAYAT KEPERAWATAN

Keluhan An. S batuk berdahak sudah 2 hari ini, demam tidak ada, nafas

sesak ketika malam hari saat cuaca dingin, saat dilakukan pengkajian, anak

tampak lesu, gelisah, nafas sesak. Tampak menggunakan otot bantu nafas, akral

dingin, whezzzing +/+, mengi+, tampak menggunakan otot bantu nafas, ibu W

mengatakan ketika malam, anak susah tidur karena sesak.P : 29 x/menit, N: 100

x/ menit. Ibu W mengatakan An. S sejak umur 1 tahun menderita asma, orang

tua dari Ibu W yang mempunyai riwayat asma, namun suaminya merokok tapi

kadang-kadang. Ibu mengatakan tidak pernah mengikuti penyuluhan tentang

asma pada anak.


ANALISA DATA

NO Data Patofisiologi Masalah

1 DS: Alergen (hawa dingin) Ketidakefektifan



• Ibu mengakan Pola nafas
Masuk dalam tubuh
nafas anak ↓
Merangsang plasma
sesak, sudah 2 ↓
Membentuk antibody
hari ini sesak

saat malam hari Ig E menempel dan
beredar pada reseptor
saat cuaca yang sesuai dengan
dinding mast
dingin ↓
Bereaksi dengan
• Ibu mengatakan reseptor

anak alergi
Mengeluarkan mediator
histamine, platelet,
dengan cuaca
bradikinin dll
dingin ↓
Resistensi jalan nafas
DO: selama ekpirasi
• Tampak sesak ↓
Hipercapnea
• Tampak ↓
Takipnea
menggunakan ↓
Hiperventilasi
otot bantu nafas

• Akral dingin
• Tampak gelisah,

anak tampak

lesu

• Pernafasan cepat

• P : 29 x / Menit

• N : 100 x/menit

2 DS: Alergen (hawa dingin) Ketidakefektifan


• Ibu W mengatakan

bersihan jalan
sudah 2 hari ini anak
Hipersensitivitas Stimulsi
batuk berdahak.
Ig E (Imunoglobulin
• Ibu mengatakan alergi)
anak sesak saat ↓
malam hari ketika Pemecahan sel mast
cuaca dingin. ↓
DO: Pelepasan histamine
• Suara nafas ronchi ↓
+, wheezing + Mukosa meningkat
• P : 29x/i sekresi mucus berlebihan
• N : 100 x/menit yang sangat lengket
• Akral dingin ↓
• Tampak sesak Merangsang batuk
3 DS: Kurang Informasi Defisien
• Ibu W mengatakan Pengetahuan
belum begitu paham

tentang penanganan

An. S ketika sesak

• Ibu W mengatakan

tidak pernah

mengikuti

penyuluhan tentang

asma pada anak

• Ibu W mengatakan

saat anak sesak

nafas nya kambuh

ibu W memberikan

air hangat kuku

DO: -

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Ketidakefektifan pola nafas b.d hiperventilasi

2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d hipersekresi mucus

3. Defisien pengetahuan b.d kurang informasi


C. INTERVENSI

No. Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


Keperawatan NOC NIC
1 Ketidakefektifan pola Status pernafasan : ventilasi Manajemen Jalan Nafas
- Auskultasi bunyi nafas untuk
nafas b.d hiperventilasi Kriteria hasil :
mengetahui derajat spasme
1. Frekuensi pernafasan tidak
Definisi : - Kaji pantau frekuensi
ada deviasi dari kisaran pernafasan
Inspirasi atau ekspirasi - Catat adanya/derajat distres,
normal.
yang tidak memberi misal : keluhan air hungry,
2. Irama pernafasan tidak ada
gelisah, ansietas, distres
ventilasi adekuat.
deviasi dari kisaran tekanan pernafasan, penggunaan otot
Batasan bantu .
normal.
- Kaji pasien untuk posisi yang
Karakteristik : 3. Suara perkusi nafas tidak
nyaman untuk bernafas.

- Bradipnea ada deviasi dari kisaran - Pasien dengan distress

normal. pernafasan akan mencari posisi


- Dispnea
yang nyaman dan mudah untuk
- Fase ekspirasi 4. Kapasitas vital tidak ada
bernafas, membantu

memanjang deviasi dari kisaran normal. menurunkan kelemahan otot

5. Suara nafas tambahan tidak dan mempermudah ekspansi


- Ortopnea
dada
- Penggunaan otot ada.
- Ajarkan Teknik non

bantu pernafasan 6. Gangguan suara saat farmakologis, teknik relaksasi

auskultasi tidak ada. nafas dalam


- Penggunaan posisi

tiga titik

- Peningkatan diameter
anterior posterior

- Penggunaan kapasitas

vital

- Penurunan kapasitas

vital Penurunan

tekanan Ekspirasi

- Penurunan tekanan

inspirasi

- Penurunan ventilasi

semenit

- Pernafasan bibir

- Pernafasan cuping

hidung

- Perubahan ekskursi

dada

- Pola nafas abnormal

(misalnya irama,

frekuensi, kedalaman)

- Trakipnea

2 Ketidakefektifan Status pernafasan : Manajemen jalan nafas.


kepatenan jalan nafas. - Posisikan pasien untuk
bersihan jalan nafas
Kriteria hasil : memaksimalkan ventilasi.
b.d hipersekresi
1. Frekuensi pernafasan - Lakukan fisioterapi dada
mucus tidak ada deviasi dari sebagai mana mestinya.
kisaran normal. - Auskultasi suara nafas
Defenisi :
2. Irama pernafasan tidak
Ketidakmampuan
ada deviasi dari kisaran Monitor Pernapasan :
membersihkan sekresi normal. - Monitor kecepatan, irama,
3. Kedalaman inspirasi tidak kedalaman dan kesulitan
atau obstruksi dari
ada deviasi dari kisaran bernafas.
saluran nafas untuk
normal. - Auskultasi suara nafas, catat
mempertah ankan 4. Kemampuan untuk area dimana terjadi penurunan

bersihan jalan nafas. mengeluarkan sekret tidak atau tidak adanya ventilasi dan
ada deviasi dari kisaran keberadaan
Batasan
normal. - suara nafas tambahan.
Karakteristik: 5. Suara nafas tambahan

- Dipneu tidak ada.


6. Dispnea dengan aktivitas
- Gelisah
ringan tidak ada.
- Kesulitan 7. Batuk tidak ada.

verbalisasi
Status pernafasan :
- Batuk yang tidak
ventilasi.
efektif 1. Frekuensi pernafasan
- Ortopnea tidak ada deviasi dari
kisaran normal.
Perubahan pola
2. Irama pernafasan tidak
nafas ada deviasi dari kisaran
- Sianosis normal.
3. Kedalaman inspirasi tidak
- Sputum dalam
ada deviasi dari kisaran
jumlah yang normal.
berlebih 4. Kapasitas vital tidak ada
deviasi dari kisaran
normal.
5. Suara perkusi nafas tidak
ada deviasi dari kisaran
normal.
6. Suara nafas tambahan
tidak ada
3 Defisien pengetahuan Pengetahuan manajemen Pendidikan Kesehatan
b.d kurang informasi infeksi: 1. Targetkan sasaran pada
1. Mengetahui pengertian kelompok sesuai usia
Batasan 2. Mengetahui tanda dan 2. Tentukan pengetahuan
Karakteristik: gejala kesehatan dan gaya hidup
3. Mengetahui penyebab sehat pada individu, keluarga
- Ketidakakuratan 4. Mengetahui pencegahan 3. Rumuskan tujuan dalam
mengikuti perintah 5. Mengetahui penanganan program pendidikan
- Ketidakakuratan kesehatan
mengikuti tes 4. Indentifikasi sumber daya
- Perilaku tidak tepat 5. Berilah ceramah untuk
- Kurang menyampaikan informasi
pengetahuan 6. Gunakan media yang sesuai
7. Rencanakan tindak lanjut
D.CATATAN PERKEMBANGAN

No Hari/Tanggal Diagnosa Implementasi Evaluasi Perawat

1 Senin, Ketidakefektifan - Mengukur frekuensi S: Zhifa


23-11- 2020 pernafasan - Ibu mengatakan
pola nafas b.d
Pukul - Mengukur TTV nafas anak sesak
hiperventilasi
11.00- 11.10 - Mencatat adanya ketika batuk
distress seperti O:
penggunaan otot bantu - P : 29x/menit
nafas - N :100x/menit
- Mengajarkan Teknik - Anak tampak
non farmakologis, berkeringat
teknik relaksasi nafas - Anak tampak
dalam menggunakan otot
bantu nafas
- Anak sudah
diajarkan teknik
relaksasi nafas dalam
dalam posisi duduk,
anak dapat
melakukan dengan
namun belum semua
benar.
A:
Masalah belum teratasi
P:
Intervensi dilanjutkan
- Anjurkan atur
posisi senyaman
anak fowler
- Ajarkan kembali
teknik relaksasi
nafas dalam
Senin, Ketidakefektifan - Mengauskultasi suara S: Zhifa
23-11- 2020 nafas tambahan - Ibu mengatakan
bersihan jalan
Pukul - Mengkaji frekuensi anak S masih batuk
nafas b.d
11.10- 11.20 kedalaman pernafasan berdahak sudah 2
hipersekresi dan ekspansi dada, hari ini.
- Mencatat upaya - Ibu mengatakan
mucus
pernafasan termasuk anak sudah
penggunaan otot bantu diminumkan air
pernafasan. hangat
- Tetap Menganjurkan O:
konsumsi air hangat - P : 30 x/ menit dan
teratur
- Anak tampak
menggunakan otot
bantu pernafasan
- Wheezing +/+,
ronchi+/-
- Anak tampak batuk
berdahak
- Sudah diatur posisi
anak semi fowler,
dipangku oleh
ibunya
A:
Masalah belum teratasi
P:
Intervensi dilanjutkan
- Memberikan
fisioterapi dada
Senin, Defisien - Kaji pengetahuan orang S: Zhifa
23-11- 2020 pengetahuan b.d tua tentang penyakit - Ibu W mengatakan
Pukul kurang informasi belum begitu paham
11.20- 11.30 tentang perawatan
asma, karena anak
baru menderita
asma
- Ibu W mengatakan
tidak pernah
mendapatkan
penyuluhan tentang
asma sebelumnya
- Ibu mengatakan
asma adalah sesak
nafas
- Ibu mengatakan
anak asma karena
alergi dengan dingin
O:
- Ibu sering bertanya
A:
Masalah belum teratasi
P:
Intervensi dilanjutkan
- Memberikan
penyuluhan tentang
asma dan
penanganan serta
pencegahan asma
2 Selasa, Ketidakefektifan - Mengukur frekuensi S: Zhifa
24-11-2020 pernafasan - Ibu mengatakan
pola nafas b.d
Pukul - Mengukur TTV nafas anak sekarang
hiperventilasi
15.00- 15.10 - Mencatat adanya tidak sesak, sesak
distress seperti biasanya muncul
penggunaan otot bantu kalau malam
nafas
- Mengajarkan Teknik O:
non farmakologis, - P : 28x/menit
teknik relaksasi nafas - N : 98x/menit
dalam - Anak tampak rileks
- Tampak tidak ada
lagi penggunaan
otot bantu
pernafasan
- Anak diajarkan
kembali cara Tarik
nafas dalam yang
benar, dan
menganjurkan untuk
melakukannya
ketika sesak
A:
Masalah teratasi
P:
Intervensi dihentikan
Selasa, Ketidakefektifan - Mengauskultasi suara S: Zhifa
24-11-2020 nafas tambahan - Ibu mengatakan
bersihan jalan
Pukul - Melakukan fisioterapi anak masih batuk,
nafas b.d
15.10- 15.20 dada tidak sesak lagi
hipersekresi - Menganjurkan O:
komsumsi air hangat - P : 28 x/ menit dan
mucus
teratur
- Wheezing +/+
(tidak kuat), ronchi
sedikit terdengar
lagi
- Anak tampak batuk
berdahak
- Dilakukan
fisioterapi dada
yaitu tarik nafas
dalam disertai batuk
efektif
- Anak dapat
mengeluarkan
dahaknya
A:
Masalah teratasi
sebagian
P:
Intervensi dilanjutkan
- Monitor Status
pernapasan
- Manajemen jalan
nafas.
- Posisikan pasien
untuk memaksimal-
kan ventilasi
Selasa, Defisien - Memberikan S: Zhifa
24-11-2020 pengetahuan b.d Penyuluhan kesehatan - Ibu W mengatakan
Pukul kurang informasi tentang penyakit Asma sudah mulai paham
15.20- 15.30 - Mendiskusikan sekarang apa itu
mengenai asma
kemungkinan proses - Ibu W dapat
penangana asma. menyebutkan
pengertian dan
penyebab asma
- Ibu W dapat
menyebutkan
pencegahan
kekambuhan asma
pada anak
- Ibu W dapat
menyebutkan
penanganan jika
anak asma
O:
- Ibu W tampak paham
A:
masalah teratasi
P:
Intervensi dihentikan
Rabu, Ketidakefektifan - Mengauskultasi suara S: Zhifa
25-11-2020 nafas tambahan Ibu mengatakan anak
pola nafas b.d
Pukul - Melakukan fisioterapi masih ada batuk, tapi
hiperventilasi
16.00- 16.10 dada sudah jauh berkurang.
O:
- P : 24 x/ menit
dan teratur
- N: 98 x/i
- Wheezing -/- ,
rochi -/- - An. S
masih tampak
batuk
- Dilakukan
kembali
fisioterapi dada
yaitu tarik nafas
dalam disertai
batuk efektif
A:
Masalah teratasi
P:
Intervensi dihentikan
Rabu, Memberikan terapi S: Zhifa
25-11-2020 bermain pada An. S - An. S mengatakan
Pukul senang dengan
16.10- 16.25 permainan lego
- An. S sangat
antusias dalam
permainan lego
- An. S dapat
menyusun lego
dengan baik
walupun masih
dibantu
- An. S dapat
menyampaikan apa
yang dibuat dari
lego tersebut
- An. S dapat
menyampaikan
perasaan senangnya
bermain lego
A:
Masalah teratasi
P:
Intervensi dihentikan
BAB IV

PEMBAHASAN

A. Pengkajian

Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan

suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data

untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien (Debora , 2012).

Dalam pengumpulan data penulis menggunakan metode wawancara dengan Ibu An.

S dan keluarga, observasi langsung terhadap kemampuan dan perilaku An. S serta

dari status An. S. Selain itu keluarga juga berperan sebagai sumber data yang

mendukung dalam memberikan asuhan keperawatan pada An. S.

Pasien lahir ditolong oleh bidan pada tanggal 16 Mei 2017 dengan

kelahiran spontan, dengan berat badan lahir 3000 gram dan panjang badan 49 cm.

Pengkajian dilakukan tanggal 23 November 2020, keluhan klien, ibu W mengatakan

anak batuk berdahak sudah 2 hari ini, sekarang nafas nya sesak, anak riwayat asma

sejak umur 1 tahun , anak gelisah, tampak lesu, frekuensi nafas 29x/menit,

wheezing+/+, ronchi + , anak tampak menggunakan otot bantu nafas, anak

berkeringat. Akral sedikit dingin.

Menurut Zullies (2016), manifestasi klinis dari Asma yaitu: manifestasi

asma terbagi menjadi 2 antara lain stadium dini dan stadium lanjut/kronik.

Manifestasi klinis pada stadium dini terbagi menjadi dua faktor, yang pertama faktor

hipersekresi yang lebih menonjol, manifestasinya antara lain yaitu : batuk berdahak,
bunyi napas ronchi basah yang sifatnya hilang timbul, belum adanya suara napas

wheezing, belum adanya kelainan bentuk thorak, adanya peningkatan eosinofil

darah, BGA belum patologis. Faktor yang kedua yaitu faktor spasme bronchiolus

dan edema yang lebih dominan, manifestasinya antara lain yaitu : timbul sesak napas

dengan atau tanpa sputum, adanya bunyi suara napas wheezing, bunyi napas ronchi

basah bila terdapat adanya hipersekresi, dan adanya penurunan tekanan parial O2.

Manifestasi klinis pada stadium lanjut/kronik antara lain, yaitu : adanya batuk dan

suara napas ronchi, sesak napas berat dan dada terasa tertekan, batuk berdahak dan

sulit dikeluarkan, suara napas melemah, thorak dada tampak seperti barel chest,

adanya tarikan otot sternokleidomastoideus, adanya sianosis, BGA Pa O2 kurang

dari 80 %.

Berdasarkan teori, asma bukan penyakit menular, melainkan penyakit

turun temurun dan dampak lainnya. Dari hasil pengkajian pada An. S. didapatkan

adanya riwayat penyakit keluarga yang menderita penyakit yang sama seperti An. S

yaitu nenek pasien. Menurut penulis tidak terjadi kesenjangan antara teori dan kasus

nyata, karena salah satu faktor pencetus terjadinya asma bronkial adalah keturunan.

B. Daiagnosa Keperawatan

Menurut NANDA 2017-2018, diagnosa keperawatan yang muncul pada

anak dengan asma setelah dilakukan analisa data yaitu ketidakefektifan pola nafas

berhubungan dengan hiperventilasi ditandai dengan frekuensi nafas meningkat,

tachipnoe, bradipnoe, bernafas menggunakan otot bantu, gelisah, berkeringat, akral

dingin. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan Akumulasi


secret di bronkus ditandai dengan sesak nafas, retraksi dinding dada, batuk,

takipnea, adanya suara nafas tambahan. Gangguan pertukaran gas dan defisien

pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi ditandai dengan ibu

mengatakan tidak begitu mengetahui tentang asma, anak. Pada kasus nyata yang di

alami An.R dengan Asma Bronkial hanya ditemukan diagnosa keperawatan

Ketidakefektifan pola nafas b.d hiperventilasi, Ketidakefektifan bersihan jalan nafas

b.d hipersekresi mucus dan, defisien pengetahuan b.d kurang informasi.

C. Intervensi Keperawatan

Intervensi merupakan rencana-rencana tindakan yang akan dilakukan pada

pasien. Dalam teori pada pasien dengan asma dapat diberikan intervensi sesuai

dengan diagnosa yang didapat dari data pengkajian.

Dari teori yang didapat, intervensi yang dilakukan untuk diagnosa

ketidakefektifan pola nafas berhubungan hiperventilasi adalah :

1. Mengukur frekuensi pernafasan

2. Mengukur TTV

3. Mencatat adanya distress seperti penggunaan otot bantu nafas

4. Mengkaji pasien untuk posisi yang nyaman untuk bernafas.

5. Mengajarkan Teknik non farmakologis, teknik relaksasi nafas dalam

Dari teori yang didapat, intervensi yang dilakukan untuk diagnose

ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubunga dengan hiperventilasi adalah :

1. Mengauskultasi suara nafas tambahan


2. Mengkaji frekuensi kedalaman pernafasan dan ekspansi dada,

3. Mencatat upaya pernafasan termasuk penggunaan otot bantu pernafasan

4. Melakukan fisioterapi dada

Dari teori yang didapat, intervensi yang dilakukan untuk diagnose defisien

pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi adalah

1. Kaji pengetahuan orang tua tentang penyakit.

2. Memberikan Penyuluhan kesehatan tentang penyakit ASMA

3. Mendiskusikan mengenai kemungkinan proses penyembuhan.

4. Memberikan terapi bermain pada anak

D. Implementasi

Pada kasus ini penulis melakukan implemnetasi pada anak R dengan asma

bronchial. Implementasi dilakukan selama 3 hari. Implementasi yang dilakukan

antara lain:

1. Untuk diagnose keperawatan ketidakefektifan pola nafas berhubungan

dengan hiperventilasi. Implementasi yang dilakukan sesuai denga teori

yaitu Mengukur frekuensi pernafasan: 29x / menit, nadi: 100x/menit.

Mencatat adanya distress seperti penggunaan otot bantu nafas : anak

tampak menggunakan otot bantu dalam bernafas, anak berkeringat.

Mengkaji pasien untuk posisi yang nyaman untuk bernafas: posisi duduk

atau semi fowler. Mengajarkan Teknik non farmakologis, teknik relaksasi

nafas dalam
2. Untuk diagnose keperawatan ketidakefektifan bersihan jalan nafas

berhubungan dengan hipersekresi mukus. Implementasi yang dilakukan

sesuai dengan teori yaitu : Mengauskultasi suara nafas tambahan :

wheezing +/+, rongki +/-, Mengkaji frekuensi kedalaman pernafasan dan

ekspansi dada, 29 x/menit teratur, Mencatat upaya pernafasan termasuk

penggunaan otot bantu pernafasan : anak menggunakan otot bantu nafas.

Melakukan fisioterapi dada pada anak

3. Untuk diagnose keperawatan defisien pengetahuan berhubungan dengan

kurang informasi . Implementasi yang dilakukan sesuai denga teori yaitu :

Mengkaji pengetahuan orang tua tentang penyakit, Memberikan

Penyuluhan kesehatan tentang penyakit ASMA, pencegahan dan

penanganan kekambuhan asma, Memberikan terapi bermain pada anak

yaitu terapi bermain lego usia 42 bulan.

E. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi pada diagnosa ketidakefektfan pola nafas. Evaluasi dilakukan

dengan mengevaluasi pola nafas An. S, sesak sudah berkurang, P : 24 x/menit,

bernafas menggunakan otot bantu nafas tidak ada, berkeringat tidak ada, frekuensi

nadi : 98 x/menit, nafas cuping hidung tidak ada, akral hangat. Masalah teratasi

Evaluasi pada diagnosa ketidakefektifan bersihan jalan nafas yaitu mengevaluasi

bersihan jalan nafas, memberikan terapi fisioterapi dada selama 3 hari, wheezing -

/-, rongki -/-, An. S masih batuk, sesak tidak ada, ibu W selalu meberikan air hangat

untuk membantu mengencerkan dahak dan batuk An. S. Masalah teratasi


Evaluasi pada diagnosa defisien pengetahuan yaitu ibu W, Ibu W

mengatakan sudah mulai paham sekarang apa itu asma, Ibu W dapat menyebutkan

pengertian dan penyebab asma. Ibu W dapat menyebutkan pencegahan kekambuhan

asma pada An. S. Ibu W dapat menyebutkan penanganan jika An. S asma. Ibu W

mengatakan akan berusaha menghindari pencetus kambuhnya asma pada An. S.

Masalah teratasi.
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Asma merupakan suatu penyakit yang terjadi akibat penyempitan jalan

napas yang reversible dalam waktu singkat berupa mukus kental, spasme, dan

edema mukosa serta deskuamasi epitel bronkus/bronkiolus, akibat inflamasi

eosinofilik dengan kepekaan yang berlebih. Serangan asma sering dicetuskan oleh

ISPA, merokok, tekanan emosi, aktivitas fisik, dan rangsangan yang bersifat

antigen/allergen antara lain: inhalan yang masuk ketubuh melalui pernapasan,

ingestan yang masuk badan melalui mulut, kontaktan yang masuk kebadan melalui

kontak kulit (Wong,2009). Asuhan keperawatan pada anak dengan asma bronchial

dilakukan berdasarkan diagnose prioritas ketidakefektifan pola nafas ,

ketidakefektifan bersihan jalan nafas dan defisien pengetahuan.

B. Saran

1) Bagi Akademik

Hasil laporan kasus ini dapat dijadikan sebagai bahan informasi atau masukan

untuk menambah wawasan bagi pembaca dan sebagai bahan pembelajaran

mahasiswa dalam memberikan asuhan keperawatan pada anak dengan Asma

Bronkial.

2) Bagi Perawat

Diharapkan perawat sebagai pemberi pelayanan kesehatan lebih meningkatkan


pemberian asuhan keperawatan pada asuhan keperawatan pada anak dengan

Asma Bronkial sehingga tahap kesembuhan pasien cepat tercapai dan berbagai

komplikasi dapat dihindari.


DAFTAR PUSTAKA

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik

Indonesia. 2018. Riset Kesehatan Dasar 2018. http://www.depkes.go.id.

Diakses pada tanggal 23 November 2020, pukul 20.13 WIB.

Debora, Oda (2012).Proses Keperawatan dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta : Salemba

Medika

Dharmayanti, Ika,et al. 2015. Asma pada Anak di Indonesia: Penyebab dan Pencetus.

Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional (9)4. Hal 325.

Ernawati. (2012). Buku Ajar Konsep dan Aplikasi Keperawatan dalam Pemenuhan

Kebutuhan Dasar Manusia. (A. Rifai, Ed.) (1st ed). Jakarta: CV. TranS Info

Media

Global Initiative for Asthma (GINA). 2018. Global Strategy of Asthma Management

and Prevention (2018 update). https://ginasthma.org. Diakses pada 23

November 2020, pukul 19.45 WIB.

Hatfield, Nancy T. 2008. Broadribb’s Introductory Pediatric Nursing. 7thed.Lippincott

Williams & Wilkins : Philadelphia.

Hostiadi, Michael, et al. 2015. Hubungan antaraTingkat Kecemasan dengan Frekuensi

Kekambuhan Keluhan Sesak Napas pada Pasien Asma Bronkial di SMF Paru

RSD DR. Soebandi Jember. Journal of Agromedicine and Medical Sciences

1(1). Hal 19.

Laksana, M. A., & Nisa , B. K.,. 2015. Faktor-Faktor yang Berpengaruh pada

Timbulnya Kejadian Sesak Napas Penderita Asma Bronkial. Majority. (4)9.

Hal 67. Diakses pada 23 November 2020, pukul 19. 35 WIB.


Marni. (2014). Asuhan Keperawatan pada Anak Sakit. Yogyakarta: Gosyen.

Nelson, dkk.,(2013). Ilmu Kesehatan Anak Esensial Edisi Keenam.Elsevier-Local.

Jakarta Wijayaningsih, K. S. (2013). Asuhan Keperawatan Anak. Jakarta

Timur: Trans Info Medis

Ngastiyah. (2014).Perawatan anak sakit. Edisi 2. Jakarta : EGC.

Wijayaningsih, K. S. (2013). Asuhan Keperawatan Anak. Jakarta Timur: Trans Info

Medis

Zullies. (2016). Penatalaksanaan Terapi : Penyakit Sistem Pernafasan. Yogyakarta :

Bursa Ilmu
SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)

ASMA

Oleh :

ANNAZHIFA A BOESTARI S.Kep

2041312028

KELOMPOK A

PRAKTEK PROFESI KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS ANDALAS

2020
SATUAN ACARA PENYULUHAN

Bidang Studi : Keperawatan Anak Topik : ASMA


Sub Topik : tentang Asma dan penanganan serta upaya pencegahan kekambuhan
Sasaran : ibu An. S
Tempat : Rumah An. S
Hari/Tanggal : Selasa/ 24 November 2020
Waktu : 15 menit

1. TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM


Pada akhir proses penyuluhan, ibu dan keluarga dapat mengetahui
tentang cara penanganan anak dan pencegahan kekamuhan asma
pada anak dirumah

2. TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS


Setelah diberikan penyuluhan ibu dapat :
a. Menjelaskan pengertian asma bronkhial
b. Menyebutkan penyebab asma bronchial
c. Menyebutkan tanda dan gejala penyakit asma pada anak
d. Menjelaskan pencegahan penyakit asma pada anak
e. Menjelaskan cara penanganan penyakit asma pada anak

3. SASARAN
Ibu dan keluarga An. S

4. MATERI
a. Pengertian asma bronchial
b. Penyebab asma bronchial
c. Tanda dan gejala asma bronchial
d. Pencegahan penyakit asma bronchial
e. Menjelaskan penangan penyakit asma bronhial
5. METODE
a. Ceramah
b. Tanya Jawab

6. MEDIA

a. Lembar Balik

b. Leaflet

7. KEGIATAN PENYULUHAN

No WAKTU KEGIATAN PENYULUHAN KEGIATAN PESERTA

1 2 Pembukaan :
Menit ✓ Membuka kegiatan dengan ✓ Menjawab salam
mengucapkan salam
✓ Memperkenalkan diri ✓ Mendengarkan
✓ Menjelaskan tujuan dari penyuluhan ✓ Memperhatikan
✓ Menyebutkan materi yang akan ✓ Memperhatikan
diberikan
2 10 menit Pelaksanaan :
✓ Menjelaskan pengertian Asma ✓ Memperhatikan
✓ Menjelaskan tentang Penyebab Asma ✓ Memperhatikan
✓ Menjelasakan tentang gejala Asma ✓ Memperhatikan
✓ Menjelaskan Tentang Pencegahan ✓ Memperhatikan dan
Asma bertanya
✓ Memperhatikan
✓ Menjelasakan Tentang Penanganan dan bertanya
Asma

3 2 menit Evaluasi :
✓ Menanyakan kepada peserta tentang ✓ Menjawab pertanyaan
materi yang telah diberikan
✓ Berikan reinforcement kepada ibu
✓ Menanyakan perasaan ibu setelah ✓ Menjawab pertanyaan
diberikan penyuluhan

4 1 menit Terminasi :
✓ Mengucapkan terimakasih atas peran ✓ Mendengarkan
serta peserta.
✓ Mengucapkan salam penutup ✓ Menjawab salam
8. KRITERIA EVALUASI

a. Evaluasi Struktur

1) Materi sudah disiapkan sebelumnya

2) Ibu W bersedia diberi penyuluhan

3) Penyuluhan dilakukan di rumah An.S

4) Pengorganisasian penyelenggaraan penyuluhan dilakukan


sebelumnya

5) Media yang digunakan adalah lembar balik dan leaflet

b. Evaluasi Proses

1) Ibu W tampak antusias terhadap penyuluhan yang diberikan

2) Ibu W tidak meninggalkan tempat selama penyuluhan

3) Memberikan penyuluhan tentang asma bronchial pada anak dan


ibu W

c. Evaluasi hasil

1) Orang tua anak mampu mengetahui tentang pengertian


asma bronkhiale pada anak

2) Orang tua anak mampu mengetahui tentang faktor


penyebab asma bronkhiale pada anak

3) Orang tua anak mampu mengetahui tentang cara


pencegahan asma bronkhiale pada anak

4) Orang tua anak mampu mengetahui tentang cara


pengobatatn asma bronkhiale pada anak
Pertanyaan :
1. Jelaskan pengertian dari asma ?

2. Jelaskan cara penanganan asma pada anak ?

3. Sebutkan tanda dan gejala asma ?

Lampiran Materi Penyuluhan

ASMA BRONKHIALE PADA ANAK

A. Pengertian

Asma Bronkial adalah penyakit saluran nafas dengan karakteristik berupa

peningkatan reaktivitas (hiperaktivitas) trakea dan bronkus terhadap

berbagai rangsangan dengan manifestasi klinis berupa penyempitan saluran

nafas yang menyeluruh (Ngastiah, 2014).

Asma merupakan penyakit radang kronis saluran napas yang tidak bisa

disembuhkan, bersifat hilang dan kemudian timbul lagi. Asma dapat tenang

terkontrol tetapi bisa tiba-tiba kambuh dan mengganggu aktivitas

penderitanya. Asma dapat terjadi pada semua usia mulai dari bayi sampai

manula (Wijayaningsih, 2013).

B. Etiologi

Menurut Ngastiah (2014), ada beberapa hal yang merupakan faktor

predisposisi dan presipitasi timbulnya serangan asma.

1) Faktor predisposisi

2) Genetik
Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum

diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan

penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita

penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah

terkena penyakit asma bronkhial jika terpapar dengan faktor pencetus.

Faktor presipitasi

1) Alergen

Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :

- Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan.

Seperti : debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur,

bakteri dan polusi.

- Ingestan, yang masuk melalui mulut. Seperti : makanan dan

obat-obatan.

- Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit. seperti

: perhiasan, logam dan jam tangan.

2) Perubahan cuaca.

Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering

mempengaruhi asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan

faktor pemicu terjadinya serangan asma. Kadang-kadang serangan

berhubungan dengan musim, seperti: musim hujan, musim kemarau,


musim bunga.

3) Stres

Gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga

bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala

asma yang timbul harus segera diobati penderita asma yang mengalami

stress / gangguan emosi perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan

masalah pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi maka gejala

asmanya belum bisa diobati.

4) Lingkungan Kerja

Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang

bekerja di laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu

lintas. Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti.

5) Olah raga/ aktifitas jasmani yang berat.

Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika

melakukan aktifitas jasmani atau olah raga yang berat. Lari cepat paling

mudah menimbulkan serangan asma.

Secara umum pencetusnya adalah:

1. Makanan yang mengandung zat pengawet, penyedap, dan pewarna.

Bila makanan tersebut dikonsumsi terus-menerus akan mengakibatkan

reaksi alergi dan inflamasi/peradangan.

2. Aktivitas berlebihan: seperti berlari-lari atau main sepeda seharian


tanpa cukup istirahat. Gejala yang timbul biasanya sewaktu tidur anak

akan mengalami batuk- batuk.

3. Bulu binatang seperti bulu kucing atau bulu burung, dan lainnya

4. Penyakit infeksi, seperti influenza, dan infeksi saluran napas atas

(ISPA). Batuk yang disebabkan penyakit tersebut dapat memicu

terjadinya asma.

5. Alergen Seperti debu di rumah dan di jalan, debu karpet, kasur, kapuk,

asap rokok.

6. Cuaca(panas / dingin ).

7. Seperti zat kimia (obat nyamuk, pewangi ruangan, asap rokok, bau cat

yang menyengat, SO2, dan polutan udara lain).

8. Buah-buahan tertentu (nanas, rambutan, anggur dan lainnya). Getah

atau manisnya buah sering membuat batuk sehingga bisa terjadi asma.

9. Factor psikis seperti Emosi (terlalu sedih/gembira).

10. Infeksi Saluran Napas. Infeksi virus pada sinus, baik sinusitis akut

maupun kronik, dapat memudahkan terjadinya asma ( Ngastiah, 2014).

C. Tanda dan Gejala

1) Sesak nafas

2) Nafas bunyi (ngik-ngik)

3) Lesu atau kurang sehat


4) Batuk berulang, terutama bila terkena allergen.

5) Berkeringat

6) Pada serangan asma berat, kuku menjadi dingin pucat (kebiru-biruan).

D. Pencegahan asma pada anak

1) Mencari faktor pencetus (allergen) tes alergi

2) Menghindari faktor pencetus

Faktor-faktor pencetus (dapat berbeda antara penderita yang satu dengan

lainnya). Faktor – faktor yang sering dikatakan sebagai pemicu di antaranya

adalah

faktor alergen, emosi atau stres, infeksi, zat makanan, zat kimia, faktor fisik

seperti perubahan cuaca, kegiatan jasmani, dan obat-obatan. Kerja faktor

pencetus ini pun berbeda, ada faktor pencetus yang bisa mengakibatkan

penyempitan saluran nafas (bronchospasme), seperti emosi, udara dingin,

latihan, dan lain-lain. Ada pula faktor pencetus yang terutama menyebabkan

peradangan seperti infeksi saluran pernafasan akut, alergen, zat kimia, dan asap

rokok. Sebagian besar serangan asma dapat dicegah dengan menghindari

faktor-faktor pencetus tersebut.

1) Tingkatkan kesehatan optimal

2) Berikan makanan dan minum yang bergizi

3) Istirahat cukup, tidur, dan olah raga yang teratur

4) Minum cukup

5) Hindari merokok
E. Penanganan pertolongan pertama

1) Tenangkan anak

2) Berikan ruang cukup lapang

3) Berikan posisi yang nyaman (tinggikan bagian kepala dengan

menggunakan 2-3 bantal)

4) Beri dan bantu anak menggunakan obat semprot inhaler.

5) Cobalah untuk mengajak anak bernapas perlahan-lahan dan dalam.

6) Usahakan untuk memberikan ventilasi udara yang baik.

7) Jika setelah 3 menit tidak ada perubahan, cobalah untuk memberikan obat

inhaler kembali.

8) Jika obat inhaler tidak memberikan pengaruh atau bertambah parah setelah

5 menit, cobalah untuk memberikan obat semprot setiap 5-10 kali sambil

membawa anak ke dokter untuk mendapatkan pertolongan medis.

9) Mengatasi Serangan Akut

Ibu atau ayah penyandang asma mesti tahu cara mengatasi serangan asma

pada anaknya.

Berikut langkah-langkah yang dapat diambil:

1. Tak perlu panik, minta anak untuk bernapas teratur dan

berikan air putih hangat untuk diminum.

2. Segera berikan obat atau terapi inhalasi dengan takaran yang pas.

3. Jika tidak ada perbaikan, segera bawa anak ke klinik terdekat.


Serangan yang sulit diatasi sendiri biasanya disebabkan adanya

faktor lain, seperti status daya tahan tubuh anak sedang turun atau

ada infeksi di dalam tubuhnya. Perlu diketahui, penyakit infeksi yang

disebabkan virus sering tidak menimbulkan panas/demam kecuali

ada lendir dan riak di saluran napasnya. Bagi penderita asma yang

belum stabil sangat disarankan untuk selalu membawa obat (oral atau

alat terapi inhalasi) ke mana-mana.

Obat tradisional asma :

- Madu untuk Asma

- Madu sangat baik untuk asma. Madu membantu mengencerkan

dan membuang lendir dari sistem pernapasan. Lendir yang

terakumulasi di saluran pernapasan akan menghambat aliran

udara sehingga dapat memicu atau membuat serangan asma

semakin memburuk. Berikut adalah beberapa ramuan madu yang

baik untuk meringankan asma:

- Satu sendok teh madu dengan air diminum setiap hari.

- Satu sendok teh madu, air hangat ditambah seperempat sendok teh bubuk

kunyit diminum dua kali sehari.

- Satu sendok teh madu dengan setengah sendok teh bubuk kayu manis

diminum sekali sehari (baik pagi atau malam).


- Jahe untuk asma

- Jahe juga sangat baik untuk asma. Jahe bisa menghentikan

peradangan/inflamasi. Asma terjadi karena adanya peradangan pada

saluran pernafasan. Ketika dicampur dengan bahan tertentu, jahe juga bisa

bertindak sebagai ekspektoran. Ekspektoran akan membantu

menyingkirkan lendir dari sistem pernafasan.

Berikut adalah beberapa ramuan jahe untuk asma :

- Jus jahe segar (jahe tumbuk) dicampur dengan madu diminum sehari

- Sediakan setengah sendok teh jahe segar, satu sendok teh biji jinten.

sejumput pala, dan segelas air. Campurkan semua bahan tersebut dan

didihkan. Minum ramuan selagi hangat.

F. Hal – hal yang perlu di perhatikan pada asma anak

1) Hindari makan makanan yg mengandung pengawet / bahan kimia, kola,

bersoda, kacang-kacangan, minuman dingin/es, goreng-gorengan.

2) Hindari tungau debu yang sering terdapat pada debu kasur dan bantal

kapuk, selimut, lantai, karpet gordin , perabot rumah, kipas angin.

3) Hindarkan zat-zat yang mengiritasi ; obat semprot rambut, minyak wangi,

asap rokok, asap obat nyamuk , bau cat yang tajam, bau bahan kimia, udara

yang tercemar,udara dan air dingin.

4) Jangan melakukan aktifitas fisik yang terlalu berat.


DAFTAR PUSTAKA

Ngastiyah. (2014). Perawatan anak sakit. Edisi 2. Jakarta : EGC.

Wijayaningsih, K. S. (2013). Asuhan Keperawatan Anak. Jakarta Timur: Trans Info


Medis
OLEH

Annazhifa A Boestari
2041312028

PROGRAM STUDI PROFESI KEPERAWATAN


UNIVERSITAS ANDALAS 2020
PENGERTIAN ASMA

Asma merupakan penyakit radangkronis


saluran nafas yang tidak bisa disembuhkan,
bersifat hilang timbul. Asma dapat tenang
terkontrol tetapi tiba tiba bisa kambuhdan
menggangguaktifitaspenderitanya
TANDA DAN GEJALA ASMA

✓ Sesak nafas
✓ Nafas bunyi (ngik-ngik)
✓ Lesu atau kurang se!at
✓ Batuk berulang"
✓ Berkeringkat
✓ Pada serangan asma berat "ujung ujung kuku menjadi dingin
pucat" dan sukar berbicara
Debu rumah tangga, kecoak, kutu

Makanan makanan tertentu, bahan pengawet, penyedap, pewarna, makanan, contoh: mie instan,
chiki Minum es

Udara terlalu dingin


Asap dapur, asap rokok
Serbuk bunga

Bulu hewan dan


kotora Stress

Aktifitas berlebihan
PERAWATAN DAN PENCEGAHAN ASMA

Penatalaksanaan Asma Anak

1. Tenangkan anak
2. Berikan ruang yang cukup lapang
3. Berikan posisi nyaman (tinggikan bantal 2-3
bantal)
4. Beri dan bantu anak menggunakan inhaler
5. Coba ajak anak bernafas perlahan dan dalam
6. Usahan beri ventilasi udara yang baik
7. Jika 3 menit tidak ada perubahan berikan kembali
inhaler
8. Jika tidak berkurnag, anak makin sesak, bawalah
ke pelayanan kesehatan
9. Berikan minuman madu dengan jahe hangat
untuk mengurangi batuk dan sesak anak
Buat seduhan jahe dicampu dengan madu
untuk mengurahi batuk berdahak pada
anak
JAUHKAN ANAK DARI ASAP ROKOK !!!!
APA SIH ASMA ITU ?

Sesak napas

BERAPA ASMA
BISA TERJADI?

m Oleh
Annazhifa A Boestari S.Kep

SEMUA USIA
Profesi Keperawatan
Universitas Andalas
2020
Gangguan PENCEGAHAN
5. Ajak anak bernapas perlahan-
KOMPLIKASI pertumbuhan
lahan dan dalam ASMA
YANG Infeksi akut saluran
napas bawah
6. Beri ventilasi udara yang baik
DAPAT HINDARI FAKTOR PENCETUS
Bronkitis
7. Jika setelah 3 menit tidak ada
TERJADI
perubahan, coba berikan obat
PADA Emfisema (kerusakan)
paru inhaler kembali
PENDERITA
ASMA Cor pulmonale
(kelainan struktur &
TINGKATKAN KESEHATAN
fun si antun
OPTIMAL

PENANGANAN
ASMA PADA ANAK

Pertolongan PERTAMA??
1. Tenangkan anak
2. Berikan ruang cukup lapang
3. Beri posisi yang nyaman TIDAK
MAKAN DAN MINUM YANG
4. Beri dan bantu anak menggunakan MEMBAIK ??? BERGIZI
obat semprot inhaler
ISTIRAHAT CUKUP
Berikan obat semprot
HINDARI AKTIVITAS FISIK
setiap 5-10 menit
TERLALU BERAT
(sambil membawa anak ke
dokter untuk mendapat
pertolongan medis)
SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)

TERAPI BERMAIN LEGO

Oleh :

ANNAZHIFA A BOESTARI S.Kep

2041312028

PRAKTEK PROFESI KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS ANDALAS

2020
SATUAN ACARA KEGIATAN
TERAPI BERMAIN BERMAIN LEGO

Judul : Terapi bermain “ Bermain Lego “

Tanggal pelaksanaan : 25 Oktober 2020 Waktu : 16.00 WIB

Tempat : Di rumah An. S

A. Latar Belakang

Bermain merupakan cerminan kemampuan fisik, intelektual,

emosional, dan social serta bermain merupakan media yang baik

untuk belajar karenan dengan bermain anak-anak akan berkata-kata

(berkomunikasi), belajar menyesuaikan diri dengan lingkungan,

melakukan apa yang dapat dilakukannya, dan mengenal waktu, jarak

serta suara (Whaley & Wong, 2009). Fungsi utama bermain adalah

merangsang perkembangan sensoris-motorik, perkembangan

intelektual, perkembangan intelektual, perkembangan social,

perkembangan kreativitas, perkembangan kesadaran diri,

perkembangan moral dan bermain sebagai terapi.

Terapi bermain mampu menghilangkan batasan, hambatan dalam

diri, kecemasan, frustasi serta mempunyai masalah emosi dengan

tujuan mengubah tingkah laku anak yang tidak sesuai menjadi

sesuai. Anak yang sering diajak bermain akan kooperatifdan mudan

diajak kerja sama ketika menjalani pengobatan (Noverita,


2017)

B. Tujuan

1. Anak merasa senang dan antusias

2. Kebutuhan bermain anak terpenuhi

3. Dapat mengekspresikan keinginan, perasaan dan fantasu anak


terhadap suatu permainan

C. Sasaran

1. Anak 42 bulan

2. Tidak mempunyai keterbatasan (fisik atau akibat terapi lain) yang


dapat menghalangi proses terapi bermain
3. Kooperatif dan tidak rewel

D. Media
1) Lego berwarna

E. Strategi Pelaksanaan

NO Waktu Kegiatan Peserta

1 5 menit ✓ Menjawab salam


1. Membuka kegiatan dengan

mengucapkan salam. ✓ Mendengarkan

2. Memperkenalkan diri
✓ Memperhatikan
dari
3. Menjelaskan tujuan terapi ✓ Menyetujui kontrak

bermain
4. Kontrak waktu anak dan orang tua

Pelaksanaan :
2 15 menit
1. Menjelaskan tata cara ✓ Memperhatikan

pelaksanaan terapi bermain

membuat lego

2. Mengajak anak mengeluarkan ✓ Mengikuti ajakan

lego dari tempatnya

3. Ruangan bebas dari mainan lain

4. Penyaji mendampingi anak dan ✓ Tampak anak

memberikan motivasi kepada antusias

anak untuk membuat sesuatu dari

lego

5. Menanyakan kepada anak apakah ✓ Anak menjawab

sudah selesai atau belum membuat

sesuatu dari lego tersebut

6. Memberikan pujian terhadap anak

seperti tepuk tangan


Evaluasi :
3 5 menit 1. Memotivasi anak menyampaikan
✓ Dapat melakukan
bentuk apa yang dibuat dari lego
Tersebut dan menyampaikan
2. Memberikan reinformcmant dan
✓ Tersenyum
reward pada anak

Terminasi:
4 5 menit
1. Memberikan motivasi dan pujian ✓ Memperhatikan

kepada anak yang telah mengikuti

program terapi bermain

2. Mengucapkan terima kasih kepada ✓ Mendengarkan

anak dan orang tua

3. Mengucapkan salam penutup


✓ Menjawab salam
Lampiran Materi

Konsep Bermain

a. Pengertian

Bermain merupakan cerminan kemampuan fisik, intelektual,

emosional, dan social serta bermain merupakan media yang baik

untuk belajar karenan dengan bermain, anak-anak akan berkata- kata

(berkomunikasi), belajar menyesuaikan diri dengan lingkungan,

melakukan apa yang dapat dilakukannya, dan mengenal waktu, jarak

serta suara (Whaley & Wong, 2009).


b. Fungsi Bermain

1. Perkembangan sensorik motoric

Aktivitas sensorik dan motorik merupakan komponen terbesar

yang digunakan anak dan bermain aktif sangat penting untuk

perkembangan fungsi otot. Misalnya, alat permainan yang

digunakan untuk bayi yang mengembangkan kemampuan

sensorik motorik dan alat permainan untuk anak usia toddler dan

prasekolaah yang banyak membantu perkembangan aktivitas

motorik baik kasar maupun halus.

2. Perkembangan intelektual

Pada saat bermain, anak melakukan eksploitasi dan manipulasi

terhadap segala sesuatu yang ada dilingkungan sekitarnya,

terutama mengenal warna, bentuk, ukuran, tekstur, dan

membedakan objek.

3. Perkembangan social

Perkembangan sosial ditandai dengan kemampuan berinteraksi

dengan lingkungannya. Melalui kegiatan bermain, anak akan

belajar member dan menerima. Bermain dengaan orang lain akan

membantu anak untuk mengembangkan hubungan sosial dan

belajar memecahkan masalah dari hubungan tersebut. Hal ini

terjadi terutama pada anak usia sekolah dan remaja. Meskipun

demikian, anak usia toddler dan prasekolah adalah tahapan awal

bagi anak untuk meluaskan aktivitas sosialnya di


luar lingkungan keluarga.

4. Perkembangan kreatifitas

Berkreasi adalah kemampuan untuk menciptakan sesuatu dan

mewujudkannya kedalam bentuk objek atau kegiatan yang

dilakukanya. Melalui kegiatan bermain anak akan belajar dan

mencoba merealisasikan ide-idenya. Misalnya dengan

membongkar dan memasang satu alat

c. Tujuan Bermain

1. Untuk melanjutkan pertumbuhan dan perkembangan yang

normal pada saat sakit anak mengalami gangguan dalam

pertumbuhan dan perkembangannya. Walaupun demikian,

selama anak di rawat di rumah sakit, kegiatan stimulasi

pertumbuhan dan perkembangan masih harus tetap dilanjutkan

untuk menjaga kesinambungannya.

2. Mengekspresikan perasaaan, keinginan dan fantasi serta ide-

idenya. Seperti yang telah diuraikan di atas pada saat sakit dan

dirawat dirumah sakit, anak mengalami berbagai perasaan yang

sangat tidak menyenangkan.

3. Mengembangkan kreatifitas dan kemampuan memecahkan masalah.

4. Permainan akan menstimulasi daya pikir, imajinasi, dan fantasi

untuk menciptakan sesuatu seperti yang ada dalam pikirannya.

Pasa saat melakukan permainan, anak juga akan dihadapkan pada

masalah dalam konteks permainannya, semakin lama ia


bermain dan semakin tertantang untuk dapat menyelesaikannya

denga baik.

d. Bermain Lego

Lego merupakan sejenis alat permainan bongkah plastic kecil

yang dapat disusun dan dibongkar pasang menjadi bangunan atau

bentuk lainnya. Lego termasuk permainan konstruktif atau bangun

membangun yang meningkatkan kecerdasan dan kreatifitas anak

(Hidayat, 2007). Terapi bermain pada anak usia 3 sampai 6 tahun

menekankan pada pengembangan bahasa, mengasah motoric halus,

dan mengontrol emosi. Pemilihan lego sebagai salah satu permainan

edukatif karena dapat berperan dalam kecerdasan dan motoric halus

anak usia prasekolah melalui permainan konstruktif atau bangun

membangun.

Pada saat anak belajar membongkar pasang balok agar dapat

dibentuk sebuah bangunan atau menara, akan terjadi sebuah aktifitas

atau sebuah proses pembelajaran mencakup indra penglihatan,

kognitif, mental, daan fisik anak. Masing-masing proses

berhubungan dengan perkembangan ketrampilan dan mental anak

(Pramono, 2012). Menurut Pramono (2012), proses pembelajaran

dari permaianan edukatif balok maupun lego meliputi kemampuan

penglihatan, kemampuan motorik, dan kemampuan mental.

Kemampuan melihat meliputi kemampuan merekam objek


atau bentuk bongkahan lego, dan kemampuan membedakan bentuk

dan warna lego seperti bentuk batu bata, mobil, manusia, dan

bangunan rumah. Kemampuan motorik halus distimulus saat anak

mengambil beberapa lego, memegang dengan kelima jarinya,

menempelkan bagian ujung lego yang menonjol kesisi lego yang

berlubang dan merekatkan beberapa lego. Sedangkan kemampuan

mental diperoleh saat anak membangun lego satu per satu gunanya

untuk mengelola berbagai perasaan dan keinginan yang ada dalam

dirinya demi mencapai tujuan tertentu.

e. Keuntungan Bermain Lego

1. Melatih motorik halus

Motorik halus anak-anak perlu terus dilatih. Saat menyusun lego,

jari-jarinya akan menumpuk, mengencangkan dan seluruh mata,

tangan dan otaknya bakal berkoordinasi secara oprimal. Hal ini

sangat baik untuk merangsang motorik halusnya yang sangat

dibutuhkan saat ia belajar menulis nantinya.

2. Memecahkan masalah dan matematika

Mengikuti instruksi untuk merakit Lego juga memiliki banyak

manfaat untuk pemecahan masalah, melatih fokus, dan perhatian

pada detail. Ide-ide simetri, keseimbangan, bentuk dan ukuran

dieksplorasi selama bermain

3. Kemampuan komunikasi

Lego adalah cara bagus untuk menghilangkan stres dan terlibat


dalam percakapan yang bermakna dan menyenangkan. Ketika

anak-anak mengomentari kreasi Lego mereka, mereka

mengembangkan keterampilan komunikasi yang penting

termasuk kemampuan untuk menjelaskan ide-ide,

menggambarkan pekerjaan yang dilakukan, berbicara tentang

proses dan verbalisasi tantangan yang mereka miliki saat

menyusunnya.

4. Belajar kegigihan

Dengan bermain lego, anak belajar bagaimana konsisten dan

gigih hingga bangunan yang diinginkannya terwujud.

DAFTAR PUSTAKA

Roeber, Barbara J, Christa L. Tober, Daniel M. Bolt, Seth D. Pollak. (2012).


Developmental medicine and child neurology : gross motor
development in children adopted from orphanage settings. Waisman
Center and Department of Psychology, University of Wisconsin-
Madison. Madison

Santrock, John W. (1995). Life span development, perkembangan masa hidup.


Penerbit Erlangga.Jakarta

Puspita, W(2014). Pengembangan Program Stimulasi Gerak untuk


mengoptimalkan Perkembangan Motorik Kasar Bayi usia 0-<12
Bulan. BPPPAUNI Regional II SURABAYA: JAWA TIMUR
Papalia and Feldman. (2012). Play diagnosis and assessment. Wiley. New
York Hidayat, A.A. (2007). Pengantar ilmu keperawatan anak 1.
Jakarta: Salemba Medika.
Pramono, T.S. (2012). Permainan Asyik Bikin Anak Pintar. Yogyakarta: IN
AzNa Books.
Wong, D. L., Eaton, M.H., Wilson D., Winkelstein, M.L., & Schwartz, P.
(2009). Buku ajar:keperawatan peditrik. Edisi 6. (Alih bahasa:
Hartono. A., Kurnianingsih. S., & Setiawan). Jakarta: EGC.
Format Laporan implementasi Prosedur Keterampilan Keperawatan

Keterampilan: Tarik Nafas Dalam

1. Pengertian

Merupakan metode efektif untuk mengurangi rasa nyeri pada pasien yang

mengalami nyeri kronis atau suatu bentuk aktivitas yang dapat dilakukan pada

saat batuk efektif.

Ada tiga hal yang utama dalam teknik nafas dalam

1. Posisikan pasien dengan tepat

2. Pikiran beristirahat

3. Lingkungan yang tenang

2. Tujuan

a. Untuk memelihara pertukaran gas

b. Meningkatkan efisiensi batuk

c. Menurunkan intensitas nyeri dan menurunkan kecemasan

3. Persiapan pasien

Posisikan pasien dengan posisi nyaman

4. Tindakan Keperawatan

No Tindakan Rasional

1. Tahap prainteraksi

- Mencuci tangan - Mengurangi transmisi mikroorganisme

- Mengecek alat - Memastikan bahwa alat yang dibawa

sudah lengkap

2. Tahap orientasi
- Memberikan salam - Memastikan identitas pasien

dan nama klien - Meyakinkan pasien untuk mendapatkan

- Menjelaskan tujuan kerjasamanya

dan sapa nama klien

3. Tahap kerja

Menjaga privasi klien

4. Mempersiapkan klien - Menyiapkan pasien dengan posisi duduk

tegak

5. Menarik nafas dalam - Agar udara dapat mengisi paru-paru

dari hidung dan mengisi dengan maksimal

paru-paru dengan udara

melalui hitungan 1,2,3

6. Perlahan-lahan udara - Dapat merasakan rileks

dihembuskan melalui

mulut sambil

merasakan ekstrimitas

atas dan bawah rileks

7. Menarik nafas lagi -Agar efek yang dirasakan pasien dapat

melalui hidung dan maksimal

menghembuskan

melalui mulut secara

perlahan-lahan

8 Tahap Terminasi - Melihat bagaimana apa yang dirasakan

Evaluasi subjektif dan pasien


evaluasi objektif

9 Rencana tindak lanjut - Merencanakan tindakan keperawatan

selanjutnya pada pasien

10 Kontrak yang akan - Agar pasien dapat mempersiapkan diri

datang untuk rencana tindakan selanjutnya

2. Evaluasi tindakan prosedur

a. Pasien melakukan prosedur dengan baik

b. Pasien dapat mengulangi bagaimana prosedur tarik nafas dalam


Telaah Jurnal

Jurnal 1
Judul Jurnal Pengaruh Konsumsi Air Hangat Terhadap Frekuensi Nafas
Padapasien Asma Di Puskesmas Sukamerindu Kota Bengkulu
Tahun 2019
Penulis Sri Hardina, Septiyanti, Dwi Wulandari (2019)
Daftar Pustaka Sri, H., Septiyanti., & Dwi, W., (2019). Pengaruh Konsumsi Air
Hangat Terhadap Frekuensi Nafas Padapasien Asma Di
Puskesmas Sukamerindu Kota Bengkulu Tahun 2019. Journal
of Nursing and Public Health: Vol 7 No 2 (2019)
https://doi.org/10.37676/jnph.v7i2.901
Penerbit Journal of Nursing and Public Health
Hasil Penelitian Hasil bivariat yaitu tidakadapengaruh frekuensi nafas pada
pasien asma sebelum dan setelah pada kelompok kontrol
(tidakkonsumsi air hangat), adapengaruh frekuensi nafas pada
pasien asma sebelum dan setelahpada kelompok intervensi
(konsumsi air hangat). Ada pengaruh frekuensi nafas pada
pasienasma kelompok post kasus dan kelompok post kontrol di
Puskesmas Sukamerindu KotaBengkulu Tahun 2019 Peneliti
menyarankan pihak Puskesmas diharapkan dapat
memberikanpenyuluhan tentang manfaat konsumsi air hangat
sebagai terapi alternative pada pengobatan asma
Pembahasan Hasil penelitian ini diketahui bahwapada kelompok kontrol
terdapat peningkatanfrekuensi pernafasan yaitu sebelum
denganmean (26,42) dan setelah dengan mean(26,50) di
Puskesmas Sukamerindu KotaBengkulu Tahun 2019, artinya
pada penelitianini diketahui bahwa tidak ada perubahan
padakelompok kontrol rata-rata pasien mengalamiasma
sedang.Menurut PDPI (2016) asma derajatsedang ditandai
dengan frekuensi pernafasan26-30 x/menit dengan gejala
sesaknafasmulaiterasapadasaatberaktifit as terkadangterdapat
gejala batuk dan produksi sputum.Biasanya pasien mulai
memeriksakankesehatannya pada derajat ini. Asma
ialahpenyakit paru dengan ciri khas yakni salurannapas sangat
mudah bereaksi terhadapberbagai rangsangan atau pencetus
denganmanifestasi berupa serangan asma (Ngastiyah,2011).
Kalainan yang didapatkan adalah ototbronkus akan mengkerut
(terjadipenyempitan) dan selaput lendir bronkusedema.Sejalan
dengan penelitian Purwaningsih(2017) menyebutkan bahwa
pada kelompok kontrol (tidak konsumsi air hangat)
diketahuirata-rata derajat sesak napas pada pre test sebesar
26,53 yang berarti sesak napas sedangdan post test sebesar
26,40 yang berarti sesaknapas sedang artinya tidak
mengalamiperubahan frekeunsi pernafasan di Balai Besar
Kesehatan Paru Masyarakat Surakarta

Jurnal 2
Judul Jurnal Penerapan Fsioterapi Dada terhadap Ketidakefektifan bersihan
jalan nafas pada anak bronchitis usia pra sekolah
Penulis Hidayah Widias Ningrum
Daftar Pustaka Ningrum, H.W (2019). Penerapan Fsioterapi Dada terhadap
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas pada anak bronchitis usia
pra sekolah. Media publkasi penelitian. : Surakarta
Penerbit Media Publikasi Penelitian
Hasil Penelitian Hasil: Setelah dilakukan tindakan fisioterapi dada sebanyak 2
kali sehari selama 3 hari bersihan jalan nafas pada kedua pasien
efektif dengan kriteria hasil frekuensi pernafasan dalam batas
normal, irama pernafasan dalam batas normal, mampu
mengeluarkan sputum, tidak ada suara nafas tambahan, batuk
berkurang.
Pembahasan Hasil pengkajian yang didapatkan dari An. F dan An. W dengan
diagnosa medis bronkitis dengan keluhan batuk berdahak, sulit
mengeluarkan dahaknya, sesak nafas, demam, dan terdapat
suara nafas tambahan berupa ronkhi. Serangan bronkitis
disebabkan karena tubuh terpapar agen infeksi maupun non
infeksi (terutama rokok), iritan (zat yang menyebabkan iritasi)
akan menyebabkan timbulnya respon inflamasi yang
menyebabkan fase dilatasi, kongesti, edema mukosa, dan
bronkospasme. Tidak seperti efisema, bronkitis lebih
mempengaruhi jalan nafas kecil dan besar dibandingkan
alveoli. Dalam keadaan bronkitis aliran udara masih
memungkinkan tidak mengalami hambatan. Pada keadaan
normal, paru-paru memiliki kemampuan yang disebut
mucocilliary defence yaitu sistem penjagaan paru-paru yang
dilakukan oleh mukus dan siliari. Pada pasien dengan bronkitis
sistem ini mengalami kerusakan sehingga lebih mudah
terinfeksi. Ketika timbul infeksi, kelenjar mukus akan menjadi
hipertropi dan hiperplasia (ukuran membesar dan jumlah
bertambah) sehingga mukus akan meningkat. Infeksi juga
menyebabkan dinding bronkial meradang, menebal dan
mengeluarkan mukus kental. Mukus yang kental dan
pembesaran mukus akan mengobstruksi jalan nafas terutama
selama ekspirasi (Utama, 2018). Fisioterapi dada merupakan
cara tindakan non farmakologi yang berguna bagi penderita
penyakit akut maupun kronis yang menggunakan teknik
postural drainase, perkusi dan vibrasi yang sangat efektif dalam
upaya mengeluarkan sekret dan memperbaiki ventilasi pada
pasien dengan fungsi paru yang terganggu. Tujuan fisioterapi
dada yaitu memelihara, mengembalikan fungsi pernafasan dan
membantu mengeluarkan sekret dari bronkus untuk mencegah
penumpukan sekret dalam bronkus, dan memperbaiki
pergerakan dan aliran sekret sehingga dapat memperlancar jalan
nafas menurut Ariasti dkk (2014). untuk masalah
ketidakefektifan bersihan jalan nafas pada An. F dan An. W
yaitu dengan fisioterapi dada sebanyak 2 kali dalam sehari saat
pagi hari dan sore hari. Dari implementasi pada An.F dan An.
W tersebut diperoleh data dari lembar observasi klien terdapat
perbedaan antara sebelum dan setelah dilakukan fisioterapi
dada, diantaranya ketika di hari ke-3 pada An. F sesak nafas
berkurang, RR: 28 x/menit, batuk berkurang, bisa
mengeluarkan dahak dan masih terdapat suara nafas tambahan
yaitu ronki hal ini disebabkan karena An. F saat dilakukan
fisioterapi dada pada saat postural drainase tidak maksimal An.
F bergerak sangat aktif jadi saat mempertahankan posisi
postural drainase An. F hanya bisa melakukannya kurang dari 5
menit. Postural drainase yaitu salah satu dari serangkaian cara
fisioterapi dada yang sangat penting yang berguna untuk
mengalirkan pengeluaran sekret. Sedangkan, pada klien An. W
suara nafas tambahan tidak ada, RR: 26 x/menit, sesak nafas
tidak ada, batuk berkurang, dan dapat mengeluarkan dahak.
Jurnal 3
Judul Jurnal Hubungan antara permainan lego dengan perkembangan
kognitif anak usia dini di play group Al-Irsyad Al-Islamiyyah
Jember
Penulis Dinda Agustin Maulida, A.T Hendrawijaya, Niswatul Imsiyah
Daftar Pustaka Dinda A M, & A.T Hendrawijaya, Niswatul Imsiyah (2018).
Hubungan antara permainan lego dengan perkembangan
kognitif anak usia dini di play group Al-Irsyad Al-Islamiyyah
Jember. Jurnal edukasi. V(1):9-11
Penerbit Jurnal edukasi
Hasil Penelitian Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara
permainan lego dengan perkembangan kognitif anak usia dini
di play group al-irsyad al-islamiyyah Jember.
Pembahasan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat
diketahui bahwa terdapat hubungan yang tinggi antara
permainan lego dengan perkembangan kognitif anak usia dini
di play group al-irsyad al-islamiyyah Jember. Hal tersebut
diperoleh dari hasil analisis data korelasi tata jenjang yang
diolah menggunakan menggunakan alat bantu SPSS (Statistical
Package for the Social) seri 24.0. Dengan demikian dapat
disimpulkan H0 (Hipotesis nol) ditolak sedangkan Ha
(Hipotesis alternatif) diterima. Permainan lego merupakan salah
satu bentuk alat permainan pembangunan, dan alat main
pembangunan berfungsi untuk meningkatkan perkembangan
aspek kognitif seperti mengenal konsep bentuk, pengetahuan,
pemetaan dan keterampilan membedakan penglihatan.
Kemampuan kognitif yang dapat dikembangkan anak yaitu
mengenal konsep bentuk, warna dan ukuran. Mengenalkan
konsep bentuk, warna, dan ukuran pada anak penting dilakukan
sebab warna, bentuk dan ukuran merupakan ciri yang paling
terlihat dalam dunia sekeliling kita dan dapat membantu anak
menyelesaikan masalah dalam kehidupannya serta beradaptasi
dengan lingkungannya. Hal ini menunjukkan bahwa apabila
dengan adanya permainan lego, perkembangan kognitif anak
dapat berkembang sesuai dengan tahap perkembangannya
seperti anak dapat mengenal warna, mengklasifikasikan benda
berdasarkan bentuk serta anak dapat memahami konsep besar
atau kecil. Sesuai dengan menu pembelajaran generik anak usia
dini tahun 2009 bahwa perkembangan kognitif anak usia 3-4
tahun dikatakan berkembang jika: 1) anak dapat
mengelompokkan benda berdasarkan warna, bentuk dan
ukuran, 2) dapat mencocokkan hingga 11 warna, 3) dapat
menunjuk hingga 6 warna yang disebutkan, 4) mencocokkan
dua bentuk, 5) memahami konsep kecil atau besar dan lain-lain.

Jurnal 4
Judul Jurnal Efektifitas pemberian tehnik relaksasi napas dalam terhadap
penurunan gejala pernapasan pada pasien asma di igd rsud patut
patuh patju gerung lombok barat
Penulis Dina Fithriana, Hadi Kusuma Atmaja, Eva Marvia
Daftar Pustaka Fithriana D, dkk (2017). Efektifitas pemberian tehnik relaksasi
napas dalam terhadap penurunan gejala pernapasan pada pasien
asma di igd rsud patut patuh patju gerung lombok barat. PrimA:
Jurnal Ilmiah Ilmu Kesehatan. V3(1).
Penerbit PrimA: Jurnal Ilmiah Ilmu Kesehatan
Hasil Penelitian Ada perubahan gejala pernapasan asma secara signifikan
setelah 15 menit pada kelompok perlakuan dan kelompok
kontrol (p<0,05). Hasil uji Mann-Whithney yang dilakukan
yaitu ada perbedaan yang signifikan pada gejala frekwensi
pernapasan (respiration rate) antara kelompok perlakuan dan
kontrol pada menit ke 30 dan 45 setelah terapi.
Pembahasan pakan suatu bentuk asuhan keperawatan, yang dalam hal ini
perawat mengajarkan kepada pasien bagaimana cara melakukan
napas dalam, napas lambat (menahan inspirasi secara
maksimal) dan bagaimana menghembuskan napas secara
perlahan. Selain dapat menurunkan gejala pernapasan, teknik
relaksasi napas dalam, juga dapat meningkatkan ventilasi paru
dan meningkatkan oksigenasi darah (Smeltzer;Bare, 2009).
Pada penderita asma, sangat bagus jika dilakuakan atau
diberikan tehnik relaksasi napas dalam yang salah satu
manfaatnya, yaitu: jika tidak dalam serangan latihan pernapasan
(tehnik relaksasi napas dalam) diperlukan untuk mencegah
sesak napas, memperbaiki fungsi paru-paru sehingga dengan
demikian serangan sesak napas tidak terjadi dan menenangkan
pikiran dan mengurangi kecemasan. Dari hasil uji wilcoxon
adalah ada perubahan gejala pernapasan asma secara signifikan
setelah 15 menit pada kelompok perlakuan dan kontrol. Untuk
parameter sianosis, tidak ada responden yang mengeluhkan
gejala ini pada kelompok kontrol yang berarti bahwa Ho ditolak
atau ada pengaruh pemberian terapi bronchodilator dan tehnik
relaksasi napas dalam terhadap penurunan gejala pernapasan.
ration rate), hal ini sesuai dengan teori yang dimana jika terapi
tehnik relaksasi napas dalam dilakukan dengan baik maka dapat
memperbaiki fungsi paru-paru sehingga dengan demikian
serangan asma dapat diminimalkan. Kemudian pada gejala
retraksi dada, wheezing, pernapasan cuping hidung dan sianosis
tidak sesuai dengan teori yang dimana profil kelompok
perlakuan lebih berat dibandingkan kelompok kontrol dan umur
pada kelompok perlakuan lebih dominan responden yang
berumur 26-35 tahun dan 46-55 tahun, sedangkan pada
kelompok kontrol lebih dominan responden berumur 36-45
tahun dan >16 tahun.

Jurnal 5
Judul Jurnal Pengaruh pendidikan kesehatan terhadap perubahan
pengetahuan dan sikap keluarga dalam memberikan perawatan
pada anak usia 4-6 tahun penderita asma di rsud cideres
kabupaten majalengka tahun 2017
Penulis Idris Handriana
Daftar Pustaka Handriana, I (2017). Pengaruh pendidikan kesehatan terhadap
perubahan pengetahuan dan sikap keluarga dalam memberikan
perawatan pada anak usia 4-6 tahun penderita asma di rsud
cideres kabupaten majalengka tahun 2017. Jurnal keperawatan
STIKes YPIB Majalengka.
Penerbit Jurnal keperawatan STIKes YPIB Majalengka
Hasil Penelitian Menunjukkan bahwa lebih dari setengah (54,3%) pengetahuan
keluarga sebelum pendidikan kesehatan berpengetahuan cukup
dan sesudah pemberian pendidikan kesehatan lebih dari
setengah (62,9%) pengetahuan keluarga baik. Lebih dari
setengah (54,3%) sikap keluarga sebelum pendidikan kesehatan
bersikap negatif dan sesudah pemberian pendidikan kesehatan
lebih dari setengah (51,4%) sikap keluarga positif. Terdapat
pengaruh signifikan sebelum dan sesudah pendidikan kesehatan
terhadap perubahan tingkat pengetahuan dan keluarga dalam
memberikan perawatan pada anak usia 4-6 tahun penderita
asma di RSUD Cideres Kabupaten Majalengka tahun 2017.
Pembahasan Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat
pengaruh signifikan sebelum dan sesudah pendidikan kesehatan
terhadap perubahan tingkat pengetahuan keluarga dalam
memberikan perawatan pada anak usia 4-6 tahun penderita
asma di RSUD Cideres Kabupaten Majalengka tahun 2017.
Besarnya perubahan pengetahuan keluarga dalam memberikan
perawatan pada anak usia 4-6 tahun penderita asma sebelum
dan sesudah pendidikan kesehatan sebesar 10,0%. Hasil
penelitian ini sejalan dengan teori bahwa pendidikan kesehatan
adalah suatu bentuk wawancara untuk membantu orang lain
memperoleh pengertian yang lebih baik mengenai dirinya
dalam mengatasi permasalahan yang sedang dihadapinya
(Trismiati, 2012). Pendidikan kesehatan adalah proses
pemberian informasi obyektif dan lengkap, dilakukan secara
sistematik dengan paduan keterampilan komunikasi
interpersonal, teknik bimbingan dan penguasaan pengetahuan
klinik yang bertujuan untuk membantu seseorang mengenali
kondisinya saat ini, masalah yang sedang dihadapi dan
menentukan jalan keluar/upaya untuk mengatasi masalah
tersebut (McLeod, 2012). Informasi yang diperoleh baik dari
pendidikan formal maupun non formal dapat memberikan
pengaruh jangka pendek (immediate impact) sehingga
menghasilkan perubahan atau peningkatan pengetahuan.
Seorang klien dan keluarga dapat memperoleh informasi dari
seorang petugas kesehatan berupa pendidikan kesehatan (health
education). Pendidikan kesehatan merupakan salah satu akses
informasi bagi klien dan keluarga untuk memperoleh informasi
tentang prosedur pengobatan, penjelasan mengenai suatu
penyakit dan upaya pencegahan melalui peningkatan kesehatan
(Trismiati, 2012).
JNPH
Volume 7 No. 2 (Oktober 2019)
© The Author(s) 2019

PENGARUH KONSUMSI AIR HANGAT TERHADAP FREKUENSI NAFAS PADA


PASIEN ASMA DI PUSKESMAS SUKAMERINDU KOTA BENGKULU TAHUN 2019

EFFECT OF WARM WATER CONSUMPTION OF BREATHING FREQUENCY IN


ASMA PATIENTS AT SUKAMERINDU COMMUNITY HEALTH CENTERS OF
BENGKUL CITY IN 2019

SRI HARDINA, SEPTIYANTI, DWI WULANDARI


FIKES UNIVED BENGKULU

ABSTRAK

Asma terjadi akibat gangguan pada sistem pernapasan yang menyebabkan penderita
mengalami mengi (wheezing), sesak napas, batuk, dan sesak di dada tertama ketika malam hari
atau dini hari. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh konsumsi air hangat
terhadap Frekuensi Nafas Pada pasien asma Di Puskesmas Sukamerindu Kota Bengkulu Tahun
2019. Metode yang digunakan adalah Quasi Eksperimen, two group test design with control
group, sampel diambil sebanyak 24 orang dengan teknik purposive sampling. Hasil penelitian
dengan analisis Uji Univariat Karakteristik penderita asma di Puskesmas Sukamerindu Kota
Bengkulu yaitu 19 orang (67,9%) berjenis kelamin laki-laki, 22 orang (78,6%) berusia ≥19
tahun dan lama menderita asma 18 orang (64,3%) <5 tahun. Rata-rata frekuensi pernafasan
pada kelompok kontrol sebelum (26,42) dan setelah (26,50), Rata-rata frekuensi pernafasan
pada kelompok kasus sebelum (26,92) dan setelah (26,28). Hasil bivariat yaitu tidak ada
pengaruh frekuensi nafas pada pasien asma sebelum dan setelah pada kelompok kontrol (tidak
konsumsi air hangat), ada pengaruh frekuensi nafas pada pasien asma sebelum dan setelah
pada kelompok intervensi (konsumsi air hangat). Ada pengaruh frekuensi nafas pada pasien
asma kelompok post kasus dan kelompok post kontrol di Puskesmas Sukamerindu Kota
Bengkulu Tahun 2019 Peneliti menyarankan pihak Puskesmas diharapkan dapat memberikan
penyuluhan tentang manfaat konsumsi air hangat sebagai terapi alternative pada pengobatan
asma.

Kata Kunci: Asma, Konsumsi Air Hangat

ABSTRACT

Asthma is caused by a disturbance in the respiratory system that causes sufferers to experience
wheezing, shortness of breath, coughing, and tightness in the chest especially at night or early
morning. The purpose of this study was to determine the effect of consumption of warm water
on breath frequency in asthma patients at the Sukamerindu Public Health Center in Bengkulu
City in 2019. The method used was Quasi Experiment, two group test design with control
group, samples were taken as many as 24 people with purposive sampling technique. The
results of the study with the analysis of the Characteristics Univariate Test of asthma sufferers
in the Sukamerindu Public Health Center in Bengkulu City were 19 people (67.9%) male sex,
22 people (78.6%) aged ≥19 years and had asthma 18 people (64, 3%) <5 years. The average

ISSN: 2338-7033 77
respiratory frequency in the control group before (26.42) and after (26.50), the average
respiratory frequency in the case group before (26.92) and after (26.28). The bivariate results
were that there was no effect of breath frequency in asthma patients before and after in the
control group (no consumption of warm water), there was an influence of breath frequency in
asthma patients before and after in the intervention group (warm water consumption). There is
an influence of breath frequency on asthma patients in post case and post control groups in
Sukamerindu Public Health Center in Bengkulu City in 2019. Researchers suggest that
Puskesmas can provide counseling about the benefits of consuming warm water as an
alternative therapy in the treatment of asthma.

Keywords: Asthma, Consumption of Warm Water

PENDAHULUAN penyakit asma yang dirawat, sisanya tidak


terawat atau terawat sebagian. Prevalensi
Asma disebut sebagai penyakit kronis asma tertinggi terdapat di Sulawesi Tengah
bronkial. Asma merupakan suatu keadaan (7,8%), diikuti Nusa Tenggara Timur (7,3%),
dimana saluran nafas mengalami D.I. Yogyakarta (6,9%), dan Sulawesi Selatan
penyempitan karena hiperaktivitas terhadap (6,7%). Sedangkan provinsi dengan
rangsangan tertentu, yang menyebabkan prevalensi terendah terdapat di Lampung
peradangan, penyempitan ini bersifat (1,6%), Riau (2,0%) dan Bengkulu (2,0%)
berulang namun reversible dan diantara (Kemenkes RI, 2017).
episode penyempitan bronkus. Asma terjadi Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan
akibat gangguan pada sistem pernapasan Kota Bengkulu menyebutkan bahwa jumlah
yang menyebabkan penderita mengalami penderita asma tertinggi yaitu Puskesmas
mengi (wheezing), sesak napas, batuk, dan Pasar Ikan 43 orang, Puskesmas Basuki
sesak di dada tertama ketika malam hari atau Rahmad sebanyak 43 orang dan Puskesmas
dini hari (Amin dan Hardhi, 2016). Sukamerindu sebanyak 35 orang.
Laporan Organisasi Kesehatan Dunia Berdasarkan data tersebut salah satu
(WHO) tahun 2016 dalam World Health puskesmas yang perawatan 24 jam yaitu
Report menyebutkan, lima penyakit paru puskesmas Sukamerindu pada usia 20-59
utama merupakan 17,4% dari seluruh tahun sebanyak 22 orang (Dinkes Kota
kematian di dunia, masing-masing terdiri Bengkulu, 2018).
dari infeksi paru 7,2%, PPOK (Penyakit Penelitian yg dilakukan oleh National
Paru Obstruksi Kronis) 4,8%, Tuberkulosis Health Interview tahun 2012, mengatakan
3,0%, kanker paru/trakea/bronkus 2,1% dan bahwa akibat dari asma yang tidak ditangani
Asma 0,3%. Menurut Global initiative for dengan tepat dapat menyebabkan kematian.
asthma (GINA) tahun 2016 memperkirakan Penelitian tersebut mengatakan bahwa asma
300 juta penduduk dunia menderita asma. merupakan penyebab kematian kedelapan dari
Prevalensi total asma di dunia diperkirakan data yg ada di Indonesia prevalensi gejala
6% pada dewasa dan 10% pada anak penyakit asma melonjak dari 4,2% jadi 5,4%
(Infodatin, 2017). (Ekarini, 2012).
Berdasarkan Profil Kementrian Penyebab penyakit asma ada kaitannya
Kesehatan RI Tahun 2017 menyebutkan dengan antibodi tubuh yang memiliki
bahwa 1 dari 22 orang di Indonesia menderita kepekaan berlebih terhadap alergen dalam hal
asma. Namun, hanya 54% yang didiagnosis ini adalah Imunoglobulin (Ig) E. Sedangkan
dengan hanya 30% kasus terkontrol dengan alergen yang dimaksud disini dapat berupa
baik. Prevalensi asma di Indonesia mencapai alergen intrinsik maupun ekstrinsik. Sehingga
4,5% atau setara dengan 11,8 juta pasien. penyakit asma ini dapat menurun dari orang
Hanya 29% dari populasi penderita dewasa tua kepada keluarganya (Kowalak et all,

78 Journal of Nursing and Public Health


2011). fisiologis, air hangat juga memberi pengaruh
Salah satu masalah yang diakibatkan oksigenisasi dalam jaringan tubuh (Hamidin,
oleh asma menurut Sari (2016) adalah adanya 2012). Hal serupa diungkapkan oleh Yuanita
penumpukan sputum pada saluran (2011), minum air hangat dapat
pernapasan. Beberapa gejala klinis akibat memperlancar proses pernapasan, karena
penumpukan sputum ini adalah pernapasan pada pernapasan pasien asma membutuhkan
cuping hidung, peningkatan respiratory rate, suasana yang encer dan cair. Pada penderita
Dyspnea, timbul suara krekels saat asma minum air hangat sangat tepat untuk
diauskultasi, dan kesulitan bernapas. membantu memperlancar pernapasan karena
Kesulitan bernapas akan menghambat dengan minum air hangat partikel-partikel
pemenuhan suplai oksigen dalam tubuh pencetus sesak dan lendir dalam bronkioli
sehingga suplai oksigen berkurang. akan dipecah dan menyebabkan sirkulasi
Berkurangnya suplai oksigen dalam tubuh pernapasan menjadi lancar sehingga
akan membuat kematian sel, hipoksemia dan mendorong bronkioli mengeluarkan lendir.
penurunan kesadaran. Penanganan pada Penelitian yang dilakukan oleh Adiputra
pasien asma dengan masalah kebersihan jalan (2017) menyebutkan bahwa dari hasil uji
napas bertujuan untuk membersihkan saluran Wilcoxon didapatkan p value sebesar 0,002,
pernapasan sehingga suplai oksigen yang yang menunjukkan bahwa terdapat pengaruh
masuk ke dalam tubuh dapat terpenuhi dan pemberian air minum hangat sebelum
gangguan akibat berkurangnya suplai oksigen tindakan nebulizer terhadap frekuensi
tidak terjadi. pernapasan pada pasien asma. Hasil uji
Penatalaksanaan pada penyakit asma Mann Whitney didapatkan p value sebesar
dapat dilakukan dengan cara farmakologi dan 0.029, artinya terdapat perbedaan pengaruh
non farmakologi. Pengobatan farmakologis pemberian air minum hangat sebelum
pada asma biasanya dengan oksigenisasi dan tindakan nebulizer terhadap kelancaran jalan
melibatkan pengobatan beta 2 adrenergik, nafas yang dilihat dari frekuensi nafas dan
sedangkan pengobatan nonfarmakologis derajat sesak nafas, perbedaan pada penelitian
biasanya dengan menghindari faktor ini ialah perlakuan konsumsi air hangat yang
penyebab dan menciptakan lingkungan yang diberikan saat akan melaukan terapi
sehat, selain itu dalam mengurangi gejala farmakologi nebulizer.
asma dan memperbaiki kualitas hidup yaitu Berdasarkan survey awal yang
dengan terapi pemberian air hangat. Namun dilakukan di Puskesmas Sukamerindu pada
mengingat banyaknya efek samping dari tanggal 18 Desember 2018 jumlah pasien
pengobatan farmakologi seperti sakit kepala penderita asma sebanyak 3 orang yang
dan pusing, gangguan tidur atau insomnia, seluruh esponden belum mengetahui terapi
merasa nyeri pada otot, hidung yang meler nonfarmakolgi air hangat dapat menurunkan
atau tersumbat, mulut dan tenggorokan terasa frekuensi sesak nafas pada penderita asma.
kering, batuk dan suara serak dan sakit Berdasarkan latar belakang diatas, maka
tenggorokan. Jangka panjang dan penulis tertarik dengan judul “Pengaruh
kenyataannya bahwa gangguan-gangguan Konsumsi Air Hangat terhadap Frekuensi
psikologis seperti cemas dan depresi berperan Nafas Pada Pasien Asma Di Puskesmas
dalam kekambuhan asma, maka terapi Sukamerindu Kota Bengkulu Tahun 2019”.
komplementer saat ini banyak dimanfaatkan Rumusan masalah dalam penelitian ini
oleh pasien asma (Kusumawati, 2012). adalah “Adakah Pengaruh Konsumsi Air
Pemberian minum air putih hangat Hangat terhadap Frekuensi Nafas Pada Pasien
memberikan efek hidrostatik dan Asma Di Puskesmas Sukamerindu Kota
hidrodinamik dan hangatnya membuat Bengkulu Tahun 2019?”. Tujuan penelitian
sirkulasi peredaran darah khususnya pada adalah diketahui pengaruh konsumsi air
daerahparu-paru agar menjadi lancar. Secara hangat terhadap Frekuensi Nafas Pada pasien

ISSN: 2338-7033 79
asma Di Puskesmas Sukamerindu Kota No Variabel Frekuensi Persentase
Bengkulu Tahun 2019? (f) (%)

METODE PENELITIAN 1 Laki-Laki 19 67,9


2 Perempuan 9 32,1
Desain dalam penelitian ini Jumlah 28 100
menggunakan desain penelitian quasy Usia
experiment menggunakan pendekatan two 1 <19 tahun 6 21,4
group test design with control group melalui 2 ≥19 tahun 22 78.6
pendekatan deskriptif kuantitatif. Populasi Jumlah 28 100
dalam penelitian ini adalah seluruh penderita Lama Menderita Frekuensi Persentase
asma di Puskesmas Sukamerindu Kota (f) (%)
Bengkulu yang berjumlah 34 orang pada 1 <5 tahun 18 64,3
bulan Januari tahun 2019, sampel 13+1 =14 2 ≥5 tahun 10 35,7
orang per grup. Jadi sampel dalam penelitian Jumlah 28 100,0
ini sampel sebanyak 28 orang yang terdiri
dari 14 responden pada kelompok kasus dan Berdasarkan tabel 1 dapat diketahui
14 responden pada kelompok kontrol. Teknik bahwa karakteristik penderita asma di
pengambilan sampel yang digunakan peneliti Puskesmas Sukamerindu Kota Bengkulu
adalah purposive sampling. yaitu sebagian besar atau 19 orang (67,9%)
Untuk mendapatkan data dalam berjenis kelamin laki-laki, pada umumnya
penelitian ini penulis menggunakan teknik atau 22 orang (78,6%) berusia ≥19 tahun dan
pengumpulan data primer dan sekunder lama menderita asma sebagian besar atau 18
dengan proses penelitian sebelum orang (64,3%) <5 tahun.
mengkonsumsi air hangat peneliti mengetahui
pengukuran tingkat frekuensi pernafasan pada Tabel 2 Rata-rata frekuensi nafas sebelum
penderita asma. Mengkonsumsi air hangat dan sesudah pada kelompok control di
secara perlahan dalam waktu 5 menit. Setelah Puskesmas Sukamerindu Kota Bengkulu
selesai mengkonsumsi air hangat 15 menit Tahun 2019
setelah mengkonsumsi air hangat peneliti
melakukan pengukuran frekuensi pernafasan Frekuensi Mean Min-Mix SD
penderita asma. Nafas
Kelompok
HASIL PENELITIAN Kontrol
Sebelum 26,42 25,0-29,0 1,22
1. Analisis Univariat Setelah 26,50 25,0-29,0 1,22

Analisis univariat untuk memperoleh Dari tabel 2 dapat diketahui bahwa pada
gambaran variabel, yang di gambarkan dalam kelompok kontrol terdapat peningkatan
bentuk tabel dengan tujuan mengetahui frekuensi pernafasan yaitu sebelum dengan
gambaran jenis kelmain, usia dan lama mean (26,4286) dan setelah dengan mean
menderita asma pada pasien asma di (26,50) di Puskesmas Sukamerindu Kota
Puskesmas Sukamerindu Kota Bengkulu. Bengkulu Tahun 2019
Tabel 1 Gambaran Karakteristik Pasien Tabel 3. Rata-rata frekuensi nafas sebelum
Penderita Asma di Puskesmas dan sesudah pada kelompok intervensi di
Sukamerindu Kota Bengkulu Tahun 2019 Puskesmas Sukamerindu Kota Bengkulu
Tahun 2019

80 Journal of Nursing and Public Health


Frekuensi Nafas Mean Min- SD 95%CI Sukamerindu Kota Bengkulu Tahun 2019
Kelompok Mix
Intervensi Variabel Mean Std. CI 95% P
Sebelum 26,92 25,0- 1,63 25,98- Deviation Value
30,0 27,87 Frekuensi Nafas
Setelah 22,28 20,0- 1,72 21,28- sebelum 4.10-
26,0 23,28 4,64 0,92
Frekuensi Nafas 5.17 0,000
sudah diolah (2019) Setelah

Dari tabel 3 dapat diketahui bahwa pada Berdasarkan tabel 5 di atas


kelompok intervensi terdapat peniurunan menunjukkan bahwa dari hasil uji t-dependen
frekuensi pernafasan yaitu sebelum intervensi mean (4,64) dengan SD (0,92, sehingga hasil
dengan mean (26,92) dan setelah intervensi uji statistic didapatkan nilai p value= 0,000,
dengan mean (26,28) di Puskesmas maka dapat disimpulkan bahwa ada
Sukamerindu Kota Bengkulu Tahun 2019 pengaruh frekuensi nafas pada pasien asma
sebelum dan setelah pada kelompok
2. Analisa Bivariat intervensi di Puskesmas Sukamerindu Kota
Bengkulu Tahun 2019.
Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui
hubungan antara variabel independen dengan Tabel 6. Pengaruh konsumsi air hangat
variabel dependen yaitu perbedaan frekuensi terhadap frekuensi nafas pada pasien asma
nafas pada pasien asma kelompok intervensi antar kelompok intervensi dan kelompok
dan kelompok kontrol di Puskesmas kontrol di Puskesmas Sukamerindu Kota
Sukamerindu Kota Bengkulu Tahun 2019 Bengkulu Tahun 2019
dapat dilihat pada tabel berikut:
Variabel Mean Std. Eror CI 95% P
Tabel 4. Pengaruh Konsumsi Air Hangat Value
terhadap Frekuensi Nafas Pada pasien Post Intervensi -5.37- 0,000
-4,21 0.56
asma Kelompok Kontrol Di Puskesmas Post Kontrol -3.05
Sukamerindu Kota Bengkulu Tahun 2019
Berdasarkan Tabel di atas didapatkan
Variabel Mean Std. CI P bahwa dari uji t Independen di dapatkan nilai
Deviatio 95% Valu p value=0,000 maka Ha diterima, artinya ada
n e
perbedaan frekuensi nafas pada pasien asma
Frekuensi Nafas sebelum -.42- .
-0,07 0,61 kelompok intervensi dan kelompok kontrol di
Frekuensi Nafas Setelah 28 0,671
Puskesmas Sukamerindu Kota Bengkulu
Tahun 2019, serta dapat dilihat bahwa
Berdasarkan tabel 4 di atas frekuensi nafas pada kelompok intervensi
menunjukkan bahwa dari hasil uji t-dependen rata-rata 22,28 lebih rendah dibandingkan
nilai mean -0,07 dan SD=0,61. Dari hasil uji kelompok kontrol sebesar 26,50 yang
statistic didapatkan nilai p value= 0,671, menunjukkan bahwa terjadi penurunan
maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada frekuensi nafas pada pasien asma setelah
pengaruh frekuensi nafas pada pasien asma diberikan air hangat.
sebelum dan setelah pada kelompok kontrol
(tidak konsumsi air hangat) di Puskesmas PEMBAHASAN
Sukamerindu Kota Bengkulu Tahun 2019
1. Analisis Univariat
Tabel 5. Pengaruh Konsumsi Air Hangat
terhadap Frekuensi Nafas Pada pasien a. Gambaran Karakteristik Pasien
asma Kelompok Intervensi Di Puskesmas

ISSN: 2338-7033 81
Penderita Asma di Puskesmas Umum Dr. Pirngadi Medan menyatakan
Sukamerindu Kota Bengkulu Tahun 2019 bahwa sebagian besar penderita asma berjenis
kelamin laki-laki (51,3%), berusia diatas 19
Hasil penelitian ini diketahui bahwa tahun (60,8%), bekerja dipabrik (67%).
karakteristik penderita asma di Puskesmas
Sukamerindu Kota Bengkulu yaitu jenis b. Rata-rata frekuensi nafas sebelum dan
kelamin penderita asma sebagian besar atau sesudah pada kelompok control di
19 orang (67,9%) laki-laki dan 9 orang Puskesmas Sukamerindu Kota Bengkulu
sebagian kecil atau (32,1%) perempuan, Tahun 2019
sebagian kecil atau 6 orang (21,4%) berusia
≥19 tahun dan pada umumnya atau 22 orang Hasil penelitian ini diketahui bahwa
(78,6%) berusia ≥19 tahun, lama menderita pada kelompok kontrol terdapat peningkatan
asma sebagian besar atau 18 orang (64,3%) frekuensi pernafasan yaitu sebelum dengan
<5 tahun dan sebagian kecil atau 10 orang mean (26,42) dan setelah dengan mean
(35,7%) ≥5 tahun. (26,50) di Puskesmas Sukamerindu Kota
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Bengkulu Tahun 2019, artinya pada penelitian
laki-laki lebih banyak mengalami asma yang ini diketahui bahwa tidak ada perubahan pada
disebabkan karena faktor merokok dan kelompok kontrol rata-rata pasien mengalami
paparan polusi udara, selain itu mayoritas asma sedang.
berusia diatas 19 tahun hal ini disebabkan Menurut PDPI (2016) asma derajat
karena paparan polusi dengan tambahan umur sedang ditandai dengan frekuensi pernafasan
akan semakin meningkat, di dukung dengan 26-30 x/menit dengan gejala sesak nafas
hasil penelitian ini bahwa responden mulai terasa pada saat beraktifitas terkadang
mayoritas menderita asma <5 tahun hal ini terdapat gejala batuk dan produksi sputum.
menunjukkan bahwa paparan udara atau Biasanya pasien mulai memeriksakan
polusi udara yang mempengaruhi terjadinya kesehatannya pada derajat ini. Asma ialah
asma pada penderita asma. Menurut penyakit paru dengan ciri khas yakni saluran
Kemenkes RI (2009) bahwa sebagian besar napas sangat mudah bereaksi terhadap
serangan asma dimulai sejak masa kanak- berbagai rangsangan atau pencetus dengan
kanak dan menetap hingga usia lanjut. Namun manifestasi berupa serangan asma (Ngastiyah,
beberapa serangan asma justru muncul setelah 2011). Kalainan yang didapatkan adalah otot
dewasa karena faktor ekstrinsik di lingkungan bronkus akan mengkerut (terjadi
kerja maupun rumah yang paling utama ialah penyempitan) dan selaput lendir bronkus
polusi udara dari asap rokok, kenderaan dan edema.
pembakaran hutan, limbah atau sampah. Sejalan dengan penelitian Purwaningsih
Jenis asma yang paling sering diderita (2017) menyebutkan bahwa pada kelompok
oleh anak-anak berusia di bawah 3 tahun dan kontrol (tidak konsumsi air hangat) diketahui
dewasa berusia di atas 30 tahun. Infeksi rata-rata derajat sesak napas pada pre test
pernafasan karena virus merupakan pemicu sebesar 26,53 yang berarti sesak napas sedang
utama pernafasan karena virus merupakan dan post test sebesar 26,40 yang berarti sesak
pemicu utama dan mempengaruhi, baik saraf napas sedang artinya tidak mengalami
dan atau saluran pernafasan (bronchi). perubahan frekeunsi pernafasan di Balai
Menurut Muttaqin (2008) Jumlah kejadian Besar Kesehatan Paru Masyarakat Surakarta
asma pada laki-laki lebih banyak
dibandingkan dengan perempuan. c. Rata-rata frekuensi nafas sebelum dan
Hasil penelitian ini sejalan dengan sesudah pada kelompok intervensi di
penelitian yang dilakukan oleh Sri Hartati Puskesmas Sukamerindu Kota Bengkulu
(2014) dengan judul karakteristik penderita Tahun 2019
asma yang dirawat inap di Rumah Sakit

82 Journal of Nursing and Public Health


Hasil penelitian ini diketahui bahwa Menurut Sari (2016) masalah yang
pada kelompok intervensi terdapat diakibatkan oleh asma jika tidak dilakukan
peniurunan frekuensi pernafasan yaitu pengobatan dan pencegahan adalah adanya
sebelum intervensi dengan mean (26,92) dan penumpukan sputum pada saluran
setelah intervensi dengan mean (26,28) di pernapasan. Beberapa gejala klinis akibat
Puskesmas Sukamerindu Kota Bengkulu penumpukan sputum ini adalah pernapasan
Tahun 2019, artinya pada penelitian ini cuping hidung, peningkatan respiratory rate,
terlihat adanya perubahan setelah dyspnea, timbul suara krekels saat
mengkonsumsi air hangat. diauskultasi, dan kesulitan bernapas.
Menurut Batmanghelidj (2012) sebuah Kesulitan bernapas akan menghambat
aspek penting dari penemuan tentang air pemenuhan suplai oksigen dalam tubuh
putih hangat dalam keperawatan merupakan sehingga suplai oksigen berkurang.
tindakan mandiri yang dapat dipergunakan Berkurangnya suplai oksigen dalam tubuh
sebagai penatalaksanaan non farmakologis akan membuat kematian sel, hipoksemia dan
utuk mengobati masalah kesehatan pasien penurunan kesadaran. Penanganan pada
dengan tanpa bahan-bahan kimia atau tanpa pasien asma dengan masalah kebersihan jalan
tindakan invasif. Termasuk dalam memberi napas bertujuan untuk membersihkan saluran
nutrisi pada pasien, yang tidak disertai dengan pernapasan sehingga suplai oksigen yang
konsumsi air maka akan menghasilkan masuk ke dalam tubuh dapat terpenuhi dan
kerentanan terhadap alergi. Darah yang kental gangguan akibat berkurangnya suplai oksigen
dalam tubuh akan menjadikan kerja makanan tidak terjadi.
sangat berat sehingga harus beredar melalui Sejalan dengan penelitian Rahayu
paru-paru dan melepaskan beberapa lagi (2015) menyebutkan bahwa dari hasil uji
melalui penguapan di pernapasan. statistik menggunakan Wilcoxon Sign Rank
Sejalan dengan penelitia Kusumawati Test dengan tingkat kepercayaan 95% dan
(2012) bahwa pada kelompok intervensi Į=0,05, didapatkan nilai signifikan p-
(konsumsi air) hangat, terjadi penurunan value=1,000 atau lebih besar dari 0,05. Nilai
frekuensi pernafasan pada pasien penderita p-value lebih besar dari 0,05 yang berarti
asma setelah diberikan terapi air hangat, tidak terdapat pengaruh yang signifikan
sedangkan pada kelompok kontrol (tidak terhadap kelancaran jalan nafas kelompok
konsumsi air hangat) tidak ada penurunan kontrol (pre test) dan (post test) sebelum
frekuensi pernafasan. tindakan nebulizer.

2. Analisis Bivariat b. Pengaruh Konsumsi air hangat terhadap


frekuensi nafas Pada pasien asma
a. Pengaruh Konsumsi Air Hangat Kelompok Intervensi Di Puskesmas
terhadap Frekuensi Nafas Pada pasien Sukamerindu Kota Bengkulu Tahun 2019
asma Kelompok Kontrol Di Puskesmas
Sukamerindu Kota Bengkulu Tahun 2019 Hasil penelitian ini diketahui dari hasil
uji t-dependen mean (4,64) dengan SD (0,92,
Hasil penelitian ini diketahui dari hasil sehingga hasil uji statistic didapatkan nilai p
uji t-dependen nilai mean -0,07 dan SD=0,61. value= 0,000, maka dapat disimpulkan
Dari hasil uji statistic didapatkan nilai p bahwa ada pengaruh frekuensi nafas pada
value= 0,671, maka dapat disimpulkan pasien asma sebelum dan setelah pada
bahwa tidak ada pengaruh frekuensi nafas kelompok intervensi di Puskesmas
pada pasien asma sebelum dan setelah pada Sukamerindu Kota Bengkulu Tahun 2019..
kelompok kontrol (tidak konsumsi air hangat) Didukung teori Doengos (2008)
di Puskesmas Sukamerindu Kota Bengkulu menyebutkan bahwa pengobatan secara
Tahun 2019. sederhana atau non farmakologis,

ISSN: 2338-7033 83
penatalaksanaan nonfarmakologis asma yaitu kelompok kontrol sebesar 26,50 yang
dengan memberikan minum air putih hangat menunjukkan bahwa terjadi penurunan
1500-2000 ml per hari. Air adalah zat atau frekuensi nafas pada pasien asma setelah
unsur yang paling penting bagi semua bentuk diberikan air hangat.
kehidupan didunia ini. yang kita ketahui Usaha yang dapat dilakukan dalam
sampai saat ini dibumi, air merupakan zat cair pengobatan penyakit asma dapat dilakukan
yang tidak mempunyai rasa, warna dan bau. dengan cara farmakologi dan non
Air sebagai sumber daya adalah air yang farmakologi. Pengobatan farmakologis pada
dibutuhkan oleh semua kehidupan, baik asma biasanya dengan oksigenisasi dan
tumbuhan, mikroorganisme maupun manusia. melibatkan pengobatan beta 2 adrenergik,
Agar tetap dapat kita pakai air harus dijaga sedangkan pengobatan nonfarmakologis
supaya tidak tercemar, karena sifat air yang biasanya dengan menghindari faktor
mudah berubah baik dari segi bentuk, ukuran penyebab dan menciptakan lingkungan yang
dan rasa warna dari lingkungannya yang sehat, selain itu dalam mengurangi gejala
mempengaruhinya, apa lagi jika lingkungan asma dan memperbaiki kualitas hidup yaitu
yang tercemar maka air juga akan mudah dengan terapi pemberian air hangat. Teknik
sekali tercemar. Konsumisi air hangat farmakologi memiliki banyak efek samping,
merupakan konsumsi air dengan suhu 38- sedangkan pengobatan dengan non
40oC. Konsumsi air hangat dilakukan farmakologi kurang memiliki efek samping
perlahan selama 5 menit dapat membebaskan (Doenges, 2010).
jalan nafas, sehingga dapat menjadi terapi Pemberian minum air putih hangat
pada penderita asma. memberikan efek hidrostatik dan
Sejalan dengan penelitian Majampoh hidrodinamik dan hangatnya membuat
(2013) menyebutkan bahwa frekuensi sirkulasi peredaran darah khususnya pada
pernapasan sebelum diberikan air hangat daerah paru-paru agar menjadi lancar. Secara
termasuk frekuensi sesak napas sedang fisiologis, air hangat juga memberi pengaruh
sampai berat dan frekuensi pernapasan setelah oksigenisasi dalam jaringan tubuh (Hamidin,
diberikan konsumsi air hangat termasuk 2012). Hal serupa diungkapkan oleh Yuanita
frekuensi pernapasan normal. Simpulan (2011), minum air hangat dapat
Terdapat pengaruh pemberian konsumsi air memperlancar proses pernapasan, karena
hangat terhadap kestabilan pola napas pada pada pernapasan pasien asma membutuhkan
pasien sesak nafas dengan nilai p value = suasana yang encer dan cair. Pada penderita
0,000. asma minum air hangat sangat tepat untuk
membantu memperlancar pernapasan karena
c. Pengaruh konsumsi air hangat terhadap dengan minum air hangat partikel-partikel
frekuensi nafas pada pasien asma pencetus sesak dan lendir dalam bronkioli
kelompok intervensi dan kelompok kontrol akan dipecah dan menyebabkan sirkulasi
di Puskesmas Sukamerindu Kota pernapasan menjadi lancar sehingga
Bengkulu Tahun 2019 mendorong bronkioli mengeluarkan lendir.
Sejalan dengan penelitian yang
Berdasarkan Tabel di atas didapatkan dilakukan oleh Adiputra (2017) menyebutkan
bahwa dari uji Independen dengan nilai p bahwa dari hasil uji Wilcoxon didapatkan p
value=0,000 maka Ho diterima, artinya ada value sebesar 0,002, yang menunjukkan
perbedaan frekuensi nafas pada pasien asma bahwa terdapat pengaruh pemberian air
kelompok intervensi dan kelompok kontrol di minum hangat sebelum tindakan nebulizer
Puskesmas Sukamerindu Kota Bengkulu terhadap kelancaran jalan nafas dan
Tahun 2019, serta dapat dilihat bahwa frekuensi pernapasan pada pasien asma.
frekuensi nafas pada kelompok intervensi Hasil uji Mann Whitney didapatkan p value
rata-rata 22,28 lebih rendah dibandingkan sebesar 0.029, artinya terdapat perbedaan

84 Journal of Nursing and Public Health


pengaruh pemberian air minum hangat Desember 2018]
sebelum tindakan nebulizer terhadap Amin dan Hardhi. 2016. Asuhan
kelancaran jalan nafas Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis & NANDA Jilid I dan II.
KESIMPULAN Jogjakarta. Mediaction Jogja.
Dinkes Kota Bengkulu. 2018. Profil Dinas
Karakteristik penderita asma di KesehatanKota Bengkulu Tahun 2018.
Puskesmas Sukamerindu Kota Bengkulu Bengkulu
yaitu dari 28 responden sebagian besar atau19 Doenges. 2010. Rencana Asuhan
orang (67,9%) berjenis kelamin laki-laki, Keperawatan Alih Bahasa. (diakses 09
pada umumnya atau 22 orang (78,6%) berusia Februari 2018), diunduh dari
≥19 tahun dan lama menderita asma sebagian http://eprints.ums.ac.id/21070/26/naska
besar atau 18 orang (64,3%) <5 tahun. h _publikasi.pdf.
Ekarini. 2012. Analisis Faktor-Faktor Pemicu
1. Rata-rata frekuensi pernafasan sebelum Dominan Terjadinya Serangan Asma
(26,4286) dan setelah (26,50) pada Pada Paien Asma. FIK UI. 108.
kelompok kontrol di Puskesmas Kemenkes. 2018. Profil data Kesehatan
Sukamerindu Kota Bengkulu Tahun 2019 Indonesia Tahun 2018. Jakarta
2. Rata-rata frekuensi pernafasan sebelum Infodatin. 2017. Pusat Data dan Informasi
(26,92) dan setelah (26,28) pada kelompok Kesehatan RI. Jakarta: ISSN 2442-
intervensi di Puskesmas Sukamerindu 7659.
Kota Bengkulu Tahun 2019 Irianto. 2014. Epidemiologi Penyakit Menular
3. Ada pengaruh konsumsi air hangat dan Tidak menular Panduan Klinis.
terhadap frekuensi nafas pada pasien asma Bandung; Penerbit Alfabeta
pada kelompok intervensi di Puskesmas Kemenkes. 2016. Infodatin Asma. Kemenkes
Sukamerindu Kota Bengkulu Tahun 2019 RI: Jakarta
4. Tidak ada pengaruh konsumsi air hangat Kemenkes. 2017. Hasil Penelitian Riset
terhadap frekuensi nafas pada pasien asma Kesehatan Dasar. Indonesia: Kemenkes
pada kelompok kontrol di Puskesmas RI.
Sukamerindu Kota Bengkulu Tahun 2019 Kowalak et all. 2011. Buku Ajar Patofisiologi.
5. Ada perbedaan frekuensi nafas pada pasien Jakarta: EGC
asma kelompok intervensi dan kelompok Medicastore. 2013. Faktor-Faktor Pemicu
kontrol di Puskesmas Sukamerindu Kota Dominan Terjadinya Serangan Asma
Bengkulu Tahun 2019 Pada Paien Asma. Dari
http://lib.ui.ac.id/file?
SARAN file=digital/20303000-T30663%20-
%20Analisis%20faktor.pdf. Skripsi [2
Diharapkan kepada peneliti selanjutnya Februari 2019]
untuk melakukan penelitian dengan metode Ngastiyah. 2011. Perawatan Anak Sakit.
dan desain yang berbeda. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
DAFTAR PUSTAKA Notoatmodjo, S. 2012. Metode Penelitian
Kesehatan. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Agustina. 2015. Pengaruh Terapi Bermain Padila. 2013. Asuhan Keperawatan Penyakit
Super Bubbles Terhadap Kecemasan Dalam. Yogyakarta: Nuha Medika
Akibat Hospitalisasi Pada Anak Riyanto, A. 2017. Aplikasi Metodologi
Penderita Asma Usia Prasekolah Di Penelitian Kesehatan. Yogyakarta:
RSUD Surakarta. Dari Nuha Medika
http://eprints.ums.ac.id.pdf. Jurnal [2 Sari. 2014. Pengaruh Terapi Bermain

ISSN: 2338-7033 85
Gelembung Super Terhadap Tingkat
Kecemasan Pada Anak Usia Prasekolah
Yang Mengalami Hospitalisasi Di
Ruang Anak Rsud Pandan Arang
Boyolali. Dari http://eprints.ums.ac.id /
28788/17
/NASKAH_PUBLIKASI.pdf. Jurnal
[22 Desember 2018]
Sulistyaningsih. 2011. Metode Penelitian
Kebidanan Cetakan ke-2. Yogyakarta:
Graha Ilmu

86 Journal of Nursing and Public Health


PROFESI
(Profesional
Islam) Media
Publikasi
Penelitian; 2019;
Website:
ejurnal.itspku.ac.i
d
PENERAPAN FISIOTERAPI DADA TERHADAP
KETIDAKEFEKTIFAN BERSIHAN JALAN NAFAS PADA
PASIEN BRONKITIS

USIA PRA SEKOLAH

Hidayah Widias Ningrum1, Yuli Widyastuti2, Anik


Enikmawati3

1
Mahasiwa DIII Keperawatan Institut Teknologi Sains dan Kesehatan PKU
Muhammadiyah Surakarta 2Dosen DIII Keperawatan Institut Teknologi Sains dan
Kesehatan PKU Muhammadiyah Surakarta 3Dosen DIII Keperawatan Institut
Teknologi Sains dan Kesehatan PKU Muhammadiyah Surakarta JL.Tulang Bawang
Selatan No.26 Tegalsari RT 02 RW 32, Kadipiro, Surakarta

Email: hidayahwidias13@gmail.com

Kata Kunci Abstrak

Bersihan Jalan Latar Belakang: Bronkitis merupakan penyakit infeksi pada saluran
Nafas, pernafasan yang menyerang bronkus. Anak yang mengalami gangguan
Fisioterapi
saluran pernafasan sering terjadi peningkatan produksi dahak yang
Dada, Bronkitis,
berlebih pada paru-parunya dahak yang mengental dan menumpuk
sehingga sulit untuk dikeluarkan, maka dari itu untuk membantu
mempercepat penyembuhan dibantu dengan tindakan fisioterapi dada.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk menyusun resume asuhan
keperawatan dan mengidentifikasi manfaat fisioterapi dada untuk
meningkatkan efektifitas bersihan jalan nafas pada asuhan
keperawatan anak dengan bronkitis. Metode Penelitian: Jenis metode
penelitian yang digunakan adalah metode penelitian deskriptif dengan
pendekatan case study research (studi kasus). Subjek yang digunakan
dalam penelitian yaitu 2 anak laki-laki yang berumur 3 tahun dan 5
tahun yang penelitian ini meliputi Nursing kit, alat tulis, format pengkajian asuhan
mengalami keperawatan anak, SOP fisioterapi dada, lembar observasi pasien, dan
Bronkitis. alat untuk fisioterapi dada. Hasil: Setelah dilakukan tindakan fisioterapi
Penelitian ini dada sebanyak 2 kali sehari selama 3 hari bersihan jalan nafas pada
dilakukan di kedua pasien efektif dengan kriteria hasil frekuensi pernafasan dalam
bangsal batas normal, irama pernafasan dalam batas normal, mampu
Dadap Serep mengeluarkan sputum, tidak ada suara nafas tambahan, batuk
RSUD Pandan berkurang. Kesimpulan: Fisioterapi dada efektif bermanfaat
Arang meningkatkan bersihan jalan nafas pada asuhan keperawatan anak
Boyolali. dengan kasus bronkitis.
Instrumen
penelitian
dalam

IMPLEMENTATION OF CHEST PHYSIOTHERAPY OF CLEAN ROAD CLEAN EFFECTIVENESS


IN BRONCITISM PATIENTS

PRE SCHOOL AGE

Key Words: Abstract

Breathing, Background: Bronchitis is an infectious disease of the respiratory tract


Chest that attacks the bronchi. Children who experience respiratory tract
Physiotherap disorders often occur an increase in the production of excessive phlegm
y, Bronchitis, in the lungs of phlegm which thickens and accumulates so that it is
difficult to remove, therefore to help speed healing assisted by chest
physiotherapy. Objective: This study aims to develop nursing care
resumes and identify the benefits of chest physiotherapy to improve
airway cleaning effectiveness in nursing care of children with bronchitis.
Research Method: The type of research method used is descriptive
research method with a case study research approach (case study). The
subjects used in the study were 2 boys aged 3 years and 5 years who
had bronchitis. This research was conducted in the ward Dadap Serep
Pandan Arang Hospital Boyolali. The research instruments in this study
PROFESI (Profesional Islam)
Media Publikasi Penelitian; 2019;
Website: ejurnal.itspku.ac.id

included Nursing kits, stationery, child nursing care assessment formats,


chest physiotherapy SOPs, patient observation sheets, and tools for
chest physiotherapy. Results: After performing chest physiotherapy
twice a day for 3 days of airway clearance in both patients effectively
with the criteria for respiratory frequency within normal limits,
respiratory rhythm within normal limits, being able to remove sputum,
no additional breath sounds, coughing decreased. Conclusion: Effective
chest physiotherapy is useful to improve airway clearance in child
nursing care with cases of bronchitis.

1. PENDAHULUAN Pada kebanyakan kasus gangguan


pernafasan yang terjadi pada anak bersifat
Masalah kesehatan anak yaitu ringan akan tetapi sepertiga kasus
salah satu masalah utama dalam bidang mengharuskan anak mendapatkan
kesehatan yang saat ini terjadi di penanganan khusus. Akibatnya anak lebih
negara Indonesia. Derajat kesehatan memungkinkan untuk memerlukan
anak mencerminkan derajat kesehatan kunjungan ke penyediaan layanan
bangsa, sebab anak sebagai generasi kesehatan seperti pada penyakit asma,
penerus bangsa, memiliki kemampuan bronkitis, tuberkulosis, dan pneumonia.
yang dapat dikembangkan dalam Penyakit-penyakit saluran pernafasan pada
meneruskan pembangunan bangsa. anak-anak dapat memberi kecacatan
Berdasarkan alasan tersebut maka sampai dewasa, dimana ditemukan adanya
masalah kesehatan anak diprioritaskan hubungan dengan terjadinya Chronic
dalam perencanaan atau penataan Obstructive Pulmonary Disease. Pada
pembangunan bangsa. Masalah
kesehatan pada anak yang terutama
yaitu pada sistem pernafasan (Hidayat,
2009).

Penyakit pada sistem


pernafasan menjadi salah satu
penyebab dari kematian dan suatu
penyakit terbanyak yang diderita oleh
anak-anak di negara berkembang.
Angka kematian anak di provinsi Jawa
Tengah berdasarkan hasil survei
demografi kesehatan Indonesia (SDKI)
tahun 2012 adalah 11,85 kematian per
1000 kelahiran hidup angka tersebut
menunjukkan peningkatan,
dibandingkan pada tahun 2011 yaitu
11,50 kematian per 1000 kelahiran
hidup (Kemenkes RI, 2012).
balita, gejala infeksi pernafasan diantaranya usia. Anak- anak pada
bawah biasanya lebih parah umumya belum bisa mengeluarkan
dibandingkan dengan penyakit dahak atau sputum dengan sendiri oleh
pernafasan atas dan dapat sebab itu untuk mempermudah hal
mencakup gejala gangguan tersebut dan mempercepat
respiratori yaitu batuk, disertai penyembuhan dapat dibantu dengan
produksi secret berlebih, sesak terapi farmakologi dan non-farmakologi
nafas, retraksi dada, dan lain-lain (Putri, 2016).
(Maidartati, 2014).

Bronkitis merupakan
penyakit infeksi pada saluran
pernapasan yang menyerang
bronkus. Penyakit ini banyak
menyerang anak-anak yang
lingkungannya banyak polutan,
misalnya orang tua yang merokok
di rumah, asap kendaraan
bermotor, asap hasil pembakaran
pada saat masak yang
menggunakan bahan bakar kayu.
Di Indonesia masih banyak
keluarga yang setiap hari
menghirup polutan ini, kondisi ini
menyebabkan angka kejadian
penyakit bronkhitis sangat tinggi
(Marni, 2014). Di Indonesia yang
terinfeksi bronkitis sekitar 1.6 juta
orang (WHO, 2013).

Anak yang mengalami


gangguan saluran
pernafasan sering
terjadi peningkatan produksi lendir
yang berlebihan pada paru-
parunya, lendir atau dahak sering
menumpuk dan menjadi kental
sehingga sulit untuk dikeluarkan,
terganggunya transportasi
pengeluaran dahak ini dapat
menyebabkan penderita semakin
kesulitan untuk mengeluarkan
dahaknya. Kemampuan anak untuk
mengeluarkan sputum
dipengaruhi beberapa faktor
disimpulkan bahwa tindakan fisioterapi
dada sangat efektif dalam pengeluaran
sputum (Aryayuni dan Siregar, 2015).

Obat farmakologi memiliki Berdasarkan data yang diperoleh


kelebihan lebih cepat untuk proses dari Rekam Medik RSUD Pandan Arang
penyembuhan, namun obat Boyolali pada tahun 2017 ditemukan
farmakologi belum tentu aman karena jumlah kasus bronkitis sebanyak 220
memiliki efek samping. Terapi non- kasus. Sedangkan jumlah kasus bronkitis
farmakologi seperti fisioterapi dada yang terjadi pada tahun 2018 sampai bulan
dapat digunakan untuk penanganan januari 2019 sebanyak 180 kasus. Di RSUD
pada penyakit paru obstruktif menahun Pandan Arang Boyolali mencatat kejadian
yang meliputi bronkitis, asma, efisema bronkitis hingga saat ini terus bertambah di
(Putri dan Soemarno, 2013). bangsal anak yakni di bangsal Dadap Serep.

Fisioterapi dada adalah suatu Berdasarkan uraian diatas penulis


cara terapi yang sangat berguna bagi tertarik untuk mengambil studi kasus
penderitapenyakit respirasi baik
respirasi akut maupun kronis. Adapun
teknik fisioterapi yang digunakan
berupa postural drainage, perkusi dan
vibrasi. Fisioterapi dada ini sangat
efektif dalam upaya mengeluarkan
sekret dan memperbaiki ventilasi pada
pasien dengan fungsi paru yang
terganggu. Maka tujuan fisioterapi
pada penyakit paru adalah untuk
memelihara dan mengembalikan fungsi
pernapasan dan membantu
mengeluarkan sekret dari bronkus
untuk mencegah penumpukan sekret
dalam bronkus, memperbaiki
pergerakan dan aliran sekret sehingga
dapat memperlancar jalan napas
(Ariasti dkk, 2014).

Hasil dari jurnal penelitian yang


berjudul “Pengaruh Fisioterapi Dada
Terhadap Pengeluaran Sputum Pada
Anak Dengan Penyakit Gangguan
Pernafasan Di Poli Anak RSUD Kota
Depok” terdapat sempel penelitan
sebanyak 11 anak yang diteliti, anak
yang mengeluarkan sputum sebelum
fisioterapi dada sebanyak 8 orang dan
setelah dilakukan fisioterapi dada
pengeluaran sputum terjadi pada 11
anak. Jadi dari hasil tersebut
PROFESI (Profesional keperawatan ini meliputi pengkajian,
Islam) Media Publikasi analisa data, diagnosa keperawatan,
Penelitian; 2019;
intervensi, implementasi dan evaluasi.
Website: ejurnal.itspku.ac.id
Asuhan keperawatan anak pada pasien
dengan judul “Penerapan 1 dilakukan pada tanggal 10 – 12
Fisioterapi Dada Terhadap februari 2019 serta asuhan
Ketidakefektifan Bersihan Jalan keperawatan anak pada pasien 2
Nafas Pada Pasien Bronkitis Usia dilakukan pada tanggal 15 – 17 Februari
Pra Sekolah” karena penerapan 2019.
fisioterapi dada merupakan salah
satu tindakan intervensi Pengkajian pada pasien 1
dilakukan pada tanggal 10 Februari
keperawatan yang efektif
2019 sekitar pukul
dibandingkan dengan terapi
farmakologis yang memiliki efek 13.00 WIB diperoleh data identitas
samping lebih besar terhadap pasien 1 dengan nama An. F, umur 3
respon. tahun, agama islam, jenis kelamin laki-
laki, alamat Boyolali. An. F masuk RS
pada hari Minggu tanggal 10 Februari
2. METODE PENELITIAN
2019 pukul
Jenis metode penelitian
yang digunakan adalah metode 06.30 WIB dengan keluhan utama pada
penelitian deskriptif dengan An. F adalah batuk, kesulitan
pendekatan case study research mengeluarkan dahak serta demam
(studi kasus). Subjek yang selama 3 hari tidak kunjung sembuh
digunakan dalam penelitian yaitu 2 dan keluarga langsung membawa ke
anak laki-laki yang berumur 3 RSUD Pandan Arang untuk
tahun dan 5 tahun yang mengalami
Bronkitis. Penelitian ini dilakukan
di bangsal Dadap Serep RSUD
Pandan Arang Boyolali. Instrumen
penelitian dalam penelitian ini
meliputi Nursing kit, alat tulis,
format pengkajian asuhan
keperawatan anak, SOP fisioterapi
dada, lembar observasi pasien, dan
alat untuk fisioterapi dada.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Hasil

Resume asuhan
keperawatan anak pada kasus
penerapan fisioterapi dada untuk
meningkatkan keefektifan bersihan
jalan nafas pada An. F dan An. W di
bangsal Dadap Serep RSUD Pandan
Arang Boyolali. Resume asuhan
didapatkan diagnosa keperawatan yang
muncul dari kedua pasien berdasarkan hasil
pemeriksaan dan pengkajian yaitu
ketidakefektifan bersihan jalan nafas
mendapatkan pemeriksaan lebih lanjut. berhubungan dengan obstruksi jalan nafas
Hasil pemeriksaan fisik meliputi: Suhu: (mukus berlebih). Tujuan dan kriteria hasil
37,60C, RR: 40 x/menit, Nadi: 122 (NOC): setelah dilakukan tindakan
x/menit, SpO2: 98%, keadaan umum keperawatan 3x24 jam, diharapkan
lemas. Hasil pemeriksaan fisik paru- kepatenan jalan nafas pada klien efektif
paru: bentuk dada simetris, tidak ada dengan kriteria hasil; frekuensi pernafasan
lesi, tidak ada nyeri tekan, dalam batas normal (20-30 x/menit), irama
pengembangan dada antara kanan dan pernafasan dalam batas normal, mampu
kiri sama, perkusi sonor, terdapat suara mengeluarkan sputum, tidak ada suara
nafas ronkhi, letak sekret dibagian nafas tambahan, batuk berkurang.
lobus paru sebelah kiri. Hasil data Intervensi yang dapat dilakukan pada
penunjang: Leokosit 183400/ul, Hb masalah keperawatan ketidakefektifan
10,6g/dl. bersihan jalan nafas yaitu dengan
manajemen jalan nafas yang meliputi (1)
Pengkajian pada pasien 2 pada Auskultasi suara nafas, catat area yang
tanggal 15 Februari 2019 sekitar ventilasinya menurun atau tidak adanya
pukul suara nafas tambahan, (2) Posisi

09.00 WIB didapatkan biodata pasien 2


dengan nama An. W, umur 5 tahun,
agama islam, jenis kelamin laki-laki,
alamat candi rejo. An. W masuk RS
pada hari Kamis tanggal 14 Februari
2019 pukul 21.00 WIB dengan keluhan
utama pada An. W meliputi batuk sulit
mengeluarkan dahaknya, sedikit sesak
nafas selama 4 hari yang lalu tidak
kunjung sembuh disertai demam
dengan hasil pemeriksaan tanda-tanda
vital yang meliputi: suhu: 37oC, RR: 38
x/menit, nadi:

112 x/menit, SpO2: 96%, keadaan


umum lemas, dan hasil pemeriksaan
fisik paru- paru: bentuk dada simetris,
tidak ada luka, tidak ada nyeri tekan,
pengembangan dada sama, perkusi
sonor, terdengar suara ronkhi, letak
sekret dibagian lobus paru sebelah kiri.
Hasil data penunjang: Leukosit
168000/ul, Hb 10,7g/dl.

Berdasarkan data yang


didapatkan pada An. F dan An. W
PROFESI (Profesional suhu: 36oC, RR: 28 x/menit, SpO2: 98%.
Islam) Media Publikasi Hasil pemeriksaan fisik paru-paru:
Penelitian; 2019;
bentuk dada simetris, tidak ada luka,
Website: ejurnal.itspku.ac.id
tidak ada nyeri tekan, pengembangan
pasien semi fowler untuk dada sama, perkusi sonor, terdengar
memaksimalkan ventilasi, (3) suara ronkhi masih ada, letak sekret
Lakukan fisioterapi dada, (4) dibagian lobus paru sebelah kiri.
Ajarkan klien untuk batuk dan Analisa: masalah ketidakefektifan
memotivsi untuk membuang bersihan jalan nafas teratasi sebagian.
sputum (sekret), (5) Ajarkan pasien Planing: intervensi dipertahankan
bagaimana menggunakan inhaler dengan memberikan minum air putih
yang sesuai, (6) Berikan obat hangat, menghabiskan obat oral yang
bronkodilator bila perlu, (7) diberi dokter, fisioterapi dada jika
Monitor status pernafasan dan sputum masih ada, terapi nebulizer jika
oksigenasi, (8) Gunakan teknik diperlukan. Hasil evaluasi An. W pada
yang menyenangkan untuk tanggal 17 Februari 2019 didapatkan
memotivasi bernafas dalam pada hasil batuk berkurang, tidak sesak nafas
anak- anak. lagi, lebih lega dari sebelumnya, hasil
pemeriksaan tanda-tanda vital: suhu:
Implementasi keperawatan 36oC, nadi: 110 x/menit, RR: 26
yang telah dilakukan pada An. F x/menit, SpO2: 96%. hasil pemeriksaan
pada tanggal 10 Februari 2019 fisik paru-paru: bentuk dada simetris,
dimulai sekitar pukul 13.00 WIB tidak ada luka, tidak
sampai selesai dan pada An. W 15
Februari 2019 dimulai sekitar pukul
09.00 WIB sampai selesai.
Implementasi keperawatan pada
hari pertama dan kedua yaitu
melakukan pengkajian dan
melakukan pemeriksaan tanda-
tanda vital, memonitor status
pernafasan, menjelaskan maksud
dan tujuan prosedur tentang
pemberian fisioterapi dada,
memberikan posisi nyaman,
melakukan fisioterapi dada 2 kali
dalam sehari, menganjurkan orang
tua untuk rajin meminumkan air
putih hangat.

Hasil evaluasi yang


dilakukan pada hari ke tiga pada
An. F pada tanggal 12 Februari
2019 didapatkan hasil batuk sudah
berkurang, dahak sedikit keluar,
tetapi masih terdapat suara nafas
ronki, hasil pemeriksaan tanda-
tanda vital: nadi: 118 x/menit,
defence yaitu sistem penjagaan paru-paru
yang dilakukan oleh mukus dan siliari. Pada
pasien dengan bronkitis sistem ini
mengalami kerusakan sehingga lebih mudah
ada nyeri tekan, pengembangan dada terinfeksi. Ketika timbul infeksi, kelenjar
sama, perkusi sonor, suara nafas mukus akan menjadi hipertropi dan
vesikuler. Analisa: masalah hiperplasia (ukuran membesar dan jumlah
ketidakefektifan bersihan jalan nafas bertambah) sehingga mukus akan
sudah teratasi. Planing: Intervensi meningkat. Infeksi juga menyebabkan
dipertahankan dengan menghabiskan dinding bronkial meradang, menebal dan
obat oral yang diberi dokter, pemberian mengeluarkan mukus kental. Mukus yang
fisioterapi dada jika tidak mampu kental dan pembesaran mukus akan
mengeluarkan sekret dan rajin mengobstruksi jalan nafas terutama selama
meminum air putih hangat. ekspirasi (Utama, 2018).

B. Pembahasan Berdasarkan tanda dan gejala


tersebut muncul diagnosa keperawatan
Bronkitis adalah suatu
yaitu ketidakefektifan bersihan jalan nafas
peradangan pada bronkus (saluran
udara ke paru-paru) yang disebabkan
oleh virus dan bakteri. Tanda gejala
bronkitis meliputi batuk berdahak,
sesak nafas, flu, demam dan terdapat
suara nafas tambahan (ronkhi) (Suryo,
2010).

Hasil pengkajian yang


didapatkan dari An. F dan An. W
dengan diagnosa medis bronkitis
dengan keluhan batuk berdahak, sulit
mengeluarkan dahaknya, sesak nafas,
demam, dan terdapat suara nafas
tambahan berupa ronkhi. Serangan
bronkitis disebabkan karena tubuh
terpapar agen infeksi maupun non
infeksi (terutama rokok), iritan (zat
yang menyebabkan iritasi) akan
menyebabkan timbulnya respon
inflamasi yang menyebabkan fase
dilatasi, kongesti, edema mukosa, dan
bronkospasme. Tidak seperti efisema,
bronkitis lebih mempengaruhi jalan
nafas kecil dan besar dibandingkan
alveoli. Dalam keadaan bronkitis aliran
udara masih memungkinkan tidak
mengalami hambatan. Pada keadaan
normal, paru-paru memiliki
kemampuan yang disebut mucocilliary
PROFESI (Profesional paru yang ada sumbatannya selama 5
Islam) Media Publikasi menit, perkusi dada (tepukan atau
Penelitian; 2019; Website:
energi mekanik pada dada yang
ejurnal.itspku.ac.id
diteruskan pada saluran nafas paru)
berhubungan dengan obstruksi bertujuan untuk melepaskan atau
jalan nafas (mukus berlebih). melonggarkan sekret yang tertahan
Ketidakefektifan bersihan jalaan dengan cara menghimpitkan 3 jari
nafas merupakan ketidakmampuan kemudian ditepukkan ke segmen paru
membersihkan sekresi atau yang tersumbat dengan melakukan
obstruksi dari saluran nafas untuk fleksi dan ekstensi pergelangan tangan
mempertahankan bersihan jalan secara bergantian dengan cepat selama
nafas menurut Herdman dan 2 menit, vibrasi (melakukan kompresi
Kamitsuru (2015). Berdasarkan dada menggetarkan sekret ke jalan
diagnosa di atas dalam menangani nafas) dilakukan bersamaan dengan
permasalahan tersebut dengan batuk efektif bertujuan untuk
melakukan fisioterapi dada. mendorong agar sekret mudah
Fisioterapi dada merupakan cara keluar dengan
tindakan non farmakologi yang cara menginstruksikan klien
berguna bagi penderita penyakit untuk bernafas dalam dengan lambat
akut maupun kronis yang melalui hidung dan menghembuskan
menggunakan teknik postural melalui mulut dengan bibir membentuk
drainase, perkusi dan vibrasi yang huruf ‘o’ kemudian di getarkan dengan
sangat efektif dalam upaya cepat (getaran tersebut
mengeluarkan sekret dan
memperbaiki ventilasi pada pasien
dengan fungsi paru yang
terganggu. Tujuan fisioterapi dada
yaitu memelihara, mengembalikan
fungsi pernafasan dan membantu
mengeluarkan sekret dari bronkus
untuk mencegah penumpukan
sekret dalam bronkus, dan
memperbaiki pergerakan dan
aliran sekret sehingga dapat
memperlancar jalan nafas menurut
Ariasti dkk (2014).

Menurut Rosyidin (2013)


fisioterapi dada meliputi beberapa
rangkaian yaitu dengan postural
drainase (membaringkan klien
dalam posisi yang sesuai dengan
segmen paru yang tersumbat)
bertujuan untuk membantu
mengalirkan pengeluaran sekresi
dengan cara memposisikan klien
berlawanan dengan letak segmen
pada An. F dengan hasil frekuensi
pernafasan (RR:

28 x/menit), irama pernafasan (reguler),


dapat membantu paru-paru mampu mengeluarkan sputum, batuk
melepaskan mukus hal ini dilakukan berkurang, dan masih terdapat suara nafas
selama 5 kali berakhir dengan batuk tambahan yaitu ronki sehingga masalah
efektif dengan cara melakukan nafas ketidakefektifan bersihan jalan nafas
dalam sebanyak 3 kali kemudian teratasi sebagian. Sedangkan pada An. W
menahan nafas 3 hitungan kemudian didapatkan hasil frekuensi pernafasan (RR:
dibatukkan (Fitria dkk, 2017).
26 x/menit), irama pernafasan (reguler),
Implementasi utama yang telah mampu mengeluarkan sputum, tidak ada
dilakukan untuk masalah suara nafas (vesikuler), batuk jarang,
ketidakefektifan bersihan jalan nafas sehingga masalah ketidakefektifan bersihan
pada An. F dan An. W yaitu dengan jalan nafas sudah teratasi. Kemudian klien
fisioterapi dada sebanyak 2 kali dalam dianjurkan untuk membatasi aktivitas
sehari saat pagi hari dan sore hari. Dari supaya tidak terlalu kelelahan dan sering
implementasi pada An.F dan An. W meminum air putih hangat agar dahak tetap
tersebut diperoleh data dari lembar encer sehingga mudah keluar.
observasi klien terdapat perbedaan
antara sebelum dan setelah dilakukan
fisioterapi dada, diantaranya ketika di
hari ke-3 pada An. F sesak nafas
berkurang, RR: 28 x/menit, batuk
berkurang, bisa mengeluarkan dahak
dan masih terdapat suara nafas
tambahan yaitu ronki hal ini disebabkan
karena An. F saat dilakukan fisioterapi
dada pada saat postural drainase tidak
maksimal An. F bergerak sangat aktif
jadi saat mempertahankan posisi
postural drainase An. F hanya bisa
melakukannya kurang dari 5 menit.
Postural drainase yaitu salah satu dari
serangkaian cara fisioterapi dada yang
sangat penting yang berguna untuk
mengalirkan pengeluaran sekret.
Sedangkan, pada klien An. W suara
nafas tambahan tidak ada, RR: 26
x/menit, sesak nafas tidak ada, batuk
berkurang, dan dapat mengeluarkan
dahak.

Berdasarkan tindakan fisioterapi


dada yang telah dilakukan untuk
meningkatkan bersihan jalan nafas
PROFESI (Profesional C. Keterbatasan Studi Kasus
Islam) Media Publikasi
Penelitian; 2019; Website: Ada satu keterbatasan yang
ejurnal.itspku.ac.id dialami oleh penulis dalam melakukan
penelitian studi kasus yaitu pada klien
Hasil penelitian fisioterapi
An. F, anak tersebut tidak bisa
dada ini didukung penelitian yang
mempertahankan posisi postural
telah dilakukan oleh Ariasti (2014)
drainase selama 5 menit sehingga
yang berjudul “Pengaruh
dalam melakukan tindakan fisioterapi
Pemberian Fisioterapi Dada
dada kurang maksimal dan sehingga
Terhadap Kebersihan Jalan Nafas
didapatkan hasil kurang optimal.
Pada Pasien ISPA Di Desa Pucung
Eromoko Wonogiri” yang
menunjukkan 26 responden yang 4. SIMPULAN
sebelumnya dilakukan fisioterapi
dada sebanyak 3 (11,53%) Simpulan
menunjukkan kebersihan jalan
nafas bersih dan sebanyak 23 Setelah mengidentifikasi
(88,47%) menunjukkan kebersihan manfaat tentang fisioterapi dada
jalan nafas tidak bersih kemudian sebagai upaya untuk meningkatkan
dilakukan fisioterapi dada dan efektifitas bersihan jalan nafas pada
sesudah dilakukan fisioterapi dada, asuhan keperawatan anak dengan
responden untuk katagori kasus bronkitis, maka penulis dapat
kebersihan jalan nafas bersih menyimpulkan beberapa hal
sebanyak 18 (69,23%), sedangkan diantaranya:
untuk katagori kebersihan jalan
nafas tidak bersih berjumlah 8
(30,70%) dari hasil tersebut
disimpulkan bahwa fisioterapi dada
sangat berpengaruh terhadap
kebersihan jalan nafas pada pasien
ISPA di Desa Pucung Eromoko
Wonigiri. Serta hasil penelitian Eva
Fitriananda (2017), juga
menyimpulkan bahwa Chest
phisiotherapy (fisioterapi dada)
yang merupakan terapi kombinasi
yang digunakan untuk
memobilisasi sekresi yang meliputi
serangkaian teknik postural
drainase, perkusi, dan vibrasi
yaang bertujuan membersihkan
jalan nafas dari mukus untuk
melancarkan jalan nafas sehingga
dapat mengurangi gejala bronkitis
salah satunya adalah batuk
berdahak.
merekomendasikan terapi ini sebagai
penunjang pengobatan secara medis
sehingga dapat membancu mempercepat
membersihkan jalan nafas terhadap
1. Asuhan keperawatan anak dengan ketidakefektifan bersihan jalan nafas salah
kasus bronkitis dilakukan pada tanggal satunya penyakit bronkitis.
10-12 Februari 2019 pada An. F dan 3. Bagi peneliti selanjutnya diharapkan
tanggal 15- 17 Februari 2019 pada An. peneliti dapat mengatasi keterbatasan
W dengan hasil pengkajian didapatkan pada
klien mengeluh batuk, kesulitan
mengeluarkan dahak, demam, dan
sesak nafas. Analisa dari pengkajian
ditegakkan diagnosa keperawatan
ketidakefektifan bersihan jalan nafas
berhubungan dengan obstruksi jalan
nafas (mukus berlebih). Intervensi
keperawatan utama yaitu melakukan
fisioterapi dada selama 2 kali sehari
selama kurang lebih 10 menit dengan
tujuan setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3x24 jam
kepatenan jalan nafas pasien efektif.
Hasil evaluasi dari kedua klien setelah
dilakukan tindakan keperawatan
dengan fisioterapi dada selama 3 hari
berturut-turut menunjukkan bahwa
frekuensi pernafasan menjadi normal,
irama pernafasan menjadi teratur,
mampu mengeluarkan sekret, dan tidak
ada suara nafas tambahan.
2.Fisioterapi dada memberikan manfaat
pada An. F dan An. W dalam
meningkatkan efektifitas bersihan jalan
nafas yang meliputi frekuensi
pernafasan pasien dalam batas normal,
irama pernafasan pasien dalam batas
normal, pasien mampu mengeluarkan
sputum, tidak ada suara nafas
tambahan, batuk berkurang.

Saran

1. Bagi klien dan keluarga hasil


penelitian menunjukkan bahwa
penelitian ini memberikan hasil
sehingga diharapkan klien dan keluarga
klien dapat memanfaatkan terapi ini
sebagai tindakan non farmakologi dari
pemberian obat bagi anak yang
mengalami ketidakefektifan bersihan
jalan nafas salah satunya bronkitis
sehingga mempercepat
proses penyembuhan.
2. Bagi keperawatan hendaknya dapat
PROFESI (Profesional Fitriananda, Eva. 2017. Pengaruh Chest
Islam) Media Publikasi Phisiotherapy Terhadap
Penelitian; 2019; Penurunan Frekuensi Batuk
Website: ejurnal.itspku.ac.id Pada Balita Dengan Bronkitis
Akut Di Balai Besar Kesehatan
studi kasus tentang pelaksanaan
tindakan fisioterapi dada supaya Paru Masyarakat
Surakarta.Volume 07 No. 3.
lebih konsisten dalam melakukan
Surakarta: Fakultas Ilmu
fisioterapi dada agar mendapatkan
Kesehatan Universitas
hasil yang optimal.
Muhammadiy
ah Surakarta.

5. REFERENSI

Ariasti, D. Aminingsih, S. Herdman & Kamitsuru. 2015. NANDA


Endrawati. 2014. Pengaruh International Nursing Diagnosis
Pemberian Fisioterapi Dada Keperawatan: Definisi
Terhadap Pasien ISPA Di da
Desa Pucung Eromoko n Klasifikasi 2015-2017, Edisi 10.
Wonogiri. Jurnal Alih Bahasa BudiAnna Keliat.
Keperawatan vol.2 No.2. Jakarta: EGC.
Surakarta: Akper Panti
Kosala.
Hidayat, A, A. Musrifatul, U. 2014.
Pengantar Kebutuhan Dasar
Aryayuni, C & Siregar, T. 2015. Manusia Buku 2, Edisi 2.
Pengaruh Fisioterapi Dada Salemba Medika: Jakarta.
Terhadap Pengeluaran
Sputum Pada Anak Dengan
Penyakit Gangguan Kemenkes RI. 2012. Riset Kesehatan
Pernafasan Di Poli Anak Dasar Survei Demografi
RSUD Kota Depok. Jurnal Kesehatan 2012
Keperawatan Widya Gantari
Vol.2 No.2. Jakarta: S1
Keperawatan Fakultas Ilmu
Kesehatan
Unive
rsitas Pembangunan
Nasional.

Fitria, N, C. Sarifah, S. Wardani, K, I.


2017. Buku Keterampilan
Kebutuhan Dasar Manusia
(KDM) Skill Lab II. Jasmine:
Sukoharjo.
Dinda Agustin Maulida et al., Permainan Lego, Perkembangan Kognitif Anak ... 9

Hubungan Antara Permainan Lego Dengan Perkembangan Kognitif Anak


Usia Dini di Play Group Al-Irsyad Al-Islamiyyah Jember
(The Relationship Between Lego Game With Early Childhood Cognitive
Development in Play Group)
Dinda Agustin Maulida, A.T Hendrawijaya, Niswatul Imsiyah
Program Studi Pendidikan Luar Sekolah, FKIP, Universitas Jember (UNEJ)
Jln. Kalimantan 37, Jember 68121
E-mail : dindaagustinmaulida@gmail.com

Abstrak
Anak usia dini adalah individu yang sedang mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat. Pada
masa ini, sangat penting sekali untuk merangsang perkembangan pada anak, salah satunya yaitu aspek perkembangan
kognitif. Kognitif akan cepat berkembang, apalagi melalui permainan yang menggunakan benda yang disukai anak. Lego
merupakan permainan konstruktif yang bermanfaat bagi anak untuk mengembangkan kognitifnya. Berdasarkan latar
belakang masalah, maka peneliti dapat merumuskan masalah yaitu adakah hubungan antara permainan lego dengan
perkembangan kognitif anak usia dini di play group al-irsyad al-islamiyyah Jember?. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui hubungan antara permainan lego dengan perkembangan kognitif anak usia dini di play group al-irsyad al-
islamiyyah Jember. Manfaat dari penelitian ini yaitu dapat menambah pengetahuan dan dijadikan sebagai pengembangan
pelaksanaan pembelajaran khususnya dalam mengasah kemampuan kognitif anak. Jenis penelitian yang digunakan adalah
korelasional dengan pendekatan kuantitatif. Pengambilan datanya menggunakan check list dan dokumentasi, kemudian
dianalisis menggunakan rumus korelasi tata jenjang yang dibantu dengan menggunakan alat bantu SPSS (Statistical
Package for the Social Sciences) seri 24.0. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara permainan
lego dengan perkembangan kognitif anak usia dini di play group al-irsyad al-islamiyyah Jember. Saran dari penelitian ini
yaitu bagi pengelola dan pendidik agar lebih mengembangkan media pembelajaran dan lebih inovatif dalam memilih alat
permainan yang menyenangkan bagi anak. Bagi peneliti selanjutnya yaitu disarankan agar dapat meneliti lebih lanjut yang
sehubungan dengan permainan lego dan perkembangan anak usia dini yaitu seperti dapat melipat kertas, menggambar benda
yang dikenal, dapat menggunting kertas dan dapat membangun menara dari balok. Sebab permainan lego juga akan
mempengaruhi tumbuh kembang anak pada perkembangan lainnya

Kata kunci: Permainan Lego, Perkembangan Kognitif Anak Usia Dini

Abstract
Early childhood is an individual who is undergoing a process of rapid growth and development. At this time, it is very
important to stimulate the development of children, one of them is the aspect of cognitive development. Cognitive will
quickly develop, especially through games that use objects that children love. Lego is a constructive game that is useful for
children to develop cognitive. Based on the background of the problem, the researchers can formulate the problem is there
any relationship between the game of lego with early childhood cognitive development in play group al-irsyad al-
islamiyyah Jember ?. The purpose of this study was to determine the relationship between lego game with early childhood
cognitive development in play group al-irsyad al-islamiyyah Jember. The benefits of this research is to increase knowledge
and serve as the development of learning implementation, especially in honing the cognitive abilities of children. The type
of research used is correlational with quantitative approach. The data is collected using check list and documentation, then
analyzed using correlation formula of graded level which is assisted by using SPSS (Statistical Package for the Social
Sciences) series 24.0. The results of the study indicate that there is a relationship between lego games with early childhood
cognitive development in play group al-irsyad al-islamiyyah Jember. Suggestions from this research are for managers and
educators to further develop the learning media and more innovative in choosing a fun game tool for children. For further
research, it is suggested that further research in relation to the game of early childhood development and lego can be like
folding paper, drawing known objects, cutting paper and can build towers from blocks. For lego games will also affect the
growth and development of children on other developments

Keywords : Lego games, Early childhood cognitive development

Pendahuluan karena selama masa ini pertumbuhan dan perkembangan


anak baru dimulai dan sedang berlangsung. Sedemikian
Pendidikan anak usia dini memegang peran yang penting pentingnya masa usia dini hingga sering disebut sebagai “the
dalam menentukan perkembangan anak di masa selanjutnya

JURNAL EDUKASI 2018, V(I): 9-11


Dinda Agustin Maulida et al., Permainan Lego, Perkembangan Kognitif Anak ... 10

golden age” atau usia emas. Pada masa golden age ini, Hasil dan Pembahasan
sangat penting sekali untuk merangsang perkembangan pada
anak, salah satu aspek perkembangan yang penting untuk Hasil penelitian dibuktikan melalui proses analisis data
dikembangkan yaitu perkembangan kognitif. Perkembangan menggunakan rumus korelasi tata jenjang yang diolah
kemampuan kognitif anak dapat dilihat dari apa yang mereka menggunakan alat bantu SPSS (Statistical Package for the
lakukan, yang didorong rasa ingin tahu yang besar pada diri Social) seri 24.0. Adapun hasil yang diperoleh nilai
anak. Kognitif akan cepat berkembang, apalagi melalui correlation coefficient sebesar 0,932. Nilai tersebut lebih
permainan yang menggunakan benda yang disukai anak. besar dari rtabel, sebesar 0,450 (dengan N=20 dan nilai sig.
Berdasarkan hal tersebut penelitian ini difokuskan pada (2-tailed) < 0,05), hal ini dapat dikatakan bahwa permainan
salah satu permainan yaitu permainan lego untuk mengetahui lego memberikan sumbangsih sebesar 86,86% terhadap
hubungan dengan perkembangan kognitif anak usia dini. perkembangan kognitif anak usia dini. Hasil tersebut
Bahwa Lego merupakan permainan konstruktif bermanfaat diperjelas kembali melalui hasil analisis data terhadap
bagi anak untuk mengembangkan kogntifnya. Dari masing-masing indikator yang dijelaskan sebagai berikut.
permainan ini anak bisa belajar tentang konsep besar kecil, Hubungan antara kreativitas dengan perkembangan
tinggi rendah, panjang pendek dan bisa belajar mengenal kognitif anak usia dini sebesar 0,834 atau 69,55% dengan
warna. [1] kategori tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa, kreativitas
Lego adalah jenis alat permainan bongkah plastik kecil memiliki hubungan dengan perkembangan kognitif anak usia
serta kepingan lain yang bisa disusun menjadi model apa dini. Sedangkan hubungan antara mengembangkan imajinasi
saja serta memiliki warna yang berwarna-warni, memiliki dengan perkembangan kognitif anak usia dini sebesar 0,884
ukuran yang berbeda dan berjumlah banyak. Pada saat atau 78,14% dengan kategori tinggi. Hal ini menunjukkan
menyusun setiap keping lego, anak dituntut untuk dapat bahwa, mengembangkan imajinasi memiliki hubungan
mengenal berbagai macam bentuk, ukuran maupun warna dengan perkembangan kognitif anak usia dini. Dengan
yang terdapat pada lego tersebut sehingga akan demikian dapat disimpulkan bahwa permainan lego memiliki
menghasilkan bentuk bangunan lego yang sempurna dan hubungan yang tinggi dengan perkembangan kognitif anak
menarik. Sesuai dengan identifikasi karakteristik usia dini di play group al-irsyad al-islamiyyah Jember.
perkembangan kognitif anak usia dini 3-4 tahun ialah Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka
mengelompokkan benda yang memiliki persamaan; warna, dapat diketahui bahwa terdapat hubungan yang tinggi antara
bentuk, atau ukuran, mencocokkan segitiga persegi dan permainan lego dengan perkembangan kognitif anak usia
wajik, menumpuk kotak atau gelang sesuai ukuran dan dini di play group al-irsyad al-islamiyyah Jember. Hal
memahami konsep besar atau kecil. [2] tersebut diperoleh dari hasil analisis data korelasi tata
Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti merumuskan
jenjang yang diolah menggunakan menggunakan alat bantu
masalah yaitu adakah hubungan antara permainan lego
SPSS (Statistical Package for the Social) seri 24.0. Dengan
dengan perkembangan kognitif anak usia dini di play group
demikian dapat disimpulkan H0 (Hipotesis nol) ditolak
al-irsyad al-islamiyyah Jember?. Tujuan dari penelitian ini
sedangkan Ha (Hipotesis alternatif) diterima. Permainan
adalah untuk mengetahui hubungan antara permainan lego
dengan perkembangan kognitif anak usia dini di play group lego merupakan salah satu bentuk alat permainan
al-irsyad al-islamiyyah Jember. Manfaat penelitian ini adalah pembangunan, dan alat main pembangunan berfungsi untuk
dapat menambah pengetahuan dan dijadikan sebagai meningkatkan perkembangan aspek kognitif seperti
pengembangan pelaksanaan pembelajaran khususnya dalam mengenal konsep bentuk, pengetahuan, pemetaan dan
mengasah kemampuan kognitif anak. keterampilan membedakan penglihatan [3].
Kemampuan kognitif yang dapat dikembangkan anak
Metode Penelitian yaitu mengenal konsep bentuk, warna dan ukuran.
Mengenalkan konsep bentuk, warna, dan ukuran pada anak
Penelitian ini merupakan jenis penelitian korelasional penting dilakukan sebab warna, bentuk dan ukuran
dengan pendekatan kuantitatif. Penelitian ini dilakukan merupakan ciri yang paling terlihat dalam dunia sekeliling
selama 6 bulan yaitu mulai bulan Januari 2017-Juli 2017 di kita dan dapat membantu anak menyelesaikan masalah
play group al-irsyad al-islamiyyah Jember sebagai daerah dalam kehidupannya serta beradaptasi dengan
yang dipilih untuk tempat penelitian dengan menggunakan lingkungannya [4]. Hal ini menunjukkan bahwa apabila
teknik purposive area. Sedangkan untuk pengumpulan dengan adanya permainan lego, perkembangan kognitif anak
datanya menggunakan check list dan dokumentasi. dapat berkembang sesuai dengan tahap perkembangannya
Pengumpulan data di atas selanjutnya dibuktikan melalui seperti anak dapat mengenal warna, mengklasifikasikan
observasi dengan menggunakan lembar check list kepada 20 benda berdasarkan bentuk serta anak dapat memahami
subjek penelitian yaitu peserta didik usia 3-4 tahun di play konsep besar atau kecil. Sesuai dengan menu pembelajaran
group al-irsyad al-islamiyyah jember. Dalam penelitian ini
generik anak usia dini tahun 2009 bahwa perkembangan
penentuan subjek penelitian menggunakan teknik populasi.
kognitif anak usia 3-4 tahun dikatakan berkembang jika: 1)
Dalam lembar check list terdapat 20 butir pernyataan
anak dapat mengelompokkan benda berdasarkan warna,
selanjutnya dilakukan proses editing, coding dan scoring.
Jika keseluruhan item pernyataan tersebut sudah terisi, maka bentuk dan ukuran, 2) dapat mencocokkan hingga 11 warna,
akan dilakukan analisis data lebih lanjut dengan 3) dapat menunjuk hingga 6 warna yang disebutkan, 4)
menggunakan rumus korelasi tata jenjang. mencocokkan dua bentuk, 5) memahami konsep kecil atau

JURNAL EDUKASI 2018, V(I): 9-11


Dinda Agustin Maulida et al., Permainan Lego, Perkembangan Kognitif Anak ... 11

besar dan lain-lain [5]. [5] Menu Pembelajaran Generik Anak Usia Dini Tahun 2009
[6] Soebachman, Agustina. 2012. Permainan Asyik Bikin Anak Pintar.
Sedangkan untuk analisis dari setiap indikator adalah: Yogyakarta: IN AzNa Books.
untuk indikator kreativitas dengan perkembangan kognitif [7] Soebachman, Agustina. 2012. Permainan Asyik Bikin Anak Pintar.
anak usia dini memiliki tingkat hubungan yang tinggi. Hal Yogyakarta: IN AzNa Books.
[8] Rakhmawati, yeni dan kurniawati, euis. 2010. Strategi
ini menunjukkan bahwa dengan adanya penerapan
Pengembangan Kreativitas Pada Anak Usia Taman Kanak-kanak.
permainan lego dalam pembelajaran anak usia dini dapat Jakarta: Kencana
melatih kreativitas anak serta dapat menstimulasi kognitif
anak. Seperti anak dapat mengenal warna, memahami
konsep besar/kecil dan anak dapat mengklasifikasikan benda
berdasarkan bentuk. Permainan lego adalah permainan yang
memacu kreativitas anak, permainan berbentuk balok-balok
plastik berwarna-warni ukuran mini yang dapat disusun
menjadi beragam bentuk [6]. Manfaat yang diperoleh dari
mainan lego yaitu mengembangkan aspek kognisi dan
menyatukan ide [7]. Dengan adanya kegiatan menyusun
lego, menjadi suatu bentuk bangunan sesuai kreativitasnya,
secara tidak langsung anak dapat mengerti dan memahami
ukuran dari bongkahan lego sehingga bisa dipasangkan dan
menghasilkan bentuk bangunan yang utuh.
Untuk indikator mengembangkan imajinasi dengan
perkembangan kognitif anak usia dini memiliki tingkat
hubungan yang tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa imajinasi
bermanfaat dalam mengembangkan perkembangan kognitif
anak usia dini. Seperti anak dapat mengenal warna,
memahami konsep besar/kecil dan anak dapat
mengklasifikasikan benda berdasarkan bentuk. Imajinasi
merupakan salah satu hal yang efektif untuk
mengembangkan kemampuan kognitif. Dengan menerapkan
permainan lego dalam pembelajaran anak usai dini akan
semakin menambah wawasan meraka. Karena banyak hal
yang dapat dilihat anak secara langsung seperti melihat
benda yang mempunyai berbagai ukuran serta memiliki
beragam warna yang terdapat pada bongkahan lego tersebut
[8]

Kesimpulan dan Saran


Kesimpulan dari penelitian ini yaitu ada hubungan antara
permainan lego dengan perkembangan kognitif anak usia
dini di play group al-irsyad al-islamiyyah Jember dengan
kategori tingkat hubungan yang tinggi. Saran dari penelitian
ini yaitu bagi pengelola dan pendidik agar lebih
mengembangkan media pembelajaran dan lebih inovatif
dalam memilih alat permainan yang menyenangkan bagi
anak. Bagi peneliti selanjutnya yaitu disarankan agar dapat
meneliti lebih lanjut yang sehubungan dengan permainan
lego dan perkembangan anak usia dini yaitu seperti dapat
melipat kertas, menggambar benda yang dikenal, dapat
menggunting kertas dan dapat membangun menara dari
balok. Sebab permainan lego juga akan mempengaruhi
tumbuh kembang anak pada perkembangan lainnya

Daftar Pustaka
[1] Zaman, dkk. 2010. Media dan Sumber Belajar TK. Jakarta:
Universitas Terbuka
[2] Susanto, Ahmad. 2014. Perkembangan Anak Usia Dini. Jakarta:
Kencana Prenadamedia Group.
[3] Afandi, M, dkk. 2013. Model dan Metode Pembelajaran di
Sekolah. Semarang: UNISSULA Press.
[4] Darsinah. 2011. Perkembangan Kognitif. Surakarta: Qinant.

JURNAL EDUKASI 2018, V(I): 9-11


ISSN : 2477 – 0604
Vol. 3 No. 1 Maret - Juni 2017 | 23-31

EFEKTIFITAS PEMBERIAN TEHNIK RELAKSASI NAPAS DALAM


TERHADAP PENURUNAN GEJALA PERNAPASAN PADA PASIEN ASMA DI
IGD RSUD PATUT PATUH PATJU GERUNG LOMBOK BARAT

Dina Fithriana 1, Hadi Kusuma Atmaja 2, Eva Marvia 3


1,3)
Staf Pengajar Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Mataram, 2) Pengajar Poltekkes Mataram
Email ; dinafithriana@ymail.com

ABSTRAK

Asma sangat berbeda pada setiap orang hingga penanganannya pun berbeda,
tergantung faktor pencetusnya. Prevalensi penyakit asma cenderung semakin meningkat
sejalan dengan peningkatan umur, sedikit lebih tinggi perempuan daripada laki-laki. Di
RSUD Patut Patuh Patju Gerung Lombok Barat, tercatat jumlah pasien penderita penyakit
asma pada bulan juli 2013 berjumlah 90 orang, kemudian pada bulan agustus 2013
mengalami penurunan dengan jumlah 72 orang, sedangkan pada bulan september 2013
meningkat dengan jumlah 180 orang. Pengobatan asma secara garis besar di bagi dalam
pengobatan non farmakologik dan pengobatan farmakologik. Pengobatan non
farmakologik terdiri dari: penyuluhan, menghindari faktor pencetus, fisioterapi dan
relaksasi napas dalam. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efektifitas
pemberian tehnik relaksasi napas dalam terhadap penurunan gejala pernapasan pada pasien
asma di IGD RSUD Patut Patuh Patju Gerung Lombok Barat.
Desain penelitian yang digunakan adalah two group pretest dan posttest with
control group design. Sampel dalam penelitian ini adalah pasien asma yang dirawat di IGD
RSUD Patut Patuh Patju Gerung Lombok Barat selama periode 20 hari penelitian yang
memenuhi kriteria inklusi sebanyak 38 orang dengan teknik sampling Accidental
Sampling. Kelompok perlakuan hanya mendapatkan terapi farmakologi Bronchodilator,
sedangkan kelompok perlakuan mendapatkan kombinasi Bronchodilator dan teknik
relaksasi nafas dalam. Instrumen yang digunakan adalah pedoman observasi gejala
pernafasan dan analisa data menggunakan uji Wilcoxon – Mann Whitney.
Hasil penelitian menggunakan uji wilcoxon adalah ada perubahan gejala
pernapasan asma secara signifikan setelah 15 menit pada kelompok perlakuan dan
kelompok kontrol (p<0,05). Hasil uji Mann-Whithney yang dilakukan yaitu ada perbedaan
yang signifikan pada gejala frekwensi pernapasan (respiration rate) antara kelompok
perlakuan dan kontrol pada menit ke 30 dan 45 setelah terapi.
Penelitian ini dapat disimpulkan bahwa Ada efektifitas yang signifikan antara
pemberian tehnik relaksasi napas dalam terhadap penurunan gejala pernapasan pada pasien
asma di IGD RSUD Patuh Patut Patju Gerung Lombok Barat dengan taraf signifikan 95%
yang berarti bahwa hipotesis alternatif (Ha) diterima dan (Ho) ditolak dengan nilai P
hitung < 0,05.

Kata kunci: Relaksasi Nafas Dalam, Gejala Pernafasan, Asma

PENDAHULUAN menyebabkan jalan udara menyempit


hingga aliran udara berkurang dan
Penyakit asma adalah suatu mengakibatkan sesak napas dan bunyi
kondisi dimana jalan udara paru-paru napas mengikik (Ayres J, 2007).
meradang hingga lebih sensitive terhadap Serangan asma bervariasi mulai
faktor khusus (pemicu) yang dari ringan sampai berat dan mengancam
DINA FITHRIANA 24
HADI KUSUMA ATMAJA
EVA MARVIA

kehidupan. Berbagai factor dapat menjadi b. mengi ( wheezing ): dengan atau


pencetus timbulnya serangan asma, antara tanpa sesak napas, napas yang
lain adalah allergen, infeksi saluran napas, mengikik dapat muncul bila ada
stress, olahraga, obat-obatan, polusi udara pemicu atau karena sebab lain.
dan lingkungan kerja. c. Batuk : batuk dengan lendir atau
Pengobatan asma secara garis batuk kering dapat merupakan
besar dibagi dalam pengobatan petanda asma.
farmakologik dan pengobatan non d. Adanya cuping hidung.
farmakologik. Pengobatan non e. Retraksi dada.
farmakologik terdiri dari : penyuluhan, Nyeri dada atau sesak dada: gejala
menghindari faktor pencetus, fisioterapi asma ini dapat rancu dengan gangguan
dan relaksasi napas dalam. Tujuannya dari jantung pada orang yang lebih tua.
relaksasi napas dalam untuk Terapi pernapasan pada penderita
meningkatkan ventilasi alveoli, asma dilakukan dengan latihan pernapasan
memelihara pertukaran gas, mencegah duduk dan pernapasan bergerak. Latihan
atelektasi paru, dan meningkatkan napas pada posisi duduk bagi penderita
efisiensi batuk. Kemudian pengobatan asma merupakan pengambilan posisi
farmakologik asma terdiri dari: agonis dengan tenang agar mencapai ketenangan
beta, metilxantin, kortikosteroid, kromolin yang mendalam, untuk memacu otak
dan iprutropium bromide (Smeltzer dan menjalankan fungsi secara maksimal
Bare,2009). karena otak merupakan komando tertinggi
Menurut World Health bagi tubuh (Barbara, 2009).
Organization (WHO) diperkirakan 100- Tehnik relaksasi napas dalam
150 juta penduduk dunia menderita asma. merupakan suatu bentuk asuhan
Jumlah ini diperkirakan akan bertambah keperawatan, yang dalam hal ini perawat
sehingga mencapai 180.000 orang setiap mengajarkan kepada pasien bagaimana
tahun. WHO juga memperkirakan cara melakukan napas dalam, napas
penderita asma sampai pada tahun 2025 lambat (menahan inspirasi secara
mencapai 400 jiwa. Di indonesia, penyakit maksimal) dan bagaimana
asma masih merupakan sepuluh besar menghembuskan napas secara perlahan.
penyebab kesakitan dan kematian. Survey Selsain dapat menurunkan gejala
Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) pernapasan, teknik relaksasi napas dalam,
Departemen Kesehatan RI tahun 2010 juga dapat meningkatkan ventilasi paru
menunjukkan asma masih menduduki dan meningkatkan oksigenasi darah
urutan ke-3 dari 10 penyebab kematian (Smeltzer dan Bare, 2009).
utama di Indonesia dan prevalensi Berdasarkan latar belakang diatas,
penyakit asma berdasarkan diagnosis peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
tenaga kesehatan sebesar 4%. tentang “Efektifitas Pemberian Tehnik
Biasanya pada penderita yang Relaksasi Napas Dalam Terhadap
sedang bebas serangan tidak ditemukan Penurunan Gejala Pernapasan Pada Pasien
gejala klinis, tapi pada saat serangan Asma Di IGD RSUD Patut Patuh Patju
penderita tampak bernafas cepat dan Gerung Lombok Barat”.
dalam, gelisah, duduk dengan menyangga
ke depan, serta tanpa otot-otot bantu METODE PENELITIAN
pernafasan bekerja dengan keras. Gejala
klasik dari asma bronkial ini adalah: Desain penelitian yang digunakan
a. Sesak nafas: sering disertai napas dalam penelitian ini adalah penelitian pra-
mengikik dan batuk, tapi dapat juga eksperimen dengan menggunakan rancangan
“two Group Pretest-Postest with control
muncul sendiri.
group design” dimana rancangan ini terdapat
DINA FITHRIANA 25
HADI KUSUMA ATMAJA
EVA MARVIA

kelompok perlakuan yang mendapat HASIL PENELITIAN


bronchodilator dikombinasikan dengan terapi
relaksasi nafas dalam dan kelompok Pengumpulan data dilaksanakan
pembanding (kontrol) yang hanya diberikan pada tanggal 20 Desember 2016 sampai
bronchodilator, yang memungkinkan peneliti dengan 10 Januari 2017 di IGD RSUD
dapat menguji perubahan-perubahan yang Patuh Patuh Patju Gerung Lombok Barat.
terjadi setelah adanya masing-masing
Jumlah sampel adalah 38 responden
eksperimen (Notoadmojdo, 2010).
Teknik Sampling yang digunakan dengan menggunakan tehnik accidental
dalam penelitian ini adalah Accidental sampling. Lembar observasi dan pedoman
Sampling yang dilakukan dengan cara tehnik relaksasi yang digunakan sebagai
mengambil kasus atau responden yang alat pengumpulan data dari responden.
kebetulan ada atau tersedia di suatu Data umum menyajikan
tempat sesuai konteks penelitian karakteristik distribusi responden
(Notoatmodjo, 2012). Sampel dalam
a. Distribusi responden berdasarkan
penelitian ini adalah pasien asma yang
Umur
dirawat di IGD RSUD Patut Patuh Patju Tabel 1.1 Distribusi Responden
Gerung Lombok Barat selama periode 20 Berdasarkan Umur
hari penelitian yang memenuhi kriteria
Perlakuan Kontrol
inklusi sebanyak 38 orang. NO
Umur
Tahap pelaksanaan dimulai dengan (Tahun) Jumlah Jumlah
(%) (%)
peneliti memberikan penjelasan kepada
1 12-20 1 (5,26) 5 (26,31)
responden tentang Tehnik Relaksasi Napas
2 21-40 7 (36,84) 8 (42,10
Dalam Terhadap Penurunan Gejala
3 41-60 7 (36,84) 5 (26,31)
Pernapasan Pada Pasien Asma Di IGD
4 > 60 4 21,05) 1 (5,26)
RSUD Patut Patuh Patju Gerung Lombok
Jumlah 19 (100) 19 (100)
Barat mencakup cara, manfaat dan waktu
pelaksanaan terapi. Kemudian peneliti
melakukan pretest dengan mengidentifikasi Berdasarkan data pada tabel 1.1 di
gejala pernafasan pada pasien asma pada atas, karakteristik responden menurut
kelompok kontrol dan perlakuan sebelum umur pada kelompok perlakuan lebih
diberikan perlakuan yang meliputi : dominan responden yang berumur 21-40
1. Respirasi Rate meningkat (sesak tahun dan 41-60 tahun yaitu masing-
napas) masing sebanyak 7 (36,84%) responden,
 >10 tahun : 19-23 x/menit sedangkan pada kelompok kontrol lebih
 14 -18 tahun : 16-18 x/menit dominan responden berumur 12-20 tahun
 Dewasa : 12-20 x/menit sebanyak 5 (26,31%) responden.
(Tamsuri Anas, 2008) Kelompok umur yang dicirikan dengan
2. Wheezing asma tipe intrinsik (<16 tahun) lebih
3. Retraksi dada dominan pada kelompok kontrol.
4. Sianosis b. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis
5. Cuping hidung Kelamin
Table 1.2 Distribusi Responden
Setelah pretest, pasien diberikan Berdasarkan Jenis Kelamin.
perlakuan pemberian bronchodilator
dikombinasi dengan pemberian teknik nafas Jenis Perlakuan Kontrol
dalam pada kelompok perlakuan dan No
Kelamin Jumlah (%) Jumlah (%)
pemberian bronchodilator saja pada 1 Laki-laki 11 (57,89) 6 (31,57)
kelompok kontrol. Setelah itu diidentifikasi
2 Perempuan 8 (42,10) 13 (68,42)
kembali geja pernafasan setelah selama
kurang lebih 1 jam perlakuan. Jumlah 19 (100) 19 (100)
DINA FITHRIANA 26
HADI KUSUMA ATMAJA
EVA MARVIA

8) 42) 05) 95) 0)


Tabel 1.2 menerangkan bahwa Retra 6 13 19 19
19
sebagian besar jenis kelamin responden ksi
Dada
(31,5
8)
(68,
42)
0 (10
0)
0 (10
0)
0
(100)

pada kelompok perlakuan yaitu laki-laki KONTR Whee


6
(31,5
13
(68, 0
19
(10 0
19
(10 0
19
OL zing (100)
dengan jumlah 11 (57,89%) orang dan Cupi
8) 42) 0) 0)
5 14 2 17 19
pada kelompok kontrol yaitu lebih ng
Hidu
(26,3 (73, (10, (89, 0 (10 0
19
(100)
1) 69) 53) 47) 0)
dominan perempuan sebanyak 13 ng
19 19 19
Siano 19
(68,42%). sis
0 (10
0)
0 (10
0)
0 (10
0)
0
(100)

c. Distribusi responden berdasarkan Umur


Tabel 1.3 Distribusi Responden Data pada tabel 1.4 menerangkan
Berdasarkan Pekerjaan bahwa sebagian besar gejala pernapasan
Perlakuan Kontrol
No Pekerjaan
Jumlah (%) Jumlah (%)
asma pada kelompok perlakuan adalah
1 Tani 12 (63,15) 8 (42,10) retraksi dada yang terjadi pada 15 orang
2 Wiraswasta 6 (31,57) 6 (31,57) responden (78,95%). Pada kelompok
3 Pelajar 1 (5.26) 5 (26,31)
kontrol sebagian besar gejala pernapasan
4 PNS 0 0
Jumlah 19 (100) 19 (100)
asma adalah retraksi dada dan wheezing
yaitu sebanyak 6 (31,58%), sedangkan
gejala sianosis pada kelompok perlakuan
Tabel 1.3 menerangkan bahwa terdapat 6 (31,58%) gejala sementara pada
sebagian besar pekerjaan responden kelompok kontrol tidak terdapat gejala
pada kelompok perlakuan adalah tani sianosis.
yaitu sebanyak 12 (63,15) orang dan Khusus data rerata frekwensi
pada kelompok kontrol sebanyak 8 pernapasan (respiration rate) pada kedua
(42,10) responden. kelompok dapat dilihat pada tabel 1.5
berikut ini:
Data khusus ini menyajikan hasil Tabel 1.5 rerata frekwensi pernapasan
yang menggambarkan tentang tentang (respiration rate) pada kelompok
efektifitas pemberian tehnik relaksasi perlakuan dan control
napas dalam terhadap penurunan gejala
pernapasan pada pasien asma di Instalasi Post
Gawat Darurat (IGD) RSUD Patut Patuh Kelompok Pre 15 30 45 60
menit menit menit menit
Patju Gerung Lombok Barat sebagai
Perlakuan 31,4 27,5 22 20 19
berikut :
Kontrol 30,5 27,9 24,6 21,1 19,6
a. Karakteristik responden berdasarkan
gejala retraksi dada, wheezing,
pernapasan cuping hidung, dan Berdasarkan tabel 1.5 di atas,
sianosis pada kelompok perlakuan dan tampak ada perbedaan rerata frekwensi
kelompok kontrol. terutama pada menit ke 30 dan 45 setelah
Tabel 1.4 Karakteristik responden pemberian terapi antara kelompok
berdasarkan gejala retraksi dada, perlakuan dan kontrol.
wheezing, pernapasan cuping hidung Berdasarkan data pada tabel 1.4
dan sianosis. dan 1.5 di atas, secara umum gejala awal
Kelom Kara
Pre (n/%)
Td Ad
Post 15
Td Ad
Post 30
Td
Post 45 yang dialami oleh kelompok perlakuan
pok kteris Ada Ad Tdk
tik %
%
k a
% %
k
%
a
%
k
a% % lebih berat dibandingkan dengan
Retra
ksi
15
(78,9
4
(21,
2
(10,
17
(89,
2
(10,
17
(89, 0
19 kelompok kontrol. Berdasarkan data pada
(100)
Dada 5) 05) 53) 47) 53) 47) tabel yang sama, semua gejala pada
PERLA 5 14 1 18 19
Whee 19
KUAN
zing
(26,3 (73, (5,2 (94, 0 (10 0
(100) kelompok kontrol hilang pada menit 30,
1) 69) 6) 74) 0)
Cupi
2 17 1 18 19
sedangkan pada kelompok perlakuan
ng 19
Hidu
(10,5
3)
(89,
47)
(5,2
6)
(94,
74)
0 (10
0)
0
(100) gejala retraksi dada masih ada pada menit
ng
Siano 6 13 4 15 19 19
0 0
sis (31,5 (68, (21, (78, (10 (100)
DINA FITHRIANA 27
HADI KUSUMA ATMAJA
EVA MARVIA

30 kemudian hilang pada menit ke 45 b. Uji Hipotesis perbedaan pengaruh


menit. terapi bronkhodilator dan terapi
Setelah dilakukan uji normalitas, relaksasi napas dalam terhadap
didapatkan data pada kelompok perlakuan penurunan gejala pernapasan
dan kontrol tidak terdistribusi normal responden
(p<0,05). Oleh karena itu, uji hipotesis Hasil uji hipotesis dengan uji Mann
pengaruh obat bronkhodilator dan terapi Whitney dapat dilihat pada tabel berikut
relaksasi napas dalam terhadap penurunan ini:
gejala pernapasan responden Tabel 1.7 Karakteristik responden
menggunakan uji wilcoxon. Uji wilcoxon berdasarkan hasil Uji Hipotsis Mann
dilakukan terhadap data sebelum Whitney
pemberian perlakuan dan pada menit 15 Pre Setelah MENIT KE
Gejala
setelah perlakuan. (%) 15 30 45 60
Hasil uji hipotesis dapat dilihat Frekwensi
61,9 .677 .041 .017 .273
pada tabel 1.6 berikut ini : pernapasan
Tabel 1.6 Uji Hipotesis pengaruh obat Retraksi
110,53 .152 .152 1.000 1.000
dada
bronkhodilator dan terapi relaksasi napas Wheezing 1.00
57,89 .317 1.000 1.000
dalam terhadap penurunan gejala 0
pernapasan responden Pernapasa 36,84 .553
1.00
n cuping 1.000 1.000
Gejala PERLAKUAN KONTROL 0
hidung
Respirasi .000 .002

Retraksi dada .000 .000 Profil kelompok perlakuan lebih


berat dibandingkan kelompok kontrol
Wheezing .000 .000
dengan taraf signifikan 95% yang berarti
Pernapasan cuping
hidung
.002 .000 bahwa Ho ditolak dengan nilai P hitung <
Sianosis .000 -
0,05 atau ada efektifitas yang signifikan
pemberian tehnik relaksasi napas dalam
terhadap penurunan gejala pernapasaan
Tabel 1.6 menerangkan bahwa pada pasien asma di IGD RSUD Patut
hasil penelitian ini berdasarkan uji Patuh Patju.
wilcoxon adalah ada perubahan gejala Berdasarkan tabel 1.7 dengan
pernapasan asma secara signifikan setelah menggunakan uji Mann-Whithney yang
15 menit pada kelompok perlakuan dan dilakukan dengan menggunakan uji SPSS
kontrol (p<0,05). Untuk parameter menjelaskan ada perbedan yang signifikan
sianosis, tidak ada responden yang pada gejala respirasi antara kelompok
mengeluhkan gejala ini pada kelompok perlakuan dan kontrol pada menit ke 30
kontrol yang berarti bahwa Ho ditolak dan 45 setelah terapi. Hal ini berarti,
atau ada pengaruh pemberian terapi perbaikan frekwensi pernapasan lebih
bronchodilator dan tehnik relaksasi napas dipengaruhi oleh tehnik relaksasi napas
dalam terhadap penurunan gejala dalam dibandingkan dengan terapi
pernapasan. bronkhodilator.
Untuk melihat apakah ada Sementara pada gejala retraksi
pengaruh yang signifikan dari pemberian dada, wheezing, dan pernapasan cuping
terapi tehnik relaksasi napas dalam hidung tidak ada perbedaan yang
dibandingkan dengan terapi signifikan antara kelompok perlakuan dan
bronkhodilator yang lebih berpengaruh kontrol. Hal ini berarti, yang lebih
antara kelompok perlakuan dan kontrol, berperan adalah terapi bronkhodilator
maka dilakukan uji beda dengan uji Mann dibandingkan terapi tehnik relaksasi napas
Whitney. dalam.
DINA FITHRIANA 28
HADI KUSUMA ATMAJA
EVA MARVIA

Pada frekwensi pernapasan terjadi Berdasarkan karakteristik


perbedaan gejala pada kelompok pendidikan sebagian besar pendidikan
perlakuan dan kontrol menit 30 dan 45 responden pada kelompok perlakuan
yang menyatakan bahwa h0 diterima dan adalah SD yaitu sebanyak 13 (68,42%)
gejala retraksi dada, wheezing, dan responden dan pada kelompok kontrol
pernapasan cuping hidung tidak ada sebanyak 10 (52,63%) reponden.
perbedaan yang signifikan antara Berdasarkan karakteristik
kelompok perlakuan dan kontrol yang pemberian tehnik relaksasi napas dalam
menyatakan H0 diterima. untuk melihat perubahan gelaja asma yang
dilakukan oleh peneliti yang memiliki
PEMBAHASAN gejala frekwensi pernapasan (respiration
rite) berdasarkan uji wilcoxon adalah ada
Latihan pernapasan juga perubahan gejala pernapasan asma secara
merupakan salah satu penunjang signifikan setelah 15 menit pada
pengobatan asma karena keberhasilan kelompok perlakuan dan kontrol (p<0,05).
pengobatan asma tidak hanya ditentukan Gejala retraksi dada pada
oleh obat yang dikonsumsi, namun juga kelompok perlakuan (pre) yaitu sebanyak
faktor gizi dan olahraga. Tujuan tehnik 15 (78,95%) responden. Kemudian setelah
relaksasi napas dalam adalah untuk diberikan tehnik relaksasi napas dalam,
melatih cara bernapas yang benar, gejala retraksi dada pada kelompok
melenturkan dan memperkuat otot perlakuan (post) yaitu sebanyak 2
pernapasan. Maka tehnik relaksasi sangat (10,53%) responden pada menit ke 30.
bagus dilakukan di rumah. Pada kelompok kontrol (pre) gejala
Berdasarkan pada karakteristik retraksi dada yaitu sebanyak 6 (31,58%)
responden menurut umur pada kelompok responden, kemudian gejala retraksi dada
perlakuan lebih dominan responden yang pada kelompok kontrol (post) gejala
berumur 21-40 tahun dan 41-60 tahun retraksi dada hilang pada menit ke 30.
yaitu masing-masing sebanyak 7 (36,84%) Gejala wheezing pada kelompok
responden, sedangkan pada kelompok perlakuan (pre) yaitu sebanyak 5
kontrol lebih dominan responden berumur (26,31%) responden dan kontrol (pre)
12-20 tahun sebanyak 5 (26,31%) yaitu sebanyak 6 (31,58%). Kemudian
responden. Kelompok umur yang setelah diberikan tehnik relaksasi napas
dicirikan dengan asma tipe intrinsik (<16 dalam, gejala wheezing pada kelompok
tahun) lebih dominan pada kelompok perlakuan dan kontrol (post) hilang pada
kontrol. Hal ini dimungkinkan karena menit 30.
pada saat usia dewasa, penyakit asma Pada gejala cuping hidung
akan lebih lama hilang bahkan tidak bisa kelompok perlakuan (pre) yaitu sebanyak
hilang yang biasanya disebabkan oleh non 2 (10,53%) responden dan pada kelompok
alergik (asma intrinsik) dibandingkan kontrol sebanyak 5 (26,31%) responden,
dengan penyakit asma pada usia anak- kemudian gejala cuping hidung hilang
anak atau remaja yang disebabkan oleh pada menit 30.
alergen (asma ekstrinsik). Untuk gejala sianosis pada
Berdasarkan karakteristik kelompok perlakuan (pre) yaitu sebanyak
pekerjaan sebagian besar pekerjaan 6 (31,58%) responden dan hilang pada
responden pada kelompok perlakuan menit ke 30. Kemudian pada kontrol tidak
adalah tani yaitu sebanyak 12 (63,15) ada responden yang mengeluhkan gejala
orang dan pada kelompok kontrol ini yang berarti bahwa Ho ditolak atau ada
sebanyak 8 (42,10) responden. pengaruh pemberian terapi bronkhodilator
DINA FITHRIANA 29
HADI KUSUMA ATMAJA
EVA MARVIA

dan tehnik relaksasi napas dalam terhadap pemberian terapi bronchodilator dan
penurunan gejala pernapasan. tehnik relaksasi napas dalam terhadap
Berasarkan penurunan gejala penurunan gejala pernapasan.
pernapasan pada pasien asma didapatkan Pada frekwensi pernapasan
bahwa semua pasien mengalami gejala (respiration rate), hal ini sesuai dengan
yang berbeda. Dari data juga didapatkan teori yang dimana jika terapi tehnik
bahwa gejala asma pasien bervariasi dari relaksasi napas dalam dilakukan dengan
adanya retraksi dada, wheezing, baik maka dapat memperbaiki fungsi
pernapasan cuping hidung, sianosis dan paru-paru sehingga dengan demikian
frekwensi pernapasan (respiration rite). serangan asma dapat diminimalkan.
Hal ini sesuai pendapat Brunner & Kemudian pada gejala retraksi dada,
Suddart, 2007 yang menyebutkan bahwa wheezing, pernapasan cuping hidung dan
gejala-gejala asma tersebut tidak selalu sianosis tidak sesuai dengan teori yang
dijumpai bersamaan, pada serangan asma dimana profil kelompok perlakuan lebih
berat, gejala-gejala yang timbul makin berat dibandingkan kelompok kontrol dan
banyak dan serangan asma sering kali umur pada kelompok perlakuan lebih
terjadi pada malam hari. dominan responden yang berumur 26-35
Tehnik relaksasi napas dalam tahun dan 46-55 tahun, sedangkan pada
merupakan suatu bentuk asuhan kelompok kontrol lebih dominan
keperawatan, yang dalam hal ini perawat responden berumur 36-45 tahun dan >16
mengajarkan kepada pasien bagaimana tahun.
cara melakukan napas dalam, napas Berdasarkan uji Mann-Whithney
lambat (menahan inspirasi secara yang dilakukan, menjelaskan ada
maksimal) dan bagaimana perbedan yang signifikan pada gejala
menghembuskan napas secara perlahan. frekwensi pernapasan (respiration rate)
Selain dapat menurunkan gejala antara kelompok perlakuan dan kontrol
pernapasan, teknik relaksasi napas dalam, pada menit ke 30 dan 45 setelah terapi.
juga dapat meningkatkan ventilasi paru Hal ini berarti, perbaikan frekwensi
dan meningkatkan oksigenasi darah pernapasan (respiration rite) lebih
(Smeltzer;Bare, 2009). dipengaruhi oleh tehnik relaksasi napas
Pada penderita asma, sangat bagus dalam dibandingkan dengan terapi
jika dilakuakan atau diberikan tehnik bronkhodilator. Sehingga dapat
relaksasi napas dalam yang salah satu disimpulkan bahwa ada efektifitas
manfaatnya, yaitu: jika tidak dalam pemberian tehnik relaksasi napas dalam
serangan latihan pernapasan (tehnik terhadap penurunan gejala pernapasan
relaksasi napas dalam) diperlukan untuk pada pasien asma di IGD RSUD Patut
mencegah sesak napas, memperbaiki Patuh Patju Gerung Lombok Barat dengan
fungsi paru-paru sehingga dengan taraf signifikan 95% (p<0,05).
demikian serangan sesak napas tidak Pada gejala retraksi dada,
terjadi dan menenangkan pikiran dan wheezing, dan pernapasan cuping hidung
mengurangi kecemasan. tidak ada perbedaan yang signifikan
Dari hasil uji wilcoxon adalah ada antara kelompok perlakuan dan kontrol.
perubahan gejala pernapasan asma secara Hal ini berarti, yang lebih berperan adalah
signifikan setelah 15 menit pada terapi bronkhodilator dibandingkan terapi
kelompok perlakuan dan kontrol (p<0,05). tehnik relaksasi napas dalam.
Untuk parameter sianosis, tidak ada Ada beberapa faktor yang
responden yang mengeluhkan gejala ini menyebabkan salah satu alasan kenapa
pada kelompok kontrol yang berarti terapi tehnik relaksasi napas dalam tidak
bahwa Ho ditolak atau ada pengaruh
DINA FITHRIANA 30
HADI KUSUMA ATMAJA
EVA MARVIA

terlalu berperan dibandingkan terapi kelompok perlakuan adalah retraksi


bronkhodilator: dada yaitu sebanyak 15 (78,95%).
1. Umur pada kelompok perlakuan lebih Pada kelompok kontrol sebagian
banyak umur >45-65 tahun dan pada besar gejala pernapasan asma adalah
kelompok kontrol usia >16 tahun. Pada retraksi dada dan wheezing yaitu
usia dewasa penyakit asma akan lebih sebanyak 6 (31,58%).
lama hilang bahkan tidak bisa hilang 2. Hasil penelitian menggunakan uji
yang biasanya disebabkan oleh non wilcoxon adalah ada perubahan gejala
alergik (asma intrinsik) dibandingkan pernapasan asma secara signifikan
dengan penyakit asma pada usia anak- setelah 15 menit pada kelompok
anak atau remaja yang disebakan oleh perlakuan dan kelompok kontrol
alergen (asma ekstrinsik) yang (p<0,05). Hasil uji Mann-Whithney
biasanya akan hilang pada usia dewasa. yang dilakukan yaitu ada perbedaan
2. Profil gejala awal kelompok perlakuan yang signifikan pada gejala frekwensi
lebih berat dibandingkan dengan pernapasan (respiration rate) antara
kontrol. kelompok perlakuan dan kontrol pada
3. Jumlah sampel pada kedua kelompok menit ke 30 dan 45 setelah terapi.
masih kurang. 3. Ada efektifitas yang signifikan antara
Untuk peneliti selanjutnya pemberian tehnik relaksasi napas
diharapkan dapat mempertimbangkan dalam terhadap penurunan gejala
umur responden agar sama rata dengan pernapasan pada pasien asma di IGD
kedua kelompok, dan diharapkan agar RSUD Patuh Patut Patju Gerung
sampel pada penelitian selanjutnya untuk Lombok Barat dengan taraf signifikan
menambah jumlah sampel. 95% yang berarti bahwa hipotesis
Hal ini secara teoritik dapat alternatif (Ha) diterima dan (Ho)
diterangkan bahwa dengan adanya tehnik ditolak dengan nilai P hitung < 0,05.
relaksasi napas dalam dapat memberikan
suatu bentuk dukungan profesional dan
dukungan sosial yang dapat memberikan
pengaruh baik fisik maupun psikologis
sehingga pasien merasa lebih tenang dan
akhirnya gejala pernapasan dapat
menurun. Menurut Kustanti dan Widodo,
2008 dimana dengan latihan tehnik
relaksasi napas dalam yang rutin dapat
memberikan efek pada respon terhadap
kesehatan.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan


pembahasan yang telah diuraikan
sebelumnya, dapat diambil kesimpulan
bahwa:
1. Sebelum memeberikan tehnik
relaksasi napas dalam kepada pasien
asma di IGD RSUD Patuh Patut Patju
Gerung Lombok Barat, sebagian
besar gejala pernapasan asma pada
DINA FITHRIANA 31
HADI KUSUMA ATMAJA
EVA MARVIA

DAFTAR PUSTAKA Gangguan Sistem Pernafasan.


Jakarta: Salemba Medika.
Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian; Notoatmojo, S. 2012. Metodelogi
suatu pendekatan praktik. Jakarta. Penelitian Kesehatan. Jakarta:
Rineka Cipta. PT. Rineka Cipta.
Ayres Jon. 2007. Asma. jakarta: dian Nursalam. 2008. Konsep dan Penerapan
Rakyat. Metodologi Penelitian Ilmu
Barbara M, Gallo, M,s CNNA. 2007. Keperawatan: Pedoman
Keperawatan Kritis Dengan Skripsi, Tesis dan Instrumen
Pendekatan Holistik. Edisi 6 Penelitian Keperawatan. Edisi I.
volume II. Jakarta: EGC. Jakarta: Salemba Medika.
Barbara. 2009. Keperawatan Kritis Pottel Cludia. 2010. Asma. jakarta: PT
Dengan Pendekatan Holistik. Indeks.
Edisi 6 volume II. Jakarta: EGC. Pusat Pembinaan dan Pengembangan
Brunner & Suddart. 2007. Keperawatan Bahasa (2008). Kamus Besar
Medikal Bedah. Edisi 8 vol 1. Indonesia. Balai Pustaka. Jakarta.
Jakarta: Jakarta. Survey Kesehatan Rumah Tangga. 2010.
Carpenito. 2008. Askep jiwa dengan www.DepKes.id. Jakarta.
masalah psikososial. Jakarta: Sugiyono. 2008. Statistik Nonparametris
Intan Pariwara. Untuk Penelitian. Alfabeta:
Cheriniak. 2010. Terapi Muktahir Dengan Bandung.
Penyakit Saluran Pernapasan. Sugiyono. 2008. Statistika Penelitian dan
Jakarta: Binarupa aksara. Aplikasinya dengan SPSS 10.0
Dep Kes RI. 2009. Pedoman Asma. for windows, Bandung :
Jakarta. Alfabeta.
Doenges, M.E. 2007. Rencana Asuhan Sugiyono. 2011. Metode Penelitian
Keperawatan. Jakarta.: EGC. Kuantitatif Kualitatif Dan R&D.
Eric. 2010. Global Stategry for PT. Alfabeta: Bandung
Management and Asthma Smeltzer, Bere. 2009. Buku Ajar
Prevention. Australia: Global. Keperawatan Medikal Bedah.
Ernawati. 2009. Asuhan Keperawatan Volume 2 Edisi 8. Jakarta : EGC.
Asma. jakarta: indeks. Somantri Irman. 2009. Asuhan
Hasil Riset Kesehatan Dasar Nasional Keperawatan Pada Klien Dengan
(RISKESDAS). 2012. Jakarta. Gangguan Sistem Pernapasan.
Hidayat, 2008. Riset Keperawatan dan Edisi 2. Jakarta: Salemba
Teknik Penulisan Ilmiah. Jakarta. Medika.
Salemba Medika. Stikes Mataram. 2013. Panduan penulisan
Hidayat Alimul. 2007. Metodelogi skripsi. Stikes Mataram. NTB.
Penelitian Kebidanan & Teknik Stuard, Sundeen. 2007. Buku saku
Analisa Data. Jakarta. Salemba keperawatan jiwa. Edisi 3.
Medika. Jakarta: EGC.
Ikawati. 2006. Konsep Dasar Asma. Sumantri Irman. 2012. asuhan
From: http//www. Asma.com Keperawatan Pada Klien Dengan
Murwani Arita. 2009. Konsep Dasar Gangguan System Pernapasan
Keperawatan. Yogyakarta. Edisi ke 2. Jakarta: Salemba
Fitramaya. Medika.
Muttaqin Arif. 2008. Asuhan Tamsuri Anas. 2008. Klien Gangguan
Keperawatan Klien Dengan Pernapasan. Jakarta: EGC.
PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP PERUBAHAN
PENGETAHUAN DAN SIKAP KELUARGA DALAM MEMBERIKAN
PERAWATAN PADA ANAK USIA 4-6 TAHUN PENDERITA ASMA DI
RSUD CIDERES KABUPATEN MAJALENGKA TAHUN 2017

Oleh : Idris Handriana

(Dosen Prodi S1 Keperawatan STIKes YPIB Majalengka)

ABSTRAK

Penyakit asma yang terus menerus dalam jangka waktu yang lama tidak
mendapatkan penanganan dapat mengakibatkan seseorang akan sulit bernafas bahkan
dapat mengakibatkan kematian. Penyakit asma pada anak di RSUD Cideres tahun 2015-
2016 mengalami kenaikan yang cukup tinggi yaitu 44,7. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh pendidikan kesehatan terhadap perubahan pengetahuan dan sikap
keluarga dalam memberikan perawatan pada anak usia 4-6 tahun penderita asma di
RSUD Cideres Kabupaten Majalengka Tahun 2017.
Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan pendekatan cross
sectional. Sampel dalam penelitian ini adalah keluarga pasien dengan anak usia 4-6 tahun
penderita asma yang dirawat di RSUD Cideres sebanyak 30 oramng dengan teknik
accidental sampling. Uji hipotesisnya menggunakan uji paired sample t-test dengan α =
0,05.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih dari setengah (54,3%) pengetahuan
keluarga sebelum pendidikan kesehatan berpengetahuan cukup dan sesudah pemberian
pendidikan kesehatan lebih dari setengah (62,9%) pengetahuan keluarga baik. Lebih dari
setengah (54,3%) sikap keluarga sebelum pendidikan kesehatan bersikap negatif dan
sesudah pemberian pendidikan kesehatan lebih dari setengah (51,4%) sikap keluarga
positif. Terdapat pengaruh signifikan sebelum dan sesudah pendidikan kesehatan
terhadap perubahan tingkat pengetahuan dan keluarga dalam memberikan perawatan pada
anak usia 4-6 tahun penderita asma di RSUD Cideres Kabupaten Majalengka tahun 2017.
Petugas kesehatan lebih meningkatkan kegiatan pendidikan kesehatan kepada
keluarga tentang perawatan pada anak usia 4-6 tahun penderita asma untuk meningkatkan
pengetahuan dan sikap keluarga. Untuk responden agar berkonsultasi dan mencari
informasi dari berbagai sumber untuk menambah dan meningkatkan pengetahuan tentang
perawatan pada anak yang menderita asma.

Kata Kunci : Pendidikan Kesehatan, Pengetahuan, Sikap, Asma


EFFECT EDUCATION OF HEALTH TO CHANGE KNOWLEDGE AND
ATTITUDES FAMILY IN PROVIDING TREATMENT IN CHILDREN AGE
4-6 YEARS OF ASMA DISEASES IN CIDERES HOSPITAL DISTRICT
MAJALENGKA IN 2017

ABSTRACT

Continuous asthma for a long time does not get treatment can cause a person will
be difficult to breathe can even lead to death. Asthma disease in children in hospitals
Cideres 2015-2016 year experienced a fairly high increase of 44.7. This study aims to
determine the effect of health education on changes in knowledge and family attitudes in
providing care to children aged 4-6 years with asthma in hospitals Cideres Majalengka
Year 2017.
The type of this research is quantitative research with cross sectional approach.
The sample in this study is family of patients with children aged 4-6 years with asthma
treated in RSUD Cideres as much as 30 oramng with accidental sampling technique.
Hypothesis test using paired sample t-test with α = 0,05.
The results showed that more than half (54.3%) of family knowledge before
health education was sufficiently knowledgeable and after health education giving more
than half (62,9%) good family knowledge. More than half (54.3%) of family attitudes
before health education were negative and after health education more than half (51.4%)
positive family attitudes. There is significant influence before and after health education
to change the level of knowledge and family in giving treatment to children aged 4-6
years of asthma in Cideres Hospital Majalengka District 2017.
Healthcare workers are increasingly promoting health education activities to
families about the care of children aged 4-6 years with asthma to improve family
knowledge and attitudes. For respondents to consult and seek information from various
sources to increase and increase knowledge about care in children with asthma.

Keywords : Health Education, Knowledge, Attitude, Asthma


LATAR BELAKANG
Pembangunan berkelanjutan yang tindakan pencegahan agar penderita tidak
sedang dilaksanakan oleh negara-negara di mengalami serangan. Pada saat ini, hal
dunia saat ini bertujuan untuk menjamin tersebut masih jauh dari kenyataan
kehidupan yang sehat serta mendorong (Sundaru, 2011).
kesejahteraan hidup untuk seluruh Penyakit asma yang terus menerus
masyarakat di segala umur. Salah satu dalam jangka waktu yang lama tidak
masalah kesehatan yang sedang dihadapi mendapatkan penanganan dapat
oleh berbagai negara di dunia baik negara mengakibatkan seseorang akan sulit
maju dan negara berkembang adalah bernafas bahkan dapat mengakibatkan
penyakit asma (asthma). (The Global Goals kematian. Menurut GINA pada tahun 2015
UNICEF Indonesia, 2015). dinyatakan bahwa perkiraan jumlah
Asma merupakan penyakit kronis penderita asma seluruh dunia adalah tiga
yang terjadi pada saluran pernapasan yang ratus juta orang, dengan jumlah kematian
ditandai dengan variasi luas dalam waktu yang terus meningkat hingga 180.000 orang
pendek terhambatnya aliran udara dalam per tahun (GINA, 2015). Sementara laporan
saluran nafas paru yang bermanifestasi World Health Organization (WHO) tahun
sebagai serangan batuk berulang atau mengi 2015 menunjukkan sebanyak 300 juta orang
(bengek/wheezing) dan sesak napas di dunia mengidap penyakit asma dan 225
biasanya pada malam hari (Sundaru, 2011). ribu orang meninggal karena penyakit asma
Sementara menurut Global Initiatif for dan 80% terdapat di negara berkembang.
Asthma atau GINA (2015), asma merupakan Jumlah ini diprediksi meningkat hingga 400
sebuah penyakit kronik saluran napas yang juta pada tahun 2025. Prevalensi asma pada
berhubungan dengan dengan peningkatan anak sebesar 8-10% dan pada orang dewasa
kepekaan saluran napas sehingga memicu 3-5% (WHO, 2015).
episode mengi berulang (wheezing), sesak Penyakit asma masuk dalam
napas (breathlessness), dada rasa tertekan sepuluh besar penyebab kesakitan dan
(chest tightness), dispnea, dan batuk (cough) kematian di Indonesia. Pravalensi penyakit
terutama pada malam atau dini hari. asma di Indonesia meningkat dari 5,2%
Penyakit asma tidak dapat tahun 2009 menjadi 6,4% tahun 2010.
disembuhkan, namun perawatan dengan Tahun 2015, pravalensi asma di seluruh
penggunaan obat-obat yang ada dapat Indonesia 13 per 1.000 kelahiran hidup,
berfungsi untuk menghilangkan gejala asma. dibandingkan bronkitis kronik 11 per 1.000
Kontrol yang baik diperlukan oleh penderita kelahiran hidup dan obstruksi paru 2 per
untuk terbebas dari gejala serangan asma 1.000 kelahiran hidup, dan pada tahun 2016
dan bisa menjalani aktivitas hidup sehari- prevalensi asma mencapai 13,5/1.000
hari. Untuk mengontrol gejala asma secara kelahiran hidup (Kementerian Kesehatan RI,
baik, maka penderita harus bisa merawat 2016). Prevalensi penyakit asma di Provinsi
penyakitnya dengan cara mengenali lebih Jawa Barat pada tahun 2015 mencapai 4,1%
jauh tentang penyakit tersebut (Nugroho, dan pada tahun 2016 menjadi 4,6%. Jumlah
2011). kunjungan penderita asma di seluruh rumah
Dampak penyakit asma bervariasi sakit dan puskesmas di Provinsi Jawa Barat
tergantung dari faktor penyebab asma itu sebanyak 12.456 kali di tahun 2015 (Dinas
sendiri ada yang bisa menyebabkan sesak Provinsi Jawa Barat, 2016).
nafas, batuk kronis, mudah lelah bahkan Berdasarkan data di RSUD Cideres
kematian. Mengingat hal tersebut Kabupaten Majalengka pada tahun 2015,
pengelolaan asma yang baik haruslah diketahui jumlah penyakit asma sebanyak 7
dilakukan pada saat dini dengan berbagai kasus (2,64%) dari jumlah kunjungan anak
sebanyak 265 orang dan pada tahun 2016 sebagai unit utama masyarakat dan
sebanyak 719 kasus (71,1%) dari jumkah menyangkut kehidupan masyarakat
kunjungan 1.011 orang. Dari 719 kasus pada (Muhlisin, 2012). Keperawatan keluarga
tahun 2016, sebagian besar jumlah kasus bertujuan untuk membantu keluarga dan
terdapat anak usia 4-6 tahun (usia pra anggotanya bergerak kearah penyelesaian
sekolah) sebanyak 325 anak (45,20%), usia tugas-tugas perkembangan individu dan
< 4 tahun sebanyak dan anak usia 268 anak keluarga. Untuk mencapai tujuan tersebut
(37,27%) dan yang usia > 6 tahun sebanyak maka perawat keluarga harus mempunyai
126 anak (17,52%) (RSUD Cideres, 2015- pengetahuan dan sikap dalam mengatasi
2016). Sedangkan di RSUD Majalengka masalah yang dihadapi keluarganya
pada tahun 2016 tercatat jumlah kasus asma (Friedman, 2012).
sebanyak 50 kasus (12,9%) dari jumlah 387 Upaya untuk meningkatkan
kunjungan anak. Usia penderita asma perubahan pengetahuan dan sikap keluarga
sebagian besar berusia 4-6 tahun (usia pra terhadap perawatan penderita asma salah
sekolah) yaitu sebanyak 20 anak (40,0%), satunya dengan memberikan pendidikan
usia < 4 tahun sebanyak dan anak usia 18 kesehatan oleh tenaga keperawatan. Tujuan
anak (36,0%) dan yang usia > 6 tahun utama pemberian pendidikan kesehatan
sebanyak 12 anak (24,0%) (RSUD adalah agar orang mampu menerapkan
Majalengka, 2016). Berdasar data di atas masalah dan kebutuhan mereka sendiri,
menunjukkan bahwa kejadian penyakit mampu memahami apa yang dapat mereka
asma pada anak di RSUD Cideres lakukan terhadap masalahnya, dengan
mengalami kenaikan yang cukup tinggi sumber daya yang ada pada mereka
yaitu 44,7% dan kasus asma pada anak usia ditambah dengan dukungan dari luar, dan
4-6 tahun di RSUD Cideres pada tahun mampu memutuskan kegiatan yang tepat
2016 sebesar 45,20% lebih tinggi dibanding guna untuk meningkatkan taraf hidup sehat
kasus asma pada anak usia 4-6 tahun di dan kesejahteraan masyarakat (Mubarak,
RSUD Majalengka pada tahun 2016 sebesar 2011).
40,00%. Pengetahuan atau kognitif
Masih tingginya prevalensi merupakan domain yang sangat penting
penyakit asma menunjukan bahwa untuk tindakan seseorang. Pengetahuan
pengelolaan asma belum berhasil. Berbagai adalah hasil penginderaan manusia, atau
faktor menjadi sebab dari keadaan ini yaitu hasil tahu seseorang terhadap objek melalui
adanya kekurangan dalam hal pengetahuan indera yang dimilikinya (mata, hidung,
tentang asma, kelaziman melakukan telinga, dan sebagainya). Perilaku yang
diagnosis yang lengkap atau evaluasi didasari oleh pengetahuan akan lebih
sebelum terapi, sistematika dan pelaksanaan langgeng dari pada perilaku yang tidak
pengelolaan, upaya pencegahan dan didasari oleh pengetahuan. Sementara sikap
penyuluhan, serta pengelolaan asma. Untuk adalah merupakan reaksi atau respon
pengelolaan asma yang baik, hal-hal seseorang yang masih tertutup terhadap
tersebut diatas harus dipahami dan dicarikan suatu stimulus atau objek (Notoatmodjo,
pemecahannya (Muchid, 2012). Sedangkan 2012).
menurut Iris dalam Riyadi (2014), Hasil studi pendahuluan yang
kurangnya pengetahuan keluarga mengenai dilakukan peneliti di RSUD Cideres kepada
kondisi penyakit dan pengobatan pasien 10 anggota keluarga yang memiliki anak
asma merupakan faktor yang dapat usia 4-6 tahun yang mengalami asma
meningkatkan prevalensi penderita asma. menggunakan kuesioner didapatkan
Keluarga merupakan unit pelayanan sebanyak 6 responden berpengetahuan
terkecil dari masyarakat karena keluarga kurang, 3 orang berpengetahuan cukup, dan
1 orang berpengetahuan baik tentang cara (2016) menunjukkan bahwa terdapat
merawat pasien penderita asma. Dari 10 pengaruh yang signifikan antara sikap dan
anggota keluarga juga diperoleh hasil bahwa pengetahuan keluarga dalam perawatan
5 orang bersikap negatif terhadap pasien kepada pasien sebelum dan sesudah
yang menderita asma dan 5 orang bersikap diberikan promosi kesehatan di Kecamatan
positif terhadap pasien yang menderita Tawangsari.
asma. Berdasarkan uraian tersebut, maka
Hasil penelitian Winangsit (2014) peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
menunjukkan bahwa terdapat pengaruh tentang “Pengaruh pendidikan kesehatan
pendidikan kesehatan terhadap pengetahuan terhadap perubahan pengetahuan dan sikap
kesehatan dan sikap keluarga dalam keluarga dalam memberikan perawatan pada
memberikan perawatan pada penderita asma anak usia 4-6 tahun penderita asma di
pada kelompok eksperimen di Desa Sruni RSUD Cideres Kabupaten Majalengka
Musuk Boyolali. Juga hasil penelitian Aji Tahun 2017”.

METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah Cideres sebanyak 30 oramng dengan teknik
penelitian kuantitatif dengan pendekatan accidental sampling. Uji hipotesisnya
cross sectional. Sampel dalam penelitian ini menggunakan uji paired sample t-test
adalah keluarga pasien dengan anak usia 4-6 dengan α = 0,05.
tahun penderita asma yang dirawat di RSUD

HASIL PENELITIAN
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Keluarga dalam Memberikan
Perawatan pada Anak Usia 4-6 tahun Penderita Asma Sebelum Pendidikan Kesehatan

Tingkat Pengetahaun Keluarga sebelum


No f %
Penkes
1 Kurang 6 17.1
2 Cukup 19 54.3
3 Baik 10 28.6
Jumlah 35 100.0

Hal tersebut menunjukkan bahwa pendidikan kesehatan di RSUD Cideres


lebih dari setengah (54,3%) pengetahuan Kabupaten Majalengka Tahun 2017
keluarga dalam memberikan perawatan pada berpengetahuan cukup.
anak usia 4-6 tahun penderita asma sebelum

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Keluarga dalam Memberikan


Perawatan pada Anak Usia 4-6 tahun Penderita Asma Sesudah Pendidikan Kesehatan

Tingkat Pengetahaun Keluarga


No f %
sesudah Penkes
1 Kurang 0 0
2 Cukup 13 37.1
3 Baik 22 62.9
Jumlah 35 100.0
Hal tersebut menunjukkan bahwa pendidikan kesehatan di RSUD Cideres
lebih dari setengah (62,9%) pengetahuan Kabupaten Majalengka Tahun 2017
keluarga dalam memberikan perawatan pada berpengetahuan baik.
anak usia 4-6 tahun penderita asma sesudah

Tabel 3 Distribusi Frekuensi Sikap Keluarga dalam Memberikan Perawatan pada Anak
Usia 4-6 tahun Penderita Asma Sebelum Pendidikan Kesehatan

No Sikap Keluarga sebelum Penkes f %


1 Negatif 19 54.3
2 Positif 16 45.7
Jumlah 35 100.0

Berdasarkan tabel 4.3, diketahui setengah (54,3%) sikap keluarga dalam


bahwa responden yang sikapnya negatif memberikan perawatan pada anak usia 4-6
sebanyak 19 orang (54,3%) dan yang tahun penderita asma sebelum pendidikan
sikapnya positif sebanyak 16 orang (45,7%). kesehatan di RSUD Cideres Kabupaten
Hal tersebut menunjukkan bahwa lebih dari Majalengka Tahun 2017 bersikap negatif.

Tabel 4 Distribusi Frekuensi Sikap Keluarga dalam Memberikan Perawatan pada Anak
Usia 4-6 tahun Penderita Asma Sesudah Pendidikan Kesehatan

Sikap Keluarga sesudah


No f %
Penkes
1 Negatif 17 48.6
2 Positif 18 51.4
Jumlah 35 100.0

Hal tersebut menunjukkan bahwa pendidikan kesehatan di RSUD Cideres


lebih dari setengah (51,4%) sikap keluarga Kabupaten Majalengka Tahun 2017
dalam memberikan perawatan pada anak bersikap positif.
usia 4-6 tahun penderita asma sesudah

Tabel 5 Pengaruh Sebelum dan Sesudah Pendidikan Kesehatan terhadap Perubahan


Tingkat Pengetahuan Keluarga dalam Memberikan Perawatan pada Anak Usia 4-6
Tahun Penderita Asma

Variabel Penkes Beda Mean t  value

Sebelum
Tingkat Pengetahuan 10,0 6,007 0,000
Sesudah

Berdasarkan hasil penghitungan α = 0,05 diperoleh t-value = 6,007 dan 


statistik dengan uji paired sample t-test pada value = 0,000 yang berarti  value < α
sehingga hipotesis nol ditolak. Dengan perubahan tingkat pengetahuan keluarga
demikian maka dapat dikatakan bahwa dalam memberikan perawatan pada anak
terdapat pengaruh signifikan sebelum dan usia 4-6 tahun penderita asma di RSUD
sesudah pendidikan kesehatan terhadap Cideres Kabupaten Majalengka tahun 2017.

Tabel 6 Pengaruh Sebelum dan Sesudah Pendidikan Kesehatan terhadap Perubahan


Sikap Keluarga dalam Memberikan Perawatan pada Anak Usia 4-6 Tahun Penderita
Asma

Variabel Penkes Beda Mean t  value

Sebelum
Sikap 13,14 9,537 0,000
Sesudah

Berdasarkan hasil penghitungan terdapat pengaruh signifikan sebelum dan


statistik dengan uji paired sample t-test pada sesudah pendidikan kesehatan terhadap
α = 0,05 diperoleh t-value = 9,537 dan  perubahan sikap keluarga dalam
value = 0,000 yang berarti  value < α memberikan perawatan pada anak usia 4-6
sehingga hipotesis nol ditolak. Dengan tahun penderita asma di RSUD Cideres
demikian maka dapat dikatakan bahwa Kabupaten Majalengka tahun 2017.

PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian pengetahuan klinik yang bertujuan untuk
menunjukkan bahwa terdapat pengaruh membantu seseorang mengenali kondisinya
signifikan sebelum dan sesudah pendidikan saat ini, masalah yang sedang dihadapi dan
kesehatan terhadap perubahan tingkat menentukan jalan keluar/upaya untuk
pengetahuan keluarga dalam memberikan mengatasi masalah tersebut (McLeod,
perawatan pada anak usia 4-6 tahun 2012).
penderita asma di RSUD Cideres Kabupaten Informasi yang diperoleh baik dari
Majalengka tahun 2017. Besarnya pendidikan formal maupun non formal dapat
perubahan pengetahuan keluarga dalam memberikan pengaruh jangka pendek
memberikan perawatan pada anak usia 4-6 (immediate impact) sehingga menghasilkan
tahun penderita asma sebelum dan sesudah perubahan atau peningkatan pengetahuan.
pendidikan kesehatan sebesar 10,0%. Seorang klien dan keluarga dapat
Hasil penelitian ini sejalan dengan memperoleh informasi dari seorang petugas
teori bahwa pendidikan kesehatan adalah kesehatan berupa pendidikan kesehatan
suatu bentuk wawancara untuk membantu (health education). Pendidikan kesehatan
orang lain memperoleh pengertian yang merupakan salah satu akses informasi bagi
lebih baik mengenai dirinya dalam klien dan keluarga untuk memperoleh
mengatasi permasalahan yang sedang informasi tentang prosedur pengobatan,
dihadapinya (Trismiati, 2012). Pendidikan penjelasan mengenai suatu penyakit dan
kesehatan adalah proses pemberian upaya pencegahan melalui peningkatan
informasi obyektif dan lengkap, dilakukan kesehatan (Trismiati, 2012).
secara sistematik dengan paduan Hasil penelitian ini juga sejalan
keterampilan komunikasi interpersonal, dengan teori bahwa semakin sering seorang
teknik bimbingan dan penguasaan klien dan keluarga mendapatkan pendidikan
kesehatan maka akan semakin banyak Berdasarkan hasil penelitian
informasi yang diperolehnya sehingga menunjukkan bahwa terdapat pengaruh
pengetahuan klien dan keluarga bertambah signifikan sebelum dan sesudah pendidikan
atau meningkat. Hal ini sebagaimana tujuan kesehatan terhadap perubahan sikap
dari pemberian pendidikan kesehatan itu keluarga dalam memberikan perawatan pada
sendiri yaitu salah satunya untuk anak usia 4-6 tahun penderita asma di
meningkatkan pengetahuan (Dalami, 2011). RSUD Cideres Kabupaten Majalengka
Keluarga klien penderita asma akan tahun 2017. Besarnya perubahan sikap
mengetahui penyakit yang diderita oleh keluarga dalam memberikan perawatan pada
klien semakin baik setelah diberi pendidikan anak usia 4-6 tahun penderita asma sebelum
kesehatan oleh tenaga kesehatan. dan sesudah pendidikan kesehatan sebesar
Pendidikan kesehatan memberikan 13,14%.
informasi seputar penyakit, penyebab, Hasil penelitian ini sejalan dengan
gejala, pencegahan dan akibat jika tidak teori bahwa melalui pendidikan kesehatan
mengikuti prosedur pengobatan dengan baik atau health education dapat meningkatkan
(Nughoro, 2011). pengetahuan dan sikap sebagai pencegahan
Hasil penelitian sejalan dengan terhadap masalah yang berkaitan dengan
hasil penelitian Winangsit (2014) masalah yang sedang dihadapi oleh klien
menunjukkan bahwa terdapat pengaruh (Trismiati, 2012). Demikian pula dengan
pendidikan kesehatan terhadap pengetahuan pendapat Notoatmodjo (2012) bahwa
dan sikap kesehatan keluarga dalam pemberian informasi oleh petugas kesehatan
memberikan perawatan pada penderita asma merupakan salah satu faktor yang dapat
pada kelompok eksperimen di Desa Sruni mempengaruhi pengetahuan dan sikap.
Musuk Boyolali. Juga sejalan dengan hasil Menurut Nurihsan (2011)
penelitian Aji (2016) menunjukkan bahwa pendidikan kesehatan yaitu suatu layanan
terdapat pengaruh yang signifikan antara profesional yang dilakukan oleh para
sikap keluarga dalam perawatan kepada konselor yang terlatih secara
pasien sebelum dan sesudah diberikan profesional. Sementara menurut Gibson
promosi kesehatan di Kecamatan dalam Dalami, et al (2011) mendefinisikan
Tawangsari. pendidikan kesehatan adalah hubungan
Berdasarkan hasil penelitian ini, bantuan antara konselor dan klien yang
maka upaya yang dapat dilakukan oleh difokuskan pada pertumbuhan pribadi dan
petugas kesehatan adalah perlunya penyesuaian diri serta pemecahan masalah
memberikan pendidikan kesehatan tentang dan pengambilan keputusan.
perawatan pada anak usia 4-6 tahun Hasil penelitian ini sejalan dengan
penderita asma kepada keluarga agar hasil penelitian Rahmanidar (2012)
pengetahuan keluarga semakin baik dan menunjukkan bahwa ada pengaruh
mampu melakukan perawatan dengan benar. konseling terhadap sikap ibu tentang
Bagi keluarga agar aktif berkonsultasi perawatan asma bronkial pada anak di
dengan petugas kesehatan mengenai Wilayah Kerja Puskesmas Duku Puntang
perawatan pada anak usia 4-6 tahun Cirebon. Juga sejalan dengan hasil
penderita asma, juga aktif untuk mencai penelitian Winangsit (2014) menunjukkan
informasi tentang asma dari berbagai media bahwa terdapat pengaruh pendidikan
informasi. Bagi keluarga agar lebih aktif kesehatan terhadap pengetahuan dan sikap
mencari informasi dari berbagai sumber kesehatan keluarga dalam memberikan
tentang perawatan pada anak yang perawatan pada penderita asma pada
menderita asma. kelompok eksperimen di Desa Sruni Musuk
Boyolali.
Sikap akan terbentuk jika melakukan perawatan pada anak usia 4-6
pengetahuan sudah baik, maka pendidikan tahun penderita asma dengan baik. Bagi
kesehatan sangat perlu dilakukan oleh keluarga agar melakukan konsultasi dengan
petugas kesehatan adalah kepada keluarga petugas kesehatan untuk mendapatkan
pasien penderita asma agar sikap keluarga informasi yang yang benar tentang
semakin positif dan akhirnya mau perawatan pada anak yang menderita asma.

KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan dalam memberikan perawatan pada
1. Lebih dari setengah (54,3%) anak usia 4-6 tahun penderita asma di
pengetahuan keluarga dalam RSUD Cideres Kabupaten Majalengka
memberikan perawatan pada anak usia tahun 2017. Besarnya perubahan sikap
4-6 tahun penderita asma sebelum keluarga dalam memberikan perawatan
pendidikan kesehatan di RSUD Cideres pada anak usia 4-6 tahun penderita
Kabupaten Majalengka Tahun 2017 asma sebelum dan sesudah pendidikan
berpengetahuan cukup dan sesudah kesehatan sebesar 13,14%.
pemberian pendidikan kesehatan lebih Saran
dari setengah (62,9%) pengetahuan 1. Bagi RSUD Cideres
keluarga baik. Petugas kesehatan agar melanjutkan dan
2. Lebih dari setengah (54,3%) sikap meningkatkan kegiatan pendidikan
keluarga dalam memberikan perawatan kesehatan kepada keluarga tentang
pada anak usia 4-6 tahun penderita perawatan pada anak usia 4-6 tahun
asma sebelum pendidikan kesehatan di penderita asma untuk meningkatkan
RSUD Cideres Kabupaten Majalengka pengetahuan dan sikap keluarga.
Tahun 2017 bersikap negatif dan 2. Bagi Keluarga
sesudah pemberian pendidikan Bagi keluarga agar aktif berkonsultasi
kesehatan lebih dari setengah (51,4%) dengan petugas kesehatan mengenai
sikap keluarga positif. perawatan pada anak usia 4-6 tahun
3. Terdapat pengaruh signifikan sebelum penderita asma, juga aktif untuk
dan sesudah pendidikan kesehatan mencari informasi tentang asma dari
terhadap perubahan tingkat pengetahuan berbagai media informasi.
keluarga dalam memberikan perawatan 3. Bagi STIKes YPIB Majalengka
pada anak usia 4-6 tahun penderita Hasil penelitian ini agar dijadikan
asma di RSUD Cideres Kabupaten tambahan referensi di perpustakaan
Majalengka tahun 2017. Besarnya untuk menambah pengetahuan dan juga
perubahan pengetahuan keluarga dalam sebagai dasar pertimbangan bagi para
memberikan perawatan pada anak usia peneliti yang akan datang.
4-6 tahun penderita asma sebelum dan 4. Bagi peneliti lain
sesudah pendidikan kesehatan sebesar Penelitian ini dapat dikembangkan lebih
10,0%. lanjut dengan meneliti faktor perilaku
4. Terdapat pengaruh signifikan sebelum keluarga dalam perawatan pada anak
dan sesudah pendidikan kesehatan usia 4-6 tahun penderita asma yang
terhadap perubahan sikap keluarga belum dikaji pada penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA Handayani, F. 2015. Konsep Dasar Pendidikan
Kesehatan.
Aji, H. P. 2016. Pengaruh Pendidikan Kesehatan https://fatmalahandayani.wordpress.com
Terhadap Pengetahuan dan Sikap , diakses tanggal 20 Februari 2017.
Keluarga dan Masyarakat yang
Terdapat Pasien Pasca Pasung di Infanti, A. 2013. Pengaruh Pendidikan
Tawangsari. Publikasi Ilmiah, Program Kesehatan Terhadap Pengetahuan,
Studi S1 Keperawatan Fakultas Ilmu Sikap, dan Tindakan Pencegahan
Kesehatan Universitas Muhammadiyyah Penularan Tuberculosis Paru Pada
Surakarta. Keluarga Di Kecamatan Sitiung
Kabupaten Dharmasraya. Jurnal 2013.
Ardiansyah, M. 2012. Medikal Bedah. USU.
Yogyakarta: DIVA Press.
Ismayanti, R. 2012. Efektifitas Pemberian
Arikunto, S. 2012. Prosedur Penelitian: Suatu Pendidikan Kesehatan Terhadap
Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Peningkatan Pengetahuan dan
Cipta Kemampuan Ibu dalam Melakukan
Perawatan pada Anaknya yang Sedang
Azwar, S., 2011. Sikap dan Perilaku. Dalam: Dirawat di RSUD Sumedang. Jurnal
Sikap Manusia Teori dan Surya. Vol 02, No.XV, Agustus 2013
Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar. Kementerian Kesehatan RI. 2014. Pedoman
Diagnosis dan Penatalaksanaan Asma
Bilotta, K. 2011. Kapita Selekta Penyakit : di Indonesia. Jakarta: Kementerian
dengan Implikasi Keperawatan. Jakarta : Kesehatan RI.
Buku Kedokteran EGC.
Kementerian Kesehatan RI. 2016. Profil
Dalami. 2011. Komunikasi dan Konseling dalam Kesehatan Indonesia Tahun 2015.
Praktik Kebidanan. Jakarta: CV. Trans Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
Info Media.
Kowalak, W. M., 2011. Buku Ajar Patofisiologi.
Dewi dan Wawan. 2011. Pengetahuan, Sikap Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
dan Perilaku Manusia. Cetakan II.
Yogyakarta: Nuha Medika. Marena, C. 2012. Asma.
http://justulil.blogspot.co.id/2012/10/as
Dinas Provinsi Jawa Barat. 2016. Derajat ma-bronkial.html, diakses tanggal 7
Kesehatan Provinsi Jawa Barat tahun Februari 2017.
2011-2015. Bandung: Dinas Provinsi
Jawa Barat. Maulana. H. 2012. Promosi Kesehatan. Jakarta:
Buku Kedokteran EGC.
Ekawati, M. 2011. Tahapan dan Teknik
Konseling. Modul Universitas McLeod. 2012. Pengantar Konseling: Teori dan
Muhammadiyah. Studi Kasus. Alih Bahasa oleh A. K.
Anwar. Jakarta: Kencana.
Friedman. 2012. Keperawatan
Keluarga.Yogyakarta: Gosyen Mubarak. 2011. Ilmu Keperawatan Komunitas
Publishing. Konsep dan Aplikasi. Jakarta: Salemba
Medika.
GINA (Global Initiative for Asthma). 2015.
Pocket Guide for Asthma Management Muchid, A, 2012. Pharmaceutical Care untuk
and Prevension In Children. Based on Penyakit Asma. Jakarta: Direktorat Bina
the Global Farmasi Komunitas dan Klinik Ditjen
Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan,
Kementerian Kesehatan RI.
Strategi for Asthma Management and
Prevention. Muhlisin, A. 2012. Keperawatan Keluarga.
Yogyakarta: Gosyen.
The Global Goals UNICEF Indonesia,
Muttaqin, A. 2012. Buku Ajar Asuhan 2015. Dunia Yang Kita Inginkan:
Keperawatan Klien dengan Gangguan Panduan tentang Tujuan bagi Anak-
Sistem Kardiovaskular dan Hematologi. Anak dan Generasi Muda. The Global
Jakarta: Salemba Medika. Goals UNICEF Indonesia.

Nanda. 2012. Diagnosis Keperawatan Definisi Trismiati. 2012. Profesionalisasi Konseling.


dan Klasifikasi. Edisi Bahasa Indonesia. Bandung: Universitas Pendidikan
Jakarta : Buku Kedokteran EGC. Indonesia.

Notoatmodjo, S. 2012. Promosi Kesehatan dan Winangsit. 2014. Pengaruh Pendidikan


Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Kesehatan Terhadap Perubahan Tingkat
Cipta. Pengetahuan dan Sikap Keluarga dalam
Memberikan Perawatan Pada Penderita Asma di
__________. 2012. Metodologi Penelitian
Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Desa Sruni Musuk Boyolali. Publikasi Ilmiah,
Program Studi S1 Keperawatan Fakultas Ilmu
Nugroho, D. T. 2011. Asuhan Keperawatan Kesehatan Universitas Muhammadiyyah
Maternitas, Anak, Bedah, Penyakit Surakarta.World Health Organization (WHO).
Dalam. Yogyakarta: Nuha Medika. 2015. Asthma. http://www.who.int, diakses
tanggal 21 Januari 2017.
Padila. 2013. Asuhan Keperawatan Penyakit
Dalam. Yogyakarta: Nuha Medika.

Prasetywati dan Sari. 2012. Pendidikan


Kesehatan. FIK/UNY.

Rahmanidar. 2012. Pengaruh Konseling


Terhadap Pengetahuan dan Sikap Ibu
tentang Perawatan Asma Bronkial pada
Anak di Wilayah Kerja Puskesmas Duku
Puntang Cirebon . Jurnal Ilmiah.
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Cirebon.

Riyadi, dkk. 2014. Hubungan Peran Keluarga


dengan Tingkat Kekambuhan pada
Pasien Asma di RSUD Kota Surakarta.
Jurnal Penelitian Program Studi S1-
Keperawatan STIKes Kusuma Husada
Surakarta.

RSUD Cideres. 2016. Data Kasus Asma di


RSUD Cideres tahun 2015-2016.
Majalengka: RSUD Cideres.

RSUD Majalengka. 2016. Data Kasus Asma di


RSUD Cideres tahun 2016. Majalengka:
RSUD Majalengka.

Sugiyono. 2013. Statistika untuk Penelitian.


Bandung. Alfabeta

Sujono, R. 2011. Buku Keperawatan Medikal


Bedah. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sundaru, H. 2011. Buku Ajar Ilmu Penyakit


Dalam. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
LAMPIRAN DOKUMENTASI
Link Video:
https://drive.google.com/file/d/1uKjYyyZOcNhXNHNOurVo7zKQjqv4pnVx/vie
w?usp=drivesdk

Pengkajian Keperawatan
Pengkajian MTBS

Pemeriksaan Denver II
Pemeriksaan Fisik

Terapi Bermain
Pendidikan Kesehatan

Anda mungkin juga menyukai