Anda di halaman 1dari 11

EKOLOGI

“Eutrofikasi”

DISUSUN OLEH :
1. Kartika Sukma Pratiwi (03011182025022)
2. Muhammad Deni Saputra (03011282025062)

Kelas : B Indralaya
Program Studi : Teknik Sipil
Dosen Pengampu : DR. Imroatul Chalimah Juliana
Pendahuluan
Air merupakan kebutuhan yang paling penting bagi semua organisme
yang ada di dunia dan tidak terkecuali juga manusia. Seiring dengan
perkembangan zaman yang semakin modern dan meningkatnya jumlah
penduduk di dunia ditambah lagi pengaruh perubahan iklim (climate change),
telah banyak menyebabkan pencemaran di lingkungan perairan.

Air dikatakan tercemar apabila ada pengaruh atau kontaminasi zat


organik maupun anorganik ke dalam air. Hubungan ini terkadang tidak
seimbang karena setiap kebutuhan organisme berbeda beda, ada yang
diuntungkan karena menyuburkan sehingga dapat berkembang dengan cepat
sementara organisme lain terdesak. Perkembangan organisme perairan secara
berlebihan merupakan gangguan dan dapat dikategorikan sebagai
pencemaran, yang merugikan organisme akuatik lainnya maupun manusia
secara tidak langsung. Pencemaran yang berupa penyuburan organisme
tertentu disebut eutrofikasi yang banyak di jumpai khususnya di perairan
darat.

Pada awal abad ke-20 manusia mulai menyadari adanya gejala


eutrofikasi pada badan perairan akibat pengkayaan unsur hara yang masuk ke
perairan. Mengingat bahwa eutrofikasi merupakan ancaman yang serius bagi
kualitas air di perairan, maka kita harus memahami prosesnya, penyebab, dan
dampak dari eutrofikasi sehingga kita dapat mencari solusi yang tepat untuk
mencegah dan mengatasi masalah ini. Walaupun eutrofikasi pada umumnya
merupakan proses alami, namun pada masa kini eutrofikasi antropogenik yaitu
eutrofikasi yang disebabkan oleh aktivitas manusia.
A.Pengertian
Eutrofikasi merupakan masalah yang dihadapi di seluruh dunia yang
terjadi dalam ekosistem perairan tawar maupun laut. Eutrofikasi adalah suatu
proses pengayaan nutrien dan bahan organik dalam jasad air. ini merupakan
masalah yang dihadapi di seluruh dunia yang terjadi di ekosistem air tawar
maupun marin. Eutrofikasi memberi kesan kepada ekologi dan pengurusan
sistem akuatik yang mana selalu disebabkan masuknya nutrient berlebih
terutama pada buangan pertanian dan buangan limbah rumah tangga
(Hardiyanto dkk, 2009).

Eutrofikasi dapat diartikan sebagai suatu penomena pengkayaan nutrien


di perairan berupa bahan anorganik yang dibutuhkan oleh tumbuhan dan
mengakibatkan meningkatnya produktivitas primer perairan. Nutrien yang
dimaksud adalah nitrogen dan fosfor. Tingkat eutrofikasi di danau (sebagai
contohnya), pada umumnya ditentukan dari perubahan konsentrasi fosfor,
kecerahan dan kandungan klorofil-a yang mempengaruhi perkembangan alga.
Eutrofik merupakan bagian dari sistem trofik yang mempunyai potensi
konsentrasi nutrien yang tinggi (Sheng et al., 2006).

Kriteria perairan eutrofik menurut Puslitbangkan (1992) meliputi:

1) Relatif dangkal.
2) Kandungan bahan organik tersuspensi dan di dasar perairan berlimpah.
Kandungan fosfor, kalsium, nitrogen berlimpah dan bahan humus
sedikit.
3) Kandungan oksigen terlarut di lapisan dalam rendah terutama pada
waduk yang mengalami stratifikasi.
4) Tanaman air tingkat tinggi berlimpah.
5) Plankton secara kuantitatif besar, secara kualitatif bervariasi, umumnya
terjadi blooming.
6) Produktivitas primernya lebih besar dari 750 mg/m3/hari, tingkat
kesadahannya tinggi (kandungan Ca dan Mg lebih besar dari 22 mg/l,
dan maksimum 50 mg/l).

Menurut Kim et al. (2001), eutrofikasi diketahui secara luas sebagai


penyebab memburuknya kualitas air di Korea Selatan. Hasil penenlitian yang
dilakukan pada sebagian besar waduk di Korea Selatan salama musim panas
menunjukkan bahwa Microcystis merupakan suatu indikator eutrofikasi yang
terjadi akibat aktivitas antropogenik. Pada waktu musim panas terjadi
blooming Cyanobacteria di daerah hulu waduk akibat adanya runoff air yang
tinggi (higstorm water runoff), sedangkan eutrofikasi di daerah hilir waduk
blooming Cyanobacteria terjadi setiap tahun disaat laju aliran air lambat dan
temperatur tinggi.

B. Penyebab Eutrofikasi
1.Menumpuknya komponen anorganik

Komponen anorganik tersebut dapat berasal dari adanya limbah


pertanian yang dihasilkan dari penggunaan pupuk, pestisida, atau bahan
anorganik lainnya yang terakumulasi dalam tanah. Pupuk pertanian yang
mengandung senyawa nitrat dan fosfat, dibawa oleh air hujan dari tanah
menuju aliran irigasi dan kemudian dapat berkumpul di sungai maupun di
perairan lainnya.

2. Limbah rumah tangga

Adapun komponen anorganik lain yang dapat menyebabkan eutrofikasi,


yaitu dari limbah rumah tangga seperti detergen yang mengalir di saluran-
saluran air.

3. Limbah organik

Limbah organik juga bisa menjadi salah satu penyebab mengapa air
mengalami eutrofikasi. Jika berbagai macam limbah organik yang masuk ke
dalam air dalam berbagai bentuk kepadatan bisa mengakibatkan pengendapan
zat pada perairan. Kondisi seperti ini mengakibatkan kadar oksigen yang ada di
dalam air semakin lama semakin menipis.

4. Kondisi optimum untuk semua makhluk hidup

Kondisi air yang optimum atau sangat baik bisa menjadi penyebab
mikroalga tumbuh dengan sangat cepat dan tidak terkontrol setelah ia sudah
melewati proses yang sulit. Maka dari itu, hal ini juga bisa menyebabkan sungai
mengalami eutrofikasi.

5. Tidak adanya kompetitor atau saingan dari tumbuhan lain


Tidak adanya kompetitor tumbuhan besar yang ada di dalam air juga
bisa menyebabkan sungai mengalami eutrofikasi. Hal ini dikarenakan akan
timbulnya sebuah monopoli sumber daya yang dilakukan oleh fitoplankton
sehingga ia dapat tumbuh dengan sangat cepat.

6. Bencana alam

Penyebab sungai mengalami eutrofikasi bisa disebabkan oleh bencana


alam. Bencana alam yang membuat sungai mengalami eutrofikasi antara lain
hujan lebat, banjir, dan lain sebagainya. Banjir bisa mengakibatkan pencucian
lahan maupun sisa-sisa dari sedimen yang dilepaskan di sungai. Sedimen inilah
yang sangat berguna bagi pertumbuhan alga.

7. Kehadiran mikroba tertentu

Hadirnya mikroba tertentu di dalam ekosistem air atau dalam hal ini sungai
bisa menjadi penyebab sungai mengalami eutrofikasi. Mikroba tertentu yang
hadir tersebut mengakibatkan terjadinya pengkayaan senyawa tertentu.
Misalnya, bakteri pelarut fosfat yang bekerja dengan melepaskan fosfat yang
berasal dari mineral. Nah, fosfat ini dapat memicu pertumbuhan alga secara
cepat.

C. Proses Terjadinya Eutrofikasi


Eutrofikasi terjadi berawal dari penumpukan nutrien atau zat senyawa
nitrat dan fosfat yang mencemari perairan seperti sungai maupun danau. Zat
tersebut merupakan nutrien atau makanan bagi alga yang ada di sana,
sehingga alga dapat tumbuh sangat pesat atau terjadi ledakan pertumbuhan
alga yang tidak terkontrol (blooming algae).
Tumbuhan air yang berada pada dasar sungai membutuhkan sinar matahari
untuk melakukan proses fotosintesis. Karena tidak mendapatkan sinar
matahari, maka tumbuhan air tersebut tidak bisa tumbuh dan akhirnya mati.

Alga yang tumbuh sangat banyak tersebut akhirnya dapat menutupi


hampir seluruh permukaan sungai. Akibatnya, sinar matahari terhalang oleh
alga yang berada di permukaan sungai dan tidak bisa menembus hingga ke
dasar sungai.

Kemudian, bakteri pengurai berkembang secara pesat karena adanya


tumbuhan air yang mati tadi. Ketika bakteri pengurai sangat banyak berada di
sungai, maka oksigen di dalam air akan terus berkurang dan akhirnya dapat
habis (bersifat anoksik).
Selanjutnya, apa yang terjadi ketika oksigen dalam air habis? Semua
makhluk hidup yang ada pada air, seperti ikan dan hewan lainnya akan ikut
mati. Alga yang awalnya tumbuh pesat akan mati jika kehabisan oksigen.
Parahnya, jika keadaan ini terus terjadi, maka seluruh ekosistem sungai juga
dapat mati.

D.Dampak Terjadinya Eutrofikasi


Salah satu dampak langsung dari eutrofikasi tersebut adalah menurunnya
produktivitas primer yang diakibatkan oleh meningkatnya respirasi perairan
(Hardiyanto dkk, 2009). Mason (2002) menjelaskan bahwa dampak terhadap
ekosistem dibagi menjadi lima bagian, yaitu:

a. Menurunnya keanekaragaman spesies dan diganti oleh biota yang


dominan.
b. Meningkatnya biomassa flora dan fauna.
c. Meningkatnya kekeruhan.
d. Meningkatnya laju sedimentasi, sehingga memperpendek umur
(lifespan) danau.
e. Berkembangnya kondisi kekurangan oksigen (anoxic).

Masih menurut Mason (2002), adapun permasalahan eutrofikasi bagi manusia


yaitu:
a. Air dapat membahayakan bagi kesehatan.
b. Nilai manfaat air menjadi menurun.
c. Meningkatkan vegetasi yang dapat menghambat aliran air dan navigasi.
d. Secara komersial punahnya spesies ikan penting.
e. Pengolahan air minum menjadi sulit dan air tidak dapat dikonsumsi
karena terjadi perubahan rasa dan bau.
Kelimpahan Cyanobacteria terjadi karena beban nutrien yang tinggi, rasio
nitrogen dan fosfor rendah, kondisi air yang hangat, dan kurangnya pemangsa
(grazers) plankton yang berukuran besar seperti Daphnia (Mason 2002).

Menurut Essink (2006) meningkatnya jumlah nutrien, berpengaruh


terhadap perubahan rasio nutrien yang mengakibatkan terjadinya red tide,
blooming fitoplankton dan kekurangan oksigen. Efisiensi pemanfaatan nutrien
tergantung pada faktor yang saling mempengaruhi terhadap kondisi
perkembangan produsen primer. Oleh karena itu, total produksi biomassa
yang dihasilkan merupakan tingkat produsen primer. Grazing fitoplankton oleh
zooplankton (produsen tingkat dua) dan pemangsaan oleh ikan (konsumen
tingkat tiga) merupakan dasar sistem transfer nutrien (terutama karbon) dalam
perairan danau. Efisiensi sistem tergantung pada dua faktor, yaitu:

1) Jumlah biomassa yang terbentuk pada tingkat produsen primer.


2) Komposisi jenis yang menentukan efisiensi grazing dan jumlah maupun
kualitas ikan dalam sistem akhir rantai makanan internal.

Dengan matinya organisme perombak pada tingkat pertama, kedua, dan


ketiga mengakibatkan terganggunya sistem siklus nutrien dalam perairan
danau (Essink, 2006).

Dalam perairan waduk terjadinya arus akibat pengaruh angin dan


terbentuknya lapisan termoklin sebagai pengendali utama distribusi panas
secara vertikal, bahan-bahan terlarut, dan nutrien dalam kolom air. Memahami
tentang hidrodinamika danau maupun waduk adalah penting untuk
pengelolaan sumberdaya air dan stratafikasi suhu juga sangat penting dalam
kaitan dengan pola waktu pengadukan (mixing) di dalam danau dan waduk
(Elci 2008).

Sehingga dapat disimpulkan bahwa dampak eutrofikasi terhadap ekosistem


perairan adalah sebagai berikut :

1) Rusaknya habitat untuk kehidupan berbagai spesies ikan dan


invertebrata. Kerusakan habitat akan menyebabkan berkurangnya
biodiversitas di habitat akuatik dan spesies lain dalam rantai makanan.
2) Konsentrasi oksigen terlarut turun sehingga beberapa spesies ikan dan
kerang tidak toleran untuk hidup.
3) Rusaknya kualitas areal yang mempunyai nilai konservasi atau cagar
alam margasatwa.
4) Terjadinya alga bloom dan terproduksinya senyawa toksik yang akan
meracuni ikan dan kerang, sehingga tidak aman untuk dikonsumsi
masyarakat dan merusak industri perikanan. Pada masa kini hubungan
antara pengkayaan nutrien dengan adanya insiden keracunan kerang di
perairan pantai/laut meningkat
5) Produksi vegetasi meningkat sehingga penggunaan air untuk navigasi
maupun rekreasi menjadi terganggu. Hal ini berdampak pada pariwisata
dan industri pariwisata.

E. Pencegahan Eutrofikasi
Meskipun merupakan suatu proses alami, namun diperlukan tindakan
pencegahan eutrofikasi. Tindakan ini diperlukan agar lingkungan tidak terpapar
dampak semakin buruk.

1. Menggunakan Pupuk Organik

Sosialisasi pemerintah serta komunitas pemerhati lingkungan gencar


menyarankan para petani agar menggunakan pupuk organik. Kita tahu bahwa
penggunaan pupuk organik lebih bermanfaat untuk mengurangi hal-hal yang
tidak diinginkan. Namun kebanyakan penggunaan pupuk anorganik yang lebih
dominan.

Penggunaan pupuk organik dalam pertanian organik seperti kompos


sangat bermanfaat dalam mengurangi pencemaran air dan tanah. Pencemaran
tersebut biasanya disebabkan oleh fosfat dan nitrat. Selain itu, pupuk organik
juga mampu memulihkan kandungan mineral dalam tanah. Jika penggunaan
pupuk organik terus dilakukan, struktur tanah dapat diperbaiki dan aerasi
tanah pun akan normal kembali.

2. Menggunakan Parasitoid

Penggunaan parasitoid untuk mengusir hama lebih aman bagi


lingkungan. Populasi hama akan menurun tanpa meninggalkan residu pestisida
di dalam tanah maupun tanaman. Pertanian organik semacam ini mulai
dikembangkan di berbagai negara maju.

Parasitoid juga mampu membuat tanaman bernilai tinggi dibandingkan


dengan penggunaan pestisida. Hasil tanaman pun lebih aman dan layak untuk
dikonsumsi.

3. Jangan Gunakan Bahan Peledak dan Racun

Pemulihan danau dan sungai dari eutrofikasi dapat dimulai dari kegiatan
penangkapan ikan dengan tidak menggunakan racun maupun bahan peledak.
Penggunaan kedua metode ini kerap dilakukan oleh oknum-oknum tak
bertanggungjawab.

Penggunaan racun maupun bahan peledak hanya membuat organisme


di sungai akan mati karena sungai yang tercemar. Ikan yang sebenarnya belum
layak tangkap pun ikut terjaring karena penggunaan bahan peledak atau racun.

4. Jangan Membuang Limbah ke Sungai

Pembuangan limbah secara sembarangan juga dapat merugikan


ekosistem air sungai. Limbah yang dapat mencemari sungai dapat berasal dari
rumah tangga dan limbah yang dibuang oleh pabrik. Pembuangan limbah ke
danau atau sungai tentu akan mengakibatkan eutrofikasi.

5. Perencanaan AMDAL Secara Matang

Pembangunan industri yang berada di kawasan sungai maupun tidak,


sudah seharusnya memiliki perencanaan AMDAL (Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan). AMDAL sangat diperlukan untuk menjaga ekosistem air maupun
di sekitar pabrik agar tidak menyebabkan berbagai masalah yang tidak
diinginkan.
DAFTAR PUSTAKA
http://ejurnal.bppt.go.id/index.php/JTL/article/view/1406

https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_pendidikan_dir/709b74245268960376
6de55dc8a115f0.pdf

https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_pendidikan_dir/709b74245268960376
6de55dc8a115f0.pdf

https://limnotek.limnologi.lipi.go.id/index.php/limnotek/article/view/168/122

KKN-PPM UGM. 2020. Edukasi Tentang Bahayanya Eutrofikasi pada Sungai


serta Cara Pencegahan dan Pemulihannya. Yogyakarta. KKN-PPM UGM 2020
Kecamatan Kalikotes.

http://digilib.unimed.ac.id/111/1/Eutofikasi%20dan%20problematikanya.pdf

https://www.britannica.com/science/water-bloom

Anda mungkin juga menyukai