Anda di halaman 1dari 16

“TUGAS PENGEMBANGAN SIKAP PROFESIONAL”

Ditujukan untuk memenuhi Tugas Profesi Kependidikan Kelas C

Dosen : Dr. Susanto, M.Pd.

Disusun Oleh :
Nurul Lailiya
140210101043

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA


JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2016-2017
Pengertian Sikap Profesionalan keguruan
Guru sebagai pendidik profesional mempunyai citra yang baik di masyarakat apabila
dapat menunjukkan sikap yang baik sehingga dapat dijadikan panutan bagi lingkungannya,
yaitu cara guru meningkatkan pelayanannya, meningkatkan pengetahuannya, memberi arahan
dan dorongan kepada anak didiknya dan cara guru berpakaian, berbicara, bergaul baik dengan
siswa, sesama guru, serta anggota masyarakat.
Sikap adalah gambaran kepribadian seseorang yang terlahir melalui gerakan fisik dan
tanggapan pikiran terhadap suatu keadaan atau suatu objek. Berkowitz, dalam Azwar
(2000:5) menerangkan sikap seseorang pada suatu objek adalah perasaan atau emosi, dan
faktor kedua adalah reaksi/respon atau kecenderungan untuk bereaksi. Sebagai reaksi, maka
sikap selalu berhubungan dengan dua alternatif, yaitu senang (like) atau tidak senang
(dislike), Sedangkan Profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh
seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian,
kemahiran, dan kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta
memerlukan pendidikan profesi. Menurut DE GEORGE profesi adalah pekerjaan yang
dilakukan sebagai kegiatan pokok untuk menghasilkan nafkah hidup dan yang mengandalkan
suatu keahlian.
Dengan demikian sikap profesionalan keguruan adalah sikap seorang guru dalam
menjalankan pekerjaannya yang mencakup keahlian, kemahiran, dan kecakapan yang
memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi keguruan.
Guru sebagai suatu profesi dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 Pasal 1
ayat (1) tentang guru dan dosen adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik,
mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik
pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan
menengah. Lebih lanjut, Sagala menegaskan bahwa guru yang memenuhi standar adalah guru
yang memenuhi kualifikasi yang dipersyaratkan dan memahami benar apa yang harus
dilakukan, baik ketika di dalam maupun di luar kelas.
Dari pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan, guru yang profesional adalah guru
yang kompeten menjalankan profesi keguruannya dengan kemampuan tinggi. Untuk
memahami beratnya profesi guru karena harus memiliki keahlian ganda berupa keahlian
dalam bidang pendidikan dan keahlian dalam bidang studi yang diajarkan, maka Kellough
mengemukakan profesionalisme guru antara lain sebagai berikut:
1. Menguasai pengetahuan tentang materi pelajaran yang diajarkan.
2. Guru merupakan anggota aktif organisasi profesi guru, membaca jurnal profesional,
melakukan dialog sesama guru, mengembangkan kemahiran metodologi, membina siswa
dan materi pelajaran.
3. Memahami proses belajar dalam arti siswa memahami tujuan belajar, harapan-harapan,
dan prosedur yang terjadi di kelas.
4. Mengetahui cara dan tempat memperoleh pengetahuan.
5. Melaksanakan perilaku sesuai sesuai model yang diinginkan di depan kelas.
6. Memiliki sikap terbuka terhadap perubahan, berani mengambil resiko, dan siap
bertanggung jawab.
7. Mengorganisasikan kelas dan merencanakan pembelajaran secara cermat.
Walaupun segala perilaku guru selalu diperhatikan masyarakat, tetapi yang akan
dibicarakan dalam bagian ini adalah khusus perilaku guru yang berhubungan dengan
profesinya. Hal ini berhubungan dengan pola tingkah laku dalam memahami, menghayati
serta mengamalkan sikap kemampuan dan sikap profesionalnya. Pola tingkah laku guru yang
berhubungan dengan itu akan dibicarakan sesuai dengan sasarannya.
Terdapat tujuh Sikap Keprofesionalan keguruan yaitu :
1. Sikap terhadap peratuan perundang-undangan
Pada butir sembilan Kode Etik Guru Indonesia di sebutkan bahwa : “guru
melaksanakan segala kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan”. Kebijaksanaan
pendidikan dinegara kita dipegang oleh pemerintah, dalam hal ini adalah departemen
pendidikan dan kebudayaan. Dalam rangka pengembangan di bidang pendidikan di
indonesia departemen pendidikan dan kebudayaan mengeluarkan ketentuan-ketentuan dan
peraturan-peraturan yang merupakan kebijaksanaan yang akan dilaksanakan oleh
aparatanya, yang meliputi anatara lain: pembangunan gedung-gedung pendidikan,
pemerataan kesempatan belajar antara lain dengan melalui kewajiban belajar, peningkatan
mutu pendidikan, pembinaan generasi muda dengan meningkatkan kegiatan karang taruna,
dan lain-lain. Kebijaksanaan pemerintah tersebut biasanya akan dituangkan kedalam
bentuk ketentuan-ketentuan pemerintah. Dari ketentuan-ketentuan pemerintah ini
selanjutnya di jabarkan ke dalam program-program umum pendidikan. Guru merupakan
unsure aparatur Negara dan abdi Negara. karena itu, guru mutlak perlu mengetahui
kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan, sehingga dapat
melaksanakan ketentuan-ketentuan yang merupakan kebijaksanaan tersebut.
Berikut ini contoh-contoh sikap professional guru terhadap peraturan perundang-undangan
adalah:
a) Sikap professional guru terhadap kebijaksanaan pemerintah tentang perubahan
kurikulum
Kurikulum di Indonesia sudah berganti beberapa kali demi kemajuan pendidikan
Indonesia. Undang-undang No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan nasional
dalam pasal 1 Butir 9 UUSPN menyatakan bahwa kurikulum adalah seperangkat
rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan
sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar. Rumusan tentang
kurikulum ini mengandung makna bahwa kurikulum meliputi rencana, isi, dan bahan
pelajaran dan cara penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar. kurikulum yang
digunakan saat ini adalah Kurikulum 2013 yang mana sebelumnya adalah Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Pelaksanaan penyusunan kurikulum 2013 adalah
bagian dari melanjutkan pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang
telah dirintis pada tahun 2004 dengan mencakup kompetensi sikap, pengetahuan, dan
keterampilan secara terpadu, sebagaimana amanat UU 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional pada penjelasan pasal 35, di mana kompetensi lulusan merupakan
kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan
sesuai dengan standar nasional yang telah disepakati. Paparan ini merupakan bagian
dari uji publik Kurikulum 2013, yang diharapkan dapat menjaring pendapat dan
masukan dari masyarakat. Undang – Undang No.20 Tahun 2013 menjadi acuan dalam
menentukan Tema Pengembangan Kurikulum 2013 yaitu membentuk 3 aspek yaitu :
1) sikap dengan menimbulkan rasa ingin Tahu Mengapa,
2) pengetahuan yang akan menimbulkan rasa ingin Tahu Apa dan
3) keterampilan yang akan menimbulkan rasa ingin Tahu Bagaimana.
Sikap professional yang harus ditampilkan oleh guru ialah berfikir positif
sebagaimana yang tertung dalam kode etik guru Indonesia bahwa guru melaksanakan
segala kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan. Jadi, guru harus berusaha
mengembangkan kurikulum ini sehingga tujuan awal untuk meningkatkan mutu
pendidikan Indonesia tercapai. Di samping itu, guru juga harus mempelajari beberapa
tentang Kurikulum 2013 seperti model, strategi, pendekatan serta metode yang tepat
untuk kurikulum ini.
b) Sikap guru terhadap program wajib belajar sembilan tahun yang dicanangkan
pemerintah
Pencanangan program wajib belajar Sembilan tahun ini beranjak dari Undang-
Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat 1 yang berbunyi: Tiap-tiap warga Negara berhak
mendapatkan pengajaran. Ayat 2 pasal ini berbunyi : setiap warga Negara wajib
mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. Kemudian, pada
masa reformasi diamandemen dan ditambah ayatnya, yakni: ayat 3 berbunyi
Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional,
yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan Undang-Undang, ayat 4 Negara
memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari
anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja
daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional. Ayat 5
Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi
nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan
umat manusia
Selain itu program ini pun dipertegas kembali dalam UU NOMOR 20 TAHUN 2003
tentang sistem pendidikan nasional Pasal 34 ayat 1 yang mengatakan bahwa Setiap
warga negara yang berusia 6 (enam) tahun dapat mengikuti program wajib belajar. Dan
ayat 3 yang berbunyi: Wajib belajar merupakan tanggung jawab negara yang
diselenggarakan oleh lembaga pendidikan Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan
masyarakat. Pada awal pencanangan Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun,
terlebih dahulu telah dicanangkan oleh pemerintah pada PELITA III tentang Program
Wajib Belajar Pendidikan Dasar 6 Tahun. Dan ternyata dapat memberikan dampak
positif dan hasil yang menggembirakan, terutama pada percepatan pemenuhan kualitas
dasar manusia Indonesia. Salah satu hasil yang paling mencolok dirasakan, bahwa
Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar 6 Tahun tersebut telah mampu
menghantarkan Angka Partisipasi (Murni) Sekolah.
Dalam rangka memperluas kesempatan pendidikan bagi seluruh warga negara dan
juga dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia, Pemerintah
melalui PP No. 28/1990 tentang Pendidikan Dasar menetapkan Program Wajib Belajar
Pendidikan Dasar 9 Tahun. Orientasi dan prioritas kebijakan tersebut, antara lain:
1) penuntasan anak usia 7-12 tahun untuk Sekolah Dasar (SD),
2) penuntasan anak usia 13-15 tahun untuk SLTP, dan
3) pendidikan untuk semua (educational for all).
Guru perlu bersikap dan bertindak positif dalam mensukseskan program wajib
belajar 9 tahun, antara lain dengan cara:
 Memberi dorongan kepada peserta didik dan warga belajar untuk belajar terus
menerus, tidak cukup tamat SD saja dengan alasan yang tidak masuk akal.
 Membantu menyiapkan lingkungan belajar dan alat-alat belajar di rumah untuk
merangsang kemauan belajar anak-anak.
 Mengurangi beban kerja anak-anak, manakala mereka harus membantu
meringankan beban ekonomi orang tuanya.
 Membantu membiayai pendidikannya.
c) Sikap professional guru terhadap peraturan pemerintah tentang berlakunya pembebasan
uang sumbangan pembiayaan pendidikan (SPP)
Sebagaimana yang tertulis di UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan
nasional Pasal 34 ayat 2 berbunyi: Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjamin
terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut
biaya. Ditambah lagi dengan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2010 tentang
perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang pengelolaan dan
penyelenggaraan pendidikan pasal 53a yang berbunyi satuan pendidikan menengah
dan satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh pemerintah atau pemerintah
daerah sesuai dengan kewenangan masing-masing wajib menyediakan bantuan biaya
pendidikan bagi peserta didik berkewarganegaraan Indonesia yang tidak mampu secara
ekonomi dan yang orang tua atau pihak yang membiayai tidak mampu secara ekonomi.
Maka saat ini di beberapa sekolah sudah mulai memberlakukan UU tersebut.
Terhadap UU tersebut, guru sebaiknya menampilkan sikap positif, menerima,
menerapkan dan mengawasi jalannya UU tersebut. Bagi sekolah ataupun guru yang
berkedapatan memungut SPP maka akan diberikan sanksi yang telah diatur.
d) Sikap professional guru terhadap undang-undang standardisasi kompetensi guru.
Kebijaksanaan ini tercantum pada pasal 8 UU Guru dan Dosen yang menjelaskan
tentang Sertifikat Profesi Pendidik. Pasal 8 menyebutkan: ”Guru wajib memiliki
kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta
memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional”.
Sikap guru dalam menanggapi peraturan perundang-undangan ini terbagi menjadi
dua cabang. Ada yang positif mendukung peraturan perundang-undangan tersebut.
Mereka menganggap bahwa pasal ini dapat meningkatkan kompetensi pendidik itu
sendiri, serta berusaha lebih menghargai profesi pendidik. Dengan sertifikasi
diharapkan lebih menghargai profesi guru, dan meningkatkan mutu guru di Indonesia.
Hal ini dilakukan sebagai langkah menjadikan guru sebagai tenaga profesional. Ada
juga yang negatif menolak peraturan perundang-undangan tersebut. Mereka
mengkhawatirkan program sertifikasi ini (yang diselenggarakan oleh LPTK yaitu
Lembaga Pendidikan Tenaga Keguruan) nantinya akan menimbulkan masalah baru di
dunia pendidikan, terutama yang mengarah pada terciptanya lembaga yang menjadi
sarang kolusi dan korupsi baru. Yang pada akhirnya akan memperburuk kondisi
pendidikan bangsa.
Di tengah pro kontra ini, guru sebaiknya mengacu kembali pada kode etik guru
indonesia butir ke-sembilan. Yang mana menganjurkan kepada semua guru agar
bersikap positif terhadap kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan, selama
itu masih bertujuan untuk kemajuan pendidikan Indonesia.
Sikap positif yang dapat ditampilkan berkaitan dengan undang-undang ini adalah
guru berusaha untuk memenuhi standardisasi kompetensi guru yang tertera pada pasal
dalam undang-undang ini. Agar dapat mewujudkan harapan pengadaan sertifikasi ini
yaitu meningkatkan mutu guru. Sedangkan untuk yang kontra, walaupun dituntut harus
bersikap positif namun tidak dilarang untuk melakukan pengawasan terhadap
pelaksanaan undang-undang ini.
e) Sikap professional guru terhadap keputusan diberlakukannya UASBN atau USBN
Pelaksanaan UASBN ini, semuanya memiliki landasan yuridis yang sangat jelas.
Dari mulai Undang – Undang No.20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 58
ayat (2), kemudian Peraturan Pemerintah No.19/2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan pasal 94 ayat (d), lalu ada pula peraturan pemerintah No.39 tentang Ujian
Akhir sekolah Bersandar Nasional (UASBN) dan Pos UASBN 2007/2008.
Bukan hanya itu, masih ada pula Peraturan Pemerintah No.19 tahun 2005 tentang
Standar Pendidikan Nasional, Pasal 94 butir (d) yang menyebutkan bahwa Ujian
Nasional untuk peserta didik SD/MI/SDLB mulai dilaksanakan sejak tiga tahun sejak
ditetapkannya Peraturan Pemerintah ini.
Sikap professional yang harus ditampilkan oleh guru mengacu lagi pada kode etik
butir ke-sembilan. Bahwasanya guru harus bersikap positif terhadap kebijaksanaan
pemerintah dalam bidang pendidikan. Sikap positif atas diberlakukan UASBN adalah
dengan cara membimbing dan memotivasi siswa agar mereka siap dalam menghadapi
UASBN. Akan tetapi guru juga bisa melakukan pengawasan bagi pelaksanaan UASBN.

2. Sikap terhadap organisasi profesi


Ada hubungan timbal antara profesi dengan organisasi, baik dalam melaksanakan
kewajiban maupun dalam mendapatkan hak.Guru secara bersama-sama memelihara dan
meningkatkan mutu organisasi PGRI ataupum MGMP sebagai sarana perjuangan dan
pengabdian. Dasar ini menunjukan kepada kita betapa pentingnya peranan organisasi
profesi sebagai wadah dan sarana pengabdian. PGRI sebagai organisasi profesi
memerlukan pembinaan , agar lebih berdaya guna dan berhasil guna sebagai mana usaha
untuk membawakan misi dan memantapkan profesi guru. keberhasilan usaha tersebut
sangat bergantung kepada kesadaran para anggotanya, rasa tanggung jawab, dan
kewajiban bagi para anggotanya. Organisi PGRI merupakan suatu system dimana unsur
pembentukannya adalah guru-guru. oleh karena itu, guru harus bertindak sesuai dengan
tujuan system.
Setiap anggota harus memberikan sebagian waktunya untuk kepentingan pembinaan
profesinya, dan semua waktu dan tenaga yang diberikan oleh para anggota ini
dikoordinnasikan oleh para pejabat organisasi tersebut, sehingga pemanfaatannya menjadi
efektif dan efisien. Dengan perkataan lain setiap anggota profesi, apakah ia sebagai
pengurus atau anggota biasa, wajib berpartisipasi guna memelihara, membina, dan
meningkatkan mutu organisasi profesi, dalam rangka mewujudkan cita-cita
organisasi.Dalam dasar ke-enam dari Kode Etik di tuliskan, bahwa Guru secara pribadi
dan bersama-sama, mengembangkan, dan meningkatkan mutu dan martabat profesinya.
Dasar ini sangat tegas mewajibkan kepada seluruh anggota profesi guru untuk selalu
meningkatkan mutu dan martabat profesi guru itu sendiri. Siapa lagi, kalau tidak anggota
profesi itu sendiri, yang akan mengangkat martabat suatu profesi serta meningkatkan
mutunya.Untuk meningkatkan mutu suatu profesi, khususnya profesi keguruan, dapat
dilakukan dengan berbagai cara, misalnya dengan melakukan penataran, lokakarya,
pendidikan lanjutan, pendidikan dalam jabatan, studi perbandingan, dan berbagai kegiatan
akademi lainnya. Jadi, kegiatan pembinaan profesi tidak hanya terbatas pada pendidikan
prajabatan atau pendidikan lanjutan di perguruan tinggi saja, melainkan dapat juga
dilakukan setelah yang bersangkutan lulus dari pendidikan prajabatan ataupun sedang
dalam melaksanakan jabatan.
Kalau sekarang kita lihat kebanyakan dari usaha peningkatan mutu profesi diprakarsai
dan dilakukan oleh pemerintah, maka di waktu mendatang diharapkan organisasi
profesilah yang seharusnya merencanakan dan melaksanakannya, sesuai dengan fungsi
dan peranan organisasi itu sendiri.

3. Sikap terhadap teman sejawat


Dalam ayat 7 kode etik guru disebut bahwa “ guru memelihara hubungan seprofesi,
semangat kekeluargaan, dan kesetiakawanan sosial”. ini berarti bahwa:
a. Guru hendaknya menciptakan dan memelihara hubungan sesama guru dalam
lingkungan kerjanya
b. Guru hendaknya menciptakan dan memelihara semangat kekeluargaan dan
kesetiakawanan sosial di dalam dan di luar lingkungan kerjanya.
Dalam hal ini kode etik guru menunjukkan kepada kita betapa pentingnya hubungan
yang harmonis perlu diciptakan dengan mewujudkan perasaan bersaudara yang mendalam
antara sesama anggota profesi. Hubungan sesama anggota profesi dapat dilihat dari dua
segi, yakni hubungan formal dan hubungan kekeluargaan. Hubungan formal ialah
hubungan yang perlu dilakukan dalam rangka melakukan tugas kedinasan. Sedangkan
hubungan kekeluargaan ialah hubungan persaudaraan yang perlu dilakukan, baik dalam
lingkungan kerja maupun dalam hubungan keseluruhan, guna menunjang tercapainya
keberhasilan anggota profesi dalam membawakan misalnya sebagai pendidik bangsa.
Hubungan kekeluargaan berdasarkan lingkungan kerja dan hubungan keseluruhan
adalah berikut ini:
 Hubungan Guru Berdasarkan Lingkungan Kerja
Seperti diketahui, dalam lingkungan sekolah terdapat seorang kepala sekolah dan
beberapa guru ditambah dengan beberapa orang personel sekolah lainnya sesuai dengan
kebutuhan sekolah tersebut. Berhasil tidaknya sekolah membawa misinya akan banyak
bergantung kepada semua manusia yang terlibat didalamnya. Agar setiap personel sekolah
dapat pungsi sebagaimana mestinys, mutlak adanya hubungan yang baik dan harmonis di
antara sesame personel yaitu hubungan baik di antara kepala sekolah dengan guru, guru
dengan guru, dan kepala sekolah dengan semua personal sekolah lainnya. Semua personal
ini harus dapat menciptakan hubungan baik dengan anak didik di sekolah tersebut.
Sikap professional lain yang perlu ditumbuhkan oleh guru adalah sikap ingin bekerja
sama, saling harga menghargai, saling pengertian, dan rasa tanggung jawab. Jika ini sudah
berkembang, akan tumbuh rasa senasip sepenanggungan serta menyadari akan
kepentingan bersama, tidak mementingkan kepentingan diri sendiri dengan mengorbankan
kepentingan orang lain. Karena umumnya dalam linhkungan pergaulan hidup, berapapun
jumlah manusia, pasti terdapat perbedaan-perbedaan pikiran, perasaan, kemauan, sikap,
watak, dan lain sebagainya. Sekalipun demikian hubungan tersebut dapat berjalan lancar,
tenteram, dan harmonis, jika di antara mereka tumbuh sikap saling pengertian dan
tenggang rasa antara satu dengan lainnya.
 Hubungan Guru Berdasarkan Lingkungan Keseluruhan
Misal ambil contoh profesi kedokteran, maka dalam sumpah dokter yang diucapkan
pada upacara pelantikan dokter baru, antara lain terdapat kalimat yang menyatakan bahwa
setiap dokter akan memperlakukan teman sejawatnya sebagai saudara kandung. Dengan
ucapan ini para dokter manganggap profesi mereka sebagai suatu keluarga yang harus
dijunjung tinggi dan dimuliakan.
Ternyata hal ini berbeda dengan hal yang terjadi dilapangan khususnya profesi
keguruan, kita harus mengakui dengan jujur bahwa sejauh ini profesi keguruan masih
memerlukan pembinaan yang sungguh-sungguh. Rasa persaudaraan seperti tersebut, bagi
kita masih perlu ditumbuhkan sehingga kelak dapat kita lihat bahwa hubungan guru
dengan teman sejawatnya berlangsung seperti halnya dengan profesi kedokteran.
Uraian ini dimaksudkan sebagai perbandingan untuk menjadikan bahan dalam
meningkatkan hubungan guru dengan guru sebagai anggota profesi keguruan dalam
hubungan keseluruhan.

4. Sikap terhadap anak didik


Dalam kode etik guru indonesia dengan jelas dituliskan bahwa: Guru berbakti
membimbing peserta didik untuk membentuk manusia indonesia seutuhnya yang berjiwa
pancasila. Dasar ini mengandung beberapa prinsip yang harus dipahami oleh seorang guru
dalam menjalankan tugasnya sehari-hari, yakni : Tujuan Pendidikan Nasional, Prinsip
Membimbing, dan Prinsip Pembentukan Manusia Indonesia seutuhnya. Tujuan pendidikan
Nasional dengan jelas dapat dibaca dalam undang-undang No. 20/2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, yakni membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa
pancasila. Prinsip yang lain adalah membimbing peserta didik, bukan mengajar , atau
mendidik saja. Pengertian membimbing sepeti yang dikemukakan oleh Ki Hajar
Dewantara dalam sistem amongnya. Tiga kalimat padat yang terkenal dari sistem itu
adalah ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, dan tutwuri handayani. Ketiga
kalimat itu mempunyai arti bahwa pendidikan harus dapat memberi contoh, harus dapat
memberikan pengaruh, dan harus dapat mengendalikan peserta didik. Dalam tut wuri
terkandung maksud membiarkan peserta didik menuruti bakat dan kodratnya sementara
guru memperhatikannya. Dalam handayani berarti guru mempengaruhi peserta didik,
dalam arti membimbing atau mengajarnya. Dengan demikian membimbing mengandung
arti bersikap menetukan ke arah pembentukan manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa
Pancasila, dan bukanlah mendikte peserta didik, apalagi memaksanya menurut kehendak
sang pendidik.
Prinsip manusia seutuhnya dalam kode etik ini memandang manusia sebagai kesatuan
yang bulat, utuh, baik jasmani maupan rohani, tidak hanya berilmu tinggi tetapi mampu
bermoral tinggi. Guru dalam mendidik seharusnya tidak hanya mengutamakan
pengetahuan atau perkembangan intelektual saja, tetapi juga harus memperhatikan
perkembangan seluruh pribadi peserta didik, baik jasmani, rohani, sosial maupun yang
lainnya yang sesuai dengan hakikat pendidikan. Ini dimaksudkan agar peserta didik pada
akhirnya akan dapat menjadi manusia yang mampu menghadapi tantangan-tantangan
dalam kehidupannya sebagai insan dewasa. Peserta didik tidak dapat dipandang sebagai
objek semata yang harus patuh kepada kehendak dan kemauan guru.

5. Sikap terhadap tempat kerja


Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa suasana yang baik ditempat kerja akan
meninggalkan produktivitas. Hal ini di sadari dengan sebiak-baiknya oleh setiap guru, dan
guru berkewajiban menciptakan suasana yang demikian dalam lingkungannya. Untuk
menciptakan suasana kerja yang baik ini ada dua hal yang harus diperhatikan, yaitu:
 guru sendiri
Untuk menyukseskan proses pembelajaran guru harus bisa menciptakan suasana kerja
yang baik. Dalam kode etik dituliskan “ Guru menciptakan suasana sekolah sebaik-
baiknya yang menunjang berhasilnya proses belajar mengajar”. oleh sebab itu, guru harus
aktif mengusahakan suasana yang baik itu dengan berbagai cara, baik dengan penggunaan
metode mengajar yang sesuai, maupun dengan penyediaan alat belajar yang cukup, serta
pengaturan organisasi kelas, ataupun pendekatan lainnya yang diperlukan.
 hubungan guru dengan orang tua dan masyarakat sekeliling.
Yang dalam hal ini guru harus mampu menciptakan hubungan yang harmonis antara orang
tua dan masyarakat sekelilingnya. Hal ini dapat diwujudkan dengan cara mengundang
orang tua sewaktu mengambil rapor, mengadakan kegiatan-kegiatan yang melibatkan
masyarakat sekitar, mengikutsertakan persatuan orang tua siswa atau BP3 dalam
membantu ataupun meringankan beban permasalahan yang dimiliki oleh sekolah, terutama
menanggulangi kekurangan fasilitas ataupun dana penunjang kegiatan sekolah.
Keharusan guru membina hubungan dengan orang tua dan masyarakat sekitarnya ini
merupakan isi dari butir ke lima Kode Etik Guru Indonesia.

6. Sikap terhadap pemimpin


Sebagai salah seorang anggota organisasi, baik organisasi guru maupun
organisasi yang lebih besar, guru akan selalu berada dalam bimbingan dan
pengawasan pihak atasan. Dari organisasi guru, ada strata kepemimpinan mulai dari
pegurus cabang, daerah, sampai kepusat. Begitu juga sebagai anggota keluarga besar
DEPDIKBUD (Departement Pendidikan dan Kebudayaan), ada pembagian pengawasan
mulai dari kepala sekolah dan seterusnya sampai kementrian pendidikan dan kebudayaan.

7. Sikap terhadap pekerjaan


Profesi guru berhubungan dengan anak didik, yang secara alami mempunyai
persamaan dan perbedaan. Tugas melayani orang yang beragam sangat memerlukan
kesabaran dan ketelatenan yang tinggi, terutama bila berhubungan dengan peserta didik
yang masih kecil. Barangkali tidak semua orang dikarunia sifat seperti itu, namun bila
seseorang telah memilih untuk memasuki profesi guru, ia dituntut untuk belajar dan
berlaku seperti itu.
Orang yang telah memilih suatu karier tertentu biasanya akan berhasil baik, bila dia
mencintai kariernya dengan sepenuh hati. Artinya, ia akan berbuat apapun agar kariernya
berhasil baik, ia committed dengan pekerjaannya. Ia harus mau dan mampu melaksanakan
tugasnya serta mampu melayani dengan baik pemakai jasa yang membutuhkannya.
Agar dapat memberikan layanan yang memuaskan masyarakat, guru harus selalu
dapat menyesuaikan kemampuan dan pengetahuannya dengan keinginan dan permintaan
masyarakat, dalam hal ini peserta didik dan para orang tuanya. Keinginan dan permintaan
ini selalu berkembang sesuai dengan perkembangan masyarakat yang biasanya
dipengaruhi oleh perkembangan ilmu dan teknologi. Oleh kerenanya, guru selalu dituntut
untuk secara terus-menerus meningkatkan dan mengembangkan pengetahuan,
keterampilan, dan mutu layanannya. Keharusan meningkatkan dan mengembangkan mutu
ini merupakan butir yang keenam dalam Kode Etik Guru Indonesia yang berbunyi: Guru
secara pribadi dan bersama-sama, mengembangkan dan meningkatkan mutu dan martabat
profesinya.
Dalam butir keenam ini dituntut kepada guru, baik secara pribadi maupun secara
kelompok, untuk selalu meningkatkan mutu dan martabat profesinya. Guru sebagaimana
juga dengan profesi lainnya, tidak mungkin dapat meningkatkan mutu dan martabat
profesinya bila guru itu tidak meningkatkan atau menambah pengetahuan dan
keterampilannya, karena ilmu dan pengetahuan yang menunjang profesi itu selalu
berkembang sesuai dengan kemajuan zaman.
Untuk meningkatkan mutu profesi secara sendiri-sendiri, guru dapat melakukannya
secara formal maupun informal. Secara formal, artinya guru mengikuti berbagai
pendidikan lanjutan atau kursus yang sesuai dengan bidang tugas, keinginan, waktu, dan
kemampuannya. Secara informal guru dapat meningkatkan pengetahuan dan
keterampilannya melalui media masa seperti televisi, radio, majalah ilmiah, Koran, dan
sebagainya, ataupun membaca buku teks dan pengetahuan lainnya yang cocok dengan
bidangnya.
Hal tersebut juga dapat dilakukan baik dalam pendidikan prajabatan maupun setelah
bertugas (dalam jabatan), yaitu sebagai berikut :
 Pengembangan Sikap selama Pendidikan Prajabatan
Dalam pendidikan prajabatan calon guru dididik dalam berbagai pengetahuan, sikap,
dan keterampilan yang diperlukan dalam pekerjaannya nanti. Karena tugasnya yang
bersifat unik, guru selalu menjadi panutan bagi siswanya, dan bahkan bagi masyarakat
sekelilingnya. Oleh karena itu, guru bersikap terhadap pekerjaan dan jabatannya selalu
menjadi perhatian siswa dan masyarakat.
Pembentukan sikap yang baik tidak mungkin muncul begitu saja, tetapi harus dibina
sejak calon guru memulai pendidikannya di lembaga pendidikan guru. Berbagai usaha,
latihan, contoh-contoh, aplikasi penerapan ilmu, keterampilan, serta sikap profesional
yang dirancang dan dilaksanakan selama calon guru berada dalam pendidikan prajabatan.
Sering juga pembentukan sikap tertentu terjadi sebagai hasil sampingan (by product) dari
pengetahuan yang diperoleh calon guru. Sikap teliti dan disiplin, misalnya dapat terbentuk
sebagai hasil sampingan dari hasil belajar matematika yang benar, karena belajar
matematika selalu menuntut ketelitian dan kedisiplinan penggunaan aturan dan prosedur
yang telah ditentukan.
Sementara itu tentu saja pembentukan sikap dapat diberikan dengan memberikan
pengetahuan, pemahaman, dan penghayatan khusus yang direncanakan, sebagaimana
halnya mempelajari Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) yang diberikan
kepada seluruh siswa sejak dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi.
 Pengembangan Sikap Selama dalam Jabatan
Pengembangan sikap profesional tidak berhenti apabila calon guru selesai
mendapatkan pendidikan prajabatan. Banyak usaha yang dapat dilakukan dalam rangka
peningkatan sikap profesional keguruan dalam masa pengabdiannya sebagai guru. Seperti
telah disebut, peningkatan ini dapat dilakukan dengan cara formal melalui kegiatan
mengikuti penataran lokakarya, seminar, atau kegiatan ilmiah lainnya, ataupun secara
informal melalui media massa televisi, radio, koran, dan majalah maupun publikasi
lainnya. Kegiatan ini selain dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan, sekaligus
dapat juga meningkatkan sikap profesional keguruan.
Memperhatikan kualitas guru di Indonesia memang jauh berbeda dengan dengan
guru-guru yang ada di Amerika Serikat atau Inggris. Di Amerika Serikat
pengembangan profesional guru harus memenuhi standar sebagaimana yang
dikemukakan Stiles dan Horsley (1998) dan NRC (1996) bahwa ada empat standar
pengembangan profesi guru yaitu:
I. Standar pengembangan profesi A adalah pengembangan profesi untuk para guru
sains memerlukan pembelajaran isi sains yang diperlukan melalui perspektif-
perspektif dan metode-metode inquiri. Para guru dalam sketsa ini melalui sebuah
proses observasi fenomena alam, membuat penjelasan- penjelasan dan menguji
penjelasan-penjelasan tersebut berdasarkan fenomena alam.
II. Standar pengembangan profesi B adalah pengembangan profesi untuk guru sains
memerlukan pengintegrasian pengetahuan sains, pembelajaran, pendidikan, dan
siswa, juga menerapkan pengetahuan tersebut ke pengajaran sains. Pada guru
yang efektif tidak hanya tahu sains namun mereka juga tahu bagaimana
mengajarkannya. Guru yang efektif dapat memahami bagaimana siswa
mempelajari konsep-konsep yang penting, konsep-konsep apa yang mampu
dipahami siswa pada tahap-tahap pengembangan, profesi yang berbeda, dan
pengalaman, contoh dan representasi apa yang bisa membantu siswa belajar.
III. Standar pengembangan profesi C adalah pengembangan profesi untuk para guru sains
memerlukan pembentukan pemahaman dan kemampuan untuk pembelajaran
sepanjang masa. Guru yang baik biasanya tahu bahwa dengan memilih profesi
guru, mereka telah berkomitmen untuk belajar sepanjang masa. Pengetahuan
baru selalu dihasilkan sehingga guru berkesempatan terus untuk belajar.
IV. Standar pengembangan profesi D adalah program-program profesi untuk guru
sains harus koheren (berkaitan) dan terpadu. Standar ini dimaksudkan untuk
menangkal kecenderungan kesempatan-kesempatan pengembangan profesi
terfragmentasi dan tidak berkelanjutan.Apabila guru di Indonesia telah memenuhi
standar profesional guru sebagaimana yang berlaku di Amerika Serikat maka
kualitas Sumber Daya Manusia Indonesia semakin baik
DAFTAR PUSTAKA
Mujtahid. 2009. Pengembangan Profesi Guru. (Malang: UIN-Malang Press (Anggota
IKAPI), hlm, 48
Saifuddin, Azwar. 2000. Sikap Manusia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
http://seldiorcc.blogspot.co.id/2011/09/sikap-profesi-guru-terhadap-peraturan.html.
[DIAKSES PADA 9 APRIL 2017]
https://krnsnz.wordpress.com/2016/04/07/kurikulum-2013-kurtilas/.
[DIAKSES PADA 9 APRIL 2017]
http://www.kompasiana.com/asronyfaslah/pencapaian-program-wajib-belajar-9-
tahun_55008159a33311240d50f8d1.[DIAKSES PADA 9 APRIL 2017]

Anda mungkin juga menyukai