RETARDASI MENTAL
Disusun oleh:
Raudatul Agustina
G1A219032
UNIVERSITAS JAMBI
2020
PENDAHULUAN
Setiap anak diharapkan tumbuh dan berkembang secaraoptimal baik fisik, mental,
maupun sosial sesuai dengan bertambahnya usia. Tercapainya tumbuh kembang yang optimal
tersebut tergantung pada potensi biologiknya, yang merupakan hasil interaksi berbagai faktor
yang saling berkaitan yaitu faktor genetik, lingkungan, bio-psiko-sosial dan perilaku .Istilah anak
berkelainan mental dalam beberapa referensi disebut dengan retardasi mental.
Menurut World Health Organization (WHO 1990), retardasi mental adalah kemampuan
mental yang tidak mencukupi. Sedangkan definisi yang dikemukakan oleh Diagnostic and
Statistical Manual of Mental Disorders IV (DSM,1994), retardasi mental merupakan gangguan
yang ditandai oleh fungsi intelektual yang berfungsi secara bermakna dibawah rata-rata
(Intelligence Quotient (IQ) kira-kira 70 atau lebih rendah) yang bermula sebelum usia 18 tahun
disertai defisit atau hendaya fungsi adaptif.
WHO memperkirakan jumlah anak dengan disabilitas adalah sekitar 7-10% dari total
populasi anak. Amerika 3% dari penduduknya mengalami keterbelakangan mental, sedangkan di
negara Belanda sekitar 2,6% dan di Asia penyandang retardasi mental sekitar ± 3%. Di
Indonesia, menurut data Badan Pusat Statistik Nasional tahun 2007, terdapat 8,3 juta jiwa anak
dengan disabilitas dari total populasi anak diIndonesia (82.840.600 jiwa anak), atau sekitar 10%.
Berdasarkan Pendataan Program Perlindungan Sosial (PPLS) tahun 2011, retardasi mental
30.460 anak dan mantan penderita gangguan jiwa 2.257 anak (Kemenkes, 2014). Anak dengan
retardasi mental cenderung tergantung pada orang lain, yang dapat dilihat dalam aktivitas sehari-
harinya seperti kegiatan makan dan minum yang masih memerlukan bantuan dari orang lain,
sehingga anak sulit untuk memenuhi kebutuhan makan dan minumnya sendirikhususnya dalam
hal merawat diri sehingga mereka perlu diajarkan/dilatih secara khusus dalam bentuk bimbingan
dan latihan (Rahmawati et al., 2012, Somantri, 2012).
DEFINISI
Keterbelakangan mental atau lazim disebut retardasi mental (RM) adalah suatu keadaan
dengan intelegensia yang kurang (subnormal) sejak masa perkembangan (sejaklahir atau sejak
masa anak-anak). Biasanya terdapat perkembangan mental yang kurang secara keseluruhan,
tetapi gejala utama ialah intelegensi yang terbelakang. Retardasi mental disebut juga oligofrenia
(oligo = kurang atau sedikit danfren = jiwa) atau tunamental. Keadaan tersebut ditandai dengan
fungsi kecerdasan umum yang berada dibawah rata-rata dan disertai dengan berkurangnya
kemampuan untuk menyesuaikan diri atau berprilaku adaptif.
Menurut Diagnostic and Scientific Manual IV-TR (DSM IV-TR) adalah sama dengan
definisi AAMR tetapi ditambahkan batas derajat IQ 70.
DIAGNOSIS
1. Fungsi intelektual dibawah rata – rata (IQ 70 atau kurang) yang telah diperiksa secara
individual.
2. Kekurangan atau gangguan dalam perilaku adaptif (sama dengan kekurangan individu
untuk memenuhi tuntutan standar perilaku sesuai dengan usianya darilingkungan
budayanya) dalam sedikitnya 2 hal, yaitu komunikasi, self-care,kehidupan rumah-
tangga, ketrampilan sosial/interpersonal, menggunakan sarana komunitas,
mengarahkan diri sendiri, ketrampilan akademis fungsional, pekerjaan, waktu
senggang, kesehatan dan keamanan.
3. Awitan terjadi sebelum usia 18 tahun.
Fungsi intelektual dapat diketahui dengan tes fungsi kecerdasan dan hasilnyadinyatakan
sebagai suatu taraf kecerdasan atau IQ. Dapat dihitung dengan :
IQ = MA/CA x 100%
- MA = Mental Age, umur mental yang didapat dari hasil tes
- CA = Chronological Age, umur yang didapat berdasarkan perhitungan tanggal lahir
a. Riwayat Penyakit
Riwayat penyakit paling sering didapatkan dari orang tua atau pengasuh,dengan
perhatian khusus pada kehamilan ibu, persalinan, dan kelahiran.Terdapat riwayat
keluarga retardasi mental, hubungan darah pada orangtua, dangangguan herediter. Juga
dapat menilai latar belakang sosiokultural pasien,iklim emosional di rumah, dan fungsi
intelektual pasien.
b. Wawancara Psikiatrik
Dua faktor yang sangat penting saat jika mewawancarai pasien adalahsikap
pewawancara dan cara berkomunikasi dengan pasien. Kemampuan verbalpasien,
termasuk bahasa reseptif dan ekspresif, harus dinilai sesegera mungkindengan
mengobservasi komunikasi verbal dan nonverbal antara pengasuh danpasien dan dari
riwayat penyakit. Sangat membantu jika memeriksa pasien dan pengasuhnya bersama-
sama. Jika pasien menggunakan bahasa isyarat, pengasuh dapat sebagai penerjemah.
c. Pemeriksaan Fisik
Berbagai bagian tubuh memiliki karakteristik tertentu yang sering ditemukan pada
orang retardasi mental dan memiliki penyebab prenatal.Sebagai contoh, konfigurasi dan
ukuran kepala memberikan petunjuk terhadap berbagai kondisi seperti mikrosefali,
hidrosefalus, dan sindroma Down. Wajahpasien mungkin memiliki beberapa stigmata
retardasi mental yang sangat mempermudah diagnosis. Tanda fasial tersebut adalah
hipertelorisme, tulang hidung yang datar, alis mata yang menonjol, lipatan epikantus,
opasitas kornea, perubahan retina yag letaknya rendah atau bentuknya aneh, lidah yang
menonjol, dan gangguan gigi geligi. Lingkaran kepala harus diukur sebagai bagian dari
pemeriksaan klinis. Warna dan tekstur kulit dan rambut, palatum dengan lengkung yang
tinggi, ukuran kelenjar tiroid, dan ukuran anak danbatang tubuh dan ekstremitasnya
adalah bidang lain yang digali.
d. Pemeriksaan Neurologis
Gangguan sensorik sering terjadi pada orang retardasi mental, sebagai contoh
sampai 10 persen orang retardasi mental mengalami gangguan pendengaran empat kali
lebih tinggi dibandingkan orang normal. Gangguan sensorik dapat berupa gangguan
pendengaran dan gangguan visual. Gangguan pendengaran terentang dari ketulian
kortikal sampai deficit pendengaran yangringan. Gangguan visual dapat terentang dari
kebutaan sampai gangguan konsep ruang, pengenalan rancangan, dan konsep citra tubuh.
Gangguan dalam bidang motorik dimanifestasikan oleh kelainan pada tonus otot
(spastisitas atau hipotonia), refleks (hiperefleksia), dan gerakan involunter
(koreoatetosis). Derajat kecacatan lebih kecil ditemukan dalam kelambanan dan
koordinasi yang buruk.
e. Tes Laboratorium
Tes laboratorium yang digunakan pada kasus retardasi mental adalah pemeriksaan
urin dan darah untuk mencari gangguan metabolik. Penentuan kariotipe dalam
laboratorium genetic diindikasikan bila dicurigai adanya gangguan kromosom.
Amniosintesis, di mana sejumlah kecil cairan amniotic diambil dariruang amnion secara
transabdominal antara usia kehamilan 14 dan 16 minggu,telah berguna dalam diagnosis
berbagai kelainan kromosom bayi, terutama Sindroma Down. Amniosintesis dianjukan
untuk semua wanita hamil berusia diatas 35 tahun.
Pengambilan sampel vili korionik (CVS; chorionic villi sampling) adalah teknik
skrining yang baru untuk menentukan kelainan janin. Cara ini dilakukan pada usia
kehamilan 8 dan 10 minggu. Hasilnya tersedia dalam waktu singkat (beberapa jam atau
hari), dan jika kehamilan adalah abnormal, keputusan untuk mengakhiri kehamilan dapat
dilakukan dalam trimester pertama. Prosedur memiliki resiko keguguran antara 2 dan 5
persen.
f. Pemeriksaan Psikologis
Tes psikologis, dilakukan oleh ahli psikologis yang berpengalaman,adalah bagian
standar dari pemeriksaan untuk retardasi mental. Pemeriksaan psikologis dilakukan untuk
menilai kemampuan perceptual, motorik, linguistik,dan kognititf. Informasi tentang
factor motivasional, emosional, dan interpersonal juga penting.
KLASIFIKASI
IQ biasanya berada dalam rentang 35 – 49. Umumnya ada profil kesenjangan dari
kemampuan, beberapa dapat mencapai tingkat yang lebih tinggi dalam ketrampilan
visuo-spasial daripada tugas – tugas yang tergantung pada bahasa, sedangkan yang
lainnya sangat canggung namun dapat mengadakan interaksi sosial dan percakapan
sederhana.Tingkat perkembangan bahasa bervariasi, ada yang dapat mengikuti
percakapan sederhana, sedangkan yang lain hanya dapat berkomunikasi seadanya untuk
kebutuhan dasar mereka.
IQ biasanya berada dalam rentang 20 – 34. Pada umumnya mirip dengan retardasi
mental sedang dalam hal :
- Gambaran klinis.
Kategori ini hanya digunakan bila penilaian dari tingkat retardasi mental
denganmemakai prosedur biasa sangat sulit atau tidak mungkin dilakukan karena adanya
gangguan sensorik atau fisik, misalnya buta, bisu, tuli dan penderita yang perilakunya
terganggu berat atau fisiknya tidak mampu.
Jelas terdapat retardasi mental, tetapi tidak ada informasi yang cukup untuk
menggolongkannya dalam salah satu kategori tersebut diatas.