Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

KEBUTUHAN OKSIGENASI

Nama : Margaretha Dwi Novijayanti Widjo


Nim : PO.62.20.1.19.415

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PALANGKA RAYA


PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN REGULER V
2021
A. PENGERTIAN
Oksigenasi merupakan proses penambahan O2 ke dalam system (kimia
atau fisika). Oksigen merupakan gas tidak berwarna dan tidak berbau yang
sangat dibutuhkan dalam proses metabolisme sel. Pemberian O2 Binasal
merupakan pemberian oksigen melalui hidung dengan kanula ganda.
Oksigenasi adalah memberikan aliran gas oksigen (O2) lebih dari 21 %
pada tekanan 1 atmosfir sehingga konsentrasi oksigen meningkat dalam tubuh.
Oksigenasi juga dapat diartikan sebagai kegiatan memasukkan zat asam (O2) ke
dalam paru dengan alat khusus.
Tujuan pemberian oksigenasi:
1. Untuk mempertahankan oksigen yang adekuat pada jaringan
2. Untuk menurunkan kerja paru-paru
3. Untuk menurunkan kerja jantung
Terapi oksigen merupakan salah satu terapi pernafasan dalam
mempertahankan oksigenasi. Tujuan dari terapi oksigen adalah untuk
memberikan transpor oksigen yang adekuat dalam darah sambil menurunkan
upaya bernafas dan mengurangi stress pada miokardium. Beberapa metode
pemberian oksigen:
a. Low flow oxygen system
Hanya menyediakan sebagian dari udara inspirasi total pasien. Pada
umumnya sistem ini lebih nyaman untuk pasien tetapi pemberiannya
bervariasi menurut pola pernafasan pasien.
b. High flow oxygen system
Menyediakan udara inspirasi total untuk pasien. Pemberian oksigen
dilakukan dengan konsisten, teratur, teliti dan tidak bervariasi dengan
pola pernafasan pasien.
NILAI-NILAI NORMAL

Parameter Nilai normal

Tidal Volume (TV) 500 cc


Volume Cadangan Inspirasi (VCI) 3000 ml
Volume Cadangan Ekspirasi (VCE) 1100 ml
Volume Residu 1200 ml
Kapasitas Inspirasi (KI) 3500 ml
Kapasitas Residu Fungsional (KRF) 2300 ml
Kapasitas Vital 4600 ml
Kapasitas Total Paru 5800 ml
B. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEBUTUHAN
OKSIGENASI
Faktor-faktor yang mempengaruhi oksigenasi adalah :
1. Tahap Perkembangan
Saat lahir terjadi perubahan respirasi yang besar yaitu paru-paru yang
sebelumnya berisi cairan menjadi berisi udara. Bayi memiliki dada yang
kecil dan jalan nafas yang pendek. Bentuk dada bulat pada waktu bayi dan
masa kanak-kanak, diameter dari depan ke belakang berkurang dengan
proporsi terhadap diameter transversal. Pada orang dewasa thorak
diasumsikan berbentuk oval. Pada lanjut usia juga terjadi perubahan pada
bentuk thorak dan pola napas

2. Lingkungan
Ketinggian, panas, dingin dan polusi mempengaruhi oksigenasi.
Makin tinggi daratan, makin rendah PaO2, sehingga makin sedikit O2 yang
dapat dihirup individu. Sebagai akibatnya individu pada daerah ketinggian
memiliki laju pernapasan dan jantung yang meningkat, juga kedalaman
pernapasan yang meningkat.
3. Gaya Hidup
Aktifitas dan latihan fisik meningkatkan laju dan kedalaman
pernapasan dan denyut jantung, demikian juga suplay oksigen dalam tubuh.
Merokok dan pekerjaan tertentu pada tempat yang berdebu dapat menjadi
predisposisi penyakit paru.
4. Status Kesehatan
Pada orang yang sehat sistem kardiovaskuler dan pernapasan dapat
menyediakan oksigen yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Akan
tetapi penyakit pada sistem kardiovaskuler kadang berakibat pada
terganggunya pengiriman oksigen ke sel-sel tubuh. Selain itu penyakit-
penyakit pada sistem pernapasan dapat mempunyai efek sebaliknya terhadap
oksigen darah. Salah satu contoh kondisi kardiovaskuler yang
mempengaruhi oksigen adalah anemia, karena hemoglobin berfungsi
membawa oksigen dan karbondioksida maka anemia dapat mempengaruhi
transportasi gas-gas tersebut ke dan dari sel.
5. Narkotika
Narkotika seperti morfin dan dapat menurunkan laju dan kedalam
pernapasan ketika depresi pusat pernapasan dimedula. Oleh karena itu bila
memberikan obat-obat narkotik analgetik, perawat harus memantau laju dan
kedalaman pernapasan.
6. Perubahan/gangguan pada fungsi pernapasan
Fungsi pernapasan dapat terganggu oleh kondisi-kondisi yang dapat
mempengarhi pernapasan yaitu :
a. Pergerakan udara ke dalam atau keluar paru
b. Difusi oksigen dan karbondioksida antara alveoli dan kapiler paru
c. Transpor oksigen dan transpor dioksida melalui darah ke dan dari sel
jaringan.
Gangguan pada respirasi yaitu hipoksia, perubahan pola napas dan obstruksi
sebagian jalan napas. Hipoksia yaitu suatu kondisi ketika ketidakcukupan
oksigen di dalam tubuh yang diinspirasi sampai jaringan. Sianosis dapat
ditandai dengan warna kebiruan pada kulit, dasar kuku dan membran
mukosa yang disebabkan oleh kekurangan kadar oksigen dalam hemoglobin.
Oksigenasi yang adekuat sangat penting untuk fungsi serebral. Korteks
serebral dapat mentoleransi hipoksia hanya selama 3 - 5 menit sebelum
terjadi kerusakan permanen. Wajah orang hipoksia akut biasanya terlihat
cemas, lelah dan pucat.
7. Perubahan pola nafas
Pernapasan yang normal dilakukan tanpa usaha dan pernapasan ini
sama jaraknya dan sedikit perbedaan kedalamannya. Bernapas yang sulit
disebut dyspnoe (sesak). Kadang-kadang terdapat napas cuping hidung
karena usaha inspirasi yang meningkat, denyut jantung meningkat.
Orthopneo yaitu ketidakmampuan untuk bernapas kecuali pada posisi duduk
dan berdiri seperti pada penderita asma.
8. Obstruksi jalan napas
Obstruksi jalan napas lengkap atau sebagaian dapat terjadi di
sepanjang saluran pernapasan di sebelah atas atau bawah. Mempertahankan
jalan napas yang terbuka merupakan intervensi keperawatan yang kadang-
kadang membutuhkan tindakan yang tepat. Onbstruksi sebagian jalan napas
ditandai dengan adanya suara mengorok selama inhalasi (inspirasi).

C. MASALAH YANG BERHUBUNGAN DENGAN FUNGSI RESPIRASI


1.  Hypoxia
Merupakan kondisi ketidakcukupan oksigen dalam tubuh, dari gas yang
diinspirasi ke jaringan.
Penyebab terjadinya hipoksia :
a. gangguan pernafasan
b. gangguan peredaran darah
c. gangguan sistem metabolism
d. gangguan permeabilitas jaringan untuk mengikat oksigen (nekrose).
2. Hyperventilasi
Jumlah udara dalam paru berlebihan. Sering disebut hyperventilasi elveoli,
sebab jumlah udara dalam alveoli melebihi kebutuhan tubuh, yang berarti
bahwa CO2 yang dieliminasi lebih dari yang diproduksi → menyebabkan
peningkatan rata – rata dan kedalaman pernafasan.
Tanda dan gejala :
a. pusing
b. nyeri kepala
c. henti jantung
d. koma
e. Ketidakseimbangan elektrolit
3. Hypoventilasi
Ketidak cukupan ventilasi alveoli (ventilasi tidak mencukupi kebutuhan
tubuh), sehingga CO2 dipertahankan dalam aliran darah. Hypoventilasi dapat
terjadi sebagai akibat dari kollaps alveoli, obstruksi jalan nafas, atau efek
samping dari beberapa obat.
Tanda dan gejala:
a. napas pendek
b. nyeri dada
c. sakit kepala ringan
d. pusing dan penglihatan kabur
4. Cheyne Stokes
Bertambah dan berkurangnya ritme respirasi, dari perafasan yang sangat
dalam, lambat dan akhirnya diikuti periode apnea, gagal jantung kongestif,
dan overdosis obat. Terjadi dalam keadaan dalam fisiologis maupun
pathologis.
Fisiologis :
a. orang yang berada ketinggian 12000-15000 kaki
b. pada anak-anak yang sedang tidur
c. pada orang yang secara sadar melakukan hyperventilasi
Pathologis :
a. gagal jantung
b. pada pasien uraemi ( kadar ureum dalam darah lebih dari 40mg%)
5. Kussmaul’s ( hyperventilasi)
Peningkatan kecepatan dan kedalaman nafas biasanya lebih dari 20 x per
menit. Dijumpai pada asidosisi metabolik, dan gagal ginjal.
6. Apneu
Henti nafas , pada gangguan sistem saraf pusat
7. Biot’s
Nafas dangkal, mungkin dijumpai pada orang sehat dan klien dengan
gangguan sistem saraf pusat. Normalnya bernafas hanya membutuhkan
sedikit usaha. Kesulitan bernafas disebut dyspnea.
D. PEMERIKSAAN DIAGNOSIS PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN
SISTEM PERNAPASAN.
1. Metode Morfologis
a. Radiologi
Parenkim paru yang berisi udara memberikan resistensi yang kecil
terhadap jalannya sinar X sehingga memberi bayangan yang sangat
memancar. Bagian padat udara akan memberikan udara bayangan yang
lebih padat karena sulit ditembus sinar X. benda yang padat member
kesan warna lebih putih dari bagian berbentuk udara.
b. Bronkoskopi
Merupakan teknik yang memungkinkan visualisasi langsung trachea dan
cabang utamanya. Biasanya digunakan untuk memastikan karsinoma
bronkogenik, atau untuk membuang benda asing. Setelah tindakan ini
pasien tidak bolelh makan atau minum selama 2 -3 jam sampai tikmbul
reflex muntah. Jika tidak, pasien mungki9n akan mengalami aspirasi ke
dalam cabanga trakeobronkeal.
c. Pemeriksaan Biopsi
Manfaat biopsy paru –paru terutama berkaitan dengan penyakit paru
yang bersifat menyebar yang tidak dapat didiagnosis dengan cara lain.
d. Pemerikasaan Sputum
Bersifat mikroskopik dan penting untuk mendiagnosis etiologi berbagai
penyakit pernapasan. Dapat digunakan untuk menjelaskan organisme
penyebab penyakit berbagai pneumonia, bacterial, tuberkulosa, serta
jamur. Pemeriksaan sitologi eksploitatif pada sputum membantu proses
diagnosis karsinoma paru. Waktu yang baik untuk pengumpulan sputum
adalah pagi hari bangun tidur karena sekresi abnormal bronkus
cenderung berkumpul waktu tidur.

2. Metode Fisiologis
Tes fungsi paru menggunakan spirometer akan menghasilkan:
a. Volume Alun Napas (Tidal Volume – TV), yaitu volume udara yang
keluar masuk paru pada keadaan istirahat (±500ml).
b. Volume Cadangan Inspirasi (Inspiration Reserve Volume – IRV), yaitu
volume udara yang masih dapat masuk paru pada inspirasi maksimal
setelah inspirasi secara biasa. L = ±3300 ml, P = ±1900 ml.
c. Volume Cadangan Ekspirasi (Ekspirasi Reserve Volume – ERV), yaitu
jumlah udara yang dapat dikeluarkan secara aktif dari paru melalui
kontraksi otot ekspirasi setelah ekspirasi biasa. L = ± 1000 ml, P = ± 700
ml.
d. Volume Residu (Residu Volume – RV), yaitu udara yang masih tersisa
dlam paru setelah ekpsirasi maksimal. L = ± 1200 ml, P = ±1100 ml.
Kapasitas pulmonal sebagai hasil penjumnlahan dua jenis volume atau
lebih dalam satu kesatuan.
e. Kapasitas Inspirasi (Inspiration Capacity – IC), yaitu jumlah udara yang
dapat dimasukkan ke dalam paru setelah akhir ekspirasi biasa (IC = IRV
+ TV)
f.  Kapasitas Residu Fungsional (Fungtional Residual Capacity – FRC),
yaitu jumlah udara paru pada akhir respirasi biasa (FRC = ERV + RV)
g. Kapasitas Vital (Vital Capacity – VC), yaitu volume udara maksimal
yang dapat masuk dan keluar paru selama satu siklus pernapasan yaitu
setelah inspirasi dan ekspirasi maksimal (VC = IRV + TV + ERV)
Kapasitas Paru – paru Total (Total Lung Capacity – TLC), yaitu jumalh
udara maksimal yang masih ada di paru – paru (TLC = VC + RV). L = ±
6000 ml, P = ± 4200 ml.
h. Ruang Rugi (Anatomical Dead Space), yaitu area dis epanjang saluran
napas yangvtidak terlibat proses pertukaran gas (±150 ml). L = ± 500 ml.
i. Frekuensi napas (f), yaitu jumalh pernapsan yang dilakukan permenit
(±15 x/menit). Secara umum, volume dan kapasitas paru akan menurun
bila seseorang berbaring dan meningkat saat berdiri. Menurun karena isi
perut menekan ke atas atau ke diafragma, sedangkan volume udara paru
menungkat sehingga ruangan yang diisi udara berkurang.
j. Analisis Gas Darah (Analysis Blood Gasses – ABGs). Sampel darah
yang digunakan adalah arteri radialis (mudah diambil).

E. MANIFESTASI KLINIS
1. Bunyi nafas tambahan ( misalnya ronki basah halus, ronki basah kasar)
Ronchi (Rales) Adalah suara tambahan yang dihasilkan oleh aliran udara
melalui saluran nafas yang berisi sekret/ eksudat atau akibat
saluran nafas yang menyempit atau oleh oedema saluran nafas. Ada dua
jenis ronchi yaitu ronchi basah (moist rales) dan ronchi kering (dry rales).
2. Sianosis
Sianosis adalah kondisi ketika jari tangan, kuku, dan bibir tampak berwarna
kebiruan karena kurangnya oksigen dalam darah. Sianosis umumnya disebabkan
oleh suatu kondisi atau penyakit yang memerlukan penanganan segera dari dokter.
Salah satu penyebab tubuh mengalami sianosis adalah paparan suhu dingin
yang membuat suhu tubuh menurun atau hipotermia. Udara dingin bisa membuat
pembuluh darah dalam tubuh menyempit, sehingga kadar oksigen yang dialirkan ke
seluruh tubuh menjadi berkurang
3. Ortopnea
Orthopnea adalah suatu gejala kesulitan bernapas yang terjadi
ketika seseorang berbaring telentang. Biasanya, ketika berbaring Anda
akan susah bernapas hingga batuk dan suara mengi muncul. Gejala
sulit bernapas akan langsung membaik ketika berubah posisi menjadi
duduk ataupun berdiri.
4. Sputum
Kultur dahak (sputum) adalah pemeriksaan dahak untuk mendeteksi adanya
bakteri penyebab infeksi saluran pernafasan, terutama infeksi paru-paru
(pneumonia). Dahak merupakan cairan yang diproduksi oleh saluran pernafasan,
dan dikeluarkan dari saluran pernafasan saat batuk.

F. FOKUS PENGKAJIAN
1. Riwayat Keperawatan
a. Masalah pernafasan yang pernah dialami.
 Pernah mengalami perubahan pola perrnafasan
 Pernah mengalami batuk dengan sputum
 Pernah mengalami nyeri dada
 Aktivitas apa saja yang menyebabkan terjadinya gejala2 diatas
b. Riwayat penyakit pernafasan
 Apakah sering mengalami ISPA, alergi, batuk, asma, TBC
 Bagaimana frekuensi setiap kejadian
c. Gaya Hidup
 Merokok, keluarga perokok, lingkungan kerja dengan perokok

2. Pemeriksaan Fisik
a. Mata: konjungtiva pucat (karena anemis), konjungtiva sianosis (karena
hipoksia)
b. Kulit: sianosis perifer, penurunan turgor
c. Mulut dan bibir: membrane mukosa sianosis, bernafas dengan
mengerutkan mulut
d. Dada
 Retraksi otot bantu pernafasan (karena peningkatan aktivitas
pernafasan, dispnea, atau obstruksi jalan pernafsan)
 Pergerakan tidak simetris antara dada kiri dan dada kanan
 Traktil fremitus, thrills (getaran pada dada karena udara/suara
melewati saluran/rongga pernafasan)
 Suara nafas normal (vesikuler, bronchovesikuler, bronchial)
 Suara nafas tidak normal
 Bunyi perkusi ( resonansi
e. Pola pernafasan
 pernafasan normal
 pernafasan cepat
 pernafasan lambat
G. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang lazim terjadi pada pasien dengan gangguan
pemenuhan kebutuhan oksigenasi diantaranya adalah :
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi jalan nafas
ditandai dengan spasme jalan nafas, sekresi tertahan, penumpukan sekret/
banyaknya mukus, adanya benda asing dijalan nafas.
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi, hipoventilasi,
Kelelahan
3. Gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi ventilasi,
perubahan membran kapiler alveolar.

H. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi jalan nafas
ditandai dengan spasme jalan nafas, sekresi tertahan, penumpukan sekret,
adanya benda asing dijalan nafas.
 Definisi : Ketidakmampuan membersihkan sekret atau obstruksi
jalan nafas untuk mempertahankan jalan nafas tetap paten.
 Gejala dan tanda mayor :

 Batuk tidak efektif atau tidak mampu


batuk

 Sputum berlebih/obstruksi dijalan


nafas/mekonium di jalan nafas (pada
neonatus)
 Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan masalah
bersihan jalan nafas tidak efektif teratasi, dengan
 Kriteria hasil: mendemonstrasikan batuk efektif, dan suara nafas
bersih, tidak ada sianosis dan dispnea, menunjukan jalan nafas yang
paten.
 Intervensi:

 Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi misal:


semifowler.

 Lakukan fisioterapi dada jika perlu


 Keluarkan sekret dengan batuk atau suction

 Auskultasi suara nafas dan  catat adanya suara nafas


tambahan misal ronkhi

 Berikan bronkodilator bila perlu

 Kolaborasi dalam pemberian terapi 02.

2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi, hipoventilasi,


kelelahan.
 Definisi : Inspirasi dan/atau ekspirasi yang tidak memberikan
ventilasi adekuat.
 Gejala dan tanda mayor :

 Pola nafas abnormal (mis. Takipnea,


Bradipnea,
hiperventilasi,Kussmaul,Cheyne-
Stokes)
 Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pasien
menunjukan  keefektifan pola nafas , dengan
 Kriteria hasil: Suara nafas bersih, tidak ada siaonsis, dispnea,
menunjukan jalan nafas yang paten (tidak merasa tercekik, irama
nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara
nafas abnormal) dan TTV dalam rentang normal
 Intervensi:

 Monitor vital sign


 Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
 Lakukan fisioterapi dada jika perlu
 Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
 Auskultasi suara nafas dan  catat adanya suara nafas
tambahan
 Pertahankan jalan nafas yang paten
 Observasi adanya tanda-tanda hipoventilasi
 Berikan bronkodilator bila perlu
 Kolaborasi dalam pemberian terapi 02
3. Gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi ventilasi,
perubahan membran kapiler alveolar.
 Definisi: Kelebihan atau kekurangan oksigenasi dan atau eliminasi
karbondioksida pada membran alveolus-kapiler.
 Gejala dan tanda minor :

 Sianosis

 Warna kulit abnormal (mis.


Pucat,kebiruan)

 Kesadaran menurun

 Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan masalah


keperawatan gangguan pertukaran gas teratasi dengan
 Kriteria hasil: mendemonstrasikan peningkatan ventilasi dan
oksigenasi yang adekuat, suara nafas bersih, tidak ada sianosis dan
dispneu, TTV dalam rentang normal
 Intervensi:

 Beri posisi ventilasi maksimal.


 Keluarkan sekret dengan batuk atau section
 Auskultasi suara nafas, dan catat adanya suara nafas
tambahan
 Monotor pola nafas bradipnea, takipnea,
 Monitor TTV, AGD
 Observasi sianosis
 Kolaborasi bronkodilator, nebulezer, dan terapi oksigenasi
Faktor Lingkungan
(udara,bakteri,virus,jamur) masuk
melalui saluran nafas atas

Terjadi infeksi dan proses


peradangan

Hipersekresi Kontraksi otot-otot polos


kelenjar mukosa saluran pernafasan

Akumulasi secret
Penyempitan saluran
berlebih
pernafasan

Sekret mengental
dijalan nafas Keletihan otot pernafasan

Gagguan penerimaan O2 Obstruksi jalan nafas


 Dispnea
dan pengeluaran CO2
 Gas darah arteri
 Abnormal
 Batuk yang tidak efektif  Hiperkapnia
Ketidakseimbangan  Penurunan bunyi nafas  Hipoksemia
ventilasi dan perfusi  Sputum dalam jumlah  Hipoksia
yang berlebih  Konfusi
 Perubahan pola nafas  Nafas cuping hidung
Dispnea
Fase ekspirasi  Suara nafas tambahan  Pola pernafasan
Memanjang (ronchi,wheezing,crackl  Abnormal
Octopnea es) (kecepatan,irama,ked
Penurunan kapasitas paru
Pola nafas abnormal
alaman)
Takpnea  Sianosis
Hiperventilasi Ketidakefektifan
Pernafasan sukar bersihan jalan nafas
Ketidakefektifan pola
nafas
Gangguan Pertukaran
Gas
DAFTAR PUSTAKA

 Carpenito, Lynda Juall. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 10. 2011
Jakarta : EGC

 International, NANDA.Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2012-


2014. 2013. Jakarta : EGC

 http://repository.unand.ac.id/15481/3/2011_penuntun_skills_lab.pdf
 Brunner & Suddarth. 2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal bedah. Edisi 8, Vol. 3,
jakarta,EGC.

 Elisabeth j.corwin, 2011 buku saku patofisiologi.jakarta EGC.

 http://delimapersadanandaanggieta.wordpress.com/2013/10/24/kebutuhan-
oksigenasi/
 PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator
Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

 PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan


Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

Anda mungkin juga menyukai