Anda di halaman 1dari 27

2

TUGAS KEPERAWATAN MATERNITAS

“ASUHAN KEPERAWATAN KEHAMILAN KOMPLIKASI DENGAN


DIABETES MELITUS”

Dosen pembimbing:

Asmawati, S. Kep, M. Kep

Disusun oleh:

Sachiazahra Balqis

KEMENTRERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLTEKKES KEMENKES BENGKULU

PRODI DIII KEPERAWATAN

TAHUN AJARAN 2019/2020


3
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Diabetes mellitus adalah sindrom kelainan metabolisme karbohidrat yang


ditandai hiperglikemi kronik akibat defek pada sekresi insulin dan atau
inadekuatnya fungsi insulin. Diabetes mellitus tipe 2 adalah kelompok DM
akibat kurangnya sensitifitas jaringan sasaran (otot, jaringan adiposa dan hepar)
berespon terhadap insulin. Penurunan sensitifitas respon jaringan otot, jaringan
adipose dan hepar terhadap insulin ini, selanjutnya di kenal dengan resistensi
insulin dengan atau tanpa hiperinsulinemia. Faktor yang diduga menyebabkan
terjadinya resistensi insulin dan hiperinsulinemia ini adalah adanya kombinasi
antara kelainan genetik, obesitas, inaktifitas, faktor lingkungan dan faktor
makanan.

Diabetes merupakan salah satu penyakit degeneratif yang jumlahnya akan


meningkat di masa datang. Diabetes sudah merupakan salah satu ancaman
utama bagi kesehatan umat manusia pada abad 21. WHO memperkirakan bahwa
pada tahun 2000 jumlah pengidap diabetes di atas umur 20 tahun berjumlah 150
juta orang dan dalam kurun waktu 25 tahun kemudian, jumlah itu akan
membengkak menjadi 300 juta orang. WHO pada September 2012 menjelaskan
bahwa penderita DM di dunia mencapai 347 juta orang dan lebih dari 80%
kematian akibat DM terjadi pada Negara miskin dan berkembang.

Penelitian yang dilakukan WHO di beberapa Negara berkembang


menunjukkan peningkatan jumlah tertinggi pasien diabetes justru terjadi di
negara asia tenggara termasuk Indonesia. Meningkatnya diabetes mellitus di
beberapa negara berkembang, akibat peningkatan kemakmuran di negara
bersangkutan. Peningkatan pendapatan perkapita dan perubahan gaya hidup
terutama di kota kota besar, menyebabkan peningkatan prevalensi penyakit
degeneratif, seperti penyakit jantung koroner, hipertensi, hiperlipidemia,
diabetes dan lain lain.

Meningkatnya kasus diabetes pada masyarakat perkotaan sangat erat


hubungannya dengan Perkembangan status ekonomi dan globalisasi yang
memicu terjadinya transisi nutrisi pada masyarakat. Pergeseran pola nutrisi ini
meliputi meningkatnya konsumsi lemak hewani dan makanan padat energi,
kurang serat, dan seringnya konsumsi makanan cepat saji. Pada saat yang sama
4
pola makan tradisional masyarakat dimana konsumsi nasi atau gandum dalam
porsi yang besar yang memiliki indeks glikemik yang tinggi. Selain itu
menurunnya aktivitas fisik, serta tingginya kebiasaan merokok dan konsumsi
alkohol juga berpengaruh terhadap resiko meningkatnya diabetes (Frank. B. Hu,
2010).

Menurut international diabetes federation diperkirakan pada tahun 2020 nanti


akan ada sejumlah 178 juta penduduk Indonesia berusia diatas 20 tahun dengan
asumsi prevalensi DM sebesar 4,6% akan didapatkan 8,2 juta pasien menderita
DM

Prevalensi DM tipe 2 pada penduduk cukup tinggi. Penelitian yang dilakukan di


Jakarta (1993) kekerapan DM didaerah kayu putih (daerah urban) adalah 5,69%,
sedangkan di daerah jawa barat (daerah rural) hanya 1,1%. Di sini jelas tampak
perbedaan antara prevalensi di daerah urban dengan daerah rural. Hal ini
menunjukkan bahwa bahwa gaya hidup mempengaruhi kejadian diabetes.

Penelitian yang dilakukan di daerah Depok (2005) didapatkan prevalensi DM


tipe 2 sebesar 14,7%, suatu angka yang sangat mengejutkan. Demikian juga
penelitian yang dilakukan di Makasar (2005) prevalensi DM mencapai 12,5%.

Prevalensi DM tipe 2 di rumah sakit Cipto Mangunkusumo menurut data terbaru


menurut Rekam Medik RSCM mengatakan bahwa terdapat 103 orang yang
menjalani rawat inap periode januari-juni 2014.

Diabetes banyak menimbulkan komplikasi, baik komplikasi akut maupun


komplikasi jangka panjang/kronik meliputi komplikasi makrovaskuler,
mikrovaskuler dan neuropati. Komplikasi mikrovaskuler yang sering ditemui
pada penderita diabetes adalah gangguan sirkulasi perifer yang ditandai dengan
penurunan kerusakan pada pembuluh-pembuluh darah kecil di mata (retinopati)
dan pada ginjal (nefropati). Sedangkan neuropati dapat menyebabkan terjadinya
penurunan sensasi kaki yang menyebabkan pasien diabetes tidak dapat
merasakan terhadap rangsang panas dan dingin.

1.2 perumusan masalah

Kebiasaan maupun prilaku masyarakat seperti kurang menjaga kebersihan kaki


dan tidak mengggunakan alas kaki saat beraktivitas yang di sertai adanya
5
penurunan sensitivitas akan beresiko terjadinya perlukaan pada kaki. Keadaan
kaki diabetik lanjut yang tidak ditangani secara tepat dapat berkembang menjadi
suatu tindakan amputasi kaki. Adanya luka dan masalah lain pada kaki
merupakan penyebab utama kesakitan, ketidakmampuan bahkan kematian pada
penderita DM. Berdasarkan hal tersebut penulis merasa perlu untuk melakukan
tindakan pencegahan dengan memberikan latihan senam kaki pada penderita
diabetes dengan tujuan penurunan sensitivitas dapat diatasi sedini mungkin.
6
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

Diabetes Melitus

2.1.1 Definisi

Diabetes melitus merupakan salah satu penyakit degeneratif, yang akan


meningkat jumlahnya di masa datang. Diabetes sudah merupakan salah satu
ancaman utama bagi kesehatan umat manusia pada abat 21. Perserikatan bangsa
bangsa (WHO) memperkirakan pada tahun 2025 jumlah penderita diabetes di
atas umur 20 tahun meningkat menjadi 300 juta orang (Sudoyo, 2006). Menurut
Sudoyo (2006), diabetes mellitus merupakan suatu kelompok penyakit
metabolik dengan karakteristik hipergelikemia yang terjadi karena kelainan
sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. WHO sebelumnya telah
merumuskan bahwa DM merupakan sesuatu yang tidak dapat dituangkan dalam
satu jawaban yang jelas dan singkat tetapi secara umum dapat dikatakan sebagai
suatu kumpulan problema anatomik dan kimiawi akibat dari sejumlah factor
dimana didapat difisiensi insulin absolute atau relatif dan gangguan fungsi
insulin. Lebih dari 90 persen dari semua populasi diabetes adalah diabetes
mellitus tipe 2 yang ditandai dengan penurunan sekresi insulin karena
berkurangnya fungsi sel beta pankreas secara progresif yang disebabkan oleh
resistensi insulin.

2.2.2. Etiologi

a. Diabetes tipe 1

Ditandai oleh penghancuran sel-sel beta pankreas. Kombinasi factor genetik,


imunologi dan mungkin pula lingkungannya (misalnya infeksi virus)
diperkirakan turut menimbulkan destruksi sel beta.

(a) Faktor-faktor genetik

Penderita diabetes tidak dapat mewarisi disbetes tipe 1 itu sendiri, tetapi
7
mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan kearah terjadinya diabetes tipe
1. Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe
antigen HLA (human leucocyte antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan
gen yang bertanggung jawab atas antigen transplantasi dan proses imun lainnya.
955 pasien
berkulit putih (caucasian) dengan diabetes tipe 1 memperlihatkan tipe HLA
yang spesifik.

(b) Faktor-faktor imunologi

Pada diabetes tipe 1 terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Respon ini
merupakan respon abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan normal
tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah
olah sebagai jaringan asing.

(c) Faktor-faktor lingkungan

Factor-faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel beta. Sebagai contoh
hasil penyelidikan yang menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat
memicu proses autoimun yang menimbulkan destruksi sel beta.

b. Diabetes tipe 2

Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan


sekresi insulin pada diabetes tipe 2 masih belum diketahui. Faktor genetik
diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.
Selain itu terdapat beberapa faktor resiko yang tertentu yang berhubungan
dengan proses terjadinya diabetes tipe 2 yaitu usia (resistensi insulin cenderung
meningkat pada usia diatas 65 tahun), obesitas, riwayat keluarga, kelompok
etnik. Smeltzer,S.C dan B.G Bare. (2002).

2.2.3. Klasifikasi

Menurut American Diabetes Association (ADA), diabetes di klasifikasikan


menjadi 4 klasifikasi, klasifikasi ini pun telah disahkan oleh World Health
Organization (WHO) dan telah dipakai diseluruh dunia. Empat klasifikasi klinis
gangguan tolerensi glukosa (1) diabetes mellitus tipe 1, (2) diabetes mellitus tipe
2, (3) diabetes gestasional (kehamilan), (4) tipe khusus lain. Dua kategori lain
dari toleransi glukosa abnormal adalah gangguan toleransi glukosa dan
gangguan puasa.

a. Diabetes tipe 1
Diabetes tipe 1 atau dikenal sebagai tipe juvenile onset dan tipe dependen
insulin, namun tipe ini dapat muncul pada sembarang usia. Insiden diabetes tipe
1 sebanyak 30.000 kasus baru setiap tahunnya dan dapat dibagi dalam dua
subtype. Yaitu :
(1) autoimun, akibat disfungsi autoimun dengan kerusakan sel sel beta, dan
(2) idiopatik, tanpa bukti adanya autoimun dan tidak diketahui sumbernya.
Subtipe ini lebih sering timbul pada etnik keturunan Afrika, Amerika dan Asia.

b. Diabetes tipe 2

Diabetes tipe 2 atau dikenal sebagai tipe dewasa atau tipe onset maturitas dan
tipe non dependen insulin. Insiden tipe 2 sebesar 650.000 kasus baru setiap
tahunnya. Obesitas sering dikaitkan dengan penyakit ini.

c. Diabetes gestasional (kehamilan)

Diabetes gestasional didapat pertama kali selama kehamilan dan mempengaruhi


4% dari semua kehamilan. Faktor resiko terjadinya GDM adalah usia tua, etnik,
obesitas, multiparitas, riwayat keluarga, dan riwayat gestasional terdahulu.
Karena terjadi peningkatan sekresi berbagai hormone yang mempunyai efek
metabolic terhadap toleransi glukosa, maka kehamiolan adalah suatu keadaan
diabetogenik.

d. Diabetes tipe khusus lain

(a) Kelainan genetik dalam sel beta, diabetes subtipe ini memiliki prevalensi
familial yang tinggi dan bermanifestasi sebelum usia 14 tahun. Pasien
seringkali obesitas dan resisten terhadap insulin.
(b) Kelainan genetik pada kerja insulin, menyebabkan sindrom resistensi
insulin berat
(c) Penyakit pada eksokrin pankreas menyebabkan menyebabkan
pankreatitis kronik
(d) Penyakit endokrin seperti sindrom cushing dan akromegali

(e) Obat-obat yang bersifat toksik terhadap sel beta


2.2.4. Tanda dan gejala

Tanda dan gejala DM dikaitakan dengan konsekuensi metabolik defisiensi


insulin. Pasien yang mengalami defisiensi insulin tidak dapat mempertahankan
kadar glukosa plasma puasa yang normal, atau toleransi glukosa plasma sesudah
makan karbohidrat. Adapun gejala klinisnya adalah :

a. Poliuri

Gejala awal diabetes berhubungan dengan efek langsung dari kadar gula darah
yang tinggi. pada dasarnya filtrasi di glomerulus ginjal ditujukan untuk semua
zat tidak penting. Glukosa merupakan zat penting yang tidak ikut difiltrasi ke
dalam urine. Dalam keadaan hiperglikemia, dimana kadar gula darah mencapai
> 200 mg/dl, ginjal tidak mampu lagi menahan glukosa karena ambang batas
filtrasi ginjal terhadap glukosa adalah 180 mg/dl, sehingga glukosa akan
terfiltrasi masuk ke dalam nefron dan keluar bersama urine. Glukosa akhirnya
masuk ke tubulus yang dalam keadaan normal akan mereabsorpsi air ke
pembuluh darah. Pada hiperglikemia konsentrasi cairan di tubulus lebih tinggi
dibandingkan sel-sel tubuh lain karena cairan di tubulus menjadi lebih pekat
sehingga reabsorpsi menurun yang mengakibatkan produksi urine meningkat,
maka penderita sering berkemih dalam jumlah banyak (poliuri). Proses tsb
disebut osmotic diuresis, yaitu peningkatan volume urine karena peningkatan
osmotik.

b. Polidipsi

Polidipsi atau rasa haus timbul akibat peningkatan pengeluaran urine.

3. Polifagi

Karena glukosa hilang bersama kemih, maka pasien mengalami mengalami


keseimbangan kalori negatif dan berat badan berkurang. Rasa lapar yang
semakin membesar (polifagi) timbul akibat kehilangan kalori. Pasien mengeluh
lelah dan mengantuk.
Penderita DMTI sering memperlihatkan gejala yang eksplosif dengan polidipsia,
poliuria, polifagia, turunnya berat badan, lemah, mengantuk (somnolen) yang
terjadi selama beberapa hari atau beberapa minggu. Penderita dapat menjadi
sakit berat atau timbul ketoasidosis, serta dapat meninggal kalau
tidakmendapatkan pengobatan segera. Sebaliknya pasien DMTTI mungkin sama
sekali tidak memperlihatkan gejala apapun, dan diagnosis dibuat hanya
berdasarkan pemeriksaan darah di laboratorium dan melakukan tes toleransi
glukosa.Pada hiperglikemia yang lebih berat, pasien teresbut mungkin menderita
polidipsia,

poliuria, lemah dan somnolen. Biasanya mereka tidak mengalami ketoasidosis.

2.2.5. Komplikasi

a. Komplikasi Akut

(a) Hipoglikemi

Terjadi apabila kadar glukosa darah turun di bawah 50-60 mg/dl akibat
pemberian insulin atau preparat oral yang berlebihan, konsumsi makanan yang
terlalu sedikit atau karena aktivitas fisik yang berat. Hipoglikemi terbagi dalam
(1) hipoglikemi ringan, gejala yang muncul seperti perspirasi, tremor, takikardi,
palpitasi, kegelisahan, dan rasa lapar. (2) hipoglikemi sedang, gejala yang
muncul seperti ketidakmampuan berkonsentrasi, sakit kepala, vertigo, konfusi,
penurunan daya ingat, baal di daerah bibir dan lidah, bicara pelo, gerakan tak
terkoordinasi, perubahan emosional, perilaku tidak rasional, penglihatan ganda,
perasaan ingin pingsan. (3) Hipoglikemia berat, gejala yang muncul seperti
disorientasi, serangan kejang, sulit dibangunkan dari tidur, dan kehilangan
kesadaran Smeltzer,S.C dan
B.G Bare. (2002)

(b) Ketoasidosis diabetik

Disebabkan oleh tidak adanya insulin atau jumlah insulin yang tidak mencukupi.
Gambaran klinis yang penting pada ketoasidosis diabetik adalah dehidrasi,
kehilangan elektrolit, dan asidosis. Gejala yang muncul seperti poliuri dan
polidipsi, penglihatan kabur, kelemahan dan sakit kepala, hipotensi ortostatik,
nafas berbau aseton, anoreksia, mual, muntah, nyeri abdomen, dan
hiperventilasi (pernapasan Kusmaul) Smeltzer,S.C dan B.G Bare. (2002).

b. Komplikasi Jangka Panjang

(a) Komplikasi Makrovaskuler

Beberapa komplikasi makrovaskuler : (1) Penyakit arteri koroner. Penderita


diabetes mengalami peningkatan insiden infark miokard akibat perubahan
atherosklerotik pada pembuluh arteri koroner. Salah satu ciri unik
penyakit arteri koroner pada penderita diabetes adalah tidak terdapatnya gejala
iskemik yang khas. (2) Penyakit serebrovaskuler. Penderita diabetes berisiko
dua kali lipat untuk terkena penyakit serebrovaskuler seperti TIA (Transient
Ischemic Attack) dan stroke. (3) Penyakit vaskuler perifer. Tanda dan gejala
mencakup berkurangnya denyut nadi perifer dan klaudikasio intermiten (nyeri
pada pantat atau betis ketika berjalan).

(b) Komplikasi Mikrovaskuler

Komplikasi mikrovaskuler yang sering terjadi pada pasien diabetes adalah (1)
Retinopati diabetik. Merupakan kelainan patologis mata disebabkan perubahan
dalam pembuluh-pembuluh darah kecil pada retina mata. Penglihatan yang
kabur merupakan gejala umum yang terjadi. Penderita yang melihat benda
tampak mengambang (floaters) dapat mengindikasikan terjadinya perdarahan.
(2) Nefropati diabetik merupakan penyebab tersering timbulnya penyakit ginjal
stadium terminal pada penderita diabetes.

(c) Neuropati

(d) Mengacu pada sekelompok penyakit yang menyerang semua tipe saraf termasuk
saraf perifer (sensoriotonom), otonom, dan spinal. (1) Neuropati perifer. Sering
mengenai bagian distal serabut saraf khususnya saraf ekstremitas bawah. Gejala
awal adalah parestesia (rasa tertusuk-tusuk, kesemutan atau peningkatan
kepekaan) dan rasa terbakar khususnya malam hari. Bila terus berlanjut penderita
akan mengalami baal (matirasa) di kaki, penurunan sensibilitas nyeri dan suhu
yang meningkatkan risiko untuk mengalami cedera dan infeksi di kaki. (2)
Neuropati otonom. Mengakibatkan berbagai disfungsi yang mengenai hampir
seluruh sistem organ tubuh. Kardiovaskuler: takikardi, hipotensi ortostatik, infark
miokard tanpa nyeri. Gastrointestinal: cepat kenyang, kembung, mual, muntah,
hiperfluktuasi gula darah, konstipasi, diare. Urinarius: retensi urin, penurunan
kemampuan untuk merasakan kandung kemih yang penuh. Kelenjar adrenal: tidak
ada atau kurangnya gejala hipoglikemia, penderita tidak lagi merasa gemetar,
berkeringat, gelisah, dan palpitasi. Neuropati sudomotorik: penurunan pengeluaran
keringat (anhidrosis) pada ekstremitas. Kekeringan pada kaki meningkatkan risiko
ulkus. Disfungsi seksual: impotensi. Masalah kaki dan tungkai pada diabetes

Terdapat tiga komplikasi yang meningkatkan risiko terjadinya infeksi pada kaki,
antara lain: Neuropati  menyebabkan hilangnya perasaan nyeri dan sensibilitas
tekanan (neuropati sensorik). Sedangkan neuropati otonom menimbulkan
peningkatan kekeringan (akibat penurunan perspirasi). Penyakit vaskuler perifer
 sirkulasi ekstremitas bawah yang buruk menyebabkan lamanya kesembuhan
luka dan menyebabkan terjadinya gangren. Penurunan daya imunitas 
hiperglikemia mengganggu kemampuan leukosit khusus untuk menghancurkan
bakteri.
Gangren kaki diabetik dapat dibagi menjadi enam tingkatan (Wagner, 1983
dikutip dari Ismail, nd)
Derajat 0 : Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan kemungkinan
disertai kelainan bentuk kaki seperti “ claw,callus “.
Derajat I : Ulkus superfisial terbatas pada kulit.
Derajat II : Ulkus dalam menembus tendon dan
tulang.
Derajat III : Abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis.

Derajat IV : Gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau tanpa
selulitis.
Derajat V : Gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai

Selain 5 klasifikasi tersebut, gangren kaki diabetik juga dapat dibagi menjadi
dua golongan (Brand, 1986 & Ward, 1987 dikutip dari Ismail, nd):
Kaki Diabetik akibat Iskemia ( KDI ) Disebabkan penurunan aliran darah ke
tungkai akibat adanya makroangiopati (arterosklerosis) dari pembuluh darah
besar ditungkai, terutama di daerah betis. Gambaran klinis KDI Penderita
mengeluh nyeri waktu istirahat, Pada perabaan terasa dingin, Pulsasi pembuluh
darah kurang kuat, Didapatkan ulkus sampai gangren.

Kaki Diabetik akibat Neuropati ( KDN) Terjadi kerusakan syaraf somatik dan
otonomik, tidak ada gangguan dari sirkulasi. Klinis di jumpai kaki yang kering,
hangat, kesemutan, mati rasa, edema kaki, dengan pulsasi pembuluh darah kaki
teraba baik. Menurut Aalaa & Malazy (2012) menyatakan bahwa perawat dapat

menjalankan perannya sebagai edukator dalam pencegahan kaki diabet,


perawatan kaki, dan pencegahan dari injuri. Perawat responsif terhadap deteksi
dini pada perubahan kulit dan sensasi kaki, perawatan kaki, dan perawatan luka
denghan teknologi tinggi. Dalam area rehabilitasi, menolong pasien yang
menderita ulkus diabetik atau amputasi untuk melakukan pergerakan.

2.2.5. Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan diagnostik untuk menegakkan diagnosa DM (Doenges, 1995):

1. Glukosa darah: meningkat 200-100 mg/dL atau lebih.

2. Aseton plasma (keton): Positif secara mencolok.

3. Asam lemak bebas: kadar lipid dan kolesterol meningkat.

4. Osmolalitas serum: meningkat tetapi biasanya kurang dari 330 mOsm/l.

5. Elektrolit: : Na mungkin normal, meningkat atau menurun, K : normal


atau peningkatan semu(perpindahan seluler), selanjutnya akan menurun
F
: lebih sering menurun.

6. Amilase darah: mungkin meningkat yang menindikasikan adanya


pankreatitis akut sebagai penyebab dari DKA.
7. Insulin darah: mungkin menurun/bahkan sampai tidak ada (pada tipe I)
atau normal sampai tinggi (tipe II) yang mengindikasikan insufisiensi
insulin/gangguan dalam penggunaannya (endogen/eksogen). Resisten
insulin dapat berkembang sekunder terhadap pembentukan antibodi
(autoantibodi).
8. Pemeriksaan fungsi tiroid: peningkatan aktifitas hormon tiroid dapat
meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan insulin.
9. Urine: gula dan aseton positif; berat jenis dan osmolalitas mungkin
meningkat.
10. kultur dan sensitifitas: kemungkinan adanya infeksi pada saluran kemih,
infeksi pernafasan dan infeksi luka.
2.2.6. Penatalaksanaan

Ada lima komponen dalam penatalaksanaan DM yang bertujuan untuk mencapai


kadar glukosa darah normal tanpa terjadinya hipoglikemia dan gangguan serius
pada pola aktifitas pasien, yaitu (Smeltzer & Bare, 2002):

a. Pendidikan kesehatan DM (Edukasi)

Pasien selain harus memiliki kemampuan untuk merawat diri sendiri setiap hari
guna menghindari penurunan atau kenaikan kadar glukosa darah mendadak,
juga harus memiliki perilaku preventif dalam gaya hidup untuk menghindari
komplikasi diabetes jangka panjang.
2.2.7. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Diabetes
Melitus Pengkajian
Menurut Doenges et all (2000) riwayat keperawatan yang perlu dikaji
adalah : Aktivitas/istirahat.
Gejala : Lemah, letih, sulit bergerak/berjalan.

Kram otot, tonus otot menurun. Gangguan tidur/istirahat.

Tanda : Takikardi, dan takipnea pada keadaan istirahat atau dengan aktivitas.

Letargi/disorientasi Penurunan kekuatan otot. Sirkulasi

Gejala : Adanya riwayat hipertensi; IM akut.

Klaudikasi, kebas,kesemutan pada


ekstremitas. Ulkus pada kaki, penyembuhan
yang lama.
Tanda : Takikardi

Perubahan tekanan darah postural ;

hipertensi. Nadi yang menurun/ tidak ada.

Disritmia.
Krekles; DVJ (GJK).
Abdomen keras, adanya asites.

Bising usus lemah dan menurun; hiperaktif (diare).

Makanan/Cairan

Gejala : Hilang napsu makan, haus.

Mual/muntah.

Tidak mengikuti diet; peningkatan masukan glukosa/karbohidrat.


Penurunan berat badan lebih dari periode beberapa hari/minggu.
Penggunaan diuretik.

Tanda : Kulit kering/bersisik,turgor jelek.

Kekakuan/distensi abdomen, muntah.

Pembesaran tiroid.

Bau napas aseton.

Neurosensori

Gejala : Pusing/pening.
Sakit kepala

Kesemutan, kebas kelemahan pada otot,

parestesia. Gangguan penglihatan.

Tanda : Disorientasi; mengantuk,letargi,stupor/koma (tahap lanjut).

Gangguan memori;kacau mental

Reflek tendon dalam (RTD) menurun

(koma). Aktivitas kejang (tahap lanjut dari

DKA).
Tanda : Wajah meringis dengan palpitasi; tampak sangat berhati-hati.
Pernapasan

Gejala : Merasa kekurangan oksigen, batuk dengan atau tanpa sputum purulen.
Tanda : Lapar udara. Keamanan

Gejala : Kulit kering, gatal;ulkus kulit.


Tanda : Demam, diaforesis.
Kulit rusak,lesi/ulserasi.

Menurunnya kekuatan umum/rentang gerak.


Parestesi/paralisis otot termasuk otot
pernapasan.
Seksualitas

Gejala : Rabas vagina (cenderung infeksi).

Masalah impoten pada pria; kesulitan orgasme pada wanita.

Masalah keperawatan

1. Kekurangan volume cairan.

2. Gangguan pemenuhan nutrisi: kurang dari kebutuhaan.

3. Risiko infeksi.

4. Risiko perubahan persepsi sensori.

5. Intoleransi aktivitas.

6. Kurang pengetahuan tentang penyakit,prognosis dan pengobatan.

2.2.8 Senam kaki

Menurut Stone, J.A & Fitchett, D (2013) untuk meningkatkan sirkulasi perifer
dapat dilakukan dengan cara farmakoterapi (anti platelet agent, statin,
angiotensin converting enzyme/ACE inhibitor, angiotensin receptor blockers/
ARBs) dan non farmakoterapi (latihan dan aktivitas fisik, terapi nutrisi,
modifikasi berat badan, penghentian merokok). Salah satu terapi non
farmakoterapi yang dapat dialakukan untuk mengatasi gangguan sirkulasi adalah
dengan latihan senam kaki. Menurut Priyanto (2013) aktivitas fisik khususnya
senam kaki akan membantu meningkatkan aliran darah di daerah kaki sehingga
akan membantu menstimuli syaraf-syarat kaki dalam menerima rangsang. Hal
ini akan meningkatkan sensitivitas kaki terutama pada penderita diabetes
melitus.
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

no Diagnosa keperawatan Tujuan/kriteria hasil Rencana tindakan Rasional


1 Resiko penyebaran tujuan umum - Observasi tanda tanda - Pasien mungkin dengan
Infeksi tidak terjadi penyebaran adanya penyebaran infeksi yang biasanya telah
data subjektif : infeksi pada luka pedis infeksi dan peradangan mencetuskan keadaan
- Pasien dengan kriteria hasil : spt : demam, ketoasidosis atau dapat
mengatakan - Luka pedis utuh tidak kemerahan, mengalami infeksi
luka pada kaki ada bengkak, peningkatan produksi nasokomial.
belum juga kemerahan, nyeri, pus, peningkatan nyeri
sembuh pus - Tingkatkan upaya - Mencegah timbulnya infeksi
Data objektif : - Luka sembuh dengan pencegahan dengan silang.
- Terdapat luka adekuat melakukan cuci tangan
pada pedis - Nyeri berkurang yang baik pada semua
sinistra yang /hilang, skala nyeri 0 orang yang
masih basah, - Suhu tubuh normal berhubungan dengan
produksi pus 36-37,5 C pasien termasuk
positif - Hasil lab leukosit pasiennya sendiri
- Hasil lab normal5000-10000 - Pertahankan tehnik - Menurunkan kemungkinan
leukosit 13,80 aseptik pada prosedur terjadinya infeksi
invasive/ perawatan
Luka
- Anjurkan untuk makan - Untuk mengurangi risiko
dan minum adekuat infeksi
- Kolaborasi untuk - Penanganan awal dapat
pemberian obat membantu
Antibiotik mencegah timbulnya sepsis
2 ketidakseimbangan Tujuan umum - Auskultasi bising usus, - Imobilisasi menurunkan
nutrisi Nutrisi terpenuhi secara perhatikan motilitas usus
data subjektif : adekuat hipoaktif/tidak ada
- Pasien dengan kriteria hasil : bunyi
mengeluh - BB meningkat - Timbang berat badan - Melihat perkembangan
mual dan tidak - Membrane setiap minggu status nutrisi
dapat mukosa lembab - Berikan makanan - Membantu mencegah
menghabiskan - Konjungtiva dalam porsi kecil dan distensi gaster atau
makanannya tidak anemis sering ketidaknyamanan dan
- Pasien - Albumin 3,4- meningkatkan pemasukan
mangatakan 4,8 mg/dl - Lakukan kebersihan - Mulut/palatum bersih
napsu - Hemoglobin 13-16 oral meningkatkan rasa dan
makannya g/dl membantu napsu makan
menurun - Observasi tanda tanda baik.
Data objektif : hipoglikemi - Hipoglikemi dapat
- Pasien gterjadi jika tidak terdapat
makan hanya asupan nutrisi selama
½ porsi - Libatkan keluarga pada beberapa waktu
- Hb 9,1 g/dl saat makan - Membuat waktu makan
- Albumin
lebih menyenangkan dan
3,1 g/dl - Kolaborasi dengan tim meningkatkan masukan
gizi - Berguna dalam membuat
kebutuhan nutrisi
individu dan
- Kolaborasi untuk
mengidentifikasi rute
pemeriksaan lab :
yang tepat
albumin, hemoglobin
- Indikator kebutuhan
- Kolaborasi pemberian nutrisi dan keadekuatan
terapi antiemetik diet/terapi
- Mengurangi mual
3 ketidakstabilan gula Tujuan umum - Kaji faktor yang dapat - Menentukan intervensi/
darah Gula darah stabil/normal meningkatkan resiko tindakan selanjutnya
Data subjektif: dengan kriteria hasil: ketidakstabilan gula
- Pasien - Nilai gula darah
mengatakan darah dalam - monitor kadar glukosa - Memberikan informasi
saat di rumah rentang normal darah perifer dan yang akurat tentang kadar
tidak teratur - Tidak terjadi vena/serum sesuai gula darah
mengecek hipoglikemi/hipergli dengan program
gula darah, kemi - Pantau keton urin
pasien hanya - monitor asupan dan - Asupan makanan
mengecek haluaran berpengaruh terhadap
gula darah jika nilai gula darah
dirasakan gula - monitor tanda dan - Tanda tanda hipoglikemi
darahnya gejala hipokalemia ; menunjukkan ketidakcukupan
meningkat pucat, takikardi, glukosa darah
Data objektif: diaphoresis, gugup,
- Gula darah penglihatan kabur,
belum iritablitas, menggigil,
stabil dingin, konfusi
- Pantau tanda dan - Tanda-tanda hiperglikemi
gejala hiperglikemi : menunjukkan adanya
napas bau aseton, kelebihan kadar glukosa
keton plasma positif, darah
sakit kepala,
penglihatan kabur,
mual, muntah, poliuri,
polidipsi,
polifagi, kelemahan,
letargi, hipotensi,
takikardi, napas
kusmaul
4 Gangguan mobilitas Tujuan umum - Kaji tingkat - mengetahui tingkat
fisik Mobilitas pasien terpenuhi kemampuan pasien kermapuan yang masih dapat
Data subjektif: dengan kriteria hasil : dalam melakukan dilakukan pasien
- Pasien - Pasien mengatakan aktivitas
mengeluh dan menunjukkan - Ukur tanda vital - Hipotensi ortostatik dapat
agak pusing keinginan sebelum dan segera terjadi dengan aktivitas
jika duduk berpartisivasi dalam setelah aktivitas, karena efek obat (vasodilasi),
- Pasien aktivitas khususnya bila pasien perpindahan cairan (diuretic)
mengatakan - Pasien dapat menggunakan atau pengaruh fungsi
penglihatannya mempertahankan vasodilator, diuretik, jantung.
buram dan meningkatkan penyekat beta
Data objektif : kekuatan dan fungsi - Catat respon
- Terdapat ulkus dari bagian yang kardiopulmonal - Penurunan/ ketidakmampuan
pedis dekstra sakit terhadap aktivitas, miokardium untuk
& sinistra catat takikardi, meningkatkan volume
- Pasien disritmia, dipsnea, sekuncup selama aktivitas,
terlihat labih berkeringat, pucat. dapat menyebabkan
sering peningkatan segera pada
berbaring frekuensi jantung dan
- Kekuatan kebutuhan oksigen juga
otot 5555 peningkatan kelelahan dan
5555 - Evaluasi peningkatan kelemahan.
4444 4444 kemampuan aktivitas - Dapat menunjukkan
peningkatan dekompensasi
jantung daripada kelebihan
- Berikan bantuan aktivitas
dalam aktivitas - Pemenuhan kebutuhan
perawatan diri sesuai perawatan diri pasien tanpa
indikasi. Selingi mempengaruhi stres
periode aktivitas miokard/ kebutuhan
dengan periode oksigen berlebihan.
istirahat.
- Lakukan latihan Latihan Rom dapat
rentang gerak/ROM meningkatkan dan
secara konsisten, mempertahankan kekuatan
diawali dengan otot
latihan pasif
kemudian aktif - Meningkatkan kemandirian,
- motivasi pasien meningkatkan harga diri, dan
untuk berpartisipasi membantu proses perbaikan
dalam semua
aktivitas sesuai
5 Gangguan sirkulasi Tujuan umum dengan kemampuan - Parestesia menunjukkan
data subjektif : memperlihatkan perfusi individual adanya hambatan
- Pasien jaringhan perifer dengan - Pantau adanya dalam sirkulasi perifer
mengatakan kriteria hasil : parestesia : mati
kakinya - Adanya sensasi rasa, kesemutan,
sering terasa terhadap panas hiperestesia, dan - Peninggian ekstremitas
kesemutan dan nyeri hipoestesia meningkatkan aliran
- Pasien - CRT , 3 dtk - Tinggikan ekstremitas balik vena dan mencegah
awalnya tidak - Integritas kulit utuh yang terganggu 20 statis vena
mengetahui - Suhu ekstremitas derajat atau lebih
jika kakinya dalam batas tinggi dari letak
luka normal jantung untuk - Hidrasi yang adekuat akan
data objektif : - Warna kulit normal meningkatkan aliran memaksimalkan volume
- Hasil - Tiad ada balik vena sirkulasi
pemeriksaan nyeri - Pertahankan hidrasi
ABI 0,8 ekstremitas yang adekuat - Terapi panas atau dingin
- Tiadk terdapat untuk menyebabkan terjadinya
edema mempertahankan ulkus/luka pada kaki
viskositas darah yang mengalami
- Hindari atau pantau gangguan
dengan cermat
penggunaan terapi
panas atau dingin
spt
kompres panas atau dingin
- Perhatikan sirkulasi, gerakan, dan sensasi jari secara sering

- Ajarkan pasien dan keluarga untuk melakukan rentang pergerakan sendi


pasif, asistif, atau aktif
- Ajarkan pasien latihan senam kaki 3-5x dalam seminggu
- Motivasi pasien untuk melakukan senam kaki yang telah diajarkan.

Anda mungkin juga menyukai