Anda di halaman 1dari 15

SATUAN ACARA PENYULUHAN

Topik : “Penerapan Efikasi Diri Terhadap Kepatuhan Diit Hipertensi Rendah


Garam Pada Lansia Hipertensi Di Banjar Delod Bale Agung Desa
Mengwi Kabupaten Badung”

Sasaran : Lansia Hipertensi di Br. Kedampal

Tempat : Br. Kedampal, Abiansemal

Hari/Tanggal : , Januari 2021

Waktu : 90 menit

A. Analisis Instruksional
Setelah diberikan penyuluhan tentang “Penerapan Efikasi Diri Terhadap
Kepatuhan Diit Hipertensi Rendah Garam Pada Lansia Hipertensi Di Banjar
Delod Bale Agung Desa Mengwi Kabupaten Badung” akan diberikan
penjelasan tentang :
1. Pengertian Hipertensi
2. Penyebab Hipertensi
3. Faktor Risiko Hipertensi
4. Klasifikasi Hipertensi
5. Gejala Klinis Hipertensi
6. Epidemiologi Hipertensi
7. Komplikasi Hipertensi
8. Penatalaksanaan Hipertensi
9. Diit Rendah Garam
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Setelah diberikan penyuluhan kesehatan diharapkan dapat
menambah pengetahuan dan kemampuan lansia tentang efikasi diri
terhadap diet rendah garam pada hipertensi.

2. Tujuan Khusus
Setelah diberikan penyuluhan kesehatan, lansia diharapkan dapat :
a. Lansia Mampu Memahami Pengertian Hipertensi
b. Lansia Mampu Memahami Penyebab Hipertensi
c. Lansia Mampu Memahami Tanda dan Gejala Hipertensi
d. Lansia Mampu Memahami Penatalaksanaan Hipertensi
e. Lansia Mampu Memahami Diet Rendah Garam Pada Hipertensi

C. Materi
1. Pengertian Hipertensi
2. Penyebab Hipertensi
3. Faktor Risiko Hipertensi
4. Klasifikasi Hipertensi
5. Gejala Klinis Hipertensi
6. Epidemiologi Hipertensi
7. Komplikasi Hipertensi
8. Penatalaksanaan Hipertensi
9. Diit Rendah Garam

D. Metode
Ceramah dan Diskusi

E. Media
Leaflet
F. Tugas-Tugas Pelaksana
1. Moderator
Uraian tugas :
a. Membuka acara penyuluhan, memperkenalkan diri dan tim kepada
peserta.
b. Mengatur proses dan lama penyuluhan
c. Memotivasi peserta untuk bertanya
d. Memimpin jalannya diskusi dan evaluasi
e. Menutup acara penyuluhan
2. Penyaji
Uraian tugas :
a. Menjelaskan materi penyuluhan dengan jelas dan dengan bahasa yang
mudah dipahami oleh peserta
b. Memotivasi peserta untuk tetap aktif dan memperhatikan proses
penyuluhan
3. Observer
Uraian tugas :
a. Mencatat nama, alamat dan jumlah peserta,serta menempatkan diri
sehingga memungkinkan dapat mengamankan jalannya proses
penyuluhan.
b. Mencatat pertanyaan yang diajukan oleh peserta
c. Mengamati perilaku verbal dan non verbal peserta selama proses
penyuluhan
d. Menyampaikan evaluasi langsung kepada penyuluh yang tidak sesuai
dengan rencana penyuluhan.
4. Fasilitator
Uraian tugas :
a. Ikut bergabung diantara peserta
b. Mengevaluasi peserta tentang kejelasan materi penyuluhan
c. Menginstruksi penyuluh tentang istilah/hal-hal yang kurang jelas bagi
peserta.
d. Membagikan lembar evaluasi kepada peserta.
G. Rencana Kegiatan Dan Jadwal

Pelaksanaan kegiatan pengabdian masyarakat akan dilaksanakan pada


bulan Januari 2021 dengan jumlah peserta sebanyak ±15 orang. Berikut
uraian kegiatannya:
No Jenis Kegiatan Alokasi Pelaksanaan
Waktu
Tahap Persiapan
1 Bersama dengan anggota 1 jam Tim pengabdian
pengabdian melakukan pertemuan
untuk menetapkan jadwal, tempat,
dan pembagian kerjasama
anggota tim
2 Analisis situasi ke Br. Delod Bale 12 jam Tim pengabdian
Agung
3 Menyusun program kegiatan 3 jam Tim pengabdian
dengan semua anggota
pengabdian masyarakat
4 Bersama dengan anggota 12 jam Tim pengabdian
pengabdian menyusun proposal
pengabdian masyarakat
5 Bersama dengan anggota 6 jam Tim pengabdian
pengabdian melaksanakan rapat
koordinasi dalam merancang
materi
kegiatan
Tahap Pelaksanaan
1 Pemberian materi tentang 60 Tim pengabdian
penerapan efikasi diri terhadap menit
kepatuhan diit hipertensi rendah
garam pada lansia hipertensi
2 Tanya jawab 30 Tim Pengabdian
menit
Tahap Evaluasi
1 Melakukan evaluasi kegiatan 45 Tim Pengabdian
menit
2 Menulis laporan kegiatan 12 jam Tim Pengabdian
H. Evaluasi
Pelaksanaan kegiatan dilakukan di Br. Delod Bale Agung dengan
melibatkan keluarga lansia, yang di evaluasi yaitu:
1. Evaluasi Struktur
a. Peralatan dipersiapkan sebelum kegiatan dimulai
b. Struktur pengorganisasian telah ditentukan sebelum pelaksanaan
kegiatan
c. Kontrak dengan peserta sebelum kegiatan dimulai
2. Evaluasi Proses
a. Memberi materi kepada peserta
b. Kegiatan berlangsung tepat waktu
c. Peserta antusias dalam mengikuti kegiatan
d. Tidak ada peserta yang meninggalkan kegiatan sebelum kegiatan
selesai
3. Evaluasi Hasil
a. Peserta mampu memahami materi dengan baik.
MATERI PENYULUHAN

1. Pengertian Hipertensi

Hipertensi adalah peningkatan tekakan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan
tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang
waktu lima menit dalam keadaan cukup istirahat. Tekanan sistolik menunjukkan fase
darah yang dipompa oleh jantung dan tekanan diastolik menunjukkan fase darah
kembali ke dalam jantung (Kemenkes RI, 2013).

Penyakit tekanan darah tinggi atau hipertensi adalah suatu keadaan dimana
seseorang mengalami peningkatan tekanan darah diatas normal yang ditunjukkan oleh
angka sistolik (bagian atas) dan diastolik (angka bawah) pada pemeriksaan tensi darah
dengan menggunakan alat ukur tekanan darah. Hipertensi juga berarti tekanan tinggi
didalam arteri-arteri. Arteri-arteri adalah pembuluh darah yang mengangkut darah dari
jantung yang memompa keseluruh jaringan dan organ-organ tubuh (Pudiastuti, 2011).

2. Penyebab Hipertensi

Berdasarkan penyebabnya atau etiologinya hipertensi dibagi menjadi 2 golongan,


yaitu hipertensi esensial (hipertensi primer) dan hipertensi sekunder (hipertensi renal).
a. Hipertensi Esensial
Hipertensi esensial terjadi pada 90 % dari penderita hipertensi
(Kemenkes RI, 2013). Faktor yang mempengaruhi seperti genetik, lingkungan,
hiperaktivitas sistem simpatis, dan faktor-faktor yang meningkatkan risiko
seperti obesitas, alkohol, merokok, serta polisistemia. Hipertensi primer
biasanya timbul pada kelompok umur 30-50 tahun (Pudiastuti, 2011).
b. Hipertensi Sekunder
Hipertensi sekunder atau hipertensi renal yaitu hipertensi yang tidak
diketahui penyebabnya. Pada sekitar 5-10% penderita hipertensi penyebabnya
adalah penyakit ginjal. Pada sekitar 1-2% penyebabnya adalah kelainan
hormon atau pemakaian obat tertentu misalnya pil KB (Kemenkes RI, 2013).
3. Faktor Risiko Hipertensi

Menurut Rahajeng et al. (2013) dalam Buku Pedoman Teknis Penemuan dan
Tatalaksana Hipertensi, faktor resiko hipertensi dibedakan menjadi dua kelompok
yaitu :
a. Faktor risiko yang tidak dapat diubah
1) Umur
Umur mempengaruhi terjadinya hipertensi, dengan bertambahnya umur
resiko terkena hipertensi menjadi lebih besar. Pada usia lanjut
hipertensi terjadi karena perubahan struktur pada pembuluh darah
besar. Menurut Kansil et al. (2017) meskipun hipertensi bisa terjadi
pada segala usia, namun hipertensi paling sering dijumpai pada orang
berusia 35 tahun atau lebih. Sebenarnya wajar bila tekanan darah
sedikit meningkat dengan bertambahnya umur. Hal ini disebabkan oleh
perubahan alami pada jantung, pembuluh darah dan hormon.
2) Jenis kelamin
Jenis kelamin berpengaruh pada terjadinya hipertensi. Pria mempunyai
resiko sekitar 2-3 kali lebih banyak mengalami peningkatan tekanan
darah sistolik dibandingkan dengan perempuan, karena pria diduga
memiliki gaya hidup yang cenderung meningkatkan tekanan darah.
Namun setelah memasuki menopause prevalensi meningkat. Bahkan
setelah usia 65 tahun, hipertensi pada perempuan lebih tinggi karena
faktor hormonal. Wanita yang belum mengalami menopause dilindungi
oleh hormon estrogen yang berperan dalam meningkatkan kadar High
Density Lipoprotein (HDL). Kadar kolesterol HDL yang tinggi
merupakan faktor pelindung dalam mencegah terjadinya proses
aterosklerosis yang menyebabkan terjadinya hipertensi (Kusumawaty
et al., 2016).
3) Keturunan (genetic)
Riwayat keluarga yang menderita hipertensi juga meningkatkan resiko
hipertensi, terutama hipertensi primer (essensial). Tentunya faktor
lingkungan juga berperan. Faktor genetik juga berkaitan dengan
metabolisme pengaturan garam dan renin membran sel.
4) Dislipidemia
Kelainan metabolisme lipid (lemak) ditandai dengan peningkatan kadar
kolesterol total, kolesterol merupakan faktor penting dalam terjadinya
arteroskeloris, yang kemudian mengakibatkan peningkatan tekanan
pembuluh darah perifer sehingga tekanan darah meningkat.
b. Faktor risiko yang dapat diubah
1) Kegemukan (obesitas)
Kegemukan adalah presentase abnomarlitas lemak yang
dinyatakan dalam Indeks Massa Tubuh (Body Mass Index) yaitu
perbandingan antara berat badan dengan tinggi badan kuadrat dalam
meter. Berat badan dan IMT (Indeks Massa Tubuh) berkolerasi
langsung dengan tekanan darah, terutama tekanan darah sitolik.
Obesitas bukanlah penyebab hipertensi namun prevalensi hipertensi
pada obesitas jauh lebih besar.
2) Merokok
Zat-zat kimia beracun seperti nikotin dan karbon monoksida
yang dihisap melalui rokok akan memasuki sirkulasi darah dan
merusak lapisan endotel pembuluh arteri, zat tersebut mengakibatkan
proses arterosklerosis dan tekanan darah tinggi. Merokok juga
meningkatkan denyut jantung, sehingga kebutuhan oksigen otot-otot
jantung bertambah. Merokok pada penderita tekanan darah tinggi akan
semakin meningkatkan risiko kerusakan pembuluh darah (Retnaningsih
et al., 2016).
3) Kurang aktifitas fisik
Olahraga yang teratur dapat membantu menurunkan tekanan
darah dan bermanfaat bagi penderita hipertensi ringan. Dengan
melakukan olahraga aerobik yang teratur tekanan darah dapat turun,
meskipun berat badan belum turun.
4) Konsumsi garam berlebih
Garam menyebabkan penumpukan cairan dalam tubuh karena
menarik cairan di luar sel agar tidak dikeluarkan, sehingga akan
meningkatkan volume dan tekanan darah. Dalam penelitian yang
dilakukan oleh Adriaansz et al. (2016) garam atau natrium yang
dikonsumsi melebihi takaran normal perhari dapat menyebabkan
kondisi yang merusak ginjal, arteri, jantung dan otak.
5) Konsumsi alkohol berlebih
Pengaruh alkohol terhadap kenaikan tekanan darah telah
dibuktikan, diduga peningkatan kortisol, peningkatan volume sel darah
merah dan peningkatan kekentalan darah berperan dalam meningkatkan
tekanan darah. Efek terhadap tekanan darah akan nampak apabila
mengkonsumsi alkohol sekitar 2-3 gelas ukuran standar setiap harinya.
Keasaman darah dapat meningkat dikarenakan oleh alkohol, saat kadar
keasaman darah meningkat maka darah akan menjadi kental dan
jantung dipaksa untuk memompa darah lebih kuat, saat inilah terjadi
tekanan darah (Memah et al., 2019).
6) Psikososial dan stress
Stress atau ketegangan jiwa (rasa tertekan, murung, marah,
dendam, rasa takut, rasa bersalah) dapat merangsang kelenjar anak
ginjal melepaskan hormon adrenalin dan memacu jantung berdenyut
lebih cepat serta lebih kuat, sehingga tekanan darah meningkat. Jika
stress berlangsung lama, tubuh akan berusaha menyesuaikan sehingga
timbul perubahan patologis, gejala yang muncul dapat berupa
hipertensi atau penyakit maag. Permasalahan yang muncul biasanya
pada lansia adalah rasa cemasyang berkepanjangan yang menyebabkan
stres sehingga memicu hipertensi (Kansil et al., 2017).

4. Klasifikasi Hipertensi

Sistolik Diastolik Klasifikasi JNC 7


< 120 < 80 Normal
120-139 80-90 Pre Hipertensi
140-159 90-99 Hipertensi derajat I
>160 >100 Hipertensi derajat II
5. Gejala Klinis
Menurut (Ibrahim, 2015) sebagian besar penderita tekanan darah tinggi
umumnya tidak menyadari dirinya menderita hipertensi. Bila ada gejala, penderita
hipertensi mungkin merasakan keluhan-keluhan berupa sakit kepala, pusing, lemas,
kelelahan, gelisah, mual dan muntah, epistaksis, kesadaran menurun. Gejala lainnya
yang sering ditemukan : mudah marah, telinga berdenging, rasa berat di tengkuk, sulit
tidur, mata berkunang-kunang.

6. Epidemiologi Hipertensi
Hipertensi kini menjadi masalah global karena prevalensinya yang terus
meningkat sejalan dengan pertambahan usia dan perubahan gaya hidup seperti
merokok, obesitas, inaktivitas fisik dan stres psikososial (Udayana, 2013)..
Berdasarkan data Riskesdas tahun 2013, bahwa prevalensi hipertensi pada lansia
meningkat seiring dengan peningkatan kelompok umur; yaitu pada usia 55-64 tahun
didapatkan prevalensi hipertensi sebesar 45,9%, sedangkan pada kelompok usia 65-74
tahun dan diatas 74 tahun didapatkan prevalensi berturut-turut sebesar 57,6% dan
63,8% (Riskesdas., 2013).
Berdasarkan data UPT Puskesmas Mengwi I tahun 2018 didapatkan
kecenderungan serupa dimana kasus penyakit hipertensi primer menjadi nomor satu
kasus sakit masyarakat di wilayah kerja puskesmas dengan jumlah sebanyak 1.307
orang atau sekitar 16,5% dari 10 kasus terbanyak . Jika data ini dibandingkan dengan
tahun 2017 dan tahun 2016, jumlah kasus hipertensi primer di wilayah kerja
puskesmas meningkat setiap tahunnya. Sebagian besar penderita hipertensi di
Puskesmas Mengwi I merupakan lansia yang diketahui dari hasil survei menyeluruh
rumah tangga di wilayah kerja dalam program PISPK atau singkatan dari Program
Indonesia Sehat-Pendekatan Keluarga (Ramachandran & Aryani, 2018).

7. Komplikasi

Menurut Direktorat Bina Farmasi komunitas dan Klinik (2006) hipertensi


adalah faktor risiko utama untuk penyait serebrovasuler (stroke, trasient ischemic
attack), penyakit arteri koroner (infark miokard, angina), gagal ginjal, dan atrial
fibrilasi. Tekanan darah tinggi dalam waktu lama akan merusak endothel arteri dan
mempercepat atherosklerosis. Kompilkasi dari hipertensi termasuk rusaknya organ
tubuh seperti jantung, mata, ginjal, otak, dan pembuluh darah.
a. Otak
Hipertensi yang tidak terkontrol dapat menyebabkan penyumbatan atau terputusnya
pembuluh darah pada otak. Tekanan darah yang tinggi secara signifikan
meningkatkan peluang untuk mengalami stroke.
b. Jantung
Selama bertahun-tahun, ketika arteri menyempit dan menjadi kurang lentur sebagai
akibat dari hipertensi, jantung makin sulit memompa darah secara efisien ke seluruh
tubuh. Beban kerja yang meningkat ini akhirnya merusak jantung dan menghambat
kerjanya. Terjadilah gagal jantung, bisa juga terjadi serangan jantung. ini terjadi
jika arteri koronari menyempit, kemudian darah menggumpal. Kondisi ini berakibat
bagi otot jantung yang bergantung pada arteri koronaria mati, serangan jantungpun
terjadi.
c. Ginjal
Hipertensi yang tidak terkontrol juga berdampak pada ginjal, yang dapat
memperlemah dan mempersempit pembuluh darah yang menyuplai ginjal. Hal ini
bisa menghambat ginjal untuk berfungsi secara normal.
d. Mata
Pembuluh darah pada mata juga bisa terkena dampaknya yaitu terjadi penebalan,
penyempitan atau sobeknya pembuluh darah pada mata. Kondisi ini dapat
menyebabkan hilangnya pengelihatan.

8. Penatalaksanaan
Menurut Rahajeng et al. (2013) dalam Buku Pedoman Teknis Penemuan dan
Tatalaksana Hipertensi, penatalaksanaan hipertensi dibagi menjadi dua yaitu
penatalaksanaan farmakologis dan non farmakologis :
a. Terapi Farmakologis
Secara umum, terapi farmakologis pada hipertensi dimulai bila pada pasien
hipertensi derajat 1 yang tidak mengalami penurunan tekanan darah > 6 bulan
menjalani pola hidup sehat dan pada pasien dengan hipertensi derajat > 2.
Beberapa prinsip dasar terapi farmakologis yang perlu diperhatikan untuk
menjaga kepatuhan dan meminimalisasi efek samping yaitu :
1) Bila memungkinkan berikan obat jenis tunggal.
2) Berikan obat generik (non paten) bila sesuai dan dapat mengurangi biaya.
3) Berikan obat pada pasien usia lanjut (>80 tahun) seperti pada usia 55-80
tahun, dengan memperhatikan faktor komorbid.
4) Tidak mengkombinasikan angiotensin converting enzyme inhibitor (ACE-i)
dengan angiotensin II receptor blockers (ARBs).
5) Berikan edukasi menyeluruh pada pasien mengenai terapi farmakologi.
6) Lakukan pemantauan efek samping obat secara teratur.
b. Terapi Non farmakologis
Menjalani pola hidup sehat telah banyak terbukti dapat menurunkan
tekanan darah, dan secara umum sangat menguntungkan dalam menurunkan
risiko permasalahan kardiovaskuler. Pada pasien yang menderita hipertensi
derajat 1, tanpa faktor kardiovaskuler lain, maka strategi pola hidup sehat
merupakan tata laksana tahap awal, yang harus dijalani setidaknya selama 4-6
bulan. Bila setelah jangka waktu tersebut, tidak didapatkan penurunan tekanan
darah yang diharapkan atau didapatkan faktor risiko kardiovaskuler yang lain,
maka dianjurkan untuk memulai terapi farmakologi. Beberapa pola hidup sehat
yang dianjurkan adalah :
1) Penurunan berat badan. Mengganti makanan tidak sehat dengan
memperbanyak asupan sayur dan buah dapat memberikan manfaat yang
lebih selain penurunan tekanan darah, seperti menghindari diabetes dan
dislipidemia.
2) Mengurangi asupan garam. Diet rendah garam ini juga bermanfaat untuk
mengurangi dosis obat antihipertensi pada pasien hipertensi derajat > 2.
Dianjurkan untuk asupan garam tidak lebih dari 2 gr/hari.
3) Olah raga dilakukan secara teratur sebanyak 30-60 menit/hari, minimal 3
kali/minggu dapat menurukan tekanan darah.
4) Mengurangi konsumsi alkohol. Konsumsi alkohol > 2 gelas.hari pada pria
atau 1 gelas/hari pada wanita dapat meningkatkan tekanan darah.
5) Berhenti merokok. Merokok merupakan salah satu faktor risiko utama
penyakit kardiovaskuler.

Tujuan dari penatalaksanaan nutrisi pasien hipertensi adalah untuk


membantu menurunkan tekanan darah dan mempertahankan tekanan darah
menjadi normal. Disamping itu diet juga ditujukan untuk menurunkan
faktor resiko lain seperti berat badan yang berlebih, tingginya kadar lemak
kolesterol dan asam urat dalam darah, dan harus memperhatikan pula
penyakit degeneratif lain yang menyertai darah tinggi seperti jantung,
ginjal dan diabetes mellitus. Diet yang saat ini dikembangkan dan
direkomendasikan oleh jnc untuk hipertensi adalah diet dash (dietary
approach to stop hypertension), yaitu diet yang kaya akan buah-buahan,
sayur-sayuran, dan produk-produk makanan yang rendah lemak.
DAFTAR PUSTAKA

Adriaansz, P., Rottie, J., & Lolong, J. (2016). Hubungan Konsumsi Makanan Dengan
Kejadian Hipertensi Pada Lansia Di Puskesmasranomuut Kota Manado.
Jurnal Keperawatan UNSRAT, 4(1), 108574.
Ibrahim. (2015). ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA DENGAN
HIPERTENSI Nursing Care with Hypertension in The Elderly Hypertension
akhirnya menjadi istilah kedokteran yang populer untuk menyebut penyakit
tekanan darah tinggi . Tekanan yang dipompakan dari jantung untuk tajam
da. Idea Nursing Jurnal, II(1), 60–70.
Kansil, M. R., Molintao, W. P., & Paputungan, F. P. (2017). Hubungan Umur dan
Stres dengan Kejadian Hipertensi pada Lansia di Puskesmas Tona
Kecamatan Tahuna Timur Kabupaten Sangihe. Journal Of Community &
Emergency, 5(1), 1–15.
Kementrian Kesehatan RI. (2013a). Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Provinsi Bali
Tahun 2013. Litbangkes. Jakarta
Kementrian Kesehatan RI. (2013b). Hipertensi. Pusat Data dan Informasi Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta
Kusumawaty, J., Hidayat, N., & Ginanjar, E. (2016). Hubungan Jenis Kelamin dengan
Intensitas Hipertensi pada Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Lakbok
Kabupaten Ciamis. Jurnal Mutiara Medika, 16(2), 46–51.
Memah, M., Kandou, G. D., & Nelwan, J. E. (2019). Hubungan Antara Kebiasaan
Merokok dan Konsumsi Alkohol dengan Kejadian Hipertensi Di Puskesmas
Kombi Kecamatan Kombi Kabupaten Minahasa. Jurnal Kesmas, 8(1), 68–
74. https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/kesmas/article/view/23953/23607
Pudiastuti, R. D. ( 2011). Penyakit Pemicu Stroke; Dilengkapi dengan Posyandu dan
Posbindu PTM). Nuha Media. Yogyakarta: 01-39
Rahajeng, E., Rivai, L. banonah, Andinisari, S., Rachim, R., Septiwati, C., Hijranti, P.
S., Susanto, A., Tristiyenny, P., Hidayat, S., Afrina, Y., Jamaludin, Hikmah,
N., Mulyadi, Hariyanti, & Effendi, U. (2013). Pedoman Teknis Penemuan
dan Tatalaksana Hipertensi.
Ramachandran, V., & Aryani, P. (2018). Association between educational level and
hypertension with decrease of cognitive function among elderly at
Puskesmas Mengwi I. Intisari Sains Medis, 9(1), 43-48.
Retnaningsih, D., Kustriyani, M., & Sanjaya, B. T. (2016). Perilaku Merokok dengan
Kejadian Hipertensi pada Lansia. Jurnal Kesehatan Andalas., 27(10), 122–
130.
Riskesdas. (2013). Riset kesehatan dasar (Riskesdas) 2013. Lap. Nas, pp.1-384.
Udayana. (2013). Kepatuhan mengonsumsi obat pasien hipertensi di Denpasar
ditinjau dari kepribadian tipe A dan tipe B.

Anda mungkin juga menyukai