Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Seperti yang diketahui bahwa hormon tiroid meningkatkan laju
metabolisme basal keseluruhan tubuh atau laju langsam (idling speed) tubuh.
Hormon ini adalah regulator terpenting laju konsumsi O2 dan pengeluaran
energi tubuh pada keadaan istirahat, efek metabolik hormon tiroid berkaitan
erat dengan efek kalorigenik (penghasil panas). Peningkatan aktivitas
metabolik menyebabkan peningkatan produksi panas, (Sherwood, 2011).
Hormon tiroid diatur oleh sumbu hipotalamus, hipofisis, dan tiroid.
Hipotalamus mensekresikan Thyrotropin-releasing hormon (TRH) yang
mengaktifkan sekresi Thyroid-stimulating hormon (TSH) di hipofisis yang
berfungsi untuk menstimulasi sekresi hormon tiroid.
Untuk mengetahui kerja hormon tiroid dan hormon-hormon yang
menstimulasi sekresi hormon tiroid serta penghambat stimulasi hormon tiroid,
maka dilakukan percobaab mengenai “Metabolisme dan Hormon Tiroid”.

1.2. Tujuan
 Untuk mengetahui Basal Metabolic Rate (BMR) pada tikus normal,
tikus yang sudah diangkat kelenjar tiroidnya, dan tikus yang telah
diangkat hipofisisnya.
 Untuk mengetahui efek pemberian tiroksin pada tikus normal, tikus
yang sudah diangkat kelenjar tiroidnya, dan tikus yang telah diangkat
hipofisisnya.
 Untuk mengetahui efek pemberian Thyroid-stimulating hormon (TSH)
pada tikus normal, tikus yang sudah diangkat kelenjar tiroidnya, dan
tikus yang telah diangkat hipofisisnya.
 Untuk mengetahui efek pemberian Prophylthiouracil (PTU) pada tikus
normal, tikus yang sudah diangkat kelenjar tiroidnya, dan tikus yang
telah diangkat hipofisisnya.
BAB II
DAFTAR PUSTAKA

Pada manusia dan mamalia lain, kelenjar tiroid (thyroid gland) terdiri atas
dua lobus yang terletak dipermukaan ventral trakea. Kelenjar tiroid menghasilkan
dua hormon yang sangat mirip yang diturunkan dari asam amino tirosin:
triiodotironin (T3) yang mengandung tiga atom iodin, dan tetraiodotironin (T4),
yang mengandung empat atom iodin. Pada mamalia T 3 bersifat lebih aktif di
anatara kedua hormon tersebut, meskipun keduanya mempunyai pengaruh yang
sama pada sel-sel targetnya, (Campbell, et.al., 2004).
Metabolisme hormon-hormon tiroid terutama terjadi dihati, meskipun
metabolisme lokal juga terjadi didalam jaringan-jaringan target tertentu, seperti
pada otak. Konsentrasi hormon-hormon tiroid dalam serum secara tepat diatur
oleh hormon hipofisis, yaitu tirotropin, dalam suatu umpan balik negatif klasik.
Kerja utama hormon tiroid diperantarai melalui ikatan pada reseptor-reseptor
hormon inti dan memodulasi transkripsi gen-gen tertentu, (Goodman dan Gilman,
2003).
Hampir semua jaringan tubuh terpengaruh langsung atau tak langsung oleh
hormon tiroid. Beberapa efek di antaranya adalah hormon tiroid meningkatkan
laju metabolisme basal keseluruhan tubuh atau laju langsam (idling speed) tubuh,
karena hormon ini adalah regulator terpenting laju konsumsi O 2 dan pengeluaran
energi tubuh pada keadaan istirahat, efek metabolik hormon tiroid berkaitan erat
dengan efek kalorigenik (penghasil panas); hormon tiroid mempengaruhi
pembentukan dan penguraian karbohidrat, protein dan lemak, hormon dalam
jumlah sedikit atau banyak dapat menimbulkan efek yang sebaliknya; hormon
tiroid meningkatkan responsivitas sel sasaran terhadap katekolamin, pembawa
pesan kimiawi yang digunakan oleh sistem saraf simpatis dan medulla adrenal
dengan menyebabkan proliferasi reseptor sel sasaran spesisifik katekolamin;
melalui efek meningkatkan kecepatan jantung terhadap katekolamin dalam darah
maka hormon tiroid meningkatkan kecepatan jantung dan kekuatan kontraksi
sehingga kecepatan jantung meningkat, selain itu sebagai respon beban panas
yang dihasilkan oleh efek kalorigenik hormon tiroid, maka terjadi vasodilatasi
perifer untuk membawa kelebihan panas ke permukaan tubuh untuk dikeluarkan
ke lingkungan; hormon tiroid penting bagi pertumbuhan normal karena
merangsang hormon pertumbuhan (GH) dan meningkatkan produksi IGF-I oleh
hati serta mendorong efek GH dan IGF-I pada sintesis protein stuktural baru dan
pada pertumbuhan tulang, (Sherwood, 2011).
Sekresi hormon tiroid dikontrol oleh hipotalamus dan pituari (hipofise).
Thyroid-stimulating hormon (TSH) adalah hormon tropik tiroid dari hipofisis
anterior, adalah regulator fisiologik terpenting sekresi hormon tiroid. Hampir
setiap tahap dalam sintesis dan pelepasan hormon tiroid dirangsang oleh TSH.
Selain meningkatkan sekresi hormon tiroid, TSH juga mempertahankan integritas
stuktur kelenjar tiroid. Tanpa adanya TSH, tiroid mengalami atrofi (ukurannya
berkurang) dan mengeluarkan hormon tiroid dalam jumlah sangat rendah.
Sebaliknya, kelenjar mengalami hipertrofi (peningkatan ukuran setiap sel folikel)
sebagai respon dari TSH yang berlebihan. Thyrotropin-releasing hormon (TRH)
hipotalamus melalui efek tropiknya, “menyalakan” sekresi TSH oleh hipofisis
anterior, sementara hormon tiroid, melalui mekanisme umpan balik negatif
“memadamkan” sekresi TSH dengan menghambat hipofisis anterior. Mekanisme
antara tiroid dan TSH cenderung mempertahankan kestabilan sekresi hormon
tiroid, (Sherwood, 2011).
Kelainan fungsi hormon tiroid adalah salah satu gangguan endokrinyang
paling sering ditemukan, kelainan ini tergolongan kedalam dua kategori utama
yaitu hipotiroidisme dan hipertiroidisme, yang keduanya masing-masing
mencerminkan defisiensi dan kelebihan sekresi hormon tiroid. Hipotiroidisme
dapat terjadi karena kegagalan primer kelenjar tiroid itu sendiri; defisiensi TRH,
TSH, atau keduanya; kurangnya asupan iodium dari makanan. Hipotiroidisme
umumnya menyebabkan penurunan laju metabolisme basal (BMR), penurunan
toleransi terhadap dingin (kurangnya efek kalorigenik), memiliki kecenderungan
mengalami pertambahan berat badan berlebihan (pembakaran bahan bakar
berlangsung lambat), mudah lelah (produksi energi menurun), memiliki nadi yang
lambat atau lemah (akibat berkurangnya kecepatan dan kekuatan kontraksi
jantung dan berkurangnya curah jantung), memperlihatkan perlambatan refleks
dan responsivitas mental (karena efek pada sistem saraf) ditandai dengan
berkurangnya kesigapan, berbicara perlahan, dan penurunan daya ingat. Pada
orang yang hipotiroidisme sejak lahir timbul suatu keadaan yang dikenal sebagai
dwarfisme. Hipertiroidisme sering disebabkan oleh penyakit Graves. Ini adalah
penyakit autoimun di mana tubuh secara salah menghasilkan long-actingthyroid
stimulator (LATS), suatu antibodi yang sasarannya adalah reseptor TSH di sel
tiroid. LATS merangsang sekresi dan pertumbuhan tiroid mirip dengan yang
dilakukah oleh TSH. Namun, tidak seperti TSH, LATS tidak dipengaruhi oleh
inhibisi umpan balik hormon tiroid sehingga sekresi dan pertumbuhan tiroid tanpa
kendali. Hipertiroidisme umumnya menyebabkan peningkatan laju metabolik
basal (BMR), peningkatan produksi panas sehingga menyebabkan berkeringat dan
intoleransi panas, meskipun nafsu makan dan asupan makanan meningkat yang
terjadi sebagai respon meningkatnya kebutuhan metabolik namun berat tubuh
biasanya turun karena tubuh menggunakan bahan bakar jauh lebih cepat, tubuh
lemas karena berkurangnya protein otot, keceptan denyut dan kekuatan kontraksi
dapat meningkat, efek pada SSP ditandai oleh peningkatan berlebihan
kewaspadaan, mental hingga menyebabkan mudah tersinggung, cemas, dan sangat
emosional, (Sherwood, 2011).
Gondok (goiter) adalah pembesaran kelenjar tiroid. Karena tiroid terletak
diatas trakea maka gondok mudah diraba dan biasanya terlihat. Gondok dapat
terjadi apabila TSH atau LATS merangsang secara berlebihan kelenjar tiroid.
Gondok dapat menyertai hipotiroidisme dan hipertiroidisme, tetapi keadaan ini
tidak harus ada pada kedua penyakit tersebut. Hipotiroidisme akibat kegagalan
hipotalamus atau hipofisis anterior tidak akan disertai gondok , karena kelenjar
tiroid tidak dirangsang secara adekuat, apalagi merangsang secara berlebihan.
Hipotiroidisme yang disebabkan oleh kegagalan kelenjar tiroid atau kekurangan
iodium, gondok terjadi karena kadar hormon tiroid dalam darah sedemikian
rendah sehingga tidak terdapat inhibisi umpan balik negatif dihipofisis anterior,
dan karenanya TSH meningkat. TSH bekerja pada tiroid untuk meningkatkan
ukuran dan jumlah sel folikel dan untuk meningkatkan sekresinya. Jika sel tiroid
tidak dapat mengeluarkan hormon karena kurangnya enzim esensial atau iodium,
maka seberapapun jumlah TSH tidak akan mampu menginduksi sel-sel ini untuk
mengeluarkan T3 dan T4. Namun, TSH tetap dapat menyebabkan hipertrofi dan
hiperplasia tiroid, dengan konsekuensi terjadinya pembesaran paradoks kelenjar
(yaitu, gondok) meskipun produksi kelenjar tetap berkurang, (Sherwood, 2011).
Sekresi TSH yang berlebihan akibat defek hipotalamus atau hipofisis
anterior akan jelas disertai oleh gondok dan sekresi berlebihan T3 dan T4 karena
stimulasi pertumbuhan tiroid yang berlebihan. Karena kelenjar tiroid dalam situasi
ini juga mampu berespons terhadap kelebihan TSH disertai peningkatan sekresi
hormon maka pada gondok ini terjadi hipertiroidisme. Pada penyakit Graves,
terjadi gondok dengan hipersekresi LATS mendorong pertumbuhan tiroid
sekaligus meningkatkan sekresi hormon tiroid. Karena tingginya kadar T 3 dan T4
menghambat hipofisis anterior, maka TSH itu sendiri rendah. Pada semua kasus di
mana terjadi gondok, kadar TSH meninggi dan berperan langsung menyebabkan
pertumbuhan berlebihan tiroid. Hipertiroidisme yang terjadi karena aktifitas
berlebihn tiroid tanpa overstimulasi, misalnya karena tumor tiroid yang tak
terkendali, tidak disertai gondok. Sekresi spontan T3 dan T4 dalam jumlah
berlebihan akan menekan TSH sehingga tidak ada sinyal stimulatorik yang
mendorong pertumbuhan tiroid.
Propilurasil merupakan obat antitiroid yang dianggap sebagai prototipe.
Propilurasil merupakan turunan dari Tiourea, tiourea dan turunan senyawa
alifatiknya yang lebih sederhana dan senyawa heterosikliknya mengandung gugus
tioureilen merupakan mayoritas senyawa antitiroid yang dikenal efektif pada
manusia. Mekanisme kerja obat tiourilen yaitu menghambat pembentukan hormon
tiroid dengan mengganggu bergabungnya iodin ke dalam residu tirosil pada
tiroglobulin (mengganggu terbentuknya iodotirosil yang menghasilkan
monoiodotirosil (MIT) dan diiodotirosin (DIT) di dalam tiroglobulin); obat-obat
tersebut juga menghambat penggandengan residu-residu iodotirosil ini untuk
membentuk iodotironin (menghambat penggandengan monoiodotirosil (MIT) atau
diiodotirosil (DIT) menjadi triodotironin (T3) dan tetraiodotironin (T4). Hal ini
menunjukkan bahwa obat-obat tersebut menghambat oksidasi ion iodida dan
gugus iodotirosil. Obat-obat tersebut menghambat peroksidase, dengan demikian
mencegah terjadinya oksidasi iodida dan gugus iodotirosil menjadi bentuk aktif
yang diperlukan. Obat-obat antitiroid berikatan dengan peroksidase dan
menginaktifasi enzim itu hanya bila hem enzim tersebut dalam keadaan
teroksidasi. Setelah satu periode waktu penghambatan sintesis hormon
menyebabkan pengosongan simpanan tiroglobulin teriodinisasi karena protein
dihidrolisis dan hormon dilepaskan ke dalam sirkulasi. Hanya bila hormon yag
telah terbentuk habis dan konsentrasi hormon tiroid dalam sirkulasi mulai
menurun, efek-efek klinis menjadi nyata, (Goodman dan Gilman, 2003).
Propiltiourasil selain merintangi sintesis hormon, juga menghambat
deiodinisasi tiroksin menjadi triioditironin di perifer. Pada keadaan akut,
penurunan kecepatan konversi tiroksin dalam sirkulasi menjadi triioditonin akan
bermanfaat. Pengukuran kecepatan organifikasi iodin radioaktif oleh tiroid
menunjukkan bahwa absorpsi propiltiourasil dalam jumlah yang efektif dicapai
dalam waktu 20-30 menit setelah dosis oral. Pengukuran tersebut juga
menunjukkan bahwa durasi kerja senyawa itu secara klinis berlangsung singkat.
Waktu paruh propilurasil dalam plasma sekitar 75 menit dan terkonsentrasi di
dalam tiroid, (Goodman dan Gilman, 2003).
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN

Praktikum kali ini adalah menentukan pengaruh hormon dan terapi


pemgganti hormon. Percobaan terapi hormon menggunakan parameter laju
metabolisme. Oleh karena itu hormon yang berhubungan dengan percobaan ini
adalah hormon tiroid dan TSH, hewan yang diujikan ada tiga kelompok,
kelompok kontrol, kelompok dengan tiroidektomi, dan kelompok hipofisektomi.
Kelompok kontrol adalah kelompok hewan percobaan yang kondisinya normal,
kelompok ini berfungsi untuk mengetahui laju metabolik tikus normal. Kelompok
tiroidektomi adalah kelompok tikus yang telah kehilangan kelenjar tiroidnya
sehingga di dalam tubuhnya tidak dihasilkan hormon tiroksin, sedangkan
kelompok hipofisektomi adalah kelompok tikus yang telah kehilangan kelenjar
hipofisisnya sehingga tidak menghasilkan hormon TSH. Jumlah penggunaan
oksigen tiap jam dianalogikan sebagai laju metabolisme. Penggunaan oksigen ini
mencerminkan laju metabolisme karena proses metabolisme hewan percobaan
mutlak memerlukan oksigen sehingga laju metabolisme dapat dianaolgikan
dengan penggunaan oksigen per jam. Percobaan ini menggunakan metode dry lab
dengan menggunakan software PhysioEx dengan hewan percobaan tikus.
Sebelum melakukan percobaan terapi hormon, terlebih dahulu dibuat standar laju
metabolisme. Standar laju ini dibuat untuk mengetahui laju metabolisme ketiga
kelompok tikus pada kondisi normal yaitu dengan mengukur penggunaan oksigen
selama satu menit lalu dengan perhitungan ditentukan laju metabolisme berupa
penggunaan oksigen perjam per kilogram berat badan tikus. Tikus ditempatkan
pada suatu chamber tertutup yang terhubung pada alat pengukur tekanan selama
satu menit, kemudian chamber tersebut diisi kembali dengan udara dari luar
dengan volume yang diketahui hingga tekanan udara kembali seperti semula.
Volume tersebut yang selanjutnya dimasukkan ke dalam perhitungan untuk
menentukan laju metabolisme. Laju metabolisme pada kategori standar laju
selanjutnya digunakan sebagai pembanding untuk terapi hormon yang diterapkan
pada masing-masing kelompok hewan percobaan. Perbedaan nilai laju
metabolisme yang signifikan baik itu meningkat atau menurun menunjukkan
adanya pengaruh dari perlakuan terapi hormon dan pengganti hormon pada hewan
percobaan.
Percobaan I : Pengukuran Standar Laju Metabolisme (BMR)
Tikus normal di klik dan di drag ke dalam chamber dan dilepaskan tombol
mouse. Tombol weight di klik, maka akan terlihat hasil pengukuran berat tikus.
Katup pada sisi kiri tabung (clamp) dibuka agar udara dapat masuk, lalu klik start
pada timer yang menunjukkan 1.00 Dilihat perbedaan antara tinggi kiri dan kanan
tabung U dan perkirakan volume oksigen yang perlu disuntikkan. klik Indicator
pada T-connector “chamber and manometer connected” untuk membukanya maka
akan terbaca “manometer and syringe connected”. Katup (clamp) di klik untuk
menutupnya, sehingga udara dari luar tidak masuk, dipastikan hanya oksigen dari
system tertutup ini yang dihirup oleh tikus. Tombol (+) dibawah O2 di klik,
Kemudian tombol inject di klik sampai volume pada kedua sisi sama (akan ada
kata “level”). Bila terlalu tinggi, dapat diulang dengan menekan tombol (-). Di
klik record data. Hitung konsumsi oksigen per jam dari tikus dengan rumus

konsumsiml O 2 60
menit × , hitung laju metabolisme (BMR) dari berat tubuh
1 menit jam

ml O 2/ jam
dengan rumus berat ( kg) , klik palpate thyroid untuk mengidentifikasi

adanya goiter. Tikus dari chamber di klik dan di drag kembali ke kandangnya.
Klik restore. Langkah di atas diulangi untuk tikus tiroidektomi (Tx) dan
hipofisektomi (Hypox).
Percobaan II : Pengukuran Pengaruh Tiroksin pada Laju Metabolik
Suntikan dengan Thyroxine, di klik dan di drag lalu dilepaskan tombol
mouse untuk menginjeksi pada bagian belakang/ pinggang tikus normal. Drag
tikus normal yang sudah di injeksi ke dalam chamber. Diulangi langkah awal
sampai perhitungan laju metabolic pada percobaan I, Tikus di klik dan di drag
kembali ke dalam kandangnya, dan di klik clean untuk menghilangkan semua
efek dari tiroksin. . Langkah di atas diulangi untuk tikus tiroidektomi (Tx) dan
hipofisektomi (Hypox).

Percobaan III : Pengukuran Pengaruh Thyroid-stimulating hormon (TSH)


pada Laju Metabolik
Suntikan dengan Thyroid-stimulating hormon (TSH), di klik dan di drag lalu
dilepaskan tombol mouse untuk menginjeksi pada bagian belakang/ pinggang
tikus normal. Drag tikus normal yang sudah di injeksi ke dalam chamber.
Diulangi langkah awal sampai perhitungan laju metabolic pada percobaan I,
Tikus di klik dan di drag kembali ke dalam kandangnya, dan di klik clean untuk
menghilangkan semua efek dari tiroksin. . Langkah di atas diulangi untuk tikus
tiroidektomi (Tx) dan hipofisektomi (Hypox).
Percobaan IV : Pengukuran Pengaruh Prophylthiouracil (PTU) pada
Laju Metabolik
Suntikan dengan Prophylthiouracil (PTU) di klik dan di drag lalu dilepaskan
tombol mouse untuk menginjeksi pada bagian belakang/ pinggang tikus normal.
Drag tikus normal yang sudah di injeksi ke dalam chamber. Diulangi langkah
awal sampai perhitungan laju metabolic pada percobaan I, Tikus di klik dan di
drag kembali ke dalam kandangnya, dan di klik clean untuk menghilangkan
semua efek dari tiroksin. . Langkah di atas diulangi untuk tikus tiroidektomi (Tx)
dan hipofisektomi (Hypox).
BAB IV
HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

Dari percobaan Metabolisme dan hormon tiroid menggunakan tikus yang


dijadikan standar dan diberi terapi hormon yang telah dilakukan didapatkan hasil
sebagai berikut:
Rat Weight (g) ml O2/min ml O2/hr BMR Palpation Injected

(ml O2/kg/hr)
Normal 251 7.2 432 1721 No mass No mass
Tx 244 6.3 378 1549 No mass No mass
Hypox 245 6.3 378 1542.86 No mass none
Normal 251 8.4 504 2008 No mass Thyroxine
Tx 244 7.7 462 1893 No mass Thyroxine
Hypox 245 7.8 468 1910 No mass Thyroxine
Normal 251 8 480 1912 Mass TSH
Tx 244 6.3 378 1549 No mass TSH
Hypox 245 7.8 468 1910 Mass TSH
Normal 251 6.4 384 1530 Mass PTU
Tx 244 6.4 384 1574 No mass PTU
Hypox 245 6.2 372 1518 No mass PTU

Hasil Percobaan I : Pengukuran Standar Laju Metabolisme (BMR)


Rat Weight (g) ml O2/min ml O2/hr BMR Palpation Injected

(ml O2/kg/hr)
Normal 251 7.2 432 1721 No mass No mass
Tx 244 6.3 378 1549 No mass No mass
Hypox 245 6.3 378 1542.86 No mass none

Dari pengamatan terlihat bahwa tikus normal (N) memiliki laju metabolik
yang jauh berbeda dibandingkan tikus tiroidektomi (T) dan tikus hipofisektomi
(H). Tikus N memiliki laju metabolik yang paling tinggi sedangkan tikus T
memiliki laju yang relatif sama dengan tikus H. Hal ini karena tikus T sudah tidak
memiliki kelenjar tiroid yaitu kelenjar yang menghasilkan hormon tiroksin,
hormon yang berperan dalam proses metabolisme, sehingga proses
metabolismenya menjadi lambat. Sedangkan tikus H tidak lagi memiliki kelenjar
hipofisis yang merupakan kelenjar yang berfungsi melepaskan TSH sehingga
tidak ada tiroksin yang dilepaskan. Oleh karena itu, laju metabolik tikus T dan
tikus H rendah. Laju metabolik tikus N tinggi karena pada tikus tersebut masih
dihasilkan hormon tiroksin sebab tikus tersebut masih memiliki kelenjar tiroid dan
kelenjar hipofisis sehingga regulasi hormon berjalan normal. Pada pengamatan
tikus (N) mengalami keseimbagan hormon tiroid (euthyroid/normal) karena BMR
berkisar antara 1650-1750, yaitu 1721. Sedangkan tikus (T) dan tikus (H)
mengalami hipothyroid di mana BMR kurang dari 1600, yaitu masing-masing
1549 dan 1542,86. Pada ketiga tikus tidak terdapat goiter karena pada tikus (N)
dalam keadaan normal sehingga tidak mengalami goiter, pada tikus (T) karna
kelenjar tiroidnya telah diangkat maka tidak memungkinkan terjadi goiter, pada
tikus (H) hipofisis telah diangkat sehingga tidak ada stimulasi TSH yang
berlebihan yang dapat menyebabkan goiter.

Hasil Percobaan II : Pengukuran Pengaruh Tiroksin pada Laju Metabolik


Rat Weight (g) ml O2/min ml O2/hr BMR Palpation Injected

(ml O2/kg/hr)
Normal 251 8.4 504 2008 No mass Thyroxine
Tx 244 7.7 462 1893 No mass Thyroxine
Hypox 245 7.8 468 1910 No mass Thyroxine
Pada tikus (N) mengalami (Hiperthyroid), tidak terdapat goiter karena
pada tikus (N) yang masih memiliki tiroid dan hipofisis maka kelebihan tiroid
akan merangsang umpan balik negatif ke hipofisis anterior yang akan
menghambat sekresi TSH agar terjadi keseimbangan. Pada tikus (T) terjadi
hiperthyroid, tidak terdapat goiter karena injeksi tiroksin menyebabkan
peningkatan tiroksin namun kelebihan tersebut merangsang umpan balik di
hipofisis. Pada tikus (H) mengalami hiperthyroid, tikus (H) pada tubuhnya tidak
terdapat/ hanya terdapat sedikit produksi tiroksin sehingga saat diinjeksikan
tiroksin BMR akan meningkat, tidak ada goiter karena kelebihan tiroid akan
merangsang umpan balik negatif ke hipofisis anterior yang akan menghambat
sekresi TSH.
Hasil Percobaan III : Pengukuran Pengaruh Thyroid-stimulating hormon
(TSH) pada Laju Metabolik
Rat Weight (g) ml O2/min ml O2/hr BMR Palpation Injected

(ml O2/kg/hr)
Normal 251 8 480 1912 Mass TSH
Tx 244 6.3 378 1549 No mass TSH
Hypox 245 7.8 468 1910 Mass TSH
Pada tikus (N) yang diinjeksikan TSH terjadi hiperthyroid, terdapat
goiter saat dipalpasi karena pada tubuh tikus (N) sudah terdapat TSH, saat
diinjeksikan TSH maka akan kelebihan sehingga terjadi goiter “Sekresi TSH yang
berlebihan akan jelas disertai oleh gondok dan sekresi berlebihan T3 dan T4
karena stimulasi pertumbuhan tiroid yang berlebihan. Karena kelenjar tiroid
dalam situasi ini juga mampu berespons terhadap kelebihan TSH disertai
peningkatan sekresi hormon maka pada gondok ini terjadi hipertiroidisme,
(Sherwood, 2011)”. Pada tikus (T) terjadi hipothyroid karena TSH tidak
menstimulasi pembentukan tiroksin karena tiroid telah diangkat. Pada tikus (H)
terjadi hiperthyroid, pada tubuhnya tidak terdapat produksi TSH sehingga saat
diinjeksikan TSH, BMR akan meningkat, ada goiter karena di tubuh tikus (H)
masih terdapat kelenjar tiroid sehingga ketika diinjeksikan TSH maka terjadi
kelebihan TSH sehingga memaksa tiroid untuk menghasilkan tiroksin akibatnya
terjadi hipertrofi kelenjar tiroid. “TSH bekerja pada tiroid untuk meningkatkan
ukuran dan jumlah sel folikel dan untuk meningkatkan sekresinya. Jika sel tiroid
tidak dapat mengeluarkan hormon karena kurangnya enzim esensial atau iodium,
maka seberapapun jumlah TSH tidak akan mampu menginduksi sel-sel ini untuk
mengeluarkan T3 dan T4. Namun, TSH tetap dapat menyebabkan hipertrofi dan
hiperplasia tiroid, dengan konsekuensi terjadinya pembesaran paradoks kelenjar
(yaitu, gondok) meskipun produksi kelenjar tetap berkurang, (Sherwood, 2011)”.
Rat Weight (g) ml O2/min ml O2/hr BMR Palpation

(ml O2/kg/hr)
Normal 251 6.4 384 1530 Mass
Tx 244 6.4 384 1574 No mass
Hypox 245 6.2 372 1518 No mass
Percobaan IV : Pengukuran Pengaruh Prophylthiouracil (PTU) pada
Laju Metabolik
Pada tikus (N) mengalami hipothyroid setelah pemberian PTU karena
PTU menghambat konversi T4 menjadi T3 ” Propiltiourasil selain merintangi
sintesis hormon, juga menghambat deiodinisasi tiroksin menjadi triioditironin di
perifer, (Goodman dan Gilman, 2003)”. Sehingga tubuh akan kekurangan tiroksin
”Gagalnyatiroid memproduksi hormon tiroid yang cukup menyebabkan
hipotiroidisme, (Goodman dan Gilman, 2003)”. Pada tikus (N) terdapat gondok
karena ”gondok terjadi karena kadar hormon tiroid dalam darah sedemikian
rendah sehingga tidak terdapat inhibisi umpan balik negatif dihipofisis anterior,
dan karenanya TSH meningkat. TSH bekerja pada tiroid untuk meningkatkan
ukuran dan jumlah sel folikel dan untuk meningkatkan sekresinya. Jika sel tiroid
tidak dapat mengeluarkan hormon karena kurangnya enzim esensial atau iodium,
maka seberapapun jumlah TSH tidak akan mampu menginduksi sel-sel ini untuk
mengeluarkan T3 dan T4. Namun, TSH tetap dapat menyebabkan hipertrofi dan
hiperplasia tiroid, dengan konsekuensi terjadinya pembesaran paradoks kelenjar
(yaitu, gondok) meskipun produksi kelenjar tetap berkurang, (Sherwood, 2011)”.
Pada tikus (T) terjadi hipothyroid, pada tikus (T) sudah tidak ada lagi kelenjar
tiroid sehingga tidak ada pembentukan hormon tiroid sehingga PTU tidak
menghambat kerja apa pun, sehingga tidak juga ditemukan goiter. Pada tikus (H)
terjadi hipothyroid pada tikus (H) hormon tiroid diproduksi dalam jumlah kecil,
saat ada PTU yang menghambat maka tidak ada stimulasi pembentukan hormon
tiroid karna TSH tidak disekresikan oleh hipofisis karna hipofisis sudah diangkat,
sehingga TSH tidak bisa memaksa kerja kelenjar tiroid untuk menghasilkan
hormon tiroid.
BAB V
PENUTUP

5.1. Kesimpulan
 Pada penghitungan standar BMR dengan tidak memberikan terapi hormon,
tikus (N) mempunyai BMR yang normal/euthyroid, pada tikus (T) dan
tikus (H) mempunyai BMR yang rendah.
 Pada pemberian thyroxine ketiga tikus mengalami hiperthyroid namun
tidak terdapat goiter pada ketiganya.
 Pada pemberian TSH tikus (N) dan tikus (H) mengalami hiperthyroid dan
terdapat goiter. Sedangkan tikus (T) mengalami hipothyroid dan tidak
terdapat goiter.
 Pada pemberian PTU ketiga tikus mengalami hipothyroid, pada tikus (N)
terdapat goiter, sedangkan pada tikus (T) dan tikus (H) tidak terdapat
goiter.

5.2. Saran
Pada praktikum selanjutnya diharapkan dilakukan percobaan dengan
terapi Metimazol sehingga juga diketahui perbedaan penggunaan antitiroid
prophyluracil dan Metimazol.
LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI

FISIOLOGI SISTEM ENDOKRIN


PRAKTIKUM METABOLISME DAN HORMON TIROID

KELOMPOK VI:
GESTA QURROTU A 1308012051
SECUNDINA S. CANDIDA 1308012024
DAVID S. KOAMESAH 1308012037
MUTIARA HANDAYANI 13080120
INTAN S. IKUN 13080120
AGNES KONES 13080120
YOSEPH PASCAL N. 13080120

Anda mungkin juga menyukai