Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

SISTEM MUSKULOSKELETAL
“ASUHAN KEPERAWATAN RHEUMATOID ARTHRITIS”

DISUSUN OLEH

kelompok 4

Tia Wahyuningsih (20160811024035) Elisabeth Enok (20150811024037)


Queensy Marlisa (20160811024078) Yawan Salyabo (20150811024135)
Yemima Imbiri (20160811024084) Lince Sokloyo (20150811024070)
Tsunami M Bosern (20160811024132) Yayan M.R La Yani (20150811024136)
Yosina R (20150811024041) Melani G. Manemi (20150811024110)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS CENDERAWASIH
JAYAPURA
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas berkat dan
Rahmat-Nya sehingga kelompok dapat menyelesaikan dan merampung makalah Asuhan
Keperawatn Rheumatoid Arthritis sebagai nilai tugas seminar mata kuliah Sistem
Muskuloskeletal.
Tak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Ns. Rohmani, M.Kep.,
Sp.KMB sebagai dosen pengampuh mata kuliah ini yang telah memberikan tugas kepada
kelompok kami.
Dan akhirnya kami sebagai kelompok menyadari bahwa ada kekurangan dari
makalah ini untuk itu kelompok mengharapkan saran dari pembaca.
Semoga makalah kami bermanfaat.

Jayapura, 20 Oktober 2018

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
D. Manfaat

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian
B. Etiologi
C. Klasifikasi
D. Patofisiologi
E. Komplikasi
F. Manifestasi Klinis
G. Pemeriksaan Penunjang
H. Penatalaksanaan
I. Asuhan Keperawatan

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan
B. Saran

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perubahan-perubahan akan terjadi pada tubuh manusia sejalan dengan


semakin meningkatnya usia. Perubahan tubuh terjadi sejak awal kehidupan hingga
usia lanjut pada semua organ dan jaringan tubuh. Keadaan demikian itu tampak
pula pada semua sistem muskuloskeletal dan jaringan lain yang ada kaitannya
dengan kemungkinan timbulnya beberapa golongan reumatik.
Salah satu golongan penyakit reumatik yang menimbulkan gangguan
muskuloskeletal adalah rheumatoid arthritis. Reumatik dapat mengakibatkan
perubahan otot hingga fungsinya dapat menurun bila otot pada bagian yang
menderita tidak dilatih guna mengaktifkan fungsi otot. Dengan meningkatnya usia
menjadi tua fungsi otot dapat dilatih dengan baik. Namun usia lanjut tidak selalu
mengalami atau menderita rematik. Bagaimana timbulnya kejadian rematik ini,
sampai sekarang belum sepenuhnya dapat dimengerti. Reumatik bukan
merupakan suatu penyakit, tetapi merupakan suatu sindrom. Golongan penyakit
yang menampilkan perwujudan sindrom reumatik cukup banyak, namun semua
menunjukkan adanya persamaan ciri. Menurut kesepakatan para ahli dibidang
rematologi, reumatik dapat terungkap sebagai keluhan atau tanda. Dari
kesepakatan, dinyatakan ada tiga keluhan utama pada sistem muskuloskeletal
yaitu : pembengkakan sendi, kelemahan otot dan gangguan gerak. (Sonarto, 1982)
Dari berbagai masalah kesehatan itu ternyata gangguan muskuloskeletal
menempati urutan kedua 14,4% setelah penyakit kardiovaskuler dalam pola
penyakit masyarakat usia >55 tahun (Household Survey on Health, 1996) dan
berdasarkan WHO di jawa ditemukan bahwa rheumatoid arthritis menempati
urutan pertama (49%) dari pola penyakit lansia (Boedhi Darmojo et.al,1991).

B. Rumusan Masalah

1. Apa itu rheumatoid arthritis ?


2. Apa saja etiologi rheumatoid arthritis ?
3. Apa saja klasifikasi rheumatoid arthritis ?
4. Bagaimana patofisiologi rheumatoid arthritis ?
5. Apa saja kompikasi rheumatoid arthritis ?
6. Bagaimana manifestasi klinis rheumatoid arthritis ?
7. Apa saja pemeriksaan penunjang rheumatoid arthritis ?
8. Bagaimana penatalaksanan rheumatoid arthritis ?
9. Bagaimana asuhan keperawatan rheumatoid arthritis ?
C. Tujuan

Untuk mengetahui landasan teori tentang asuhan keperawatan pasien dengan


Rheumatoid Arthritis :
1. Mengetahui pengertian rheumatoid arthritis
2. Mengetahui etiologi rheumatoid arthritis
3. Mengetahui klasifikasi rheumatoid arthritis
4. Mengetahui patofisiologi rheumatoid arthritis
5. Mengetahui kompikasi rheumatoid arthritis
6. Mengetahui manifestasi klinis rheumatoid arthritis
7. Mengetahui pemeriksaan penunjang rheumatoid arthritis
8. Mengetahui penatalaksanan rheumatoid arthritis
9. Mengetahui asuhan keperawatan rheumatoid arthritis

D. Manfaat

Penyusunan makalah ini bertujuan agar kita dapat mengetahui keselurahan


kerangka pengetahuan rheumatoid arthritis sehingga dapat memberikan asuhan
keperawatan dari pengkajian hingga evaluasi dengan baik dan benar.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Rheumatoid Arthritis

Kata arthritis berasal dari dua kata Yunani. Pertama, arthron, yang berarti
sendi. Kedua, itis  yang berarti peradangan. Secara harfiah, arthritis berarti radang
sendi.
Artritis Reumatoid atau Rheumatoid arthritis (RA) adalah penyakit
autoimun sistemik(Symmons, 2006). RA merupakan salah satu kelainan
multisystem yang etiologinya belum diketahui secara pasti dan dikarateristikkan
dengan destruksi sinovitis(Helmick,2008). Penyakit ini merupakan pera dangan
sistemik yang paling umum ditandai dengan keterlibatan sendi yang simetris
(Dipiro,2008). Penyakit RA ini merupakan kelainan autoimun yang
menyebabkan inflamasi sendi yang berlangsung kronik dan mengenai lebih dari
lima sendi (poliartritis)(Pradana, 2012).
B. Etiologi

Etiologi RA belum diketahui dengan pasti. Namun, kejadiannya dikorelasikan


dengan interaksi yang kompleks antara faktor genetic dan lingkungan (Suarjana,
2009)
a. Genetik, berupa hubungan dengan gen HLA-DRB1 dan faktor ini memiliki
angka kepekaan dan ekspresipen yakni sebesar60%(Suarjana, 2009).
b. Hormon Sex, perubahan profil hormone berupa stimulasi dari Placental
Corticotraonin Releasing Hormone yang mensekresi
dehidropiandrosteron(DHEA), yang merupakan substrat penting dalam sintesis
estrogen plasenta. Dan stimulasi esterogen dan progesteron pada respon imun
humoral (TH2) dan menghambat respon imun selular (TH1). Pada RA respon
TH1 lebih dominan sehingga estrogen dan progesteron mempunyai efek yang
berlawanan terhadap perkembangan penyakitini(Suarjana, 2009).
c. Faktor Infeksi, beberapa agen infeksi diduga bias menginfeksi selinduk semang
(host) dan merubah reaktivitas atau respon sel T sehingga muncul timbulnya
penyakit RA (Suarjana, 2009).
d.Heat Shock Protein (HSP) ,merupakan protein yang diproduksi sebagai respon
terhadap stres. Protein ini mengandung untaian(sequence) asam amino
homolog. Diduga terjadi fenomena kemiripan molekul dimana antibody dan sel
T mengenali epitop HSP pada agen infeksi dan sel Host. Sehingga bias
menyebabkan terjadinya reaksi silang Limfosit dengan sel Host sehingga
mencetuskan reaksi imunologis(Suarjana, 2009)
e. Faktor Lingkungan, salah satu contohnya adalah merokok (Longo, 2012)
C. Klasifikasi

Buffer (2010) mengklasifikasikan reumatoid arthritis menjadi 4 tipe, yaitu:


1.  Reumatoid arthritis klasik
pada tipe ini harus terdapat 7 kriteria tanda dan gejala sendi yang harus
berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 6 minggu.
2.  Reumatoid arthritis defisit
pada tipe ini harus terdapat 5 kriteria tanda dan gejala sendi yang harus
berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 6 minggu.
3.  Probable  Reumatoid arthritis
pada tipe ini harus terdapat 3 kriteria tanda dan gejala sendi yang harus
berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 6 minggu.
4.  Possible  Reumatoid arthritis
pada tipe ini harus terdapat 2 kriteria tanda dan gejala sendi yang harus
berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 3 bulan.

Jika ditinjau dari stadium penyakit, terdapat tiga stadium yaitu :


1.  Stadium sinovitis
Pada stadium ini terjadi perubahan dini pada jaringan sinovial yang ditandai
hiperemi, edema karena kongesti, nyeri pada saat bergerak maupun istirahat,
bengkak dan kekakuan.
2.  Stadium destruksi
Pada stadium ini selain terjadi kerusakan pada jaringan sinovial terjadi juga
pada jaringan sekitarnya yang ditandai adanya kontraksi tendon.
3.  Stadium deformitas
Pada stadium ini terjadi perubahan secara progresif dan berulang kali,
deformitas dan gangguan fungsi secara menetap.
D. Patofiologi

Pathway Arthritis Reumatoid

Pada Reumatoid arthritis, reaksi autoimun (yang dijelaskan sebelumnya)


terutama terjadi dalam jaringan sinovial. Proses fagositosis menghasilkan enzim-
enzim dalam sendi. Enzim-enzim tersebut akan memecah kolagen sehingga terjadi
edema, proliferasi membran sinovial dan akhirnya pembentukan pannus. Pannus
akan menghancurkan tulang rawan dan menimbulkan erosi tulang. Akibatnya
adalah menghilangnya permukaan sendi yang akan mengganggu gerak sendi. Otot
akan turut terkena karena serabut otot akan mengalami perubahan degeneratif
dengan menghilangnya elastisitas otot dan kekuatan kontraksi otot (Smeltzer &
Bare, 2002).
Inflamasi mula-mula mengenai sendi-sendi sinovial seperti edema,
kongesti vaskular, eksudat febrin dan infiltrasi selular.  Peradangan yang
berkelanjutan, sinovial menjadi menebal, terutama pada sendi artikular kartilago
dari sendi.  Pada persendian ini granulasi membentuk pannus, atau penutup yang
menutupi kartilago.  Pannus masuk ke tulang sub chondria. Jaringan granulasi
menguat karena radang menimbulkan gangguan pada nutrisi kartilago artikuer.
Kartilago menjadi nekrosis. 
Tingkat erosi dari kartilago menentukan tingkat ketidakmampuan sendi. 
Bila kerusakan kartilago sangat luas maka terjadi adhesi diantara permukaan
sendi, karena jaringan fibrosa atau tulang bersatu (ankilosis).  Kerusakan kartilago
dan tulang menyebabkan tendon dan ligamen jadi lemah dan bisa menimbulkan
subluksasi atau dislokasi dari persendian.  Invasi dari tulang sub chondrial bisa
menyebkan osteoporosis setempat.
Lamanya Reumatoid arthritis berbeda pada setiap orang ditandai dengan
adanya masa serangan dan tidak adanya serangan. Sementara ada orang yang
sembuh dari serangan pertama dan selanjutnya tidak terserang lagi. Namun pada
sebagian kecil individu terjadi progresif yang cepat ditandai dengan kerusakan
sendi yang terus menerus dan terjadi vaskulitis yang difus (Long, 1996).

E. Komplikasi

1.Dapat menimbulkan perubahan pada jaringan lain seperti adanya proses


granulasi di bawah kulit yang disebut subcutan nodule.
2. Pada otot dapat terjadi myosis, yaitu proses granulasi jaringan otot.
3. Pada pembuluh darah terjadi tromboemboli.
4. Tromboemboli adalah adanya sumbatan pada pembuluh darah yang disebabkan
oleh adanya darah yang membeku.
5. Terjadi splenomegali.
6.Slenomegali merupakan pembesaran limfa,jika limfa membesar kemampuannya
untuk menyebabkan berkurangnya jumlah sel darah putih dan trombosit dalam
sirkulasi menangkap dan menyimpan sel-sel darah akan meningkat.
Kelainan sistem pencernaan yang sering dijumpai adalah gastritis dan
ulkus peptik yang merupakan komlikasi utama penggunaan obat anti inflamasi
nonsteroid (OAINS) atau obat pengubah perjalanan penyakit ( disease modifying
antirhematoid drugs, DMARD ) yang menjadi faktor penyebab morbiditas dan
mortalitas utama pada arthritis reumatoid.
Komlikasi saraf yang terjadi memberikan gambaran jelas , sehingga
sukar dibedakan antara akibat lesi artikuler dan lesi neuropatik. Umumnya
berhubungan dengan mielopati akibat ketidakstabilan vertebra servikal dan
neuropati iskemik akibat vaskulitis.
F. Manifestasi Klinis

RA dapat ditemukan pada semua sendi dan sarung tendo, tetapi paling sering
ditangan. RA juga dapat menyerang sendi siku, kaki, pergelangan kaki dan
lutut. Sinovial sendi, sarung tendo, dan bursa menebal akibat radang yang
diikuti oleh erosi tulang dan destruksi tulang disekitar sendi
(Syamsuhidajat,2010)

Gambar 5. Destruksi sendi akibat pannus (Suarjana, 2009)

Ditinjau dari stadium penyakitnya, ada tiga stadium pada RA yaitu


(Nasution, 2011):

a. Stadium sinovitis.
Artritis yang terjadi pada RA disebabkan oleh sinovitis, yaitu inflamasi
pada membrane synovial yang membungkus sendi. Sendi yang terlibat
umumnya simetris, meski pada awal bias jadi tidak simetris. Sinovitis
ini menyebabkan erosi permukaan sendi sehingga terjadi deformitas
dan kehilangan fungsi (Nasution, 2011). Sendi pergelangan tangan
hamper selalu terlibat, termasuk sendi interfalang proksimal dan
metakar pofalangeal (Suarjana, 2009).

b. Stadiumdestruksi
Ditandai adanya kontrak sitendon saat terjadi kerusakan pada jaringan
sinovial (Nasution, 2011).
c. Stadium deformitas
Pada stadium ini terjadi perubahan secara progresif dan berulang kali,
deformitas dangan gangguan fungsi yang terjadi secara
menetap(Nasution,2011).

Manifestasi klinis RA terbagi menjadi 2 kategori yaitu manifestasi artikular


dan manifestasi ekstraartikular (Suarjana, 2009).

Manfestasi artikular RA terjadi secara simetris berupa inflamasi sendi,


bursa, dan sarung tendo yang dapat menyebabkan nyeri,bengkak,dan
kekakuan sendi, serta hidropsringan (Sjamsuhidajat,2010). Tanda kardinal
inflamasi berupa nyeri,bengkak,kemerahan dan terabah sangat mungkin
ditemukan pada awal atau selama kekambuhan, namun kemerahan dan
perabaan hangat mungkin tidak dijumpai pada RA kronik(Surjana, 2009).
Sendi-sendi besar, seperti bahu dan lutut, sering menjadi manifestasi klinis
tetap,meskipunsendi-sendiini mungkinberupagejalaasimptomatiksetelah
bertahun-tahun dari onsetterjadinya (Longo, 2012).

Gambar6. Sendi Metacarpopalangeal dan proksimal interfalangeal yang


bengkak padapenderita artritis reumatoid (Longo,2012).
Distribusi sendi yang terlibat dalam RA cukup bervariasi. Tidaksemua
sendiproporsinya sama,beberapa sendilebihdominanuntukmengalami
inflamasi, misalnyasendi sendi kecilpadatangan (Suarjana, 2009).

Manifestasi ekstraartikular jarang ditemukan pada RA (Syamsyuhidajat,


2010). Secara umum, manifestasi RA mengenai hampir seluruh bagian
tubuh. Manifestasi ekstraartikular pada RA, meliputi (Longo, 2012):
a. Konstitusional,terjadipada100%pasienyangterdiagnosaRA.Tanda
o
dan gejalanya berupa penurunan berat badan, demam >38,3 c ,
kelelahan (fatigue), malaise, depresidan padabanyak kasus terjadi
kaheksia,yang secaraumummerefleksiderajatinflamasidankadang
mendahuluiterjadinyagelaja awal padakerusakansendi (Longo, 2012).

b. Nodul,terjadipada30-40%penderitadanbiasanyamerupakanlevel tertinggi
aktivitas penyakit ini. Saat dipalpasi nodul biasanya tegas,
tidaklembut,dandekatperiosteum,tendoataubursa.Nodulinijuga bisa
terdapat di paru-paru, pleura, pericardium, dan peritonuem. Nodul
bisanya benign(jinak),dan diasosiasikan denganinfeksi,ulserasidan
gangren (Longo, 2012).

c. Sjogren’s syndrome, hanya 10% pasien yang memiliki secondary


sjogren’s syndrome.Sjogren’s syndrome ditandai dengan
keratoconjutivitis sicca(dry eyes) atau xerostomia (Longo, 2012).

d. Paru(pulmonary)contohnyaadalahpenyakitpleurakemudiandiikuti
denganpenyakitparu interstitial(Longo, 2012).

e. Jantung (cardiac)pada<10%penderita.Manifestasiklinispadajantung
yang disebabkan oleh RA adalah perikarditis, kardiomiopati,
miokarditis, penyakti arteri koreoner atau disfungsi diastol (Longo,
2012).

f. Vaskulitis,terjadipada<1%penderita,terjadipadapenderitadengan
penyakitRAyangsudahkronis (Longo, 2012).

g. Hematologi berupa anemia normositik, immmune mediated


trombocytopeniadankeadaandengantriasberupa neutropenia,
splenomegaly,dannodularRAseringdisebutdenganfelty syndrome.
Sindrom ini terjadi padapenderitaRA tahap akhir(Longo, 2012).
h. Limfoma,resikoterjadinyapadapenderitaRAsebesar 2-4kalilebih
besardibanding populasiumum.Halinidikarenakan penyebaranB-cell
lymphoma sercaraluas (Longo, 2012).

Beberapa keadaanyangdiasosiakandenganmordibitas danmortalitas pada


pasien RA adalahpenyakti kardiovaskuler, osteoporosis dan
hipoandrogenisme(Longo, 2012).

GambarManifestasi ekstraartikular (Longo, 2012)

G. Pemeriksaan Penunjang

1.  Tes serologi : Sedimentasi eritrosit meningkat, Darah bisa terjadi anemia dan


leukositosis, Reumatoid faktor, terjadi 50-90% penderita
2.  Sinar X dari sendi yang sakit : menunjukkan pembengkakan pada jaringan
lunak, erosi sendi, dan osteoporosis dari tulang yang berdekatan ( perubahan
awal ) berkembang menjadi formasi kista tulang, memperkecil jarak sendi dan
subluksasio. Perubahan osteoartristik yang terjadi secara bersamaan.
3.  Scan radionuklida :mengidentifikasi peradangan sinovium
4.  Artroskopi Langsung : Visualisasi dari area yang menunjukkan irregularitas/
degenerasi tulang pada sendi
5.  Aspirasi cairan sinovial : mungkin menunjukkan volume yang lebih besar dari
normal: buram, berkabut, munculnya warna kuning ( respon inflamasi, produk-
produk pembuangan degeneratif ); elevasi SDP dan lekosit, penurunan
viskositas dan komplemen ( C3 dan C4 ).
6.  Biopsi membran sinovial: menunjukkan perubahan inflamasi dan
perkembangan panas.
7.  Pemeriksaan cairan sendi melalui biopsi, FNA (Fine Needle Aspiration) atau
atroskopi; cairan sendi terlihat keruh karena mengandung banyak leukosit dan
kurang kental dibanding cairan sendi yang normal.
Kriteria diagnostik Artritis Reumatoid adalah terdapat poli- arthritis yang
simetris yang mengenai sendi-sendi proksimal jari tangan dan kaki serta
menetap sekurang-kurangnya 6 minggu atau lebih bila ditemukan nodul
subkutan atau gambaran erosi peri-artikuler pada foto rontgen
Beberapa faktor yang turut dalam memeberikan kontribusi pada
penegakan diagnosis Reumatoid arthritis, yaitu nodul Reumatoid, inflamasi
sendi yang ditemukan pada saat palpasi dan hasil-hasil pemeriksaan
laboratorium. Pemeriksaaan laboratorium menunjukkan peninggian laju endap
darah dan factor Reumatoid yang positif sekitar 70%; pada awal penyakit
faktor ini negatif. Jumlah sel darah merah dan komplemen C4 menurun.
Pemeriksaan C- reaktifprotein (CRP) dan antibody antinukleus (ANA) dapat
menunjukan hasil yang positif. Artrosentesis akan memperlihatkan cairan
sinovial yang keruh, berwarna mirip susu atau kuning gelap dan mengandung
banyak sel inflamasi, seperti leukosit dan komplemen (Smeltzer & Bare, 2002).
Pemeriksaan sinar-X dilakukan untuk membantu penegakan diagnosis dan
memantau perjalanan penyakitnya. Foto rongen akan memperlihatkan erosi
tulang yang khas dan penyempitan rongga sendi yang terjadi dalam perjalanan
penyakit tersebut (Smeltzer & Bare, 2002).
H. Penatalaksanaan
Tujuan utama terapi adalah:
1. Meringankan rasa nyeri dan peradangan
2. Memperatahankan fungsi sendi dan kapasitas fungsional maksimal
penderita.
3. Mencegah atau memperbaiki deformitas

Program terapi dasar terdiri dari lima komponen dibawah ini yang merupakan
sarana pembantu untuk mecapai tujuan-tujuan tersebut yaitu:
1. Istirahat
2. Latihan fisik
3. Panas
4. Pengobatan
a) Aspirin (anti nyeri)dosis antara 8 s.d 25 tablet perhari, kadar salisilat
serum yang diharapakan adalah 20-25 mg per 100 ml
b) Natrium kolin dan asetamenofen  meningkatkan toleransi saluran
cerna terhadap terapi obat
c) Obat anti malaria (hidroksiklorokuin, klorokuin) dosis 200 – 600
mg/hari  mengatasi keluhan sendi, memiliki efek steroid sparing
sehingga menurunkan kebutuhan steroid yang diperlukan.
d) Garam emas
e) Kortikosteroid
5. Nutrisi  diet untuk penurunan berat badan yang berlebih

Bila Rhematoid artritis progresif dan, menyebabkan kerusakan sendi,


pembedahan dilakukan untuk mengurangi rasa nyeri dan memperbaiki fungsi.
Pembedahan dan indikasinya sebagai berikut:
1. Sinovektomi, untuk mencegah artritis pada sendi tertentu, untuk
mempertahankan fungsi sendi dan untuk mencegah timbulnya kembali
inflamasi.
2. Arthrotomi, yaitu dengan membuka persendian.
3. Arthrodesis, sering dilaksanakan pada lutut, tumit dan pergelangan tangan.
4. Arthroplasty, pembedahan dengan cara membuat kembali dataran pada
persendian.

Terapi di mulai dengan pendidikan pasien mengenai penyakitnya dan


penatalaksanaan yang akan dilakukan sehingga terjalin hubungan baik antara
pasien dan keluarganya dengan dokter atau tim pengobatan yang merawatnya.
Tanpa hubungan yang baik akan sukar untuk dapat memelihara ketaatan pasien
untuk tetap berobat dalam suatu jangka waktu yang lama (Mansjoer, dkk. 2001).

Penanganan medik pemberian salsilat atau NSAID dalam dosis terapeutik.


Kalau diberikan dalam dosis terapeutik yang penuh, obat-obat ini akan
memberikan efek anti inflamasi maupun analgesik. Namun pasien perlu
diberitahukan untuk menggunakan obat menurut resep dokter agar kadar obat
yang konsisten dalam darah bisa dipertahankan sehingga keefektifan obat anti-
inflamasi tersebut dapat mencapai tingkat yang optimal (Smeltzer & Bare, 2002).

Kecenderungan yang terdapat dalam penatalaksanaan Reumatoid arthritis


menuju pendekatan farmakologi yang lebih agresif pada stadium penyakit yang
lebih dini. Kesempatan bagi pengendalian gejala dan perbaikan penatalaksanaan
penyakit terdapat dalam dua tahun pertama awitan penyakit tersebut (Smeltzer &
Bare, 2002).

Menjaga supaya rematik tidak terlalu mengganggu aktivitas sehari-hari,


sebaiknya digunakan air hangat bila mandi pada pagi hari. Dengan air hangat
pergerakan sendi menjadi lebih mudah bergerak. Selain mengobati, kita juga bisa
mencegah datangnya penyakit ini, seperti: tidak melakukan olahraga secara
berlebihan, menjaga berat badan tetap stabil, menjaga asupan makanan selalu
seimbang sesuai dengan kebutuhan tubuh, terutama banyak memakan ikan laut.
Mengkonsumsi suplemen bisa menjadi pilihan, terutama yang mengandung
Omega 3. Didalam omega 3 terdapat zat yang sangat efektif untuk memelihara
persendian agar tetap lentur.
ASUHAN KEPERAWATAN RHEMATOID ARTHRITIS

PENGKAJIAN
Riwayat Keperawatan
 Adanya keluhan sakit dan kekakuan pada tangan, atau pada tungkai.
 Perasaan tidak nyaman dalam beberapa periode/waktu sebelum pasien mengetahui
dan merasakan adanya perubahan pada sendi.

Pemeriksaan Fisik
 Inspeksi dan palpasi persendian untuk masing-masing sisi (bilateral), amati warna
kulit, ukuran, lembut tidaknya kulit, dan pembengkakan.
 Lakukan pengukuran passive range of mation pada sendi-sendi sinovial
a) Catat bila ada deviasi (keterbatasan gerak sendi)
b) Catat bila ada krepitasi
c) Catat bila terjadi nyeri saat sendi digerakkan
 Lakukan inspeksi dan palpasi otot-otot skelet secara bilateral
a) Catat bia ada atrofi, tonus yang berkurang
b) Ukur kekuatan otot
 Kaji tingkat nyeri, derajat dan mulainya
 Kaji aktivitas/kegiatan sehari-hari

Riwayat Psiko Sosial


Pasien dengan RA mungkin merasakan adanya kecemasan yang cukup tinggi
apalagi pad pasien yang mengalami deformitas pada sendi-sendi karean ia
merasakan adanya kelemahan-kelemahan pada dirinya dan merasakan kegiatan
sehari-hari menjadi berubah. Perawat dapat melakukan pengkajian terhadap
konsep diri klien khususnya aspek body image dan harga diri klien.

DIAGNOSIS KEPERAWATAN
Berdasarkan tanda dan gejala yang dialami oleh pasien dengan artritis ditambah
dengan adanya data dari pemeriksaan diagnostik, maka diagnosa keperawatan
yang sering muncul yaitu:
 Gangguan body image berhubungan dengan perubahan penampilan tubuh,
sendi, bengkok, deformitas.
 Nyeri berhubungan dengan perubahan patologis oleh artritis rhematoid.
 Risiko cedera berhubungan dengan hilangnya kekuatan otot, rasa nyeri.
 Gangguan aktifitas sehari-hari berhubungan dengan terbatasnya
gerakan..
 Gangguan mobilitas berhubungan dengan kelemahan sendi
 Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi

INTERVENSI DAN IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

1. Gangguan body image berhubungan dengan perubahan penampilan


tubuh, sendi, bengkok, deformitas.
Tujuan : klien memahami perubahan-perubahan tubuhnya akibat proses
penyakit
Recana/tindakan Keperawatan
 Dorong klien untuk mengungkapkan rasa takut dan cemasnya mengahdapi
proses penyakit. Kondisi ini dapat membantu untuk menyadari keadaan
diri.
 Berikan support yang sesuai. Hal ini dapat membantu meningkatkan
upaya menerima dirinya.
 Dorong klien untuk mandiri. Kemandirian membantu meningkatkan harga
diri.
 Memodifikasi lingkungan sesuai dengan kondisi klien

2. Nyeri berhubungan dengan perubahan patologis oleh artritis rhematoid.


Tujuan : Kebutuhan rasa nyaman klien terpenuhi atau klien terhindar dari rasa
nyeri
Recana/tindakan Keperawatan
 Istirahatkan klien sesuai kondisi (bed rest). Hal ini dapat membantu
menurunkan stress muskuloskeletal, mengurangi tegangan otot, dan
meningkatkan relaksasi karena kelelahan dapat mendorong terjadinya
nyeri.
 Pertahankan posisi fisiologis dengan benar atai body alignment yang baik.
Bantu dan ajari klien untuk menghindari gerakan eksternal rotasi pada
ekstremitas. Hindarkan menggunakan bantal dibawah lutut, tetapi letakkan
bantal diatara lutut, hindari fleksi leher.
 Bila direncanakan klien dapat menggunakan splint, atau brace. Hal ini
dapat mencegah deformitas lebih lanjut.
 Hindari gerakan yang cepat dan tiba-tiba karena dapat menimbulkan
dislokasi dan stres pada sendi-sendi
 Lakukan perawatan dengan hati-hati khususnya pada anggota-anggota
tubuh yang sakit. Karena gerakan-gerakan yang kasar akan semakin
menimbulkan nyeri
 Gunakan terapi panas misal kompres hangat pada area/bagian tubuh yang
sakit. Panas dapat meningkatkan sirkulasi, relaksai otot-otot, mengurangi
kekakuan. Kemungkinan juga dapat membvantu pengeluaran endorfin
yaitu sejenis morfin yang diproduksi oleh tubuh.
 Lakukan peawatan kulit dan masase perlahan. Hal ini membantu
meningkatkan aliran darah relaksasi otot, dan menghambat impuls-impuls
nyeri serta merangsang pengeluaran endorfin.
 Memberikan obata-obatab sesuai terapi dokter misal, analgetik, antipiretik,
anti inflamasi.

3. Risiko cedera berhubungan dengan hilangnya kekuatan otot dan sendi


Tujuan : Klien terhindar dari cedera
Recana/tindakan Keperawatan
 Gunakan sepatu yang menyokong, hindarkan lantai yang licin,
menggunakan pegangan dikamar mandi.
 Lakukan latihan ROM (bila memungkinkan). Untuk meningkatkan
mobilitas dan kekuatan otot, mencegah deformitas, memperthankan fungsi
semaksimal mungkin
 Monitor atau observasi efek penggunaan obat-obatan misal ada perdarahan
pada lambung, hematemesis.

4. Gangguan aktifitas sehari-hari (defisit self care) berhubungan dengan


terbatasnya gerakan.
Tujuan : Klien akan mandiri sesuai kemampuan daam memenuhi aktifitas
sehari-hari
Recana/tindakan Keperawatan
 Ajarkan aktifitas sehari-hari agar klien mulai terkondisi untuk melakukan
aktivitas sesuai dengan kemampuanyya dan bertahap.
 Bantu klien untuk makan, berpakaian, dan kebutuhan lain selam memang
diperlukan.
5. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan sendi
Tujuan : Mobilitas persendian klien dapat meningkat
Recana/tindakan Keperawatan
 Bantu klien untuk melakukan ROM aktif maupun pasif. Untuk
memelihara fungsi sendi dan kekuatan otot meningkatkan elasitias
serabut- serabut otot.
 Rencanakan program latihan setiap hari (dapat bekerja sama dengan dokter
dan fisioterapi)
 Lakukan observasi untuk setiap kali latihan
 Berikan istirahat secara periode
 Berikan lingkungan yang aman misal, menggunakan pegangan saat
dikamar mandi, tongkat yang ujungnya sejenis karet sehingga tidak licin

6. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi.


Tujuan : Klien dan keluarga dapat memahami cara perawatan dirumah.
Recana/tindakan Keperawatan
 Tekankan kembali tentang pentingnya latihan atau aktivitas yang
dianjurkan, proses penyakit dan keterbatasan-keterbatasannya.
 Diskusi tentang diit, dan hindarkan peningkatan berat badan
 Berikan jadwal obat-obatan yang ada, anam dosis, tujuan/efek, efek
samping dan tanda keracunan obat.
 Jelaskan bahwa klien harus menghindari terjadinya konstipasi
 Jelaskan, kapan klien harus periksa ulang

EVALUASI
 Prilaku yang adaptif sehubungan dengan adanya masalah konsep diri
 Nyeri dapat berkurang
 Mampu untuk melakukan aktifitas sehari-hari
 Komplikasi dapat dihindari
 Meningkatkan mobilitas
 Memahami cara perawatan di rumah
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Artritis Reumatoid atau Rheumatoid arthritis (RA) adalah penyakit


autoimunsistemik(Symmons, 2006). RA merupakan salah satukelainan
multisistemyang etiologinyabelumdiketahuisecarapastidan dikarateristikkan
dengandestruksisinovitis(Helmick,2008). Penyakitini
merupakanperadangansistemikyang palingumumditandaidengan
keterlibatansendiyang simetris(Dipiro,2008). PenyakitRAinimerupakan
kelainanautoimun yangmenyebabkaninflamasisendi yangberlangsung kronik
dan mengenai lebih dari lima sendi (poliartritis)(Pradana, 2012).

B. Saran
Sebagai calon perawat hendaknya kita mengerti dan memahami tentang
rheumatoid arthritis. Dengan memahami tentang rheumatoid arthritis diharapkan
kita dapat melaksanakan asuhan keperawatan tentang penyakit tersebut dengan
benar.
DAFTAR PUSTAKA

Guyton, Arthur C., Hall, John E., 2007. BUKU AJAR FISIOLOGI
KEDOKTERAN Edisi 11. Alih bahasa : Irawati, et al. Jakarta : EGC

Harris ED Jr., 1993, Etiology and Pathogenesis of Reumatoid Arthritis. Dalam:


Textbook of Rheumatology.Philadhelpia:Saunders Co

Hirmawan, Sutisna., 1973. PATOLOGI. Jakarta : Bagian Patologi Anatomik


Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, pp : 437, 1

Hollmann DB. Arthritis & musculoskeletal disorders. In: Tierney LM, McPhee,
Papadakis MA (Eds): Current Medical Diagnosis & Treatment, 34 th ed.,
Appleton & Lange, International Edition, Connecticut 2005, 729-32.

Smeltzer C. Suzanne, Brunner & Suddarth. Buku Ajar Keperawatan Medikal


Bedah. Jakarta : EGC. 2002.

Kumar, V., Cotran, R. S., Robbins, S. L., 2007. BUKU AJAR PATOLOGI Edisi
7. Jakarta : EGC

Mansjoer, A., Suprohaita, Wardhani, Wahyu I., Setiowulan, W., 2000. KAPITA
SELEKTA KEDOKTERAN Edisi Ketiga Jilid Kedua. Jakarta : Media
Aesculapius

Nasution..1996.Aspek Genetik Penyakit Reumatik dalam Noer S (Editor) Buku


Ajar Penyakit Dalam Jilid I. Jakarta: Balai penerbit FKUI.

Price, SA. Dan Wilson LM., 1993, Patofisiologi: Konsep Klinik Proses-Proses
Penyakit bag 2. Jakarta: EGC

http://wijj-lestari.wordpress.com/2016/05/asuhan-keperawatan-dengan-
rheumatoid.html

https://www.slideshare.net/WidyaPratiwi18/laporan-pendahuluan-rheumatoid-
arthritis

Anda mungkin juga menyukai