Anda di halaman 1dari 10

Nama : Amar Daryas (AK4)

Nim : 40200120094

ILMU HADITS

A) Pengertian Hadits
Hadits merupakan salah satu panduan yang digunakan oleh umat Islam dalam melaksanakan
berbagai macam aktivitas baik yang berkaitan dengan urusan dunia maupun aktivitas yang
berkaitan dengan urusan akhirat. Hadits merupakan sumber hukum agama Islam yang kedua
setelah kitab suci Al – Qur’an. Jika suatu perkara tidak dijelaskan di dalam Al – Qur’an, maka
umat Islam akan menggunakan sumber yang kedua yaitu Hadits.

Hadits (‫ )الحديث‬secara bahasa berarti Al-Jadiid ( ‫ )الجديد‬yang artinya adalah sesuatu yang baru;
yakni kebalikan dari Al-Qadiim ( ‫ )القديم‬yang artinya sesuatu lama. Sedangkan hadits menurut
istilah para ahli hadits adalah :

ٍ ْ‫ أَوْ َوص‬،‫ أَوْ تَ ْق ِري ٍْر‬،‫ أَوْ فِع ٍْل‬،‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم ِم ْن قَوْ ٍل‬
‫ف‬ َ ‫ْف إِلَى النَّبِ ِّي‬ ِ ُ‫َما أ‬
ُ ‫ضي‬
Adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam baik ucapan,
perbuatan, persetujuan, maupun sifat.

Dari definisi tersebut dapat kita ketahui bahwa hadits adalah segala sesuatu yang disandarkan
kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam baik itu ucapan, perbuatan, persetujuan, sifat fisik,
maupun kepribadiannya. 

Hingga gerak dan diamnya ketika terbangun maupun tertidur juga disebut sebagai hadits. Maka
dari itu pengertian ini juga mencakup setiap keadaan Nabi Muhammad shallallaahu ‘alaihi
wasallam menurut para ahli hadits.

B) Pengertian Sunnah

Sunnah (‫ )السنة‬secara bahasa berarti As-Siirah Al-Muttaba’ah (‫ )السيرة المتبعة‬yang berarti jalan


yang diikuti. Setiap jalan dan perjalanan yang diikuti dinamakan sunnah, baik itu jalan yang baik
maupun jalan yang buruk.

Adapun sunnah menurut istilah para ahli hadits adalah : Segala sesuatu yang dinukil dari
Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam baik itu ucapan, perbuatan, persetujuan, sifat fisik,
kepribadian, maupun perjalanan hidup, baik itu sebelum diutus maupun sesudah diutus.

C) Khabar
Khabar (‫ )الخبر‬secara bahasa berarti An-Naba’ (‫ )النبأ‬yang berarti kabar atau berita. Adapun
secara istilah khabar ini semakna dengan hadits sehingga memiliki definisi yang sama dengan
hadits. 

Namun, menurut pendapat yang lain menyatakan bahwa khabar ini lebih umum dari pada
hadits. Sehingga definisi khabar adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada
Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam dan juga kepada selain beliau. Syaikh Utsaimin mengatakan :

‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َوإِلَى َغي ِْر ِه‬


َ ‫ْف إِلَى النَّبِ ِّي‬ ِ ُ‫ْالخَ بَ ُر َما أ‬
ُ ‫ضي‬
Khabar adalah segala sesuatu yang disandarkan pada Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam dan juga
disandarkan kepada selainnya.

D) Atsar
Atsar ( ‫ )األثر‬secara bahasa berarti Baqiyyatu Asy-Syaii’ ( ‫ )بقية الشيء‬yang berarti sisa dari sesuatu,
atau jejak. Adapun secara istilah, atsar adalah :

‫َّحابِي أَوْ التَّابِ ِعي‬


َ ‫ْف إِلَى الص‬ ِ ُ‫َما أ‬
ُ ‫ضي‬
Segala sesuatu yang disandarkan pada sahabat atau tabi’in.

Adakalanya atsar juga didefinisikan dengan segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi
shallallaahu ‘alaihi wasallam. Namun biasanya penyebutannya disandarkan dengan redaksi
“dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam” sehingga penyebutannya seperti ini :

َ ‫َوفِي اأْل َثَ ِر َع ِن النَّبِ ِّي‬


‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬
Dalam sebuah atsar  dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam  . . .

E) Perbedaan Hadits Qudsi, Nabawi, dan Al-Qur’an

 Hadits Qudsi
Hadits qudsi adalah hadits yang diriwayatkan oleh Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam dari Allah
ta’ala. Hadits qudsi ini juga terkadang disebut dengan hadits rabbaaniy atau hadits ilaahiy.
Syaikh Utsaimin mengatakan :

َ ‫ َما َر َواهُ النَّبِ ِّي‬:‫ْث ْالقُ ْد ِسي‬


‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم ع َْن َربِّ ِه تَ َعالَى‬ ُ ‫ْال َح ِدي‬
Hadits qudsi adalah hadits yang diriwayatkan oleh Nabi shallallaahu ‘alaihi wasllam dari Tuhannya
ta’ala.

Dengan demikian, hadits qudsi juga merupakan firman Allah ta’ala yang maknanya disampaikan
kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam, namun redaksi yang disampaikan dari
Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam. 

Contoh hadits Qudsi :

ِّ‫ أَنَا ِع ْن َد ظَن‬:‫ يَقُو ُل هَّللا ُ تَ َعالَى‬:‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬ ِ ‫ع َْن أَبِي هُ َر ْي َرةَ َر‬
َ َ‫ ق‬:‫ قَا َل‬،ُ‫ض َي هَّللا ُ َع ْنه‬
َ ‫ال النَّبِ ُّي‬
ُ‫ َوإِ ْن َذ َك َرنِي فِي َمإَل ٍ َذ َكرْ تُه‬،‫ فَإ ِ ْن َذ َك َرنِي فِي نَ ْف ِس ِه َذ َكرْ تُهُ فِي نَ ْف ِسي‬،‫ َوأَنَا َم َعهُ إِ َذا َذ َك َرنِي‬،‫َع ْب ِدي بِي‬
‫فِي َمإَل ٍ خَ ي ٍْر ِم ْنهُ ْم‬
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata : Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam
bersabda : Allah ta’ala berfirman :

“Sesungguhnya Aku di sisi persangkaan hamba-Ku, dan Aku bersamanya ketika ia mengingat-
Ku. Jika ia mengingat-Ku di dalam dirinya maka Aku mengingatnya di dalam diri-Ku. Dan jika
ia mengingat-Ku di kumpulan orang, maka Aku mengingatnya di kumpulan orang banyak yang
lebih baik dari mereka.”

 Hadits Nabawi
Yang dimaksud hadis Nabawi menurut H.A. Djalil Afif ialah hadis yang disandarkan kepada
selain Allah azza wajalla. Dengan kata lain hadis nabawi adalah semua hadist yang disandarkan
kepada Nabi Muhammad SAW baik perkataan (qauli), perbuatan (fi’li), maupun ketetapan
(taqrir) beliau.

Berikut ini adalah beberapa contoh hadist Nabawi, baik itu hadist qauli, fi’li, maupun taqrir.

1) Hadist Qauliyah

ٌ َ‫ت ُم ْستَ َجب‬


‫ات‬ ُ َ‫ ثَال‬:‫صلَي هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬
ِ ‫ث َد َع َوا‬ َ ِ‫ال َرسُوْ ُل هللا‬َ َ‫ ق‬:‫ال‬َ َ‫ض َي هللاُ َع ْنهُ ق‬ ِ ‫ع َْن اَبِى هُ َر ْي َرةَ َر‬
ْ ‫ َد ْع َوةُ ْال‬,‫ك فِ ْي ِه َّن‬
)‫مظلُوْ ِم َو َد ُع َوةُ ْال ُم َسافِ ِر َو َد ُع َوةُ اَ ْل َولَ ِد َعلَى َولِ ِد ِه (رواه الترمدى‬ َّ ‫الَ َش‬
Abu Hurairah r.a berkata, bahwa Rasullullah SAW bersabda, “Ada tiga do’a yang mustajab dan tidak
diragukan lagi, yaitu doa orang yang teraniaya, doa orang berpergian, dan kedua orang tua kepada
anaknya” (H.R. Turmudzi)

2) Hadits Fi’liyah
‫صالَ ِة َرفَ َع يَ َد ْي ِه َحتَّى‬َّ ‫صلَي هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم إِ َذ قَا َم فِ ْى ال‬ َ ِ‫ َرأَيْتَ َرسُوْ ُل هللا‬: ‫ال‬ َ َ‫ع َْن َع ْب ِد هللاِ ُع َم َر ق‬
ْ َ ِ‫ع َو يَ ْف َع ُل َذل‬
ِ ْ‫ك إِ َذ َرفَ َع رأ َسهُ ِمنَ الرُّ ُكو‬
‫ع َو‬ ِ ْ‫يَ ُكوْ نَا َحدَوْ َم ْن ِكبَ ْي ِه َو َكا نَ يَ ْف َع ُل َذلِكَ ِح ْينَ يُ ْكبَ ُر الرُّ ُكو‬
)‫يَقُوْ ُل " َس ِم َع هللاُ لِ َم ْن َح ِم ْيدَه" َوالَ يَ ْف َع ُل َذلِكَ فِى ال ُّسجُوْ ِد (رواه البخاري‬
Dari Abdullah bin Umar r.a, ia berkata: “Aku melihat Rasullullah SAW, apabila beliau berdiri
melaksanakan shalat, beliau mengangkat kedua tangannya setentang kedua bahunya, dan hal tersebut
dilakukan beliau ketika bertakbir hendak ruku’, dan beliau juga melakukan hal itu ketika bangkit dari
ruku’, seraya membaca “sami’allahu liman hamidah”. Beliau tidak melakukan hal itu (yaitu mengangkat
kedua tangan) ketika sujud. (H.R. Bukhari).

 Perbedaan Hadits dan ayat qur’an


Perbedaan hadits nabawi, hadits qudsi dan Al Quran adalah dilihat dari penisbatan redaksi dan
maknanya. Redaksi dan makna Al Quran dinisbatkan kepada Allah ta’ala. Sedangkan hadits
nabawi, redaksi dan maknanya dinisbatkan kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam. Adapun
hadits qudsi, hanya maknanya saja yang dinisbatkan kepada Allah ta’ala, bukan redaksinya.

Maka dari itu, membaca hadits qudsi tidak dinilai sebagai ibadah, tidak dapat digunakan
sebagai qiraat dalam shalat, tidak terdapat tantangan (bagi orang kafir untuk menandinginya),
dan juga tidak dinukil secara mutawatir sebagaimana Al Quran. Sehingga hadits qudsi juga ada
yang shahih, dha’if, bahkan palsu.

F) Fungsi Hadits Terhadap Ajaran Islam

Hadits merupakan landasan hukum Islam yang kedua setelah al-Qur’an.Hadits sebagai
sumber kedua ini ditunjukkan oleh tiga hal, yaitu; al-Qur`an sendiri, kesepakatan (ijma`)
ulama, dan logika akal sehat (ma`qul). Al-Quran menekankan bahwa Rasulullah berfungsi
menjelaskan maksud firman-firman Allah. Karena itu apa yang disampaikan Nabi harus diikuti,
bahkan perilaku Nabi sebagai rasul harus diteladani oleh kaum Muslimin.

Tulisan ini menemukan bahwa fungsi hadist terhadap al-Quran adalah sebagai bayan dan
muhaqiq (penjelas dan penguat) bagi al-Quran. Baik sebagai bayan taqrir, bayan tafsir,
takhshish al-’am, bayan tabdila. Tidak hanya itu, tulisan ini juga menemukan bahwa hadist
Rasulullah telah menetapkan hukum baru yang tidak ditetapkan oleh al-Qur`an.Karena
dalam al-Qur’an terdapat ayat-ayat yang memerintahkan kepada orang-orang beriman
untuk taat secara mutlak kepada apa yang diperintahkan dan dilarang Rasulullah, serta
mengancam orang yang menyelisihinya.

G) Perkembangan Ilmu Hadits


 Masa Al-Syafi’i

Pada masa ini ditemukan beberapa karya yang memberikan penilaian terhadap suatu Hadis,
komentar seputar cacat dalam Hadis (illat), dan kritik terhadap beberapa periwayat Hadis.
Dalam karya-karya itu juga diapresiasi mengenai beberapa komentar ulama mengenai isnad
(sistem transmisi), inovasi-inovasi ulama terkait dengan permasalahan matan dan sanad,
mengumpulkan kembali diskusi dan perdebatan yang berlangsung di kalangan ulama.

Ketika terjadi perkembangan seputar karakteristik dan moralitas para periwayat Hadis yang
berhubungan langsung dengan permasalahan jarh dan ta’dil, pembahasan menjadi semakin
meluas yang berujung pada pemilihan antara Hadis yang “sehat” (shahih) dan yang “sakit”
(saqim).

Banyak sekali karya-karya yang ditulis mengenai beberapa obyek kajian dalam ilmu Hadis.
Mengenai kondisi isnad dan periwayat-periwayat Hadis (rijal), misalnya, ditulis beberapa karya
mengenai sejarah rawi, peringkat rawi (al-thabaqat), tanggal wafat rawi (al-wafayat), mengenal
periwayatan tunggal, mengenal periwayatan rawi senior dari rawi yunior, dan kelompok rawi-
rawi mudallis yang rajin berdusta.

secara umum yang menjadi ciri khas kajian ilmu Hadis pada abad-abad awal, khususnya masa
al-Syafi’i:

 ilmu Hadis dijadikan sebagai alat untuk memilah antara Hadis yang shahih dengan yang
saqim
 ilmu Hadis merupakan alat Bantu dalam memahami Hadis; dan
 menkanter serangan yang dilancarkan kalangan munkir al-sunnah, meskipun pada
masa-masa ini belum cukup populer.
 Masa Ahmad Bin Hanbal

Imam Hambali mendapatkan pendidikannya yang pertama di Kota Baghdad. Saat itu, Kota
Baghdad telah menjadi pusat peradaban dunia Islam yang penuh dengan beragam kebudayaan
serta penuh dengan berbagai jenis ilmu pengetahuan. Di sana, tinggal para qari, ahli hadis, para
sufi, ahli bahasa, filsuf, dan sebagainya.

Ia menaruh perhatian yang sangat besar pada ilmu pengetahuan. Dengan tekun, ia belajar
hadis, bahasa, dan administrasi. Imam Hambali juga banyak menimba ilmu dari sejumlah ulama
dan para fukaha besar. Di antaranya adalah Abu Yusuf (seorang hakim dan murid Abu Hanifah)
dan Hisyam bin Basyir bin Abi Kasim (ulama hadis di Baghdad).

Ia juga berguru kepada Imam Syafi'i dan mengikutinya sampai ke Baghdad. Suatu ketika,
seseorang menegurnya, ''Anda telah sampai ke tingkat mujtahid dan pantas menjadi imam.
Mengapa masih menuntut ilmu? Apakah Anda akan membawa tinta ke kuburan?''

Imam Hambali menjawab, ''Saya akan menuntut ilmu sampai saya masuk ke liang kubur.''

Ahmad bin Hanbal menulis kitab al-Musnad al-Kabir yang termasuk sebesar-besarnya kitab


"Musnad" dan sebaik baik karangan dia dan sebaik baik penelitian Hadits. Ia tidak memasukkan
dalam kitabnya selain yang dibutuhkan sebagai hujjah. Kitab Musnad ini berisi lebih dari
25.000 hadits.
Di antara karya Imam Ahmad adalah ensiklopedia hadits atau Musnad, disusun oleh anaknya
dari ceramah (kajian-kajian) - kumpulan lebih dari 40 ribu hadits juga Kitab ash-Salat dan Kitab
as-Sunnah.

 Masa Abu Hanifah

Masa hidup Abu Hanifah juga menambah seksinya kajian ini. Rentang waktu 80 – 150 H adalah
kesempatan yang paling terbuka bagi setiap ulama untuk berkontribusi dalam periwayatan dan
pertumbuhan ulum al-hadis. Penghimpunan hadis diinstruksikan oleh Umar ibn Abdu al-Aziz
sekitar tahun 100 H, masa dimana Abu Hanifah sudah memasuki usia produktif. Himpunan
hadis yang pertama karya Ibn Syihab al-Zuhri lahir sebagai respon atas instruksi ini. Fakta
historis ini cukup menggelitik, karena ketiadaan kontribusi menunjukkan bahwa sebagai ilmuan
muda, Abu Hanifah tidak tergoda untuk ikut dalam kajian ilmiah yang sedang trendy dan paling
seksi kala itu.
 Masa Imam Malik

Perkembangan ilmu hadis mencapai puncaknya pada masa keempat dan disempurnakan pada
masa kelima. Mengapa dianggap demikian, karena pada masa keenam proses pembelajaran
ilmu hadis berhenti dan tidak ada yang melanjutkan suatu discourse tentang ilmu hadis yang
nanti baru akan muncul kembali pada masa ketujuh. Dalam suatu proses pengkajian keilmuan
tidak bisa dilepaskan dari adayanya seorang tokoh yang meprakasia perubahan pada masanya
bebgitu juga dengan ilmu hadis pada masa kempat dan kelima dengan menghasilkan tohoh
seperti Imam malik bin Anas dan Isma'il bin Ibrahim atau yang sering kita kenal sebagai Imam
al-Bukhari. Mereka berdua adalah tokoh yang paling menonjol pada masanya walaupun banyak
tokoh-tokoh yang lain. Maka dari itu pada masa keempat dan kelima bisa dikatakan sebagai
masa Revolusioner dalam suatu discourse tentang hadis.

H) Tokoh – Tokoh Penulis Hadits

 Imam Bukhari

Ia terlahir di Bukhara pada 13 Syawal 194 H bertepatan dengan 21 Juli 810 M. Beliau adalah ahli
hadis termasyhur. Imam Bukhari dijuluki amirul mukminin fil hadits atau pemimpin kaum
mukmin dalam hal ilmu hadis. Nama lengkapnya Abu Abdullah Muhammad bin Ismail bin
Ibrahim bin al-Mughirah bin Bardizbah al-Ju’fi al-Bukhari.

Tak lama setelah lahir, Imam Bukhari kehilangan penglihatannya. Bersama gurunya Syekh Ishaq,
ia menghimpun hadis-hadis sahih dalam satu kitab, dari satu juta hadis yang diriwayatkan 80
ribu perawi disaringnya menjadi 7.275 hadis. Ia menghabiskan waktunya untuk menyeleksi
hadis sahih selama 16 tahun. Shahih Bukhari adalah salah satu karyanya yang paling fenomenal.

 Imam Muslim

Imam Muslim lahir pada 204 H atau 819 M. Ada pula yang berpendapat beliau lahir pada 202 H
atau 206 H. Seorang ahli hadis kontemporer asal India, Muhammad Mustafa Azami, lebih
menyetujui kelahiran Imam Muslim pada 204 H. Azami dalam Studies In Hadith Methodology
and Literature, mengatakan, sejarah tidak dapat melacak garis keturunan dan keluarga sang
imam.

Sejarah hanya mencatat aktivitas Imam Muslim dalam proses pembelajaran dan periwayatan
hadis. Pada masa beliau, rihlah (pengembaraan) untuk mencari hadis merupakan aktivitas yang
sangat penting. Imam Muslim pun tak ketinggalan mengunjungi hampir seluruh pusat-pusat
pengajaran hadis. Adz-Dzahabi dalam karyanya Tadzkirat al-Hufazh menyebutkan bahwa Imam
Muslim mulai mempelajari hadis pada 218 H.

Ia menulis kitab al-Musnad ash-Shahih atau yang lebih dikenal dengan Shahih Muslim. Kitab
yang satu ini menempati kedudukan istimewa dalam tradisi periwayatan hadis. Dan, dipercaya
sebagai kitab hadis terbaik kedua setelah kitab Shahih Bukhari karya Imam Bukhari.

 Imam Abu Daud

Ia bernama lengkap Sulaiman bin al-Asy'ats bin Ishaq bin Basyir bin Syidad bin Amru bin Amir al-
Azdi al-Sijistani. Dunia Islam menyebutnya Abu Dawud. Beliau adalah seorang imam ahli hadis
yang sangat teliti dan merupakan tokoh terkemuka para periwayat hadis. Ia dilahirkan pada 202
H/817 M di Sijistan.

Menurut Syekh Muhammad Said Mursi, dalam Tokoh-tokoh Besar Islam Sepanjang Sejarah,
Imam Abu Dawud dikenal sebagai penghafal hadis yang sangat kuat. Ia menguasai sekitar 500
ribu hadis. Sejak kecil, Abu Dawud sudah mencintai ilmu pengetahuan.

I) Hadist Shahih Dan Hadits Mutawatir

 Hadits Shahih

Secara etimologi, kata shahih (Arab: ‫ )صحيح‬artinya: sehat. Kata ini merupakan antonim dari kata
saqim (Arab: ‫ )سقيم‬yang artinya: sakit. Bila digunakan untuk menyifati badan, maka makna yang
digunakan adalah makna hakiki (yang sebenarnya), tetapi bila diungkapkan di dalam hadis dan
pengertian-pengertian lainnya, maka maknanya hanya bersifat kiasan (majaz).

Sedangkan secara istilah, pengertian yang paling bagus yang disampaikan ulama hadis adalah:

‫ وال علة‬،‫ من غير شذوذ‬،‫ عن مثله إلى منتهاه‬،‫ما اتصل سنده بنقل العدل الضابط‬
Hadis yang bersambung sanad nya (jalur periwayatan) melalui penyampaian para perawi yang
‘adil, dhabith, dari perawi yang semisalnya sampai akhir jalur periwayatan, tanpa ada syudzudz,
dan juga tanpa ‘illat.
 Hadits Mutawatir

Mutawatir artinya beruntun atau berturut-turut. Maksudnya hadis mutawatir adalah hadis
yang diriwayatkan oleh sejumlah perawi hadis dari sejumlah lainnya yang menurut adat
kebiasaan mustahil untuk secara ramai-ramai sejumlah perawi tersebut bersekongkol untuk
berbohong.

Hadis dianggap mutawatir jika memenuhi empat syarat. Pertama, hadis mutawatir harus
diriwayatkan oleh banyak perawi. Minimal 10 perawi. Kedua, banyaknya periwayat harus ada
dalam setiap lapisan sanad. Seperti ada 10 atau lebih sahabat yang meriwayatkannya, begitu
juga dari golongan tabi’in, tabi’u tabi’in dan seterusnya. Ketiga, secara adat kebiasaan sejumlah
perawi tersebut tidak mungkin ramai-ramai sepakat untuk berbohong. Keempat, panca indera
merupakan sandaran utama periwayatan seperti pendengaran dan penglihatan.

Ada dua macam hadis mutawatir dalam literatur islam. Yaitu

(1) mutawatir secara lafadz

Mutawatir secara lafadz berarti hadis tersebut diriwayatkan secara mutawatir baik lafadz dan
maknanya. Seperti sabda Rasul dalam hadis ‘Barang siapa yang sengaja berbohong atas namaku
maka ia telah mendapatkan tempatnya di neraka’, setidaknya terdapat 70 sahabat yang telah
meriwayatkan hadis ini kemudian diteruskan ke para tabiin dan seterusnya.

(2) mutawatir secara makna.

Sedangkan mutawatir secara makna berarti hadis tersebut diriwayatkan maknanya saja yang
mutawatir tidak dengan lafadznya. Seperti hadis-hadis tentang mengangkat tangan saat
berdoa, ada 100 hadis lebih yang membahasnya. Setiap hadis menerangkan bahwa Nabi
mengangkat tangan saat berdoa akan tetapi dalam kasus atau masalah berbeda dan setiap
kasus tersebut belum tentu mutawatir secara lafadz.

Terdapat banyak hadis mutawatir seperti hadis tentang mengusap penutup kaki saat bersuci,
hadis mengangkat tangan saat doa, dan lain sebagainya. Tetapi jika dibandingkan dengan hadis
ahad sebenarnya kuantitasnya cukup sedikit. Karena itu untuk memudahkan, beberapa ulama
ada yang telah membukukan hadis-hadis mutawatir dalam satu kitab. Kitab kumpulan hadis
mutawatir yang cukup terkenal di kalangan ahli hadis, di antaranya:

 Al-Azhar al-Mutanatsirah fi al-akhbar al-mutawatirah karangan Imam Suyuthi yang


disusun berdasarkan tema per-bab.
 Qathfu al-Azhar karangan Imam Suyuthi, kitab ini merupakan ringkasan dari kitab
sebelumnya.
 Nadzmu al-Mutanatsirah min al-Hadits al-Mutawatir karangan Muhammad Ja’far al-
Katani.

Anda mungkin juga menyukai