Anda di halaman 1dari 3

HAK MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA

Wilayah pesisir adalah wilayah pertemuan antara daratan dan laut, ke arah darat meliputi
bagian daratan yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang surut, angin laut dan intrusi
garam, sedangkan ke arah laut mencakup bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses alami yang
ada di darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar serta daerah yang dipengaruhi oleh kegiatan-
kegiatan manusia di daratan. Wilayah pesisir sering dimanfaat sebagai tempat pemumkiman
masyarakat, tempat industri, tempat wisata, dan lain-lain. Oleh karena itu perlu adanya pengelolaan
sumberdaya agar tidak terjadi eksploitasi dan kerusakan sumberdaya.

Salah satu pengelolaan di wilayah pesisir adalah rencana zonasi wilayah pesisir da pulau-pulau
kecil. Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah suatu proses perencanaan,pemanfaatan,
pengawasan, dan pengendalian sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil antar sektor, dengan suatu
penataan pemanfaatan ruang secara teknis antara pemerintah dengan pemerintah daerah, antara
ekosistem darat dan laut. Menurut UU no. 21/2007 pasal 1, rencana zonasi adalah rencana yang
menentukan arah penggunaan tiap sumberdaya tiap-tiap satuan perencanaan diserta dengan
penetapan struktur dan pola ruang pada kawasan perencanaan yang memuat kegiatan yang boleh
dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan serta kegiatan yang hanya dapat dilakukan setelah
memperoleh izin. Zonasi WP3K terdiri atas 4 bagian, yaitu kawasan pemanfaat umum, kawasan
konservasi, kawasan strategis nasional tertentu (KSNT), alur laut.

Fungsi dari zonasi ini adalah:

 Sebagai perisai legitimasi peruntukan ruang laut


 Rujukan konflik ruang laut
 Sebagai acuan pemberian izin pemnafaatan ruang laut
 Sebagai alat sinergitas spasial
 Memberi kekuatan hukum dan pemanfaatan ruang laut
 Sebagai dokumen formal perencanaan pembangunan daerah

Untuk mewujudkan visi KKP, yaitu mewujudkan sektor kelautan dan perikanan Indonesia yang
mandiri, maju, dan kuat, dan berbasis kepentingan nasional, maka peran masyarakat, khususnya
masyarakat hukum adat menjadi sangat penting. Dalam UU no. 27/2007 Jo. UU no. 1/2014, dijelaskan
bahwa masyarakat hukum adat adalah sekelompok orang yang secara turun-temurun bermukim di
wilayah geografis tertentu di Negara Kesatuan Republik Indonesia karena adanya ikatan pada asal usul
leluhur, hubungan yang kuat dengan tanah, wilayah, sumber daya alam, memiliki pranata pemerintahan
adat, dan tatanan hukum adat di wilayah adatnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan. Hak dan kewajiban MHA dijelaskan dalam Pasal 60 UU 27/2007 JO. UU 1/2014 Ayat (1).

Keberadaan masyarakat adat di Indonesia menjadi sangat penting karena pada UUD 1945 pasal
18b ayat 2, dinyatakan bahwa “Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat
hukum adat serta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan
masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang.” Selain
pasal tersebut, peran masyarakat juga diatur didalam undang-undang yang lain:

1. UU no. 31/2004 tentang Perikanan pasal 6 angka 2


2. UU no. 27/2007 Jo. UU no. 1/2014 tentang perubahan atas undang-undang pengelolaan wilayah
pesisir dan pulau-pulau kecil. Pasal 1 angka 33-36, pasal 21, dan pasal 22
3. Permendagri no. 52/2014 tentang pedoman pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum
adat, pasal 2 dan pasal 6

Karena itu perlu diadakannya penguatan masyarakat hukum adat. Tahapan penguatan
masyarakat hukum adat di Indonesia dimulai dari pengumpulan data skeunder, penentuan lokasi,
koordinasi dengan pemda, identifikasi dan pemetaan, pengolahan data, sosialisasi, pembentukan pantia
masyarakat hukum adat, verifikasi dan validasi, penetapan kelembagaan dan wilayah kelola,
bupati/walikota melapor kepada gubernur, memasukan wilayah kelola kedalam RZWP3 provinsi, dan
terakhir gubernur melapor kepada Mendagri dan KKP.

Kearifan lokal dalah nilai-nilai luhur yang masih berlaku dalam tatanan kehiudpan masyarakat.
Kearifan lokal dapat diterapkan dalam pembuatan kebijakan-kebijakan di Indonesia. Kearifan lokal di
bidang perikanan dapat berupa konservasi, pengawasan, perikanan (alat tangkap tradisional), dan ritual.
Contoh konservasi yang berdasarkan kearifan lokal adalah sasi, kera-kera, wehai, dan ombo. Contoh
pengawasan seperti panglima laot dan awik-awik. Contoh alat tangkap tradisional adalah sero dan
kelong. Contoh ritual adalah sedekah laut, petik laut, dan larung sesaji. Nusa Tenggara Timur juga
memiliki kearifan lokal di wilayah pesisir. Contohnya seperti yang terdapat di Kabupaten Lembata.
Masyarakat Kabupaten Lembata memiliki cukup banyak potensi kearifan lolal yang berhubungan erat
dengan pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut (pemanfaatan dan konservasi), diantaranya adalah:

 Badu: tradisi adat masyarakat Watodiri dan Dulitukan yang bersifat larangan untuk
mengambil/menangkap hasil-hasil laut pada suatu wilayah perairan selama periode waktu
tertentu.
 Muro: kesepakatan dan tradisi adat yang bersifat larangan kepada masyarakat dan nelayan di
Lamatokan untuk tidak menangkap ikan di wilayah perairan tertentu
 Kolo umen bale lamaq: tradisi/upacara adat dalam memberi makan kepada penguasa di laut
sebelum melakukan panangkapan, budidaya atau penanaman bakau.
 Poan kemer puru larang: tradisi adat yang bersifat larangan untuk tidak boleh
mengambil/menangkap teripang selama periode waktu tertentu.
 Toto: tradisi adat/acara ritual yang dilakukan oleh masyarakat nelayan sebelum melepas
sampan/juku baru dan pukat baru.
 Lepa Nua Dewe: tradisi adat/acara ritual yang dilakukan oleh masyarakat nelayan sebelum
melepas pukat baru yang berukuran kecil (noro) khusus untuk menangkap ikan serdin dan
tembang yang biasanya muncul pada musim-musim tertentu.
 Bruhu Bito: tradisi adat/acara ritual yang dilakukan oleh masyarakat nelayan sebelum melepas
pukat baru untuk menangkap jenis ikan-ikan yang lebih besar, selain ikan serdin dan tembang.
 Tulalou Wate: tradisi adat dalam memberi makan kepada arwah/roh leluhur yang meninggal di
laut dengan makna agar ikan-ikan berkumpul pada suatu tempat sehingga mudah ditangkap
 Leffa Nuang: budaya perburuan ikan paus oleh masyarakat Lamalera setiap bulan Mei sampai
Oktober dan dilaksanakan dengan melalui berbagai acara ritual baik secara adat maupun secara
religius. Leffa Nuang dilaksanakan melalui tahapan-tahapan: Tobu Nama Fatta, Misa Arwah,
Misa Leffa dan Tena Fulle

Di kabupaten Kupang terdapat kearifan lokal yang disebut lilifuk. Kearifan lokal Lilifuk bermula
pada kebiasaan masyarakat yang mencadangkan suatu area tertentu pada wilayah perairan desa yang
hanya mengijinkan operasi penangkapan ikan dua kali dalam satu tahun (Juni dan bulan Desember).
Lilifuk berada didalam penguasaan suku Baineo penduduk kampung RT 14 Taunesi Desa Kuanheun
Kecamatan Kupang Barat Kabupaten Kupang. Di kabupaten Rote Ndao terdapat kearifan lokal
hoholok/papadak, yaitu suatu kesepakatan adat/kearifan lokal yang berlaku di darat maupun di laut
pada suatu daerah yang memiliki kekayaan alam yang menurut pemilik/pemerintah bisa berguna bagi
banyak orang dan langkah, maka perlu dilindungi dengan acara adat. Papadak sendiri adalah suatu
organisasi yang ada di masyarakat dimana organisasi adat ini memiliki ketua papadak yang disebut
Manaholo yang memilki hak atas wilayah papadak tersebut, biasanya wilayah/areal papadak diberi
tanda oleh Manaholo dan hanya boleh mengambil diluar areal papadak. Sedangkan untuk wilayah/areal
papadak yang diberi tanda yang ada didalamnya dilarang untuk mengambil hasilnya, kecuali ada jangka
waktu tertentu yang sudah ditentukan berdasarkan kesepakatan papadak untuk bisa diambil hasilnya.
Waktu yang diperbolehkan untuk mengambil hasil di dalam wilayah/areal papadak adalah 1 atau 2
tahun, kemudian ditutup kembali sampai ada izin untuk dibuka kembali. Untuk di darat, hasil papadak
yang diambil berupa pakan ternak dan kelapa. Sedangkan untuk di laut papadak diberlakukan untuk
teripang dan lobster yang banyak terdapat di Teluk Pouk Kecamatan Rote Timur.

Keberadaan kearifan lokal di pesisir NTT menjelaskan bahwa masyarakat sangat menyadari
pentingnya untuk menjaga sumberdaya perikanan dalam kehidupan mereka. Masyarakat percaya
bahwa tindakan yang tidak sesuai dengan kehendak alam, bersifat merusak, lambat laun cepat atau
lambat mereka akan mengalami resiko. Resiko yang dihadapi dapat berupa sakit yang tidak dapat
diobati, jatuh dari pohon, tenggelam di laut, digigit ular atau ikan besar (hiu, paus), atau membayar
denda.

Anda mungkin juga menyukai