Anda di halaman 1dari 9

KEPERAWATAN JIWA II

“PROPOSAL TAK PERILAKU KEKERASAN”

Disusun Oleh :
1. Muhammad Novaldi
2. Kiki Patmala
3. Nanda Ardini
4. Natasya Wulandari

Dosen Pembimbing :
Ns. Falerisiska Yunere, M.Kep

UNIVERSITAS PERINTIS INDONESIA


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
T.A 2020/2021
TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK
PERILAKU KEKERASAN

Topik : Terapi Perilaku Kekerasan


Sesi ke :4
Terapis : Mahasiswa S1 Keperawatan Tingkat 3
Sasaran : 6 Orang Klien Dengan Gangguan Perilaku Kekerasan

I. Perilaku Kekerasan
A. Definisi
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan
yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri maupun orang lain.
Sering disebut juga gaduh gelisah atau amuk dimana seseorang marah berespon
terhadap suatu stressor dengan gerakan motorik yang tidak terkontrol (Yosep, 2009).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan
yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain,
maupun lingkungan dimana hal tersebut untuk mengungkapkan perasaan kesal atau
marah yang tidak konstruktif (Stuart & Sundeen, 2005).

B. Faktor Predisposisi
1. Faktor Psikologis
2. Faktor Sosial Budaya
3. Faktor Biologis

C. Faktor Presipitasi
1. Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol solidaritas seperti
dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah, perkelahian masal
dan sebagainya.
2. Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial ekonomi.
3. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta tidak
membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung melalukan
kekerasan dalam menyelesaikan konflik.
4. Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuan
dirinya sebagai seorang yang dewasa.
5. Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan
alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat menghadapi rasa
frustasi.
6. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan, perubahan
tahap.

D. Tanda dan Gejala


1. Fisik
a. Muka merah dan tegang
b. Mata melotot/ pandangan tajam
c. Tangan mengepal
d. Rahang mengatup
e. Postur tubuh kaku
f. Jalan mondar-mandir
2. Verbal
a. Bicara kasar
b. Suara tinggi, membentak atau berteriak
c. Mengancam secara verbal atau fisik
d. Mengumpat dengan kata-kata kotor
e. Suara keras
f. Ketus
3. Perilaku
a. Melempar atau memukul benda/orang lain
b. Menyerang orang lain
c. Melukai diri sendiri/orang lain
d. Merusak lingkungan
e. Amuk/agresif
4. Emosi
Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, rasa terganggu, dendam dan jengkel,
tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi, menyalahkan dan
menuntut.

5. Intelektual
Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, sarkasme.
6. Spiritual
Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, mengkritik pendapat orang lain,
menyinggung perasaan orang lain, tidak perduli dan kasar.
7. Sosial
Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, sindiran.
8. Perhatian
Bolos, mencuri, melarikan diri, penyimpangan seksual.

E. Mekanisme Koping
1. Sublimasi, yaitu melampiaskan masalah pada objek lain.
2. Proyeksi, yaitu menyatakan orang lain mengenal kesukaan/ keinginan tidak
baik.
3. Represif, yaitu mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan dengan
melebihkan sikap/ perilaku yang berlawanan.
4. Reaksi formasi, yaitu mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan
dengan melebihkan sikap perilaku yang berlawanan.
5. Displecement, yaitu melepaskan perasaan tertekan dengan bermusuhan pada
objek yang berbahaya.
6. Perilaku kekerasan biasanya diawali dengan situasi berduka yang
berkepanjangan dari seseorang karna ditinggal oleh orang yang dianggap
berpangaruh dalam hidupnya. Bila kondisi tersebut tidak teratasi, maka dapat
menyebabkan seseorang harga diri rendah (HDR), sehingga sulit untuk bergaul
dengan orang lain. Bila ketidakmampuan bergaul dengan orang lain tidak dapat
diatasi maka akan muncul halusinasi berupa suara-suara atau bayang-bayangan
yang meminta klien untuk melakukan kekerasan. Hal ini data berdampak pada
keselamatan dirinya dan orang lain (resiko mencederai diri, orang lain dan
lingkungan).
II. Terapi Aktifitas Kelompok
A. Pengertian
Kelompok adalah kumpulan individu yang memiliki hubungan satu dengan yang
lain, saling bergantung dan mempunyai norma yang sama ( Stuart & Laraia, 2001).
Anggota kelompok mungkin datang dari berbagai latar belakang yang harus
ditangani sesuai dengan keadaannya, seperti agresif, takut, kebencian, kompetitif,
kesamaan, ketidaksamaan, kesukaan, dan menarik. Semua kondisi ini akan
mempengaruhi dinamika kelompok, ketika anggota kelompok memberi dan
menerima umpan balik yang berarti dalam berbagai interaksi yang terjadi dalam
kelompok.

B. Tujuan
Tujuan kelompok adalah membantu anggotanya berhubungan dengan orang lain
serta mengubah prtilaku ynag destruktif dan maladaptif. Kekuatan kelompok ada
pada konstribusi dari setiap anggota dan pemimpin dalam mencapai tujuannya.
Kelompok berfungsi sebagai tempat berbagai pengalaman dan saling membantu
satu sama lain, untuk menemukan cara menyelesaikan masalah. Kelompok
merupakan laboratorium tempat mencoba dan menemukan hubungan interpersonal
yang baik, serta mengembangkan perilaku yang adaptif. Anggota kelompok merasa
memiliki diakui, dan dihargai eksistensinya oleh anggota kelompok yang lain.
Terapi kelompok adalah metode pengobatan ketika klien ditemui dalam rancangan
waktu tertentu dengan tenaga yang memenuhi persyaratan tertentu. Fokus terapi
kelompok adalah membuat sadar diri peningkatan hubungan interpersonal, membuat
perubahan, atau ketiganya. Terapi aktivitas kelompok dibagi sesuai dengan
kebutuhan yaitu, stimulasi sensoris, orientasi realita, dan sosialisasi. Terapi aktivitas
kelompok dibagi empat yaitu terapi aktivitas kelompok stimulasi kognitif/persepsi,
terapi aktivitas kelompok stimulasi sensori, terapi aktivitas terapi aktivitas stimulasi
realita, dan terapi aktivitas kelompok sosialisasi.

C. Kriteria Pasien
1. Klien dengan riwayat perilaku kekerasan.
2. Klien yang mengikuti TAK ini tidak mengalami perilaku agresif atau
mengamuk, dalam keadaan tenang.
3. Klien dapat diajak kerjasama (cooperative)
D. Pengorganisasian Kelompok
1. Leader : Muhammad Novaldi
a. Mengkoordinasi seluruh kegiatan.
b. Memimpin jalannya terapi kelompok
c. Memimpin diskusi.

2. Co Leader : Nanda Ardini


a. Membantu leader mengkoordinasi seluruh kegiatan.
b. Mengingatkan leader jika ada kegiatan yang menyimpang.
c. Membantu memimpin jalannya kegiatan.
d. Menggantikan leader jika terhalang tugas.

3. Observasi : Natasya Wulandari


a. Mengobservasi persiapan dan pelaksanaan TAK dari awal sampai akhir.
b. Mencatat semua aktivitas dalam terapi aktivitas kelompok.
c. Mengobservasi perilaku pasien

4. Fasilitator : Kiki Patmala


a. Memotivasi peserta dalam aktivitas kelompok.
b. Memotivasi anggota dalam ekspresi perasaan setelah kegiatan.
c. Membimbing kelompok selama permainan diskusi.
d. Membantu leader dalam melaksanakan kegiatan.
e. Bertanggung jawab terhadap program antisispasi masalah.

E. Tahapan-tahapan Terapi Aktivitas Kelompok


a. Pre kelompok
Dimulai dengan membuat tujuan, merencanakan siapa yang menjadi leader,
anggota, tempat dan waktu kegiatan kelompok akan dilaksanakan serta membuat
proposal lengkap dengan media yang akan digunakan beserta dana yang
dibutuhkan.

b. Fase awal
Pada fase ini terhadap 3 tahapan yang terjadi, yaitu: orientasi, konflik atau
kebersamaan
1.) Orientasi : Anggota mulai mencoba mengembangkan sistem sosial masing-
masing, leader mulai menunjukkan rencana terapi dan mengambil kontrak
dengan anggota.
2.) Konflik : Merupakan masa sulit dalam proses kelompok, anggota mulai
memikirkan siapa yang berkuasa dalam kelompok, bagaimana peran anggota,
tugasnya, dan saling ketergantungan yang akan terjadi.
3.) Kebersamaan : Anggota mulai bekerjasama untuk mengatasi masalah,
anggota mulai menemukan siapa dirinya.

c. Fase kerja
Pada tahap ini kelompok sudah menjadi tim :
1.) Merupakan fase yang menyenangkan bagi pemimpin dan anggotanya
2.) Perasan positif dan negatif dapat dikoreksi dengan hubungan saling percaya
yang telah terbina
3.) Semua anggota bekerjasama untuk mencapai tujuan yang telah disepakati
4.) Tanggung jawab merata, kecemasan menurun, kelompok lebih stabil dan
realistis
5.) Kelompok mulai mengeksplorasi lebih jauh sesuai dengan tujuan dan tugs
kelompok dalam menyelesaikan tugasnya
6.) Fase ini ditandai dengan penyelesaian masalah yang kreatif
Petunjuk untuk leader pada fase ini:
7.) Intervensi leader didasari pada kerangka kerja teoritis, pengalaman,
personality dan kebutuhan kelompok serta anggotanya
8.) Membantu perkembangan keutuhan kelompok dan mempertahankan
batasannya, mendorong kelompok bekerja pada tugasnya
9.) Intervensi langsung ditujukan untuk menolong kelompok mengatasi masalah
khusus.
d. Fase Terminasi
Ada 2 jenis terminasi yaitu terminasi akhir dan terminasi sementara. Anggota
kelompok mungkin mengalami terminasi premature, tidak sukses atau sukses.
Terminasi dapat menyebabkan kecemasan, regresi dan kecewa. Untuk
menghindari hal ini, terapis perlu mengevaluasi kegiatan dan menunjukkan sikap
betapa bermaknanya kegiatan tersebut, menganjurkan anggota untuk memberi
umpan balik pada tiap anggota.
F. Dalam terapi aktivitas kelompok terapi perilaku dibagi dalam 5 sesi, yaitu :
1. Sesi 1: Mengenal Perilaku Kekerasan yang Biasa Dilakukan
Evaluasi dilakukan pada saat proses TAK berlangsung, khususnya pada tahap
kerja. Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai dengan tujuan
TAK. Untuk TAK stimulasi persepsi perilaku kekerasan sesi 1, kemampun yang
diharapkan adalah mengetahui penyebab perilaku, mengenal tanda dan gejala,
perilaku kekerasan yang dilakukan dan akibat perilaku kekerasan.

2. Sesi 2: Mencegah Perilaku Kekerasan Fisik


Evaluasi dilakukan saat proses TAK berlangsung, khususnya pada tahap kerja.
Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai dengan tujuan TAK.
Untuk TAK stimulasi persepsi perilaku kekerasan Sesi 2, kemampuan yang di
harapkan adalah 2 kemampuan mencegah perilaku kekerasan secara fisik.

3. Sesi 3: Mencegah Perilaku Kekerasan Sosial


Evaluasi dilakukan saat proses TAK berlangsung, khususnya pada tahap kerja.
Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai dengan tujuan TAK.
Untuk TAK stimulasi persepsi perilaku kekerasan Sesi 3, kemampuan klien
yang diharapkan adalah mencegah perilaku kekerasan secara sosial.

4. Sesi 4 : Mencegah Perilaku Kekerasan Spiritual


Evaluasi dilakukan pada saat proses TAK berlangsung, khususnya pada tahap
kerja. Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai dengan tujuan
TAK. Untuk TAK stimulasi persepsi perilaku kekerasan Sesi 4, kemampuan
klien yang diharapkan adalah perilaku 2 kegiatan ibadah untuk mencegah
kekerasan.

5. Sesi 5 : Mencegah Perilaku Kekerasan dengan Patuh Mengkonsumsi Obat


Evaluasi dilakukan saat proses TAK berlangsung khususnya pada tahap keraj.
Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai dengan tujuan TAK.
Untuk TAK stimulasi persepsi perilaku kekerasan sesi 5, kemampuan yang
diharapkan adalah mengetahui lima benar cara minum obat, keuntungan minum
obat, dan akibat tidak patuh minum obat.
DAFTAR PUSTAKA

Keliat, Budi Anna dan Akemat.2005.Keperawatan Jiwa: Terapi Aktivitas


Kelompok.Jakarta:EGC

Farida Kusumawati,dkk.2010.Buku Ajar KeperawatanJiwa.Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai