AMPUTASI
Dibuat Oleh:
Wulan Apriliani
2018 11 005
T.A 2020/2021
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Amputasi dapat diartikan sebagai tindakan memisahkan bagian tubuh sebagian atau
seluruh bagian ekstremitas. Tindakan ini merupakan tindakan yang dilakukan dalam kondisi
pilihan terakhir manakala masalah organ yang terjadi pada ekstremitas sudah tidak mungkin
dapat diperbaiki dengan menggunakan teknik lain, atau manakala kondisi organ dapat
membahayakan keselamatan tubuh klien secara utuh atau merusak organ tubuh yang lain
seperti dapat menimbulkan komplikasi infeksi. Kegiatan amputasi merupakan tindakan yang
melibatkan beberapa sistem tubuh seperti sistem integumen, sistem persyarafan, sistem
muskuloskeletal dan sisten cardiovaskuler. Labih lanjut ia dapat menimbulkan masalah
psikologis bagi klien atau keluarga berupa penurunan citra diri dan penurunan produktifitas.
Penyebab / faktor predisposisi terjadinya amputasi Tindakan amputasi dapat dilakukan pada
kondisi Fraktur multiple organ tubuh yang tidak mungkin dapat diperbaiki, Kehancuran
jaringan kulit yang tidak mungkin diperbaiki, Gangguan vaskuler/sirkulasi pada ekstremitas
yang berat,Infeksi yang berat atau beresiko tinggi menyebar ke anggota tubuh
lainnya,Adanya tumor pada organ yang tidak mungkin diterapi secara konservatif Deformitas
organ.
Adanya kecenderungan yang terus naik setiap tahunnya atas penderita kecacatan yang
mengalami amputasi di Indonesia Pada akhir tahun 2009 menunjukkan data terjadinya kasus
amputasi anggota gerak bawah kaki adalah sebesar 25% per tahunnya, yang terbagi untuk
amputasi kaki diatas lutut atau prothese jenis above knee amputation (AKA) sebesar 18% dan
amputasi dibawah lutut atau prothese jenis below knee amputation (BAK) sebesar 7%.
Sedangkan kejadian amputasi pada anggota gerak atas (tangan) sebesar 15%, yang terbagi
amputasi dibawah siku tangan atau prothese jenis below elbow amputation (BEA) sebesar
10% dan amputasi diatas siku tangan atau prothese jenis above elbow amputation (AEA)
sebesar 5%.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Defenisi
Amputasi adalah pembuangan suatu anggota badan atau suatu penumbuhan dari badan
a. Berdasarkan Ekstremitas :
Amputasi ektremitas bawah : Amputasi Atas Lutut (AL), Disartikulasi lutut, Amputasi
Bawah Lutut (BL), dan Syne.
Amputasi ekstremitas atas : Amputasi Atas Siku (AS), Amputasi Bawah Siku (BS)
b. Berdasarkan sifat :
1. Amputasi terbuka : dilakukan untuk infeksi berat, ini meliputi pemotongan tulang dan
jaringan otot pada tingkat yang sama. Pembuluh darah dikauterisasi, dan luka dibiarkan
terbuka untuk mengalir.
2. Amputasi tertutup : menutup luka dengan flap kulit yang dibuat dengan memotong tulang
kira-kira dua inchi lebih pendek daripada kulit dan otot
Anatomi
Tulang sangat bermacam-macam baik dalam bentuk ataupun ukuran, tapi mereka
masih punya struktur yang sama. Lapisan yang paling luar disebut Periosteum dimana
terdapat pembuluh darah dan saraf. Lapisan dibawah periosteum mengikat tulang dengan
benang kolagen disebut benang sharpey, yang masuk ke tulang disebut korteks. Karena itu
korteks sifatnya keras dan tebal sehingga disebut tulang kompak. Korteks tersusun solid dan
sangat kuat yang disusun dalam unit struktural yang disebut Sistem Haversian. Tiap sistem
terdiri atas kanal utama yang disebut Kanal Haversian. Lapisan melingkar dari matriks tulang
disebut Lamellae, ruangan sempit antara lamellae disebut Lakunae (didalamnya terdapat
osteosit) dan Kanalikuli. Tiap sistem kelihatan seperti lingkaran yang menyatu. Kanal
Haversian terdapat sepanjang tulang panjang dan di dalamnya terdapat pembuluh darah dan
saraf yang masuk ke tulang melalui Kanal Volkman. Pembuluh darah inilah yang
mengangkut nutrisi untuk tulang dan membuang sisa metabolisme keluar tulang.
Lapisan tengah tulang merupakan akhir dari sistem Haversian, yang didalamnya
terdapat Trabekulae (batang) dari tulang.Trabekulae ini terlihat seperti spon tapi kuat
sehingga disebut Tulang Spon yang didalam nya terdapat bone marrow yang membentuk sel-
sel darah merah. Bone Marrow ini terdiri atas dua macam yaitu bone marrow merah yang
memproduksi sel darah merah melalui proses hematopoiesis dan bone marrow kuning yang
terdiri atas sel-sel lemak dimana jika dalam proses fraktur bisa menyebabkan Fat Embolism
Syndrom (FES).
b. Fisiologi
Tulang terdiri dari tiga sel yaitu osteoblast, osteosit, dan osteoklast. Osteoblast
merupakan sel pembentuk tulang yang berada di bawah tulang baru. Osteosit adalah
osteoblast yang ada pada matriks. Sedangkan osteoklast adalah sel penghancur tulang
dengan menyerap kembali sel tulang yang rusak maupun yang tua. Sel tulang ini diikat oleh
elemen-elemen ekstra seluler yang disebut matriks. Matriks ini dibentuk oleh benang
kolagen, protein, karbohidrat, mineral, dan substansi dasar (gelatin) yang berfungsi sebagai
media dalam difusi nutrisi, oksigen, dan sampah metabolisme antara tulang daengan
pembuluh darah. Selain itu, didalamnya terkandung garam kalsium organik (kalsium dan
fosfat) yang menyebabkan tulang keras.sedangkan aliran darah dalam tulang antara 200 –
400 ml/ menit melalui proses vaskularisasi tulang.
Tulang Panjang Adalah tulang yang panjang berbentuk silinder dimana ujungnya
bundar dan sering menahan beban berat.
Tulang panjang terdiriatas epifisis, tulang rawan, diafisis, periosteum, dan medula
tulang. Epifisis (ujung tulang) merupakan tempat menempelnya tendon dan mempengaruhi
kestabilan sendi. Tulang rawan menutupi seluruh sisi dari ujung tulang dan mempermudah
pergerakan, karena tulang rawan sisinya halus dan licin.
Diafisis adalah bagian utama dari tulang panjang yang memberikan struktural tulang.
Metafisis merupakan bagian yang melebar dari tulang panjang antara epifisis dan diafisis.
Metafisis ini merupakan daerah pertumbuhan tulang selama masa pertumbuhan. Periosteum
merupakan penutup tulang sedang rongga medula (marrow) adalah pusat dari diafisis
Fungsi Tulang
2.1.5 Etiologi
Indikasi utama bedah amputasi adalah karena :
1. Iskemia karena penyakit reskularisasi perifer, biasanya pada orang tua, seperti klien
dengan artherosklerosis, Diabetes Mellitus.
2. Trauma amputasi, bisa diakibatkan karena perang, kecelakaan, thermal injury seperti
terbakar, tumor, infeksi, gangguan metabolisme seperti pagets disease dan kelainan
kongenital.
Jika seseorang dalam keadaan immobilisasi maka akan menyebabkan penekanan pada fungsi
simpatik serta penurunan katekolamin dalam darah sehingga menurunkan kecepatan
metabolisme basal.
Adanya penurunan serum protein tubuh akibat proses katabolisme lebih besar dari
anabolisme, maka akan mengubah tekanan osmotik koloid plasma, hal ini menyebabkan
pergeseran cairan intravaskuler ke luar keruang interstitial pada bagian tubuh yang rendah
sehingga menyebabkan oedema. Immobilitas menyebabkan sumber stressor bagi klien
sehingga menyebabkan kecemasan yang akan memberikan rangsangan ke hypotalamus
posterior untuk menghambat pengeluaran ADH, sehingga terjadi peningkatan diuresis.
3. Sistem respirasi
Pada klien immobilisasi dalam posisi baring terlentang, maka kontraksi otot intercosta relatif
kecil, diafragma otot perut dalam rangka mencapai inspirasi maksimal dan ekspirasi paksa.
Dalam posisi tidur terlentang, pada sirkulasi pulmonal terjadi perbedaan rasio ventilasi
dengan perfusi setempat, jika secara mendadak maka akan terjadi peningkatan metabolisme
(karena latihan atau infeksi) terjadi hipoksia.
c. Mekanisme batuk tidak efektif
Akibat immobilisasi terjadi penurunan kerja siliaris saluran pernafasan sehingga sekresi
mukus cenderung menumpuk dan menjadi lebih kental dan mengganggu gerakan siliaris
normal.
4. Sistem Kardiovaskuler
Terjadi sebagai manifestasi klinik pengaruh faktor metabolik, endokrin dan mekanisme pada
keadaan yang menghasilkan adrenergik sering dijumpai pada pasien dengan immobilisasi.
Dibawah pengaruh adrenergik denyut jantung meningkat, hal ini mengakibatkan waktu
pengisian diastolik memendek dan penurunan isi sekuncup.
c. Orthostatik Hipotensi
Pada keadaan immobilisasi terjadi perubahan sirkulasi perifer, dimana anterior dan venula
tungkai berkontraksi tidak adekuat, vasodilatasi lebih panjang dari pada vasokontriksi
sehingga darah banyak berkumpul di ekstremitas bawah, volume darah yang bersirkulasi
menurun, jumlah darah ke ventrikel saat diastolik tidak cukup untuk memenuhi perfusi ke
otak dan tekanan darah menurun, akibatnya klien merasakan pusing pada saat bangun tidur
serta dapat juga merasakan pingsan.
5. Sistem Muskuloskeletal
Dengan adanya immobilisasi dan gangguan sistem vaskuler memungkinkan suplai O2 dan
nutrisi sangat berkurang pada jaringan, demikian pula dengan pembuangan sisa metabolisme
akan terganggu sehingga menjadikan kelelahan otot.
b. Atropi otot
Karena adanya penurunan stabilitas dari anggota gerak dan adanya penurunan fungsi
persarafan. Hal ini menyebabkan terjadinya atropi dan paralisis otot.
c. Kontraktur sendi
Kombinasi dari adanya atropi dan penurunan kekuatan otot serta adanya keterbatasan gerak.
d. Osteoporosis
Terjadi penurunan metabolisme kalsium. Hal ini menurunkan persenyawaan organik dan
anorganik sehingga massa tulang menipis dan tulang menjadi keropos.
6. Sistem Pencernaan
a. Anoreksia
Akibat penurunan dari sekresi kelenjar pencernaan dan mempengaruhi sekresi kelenjar
pencernaan dan mempengaruhi perubahan sekresi serta penurunan kebutuhan kalori yang
menyebabkan menurunnya nafsu makan.
b. Konstipasi
Meningkatnya jumlah adrenergik akan menghambat pristaltik usus dan spincter anus menjadi
kontriksi sehingga reabsorbsi cairan meningkat dalam colon, menjadikan faeces lebih keras
dan orang sulit buang air besar.
7. Sistem perkemihan
Dalam kondisi tidur terlentang, renal pelvis ureter dan kandung kencing berada dalam
keadaan sejajar, sehingga aliran urine harus melawan gaya gravitasi, pelvis renal banyak
menahan urine sehingga dapat menyebabkan :
- Akumulasi endapan urine di renal pelvis akan mudah membentuk batu ginjal.
- Tertahannya urine pada ginjal akan menyebabkan berkembang biaknya kuman dan dapat
menyebabkan ISK.
8. Sistem integumen
Tirah baring yang lama, maka tubuh bagian bawah seperti punggung dan bokong akan
tertekan sehingga akan menyebabkan penurunan suplai darah dan nutrisi ke jaringan. Jika hal
ini dibiarkan akan terjadi ischemia, hyperemis dan akan normal kembali jika tekanan
dihilangkan dan kulit dimasase untuk meningkatkan suplai darah.
2.1.6 Komplikasi
Komplikasi amputasi meliputi perdarahan, infeksi, dan kerusakan kulit. Karena ada
pembuluh darah besar yang dipotong, dapat terjadi perdarahan masif. Infeksi merupakan
infeksi pada semua pembedahan ; dengan peredaran darah buruk atau kontaminasi luka
setelah amputasi traumatic, resiko infeksi meningkat. Penyembuhan luka yang buruk dan
iritasi akibat prostesis dapat menyebabkan kerusakan kulit.
2.1.7 Penatalaksanaan
Amputasi dianggap selesai setelah dipasang prostesis yang baik dan berfungsi.
1. Rigid dressing
Yaitu dengan menggunakan plaster of paris yang dipasang waktu dikamar operasi. Pada
waktu memasang harus direncanakan apakah penderita harus immobilisasi atau tidak. Bila
tidak diperlukan pemasangan segera dengan memperhatikan jangan sampai menyebabkan
konstriksi stump dan memasang balutan pada ujung stump serta tempat-tempat tulang yang
menonjol. Keuntungan cara ini bisa mencegah oedema, mengurangi nyeri dan mempercepat
posisi berdiri.
Setelah pemasangan rigid dressing bisa dilanjutkan dengan mobilisasi segera, mobilisasi
setelah 7 – 10 hari post operasi setelah luka sembuh, setelah 2 – 3 minggu, setelah stump
sembuh dan mature. Namun untuk mobilisasi dengan rigid dressing ini dipertimbangkan juga
faktor usia, kekuatan, kecerdasan penderita, tersedianya perawat yang terampil, therapist dan
prosthetist serta kerelaan dan kemauan dokter bedah untuk melakukan supervisi program
perawatan. Rigid dressing dibuka pada hari ke 7 – 10 post operasi untuk melihat luka operasi
atau bila ditemukan cast yang kendor atau tanda-tanda infeksi lokal atau sistemik.
2. Soft dressing
Yaitu bila ujung stump dirawat secara konvensional, maka digunakan pembalut steril yang
rapi dan semua tulang yang menonjol dipasang bantalan yang cukup. Harus diperhatikan
penggunaan elastik verban jangan sampai menyebabkan konstriksi pada stump. Ujung stump
dielevasi dengan meninggikan kaki tempat tidur, melakukan elevasi dengan mengganjal
bantal pada stump tidak baik sebab akan menyebabkan fleksi kontraktur. Biasanya luka
diganti balutan dan drain dicabut setelah 48 jam. Ujung stump ditekan sedikit dengan soft
dressing dan pasien diizinkan secepat mungkin untuk berdiri setelah kondisinya mengizinkan.
Biasanya jahitan dibuka pada hari ke 10 – 14 post operasi. Pada amputasi diatas lutut,
penderita diperingatkan untuk tidak meletakkan bantal dibawah stump, hal ini perlu
diperhatikan untuk mencegah terjadinya kontraktur.
2.2.1 Pengkajian
a. Aktivitas Istirahat
b. Integritas ego
Gejala : Masalah tentang antisipasi perubahan pola hidup, situasi financial, reaksi orang lain,
perasaan putus asa, tidak berdaya.
c. Seksualitas
d. Interaksi sosial
Gejala : Masalah sehubungan dengan penyakit/ kondisi, Masalah tentang peran fungsi, reaksi
orang lain.
1. Gangguan harga diri/ citra diri, penampilan peran, perubahan berhubungan dengan
factor bio fisikal ; kehilangan bagian tubuh, antisipasi perubahan pola hidup ; takut
penolakan/ reaksi orang lain.
2. Nyeri, (akut) berhubungan dengan cedera fisik/ jaringan dan trauma saraf, dampak
psikologi terhadap kehilangan bagian tubuh.
3. Perfusi jaringan, perubahan ; perifer, resiko tinggi terhadap penurunan aliran darah vena/
arterial ; edema jaringan, pembentukan hematoma.
4. Infeksi, resiko tinggi terhadap ketidak adekuatan pertahanan primer ( kulit robek,
jaringan traumatik) prosedur invasif ; terpajan pada lingkungan, penyakit kronis, perubahan
status nutrisi.
Diagnosa Keperawatan I :
Gangguan harga diri/ citra diri, penampilan peran, perubahan berhubungan dengan faktor bio
fisikal ; kehilangan bagian tubuh, antisipasi perubahan pola hidup ; takut penolakan/ reaksi
orang lain.
Kriteria hasil : Mengenali dan menyatu dengan perubahan dalam konsep diri yang akurat
tanpa harga diri negative.
Perencanaan/ Penatalaksanaan :
a. Beri penguatan informasi pasca operasi termasuk tipe/lokasi amputasi, tipe prospese bila
tepat ( segera, lambat), harapan tindakan pasca operasi, termasuk control nyeri dan
rehabilitasi
Rasional :
b. Diskusikan persepsi pasien tentang diri dan hubungannya dengan perubahan dan
bagaimana pasien melihat dirinya dalam pola/ peran fungsi yang biasanya.
Rasional :
Membantu mengartikan masalah sehubungan dengan pola hidup sebelumnya dan membantu
pemecahan masalah. Sebagai contoh, takut kehilangan kemandirian, kemampuan bekerja dan
sebagainya.
Rasional :
Rasional :
Teman senasib yang telah melalui pengalaman yang sama bertindak sebagai model peran dan
dapat juga memberikan pernyataan juuga harapan untukpemulihan dan masa depan normal.
Evaluasi :
Diagnosa Keperawatan II :
Nyeri, (akut) berhubungan dengan cedera fisik/ jaringan dan trauma saraf, dampak psikologi
terhadap kehilangan bagian tubuh
Tujuan :
Nyeri hilang/terkontrol
Kriteria hasil :
Perencanaan/Pelaksanaan :
a. Catat lokasi dan intesitas nyeri (skala 0-10) selidiki perubahan karakteristik nyeri, contoh
kebas, kesemutan.
Rasional :
b. Tinggikan bagian yang sakit dengan meninggikan kaki tempat tidur atau menggunakan
bantal/guling untuk amputasi tungkai atas.
Rasional :
c. Berikan tindakan kenyamanan (contoh ubah posisi sering, pijatan punggung) dan aktivitas
teraupetik.dorong penggunaan teknik manajemen stress (contoh latihan nafas dalam,
visualisasi, pedoman khayalan) dan sentuhan teraupetik.
Rasional :
d. Berikan pijatan lembutan pada puntung sesuai toleransi bila balutan telah dilepas.
Rasional :
Meningkatkan sirkulasi, menurunkan tegangan otot.
e. Berikan obat sesuai indikasi, contoh analgesic, relaksan otot, intruksi pada APD.
Rasional :
Menurunkan nyeri/spasme otot.catatan: APD menentukan obat tepat waktu yang mencegah
feluktuasi nyeri sehubungan denga tegangan/spasme.
Evaluasi :
Perfusi jaringan, perubahan ; perifer, resiko tinggi terhadap penurunan aliran darah vena/
arterial ; edema jaringan, pembentukan hematoma.
Tujuan :
Kriteria hasil :
Mempertahankan perfusi jaringan adekuat dibuktikan dengan nadi perifer teraba dan kulit
hangat/ kering.
Perencanaan / Pelaksanaan :
a. Lakukan pengkajian neuro vaskuler periodic, contoh sensasi, gerakan, nadi, warna kulit
dan suhu.
Rasional :
Edema jaringan pasca operasi pembentukan hematoma, atau balutan terlalu ketat dapat
mengganggu sirkulasi pada puntung, mengakibatkan nekrosis jaringan.
b. berikan tekanan langsung pada sisi pendarahan, bila terjadi pendaran. Hubungi dokter
dengan segera.
Rasional :
Tekanan langsung pada pendarahan dapt diteruskan dengan penggunaan balutan serat
pengaman dengan balutan elastis bila pendarahan terkontrol.
c. Evaluasi tungkai bawah yang tak dioperasi untuk adnya inflamasi, tanda human positif.
Rasional :
Peningkatan insiden pembentukan thrombus pada pasien dengan penyakit vaskuler perifer
sebelumnya/ perubahan diabetic.
Rasional :
Evaluasi :
Diagnosa Keperawatan IV :
Infeksi, resiko tinggi terhadap ketidak adekuatan pertahanan primer ( kulit robek, jaringan
traumatik) prosedur invasif ; terpajan pada lingkungan, penyakit kronis, perubahan status
nutrisi.
Tujuan :
Kriteria hasil :
Mencapai penyembuhan tepat pada waktunya, bebas drainase purulen atau eritema ; dan tidak
demam.
Perancanaan/ Pelaksanaan :
Rasional :
Rasional :
Deteksi dini terjadinya infeksi memberikan kesempatan untuk intervensi tepat waktu dan
mencegah kuomplikasi lebih serius (contoh, osteomielitis)
Rasional :
Hemovac, drain jakson-pratt membantu membuang drainase, meningkatkan penyebuhan luka
dan mnurunkan resiko infeksi.
d. Tutup balutan dengan plastic bila menggunakan pispot atau bila inkontinensia
Rasional :
Rasional :
Antibiotic spectrum luas dapat digunakan secara profilaktif atau terapi antibiotic mungkin
disesuaikan terhadap organisme khusus.
Evaluasi :
Diagnosa Keperawatan V :
Tujuan :
Kriteria hasil :
Perancanaan /Pelaksanaan :
a. Bantu latihan rentang gerak khusus untuk area yang sakit dan yang tak sakit mulai secara
dini pada tahap pasca operasi.
Rasional :
Mencegah kontraktur, perubahan bentuk, yang dapat terjadi dengan cepat dan dapat
memperlambat penggunaan prostese.
b. Dorong latihan aktif/ isometric untuk paha atas dan lengan atas.
Rasional :
Rasional :
Rasional :
e. Tunjukkan atau Bantu teknik pemindahan dan penggunaan alat mobilitas, contoh trapeze,
kruk atau walker.
Rasional :
Membantu perawatan diri dan kemandirian pasien. Teknik pemindahan yang dapat mencegah
cedera abrasi dari kulit karena lari cepat.
Evaluasi :
Diagnosa Keperawatan VI :
Tujuan :
Kriteria hasil :
Perencanaan /pelaksanaan :
Rasional :
Rasional :
Rasional :
Evaluasi :
Memberikan informasi tentang prosedur bedah atau prognosis dan kebutuhan pengobatan
BAB III
TINJAUAN KASUS
3.1 Pengkajian
3.1.1 Identitas klien
Nama : Tn. F
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 15 tahun
Agama : Islam
Suku bangsa : Batak-Indonesia
No RM : 00.45.26.40
Alamat : Rantau Prapat
Nama : Tn. B
Umur : 38 tahun
Pekerjaan : Pegawai negri
Suku bangsa : Batak-Indonesia
Pendidikan : SMA
Alamat : Rantau Prapat
Kaki kiri sulit digerakkan hal ini dialami klien sejak tiga hari ini, sebelum masuk rumah sakit
awalnya klien mengalami kecelakaan lalu lintas, riwayat trauma tidak jelas, riwayat muntah
(-), pingsan (-).
3.1.3 Riwayat Kesehatan
Riwayat kesehatan sekarang, klien sedang menjalani perawatan post operasi amputasi yang
dilakukan pada tanggal 24 November 2010. klien merasakan nyeri pada kaki kiri diatas lutut
tepat pada lokasi yang diamputasi, nyerinya timbul sering sehingga mengganggu ketenangan
klien.
Riwayat kesehatan masa lalu, klien tidak pernah mengalami penyakit yang serius seperti
asma, dan penyakit menular lainnya, klien tidak pernah di rawat di rumah sakit.
3.1.4 Genogram
A. Biologis
1. Nutrisi
Sebelum masuk rumah sakit pola makan klien 3 x sehari, makanan yang di sukai adalah nasi
goreng dan klien tidak mempunyai pantangan makanan.
Pola makan klien 3 x sehari, nafsu makan menurun,klien hanya makan ¾ dari satu
porsi yang di sajikan
2. Minum
a. Sebelum masuk ke Rumah Sakit klien minum 5-6 gelas perhari dengan jumlah 1500-2000
cc/hari, dengan jenis air putih, minuman yang disukai adalah teh manis.
b. Sesudah masuk ke Rumah Sakit, klien minum 3-4 gelas perhari dengan jumlah ± 1500
cc/hari, dengan jenis air putih.
3. Tidur
klien jarang tidur siang, tidur malam 6-7 jam/hari, tidak ada kesulitan untuk tidur
b. Sesudah masuk Rumah Sakit
klien tidur siang 1-2 jam/hari, tidur malam 4 - 5 jam/hari dan klien mengalami kesulitan
waktu tidur akibat nyeri pada kaki kiri dan cara mengatasinya dengan minum obat dan
mengubah posisi menyandar (semi fowler)
BAK
frekuensi BAK klien adalah 5-6 x/hari dengan jumlah urine ± 1200 cc/hari, warna kuning
jernih tidak ada kelainan dan baunya khas.
frekuensi BAK klien 4 - 5x/hari dengan jumlah urine ± 1200-1300 cc/hari, warna kuning
jernih tidak ada kelainan dan baunya khas.
BAB
a. Sebelum masuk ke Rumah Sakit, frekuensi BAB klien 1 x/hari dengan warna
kuning kecoklatan, bau khas, konsistensi lembek dan tidak ada kelainan.
b. Sesudah masuk ke RS, frekuensi BAB klien adalah 2x sehari, warna kuning kecoklatan,
bau khas dengan konsistensi lembek. Tidak ada kelainan dan bau khas
5. Aktivitas
Dalam melaksanakan aktivitas sehari-hari, seluruh kebutuhan klien dibantu oleh keluarga dan
perawat, hal ini dikarenakan terputusnya kontinuitas jaringan kaki kirinya yang diamputasi.
klien mandi 2 x sehari, gosok gigi 2 x sehari, cuci rambut 3 x/minggu, potong kuku
1x/minggu
b. Sesudah masuk ke Rumah Sakit, klien mandi hanya di lap 1x sehari, gosok gigi 1x/hari,
cuci rambut 1x/minggu, potong kuku 1x/minggu
7. Rekreasi
Klien sering menonton TV dan mendengarkan musik, klien jarang berolah raga karena klien
beranggapan bahwa pekerjaanya sudah menyerupai olah raga dan klien jika ada kesempatan
pergi ke tempat hiburan
B. Psikologis
- Adaptasi, klien dapat beradaptasi dengan baik terhadap lingkungan di rumah sakit
- Mekanisma Pertahan Diri, Klien berdoa kepada ALLAH SWT agar penyakit
yang dideritanya cepat sembuh
C. Sosial
Hubungan klien dengan keluarga harmonis, setiap saat orang tua dan saudara kandungnya
menjaganya di rumah sakit, dalam kesehariannya. Dalam klien memperhatikan pada saat
berbicara dengan lawan bicaranya (koheren). Dalam kesehariannya klien menggunakan
bahasa daerah (batak)
D. Spiritual
Selama sakit klien jarang beribadah, hal ini disebabkan keterbatasan gerak klien, dan klien
yakin bahwa dirinya akan segera sembuh.
A. Tanda-Tanda Vital.
3. Suhu Tubuh : 37 ºC
6. Pernafasan : 22 x/i
1. Kepala
Kepala berbentuk bulat, ukurannya normal, posisinya Simetris dan kulit kepala beersih tidak
ada ketombe
2. Rambut
Klien berambut lurus pendek, hitam dan rambut kurang tetata rapi
3. Mata/ Penglihatan
Posisi bola mata simetris, fungsi penglihatan baik, klien dapat membaca dengan jarak 30 cm,
pupil normal, refleks cahaya baik dan klien tidak menggunakan alat bantu penglihatan
4.Hidung /Penciuman
Bentuk dan posisi hidung simetris, Sekret tidak ada, fungsi penciuman bagus, dapat
membedakan bau obat dan balsam , tidak terdapat perdarahan dan peradangan mukosa dan
klien tidak menggunakan alat Bantu penciuman
5. Telinga/Pendengaran
Bentuk dan posisi telinga simetris, fungsi pendengaran baik, tidak ada serumen atau cairan
apapun, tidak terdapat perdarahan dan peradangan pada telinga klien dan klien tidak
mengunakan alata bantu pendengaran.
6. Mulut
Rongga mulut bersih, bentuk bibir simetris, tidak ada bau, kebersihan gigi baik tidak terdapat
cries pada gigi klien, peradangan pada tonsil tidak ada, fungsi pengecapan kurang baik,
mulut klien terasa pahit.
7. Leher
Bentuk leher simetris, tidak terdapat pembengkakan kelenjar getah bening maupun tiroid,
tekanan vena jugularis 16 cm H2O
8. Neurosensori
11. Nervus XI
Asesorius
Bentuk thorax simetris, frekuensi 22x/I, bunyi nafas vesikuler, irama teratur (regular), tidak
ditemukan adanya sputum
10.Jantung
Tidak adanya pembesaran jantung, tidak terdapat sianosis dan nyeri dada, bunyi jantung
normal tidak ada bunyi jantung tambahan, Capila Refill 1 x/i
11. Abdomen
Turgor kulit baik, jika diambil elastis, tidak ada kelainan bentuk, tidak ada nyeri tekan, tidak
ada benjolan, tidak ada pembesaran hepar dan limfe, peristaltik usus 20x/i
12.Reproduksi/alat kelamin
Tidak ada kelainan, tidak ada pembesaran/pembengkakan didaerah penis. Dan tidk terpasang
kateter.
13.Ekstremitas
Pada ekstremitas bawah luka post amputasi atas lutut sebelah kiri yang menyebabkan klien
kesakitan skala nyeri 5 sedang, dan disekitar luka terjadi odema.
B. Pemeriksaan Laboratorium :
Ht 18.60 % 37-47 %
MCV 77.50 fL 82 – 92 fL
MCH 25,40 pg 27 – 31 pg
MCHC 32,80 g% 32 – 36 g/dl
3.1.9 Therapi
Ceftriaxon : 1 gr / 12 jam
Diet MB
Data objek:
Data objek:
1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan penekanan pembuluh saraf di tandai
dengan klien tampak meringis kesakitan, lemas dan gelisah. Skala nyeri 5 (sedang)
2. Gangguan mobilitas fisik berhungan dengan terputusnya kontinunitas jaringan di tandai
dengan Terpasang infuse dengan cairan NaCl 0.9%/20 tts/i, ada perban elastis di kaki sebelah
kiri, kaki kirinya sudah diamputasi, seluruh aktivitas klien di bantu oleh keluarga dan
perawat.
3. Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan
dengan salah interpretasi informasi ditandai dengan klien mengatakan kurang mengerti
tentang penyakit yang dideritanya, klien tampak bingung dan sering bertanya tentang
penyakit yang dideritanya.
Nama : Tn. F
Umur : 15 tahun
- Identifikasi
tersedianya
sumber pelayanan
di masyarakat
- memeberi bantuan
untuk memudahkan
perawatan diri dan
mendukung
kemandirian
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddath, 2002, Buku Ajaran Keperawatan Medikal Bedah, edisi 3, Jakarta: EGC