Anda di halaman 1dari 16

EPIDEMIOLOGI dengan KASUS DHF

MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
Yang dibina oleh Ns. Luh Titi Handayani, M.Kes.

Oleh :

Firda Devi Candranita (1611011003)


Musrifatul Hasanah (1611011006)
Kanza Al Qorina Imami (1611011012)
Intan Ayu Islami (1611011014)
Angga Trisna Nugraha (1611011015)
Sofyan Suryantara Noprianto (1611011019)
Wisnu Khaiwirian (1611011023)
Riya Arista (1611011030)
Rani Desvin Veronica (1611011032)
Fiky Hadiyamsah (1611011037)

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
PROGAM STUDI S-1 KEPERAWATAN
Desember, 2018

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan karunia-Nya penulis dapat
menyelesaikan Makalah yang berjudul ini “Epidemiologi dengan Kasus Campak”. Untuk
memenuhi salah satu tugas yang diberikan oleh dosen pengampu Epidemiologi Ns. Luh Titi
Handayani, M.Kes. Meskipun banyak hambatan yang penulis alami dalam proses pengerjaannya,
tetapi penulis berhasil menyelesaikan Makalah ini tepat pada waktunya. Tidak lupa penulis
sampaikan terima kasih kepada dosen pembimbing mata kuliah Epidemiologi yang telah
membimbing penulis dalam menyelesaikan Makalah yang disusun. Serta rekan-rekan mahasiswa
yang telah membantu mendukung terselesainya Makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam membuat Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan.
Untuk itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna
sempurnanya Makalah ini. Penulis berharap semoga Makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis
khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.

November, 2018

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.................................................................................... i
KATA PENGANTAR.................................................................................. ii
DAFTAR ISI................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................. 1
A Latar belakang............................................................................................ 1
BAB II PEMBAHASAN.............................................................................. 3
A Step 1.......................................................................................................... 3
B Step 2.......................................................................................................... 3
C Step 3.......................................................................................................... 3
D Step 4.......................................................................................................... 3
E Step 5........................................................................................................... 3
F Step 6........................................................................................................... 3
1. D isfungsional Uterus Bleeding (DUP) .................................................. 3
2. Klarifikasi ............................................................................................... 4
3. Anatomi fisiologi .................................................................................... 4
4. Manifestasi klinis ................................................................................... 8
5. Patofisiologi ........................................................................................... 10
6. Tanda, Gejala, dan Penatalaksanaan ...................................................... 13
7. Pemeriksaan penunjang ......................................................................... 14
8. Asuhan keperawatan ............................................................................... 16
BAB III PENUTUP...................................................................................... 20
A Kesimpulan................................................................................................. 20
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 21
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Angka kematian (Case Fatality Rate) di Indonesia dalam kurun waktu 5 tahun terakhir dari
tahun 2003–2008 meningkat. Hal ini disebabkan karena berbagai faktor, salah satunya
disebabkan karena menderita penyakit. Penyakit itu sendiri terdiri dari penyakit menular dan
penyakit tidak menular. Contoh beberapa dari penyakit menular antara lain TBC, Hepatitis,
Demam Berdarah Dengue (DBD).
Penyakit DBD pertama kali ditemukan di Manila, Filipina pada tahun 1953 dan
selanjutnya menyebar ke berbagai negara. Penyakit ini disebabkan oleh virus Dengue dari genus
Flavivirus (manusia dan monyet sebagai reservoir), famili Flaviviridae. Demam berdarah
dengue (DBD) ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk Aedes sp yang terinfeksi virus
Dengue. Virus Dengue penyebab Demam Dengue (DD), Demam Berdarah Dengue (DBD) dan
Dengue Shock Syndrome (DSS) termasuk dalam kelompok B Arthropod Virus (Arbovirosis)
yang mempunyai 4 jenis serotipe, yaitu: Den-1, Den-2, Den-3, Den-4.
Demam berdarah dengue (DBD) telah terjadi di lebih dari 100 negara dan mengancam
kesehatan lebih dari 2,5 miliar orang di perkotaan, pinggiran perkotaan dan daerah pedesaan
serta di daerah tropis dan subtropis. Sejak tahun 1968 hingga tahun 2009, World Health
Organization (WHO) mencatat bahwa negara Indonesia sebagai negara dengan kasus DBD
tertinggi di Asia Tenggara. Penyakit DBD di Indonesia pertama kali ditemukan di Kota
Surabaya pada tahun 1968 di mana sebanyak 58 orang terinfeksi dan 24 orang di antaranya
meninggal dunia (Angka Kematian (AK): 41,3%). Dan sejak saat itu, penyakit ini menyebar
luas ke seluruh Indonesia.
Sejak pertama kali ditemukan, jumlah kasus menunjukkan kecenderungan peningkatan
baik dalam jumlah maupun luas wilayah yang terjangkit dan secara sporadis selalu terjadi KLB
setiap tahun. Seluruh wilayah Indonesia mempunyai risiko untuk kejangkitan penyakit demam
berdarah karena virus penyebabnya dan nyamuk penularannya yaitu Aedes aegypti. Kejadian
Luar Biasa DBD di Indonesia yang terbesar terjadi pada tahun 1998, dengan IR = 35,19% per
100.000 penduduk dan CFR 2%. Pada tahun 1999 IR menurun tajam sebesar 10,17%. (Depkes,
2005)
Peningkatan dan penyebaran kasus DBD tersebut kemungkinan disebabkan oleh
perkembangan wilayah perkotaan, perubahan iklim, perubahan kepadatan dan distribusi
penduduk serta faktor epidemiologi lainnya. Faktor perilaku dan partisipasi masyarakat yang
masih kurang dalam kegiatan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) serta faktor pertambahan
jumlah penduduk dan faktor peningkatan mobilitas penduduk yang sejalan dengan semakin
membaiknya sarana transportasi menyebabkan penyebaran virus DBD semakin mudah dan
semakin luas.
Pada awal triwulan pertama (Bulan Januari-Maret 2013), Kota Surabaya adalah kota
yang mengalami peningkatan jumlah kematian. Berdasarkan data dari seksi pemberantasan
penyakit Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur, kasus demam berdarah dengue (DBD) Kota
Surabaya sampai dengan Juni (Triwulan II) tahun 2013 sebanyak 1.504 penderita dengan IR
53,40%. Kecamatan yang paling banyak jumlah penderitanya yaitu Kecamatan Sawahan
sebanyak 188 orang, Semampir sebanyak 73 orang, dan Tandes sebanyak 71 orang. Jumlah
kematian juga terjadi peningkatan dari 31 orang meningkat menjadi 34 orang dengan angka
kematian (CFR) sebanyak 19% atau dari 1,34% menjadi 1,61%. Di Kecamatan Sawahan angka
kejadian DBD tertinggi ada di wilayah kerja puskesmas Putat Jaya dengan jumlah penderita
mencapai 57 orang (IR 133/100.000 penduduk) bahkan terjadi KLB. Hal ini selain dapat
disebabkan oleh faktor-faktor yang memengaruhi peningkatan kasus juga dipengaruhi oleh
lemahnya upaya program pengendalian DBD, sehingga upaya program pengendalian DBD
perlu lebih mendapat perhatian terutama pada tingkat kabupaten/kota dan puskesmas.
Lemahnya upaya program pengendalian DBD (P2DBD) salah satunya disebabkan oleh
kendala internal yang dihadapi oleh para pemegang program di dinas kota/kabupaten itu
sendiri. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Tri Rahayu (2012), pelaksanaan program
P2DBD tidak berjalan sesuai harapan dikarenakan keterbatasan jumlah tenaga, dana, prasarana
dan kemampuan tenaga. Dari segi perencanaan untuk program P2DBD juga dibuat ketika terjadi
peningkatan kasus bahkan KLB dan kerja sama lintas sektor dan lintas program tidak
dimanfaatkan semaksimal mungkin. Padahal melalui kerja sama tersebut yang tugas pokoknya
memiliki keterkaitan dengan pencegahan DBD dapat berperan serta menggerakkan masyarakat
dalam upaya pencegahan DBD. Senada dengan evaluasi yang dilakukan oleh Sitepu (2013)
pada upaya pengendalian vektor belum diperoleh data yang akurat dikarenakan adanya
keterbatasan tenaga dan sarana.
Berdasarkan data tahunan di Puskesmas Putat Jaya, di Tahun 2013 telah mengalami
peningkatan kasus DBD bahkan terjadi KLB dengan jumlah penderita mencapai 57 orang (IR
133/100.000) dibandingkan dengan jumlah kasus di tahun sebelumnya sebanyak 34 kasus (IR
2012: 79/100.000). Secara geografis yang letaknya di Pusat Kota Surabaya, Puskesmas Putat
Jaya seharusnya bisa menekan angka kejadian DBD dengan cara peningkatan sistem
survailansnya. Salah satu fungsi dari sistem survailans adalah deteksi utama secara cepat untuk
kejadian wabah/ KLB. Untuk itu penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pelaksanaan
surveilans kasus Demam Berdarah Dengue (P2DBD) di wilayah kerja Puskesmas Putat Jaya
berdasarkan atribut surveilans. Atribut survailans merupakan indikator yang menggambarkan
karakteristik sistem survailans (CDC, 2001). Jadi dengan diketahuinya karakteristik sistem
survailans, sebuah program bisa dinilai.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Epidemiologi
Ada beberapa profesional kesehatan masyarakat yang memandang
epidemiologi sebagai ilmu pengetahuan. Profesional lainnya memandang
epidemiologi lebih sebagai suatu metode bukan sebagai ilmu murni karena
ketidakjelasan definisi mengenai bidang ilmunya. Dalam buku ini epidemiologi
diasumsikan sebagai suatu metode ilmiah. Epidemiologi adalah metode investigasi
yang digunakan untuk mendeteksi penyebab atau sumber dari penyakit, sindrom,
kondisi atau risiko yang menyebabkan penyakit, cedera, cacat atau kematian dalam
populasi atau dalam suatu kelompok manusia. Seorang ahli epidemiologi sering kali
dianggap sebagai seorang “detektif penyakit dan epidemi”.
Epidemiologi telah didefinisikan dengan berbagai cara. Salah satu definisinya
adalah ilmu yang mempelajari tentang sifat, penyebab, pengendalian, dan faktor-
faktor yang mempengaruhi frekuensi dan distribusi penyakit, kecacatan, dan kematian
dalam populasi manusia. Epidemiologi juga meliputi pemberian ciri pada distribusi
status kesehatan, penyakit, atau masalah kesehatan masyarakat lainnya berdasarkan
usia, jenis kelamin, ras, geografi, agama, pendidikan, pekerjaan, perilaku, waktu,
tempat, orang dan sebagainya. Karakterisasi ini dilakukan guna menjelaskan distribusi
suatu penyakit atau masalah yang terkait dengan kesehatan jika dihubungkan dengan
faktor penyebab. Epidemiologi berguna untuk mengkaji dan menjelaskan dampak dari
tindakan pengendalian kesehatan masyarakat, program pencegahan, intervensi klinis,
dan pelayanan kesehatan terhadap penyakit atau mengkaji dan menjelaskan faktor lain
yang berdampak pada status kesehatan penduduk. Epidemiologi penyakit juga dapat
menyertakan deskripsi keberadaannya di dalam populasi dan faktor-faktor yang
mengendalikan ada atau tidaknya penyakit tersebut.
Selain berfokus pada tipe dan keluasan cedera, kondisi, atau penyakit yang
menimpa suatu kelompok atau populasi, epidemiologi juga menangani faktor risiko
yang dapat memberikan dampak, pengaruh, pemicu, dan efek pada distribusi
penyakit, cacat/defek, ketidakmampuan, dan kematian. Sebagai metode ilmiah,
epidemiologi digunakan untuk mengkaji pola kejadian yang memengaruhi faktor-
faktor di atas. Tugas seorang ahli epidemiologi adalah menentukan ada tidaknya
kenaikan atau penurunan faktor-faktor tersebut selama berbagai periode waktu-hari,
minggu, bulan, tahun. Tugas yang harus dilakukannya juga mencakup penentuan
apakah suatu daerah atau lokasi tertentu mengalami peningkatan atau penurunan yang
lebih dibandingkan daerah atau lokasi lainnya. Fokusnya yang ketiga adalah pada
karakteristik manusia yang terlibat dan apakah karakteristik itu berbeda atau sama
dalam beberapa hal. Dengan kata lain, seorang ahli epidemiologi sangat
berkepentingan dengan aspek waktu, tempat, dan orang dari suatu kejadian penyakit,
cacat/defek, ketidakmampuan, dan kematian. Distribusi kondisi patologi dari populasi
manusia atau faktor-faktor yang memengaruhi distribusi tersebut, semuanya menjadi
subjek yang dibahas dalam epidemiologi.
B. Tujuan Epidemiologi
Menurut Lilienfeld dan Lilienfeld, ada tiga tujuan umum studi epidemiologi. Berikut
tiga tujuan epidemiologi yang sudah diperbaharui:
1. Untuk menjelaskan etiologi (studi tentang penyebab penyakit) satu penyakit atau
sekelompok penyakit, kondisi, gangguan, defek, ketidakmampuan, sindrom, atau
kematian melalui analisis terhadap data medis dan epidemiologi dengan
menggunakan manajemen informasi sekaligus informasi yang berasal dari setiap
bidang atau disiplin ilmu yang tepat, termasuk ilmu sosial/perilaku;
2. Untuk menentukan apakah data epidemiologi yang ada memang konsisten dengan
hipotesis yang diajukan dan dengan ilmu pengetahuan, ilmu perilaku, dan ilmu
biomedis yang terbaru;
3. Untuk memberikan dasar bagi pengembangan langkah-langkah pengendalian dan
prosedur pencegahan bagi kelompok dan populasi yang berisiko, dan untuk
pengembangan langkah-langkah dan kegiatan kesehatan masyarakat yang
diperlukan; yang kesemuanya itu akan digunakan untuk mengevaluasi
keberhasilan langkah-langkah, kegiatan, dan program intervensi.
C. Jenis Epidemiologi
Pada dasarnya Epidemiologi dibagi atas 3 (tiga) jenis utama yaitu :
a. Epidemiologi Deskriptif : Berkaitan dengan definisi epidemiologi sebagai ilmu
yang mempelajari tentang distribusi penyakit ataun masalah kesehatan
masyarakat. Disini dipelajari frekuensi dan distribusi suatu masalah kesehatan
dalam masyarakat. Keterangan frekuensi dan distribusi penyakit ini menunjukkan
besarnya masalah dalam masyarakat. Hasilnya diharapkan mampu menjawab
pertanyaan tentang faktor Siapa, Dimana dan Kapan (Variabel. Epidemiologi)
1. Variabel Orang (Siapa) : Mengemukakan perihal mereka yang terkena
masalah (population at risk) Bisa mengenai umur, jenis kelamin, suku,
agama, pendidikan, pekerjaan dan pendapatan.
2. Variabel Tempat (Dimana) : menunjukkan tempat dimana masalah
kesehatan terjadi. Misal : tempat tinggal, tempat bekerja dll. Bisa juga
menunjukkan daerah : perkotaan, pedesaan, pegunungan, pesisir
3. Variabel Waktu (Kapan) : Waktu kejadian penyakit bisa jam, hari, minggu,
bulan, tahun, musim dsb
b. Epidemiologi Analitik : Berkaitan dengan upaya epidemiologi utk menganalisis
faktor penyebab (determinant) masalah kesehatan. Disini epidemiologi
diharapkan mampu menjawab pertanyaan Mengapa atau Apa Penyebab
terjadinya masalah , Misalnya setelah secara deskriptif ditemukan bahwa banyak
perokok yang menderita penyakit paru, maka perlu dianalisis lebih lanjut
apakah memang rokok itu penyebab kanker paru.
c. Epidemiologi Eksperimental : Berkaitan upaya epidemiologi utk membuktikan
bahwa suatu faktor sebagai penyebab terjadinya suatu luaran (output = penyakit),
Misalnya jika rokok dianggap sebagai penyebab, bila rokok dikurangi maka
kanker paru akan menurun atau sebaliknya à eksperimen dengan peraturan
larangan merokok à menurunnya jumlah perokok à menurunnya kanker paru à ini
membuktikan memang rokok merupakan penyebab kanker paru.
Ketiga jenis Epidemiologi ini tidak bisa dipisahkan satu dengan lainnya à saling
berkaitan à punya peran masing2.
D. Ruang Lingkup Epidemiologi
Dalam pemecahan masalah kesehatan dengan pendekatan epidemiologi, ruang
lingkupnya adalah 6 (enam):
Etiologi à berkaitan dg lingkup kegiatan dalam mengidentifikasi penyebab penyakit
dan masalah kesehatan lainnya. Misal : etiologi penyakit malaria adalah plasmodium
(falciparum & vivax).
Efikasi à berkaitan dg efek atau daya optimal yg dapat diperoleh dari adanya
intervensi kesehatan. Misalnya efikasi pemberian vaksin malaria adalah 40 %.
Efektivitas à adalah besarnya hsl yg dpt diperoleh dari suatu tindakan (pengeth &
intervensi) dan besarnya perbedaan dr suatu tindakan yg satu dg yg lainnya.
Efisiensi à sebuah konsep ekonomi yg melihat pengaruh yg dpt diperoleh berdasarkan
besarnya biaya yang diberikan.
Evaluasi à penilaian secara keseluruhan dari keberhasilan suatu pengobatan atau
program kesehatan masyarakat.
Edukasi à intervensi berupa peningkatan pengetahuan tentang kesehatan masyarakat
sebagai bagian dari upaya pencegahan penyakit.
E. Trias Epidemiologi/Segitiga Utama Epidemiologi
Segitiga Epidemiologi (Trias Epidemiologi) merupakan konsep dasar
Epidemiologi yang memberikan gambaran tentang hubungan antara tiga faktor utama
yang berperanan dalam terjadinya penyakit dan masalah kesehatan lainnya. Segitiga
ini merupakan gambaran interaksi antara tiga faktor yakni : host (tuan rumah =
penjamu), agent (agen = faktor penyebab penyakit) dan environment (lingkungan).
Timbulnya penyakit berkaitan dengan gangguan interaksi antara ketiga faktor ini.
Keterhubungan antara penjamu, agen dan lingkungan ini merupakan satu kesatuan
yang dinamis yang berada dalam keseimbangan (equilibrium) pada seorang individu
yang sehat. Jika terjadi gangguan terhadap keseimbangan hubungan segitiga inilah
yang akan menimbulkan status sakit. Kemungkinan ketidakseimbangan hubungan itu
dapat menyebabkan perubahan pada peningkatan agen penyakit, peningkatan
kepekaan host dan perubahan lingkungan yang bisa mempermudah penyebaran agen
penyakit atau perubahan lingkungan yang menyebabkan meningkatnya kepekaan
host.
Faktor Penjamu : Penjamu adalah manusia atau makhluk hidup lain yang menjadi
tempat terjadinya proses alamiah perkembangan penyakit. Faktor2 penjamu yg
berkaitan dg kejadian penyakit :
a. Genetik : misalnya sickle cell disease
b. Umur : ada kecenderungan penyakit menyerang umur tertentu
c. Jenis kelamin (gender) : ditemukan penyakit yg terjadi lebih banyak atau hanya
mungkin terjadi pada wanita saja
d. Suku/Ras/Warna kulit : dapat ditemukan perbedaan antara ras kulit putih (white)
dengan ras kulit hitam (black) di Amerika
e. Keadaan Fisiologis tubuh : kelelahan, kehamilan, pubertas, stres atau keadaan gizi
f. Keadaan Imunologis : Kekebalan yg diperoleh karena adanya infeksi sebelumnya,
memperoleh antibodi dari ibu, atau pemberian kekebalan (vaksinasi)
g. Tingkah laku (behavior) : gaya hidup , personal higiene, hub. antar pribadi dan
rekreasi
Faktor Agen : Agen/faktor penyebab adalah suatu unsur, organis-me hidup atau
kuman infektif yang dapat menyebab-kan terjadinya suatu penyakit. Pada bbrp
penyakit agen ini berdiri sendiri (single), misalnya pada penyakit infeksi. Sedangkan
yang lain ada yg terdiri atas beberapa agen yang bekerja sama, misalnya penyakit
kanker. Faktor2 agen yg berkaitan dg kejadian penyakit :
a. Nutrisi (gizi) : bisa dlm btk kelebihan gizi misalnya tingginya kadar kolesterol,
kurang protein
b. Penyebab fisik : radiasi, trauma mekanik (pukulan, tabrakan)
c. Penyebab kimiawi : misalnya zat-zat beracun (karbon monoksida), asbes, cobalt
atau zat allergen.
d. Penyebab biologis :
1. Metazoa : cacing tambang, cacing gelang
2. Protozoa : amoeba, malaria
3. Bakteri : sifilis, typhoid, pneumonia, tbc
4. Fungi/Jamur : Histoplasmosis
5. Virus : Campak, Cacar, Poliomyelitis
6. Rickettsia : Rocky mountain spotted fever
Dalam pengertian klinik, faktor agen ini penggunaan-nya setara dengan istilah
etiologi. Dalam epidemiologi berkembang konsep faktor agen ini dengan
menggunakan terminologi faktor risiko (risk factor). Istilah faktor risiko mencakup
seluruh faktor yang dpt memberikan kemungkinan menyebab kan penyakit.
Didalamnya termasuk gaya hidup dan bukan mikroorganisme saja misalnya gangguan
gizi, kemiskinan dll. Penggunaan risk factor tidak hanya dlm hal penyakit sbg
outcome, tapi juga mencakup kematian dan seluruh masalah kesehatan yg sedang
diamati.
Faktor Lingkungan : Lingkungan adalah semua faktor luar dari individu yg dapat
berupa lingkungan fisik, biologis dan sosial. Faktor2 Lingkungan yang berkaitan
dengan kejadian penyakit :
a. Lingkungan Fisik : geologi, iklim, geografi.
b. Lingkungan Biologis : kepadatan penduduk, flora (sebagai sumber bahan
makanan) dan fauna (sebagai sumber protein)
c. Lingkungan Sosial : migrasi/urbanisasi, keadaan perumahan, lingkungan kerja,
keadaan sosial masyarakat (kekacauan, bencana alam,banjir)
G. Rate
Inti dari epidemiologi adalah kebutuhan untuk mengkaji besarnya
pertumbuhan, penyakit, ketidakmampuan, cedera, dan kematian, di dalam populasi.
Yang tidak kalah penting adalah kebutuhan untuk mengkaji dan menganalisis
beberapa atau semua faktor yang memengaruhi ukuran status kesehatan tersebut.
Namun, dasar untuk dapat memahami makna data dan statistik adalah dengan
mengetahui jumlah penyakit, kecelakaan, kesakitan, ketidakmampuan, atau kematian
yang secara teratur terjadi di dalam populasi. Dengan kata lain, rate adalah pernyataan
numerik, yang menggunakan sebuah rumus untuk menhitung frekuensi suatu kejadian
yang berasal dari pembagian jumlah kasu (pembilang) dengan jumlah populasi total
yang mengalami kejadian tersebut (penyebut atau populasi berisiko), kemudian
hasilnya dikalikan 100, 1.000 atau 10.000 (suatu konstanta) untuk mengetahui jumlah
kasus yang terjadi pada unit populasi tersebut.

Rate = Jumlah kasus x1.000


Populasi di area dalam periode waktu tertentu

H. Rasio
Dalam rasio, pembilang tidak masuk dalam populasi yang termasuk dalam
penyebut. Tidak ada batasan dalam rentang atau dimensi rasio, sementara pada rate,
presentase, prevalensi, proporsi, dsb., terdapat batasan. Tidak seperti prsentase, rasio
bisa melampui 100%. Rasio dalam epidemiologi dinyatakan sebagai persentase
sehingga menimbulkan kerancuan. Angka yang diukur dan dihitung dapat
dimasukkan dalam penyebut dan pembilang. Rasio adalah hubungan yang kuat antara
dua sesuatu atau hal yang serupa sehingga rasio didapat melalui pembagian satu
kuantitas dengan kuantitas lain.

I. Proporsi
Proporsi adalah suatu bentuk persentase, sementara persentase merupakan tipe
khusus proporsi. Presentase adalah suatu bagian tertentu atau suatu angka dalam
setiap ratusan; setiap bagian atau proporsi dari satu kesatuan. Proporsi adalah
hubungan diantara jumlah, angka, besar, atau tingkatan sesuatu dan jumlah, angka,
ukuran atau tingkatan suatu yang lain. Secara matematis, proporsi adalah suatu
pernyatan kesetaraan diantara dua rasio. Perlu diingatkan bahwa di dalam proporsi,
kita harus membandingkan populasi atau kesakitan di dalam populasi itu sendiri.
Untuk mengubah pecahan menjadi persentase, angka desimal hasil pembagian
pembilang dengan penyebut kemudian kali 100; yang mengubah desimal menjadi
presentase. Jika dibiarkan tetap desimal, ini berarti proporsi.

J. Incidence Rate
Jumlah kasus baru yg terjadi dikalangan penduduk selama periode waktu tertentu
Rumus :
∑ kasus baru suatu penyakit selama periode tertentu
x 1.000
Populasi yang mempunyai Resik pada periode yang sama
K. Incidence Rate : Jumlah kasus baru yg terjadi dikalangan penduduk selama periode
waktu tertentu
Rumus :
∑ kasus baru suatu penyakit selama periode tertentu
x 1.000
Populasi yang mempunyai Resik pada periode yang sama
L. Attack Rate : Incidence rate (dalam %) yg diterapkan pd suatu kelompok penduduk
dlm suatu waktu yg terbatas, misalnya pada suatu epidemiologi
Rumus :

∑ kasus selama epidemi

x 100 %
Populasi yang mempunyai risiko pada saat epidemi

BAB IV
PEMBAHASAN KASUS

A. Trias Epidemiologi
1. Host : Menurut kelompok umur balita dan bayi, menurut jenis kelamin laki-
laki dengan perempuan hampir sama
2. Agent : Nyamuk Aides sp yang terinfeksi virus Dengue
3. Lingkungan: Faktor perilaku dan partisipasi masyarakat yang masih kurang dalam
kegiatan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) serta faktor pertambahan jumlah
penduduk dan faktor peningkatan mobilitas penduduk yang sejalan dengan
semakin membaiknya sarana transportasi menyebabkan penyebaran virus DBD
semakin mudah dan semakin luas. Peningkatan dan penyebaran kasus tersebut
kemungkinan disebabkan oleh perkembangan perkotaan, perubahan iklim,
perubahan kepadatan dan distribusi penduduk serta faktor epidemiologi lainnya.

Anda mungkin juga menyukai