Anda di halaman 1dari 25

Aplikasi Keperawatan Transkultural Dalam Berbagai Masalah

Kesehatan Pasien Perspektif Keperawatan Trans-Budaya :


Budaya Tradisional Masyarakat dan Perawat Terhadap Penyakit
Kusta dengan Pendekatan Model Keperawatan Transkultural di
Kabupaten Tuban
MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan dan Sosial Budaya
Yang dibina oleh Ns. Resti Utami,. M.Kep

Oleh :
Riska Handayani (1611011004)
Faik Nuris Syamsiah (1611011008)
Balqis Rahmania Surya (1611011009)
Intan Faratiti Dewi W (1611011011)
Kanza Al Qorina Imami (1611011012)
Okta Savira Devi N (1611011017)
Mohammat Gafur (1611011018)
Gladys Tiara S (1611011024)
Nunik Nurhidayatul M (1611011026)
Lubbul Fuad A F (1611011028)
Rani Desvin Veronica (1611011032)
Nuril Lailia (1611011035)
Ahmad Gufron (1611011036)

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
PROGAM STUDI S-1 KEPERAWATAN
Desember, 2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan karunia-Nya
penulis dapat menyelesaikan Makalah yang berjudul ini “Aplikasi Keperawatan
Transkultural dalam Berbagai Masalah Kesehatan Pasien Perspektif
Keperawatan Trans-Budaya : Budaya Tradisional Masyarakat dan Perawat
Terhadap Penyakit Kusta dengan Pendekatan Model Keperawatan Transkultural
di Kabupaten Tuban”. Untuk memenuhi salah satu tugas yang diberikan oleh
dosen pengampu Psikososial dan Budaya Ns. Resti Utami, M.Kep. Meskipun
banyak hambatan yang penulis alami dalam proses pengerjaannya, tetapi penulis
berhasil menyelesaikan Makalah ini tepat pada waktunya. Tidak lupa penulis
sampaikan terima kasih kepada dosen pembimbing mata kuliah Epidemiologi
yang telah membimbing penulis dalam menyelesaikan Makalah yang disusun.
Serta rekan-rekan mahasiswa yang telah membantu mendukung terselesainya
Makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam membuat Makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan. Untuk itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun guna sempurnanya Makalah ini. Penulis berharap semoga
Makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada
umumnya.

Desember , 2018

Penulis

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...........................................................................................i
KATA PENGANTAR.......................................................................................ii
DAFTAR ISI.....................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................1
1.1 Latar Belakang...............................................................................................1
1.2 Tujuan Pembahasan.......................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................3
2.1 Pengertian Transcultural Nursing.................................................................3
2.2 Konsep dalam Transcultural Nursing...........................................................3
2.3 Paradigma Transcultural Nursing ................................................................6
2.4 Proses keperawatan Transcultural Nursing...................................................7
2.4.1 Pengkajian ..........................................................................................7
2.4.2 Diagnosa keperawatan......................................................................10
2.4.3 Perencanaan dan Pelaksanaan...........................................................10
2.4.4 Evaluasi ............................................................................................12
TELAAH JURNAL ........................................................................................13
BAB III PENUTUP.........................................................................................19
3.1 Kesimpulan.................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................20
LAMPIRAN.....................................................................................................21

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit kusta merupakan penyakit menular yang dapat menimbulkan
masalah yang sangat kompleks. Masalah yang dimaksud tersebut bukan hanya
dari segi medis, namun juga menyebar pada masalah sosial, ekonomi, budaya,
keamanan serta ketahana nasional. (Kemenkes 2012). Penyakit ini berdampak
pada kecacatan yang permanen jika tidak di tangani dengan baik. Para
penderita akan kehilangan produktivitas bila bekerja. Selain itu, sikap dan
perilaku lingkungan masyarakat yang negatif akan menyebabkan penderita
kusta merasa tidak mendapatkan tempat di keluarga maupun di lingkungan
masyarakat (Halim 2008).
Secara global kasus kusta pada tahun 2011 mengalami penurunan
dibanding kasus pada tahun 2010 yaitu dari 228.474 orang menjadi 219.075
orang dengan penyumbang terbesar yaitu negara India dan Brazil kemudian
diikuti Indonesia dengan jumlah kasus sebesar 20.023 orang (WHO, 2012).
Laporan resmi yang diterima dari 115 negara dan wilayah, jumlah kasus
terdaftar kusta di dunia pada awal tahun 2013 mencapai 189.018 kasus
(0,33%). Jumlah tersebut paling banyak terdapat di regional Asia Tenggara
sebanyak 125.167 kasus (0,68%), diikuti regional Afrika sebanyak 17.540
kasus (0,26%), regional Amerika sebanyak 33.926 kasus (0,39%) dan sisanya
di regional lain di dunia. Sedangkan, tahun 2012 sebanyak 232.857 kasus dan
tahun 2011 sebanyak 226.626 kasus (WHO, 2013).
Sejak tercapainya status eliminasi kusta pada tahun 2000, situasi kusta
di Indonesia menunjukkan kondisi yang relatif stabil. Eliminasi didefinisikan
sebagai pencapaian jumlah penderita terdaftar kurang dari 1 kasus per 10.000
penduduk. Hal ini terlihat dari angka penemuan kasus baru kusta yang
berkisar antara 7 s.d 8 per 100.000 penduduk per tahunnya. Begitu juga halnya
dengan angka prevalensi kusta yang berkisar antara 8 hingga 10 per 100.000
penduduk dan telah mencapai target <10 (Dinkes, RI, 2013).

4
Atas dasar hal tersebut diatas maka perlu diteliti mengenai faktor-faktor
yang melatarbelakangi penderita terhadap stigma penyakit kusta. Secara
umum penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan faktor-faktor yang
melatarbelakangi persepsi penderita kusta terhadap stigma penyakit kusta.
Rasa takut yang berlebihan terhadap penyakit kusta (leprophobia) dan
pengertian yang keliru terhadap penyakit kusta juga akan memperberat
penemuan dan penyembuhan penderita penyakit kusta. Hambatan lainnya
yaitu masih banyaknya permasalahan kesehatan, serta dana dari pemerintah
untuk pemberantasan penyakit kusta juga sangat terbatas karena banyaknya
permasalahan kesehatan dengan prioritas tinggi di bidang kesehatan (Depkes
RI, 2007).

1.2 Rumusan masalah


Rumusan masalah dari makalah ini adalah :
1. Bagaimana Definisi transcultural Nursing?
2. Bagaimana Konsep Dalam Transcultural Nursing?
3. Bagaimana Paradigma Transcultural nursing?
4. Bagaimana Proses Keperawatan Transcultural Nursing?

1.3 Tujuan penulisan


1. Untuk mengetahui tentang Trancultural nursing
2. Untuk mengetahui konsep apa saja dalam Transcultural nursing
3. Untuk mengetahui tentang paradigma Transcultural nursing
4. Untuk mengetahui tentang proses keperawatan Transcultural Nursing

5
6
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Transcultural Nursing


Transcultural Nursing adalah suatu area/wilayah keilmuwan budaya pada
proses belajar dan praktek keperawatan yang fokus memandang perbedaan dan
kesamaan diantara budaya dengan menghargai asuhan, sehat dan sakit
didasarkan pada nilai budaya manusia, kepercayaan dan tindakan, dan ilmu ini
digunakan untuk memberikan asuhan keperawatan khususnya budaya atau
keutuhan budaya kepada manusia (Leininger, 2002).
Tujuan dari keperawatan transkultural adalah untuk mengidentifikasi,
menguji, mengerti dan menggunakan pemahaman keperawatan transkultural
untuk meningkatkan kebudayaan yang spesifik dalam pemberian asuhan
keperawatan.
Asumsi mendasar dari teori adalah perilaku Caring. Caring adalah esensi
dari keperawatan, membedakan, mendominasi serta mempersatukan tindakan
keperawatan. Tindakan Caring dikatakan sebagai tindakan yang dilakukan dalam
memberikan dukungan kepada individu secara utuh. Perilaku Caring semestinya
diberikan kepada manusia sejak lahir, dalam perkembangan dan pertumbuhan,
masa pertahanan sampai dikala manusia itu meninggal. Human caring secara
umum dikatakan sebagai segala sesuatu yang berkaitan dengan dukungan dan
bimbingan pada manusia yang utuh. Human caring merupakan fenomena yang
universal dimana ekspresi, struktur dan polanya bervariasi diantara kultur satu
tempat dengan tempat lainnya.
2.2 Konsep dalam Transcultural Nursing
a) Budaya
Norma atau aturan tindakan dari anggota kelompok yang dipelajari, dan
dibagi serta memberi petunjuk dalam berfikir, bertindak dan mengambil
keputusan. Budaya adalah sesuatu yang kompleks yang mengandung
pengetahuan,keyakinan, seni, moral, hukum, kebiasaan, dan kecakapan
lain yang merupakan kebiasaan manusia sebagai anggota kemunitas

7
setempat. Kebudayaan adalah keseluruhan gagasan dan karya manusia
yang harus dibiasakan dengan belajar, beserta keselurahan hasil budi dan
karyanya dan sebuah rencana untuk melakukan kegiatan tertentu
(Leininger, 1991). Menurut konsep budaya Leininger (1978, 1984),
karakteristik budaya dapat digambarkan sebagai berikut : (1) Budaya
adalah pengalaman yang bersifat universal sehingga tidak ada dua budaya
yang sama persis, (2) budaya yang bersifat stabil, tetapi juga dinamis
karena budaya tersebut diturunkan kepada generasi berikutnya sehingga
mengalami perubahan, (3) budaya diisi dan ditentukan oleh kehidupan
manusianya sendiri tanpa disadari.
b) Nilai budaya
Keinginan individu atau tindakan yang lebih diinginkan atau sesuatu
tindakan yang dipertahankan pada suatu waktu tertentu dan melandasi
tindakan dan keputusan.
c) Perbedaan budaya dalam asuhan keperawatan
Bentuk yang optimal daei pemberian asuhan keperawatan, mengacu pada
kemungkinan variasi pendekatan keperawatan yang dibutuhkan untuk
memberikan asuhan budaya yang menghargai nilai budaya individu,
kepercayaan dan tindakan termasuk kepekaan terhadap lingkungan dari
individu yang datang dan individu yang mungkin kembali lagi (Leininger,
1985).
d) Etnosentris
Persepsi yang dimiliki oleh individu yang menganggap bahwa budayanya
adalah yang terbaik diantara budaya-budaya yang dimiliki oleh orang lain.
e) Etnik
Seperangkat kondisi spesifik yang dimiliki oleh kelompok tertentu
(kelompok etnik). Sekelompok etnik adalah sekumpulan individu yang
mempunyai budaya dan sosial yang unik serta menurunkannya ke generasi
berikutnya (Handerson, 1981).

8
f) Ras
Perbedaan macam-macam manusia didasarkan pada mendiskreditkan asal
muasal manusia Ras merupakan sistem pengklasifikasian manusia
berdasarkan karakteristik fisik pigmentasi, bentuk tubuh, bentuk wajah,
bulu pada tubuh dan bentuk kepala. Ada tiga jenis ras yang umumnya
dikenal, yaitu Kaukasoid, Negroid, Mongoloid. Budaya adalah keyakinan
dan perilaku yang diturunkan atau diajarkan manusia kepada generasi
berikutnya (Taylor, 1989).
g) Etnografi
Ilmu yang mempelajari budaya. Pendekatan metodologi pada penelitian
etnografi memungkinkan perawat untuk mengembangkan kesadaran yang
tinggi pada perbedaan budaya setiap individu, menjelaskan dasar observasi
untuk mempelajari lingkungan dan orang-orang, dan saling memberikan
timbal balik diantara keduanya.
h) Care
Fenomena yang berhubungan dengan bimbingan, bantuan, dukungan
perilaku pada individu, keluarga, kelompok dengan adanya kejadian untuk
memenuhi kebutuhan baik aktual maupun potensial untuk meningkatkan
kondisi dan kualitas kehidupan manusia.
i) Caring
Tindakan langsung yang diarahkan untuk membimbing, mendukung dan
mengarahkan individu, keluarga atau kelompok pada keadaan yang nyata
atau antisipasi kebutuhan untuk meningkatkan kondisi kehidupan manusia.
j) Cultural Care
Berkenaan dengan kemampuan kognitif untuk mengetahui
nilai,kepercayaan dan pola ekspresi yang digunakan untuk mebimbing,
mendukung atau memberi kesempatan individu, keluarga atau kelompok
untuk mempertahankan kesehatan, sehat, berkembang dan bertahan hidup,
hidup dalam keterbatasan dan mencapai kematian dengan damai.

9
k) Culturtal imposition
Berkenaan dengan kecenderungan tenaga kesehatan untuk memaksakan
kepercayaan, praktik dan nilai diatas budaya orang lain karena percaya
bahwa ide yang dimiliki oleh perawat lebih tinggi daripada kelompok lain.

2.3 Paradigma Transcultural Nursing


Leininger (1985) mengartikan paradigma keperawatan transcultural
sebagai cara pandang, keyakinan, nilai-nilai, konsep-konsep dalam
terlaksananya asuhan keperawatan yang sesuai dengan latar belakang
budaya terhadap empat konsep sentral keperawatan yaitu : manusia, sehat,
lingkungan dan keperawatan (Andrew and Boyle, 1995).
1) Manusia
Manusia adalah individu, keluarga atau kelompok yang memiliki nilai-
nilai dan norma-norma yang diyakini dan berguna untuk menetapkan
pilihan dan melakukan pilihan. Menurut Leininger (1984) manusia
memiliki kecenderungan untuk mempertahankan budayanya pada setiap
saat dimanapun dia berada (Geiger and Davidhizar, 1995).
2) Sehat
Kesehatan adalah keseluruhan aktifitas yang dimiliki klien dalam
mengisi kehidupannya, terletak pada rentang sehat sakit. Kesehatan
merupakan suatu keyakinan, nilai, pola kegiatan dalam konteks budaya
yang digunakan untuk menjaga dan memelihara keadaan seimbang/sehat
yang dapat diobservasi dalam aktivitas sehari-hari. Klien dan perawat
mempunyai tujuan yang sama yaitu ingin mempertahankan keadaan sehat
dalam rentang sehat-sakit yang adaptif (Andrew and Boyle, 1995).
3) Lingkungan
Lingkungan didefinisikan sebagai keseluruhan fenomena yang
mempengaruhi perkembangan, kepercayaan dan perilaku klien.
Lingkungan dipandang sebagai suatu totalitas kehidupan dimana klien
dengan budayanya saling berinteraksi. Terdapat tiga bentuk lingkungan
yaitu : fisik, sosial dan simbolik. Lingkungan fisik adalah lingkungan alam

10
atau diciptakan oleh manusia seperti daerah katulistiwa, pegunungan,
pemukiman padat dan iklim seperti rumah di daerah Eskimo yang hampir
tertutup rapat karena tidak pernah ada matahari sepanjang tahun.
Lingkungan sosial adalah keseluruhan struktur sosial yang berhubungan
dengan sosialisasi individu, keluarga atau kelompok ke dalam masyarakat
yang lebih luas. Di dalam lingkungan sosial individu harus mengikuti
struktur dan aturan-aturan yang berlaku di lingkungan tersebut.
Lingkungan simbolik adalah keseluruhan bentuk dan simbol yang
menyebabkan individu atau kelompok merasa bersatu seperti musik, seni,
riwayat hidup, bahasa dan atribut yang digunakan.
4) Keperawatan
Asuhan keperawatan adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan pada
praktik keperawatan yang diberikan kepada klien sesuai dengan latar
belakang budayanya. Asuhan keperawatan ditujukan memandirikan
individu sesuai dengan budaya klien.

2.4 Proses keperawatan Transcultural Nursing


Model konseptual yang dikembangkan oleh Leininger dalam menjelaskan
asuhan keperawatan dalam konteks budaya digambarkan dalam bentuk
matahari terbit (Sunrise Model). Geisser (1991)menyatakan bahwa proses
keperawatan ini digunakan oleh perawat sebagai landasan berfikir dan
memberikan solusi terhadap masalah klien (Andrew and Boyle, 1995).
Pengelolaan asuhan keperawatan dilaksanakan dari mulai tahap
pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
2.4.1 Pengkajian
Pengkajian adalah proses mengumpulkan data untuk
mengidentifikasi masalah kesehatan klien sesuai dengan latar belakang
budaya klien (Giger and Davidhizar, 1995). Pengkajian dirancang
berdasarkan 7 komponen yang ada pada "Sunrise Model" yaitu :
1) Faktor teknologi (tecnological factors)
Teknologi kesehatan memungkinkan individu untuk memilih atau
mendapat penawaran menyelesaikan masalah dalam pelayanan

11
kesehatan. Perawat perlu mengkaji : persepsi sehat sakit, kebiasaan
berobat atau mengatasi masalah kesehatan, alasan mencari bantuan
kesehatan, alasan klien memilih pengobatan alternatif dan persepsi
klien tentang penggunaan dan pemanfaatan teknologi untuk mengatasi
permasalahan kesehatan saat ini
2) Faktor agama dan falsafah hidup (religious and philosophical
factors)
Agama adalah suatu simbol yang mengakibatkan pandangan yang
amat realistis bagi para pemeluknya. Agama memberikan motivasi
yang sangat kuat untuk menempatkan kebenaran di atas segalanya,
bahkan di atas kehidupannya sendiri. Faktor agama yang harus dikaji
oleh perawat adalah : agama yang dianut, status pernikahan, cara
pandang klien terhadap penyebab penyakit, cara pengobatan dan
kebiasaan agama yang berdampak positif terhadap kesehatan.
3) Faktor sosial dan keterikatan keluarga (kinship and social factors)
Perawat pada tahap ini harus mengkaji faktor-faktor : nama lengkap,
nama panggilan, umur dan tempat tanggal lahir, jenis kelamin, status,
tipe keluarga, pengambilan keputusan dalam keluarga, dan hubungan
klien dengan kepala keluarga.
4) Faktor Nilai-nilai budaya dan gaya hidup (cultural value and life
ways)
Nilai-nilai budaya adalah sesuatu yang dirumuskan dan ditetapkan
oleh penganut budaya yang dianggap baik atau buruk. Norma-norma
budaya adalah suatu kaidah yang mempunyai sifat penerapan terbatas
pada penganut budaya terkait. Yang perlu dikaji pada faktor ini adalah
: posisi dan jabatan yang dipegang oleh kepala keluarga, bahasa yang
digunakan, kebiasaan makan, makanan yang dipantang dalam kondisi
sakit, persepsi sakit berkaitan dengan aktivitas sehari-hari dan
kebiasaan membersihkan diri.

12
5) Faktor kebijakan dan peraturan yang berlaku (political and legal
factors)
Kebijakan dan peraturan rumah sakit yang berlaku adalah segala
sesuatu yang mempengaruhi kegiatan individu dalam asuhan
keperawatan lintas budaya (Andrew and Boyle, 1995). Yang perlu
dikaji pada tahap ini adalah : peraturan dan kebijakan yang berkaitan
dengan jam berkunjung, jumlah anggota keluarga yang boleh
menunggu, cara pembayaran untuk klien yang dirawat.
6) Faktor ekonomi (economical factors)
Klien yang dirawat di rumah sakit memanfaatkan sumber-sumber
material yang dimiliki untuk membiayai sakitnya agar segera sembuh.
Faktor ekonomi yang harus dikaji oleh perawat diantaranya :
pekerjaan klien, sumber biaya pengobatan, tabungan yang dimiliki
oleh keluarga, biaya dari sumber lain misalnya asuransi, penggantian
biaya dari kantor atau patungan antar anggota keluarga.
7) Faktor pendidikan (educational factors)
Latar belakang pendidikan klien adalah pengalaman klien dalam
menempuh jalur pendidikan formal tertinggi saat ini. Semakin tinggi
pendidikan klien maka keyakinan klien biasanya didukung oleh bukti-
bukti ilmiah yang rasional dan individu tersebut dapat belajar
beradaptasi terhadap budaya yang sesuai dengan kondisi
kesehatannya. Hal yang perlu dikaji pada tahap ini adalah : tingkat
pendidikan klien, jenis pendidikan serta kemampuannya untuk belajar
secara aktif mandiri tentang pengalaman sakitnya sehingga tidak
terulang kembali.
Prinsip-prinsip pengkajian budaya:
a) jangan menggunakan asumsi
b) jangan membuat streotip bisa terjadi konflik misal: orang padang
pelit, orang jawa halus
c) menerima dan memahami metode komunikasi
d) menghargai perbedaan individual

13
e) mengahargai kebutuhan personal dari setiap individu
f) tidak beleh membeda-bedakan keyakinan klien
g) menyediakn ptivacy terkait kebutuhan pribadi

2.4.2 Diagnosa keperawatan


Diagnosa keperawatan adalah respon klien sesuai latar belakang
budayanya yang dapat dicegah, diubah atau dikurangi melalui intervensi
keperawatan. (Giger and Davidhizar, 1995). Terdapat tiga diagnose
keperawatan yang sering ditegakkan dalam asuhan keperawatan
transkultural yaitu : gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan
perbedaan kultur, gangguan interaksi sosial berhubungan disorientasi
sosiokultural dan ketidakpatuhan dalam pengobatan berhubungan dengan
sistem nilai yang diyakini.

2.4.3 Perencanaan dan Pelaksanaan


Perencanaan dan pelaksanaan dalam keperawatan trnaskultural
adalah suatu proses keperawatan yang tidak dapat dipisahkan. Perencanaan
adalah suatu proses memilih strategi yang tepat dan pelaksanaan adalah
melaksanakan tindakan yang sesuai denganlatar belakang budaya klien
(Giger and Davidhizar, 1995). Ada tiga pedoman yang ditawarkan dalam
keperawatan transkultural (Andrew and Boyle, 1995) yaitu :
mempertahankan budaya yang dimiliki klien bila budaya klien tidak
bertentangan dengan kesehatan, mengakomodasi budaya klien bila budaya
klien kurang menguntungkan kesehatan dan merubah budaya klien bila
budaya yang dimiliki klien bertentangan dengan kesehatan.
a) Cultural care preservation/maintenance/
Mempertahankan budaya Mempertahankan budaya dilakukan bila
budaya pasien tidak bertentangan dengan kesehatan. Perencanaan
dan implementasi keperawatan diberikan sesuai dengan nilai-nilai
yang relevan yang telah dimiliki klien sehingga klien dapat
meningkatkan atau mempertahankan status kesehatannya, misalnya
budaya berolahraga setiap pagi.

14
1)Identifikasi perbedaan konsep antara klien dan perawat tentang
proses melahirkan dan perawatan bayi
2)Bersikap tenang dan tidak terburu-buru saat berinterkasi dengan
klien
3)Mendiskusikan kesenjangan budaya yang dimiliki klien dan
perawat
b) Cultual care repartening reconstruction / Restrukturisasi budaya
Restrukturisasi budaya
Klien dilakukan bila budaya yang dimiliki merugikan status
kesehatan. Perawat berupaya merestrukturisasi gaya hidup klien
yang biasanya merokok menjadi tidak merokok. Pola rencana hidup
yang dipilih biasanya yang lebih menguntungkan dan sesuai dengan
keyakinan yang dianut.
1) Gunakan bahasa yang mudah dipahami oleh klien
2) Libatkan keluarga dalam perencanaan perawatan
3) Apabila konflik tidak terselesaikan, lakukan negosiasi dimana
kesepakatan berdasarkan pengetahuan biomedis, pandangan klien
dan standar etik
c) Cultual care repartening reconstruction / Restrukturisasi budaya
Restrukturisasi budaya
Klien dilakukan bila budaya yang dimiliki merugikan status
kesehatan. Perawat berupaya merestrukturisasi gaya hidup klien
yang biasanya merokok menjadi tidak merokok. Pola rencana hidup
yang dipilih biasanya yang lebih menguntungkan dan sesuai dengan
keyakinan yang dianut.
1) Beri kesempatan pada klien untuk memahami informasi yang
diberikan dan melaksanakannya
2) Tentukan tingkat perbedaan pasien melihat dirinya dari budaya
kelompok
3) Gunakan pihak ketiga bila perlu
4) Terjemahkan terminologi gejala pasien ke dalam bahasa
kesehatan yang dapat dipahami oleh klien dan orang tua

15
Berikan informasi pada klien tentang sistem pelayanan kesehatan
Perawat dan klien harus mencoba untuk memahami budaya masing-
masing melalui proses akulturasi , yaitu proses mengidentifikasi
persamaan dan perbedaan budaya yang akhirnya akan memperkaya
budaya budaya mereka. Bila perawat tidak memahami budaya klien
maka akan timbul rasa tidak percaya sehingga hubungan terapeutik
antara perawat dengan klien akan terganggu. Pemahaman budaya
klien amat mendasari efektifitas keberhasilan menciptakan hubungan
perawat dan klien yang bersifat terapeutik.
2.4.4 Evaluasi
Evaluasi asuhan keperawatan transkultural dilakukan
terhadap keberhasilan klien tentang mempertahankan budaya yang
sesuai dengan kesehatan, mengurangi budaya klien yang tidak sesuai
dengan kesehatan atau beradaptasi dengan budaya baru yang
mungkin sangat bertentangan dengan budaya yang dimiliki klien.
Melalui evaluasi dapat diketahui asuhan keperawatan yang sesuai
dengan latar belakang budaya klien.

16
TELAAH JURNAL
PADA KASUS PERSPEKTIFKEPERAWATAN TRANS-BUDAYA:
BUDAYA TRADISIONAL MASYARAKAT DAN PERAWAT TERHADAP
PENYAKIT KUSTA DENGAN PENDEKATAN MODEL
KEPERAWATAN TRANSKULTURAL DI KABUPATEN TUBAN

A. Penyakit Kusta
Penyakit kusta adalah salah satu penyakit menular yang
menimbulkan berbagai masalah yang sangat kompleks, bukan hanya dari
segi medis saja tetapi juga dari segi mental dan sosial bagi penderitanya.
Kecacatan yang ditimbulkan sebagai akibat lanjut dari penyakit kusta akan
membawa dampak sosial yang negatif terhadap penderita maupun
masyarakat, sehingga leprophobia akan sulit dihilangkan. Leprophobia
adalah rasa takut yang berlebihan terhadap kusta. Leprophobia masih tetap
ada dalam seluruh lapisan masyarakat karena dipengaruhi oleh segi agama,
sosial, budaya dan dihantui kepercayaan tahayul.
B. Deskripsi Singkat Kabupaten Tuban
Upaya penanggulangan penyakit kusta di Kabupaten Tuban telah
dilaksanakan sejak tahun 1991 dengan pencarian penderita secara pasif
dan aktif. Sarana pelayanan kesehatan sebanyak 32 Puskesmas induk dan
52 Puskesmas pembantu. Jumlah puskesmas dengan penderita kusta
(tahun 2002) yakni 32 Puskesmas. Sementara itu jumlah petugas belum
dilatih 60 % dan jumlah petugas yang terlatih baru mencapai 40 %.
C. Tinjuan Proses Keperawatan Transbudaya Penyakit Kusta
Berdasarkan analisis dengan pendekatan keperawatan transbudaya
penyakit kusta di Tuban ditemukan data-data sebagai berikut:
1. Culture Care
Keyakinan masyarakat terhadap penderita penyakit kusta di daerah
Tuban masih tradisional. Artinya, mereka menganggap bahwa
penyakit kusta merupakan penyakit yang ditimbulkan akibat hubungan
suami isteri yang dalam keadaan menstruasi, dianggap penyakit kotor
dan menjijikkan atau akibat kutukan.

17
2. World View
Kabupaten Tuban merupakan daerah kantong penyakit kusta di
Propinsi Jawa Timur (high prevalence) dengan jumlah penderita baru
setiap tahun rata-rata 300 orang. Wilayah geografi Kabupaten Tuban
berupa dataran dan pegunungan dengan luas wilayah + 13.648 km².
Jumlah Penduduk 1.084.024 jiwa serta mata pencaharian penduduk
penduduk sebagian besar sebagai petani, buruh, dan pegawai.
3. Culture and Social Structure Dimention
Dalam pandangan (stigma) masyarakat Tuban penyakit kusta
merupakan penyakit yang disebabkan oleh kutukan Tuhan.
4. Generic Care System
Anggota masyarakat yang menderita penyakit kusta akan mendapat
tekanan sosial berupa dijauhi (dikucilkan), memagari halaman
penderita bahkan sampai mengusir penderita keluar dari desanya.
5. Profesional system
Petugas Puskesmas berusaha dengan keras untuk menemukan kasus
baru dan merawat penderita lama dengan cara mengirimkan obat ke
rumah penderita. Tetapi ada fenomena bahwa tidak semua petugas
terlibat dalam memberikan perawatan kepada penderita kusta. Mereka
beranggapan bahwa hanya petugas yang memiliki program kusta saja
yang bertanggung jawab. Dengan minimnya sumber daya perawat
maka usaha untuk memberikan pendidikan dan health promotion
menjadi terhambat.
6. Culture Care Preservation
Petugas merahasiakan identitas penderita kusta dengan tujuan
melindungi penderita dari kecaman masyarakat dan tidak dikucilkan
masyarakat. Disamping itu juga bermaksud untuk menjaga perasaan
penderita kusta.
7. Culture Care Acomodation
Teknik negosiasi yang dilakukan oleh petugas penanggung jawab
program kusta dengan cara mendatangi rumah penderita, selanjutnya
berdiskusi dan menganjurkan penderita atau keluarga untuk datang ke

18
Puskesmas guna melakukan pemeriksaan, penyuluhan, dan
pengobatan. Kenyataannya mayoritas penderita kusta tidak mau
datang ke Puskesmas.
8. Cultural Care Repattering.
Pada akhirnya petugas tetap melakukan kebiasaan yang lama yaitu
dengan mendatangi rumah penderita kusta. Hal inilah yang
menjadikan kendala bagi perawat pemegang program untuk
menjalankan tugasnya karena sedikitnya tenaga dan kondisi geografis.
9. Culture Congruent / Nursing Care
Belum terdapatnya suatu wadah (peer groups) untuk penderita kusta
di daerah Tuban. Sehingga penderita masih sendiri-sendiri dalam
menghadapi masalahnya.
Berikut ini disajikan beberapa faktor yang terkait dengan
penyakit kusta di Tuban dengan pendekatan keperawatan transbudaya.
1. Faktor Teknologi (Technological Factors)
Penderita sudah memanfaatkan fasilitas Puskesmas lengkap
dengan petugas dan obat yang telah disediakan secara gratis.
Namun demikian masih ada kendala pemanfaatan fasilitas berupa:
a. Persepsi penderita terhadap penyakitnya merupakan menyakit
yang memalukan.
b. Stigma negatif masyarakat terhadap penderita kusta.
c. Penderita tidak merasakan penyakitnya dan baru berobat
ketika panyakitnya sudah pada tahap lanjut.
d. Pengobatan alternatif masih menjadi kebiasaan penderita kusta
dengan pergi ke dukun.

2. Faktor Agama dan Falsafah Hidup (Religious and Philosophical


Factors)
Dalam pandangan (stigma) masyarakat Tuban, penyakit kusta
merupakan penyakit yang disebabkan oleh kutukan Tuhan.
Sehingga penderita dan keluarga memandang bahwa penyakit ini

19
tidak bisa disembuhkan dan mereka hanya bisa pasrah dan
menerima keadaan.
3. Faktor sosial dan keterikatan kekeluargaan (Kinship & Social
Factors)
Anggota masyarakat yang menderita penyakit kusta akan
mendapat tekanan sosial dari lingkungannya berupa dijauhi
(dikucilkan), memagari halaman penderita bahkan sampai
mengusir penderita keluar dari desanya.
4. Faktor nilai-nilai budaya dan gaya hidup (Cultural values &
Lifeways)
Sebagian besar petugas kesehatan mengalami lepropobi terhadap
penyakit kusta, karena mereka merasa jijik dan takut tertular. Hal
ini disebabkan oleh karena penderita kusta baru ditemukan sudah
dalam keadaan cacat. Selain itu pengetahuan petugas kesehatan
sendiri untuk mengenal gejala dan deteksi dini masih sangat
kurang. Tetapi ada fenomena bahwa tidak semua petugas terlibat
dalam memberikan perawatan kepada penderita kusta. Mereka
beranggapan bahwa hanya petugas yang memiliki program kusta
saja yang bertanggung jawab.
5. Faktor kebijakan dan peraturan rumah sakit yang berlaku
(Political and Legal Factors)
Pemerintah telah berusaha untuk memberantas penyakit kusta
dengan mencanangkan bahwa penderita kusta di tahun 2005 akan
dieliminasi. Artinya tidak ditemukan kasus baru dengan
prevalensi kurang dari 1 promil. Pemerintah telah
mengalokasikan dana untuk program pemberantasan penyakit
kusta dengan memberikan pengobatan gratis dan kegiatan health
promotion.
6. Faktor ekonomi (economical factors)
Dengan adanya program dari pemerintah berupa pengobatan
gratis sebenarnya tidak memberatkan bagi penderita. Tetapi
karena adanya persepsi dan stigma masyarakat yang masih

20
negatif, maka banyak kendala yang ditemukan untuk mengatasi
masalah ini. Sebagian penderita berada dalam kategori golongan
ekonomi bawah, mata pencaharian sebagian besar petani dan
buruh.
7. Faktor pendidikan (educational factors)
Proporsi tingkat pendidikan sebagai berikut; SD ( 34,82%),
SMP ( 32,76%), dan yang buta huruf sebesar 1,76%.

D. Pemecahan Masalah dengan Pendekatan Budaya (Leininger Theory)


Adanya kesenjangan antara keyakinan sehat (health believe) yang
tradisional dengan yang modern (diverse health system) maka untuk
mengatasi kesenjangan tersebut diatas diperlukan konsep keperawatan
yang komprehensif. Bentuk objektif konsep keperawatan ditunjukkan
dengan pengambilan keputusan dan tindakan keperawatan (nursing care
decisions and action) melalui 3 aspek komponen pendekatan yaitu:
1. Cultural care preservation/maintenance
Tindakan keperawatan yang perlu diperhatikan untuk
mempertahankan budaya positif yang ada adalah:
a. masih berjalannya program pemberantasan kusta yang
mendapat dukungan dari pemerintah
b. petugas penanggung jawab program masih memiliki komitmen
untuk melakukan perawatan kepada penderita kusta
c. penderita yang sudah menggunakan fasilitas Puskesmas terus
dimotivasi dan dianjurkan untuk mengajak penderita yang lain
d. kepatuhan penderita untuk minum obat,
e. petugas menjaga privasi penderita, sehingga penderita masih
dapat bersosialisasi dengan masyarakat setempat.
2. Cultural care accommodation/negosiation
Stigma masyarakat yang negatif terhadap penderita kusta perlu
diakomodasikan dengan petugas, penderita/keluarga dan unsur
lain. Usaha yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan
pendekatan dan negosiasi terhadap ulama, tokoh masyarakat,

21
perangkat desa, dan kader di desa berupa kegitan pertemuan dan
penyuluhan. Pendekatan ulama ini dirasakan perlu untuk
dilakukan dan menjadi prioritas karena karakteristik masyarakat
Tuban yang religius dan sangat menghormat figur ulama.
3. Cultural care repartterning/restructuring
Nilai-nilai budaya dimasyarakat, penderita, dan petugas yang
menghambat dan menimbulkan keyakinan kesehatan yang
tradisional diupayakan untuk dirubah dengan memperbanyak
informasi yang terkait dengan penyakit kusta. Pemberdayaan
penderita kusta di lingkungan masyarakat dioptimalkan dengan
melibatkan penderita dalam kegiatan-kegiatan sosial. Restruktur
juga diperlukan dalam kaitannya dengan strategi program yang
terkesan masih kurang kompak antara petugas kesehatan.
Diperlukan adanya kebijakan dari pemerintah dinas kesehatan
setempat untuk memberdayakan petugas yang lain. Hal ini dapat
diwujudkan dengan melakukan kegiatan pendidikan dan pelatihan
tentang penyakit kusta bagi petugas kesehatan.

22
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Transcultural Nursing adalah suatu area/wilayah keilmuwan budaya pada


proses belajar dan praktek keperawatan yang fokus memandang perbedaan dan
kesamaan diantara budaya, Tujuan dari keperawatan transkultural adalah untuk
mengidentifikasi, menguji, mengerti dan menggunakan pemahaman
keperawatan transkultural untuk meningkatkan kebudayaan yang spesifik dalam
pemberian asuhan keperawatan.
Penyakit kusta merupakan penyakit menular yang dapat menimbulkan
masalah yang sangat kompleks. Masalah yang dimaksud tersebut bukan hanya
dari segi medis, namun juga menyebar pada masalah sosial, ekonomi, budaya,
keamanan serta ketahana nasional
Adanya kesenjangan antara keyakinan sehat (health believe) yang
tradisional dengan yang modern (diverse health system) maka untuk mengatasi
kesenjangan tersebut diatas diperlukan konsep keperawatan yang komprehensif.
Bentuk objektif konsep keperawatan ditunjukkan dengan pengambilan keputusan
dan tindakan keperawatan (nursing care decisions and action)

23
DAFTAR PUSTAKA

Andrew . M & Boyle. J.S, (1995), Transcultural Concepts in Nursing Care, 2nd
Ed, Philadelphia, JB Lippincot Company

Giger. J.J & Davidhizar. R.E, (1995), Transcultural Nursing : Assessment and
Intervention, 2nd Ed, Missouri , Mosby Year Book Inc

Gunawijaya, J ( 2010), Kuliah umum tentang budaya dan perspektif


transkultural dalam keperawatan Mata ajar KDK II 2010, semester genap
FIK-UI

Koentjaraningrat (1990), Pengantar ilmu antropologi, Jakarta: Rineka cipta

Leininger, M. Culture Care Diversity and Universality: A Theory of Nursing.


National League for Nursing Press. 1991.

Leininger. M & McFarland. M.R, (2002), Transcultural Nursing: Concepts,


Theories, Research and Practice, 3rd Ed, USA, Mc-Graw Hill Companies

24
25

Anda mungkin juga menyukai