Anda di halaman 1dari 11

Meganthropus 

adalah sekumpulan koleksi fosil mirip manusia purba yang ditemukan di Indonesia.


Fosil ini pertama kali ditemukan oleh G.H.R von Koenigswald pada tahun 1936 dan berakhir 1941 di
Situs Sangiran, yaitu rahang bawah dan rahang atas. Ketika pertama ditemukan, von Koenigswald
menyebutnya Meganthropus palaeojavanicus karena memiliki ciri-ciri yang berbeda
dari Pithecanthropus erectus (Homo erectus) yang lebih dulu ditemukan di Sangiran.
Selanjutnya fosil serupa juga ditemukan oleh Marks tahun 1952 berupa rahang bawah.
Ciri ciri tubuhnya kekar, rahang dan gerahamnya besar, serta tidak berdagu sehingga menyerupai
kera. Meganthropus diperkirakan hidup 2 juta sampai 1 juta tahun yang lalu, pada masa
Paleolithikum atau Zaman Batu Tua. Meganthropus memiliki kelebihan pada bentuk tubuhnya yang
lebih besar dibandingkan manusia purba lainnya.
Pithecanthropus artinya manusia kera. Fosilnya banyak ditemukan di daerah Trinil
(Ngawi), Perning daerah Mojokerto, Sangiran (Sragen, Jawa Tengah), dan
Kedungbrubus (Madiun, Jawa Timur). Seorang peneliti manusia purba Tjokrohandojo
bersama ahli purbakala Duyfjes menemukan fosil tengkorak anak di lapisan Pucangan,
yakni pada lapisan Pleistosen Bawah di daerah Kepuhlagen, sebelah utara Perning
daerah Mojokerto. Mereka memberikan nama jenis Pithecanthropus mojokertensis,
yang merupakan jenis Pithecanthropus paling tua. Jenis Pithecanthropus memiliki ciri-
ciri tubuh dan kehidupan sebagai berikut.
1. Memiliki rahang bawah yang kuat.
2. Memiliki tulang pipi yang tebal.
3. Keningnya menonjol.
4. Tulang belakang menonjol dan tajam.
5. Tidak berdagu.
6. Perawakannya tegap, mempunyai tempat perlekatan otot tengkuk yang besar
dan kuat.
7. Memakan jenis tumbuhan.

Jenis Pithecanthropus ini paling banyak jenisnya ditemukan di Indonesia. Ada beberapa
jenis Pithecanthropus yang diketahui, antara lain, sebagai berikut.

1. Pithecanthropus erectus (manusia kera berjalan tegak) adalah fosil yang paling
terkenal temuan Dr. Eugene Dubois tahun 1890, 1891, dan 1892 di Kedungbrubus
(Madiun) dan Trinil (Ngawi). Temuannya berupa rahang bawah, tempurung kepala,
tulang paha, serta geraham atas dan bawah. Berdasarkan penelitian para ahli,
Pithecanthropus erectus memiliki ciri tubuh sebagai berikut.
 Berjalan tegak.
 Volume otaknya melebihi 900 cc.
 Berbadan tegap dengan alat pengunyah yang kuat.
 Tinggi badannya sekitar 165 – 170 cm.
 Berat badannya sekitar 100 kg.
 Makanannya masih kasar dengan sedikit dikunyah.
 Hidupnya diperkirakan satu juta sampai setengah juta tahun yang lalu.

Hasil temuan Pithecanthropus erectus ini oleh para ahli purbakala dianggap sebagai
temuan yang amat penting, yaitu sebagai revolusi temuan-temuan fosil manusia purba
yang sejenis. Jenis fosil Pithecanthropus erectus ini diyakini sebagai missing link, yakni
makhluk yang kedudukannya antara kera dan manusia. Penemuan ini menggemparkan
dunia ilmu pengetahuan sebab seakan-akan dapat membuktikan teori yang
dikemukakan oleh Charles Darwin dalam teori evolusinya. Darwin dalam bukunya yang
berjudul The Descent of Man (Asal Usul Manusia) menerapkan teori berupa
perkembangan binatang menuju manusia dan binatang yang paling mendekati adalah
kera. Hal ini diperkuat penemuan manusia Neanderthal di Jerman yang menyerupai
kera maupun manusia.

2. Pithecanthropus robustus, artinya manusia kera berahang besar. Fosilnya


ditemukan di Sangiran tahun 1939 oleh Weidenreich. Von Koenigswald
menyebutnya dengan nama Pithecanthropus mojokertensis, penemuannya pada
lapisan Pleistosen Bawah yang ditemukan di Mojokerto antara tahun 1936 –
1941. Pithecanthropus mojokertensis artinya manusia kera dari Mojokerto.
Fosilnya berupa tengkorak anak berumur 5 tahun. Jenis ini memiliki ciri hidung
lebar, tulang pipi kuat, tubuhnya tinggi, dan hidupnya masih dari mengumpulkan
makanan (food gathering). Berdasarkan banyaknya temuan di lembah Sungai
Bengawan Solo maka Dr. Von Koenigswald membagi lapisan Diluvium lembah.
Sungai Bengawan Solo menjadi tiga. (1) Lapisan Jetis (Pleistosen Bawah)
ditemukan jenis Pithecanthropus robustus., (2) Lapisan Trinil (Pleistosen
Tengah) ditemukan jenis Pithecanthropus erectus. (3) Lapisan Ngandong
(Pleistosen Atas) ditemukan jenis Homo soloensis.
3. Pithecanthropus dubuis (dubuis artinya meragukan), fosil ini ditemukan di
Sangiran pada tahun 1939 oleh Von Koenigswald yang berasal dari lapisan
Pleistosen Bawah
4. Pithecanthropus soloensis adalah manusia kera dari Solo yang ditemukan oleh
Von Koenigswald, Oppennoorth, dan Ter Haar pada tahun 1931 – 1933 di
Ngandong, tepi Sungai Bengawan Solo. Hasil temuannya ini memiliki peranan
penting karena menghasilkan satu seri tengkorak dan tulang kening.
Homo (istilah bahasa Latin yang berarti "manusia") adalah genus dari Kera besar yang terdiri
dari manusia modern dan kerabat dekatnya. Genus ini diperkirakan berusia sekitar 2,3 hingga 2,4
juta tahun,[1] [2] kemungkinan berevolusi dari leluhur australopithecine, dengan munculnya Homo
habilis. Beberapa spesies, termasuk Australopithecus garhi, Australopithecus
sediba, Australopithecus africanus dan Australopithecus afarensis, telah diajukan sebagai turunan
langsung dari garis keturunan Homo. [3] [4] Setiap dari spesies tersebut memiliki fitur-fitur morfologi
yang mensejajarkan mereka dengan Homo, tetapi tidak ada konsensus yang mana yang
sebenarnya memberi kemunculan pada Homo.
Perkembangan fisik yang paling mencolok antara spesies Australopith awal dan Homo adalah
peningkatan dalam kapasitas kranial, dari sekitar 450 cc (27 cu in) pada A. garhi menjadi 600 cc (37
cu in) pada Homo habilis. Pada genus Homo, kapasitas kranial meningkat lagi dua kali lipat
dari Homo habilis melalui Homo ergaster atau Homo erectus sampai ke Homo
heidelbergensis sekitar 0,6 juta tahun lalu. Kapasitas kranial dari Homo heidelbergensis dapat
dicocokkan dengan barisan yang ditemukan pada manusia modern.
Kedatangan Homo digagaskan bertepatan dengan bukti pertama dari alat batu (industri Oldowan),
dan secara definisi bermulaan dengan Lower Palaeolithic; namun, bukti terbaru dari Ethiopia
menempatkan bukti paling awal dari penggunaan alat batu sebelum 3,39 juta tahun
lalu. [5] Munculnya Homo bertepatan kira-kira dengan permulaan dari glasiasi kuarterner, awal
dari zaman es.
Homo sapiens (manusia modern) adalah satu-satunya spesies yang bertahan dalam genus, yang
lainnya telah punah. Homo neanderthalensis, secara tradisional dianggap sebagai kerabat terakhir
yang hidup, punah sekitar 24.000 tahun lalu, meski penemuan terbaru menyatakan bahwa dua
spesies lain, Homo floresiensis dan Orang Gua Red Deer mungkin telah hidup jauh lebih
awal. Homininae lain yang masih hidup -- simpanse dan gorila—memiliki ruang geografis yang
terbatas. Secara kontras, evolusi manusia adalah sebuah sejarah migrasi dan pencampuran.
Menurut kajian genetis, manusia modern kawin dengan "paling kurang dua grup" dari manusia
kuno: Orang Neanderthaldan Denisovan.[6] Manusia berulang kali meninggalkan Afrika untuk
mendiami Eurasia dan akhirnya Amerika, Oceania, dan seluruh dunia.
Dalam ilmu biologi, khususnya antropologi dan paleontologi, nama umum untuk semua anggota dari
genus Homo adalah "manusia".
Kata homo adalah kata Latin, makna aslinya yaitu "manusia", atau "orang" (dalam arti tidak melihat
jenis kelamin). Kata "manusia" itu sendiri berasal dari Latin humanus, kata keterangan yang
berkerabat dengan homo, keduanya digagaskan diturunkan dari kata Proto-Indo-Eropauntuk "bumi"
direkonstruksi sebagai *dhǵhem-.[7]
Nama untuk spesies lain diciptakan bermula dari pertengahan kedua dari abad ke-19 (Homo
neanderthalensis 1864, Homo erectus 1892).

Spesies
Status spesies untuk Homo rudolfensis, Homo ergaster, Homo georgicus, Homo antecessor, Homo
cepranensis, Homo rhodesiensis dan Homo floresiensis masih diperdebatkan. Homo
heidelbergensis dan Homo neanderthalensis berhubungan dekat satu sama lain dan dianggap
sebagai subspesies dari Homo sapiens. Baru-baru ini, DNA nuklir dari spesimen Neanderthal
dari Gua Vindija telah diurutkan, menggunakan dua metode berbeda yang memberikan hasil yang
sama sehubungan dengan garis keturunan Neanderthal dan Homo sapiens, dengan kedua analisis
tersebut menyatakan waktu berpisahnya antara 460.000 dan 700.000 tahun lalu, dan perpisahan
populasi disimpulkan terjadi sekitar selama 370.000 tahun. Hasil DNA nuklir mengindikasikan bahwa
sekitar 30% allele turunan pada Homo sapiens juga terdapat pada garis keturunan Neanderthal.
Frekuensi yang tinggi ini memungkinkan adanya perpindahan gen antara leluhur manusia dan
populasi Neanderthal.

Anda mungkin juga menyukai