Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

PASIEN DENGAN ASMA

Oleh :
ANGGI ROHMANIA
(18.005)

POLITEKNIK YAKPERMAS BANYUMAS


PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN
TAHUN 2020/2021
A. Konsep Dasar Medis
1. Pengertian

Asma merupakan gangguan radang kronik saluran napas. Saluran


napas yang mengalami radang kronik bersifat hiperresponsif sehingga
apabila terangsang oleh factor risiko tertentu, jalan napas menjadi
tersumbat dan aliran udara terhambat karena konstriksi bronkus, sumbatan
mukus, dan meningkatnya proses radang (Almazini, 2012)
Asma adalah suatu keadaan di mana saluran nafas mengalami
penyempitan karena hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu, yang
menyebabkan peradangan, penyempitan ini bersifat sementara. Asma
dapat terjadi pada siapa saja dan dapat timbul disegala usia, tetapi
umumnya asma lebih sering terjadi pada anak-anak usia di bawah 5 tahun
dan orang dewasa pada usia sekitar 30 tahunan (Saheb, 2011).
2. Klasifikasi Asma

a. Berdasarkan kegawatan asma, maka asma dapat dibagi menjadi :


a) Asma bronkhiale
Asma Bronkiale merupakan suatu penyakit yang ditandai
dengan adanya respon yang berlebihan dari trakea dan bronkus
terhadap bebagai macam rangsangan, yang mengakibatkan
penyempitan saluran nafas yang tersebar luas diseluruh paru dan
derajatnya dapat berubah secara sepontan atau setelah mendapat
pengobatan
b) Status asmatikus
suatu asma yang refraktor terhadap obat-obatan yang
konvensional (Smeltzer, 2001). status asmatikus merupakan
keadaan emergensi dan tidak langsung memberikan respon
terhadap dosis umum bronkodilator (Depkes RI, 2007).
c) Asthmatic Emergency
Yakni asma yang dapat menyebabkan kematian
b. Klasifikasi asma berdasarkan penyebab
a) Asma ekstrinsik
Asma ekstrinsik adalah bentuk asma paling umum yang
disebabkan karena reaksi alergi penderita terhadap allergen dan
tidak membawa pengaruh apa-apa terhadap orang yang sehat.
b) Asma intrinsik
Asma intrinsik adalah asma yang tidak responsif terhadap
pemicu yang berasal dari allergen. Asma ini disebabkan oleh stres,
infeksi dan kodisi lingkungan yang buruk seperti klembaban, suhu,
polusi udara dan aktivitas olahraga yang berlebihan.
3. Etiologi Asma

Menurut Lewis et al. (2000), tidak membagi pencetus asma secara


spesifik. Menurut mereka, secara umum pemicu asma adalah:
a. Faktor predisposisi
a) Genetik
Faktor yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun
belum diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas.
Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga
dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi
ini, penderita sangat mudah terkena penyakit Asma Bronkhial jika
terpapar dengan faktor pencetus. Selain itu hipersensitivitas
saluran pernapasannya juga bisa diturunkan.
b. Faktor presipitasi
a) Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:
1) Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan seperti debu,
bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi.
2) Ingestan, yang masuk melalui mulut yaitu makanan (seperti
buah-buahan dan anggur yang mengandung sodium
metabisulfide) dan obat-obatan (seperti aspirin, epinefrin,
ACE- inhibitor, kromolin).
3) Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit. Contoh :
perhiasan, logam dan jam tangan.
b) Olahraga
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan
jika melakukan aktivitas jasmani atau olahraga yang berat.
Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah
selesai beraktifitas. Asma dapat diinduksi oleh adanya kegiatan
fisik atau latihan yang disebut sebagai Exercise Induced Asthma
(EIA) yang biasanya terjadi  beberapa saat setelah latihan.misalnya
: jogging, aerobik, berjalan cepat, ataupun naik tangga.
c) Infeksi bakteri pada saluran napas
Infeksi bakteri pada saluran napas kecuali sinusitis
mengakibatkan eksaserbasi pada asma. Infeksi ini menyebabkan
perubahan inflamasi pada sistem trakeo bronkial dan mengubah
mekanisme mukosilia. Oleh karena itu terjadi peningkatan
hiperresponsif pada sistem bronkial.
d) Stres
Stres / gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan
asma, selain itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah
ada. Penderita diberikan motivasi untuk mengatasi masalah
pribadinya, karena jika stresnya belum diatasi maka gejala
asmanya belum bisa diobati.
e) Gangguan pada sinus
Hampir 30% kasus asma disebabkan oleh gangguan pada
sinus, misalnya rhinitis alergik dan polip pada hidung. Kedua
gangguan ini menyebabkan inflamasi membran mukus.
f) Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin
seringmempengaruhi Asma. Atmosfir yang mendadak
dinginmerupakan faktor pemicu terjadinya serangan Asma.
Kadangkadangserangan berhubungan dengan musim, seperti
musimhujan, musim kemarau.
4. Patofisiologi

Tiga unsur yang ikut serta pada obstruksi jalan udara penderita asma
adalah spasme otot polos, edema dan inflamasi membran mukosa jalan
udara, dan eksudasi mucus intraliminal, sel-sel radang dan debris selular.
Obstruksi menyebabkan pertambahan resistensi jalan udara yang
merendahkan volume ekspresi paksa dan kecepatan aliran, penutupan
prematur jalan udara, hiperinflasi paru, bertambahnya kerja pernafasan,
perubahan sifat elastik dan frekuensi pernafasan. Walaupun jalan udara
bersifat difus, obstruksi menyebabkan perbedaaan satu bagian dengan
bagian lain, ini berakibat perfusi bagian paru tidak cukup mendapat
ventilasi dan menyebabkan kelainan gas-gas darah terutama penurunan
pCO2  akibat hiperventilasi.

Pada respon alergi di saluran nafas, antibodi IgE berikatan dengan


alergen menyebabkan degranulasi sel mast. Akibat degranulasi tersebut,
histamin dilepaskan. Histamin menyebabkan konstriksi otot polos
bronkiolus. Apabila respon histamin berlebihan, maka dapat timbul
spasme asmatik. Karena histamin juga merangsang pembentukan mukkus
dan meningkatkan permiabilitas kapiler, maka juga akan terjadi kongesti
dan pembengkakan ruang iterstisium paru.
5. Pathway

6. Manifestasi Klinis

a. Dispnea berat ( sesak nafas)


b. Retraksi dada
c. Napas cuping hidung
d. Wheezing
e. Pernapasan yang dalam dan cepat
f. Ekspirasi dalam dan lambat karena udara yang ditangkap terperangkap
karena spasme dan mucus
g. Berlangsung selama 1 jam sampai beberapa jam, dapat reda dengan
spontan atau terapi bronkodilator
h. Batuk produktif, sering pada malam hari
7. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan laboratorium
a) Darah ( terutama eosinofil, Ig E total, Ig E spesifik)
b) Sputum ( esinofil, spiral curshman, Kristal charcot-leyden)
b. Radiologi
a) Tes fungsi paru dengan spirometri/peak flow meter untuk
menentukan adanya obstruksi jalan nafas.
b) Thorax photo didapatkan penyempitan bronkus spasme.
c. Elektrokardiografi
Gambaran elektrokardiografi selama terjadi serangan asma
dapat dibagi atas tiga bagian dan disesuaikan dengan gambaran
emfisema paru, yakni :
a) Perubahan aksis jantung pada umumnya terjadi deviasi aksis ke
kanan dan rotasi searah jarum jam
b) Terdapatnya tanda-tanda hipertrofi jantung, yakni tedapat RBBB
8. Penatalaksanaan

Pengobatan asthma secara garis besar dibagi dalam pengobatan


non farmakologik dan pengobatan farmakologik.
a. Penobatan non farmakologik
a) Penyuluhan
Penyuluhan ini ditujukan pada peningkatan pengetahuan klien
tentang penyakit asthma sehinggan klien secara sadar menghindari
faktor-faktor pencetus, serta menggunakan obat secara benar dan
berkonsoltasi pada tim kesehatan.
b) Menghindari faktor pencetus
Klien perlu dibantu mengidentifikasi pencetus serangan asthma
yang ada pada lingkungannya, serta diajarkan cara menghindari
dan mengurangi faktor pencetus, termasuk pemasukan cairan yang
cukup bagi klien.
c) Fisioterapi
Fisioterpi dapat digunakan untuk mempermudah pengeluaran
mukus. Ini dapat dilakukan dengan drainage postural, perkusi dan
fibrasi dada.
b. Pengobatan farmakologik
a) Agonis beta
Bentuk aerosol bekerja sangat cepat diberika 3-4 kali semprot
dan jarak antara semprotan pertama dan kedua adalan 10 menit.
Yang termasuk obat ini adalah metaproterenol ( Alupent, metrapel)
b) Metil Xantin
Golongan metil xantin adalan aminophilin dan teopilin, obat ini
diberikan bila golongan beta agonis tidak memberikan hasil yang
memuaskan. Pada orang dewasa diberikan 125-200 mg empatkali
sehari.
c) Kortikosteroid
Jika agonis beta dan metil xantin tidak memberikan respon
yang baik, harus diberikan kortikosteroid. Steroid dalam bentuk
aerosol ( beclometason dipropinate ) dengan disis 800  empat kali
semprot tiap hari. Karena pemberian steroid yang lama mempunyai
efek samping maka yang mendapat steroid jangka lama harus
diawasi dengan ketat.
d) Kromolin
Kromolin merupakan obat pencegah asthma, khususnya anak-
anak . Dosisnya berkisar 1-2 kapsul empat kali sehari.
e) Ketotifen
Efek kerja sama dengan kromolin dengan dosis 2 x 1 mg
perhari. Keuntunganya dapat diberikan secara oral.
f) Iprutropioum bromide (Atroven)
Atroven adalah antikolenergik, diberikan dalam bentuk aerosol
dan bersifat bronkodilator.
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Primer Asma

a. Airway
a) Peningkatan sekresi pernafasan
b) Bunyi nafas krekles, ronchi, weezing
b. Breathing
a) Distress pernafasan : pernafasan cuping hidung,
takipneu/bradipneu, retraksi.
b) Menggunakan otot aksesoris pernafasan
c) Kesulitan bernafas : diaforesis, sianosis
c. Circulation
a) Penurunan curah jantung : gelisah, latergi, takikardi
b) Sakit kepala
c) Gangguan tingkat kesadaran : ansietas, gelisah
d) Papiledema
e) Urin output meurun
d. Dissability
Mengetahui kondisi umum dengan pemeriksaan cepat status umum
dan neurologi dengan memeriksa atau cek kesadaran, reaksi pupil.
2. Pengkajian Sekunder Asma

a. Anamnesis
Anamnesis pada penderita asma sangat penting, berguna untuk
mengumpulkan berbagai informasi yang diperlukan untuk menyusun
strategi pengobatan. Gejala asma sangat bervariasi baik antar individu
maupun pada diri individu itu sendiri (pada saat berbeda), dari tidak
ada gejala sama sekali sampai kepada sesak yang hebat yang disertai
gangguan kesadaran.
Keluhan dan gejala tergantung berat ringannya pada waktu
serangan. Pada serangan asma bronkial yang ringan dan tanpa adanya
komplikasi, keluhan dan gejala tak ada yang khas. Keluhan yang
paling umum ialah : Napas berbunyi, Sesak, Batuk, yang timbul secara
tiba-tiba dan dapat hilang segera dengan spontan atau dengan
pengobatan, meskipun ada yang berlangsung terus untuk waktu yang
lama.
b. Pemeriksaan Fisik
Berguna selain untuk menemukan tanda-tanda fisik yang
mendukung diagnosis asma dan menyingkirkan kemungkinan penyakit
lain, juga berguna untuk mengetahui penyakit yang mungkin
menyertai asma, meliputi pemeriksaan:
a) Status kesehatan umum
Perlu dikaji tentang kesadaran klien, kecemasan, gelisah,
kelemahan suara bicara, tekanan darah nadi, frekuensi pernapasan
yang meningkatan, penggunaan otot-otot pembantu pernapasan
sianosis batuk dengan lendir dan posisi istirahat klien.
b) Integumen
Dikaji adanya permukaan yang kasar, kering, kelainan
pigmentasi, turgor kulit, kelembapan, mengelupas atau bersisik,
perdarahan, pruritus, ensim, serta adanya bekas atau tanda urtikaria
atau dermatitis pada rambut di kaji warna rambut, kelembaban dan
kusam.
c) Thorak
d) Inspeksi
Dada di inspeksi terutama postur bentuk dan kesemetrisan
adanya peningkatan diameter anteroposterior, retraksi otot-otot
Interkostalis, sifat dan irama pernafasan serta frekwensi
peranfasan.
e) Palpasi.
Pada palpasi di kaji tentang kosimetrisan, ekspansi dan taktil
fremitus.
f) Perkusi
Pada perkusi didapatkan suara normal sampai hipersonor
sedangkan diafragma menjadi datar dan rendah.
g) Auskultasi.
Terdapat suara vesikuler yang meningkat disertai dengan
expirasi lebih dari 4 detik atau lebih dari 3x inspirasi, dengan
bunyi pernafasan dan Wheezing.
c. Sistem pernafasan
a) Batuk mula-mula kering tidak produktif kemudian makin keras
dan seterusnya menjadi produktif yang mula-mula encer kemudian
menjadi kental. Warna dahak jernih atau putih tetapi juga bisa
kekuningan atau kehijauan terutama kalau terjadi infeksi sekunder.
b) Frekuensi pernapasan meningkat.
c) Otot-otot bantu pernapasan hipertrofi.
d) Bunyi pernapasan mungkin melemah dengan ekspirasi yang
memanjang disertai ronchi kering dan wheezing.
e) Ekspirasi lebih dari pada 4 detik atau 3x lebih panjang daripada
inspirasi bahkan mungkin lebih.
f) Pada pasien yang sesaknya hebat mungkin ditemukan:
1) Hiperinflasi paru yang terlihat dengan peningkatan diameter
anteroposterior rongga dada yang pada perkusi terdengar
hipersonor.
2) Pernapasan makin cepat dan susah, ditandai dengan
pengaktifan otot-otot bantu napas (antar iga,
sternokleidomastoideus), sehingga tampak retraksi
suprasternal, supraclavikula dan sela iga serta pernapasan
cuping hidung.
g) Pada keadaan yang lebih berat dapat ditemukan pernapasan cepat
dan dangkal dengan bunyi pernapasan dan wheezing tidak
terdengar(silent chest), sianosis.
C. Diagnosa Keperawatan

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi yang


tertahan
2. Pola Nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas
3. Intoleransi  aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplay dan kebutuhan oksigen
D. Intervensi Keperawatan

No. Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan

1. Latihan Batuk Efektif


Setelah dilakukan tindakan
Observasi :
keperawatan selama 3x24 jam maka
 Identifikasi kemampuan
Bersihan Jalan Napas Meningkat
batuk
dengan kriteria hasil:
 Monitor adanya retensi
Tindakan Awal Akhir sputum
 Monitor dada dan gejala
Batuk 2 4
Efektif infeksi saluran nafas

Produksi 2 4  Monitor input dan output


Sputum cairan
Dipsnea 3 4 Terapeutik :
 Atur posisi semi Fowler
Frekuens 2 4
atau Fowler
i Napas
 Pasang perlak dan
Pola 3 4 bengkok di pangkuan
Napas
pasien
 Buang sekret pada tempat
sputum
Edukasi :
 Jelaskan tujuan dan
prosedur batuk efektif
 Anjurkan tarik nafas
dalam melalui hidung
selama 4 detik, ditahan
selama 2 detik,kemudian
keluarkan dari mulut
dengan bibir mencucu
(dibulatkan) selama 8
detik
 Anjurkan mengulangi
tarik nafas dalam hingga
3 kali
 Anjurkan batuk dengan
kuat langsung setelah
tarik nafas dalam yang
ke-3

2. Manajemen Jalan Nafas


Setelah dilakukan tindakan
Observasi :
keperawatan selama 3x24 jam maka
 Monitor pola nafas
Pola Napas Membaik dengan kriteria
 Monitor bunyi nafas
hasil:
tambahan
Awal Akhir
 Monitor sputum
Tekanan 2 4
Terapeutik :
ekspirasi
 Pertahankan kepatenan
Tekanan 2 4 jalan napas dengan head-
inspirasi tilt dan chin-lift (jaw-
Penggunaan 3 4 thrust jika dicurigai
otot bantu trauma servikal)
Pemanjangan 3 4  Posisikan semi-fowler
fase ekspirasi atau fowler

Frekuensi 2 4  Berikan minum hangat

napas  Lakukan fisioterapi dada

Kedalaman 2 4  Lakukan penghisapan

napas lendir kurang dari 15


detik
 Berikan oksigen
Edukasi :
 Ajarkan teknik batuk
efektif
Kolaborasi :
Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik jika perlu.
DAFTAR PUSTAKA

Almazini, P. 2012. Bronchial Thermoplasty Pilihan Terapi Baru untuk Asma Berat.
Jakrta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Carpenito, L.J. 2000. Diagnosa Keperawatan, Aplikasi pada Praktik Klinis, edisi 6.
Jakarta: EGC

Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC.

GINA (Global Initiative for Asthma) 2006.;Pocket Guide for Asthma Management
and Prevension In Children. www. Dimuat dalam www.Ginaasthma.org

Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition.
New Jersey: Upper Saddle River

Linda Jual Carpenito, 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 . Jakarta: EGC

Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius

Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second


Edition. New Jersey: Upper Saddle River

Purnomo. 2008. Faktor Faktor Risiko Yang Berpengaruh Terhadap Kejadian Asma
Bronkial Pada Anak. Semarang: Universitas Diponegoro

Ruhyanudin, F. 2007. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem


Kardio Vaskuler. Malang : Hak Terbit UMM Press

Saheb, A. 2011. Penyakit Asma. Bandung: CV medika

Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta:


Prima Medika
Sundaru H. 2006 Apa yang Diketahui Tentang Asma, JakartaDepartemen Ilmu
Penyakit Dalam, FKUI/RSCM

Suriadi. 2001. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Edisi I.  Jakarta: Sagung Seto

Anda mungkin juga menyukai