Anda di halaman 1dari 18

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke khadirat Tuhan Yang Maha Esa. atas rahmat dan
karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah kelompok ini. Kami menyadari
masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini yang tentunya jauh dari
kesempurnaan. Karena itu kelompok kami selalu membuka diri untuk setiap saran dan kritik
yang bersifat membangun untuk kesempurnaan karya kami selanjutnya.

Terselesaikannya makalah ini tidak terlepas dari bantuan berbagi pihak. Untuk itu kami
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang membantu,baik secara langsung
ataupun tidak langsung.

Akhirnya semoga sumbangan amal bakti semua pihak tersebut mendapat balasan yang
setimpal dari- Nya. Dan semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan kelompok kami
khususnya dan masyarakat pecinta ilmu pengetahuan pada umumnya.

Selasa, 09 February 2021

I
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................2
DAFTAR ISI............................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
1.1 Latar Belakang...................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................1
1.3 Tujuan................................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................2
2.1 Komunikasi dalam keperawatan jiwa................................................................2

2.2 Pengertian Komunikasi terapeutik.....................................................................2


2.3 Tujuan komunikasi terapeutik………………………………,,………………..6
2.4 Fase- fase dalam pelaksanaan komunikasi terapeutik…………………………7
Bab III PENUTUP.................................................................................................15
1.3 Kesimpulan......................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................16
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Komunikasi dalam keperawatan sangatlah penting, sebab tanpa komunikasi pelayanan
keperawatan akan sulit diaplikasikan. Dalam proses keperawatan jiwa, komunikasi bertujuan
untuk mengubah perilaku klien guna mencapai tingkat kesehatan yang optimal. Oleh karena
bertujuan untuk terapi, maka komunikasi ini disebut komunikasi terapeutik.

Komunikasi terapeutik adalah kemampuan atau keterampilan perawat untuk membantu klien
beradaptasi terhadap stress, mengatasi gangguan psikologi dan belajar bagaimana
berhubungan dengan orang lain. Perawat harus memiliki tanggung jawab moral yang tinggi
didasari dari sikap peduli dan kasih sayang, serta ingin membantu orang lain untuk tumbuh
dan berkembang. Gangguan jiwa menurut Yosep(2007) adalah kumpulan dari keadaan –
keadaan yang tidak normal, baik yang berhubungan dengan fisik, maupun dengan mental.
Keabnormalan terbagi dalam dua golongan yaitu : Gangguan jiwa(Neurosa) dan sakit jiwa
(psikosa). Keabnormalan terlihat dalam berbagai gejala adalah ketegangan(tension), rasa
putus asa dan murung, gelisah, cemas, perbuatan yang terpaksa, hysteria, rasa lemah dan
tidak mampu mencapai tujuan.

Komunikasi terapeutik pada pasien gangguan jiwa dari berbagai masalah sangatlah penting
karena pasien tersebut berbeda dari pasien biasanya. Pasien yang mengalami gangguan jiwa
membutuhkan asuhan keperawatan yang sangat spesifik dari segi mental atau kejiwaannya.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Apa pengertian dari komunikasi dalam keperawatan jiwa?
1.2.2 Apa yang dimaksud dengan komunikasi terapeutik dalam keperawatan jiwa?
1.2.3 Apa yang tujuan dari komunikasi terapeutik?
1.2.4 Apa yang menjadi fase- fase dalam pelaksanaan komunikasi terapeutik?
1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui pengertian dari komunikasi dalam keperawatan jiwa
1.3.2 Untuk mengetahui maksud dari komunikasi terapeutik dalam keperawatan jiwa
1.3.3 Untuk mengetahui tujuan dari komunikasi terapeutik
1.3.4 Untuk mengetahui fase- fase dalam pelaksanaan komunikasi terapeutik
1
BAB II
PEMBAHASAN

Komunikasi Dalam Keperawatan Jiwa


Komunikasi dalam keperawatan disebut juga dengan komunikasi terapeutik, yang merupakan
komunikasi yang dilakukan perawat pada saat melakukan intervensi keperawatan sehingga
memberikan terapi untuk proses penyembuhan pasien dan membantu pasien mengatasi
masalah yang dihadapinya melalui komunikasi. Melalui komunikasi terapeutik diharapkan
perawat dapat menghadapi, mempersepsikan, dan menghargai keunikan pasien (Nurhasanah,
2009).
Pengertian Komunikasi Terapeutik
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar dan bertujuan
untuk kesembuhan pasien (Mundakir,2006).
Komunikasi terapeutik merupakan hubungan interpersonal dan pengalaman emosional bagi
pasien untuk meningkatkan penghayatan dan perubahan perilaku pasien (Struart & Sundeen,
1998). Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan
dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien (Purwanto,1994). Teknik komunikasi
terapeutik merupakan cara untuk membina hubungan yang terapeutik dimana terjadi
penyampaian informasi dan pertukaran perasaan dan pikiran dengan maksud untuk
mempengaruhi orang lain (Stuart & sundeen,1995).

Fungsi komunikasi terapeutik adalah untuk mendorong dan mengajarkan kerja sama
antara perawat dan pasien melalui hubungan perawat dan pasien. Perawat berusaha
mengungkap perasaan, mengidentifikasi dan mengkaji masalah serta mengevaluasi tindakan
yang dilakukan dalam perawatan (Purwanto, 1994).

Prinsip-prinsip komunikasi adalah:

1. Klien harus merupakan fokus utama dari interaksi

2. Tingkah laku professional mengatur hubungan terapeutik

3. Membuka diri dapat digunakan hanya pada saat membuka diri mempunyai
tujuan terapeutik
4. Hubungan sosial dengan klien harus dihindari

5. Kerahasiaan klien harus dijaga

6. Kompetensi intelektual harus dikaji untuk menentukan pemahaman

7. Implementasi intervensi berdasarkan teori

8. Memelihara interaksi yang tidak menilai, dan hindari membuat penilaian


tentang tingkah laku klien dan memberi nasihat

9. Beri petunjuk klien untuk menginterprestasikan kembali pengalamannya


secara rasional

10. Telusuri interaksi verbal klien melalui statemen klarifikasi dan hindari
perubahan subyek/topik jika perubahan isi topik tidak merupakan sesuatu yang
sangat menarik klien.

Berkomunikasi dengan penderita gangguan jiwa membutuhkan sebuah teknik khusus,


ada beberapa hal yang membedakan berkomunikasi antara orang gangguan jiwa dengan
gangguan akibat penyakit fisik. Perbedaannya adalah :

1. Penderita gangguan jiwa cenderung mengalami gangguan konsep diri,


penderita gangguan penyakit fisik masih memiliki konsep diri yang wajar
(kecuali pasien dengan perubahan fisik, ex : pasien dengan penyakit kulit,
pasien amputasi, pasien pentakit terminal dll).

2. Penderita gangguan jiwa cenderung asyik dengan dirinya sendiri sedangkan


penderita penyakit fisik membutuhkan support dari orang lain.

3. Penderita gangguan jiwa cenderung sehat secara fisik, penderita penyakit fisik
bisa saja jiwanya sehat tetapi bisa juga ikut terganggu.
3

Komunikasi dengan penderita gangguan jiwa membutuhkan sebuah dasar


pengetahuan tentang ilmu komunikasi yang benar, ide yang mereka lontarkan terkadang
melompat, fokus terhadap topik bisa saja rendah, kemampuan menciptakan dan mengolah
kata – kata bisa saja kacau balau.

Ada beberapa trik ketika harus berkomunikasi dengan penderita gangguan jiwa :

1. Pada pasien halusinasi maka perbanyak aktivitas komunikasi, baik meminta


klien berkomunikasi dengan klien lain maupun dengan perawat, pasien
halusinasi terkadang menikmati dunianya dan harus sering harus dialihkan
dengan aktivitas fisik.

2. Pada pasien harga diri rendah harus banyak diberikan reinforcement

3. Pada pasien menarik diri sering libatkan dalam aktivitas atau kegiatan yang
bersama – sama, ajari dan contohkan cara berkenalan dan berbincang dengan
klien lain, beri penjelasan manfaat berhubungan dengan orang lain dan
akibatnya jika dia tidak mau berhubungan dll.

4. Pasien perilaku kekerasan, khusus pada pasien perilaku kekerasan maka harus
direduksi atau ditenangkan dengan obat – obatan sebelum kita support dengan
terapi – terapi lain, jika pasien masih mudah mengamuk maka perawat dan
pasien lain bisa menjadi korban.

Kesehatan jiwa sering berpijak pada beberapa komponen, beberapa komponen


tersebut adalah:

1. Support system : dukungan dari orang lain atau keluarga membantu seseorang
bertahan terhadap tekanan kehidupan, stresor yang menyerang seseorang akan
melumpuhkan ketahanan psikologisnya, dengan dukungan dari sahabat, orang
- orang terdekat, suami, istri, orang tua maka seseorang menjadi lebih kuat
dalam menghadapi stressor.
4

2. Mekanisme Koping : bagaimana cara seseorang berespon terhadap stressor


menjadi satu ciri khas bagi setiap individu, jika responnya adaptif maka
hasilnya tentu perlaku positif, jika responnya negatif hasilnya adalah perilaku
negatif.

3. Harga Diri : jika dia merasa lebih baik dari orang lain maka akan menjadi
sombong, jika dia merasa orang lain lebih baik dari dia maka dia akan
mengalami Harga Diri Rendah.

4. Ideal Diri : Bagaimana cara seseorang melihat dirinya, bagaimana dia


seharusnya : " saya hanya akan menikah dengan seorang wanita anak
pengusaha" comment tersebut adalah ideal diri tinggi, " saya hanya lulusan
SD, menjadi buruh saja saya sudah maksimal" comment ini adalah ideal diri
rendah.

5. Gambaran Diri : apakah seseorang menerima dirinya beserta semua kelebihan


dan kekurangan, meski cantik dia menerima kecantikannya tersebut satu paket
dengan keburukan lain yang menyertai kecantikan tersebut.

6. Tumbuh Kembang : Jika seseorang tidak pernah mengalami trauma maka


dewasa dia tidak akan mengalami memori masa lalu yang kelam atau yang
buruk.

7. Pola Asuh : kesalahan mengasuh orang tua memicu perubahan dalam


psikologis anak.

8. Genetika : Schizofrenia bisa secara genetis menurun ke anak, bahkan pada


saudara kembar peluang nya 50 %.

9. Lingkungan : Lingkungan yang buruk menjadi salah satu faktor pendukung


munculnya gangguan jiwa.

10. Penyalahgunaan Zat : penyalahgunaan zat memicu depresi susunan saraf


pusat, perubahan pada neurotransmitter sehingga terjadi perubahan pada
fungsi neurologis yang berfungsi mengatur emosi.
5

11. Perawatan Diri : jika seseorang tidak pernah mendapatkan perawatan, ex :


lansia maka dia akan mengalami suatu perasaan tidak berguna jika perasaan
ini berlangsung lama bisa memicu gangguan jiwa.

12. Kesehatan Fisik : gangguan pada sistem saraf mampu merubah fungsi
neurologis, dampak jangka panjangnya jika yang terkena adalah pusat
pengaturan emosi akan memicu gangguan jiwa.

Seharusnya ada banyak faktor yang memicu gangguan jiwa, jika semua faktor bisa direduksi
dan di minimalisir maka ke depan jumlah penderita gangguan jiwa dapat ditekan sekecil
mungkin.

Tujuan Komunikasi Terapeutik


Komunikasi terapeutik bertujuan untuk mengembangkan pribadi pasien kearah yang lebih
positif atau adaptif dan diarahkan pada perkembangan pasien yang meliputi :
a. Realisasi diri, penerimaan diri dan peningkatan kesadaran dan penghargaan diri. Membantu
pasien memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran mempertahankan egonya.
Melalui komunikasi terapeutik diharapkan terjadi perubahan dalam diri pasien.
b. Kemampuan membina hubungan interpersonal yang tidak superfial dan saling bergantung
dengan orang lain dan mandiri. Melalui komunikasi terapeutik pasien diharapkan dapat
belajar menerima dan diterima orang lain.

c. Peningkatan fungsi dan kemampuan untuk memuaskan kebutuhan serta mencapai tujuan
yang realities, terkadang pasien menetapkan ideal diri atau tujuan terlalu tinggi tanpa
mengukur kemampuannya.
d. Rasa identitas personal yang jelas dan peningkatan integritas diri personal disini termasuk
status, peran, dan jenis kelamin.melalui komunikasi terapeutik diharapkan perawat dapat
membantu pasien meningkatkan indentitas diri yang jelas (Suryani, 2005).
6

Fase-Fase Dalam Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik

Dalam melaksanakan komunikasi terapeutik perawat mempunyai empat fase komunikasi,


yang setiap fase mempunyai tugas yang harus diselesaikan oleh perawat. Empat fase tersebut
yaitu fase preinteraksi, orientasi atau perkenalan, kerja dan terminasi. Adapun tugas-tugas
yang harus diselesaikan pada tiap fase adalah sebagai berikut :

a. Fase Preinteraksi
Merupakan fase persiapan sebelum terjadi kontak pertama antara perawat dan pasien. Pada
fase ini perawat harus mengeksplorasi diri terhadap perasaan – perasaan diri seperti ansietas,
ketakutan dan keraguan. Tugas perawat dalam fase ini adalah mengumpulkan informasi
tentang pasien dan mengeksplorasikan perasaan diri.

b. Fase Orientasi
Pada fase orientasi, perawat dan pasien pertama kali bertemu. Pada fase ini, penting bagi
perawat untuk memperkenalkan dirinya dengan menggunakan nama, baik secara lisan
maupun tulisan. Dalam membina hubungan perawat dengan pasien, kunci utama adalah
terbinanya hubungan saling percaya, adanya komunikasi terbuka, memahami penerimaan dan
merumuskan kontrak. Tugas perawat dalam tahapan ini adalah mengeksplorasi perasaan,
mendefinisikan harapan dan mengidentifikasi kecemasan, mengalisis kekuatan dan
kelemahan diri, mengumpulakan data tentang pasien, serta merencanakan pertemuan.
7

c. Fase Kerja
Merupakan fase dimana kerjasama terapeutik perawat dengan pasien paling banyak
dilakukan. Tugas perawat pada fase ini adalah memenuhi kebutuhan atau mengembangkan
pola – pola adaptif pasien serta melaksanakan kegiatan sesuai dengan perencanaan pada tahap
preinteraksi. Tahap kerja adalah inti dari keseluruhan proses komunikasi terapeutik, karena
didalamnya perawat dituntut membantu dan mendukung pasien untuk menyampaikan
perasaan dan pikirannya dan kemudian menganalisa respons atau pesan komunikasi verbal
dan non verbal yang disampaikan oleh pasien.

d. Fase Terminasi
Merupakan tahap perpisahan dimana perawat akan mengakhiri interaksinya dengan pasien,
tahap ini bersifat sementara maupun menetap. Terminasi adalah satu tahap yang sulit tapi
sangat penting dari hubungan terapeutik karena rasa percaya dan hubungan intim antara
perawat dan pasien telah berlangsung optimal. Fase ini untuk merubah perasaan dan
mengevaluasi kemajuan pasien (Tamsuri, 2005).

Strategi Pelaksanaan pada px gangguan jiwa

A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi Klien
a) Data Subjektif (DS)
1. Klien Mengungkapkan keinginan bunuh diri

2. Mengungkapkan keinginan untuk mati

3. Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusasaan

4. Ada riwayat berulang percobaan bunuh diri sebelumnya dari keluarga

5. Berbicara tentang kematian, menanyakan tentang dosis obat yang mematikan


6. Mengungkapkan adanya konflik interpersonal

7. Mengungkapkan telah terjadi korban perilaku kekerasan saat kecil

b). Data Objektif (DO)

1. Menunjukkan perilaku yang mencurigakan ( biasanya menjadi sangat


patuh)

2. Ada riwayat penyakit mental (depresi, psikosis, dan penyalahgunaan


alkohol)

3. Pengangguran (tidak bekerja, kehilangan pekerjaan, atau kegagalan


dalam karier)

4. Status perkawinan yang tidak harmonis

1. Diagnosa Keperawatan

Risiko bunuh diri

2. Tujuan Khusus

1. Klien dapat meningkatkan harga dirinya

2. Klien dapat melakukan kegiatan sehari- hari

3. Klien mendapat perlindungan dari lingkungan

4. Tindakan Keperawatan
Memberikan manajemen koping
9

B. STRATEGI KOMUNIKASI DALAM PELAKSANAAN TINDAKAN


KEPERAWATAN SP
Prolog:
Disebuah ruang soka rsj Surakarta terdapat pasien gangguan jiwa bernama tuan T, masuk ke
rumah sakit jiwa karena dirumah suka melamun, menyendiri, terlihat sedih apabila diajak
bicara menjawab “ segala sesuatu akan lebih baik tanpa saya”. Dan pernah mencoba
menyayat- nyayat tangannya sendiri hingga terluka. Keluarga berusaha menyingkirkan
benda- benda tajam seperti pisau, gunting disekitar pasien dan selalu memantau pasien
hingga membawanya kerumah sakit jiwa.

Percakapan
1. Fase Perkenalan a).
Salam terapeutik
P : “ Selamat pagi, Bapak!”
K : “ Ya mbak ” sambil menoleh menghindar ke klien

b). Perkenalan diri perawat dan klien


Perawat : “Perkenalkan, nama saya Nur Izza Afi . Bapak bisa panggil saya Izzah. Kalau boleh
tahu nama bapak siapa?”
K : “heksa “
P : “ Oh, dengan Bapak heksa. Bapak senang dipanggil apa?”
K : “terserah”
P : “Baiklah, saya panggil mas saja boleh ya?”
K : “hm”
c). Menyepakati pertemuan
P : “ Oke. Baiklah mas, bagaimana kalau kita ngobrol-ngobrol sedikit, ya sekitar … menit,
bagaimana?”
K : “hm”
P : “ Mas heksa ingin kita mengobrol dimana?”
K : “ di sini aja”

d). Melengkapi identitas


P : “ Baiklah mas heksa, kami adalah mahasiswa Poltekkes Keperawatan Surabaya yang
bertugas diruangan ini. Kami perawat yang akan membantu merawat mas. Hari ini sampai 2
hari yang akan datang, saya dan teman ini berjaga di shif pagi mulai dari jam 07.00 sampai
jam 14.00 WIB nanti.”
K : “hm”

10
e). Menjelaskan peran perawat dan klien
P : “ Disini saya berperan merawat mas heksa untuk memberikan solusi agar masalah yang
dialami mas heksa bisa terselesaikan. Supaya beban masalah yang dialami mas heksa bisa
hilang. ”
K : “kamu siapa ? berani-berani nya kamu ikut campur masalah saya?”
P : “bukan seperti itu maksud kami , mas heksa. Kami hanya menyelesaikan tugas kami
dalam membantu meringankan beban pasien termasuk mas heksa ini”
K : “ Bukan urusan kamu”

f). Menjelaskan tanggung jawab perawat dan klien


P : “Apakah mas heksa tidak ingin ke luar dari tempat ini dan dapat melakukan aktifitas
seperti biasanya?”
K : “iya, pengen”
P : “ Oleh sebab itu, semua tindakan yang kami lakukan menjadi tanggung jawab kami. Dan
kami harapkan bapak juga bertanggung jawab untuk sembuh, supaya mas heksa dapat
melakukan aktifitas seperti biasanya minimal mas heksa bias mereedam rasa emosinya”
K : “hm”

g). Harapan perawat dan klien


P : “ mas heksa, disini saya perlu tekankan bahwa apa yang menjadi harapan mas heksa juga
akan menjadi harapan kami. Karena itu, semua hal yang menjadi keluhan mas heksa, bisa
mas heksa sampaikan kepada kami.”
K : “hm”

h). Kerahasiaan
P : “ Mas tak perlu kuatir ataupun cemas. Kalau mas tidak keberatan, mas bisa sharing
dengan kami tentang segala permasalahan-permasalahan ataupun keluhan-keluhan yang
sedang bapak alami. Insya Allah, kita bersama-sama mencarikan jalan keluarnya dan saya
tidak akan memberitahukannya pada orang yang tidak berhak untuk tahu akan hal itu.”
K : Beneran?
P : betul mas kami akan menjaga semua rahasia mas.

i). Tujuan Hubungan


P : “ Semua tindakan tentu perlu adanya kerja sama yang baik antara kita. Tujuannya supaya
tindakan yang kami lakukan dapat semaksimal mungkin dan memberikan hasil terbaik untuk
kami dan terutama mas heksa. Bagaimana, mas?”
K : “Ya”
11

j). Pengkajian keluhan utama


P : “ Kalau boleh tahu, ada keluhan apa mas saat ini atau apa yang mas heksa rasakan saat
ini?”
K : “saya ingin cepat mati saja mbak, saya capek hidup tidak ada gunanya”
P : “ memangnya yang membuat mas capek hidup dan ingin mati apa mas?”
K : “ya pokoknya saya ingin kerja lagi dan punya uang”
P : “lho, memangnya apa yang terjadi dengan pekerjaan mas heksa?
K : “hilang, ditelan bumi”
P : “apa mas heksa memberhentikan diri dari pekerjaan mas heksa?”
K : “dipecat”
P : “Berarti mas dulu bekerja?
K: Ya,saya di phk, dan saya tidak bisa membayar hutang dan memberi ibu dan adik saya
uang
P: Oh, ya saya mengerti. Begini mas.. Umur,Rejeki, dan jodoh itu Tuhan yang mengatur. Apa
mas percaya akan hal itu? .”
K: “hm”
P: Nah.. bagus kalo mas heksa paham, berarti mas heksa tidak perlu untuk merasa capek
hidup, atau mas heksa meminum minuman beracun atau berusaha menyayat nyata tangan
mas heksa.. karna itu tidak menyelesaikan masalah mas heksa, kan nanti badan mas heksa
sendiri yang sakit. Iya tidak ?
K: mmmmmm…. Iya juga sih”
P: mas heksa sayang tidak sama keluarga dirumah ibuk dan adiknya?
K: Sayang lah..
P: nah.. kalo mas heksa sayang,mas heksa tidak boleh untuk bunuh diri, mas heksa harus
semangat terus.. minta dan berserah diri pada tuhan, dan mas heksa harus yakin dan berusaha
untuk mendapatkan pekerjaan setelah keluar dari sini dan bisa menyahur hutang ya mas?
K: iyaa mbaak, saya ingin menyahur hutang tapi tidak punya uang”
P: nah, makanya mas heksa harus sembuh dulu.. Kalau boleh tau mas heksa hobinya apa?
K: Makan kerupuk,sepak bola, balap karung”
P: “oooh iya iya… naah boleh itu mas dijadikan sampingan, kalau mas heksa sudah merasa
lelah atau stresss mas heksa bisa main bola.. atau mengobrol sama teman teman.
K : “gitu?”
P : “iya, supaya fikiran mas heksa bisa rileks dan tenang”
K : “ya”

« Kontrak yang akan datang

P : “ Baiklah mas heksa, karena sudah … menit, kami pamit. Besok kita bisa mengobrol lagi,
kita sharing lagi, gimana?
K : “hm”
Waktu
P : “ mas mau sharingnya ini jam berapa?”
K : “terserah”
P : “baiklah mas heksa, besok kami akan ke sini lagi dan kami akan ke sini di jam yang sama
yaitu jam 09:30 WIB ya?”
P : “ya”

12
Tempat
P : “Baik. Bapak mau kita sharing dimana?”
K : “sini”
P : “baiklah , besok kita sharing nya di sini “
Validasi kontrak P : “ Baiklah kalau begitu, terima kasih atas waktunya mas heksa. Kami
permisi dulu. Kami akan kembali besok di jam yang sama yaitu jam 09:30 WIB dan di
tempat ini ya
K : “hm”

2. Fase Orientasi
a). Salam terapeutik
P : “ Selamat pagi, mas heksa!”
K : “pagi”

b). Validasi data


P : “ Bagaimana perasaan mas heksa sejak kemarin setelah kita bertemu?”
K : .”fine”
P : “ apakah perasaan mas heksa lebih tenang?”
K : .”iya, lumayan lah”

c). Mengingatkan kontrak Topik


P : “ Bagaimana mas, apakah masih ingat dengan kegiatan yang kita rencanakan kemarin?”
K : “ingat”
Waktu
P : “ Apakah mas heksa masih ingat pukul berapa kegiatan yang kita rencanakan dimulai?”
K : “09:30 WIB”
Tempat
P : “ Dan dimana kita akan melakukannya mas, mas heksa masih ingat?”
K : “di sini”
P : “ Wah, tampaknya mas heksa bersemangat sekali.”
K : “ya dongssssss”

Fase Kerja
P: Alhamdulillah.. Mas Heksa sudah sarapan?
K: Sudah..
P: Gimana rasanya enak ?
K: Enak..
P: Gimana dengan keluarga dirumah?
K: Baik, tadi sudah kesini
P: Terus tadi ngapain aja?
K: Ya ngobrol, terus main, jalan jalan ditaman belakang
P: Berarti sudah baikan dong?
K: iya sih sus.. tapi saya masih kepikiran sama tanggung jawab saya pada keluarga, nanti
gimana masa depan keluarga saya, kalau saya tidak bekerja, saya makan apa sus?

13
P: oh.. begitu, Begini saja mas Heksa jangan pesimis dulu Allah itu sudah mengatur rejeki
kita, Sekarang tinggal mas heksa untuk berusaha dan berdoa kepada Tuhan. Seingat saya
kemarin mas heksa bilang kalau salah satu hobi mas heksa main computer ya?
K: Iya kenapa emang?
P: Nah, Ya itu bisa dijadikan ladang pekerjaan mas heksa
K: Gimana caranya?
P: kan sekarang banyak bisnis online, coba mas heksa ikutan. Kaya jual baju, peralatan bola
atau mungkin mas heksa punya ide yang lain boleh dicoba.
K: mmmm iya ya,, kenapa gak terpikirkan dari dulu ya?
P: iya mas.. apa ada yg masih dipendam ?Kalau masih ada kita bisa sharing
K: Gak Ada sus.. ya itu tadi aja yg bikin saya mikir dan tidak tenang sehingga saya ingin
bunuh diri
P: Sebaiknya kalau punya jangan dipendam masalah, di sharing ke keluarga, sahabat, atau
teman mas. Nanti kalau bunuh diri kasian keluarganya, nanti keluarga mas malah terlantar.
K: emm… iya sus, saya sekarang menyesal, atas perbuatan saya sebelumnya.
P: Nah gitu dong.. sekarang mas heksa harus berpikiran bahwa tidak ada masalah yang tidak
dapat diselesaikan.

Fase Terminasi
Salam terapeutik
P : “ Baiklah mas, karena mas heksa sudah bisa sharing ke kami dan masalah mas heksa
sudah terselesaikan, kami permisi dulu, terima kasih atas kerja samanya, dan kalau mas heksa
perlu bantuan, mas heksa bisa panggil saya diruang perawat. Dan saya doakan supaaya cepat
pulang dan beraktifitas ” “ Selamat pagi, mas!”
K : Iya sus terimakasih juga atas masukan dan solusinya , pagi juga sus”
14

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Komunikasi terapeutik termasuk komunikasi interpersonal dengan titik tolak saling


memberikan pengertian antar perawat dengan pasien. Persoalan mendasar dan komunikasi ini
adalah adanya saling membutuhan antara perawat dan pasien, sehingga dapat dikategorikan
ke dalam komunikasi pribadi di antara perawat dan pasien, perawat membantu dan pasien
menerima bantuan (Indrawati, 2003 : 48). Komunikasi terapeutik bukan pekerjaan yang bisa
dikesampingkan, namun harus direncanakan, disengaja, dan merupakan tindakan profesional.
Akan tetapi, jangan sampai karena terlalu asyik bekerja, kemudian melupakan pasien sebagai
manusia dengan beragam latar belakang dan masalahnya (Arwani, 2003 50).
15

DAFTAR PUSTAKA

Damayanti, mukhripah.Komunikasi Terapeutik dalam Praktik Keperawatan.2008. Bandung. Redika


Aditama
http://repo.unand.ac.id/18537/1/buku%20rika.pdf

https://www.scribd.com/doc/120158122/Komunikasi-Terapeutik-Pasien-Jiwa

Anda mungkin juga menyukai