Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

PASIEN DENGAN DIAGNOSA MEDIS AKUT MIOKARD INFARK


( AMI )

DI RUANG IGD RSUD GOETENG TAROENADIBRATA

OLEH :

HIZBULLOH PUTRA ADI

I4B015022

KEMENTRIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN

JURUSAN KEPERAWATAN

PURWOKERTO
2016

A. Definisi
Infark adalah area nekrosis koagulasi pada jaringan akibat iskemia lokal,
disebabkan oleh obstruksi sirkulasi ke daerah itu, paling sering karena trombus atau
embolus [ CITATION Sme02 \l 1057 ]. Infark miokard adalah perkembangan cepat
dari nekrosis otot jantung yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen. Otot jantung diperdarahi oleh 2 pembuluh koroner utama, yaitu
arteri koroner kanan dan arteri koroner kiri. Kedua arteri ini keluar dari aorta. Arteri
koroner kiri kemudian bercabang menjadi arteri desendens anterior kiri dan arteri
sirkumfleks kiri. Arteri desendens anterior kiri berjalan pada sulkus interventrikuler
hingga ke apeks jantung. Arteri sirkumfleks kiri berjalan pada sulkus arterio-
ventrikuler dan mengelilingi permukaan posterior jantung. Arteri koroner kanan
berjalan di dalam sulkus atrio-ventrikuler ke kanan bawah [ CITATION Cor02 \l
1057 ].
B. Etiologi dan Faktor Resiko
Infark miokard terjadi oleh penyebab yang heterogen, antara lain: Infark
miokard secara spontan terjadi karena ruptur plak, fisura, atau diseksi plak
aterosklerosis. Selain itu, peningkatan kebutuhan dan ketersediaan oksigen dan
nutrien yang inadekuat memicu munculnya infark miokard. Hal-hal tersebut
merupakan akibat dari anemia, aritmia dan hiper atau hipotensi. Infark miokard jenis
ini disebabkan oleh vaskonstriksi dan spasme arteri menurunkan aliran darah
miokard. Pada keadaan ini, peningkatan pertanda biokimiawi tidak ditemukan. Hal
ini disebabkan sampel darah penderita tidak didapatkan atau penderita meninggal
sebelum kadar pertanda biokimiawi sempat meningkat [ CITATION Sme02 \l
1057 ].
Secara garis besar terdapat dua jenis faktor resiko bagi setiap orang untuk
terkena AMI, yaitu faktor resiko yang bisa dimodifikasi dan faktor resiko yang tidak
bisa dimodifikasi. Faktor resiko yang dapat dimodifikasi merupakan faktor resiko
yang bisa dikendalikan sehingga dengan intervensi tertentu maka bisa dihilangkan
[ CITATION Suy02 \l 1057 ]. Yang termasuk dalam kelompok ini diantaranya:
1. Merokok
Peran rokok dalam penyakit jantung koroner ini antara lain: menimbulkan
aterosklerosis; peningkatan trombogenessis dan vasokontriksi; peningkatan
tekanan darah; pemicu aritmia jantung, meningkatkan kebutuhan oksigen jantung,
dan penurunan kapasitas pengangkutan oksigen. Merokok 20 batang rokok atau
lebih dalam sehari bisa meningkatkan resiko 2-3 kali disbanding yang tidak
merokok.
2. Konsumsi alkohol
Meskipun ada dasar teori mengenai efek protektif alkohol dosis rendah
hingga moderat, dimana ia bisa meningkatkan trombolisis endogen, mengurangi
adhesi platelet, dan meningkatkan kadar HDL dalam sirkulasi, akan tetapi
semuanya masih kontroversial. Tidak semua literature mendukung konsep ini,
bahkan peningkatan dosis alkohol dikaitkan dengan peningkatan mortalitas
cardiovascular karena aritmia, hipertensi sistemik dan kardiomiopati dilatasi.
3. Infeksi
Infeksi Chlamydia pneumoniae , organisme gram negative intraseluler dan
penyebab umum penyakit saluran perafasan berhubungan dengan penyakit
koroner aterosklerotik
4. Hipertensi sistemik.
Hipertensi sistemik menyebabkan meningkatnya after load yang secara tidak
langsung akan meningkan beban kerja jantung. Kondisi seperti ini akan memicu 
hipertropi ventrikel kiri sebagai kompensasi dari meningkatnya after load  yang
pada akhirnya meningkatan kebutuhan oksigen jantung.
5. Obesitas
Terdapat hubungan yang erat antara berat badan, peningkatan tekanan darah,
peningkatan kolesterol darah, DM tidak tergantung insulin, dan tingkat aktivitas
yang rendah.
6. Kurang olahraga
Aktivitas aerobik yang teratur akan menurunkan resiko terkena penyakit
jantung koroner, yaitu sebesar 20-40 %.
7. Penyakit Diabetes
Resiko terjadinya penyakit jantung koroner pada pasien dengan DM sebesar
2- 4 lebih tinggi dibandingkan orang biasa. Hal ini berkaitan dengan adanya
abnormalitas metabolisme lipid, obesitas, hipertensi sistemik, peningkatan
trombogenesis (peningkatan tingkat adhesi platelet dan peningkatan
trombogenesis).

Faktor Resiko Yang Tidak Dapat Dimodifikasi. Merupakan factor resiko yang
tidak bisa dirubah atau dikendalikan, yaitu diantaranya [ CITATION Suy02 \l 1057 ]
1. Usia
Resiko meningkat pada pria datas 45 tahun dan wanita diatas 55 tahun
(umumnnya setelah menopause).
2. Jenis Kelamin
Morbiditas akibat penyakit jantung koroner (PJK) pada laki-laki dua kali
lebih besar dibandingkan pada perempuan, hal ini berkaitan dengan estrogen
endogn yang bersifat protective pada perempuan. Hal ini terbukti insidensi PJK
meningkat dengan cepat dan akhirnya setare dengan laki pada wanita setelah masa
menopause
3. Riwayat Keluarga
Riwayat anggota keluarga sedarah yang mengalami PJK  sebelm usia 70
tahun merupakan factor resiko independent untuk terjadinya PJK. Agregasi PJK
keluarga menandakan adanya predisposisi genetic pada keadaan ini. Terdapat
bukti bahwa riwayat positif pada keluarga mempengaruhi onset penderita PJK
pada keluarga dekat
4. Kelas sosial
Tingkat kematian akibat PJK tiga kali lebih tinggi pada pekerja kasar laki-laki
terlatih dibandingkan dengan kelompok pekerja profesi (missal dokter, pengacara
dll). Selain itu frekuensi istri pekerja kasar ternyata 2 kali lebih besar untuk
mengalami kematian dini akibat PJK dibandingkan istri pekerja professional/non-
manual

C. Patofisiologi
Kejadian infark miokard diawali dengan terbentuknya aterosklerosis yang
kemudian ruptur dan menyumbat pembuluh darah. Penyakit aterosklerosis ditandai
dengan formasi bertahap fatty plaque di dalam dinding arteri. Lama-kelamaan plak
ini terus tumbuh ke dalam lumen, sehingga diameter lumen menyempit. Penyempitan
lumen mengganggu aliran darah ke distal dari tempat penyumbatan terjadi
[ CITATION Pri05 \l 1057 ].
Faktor-faktor seperti usia, genetik, diet, merokok, diabetes mellitus tipe II,
hipertensi, reactive oxygen species dan inflamasi menyebabkan disfungsi dan
aktivasi endotelial. Pemaparan terhadap faktor-faktor di atas menimbulkan injury
bagi sel endotel. Akibat disfungsi endotel, sel-sel tidak dapat lagi memproduksi
molekul-molekul vasoaktif seperti nitric oxide, yang berkerja sebagai vasodilator,
anti-trombotik dan anti-proliferasi. Sebaliknya, disfungsi endotel justru
meningkatkan produksi vasokonstriktor, endotelin-1, dan angiotensin II yang
berperan dalam migrasi dan pertumbuhan sel [ CITATION Pri05 \l 1057 ].
Leukosit yang bersirkulasi menempel pada sel endotel teraktivasi. Kemudian
leukosit bermigrasi ke sub endotel dan berubah menjadi makrofag. Di sini makrofag
berperan sebagai pembersih dan bekerja mengeliminasi kolesterol LDL. Sel
makrofag yang terpajan dengan kolesterol LDL teroksidasi disebut sel busa (foam
cell). Faktor pertumbuhan dan trombosit menyebabkan migrasi otot polos dari tunika
media ke dalam tunika intima dan proliferasi matriks. Proses ini mengubah bercak
lemak menjadi ateroma matur. Lapisan fibrosa menutupi ateroma matur, membatasi
lesi dari lumen pembuluh darah. Perlekatan trombosit ke tepian ateroma yang kasar
menyebabkan terbentuknya trombosis. Ulserasi atau ruptur mendadak lapisan fibrosa
atau perdarahan yang terjadi dalam ateroma menyebabkan oklusi arteri [ CITATION
Pri05 \l 1057 ]
Penyempitan arteri koroner segmental banyak disebabkan oleh formasi plak.
Kejadian tersebut secara temporer dapat memperburuk keadaan obstruksi,
menurunkan aliran darah koroner, dan menyebabkan manifestasi klinis infark
miokard. Lokasi obstruksi berpengaruh terhadap kuantitas iskemia miokard dan
keparahan manifestasi klinis penyakit. Oleh sebab itu, obstruksi kritis pada arteri
koroner kiri atau arteri koroner desendens kiri berbahaya [ CITATION Man00 \l
1057 ]
Pada saat episode perfusi yang inadekuat, kadar oksigen ke jaringan miokard
menurun dan dapat menyebabkan gangguan dalam fungsi mekanis, biokimia dan
elektrikal miokard. Perfusi yang buruk ke subendokard jantung menyebabkan
iskemia yang lebih berbahaya. Perkembangan cepat iskemia yang disebabkan oklusi
total atau subtotal arteri koroner berhubungan dengan kegagalan otot jantung
berkontraksi dan berelaksasi [ CITATION Man00 \l 1057 ].
Selama kejadian iskemia, terjadi beragam abnormalitas metabolisme, fungsi dan
struktur sel. Miokard normal memetabolisme asam lemak dan glukosa menjadi
karbon dioksida dan air. Akibat kadar oksigen yang berkurang, asam lemak tidak
dapat dioksidasi, glukosa diubah menjadi asam laktat dan pH intrasel menurun.
Keadaaan ini mengganggu stabilitas membran sel. Gangguan fungsi membran sel
menyebabkan kebocoran kanal K+ dan ambilan Na+ oleh monosit. Keparahan dan
durasi dari ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen menentukan
apakah kerusakan miokard yang terjadi reversibel (<20 menit) atau ireversibel (>20
menit). Iskemia yang ireversibel berakhir pada infark miokard [ CITATION Cor02 \l
1057 ]
Ketika aliran darah menurun tiba-tiba akibat oklusi trombus di arteri koroner,
maka terjadi infark miokard tipe elevasi segmen ST (STEMI). Perkembangan
perlahan dari stenosis koroner tidak menimbulkan STEMI karena dalam rentang
waktu tersebut dapat terbentuk pembuluh darah kolateral. Dengan kata lain STEMI
hanya terjadi jika arteri koroner tersumbat cepat [ CITATION Man00 \l 1057 ]
Non STEMI merupakan tipe infark miokard tanpa elevasi segmen ST yang
disebabkan oleh obstruksi koroner akibat erosi dan ruptur plak. Erosi dan ruptur plak
ateroma menimbulkan ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen. Pada Non
STEMI, trombus yang terbentuk biasanya tidak menyebabkan oklusi menyeluruh
lumen arteri koroner [ CITATION Man00 \l 1057 ]
Infark miokard dapat bersifat transmural dan subendokardial (nontransmural).
Infark miokard transmural disebabkan oleh oklusi arteri koroner yang terjadi cepat
yaitu dalam beberapa jam hingga minimal 6-8 jam. Semua otot jantung yang terlibat
mengalami nekrosis dalam waktu yang bersamaan. Infark miokard subendokardial
terjadi hanya di sebagian miokard dan terdiri dari bagian nekrosis yang telah terjadi
pada waktu berbeda-beda [ CITATION Pri05 \l 1057 ]

D. Pathway

Aterosklerosisi

Trombosis

Arteri Koronaria Menyempit

O2 & Nutrisi
Akut Miokard
Jaringan Miokard Iskemik Infark
O2 ke Jantung

O2 ke miokard

Metabolisme Aerob Hipoksia Seluler

Asam Laktat Nyeri Integritas Membran Sel

Resiko Penurunan
Fatique Kontraktilitas
Curah Jantung

Kerusakan
Pertukaran Gas Cemas Kegagalan Pompa
COP
Jantung
Intoleransi Aktifitas
Gangguan Gagal Jantung
Perfusi Jaringan

Resiko Kelebihan
Volume Cairan

Brunner & Suddarth (2002), Kowalak, Welsh (2002), & Price, A. (2005)
E. Gejala Klinis
Nyeri dada penderita infark miokard serupa dengan nyeri angina tetapi lebih
intensif dan berlangsung lama serta tidak sepenuhnya hilang dengan istirahat ataupun
pemberian nitrogliserin. Angina pektoris adalah “jeritan” otot jantung yang
merupakan rasa sakit pada dada akibat kekurangan pasokan oksigen miokard.
Gejalanya adalah rasa sakit pada dada sentral atau retrosentral yang dapat menyebar
ke salah satu atau kedua tangan, leher dan punggung. Faktor pencetus yang
menyebabkan angina adalah kegiatan fisik, emosi berlebihan dan terkadang sesudah
makan. Hal ini karena kegiatan tersebut mencetuskan peningkatan kebutuhan
oksigen. Namun, sakit dada juga sering timbul ketika pasien sedang beristirahat
[ CITATION Sme02 \l 1057 ]. Rasa nyeri hebat sekali sehingga penderita gelisah,
takut, berkeringat dingin dan lemas. Pasien terus menerus mengubah posisinya di
tempat tidur. Hal ini dilakukan untuk menemukan posisi yang dapat mengurangi rasa
sakit, namun tidak berhasil. Kulit terlihat pucat dan berkeringat, serta ektremitas
biasanya terasa dingin [ CITATION Sme02 \l 1057 ]
Pada fase awal infark miokard, tekanan vena jugularis normal atau sedikit
meningkat. Pulsasi arteri karotis melemah karena penurunan stroke volume yang
dipompa jantung. Volume dan denyut nadi cepat, namun pada kasus infark miokard
berat nadi menjadi kecil dan lambat. Bradikardi dan aritmia juga sering dijumpai.
Tekanan darah menurun atau normal selama beberapa jam atau hari. Dalam waktu
beberapa minggu, tekanan darah kembali normal. Dari ausklutasi prekordium
jantung, ditemukan suara jantung yang melemah. Pulsasinya juga sulit dipalpasi.
Pada infark daerah anterior, terdengar pulsasi sistolik abnormal yang disebabkan oleh
diskinesis otot-otot jantung. Penemuan suara jantung tambahan (S3 dan S4),
penurunan intensitas suara jantung dan paradoxal splitting suara jantung S2
merupakan pertanda disfungsi ventrikel jantung. Jika didengar dengan seksama,
dapat terdengar suara friction rub perikard, umumnya pada pasien infark miokard
transmural tipe STEMI [ CITATION Cor02 \l 1057 ]. Berikut ini adalah trias
diagnostik pada infark miokardium
Tabel 1. Trias Diagnostik pada infark miokardium [ CITATION Suy02 \l 1057 ]
Gejala Gejala khas
1. Riwayat nyeri dada yang khas a. Lokasi nyeri dada di bagian dada
depan (bawah sternum) dengan atau
tanpa perjalaran,kadang berupa nyeri
dagu, leher, atau seperti sakit gigi,
penderita tidak bisa menunjuk lokasi
nyeri dengan satu jari tetapi
ditunjukkan dengan telapak tangan.
b. Kualitas nyeri, rasa berat seperti
ditekan atau rasa panas seperti
terbakar.
c. Lama nyeri bisa lebih dari 15 detik
sampai 30 menit.
d. Nyeri dada dapat menjalar ke dagu
leher lengan kiri , punggung dan
epigastrium.
e. Kadang disertai gejala penyerta berupa
keringat dingin , mual, berdebar, atau
sesak. Sering didapatkan factor
pencetus berupa aktivitas fisik emosi
atau stress dan dingin.
f. Nyeri tidak hilang dengan istirahat atau
pemberian nitrogliserin sublingual
2. Adanya perubahan EKG a. Gelombang Q (signifikan infark) atau
Q patologis.
b. Segmen ST (elevasi).
c. Gelombang T (meninggi atau
menurun).
d. Perubahan EKG pada infark
miokardium, inversi gelombang T
(kiri), elevasi segmen ST (tengah),
gelombang Q yang menonjol
(kanan).gelombang Q menunjukkan
nekrosis miokardium dan bersifat
Irreversibel. Perubahan pada segmen
ST gelombang T diakibatkan karena
iskemia dan akan menghilang sesudah
jangka waktu tertentu
3. Kenaikan enzim otot jantung a. CKMB merupakan enzym yang
spesifik sebagai tanda terjadinya
kerusakan pada otot jantung, enzym ini
meningkat 6-10 jam setelah nyeri dada
dan kembali normal dalam 48-72 jam.
b. Walaupun kurang spesifik,
pemeriksaan Aspartate Amino
Transferase (AST) dapat membantu
bila penderita datang kerumah sakit
sesudah hari ke 3 dari nyeri dada atau
laktat dehydrogenase(LDH) akan
meningkat sesudahhari ke 4 dan
menjadi normal sesudah hari ke 10

Diagnosis STEMI ditegakkan jika ditemukan angina akut disertai elevasi


segmen ST. Nilai elevasi segmen ST bervariasi, tergantung kepada usia, jenis
kelamin, dan lokasi miokard yang terkena. Bagi pria usia ≥40 tahun, S TEMI
ditegakkan jika diperoleh elevasi segmen ST di V1-V3 ≥ 2 mm dan ≥ 2,5 mm bagi
pasien berusia < 40 tahun [ CITATION Suy02 \l 1057 ]. ST elevasi terjadi dalam
beberapa menit dan dapat berlangsung hingga lebih dari 2 minggu [ CITATION
Cor02 \l 1057 ].
Diagnosis Non STEMI ditegakkan jika terdapat angina dan tidak disertai dengan
elevasi segmen ST yang persisten. Gambaran EKG pasien Non STEMI beragam,
bisa berupa depresi segmen ST, inversi gelombang T, gelombang T yang datar atau
pseudo-normalization, atau tanpa perubahan EKG saat presentasi. Untuk
menegakkan diagnosis Non STEMI, perlu dijumpai depresi segmen ST ≥ 0,5 mm di
V1-V3 dan ≥ 1 mm di sandapan lainnya. Selain itu dapat juga dijumpai elevasi
segmen ST tidak persisten (<20 menit), dengan amplitudo lebih rendah dari elevasi
segmen ST pada STEMI. Inversi gelombang T yang simetris ≥ 2 mm semakin
memperkuat dugaan Non STEMI [ CITATION Suy02 \l 1057 ].
F. Komplikasi [ CITATION Sme02 \l 1057 ]
1. Gagal jantung kongestif
Apabila jantung tidak bisa memompa keluar semua darah yang
diterimanya,dapat mengakibatkan gagal jantung kongestif. Gagal jantung dapat
timbul segera setelah infrak apabila infark awal berukuran sangat luas atau timbul
setelah pengaktifan refleks baro reseptor terjadi peningkatan darah kembali
kejantung yang rusak serta kontriksi arteri dan arteriol disebelah hilir. Hal ini
menyebabkan darah berkumpul dijantung dan menimbulkan peregangan
berlebihan terhadap sel-sel otot jantung. Apabila peregangan tersebut cukup hebat,
maka kontraktilitas jantung dapat berkurang karena sel-sel otot tertinggal pada
kurva panjang tegangan.
2. Disritmia
Dapat timbul akibat perubahan keseimbangan elektrolit dan penurunan PH.
Daerah-daerah dijantung yang mudah teriritasi dapat mulai melepaskan potensial
aksi sehingga terjadi disritmia.
3. Syok Kardiogenik
Dapat terjadi apabila curah jantung sangat berkurang dalam waktu lama. Syok
kardiogenik dapat fatal pada waktu infark atau menimbulkan kematian atau
kelemahan beberapa hari atau minggu kemudian akibat gagal paru atau ginjal
karena organ-organ ini mengalami iskemia. Syok kardiogenik biasanya berkaitan
dengan kerusakan sebanyak 40% massa otot jantung.
4. Tromboembolus
Embolus tersebut dapat menghambat aliran darah kebagian jantung yang
sebelumnya tidak rusak oleh infark semula. Embolus tersebut juga dapat mengalir
keorgan lain, menghambat aliran darahnya dan menyebabkan infark di organ
tersebut.
5. Terjadi perikarditis,peradangan selaput jantung.
Perikarditis terjadi sebagai bagian dari reaksi peradangan setelah cidera dan
kematian sel. Sebagian jenis perikarditis dapat timbul beberapa minggu setelah
infark, dan mungkain mencerminkan suatu reaksi hipersensitifitas imun terhadap
nekrosis jaringan.
G. Pemeriksaan Penunjang [ CITATION Man00 \l 1057 ]
Penegakan diagnosa serangan jantung berdasarkan gejala, riwayat kesehatan
prbadi dan kelarga, serta hasil test diagnostik.
1. Electrocardiogram ( EKG )
Pada EKG 12 lead, jaringan iskemik tetapi masih berfungsi akan
menmghasilkan perubahan gelombang T, menyebabkan inervasi saat aliran listrik
diarahkan  menjauh dari jaringan iskemik, lebih serius lagi, jaringan iskemik akan
mengubah segmen ST menyebabkan depresi ST. Pada infark, miokard yang mati
tidak  mengkonduksi listrik dan gagal untuk repolarisasi secara normal,
mengakibatkan elevasi segmen ST. Saat nekrosis terbentuk, dengan penyembuhan
cincin iskemik disekitar area nekrotik, gelombang Q terbentuk. Area nekrotik
adalah jaringan parut yang tak aktif secara elektrikal, tetapi zona nekrotik akan
menggambarkan perubahan gelombang T saat iskemik terjasi lagi. Pada awal
infark miokard, elevasi ST disertai dengan gelombang T tinggi. Selama berjam-
jam atau berhari-hari berikutnya, gelombang T membalik. Sesuai dengan umur
infark miokard, gelombang Q menetap dan segmen ST kembali normal. 
Gambaran spesifik pada rekaman EKG
Daerah infark Perubahan EKG
Anterior Elevasi segmen ST pada lead V3 -V4, perubahan
resiprokal (depresi ST) pada lead II, III, aVF.
Inferior Elevasi segmen T pada lead II, III, aVF, perubahan
resiprokal (depresi ST) V1 – V6, I, aVL.
Lateral Elevasi segmen ST pada I, aVL, V5 – V6.
Posterior Perubahan resiprokal (depresi ST) pada II, III, aVF,
terutama gelombang R pada V1 – V2.
Ventrikel kanan Perubahan gambaran dinding inferior
2. Test Darah
Selama serangan, sel-sel otot jantung mati dan pecah sehingga protein-
protein  tertentu keluar masuk aliran darah.
a. LDH (Laktat Dehidrogenisasi) terjadi pada tahap lanjut infark miokard yaitu
setelah 24 jam kemudian mencapai puncak  dalam 3-6 hari. Masih dapat
dideteksi sampai dengan 2 minggu.Iso enzim LDH lebih spesifik dibandingkan
CPK-MB akan tetapi penggunaan klinisnya masih kalah akurat dengan nilai
Troponin, terutama Troponin T. Seperti yang kita ketahui bahwa ternyata
isoenzim CPK-MB maupun LDH selain ditemukan pada otot jantung juga bisa
ditemukan pada otot skeletal.
b. Troponin T &  I merupakan protein merupakan tanda paling  spesifik cedera
otot jantung, terutama Troponin T (TnT)Tn T sudah terdeteksi 3-4 jam pasca
kerusakan miokard  dan masih tetap tinggi  dalam serum selama 1-3
minggu.Pengukuran serial enzim jantung diukur setiap selama tiga hari
pertama; peningkatan bermakna jika nilainya 2 kali batas tertinggi nilai
normal.  

H. Penatalaksanaan [ CITATION Man00 \l 1057 ]


1. Medis
Tujuan penatalaksanaan medis adalah memperkecil kerusakan jantuang
sehingga mengurangi kemungkinan terjadinya komplikasi. Kerusakan jantung
diperkecil dengan cara segera mengembalikan keseimbangan antara kebutuhan
dan suplai oksigen jantung. Terapi obat-obatan ,pemberian O2, tirah baring
dilakukan secara bersamaan untuk tetap mempertahankan jantung. Obat-obatan
dan O2 digunakan untuk meningkatkan suplay O2, sementara tirah baring
digunakan untuk mengurangi kebutuhan O2. Hilangnya nyeri merupakan
indicator utama bahwa kebutuhan dan suplai O2 telah mencapai keseimbangan.
Dan dengan penghentian aktifitas fisik untuk mengurangi beben kerja jantung
membatasi luas kerusakan.
2. Farmakologi
Terdapat 3 kelas obat-obatan yang digunakan untuk meningkatkan suplai
oksigen:
1. Vasodilator, untuk mengurangi nyeri jantung (Nitrogliserin)
2. Anti koagulan, untuk mempertahankan integritas jantung (Heparin)
3. Trombolitik, mekanisme pembekuan dalam tubuh (Streptokinase)

Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
1. Identitas pasien
2. Riwayat kesehatan
3. Riwayat kesehatan saat ini keluhan pasien, seperti:
a. Nyeri dada
b. Sesak nafas
c. Edem
4. Riwayat kesehatan keluarga: tanyakan pada angota keluarganya adakah anggota
keluarganya yang mengalami penyakit yang sama dengan pasien saat ini. Serta
riwayat penyakit lainnya seperti: Darah tinggi, Diabetes, Penyakit jantung
5. Riwayat kesehatan masa lalu: tanyakan pada pasien apakah pernah mengalami
penyakit yang sama dengan yang dialami saat ini atau penyakit lain seperti:
Diabetes, Stroke, Hipertensi, atau Jantung.
6. Kebiasaan klien: apakah klien perokok, apakan klien kurang olah raga, apakah
klien tidak menjaga pola makan, dan lainnya.
7. Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum :
2. Kesadaran :
8. Pemeriksaan penunjang:
a. Pemeriksaan laboratorium: Peningkatan enzim jantung, peningkatan SGOT,
SGPT, dan peningkatan leukosit.
b. Elektrokardiografi: apakah terdapat kelainan pada hasil EKG.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Perubahan pola napas berhubungan dengan infark ditandai dengan sesak.
b. Nyeri berhubungan dengan iskemia dan infark jaringan miokard ditandai dengan
keluhan nyeri dada.
c. Gangguan keseimbangan cairan berhubungan dengan penurunan perfusi organ
ditandai dengan edema.
d. Perubahan pola nutrisi berhubungan dengan kondisi yang mempengaruhi masukan
nutrisi/peningkatan kebutuhan metabolik ditandai dengan kelebihan berat badan.
e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen ditandai dengan kelemahan dalam aktivitas.
f. Ansietas berhubungan dengan ancaman kehilangan/kematian ditandai dengan
ketakutan, gelisah dan perilaku takut.
3. Intervensi
1. Nyeri.
a. Kaji nyeri secara komprehensif.
b. Kaji dan catat TD dan HR secara teratur.
c. Kolaborasi pemberian analgetik.
d. Tenangkan pasien selama episode nyeri, temani pasien bila mungkin.
e. Observasi dan laporkan efek samping dari obat nyeri: hipotensi, brakikardi,
sulit miksi.
f. Berikan terapi O2 sesuai program.
2. Gangguan keseimbangan elektrolit.
a. Auskultasi bunyi nafas untuk mengetahui adanya krekels.
b. Kaji keseimbangan cairan.
c. Timbang berat badan tiap hari.
d. Catak intake dan output klien.
e. Berikan diet natrium rendah/minuman.
f. Kolaborasi pemberian diuretik.
g. Pantau kalium sesuai indikasi.
3. Perubahan pola nutrisi:
a. Kaji nutrisi secara kontinyu.
b. Timbang BB setiap hari.
c. Dokumentasikan input dan output cairan selama 24 jam.
d. Kolaborasi pemeriksaan keseimbangan nitrogen.
e. Berikan larutan nutrisi pada kecepatan yang dianjurkan melalui alat control
infuse sesuai kebutuhan.
f. Catat kandungan elektrolit dari larutan nutrisional.
g. Jadwalkan aktivitas dengan istirahat.
4. Intoleransi aktivitas:
a. Pantau pasien terhadap tanda intolenransi aktivitas.
b. Monitor tanda gejala curah jantung menurun atau gagal jantung (TTV).
c. Auskultasi lapang paru setiap dua jam terhadap krekels, yang dapat terjadi pada
retensi cairan dengan gagal jantung.
d. Palpasi nadi perifer secara berkala.
e. Kolaborasi pemberikan O2 dan obat-obatan sesuai program.
f. Anjurkan klien untuk beristirahat.
5. Ansietas:
a. Identifikasi dan ketahui persepsi pasien terhadap ancaman/situasi..
b. Catat adanya kegelisahan, menolak dan menyangkal mengikuti program medis.
c. Mempertahankan kepercayaan.
d. Kaji tanda verbal/nonverbal kecemasan dan tinggal dengan pasien. Lakukan
tindakan bila pasien menunjukkan perilaku merusak.
e. Orientasikan pasien atau orang terdekat terhadap prosedur rutin dan aktivitas
yang di harapkan dan berikan informasi secara konsisten sesuai indikasi.
f. Anjurkan pasien atau orang terdekat untuk mengkomunikasikan dengan
seseorang, berbagi pertanyaan dan masalah.
g. Berikan periode istirahat atau waktu tidur tidak terputus, lingkungan tenang,
dengan tipe kontrol pasien, jumlah rangsangan eksternal.
h. Berikan privasi untuk pasien dan orang terdekat.
i. Dukung kemandirian, perawatan sendiri dan pembuatan keputusan dalam
rencana pengobatan.
j. Dukung keputusan tentang harapan setelah pulang.
DAFTAR PUSTAKA

Corwin, & Corwin, E. J. (2009). Buku saku patofisiologi corwin. Jakarta: Aditya Media.

Mansjoer, Arif, & dkk. (2007). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aeslulapius.

Smeltzer, C. S., & Bare, G. B. (2002). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.

Suyono. (2002). Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Wilson, P. &. (2005). Patofisisologi, Konsep Klinis, Proses penyakit. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai