Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN GERONTIK

PASIEN DENGAN DIABETES MELLITUS

DI PUSKESMAS CIPTOMULYO MALANG

Disusun Oleh:

SUCI ARTHAYANI

201910461011001

KELOMPOK 5

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2019
BAB I

KONSEP TEORI

1.1 Definisi
Diabetes Melitus merupakan salah satu penyakit gangguan metabolik menahun
akibat pankreas tidak dapat memproduksi cukup insulin atau tubuh tidak dapat
menggunakan insulin yang diproduksi secara efektif (PERKENI, 2015). Sedangkan
menurut Price & Wilson (2010), DM adalah gangguan metabolisme yang secara genetik
dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi
karbohidrat. Senada dengan pengertian yang lain, Smeltzer dan Bare (2008)
mendefinisikan DM adalah suatu sindrom gangguan metabolisme yang ditandai dengan
hiperglikemia sebagai akibat defisiensi sekresi insulin, berkurangnya aktivitas biologi
insulin, atau keduanya.
Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolism yang ditandai dengan
hiperglikemi yang berhubungan dengan abnormalitas metabolism karbohidrat, lemak,
dan protein yang disebabkan oleh penurunan sekresi insulin atau penurunan sensitivitas
insulin atau keduanya dan menyebabkan komplikasi kronis mikrovaskuler, dan
neuropati (Elin, 2009).

1.2 Etiologi dan Klasifikasi


1) Diabetes Mellitus
Klasifikasi DM menurut WHO 2016, adalah sebagai berikut:
a) Diabetes Melitus tipe 1 atau Insulin Dependent Diabetes Melitus Diabetes Melitus
tipe 1 dahulu dikenal sebagai tipe juvenile onset. Penyakit ini muncul di berbagai
usia dengan jumlah kasus baru 30.000 setiap tahunnya. Terdapat 2 subtipe DM tipe
1 yaitu autoimun dan idiopatik. Tipe autoimun terjadi akibat disfungsi autoimun
dengan kerusakan sel beta pankreas. Tipe selanjutnya yaitu tipe idiopatik, terjadi
tanpa adanya bukti autoimun dan tidak diketahui sumber atau penyebabnya. Subtipe
ini sering ditemui pada etnik dengan keturunan Afrika-Amerika dan Asia.

2
b) Diabetes Melitus tipe 2 atau Non Insulin Dependent Diabetes Melitus Diabetes
Melitus tipe 2 biasanya terjadi pada usia di atas 30 tahun. Penyakit ini terjadi karena
penurunan produksi insulin atau peningkatan resistensi insulin. Insulin secara
fisiologis akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Oleh karena
terikatnya insulin pada reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi metabolisme
glukosa dalam sel. Resistensi insulin pada DM 8 tipe 2 disertai dengan penurunan
reaksi intrasel. Pada keadaaan tersebut insulin menjadi tidak efektif untuk
menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.
c) Diabetes Melitus gestasional Diabetes Melitus tipe ini merupakan DM yang
berkembang selama masa kehamilan dan menjadi salah satu faktor risiko
berkembangnya diabetes pada ibu setelah melahirkan. Bayi yang dilahirkan
cenderung akan mengalami obesitas serta berpeluang mengalami penyakit DM pada
usia dewasa.
d) Diabetes Melitus tipe lain Tipe khusus lain adalah kelainan dalam sel beta seperti
yang dikenali pada Maturity Onset Diabetes of the Young (MODY). Diabetes
subtipe ini memiliki prevalensi familial yang tinggi dan bermanifestasi sebelum usia
14 tahun. Pasien seringkali obesitas dan resisten terhadap insulin. Kelainan genetik
telah dikenali dengan baik dalam empat bentuk mutasi dan fenotif yang berbeda
(MODY 1, MODY 2, MODY 3, MODY 4). Diabetes Melitus tipe lain juga
mencakup kelainan genetik pada kerja insulin, penyakit endokrin seperti cushing
syndrome dan akromegali, obat-obat yang bersifat toksik terhadap sel sel beta, serta
infeksi.

1.3 Faktor Risiko


Faktor risiko terjadinya penyakit DM dapat dibagi menjadi faktor yang dapat
dimodifikasi dan tidak dapat dimodifikasi. Adapun faktor risiko yang tidak dapat
diubah adalah sebagai berikut (Baradero dkk, 2012):
a) Faktor genetik
Seseorang memiliki saudara sedarah yang merupakan penderita DM tipe 2 memiliki
risiko 3 kali mengalami DM dibandingkan dengan yang tidak.

3
b) Usia
Berbagai studi memperlihatkan peningkatan prevalensi DM seiring pertambahan
usia.
c) Jenis kelamin
Studi yang dilakukan Center for Disease Control and Prevention tahun 2008
menunjukkan peningkatan kejadian DM pada wanita sebesar 4,8% dibandingkan
pria yang sebesar 3,2%. Hal ini dikaitkan dengan pola makan yang tidak seimbang
dan aktivitas fisik yang kurang.
Adapun faktor risiko DM yang dapat dimodifikasi adalah sebagai berikut:
a) Obesitas
Obesitas adalah kondisi yang menggambarkan penumpukan lemak dalam tubuh
akibat asupan makanan melebihi kebutuhan tubuh.
b) Latihan fisik
Latihan fisik akan mengubah senyawa glukosa dan lemak menjadi energi di jaringan
dan pembuluh darah
c) Asupan makan
Asupan makan yang tidak seimbang Asupan kalori yang berlebihan akan
menyebabkan ketidakseimbangan kalori yang diterima dengan yang digunakan oleh
tubuh, sehingga terjadi peningkatan berat badan akibat penimbunan kalori.
d) Stress
Reaksi dari respon stress adalah terjadinya sekresi pada sistem saraf simpatis yang
diikuti oleh sekresi simpatis-adrenal-medular. Apabila stress menetap, maka sistem
hipotalamus-pituitari akan diaktifkan. Hipotalamus mensekresi corticotropine
releasing factor yang menstimulasi pituitari anterior untuk memproduksi
adenocorticotropic factor yang akan menstimulasi produksi kortisol yang akan
memengaruhi peningkatan kadar glukosa darah.

1.4 Manifestasi klinis


Manifestasi klinis pada tipe I yaitu IDDM (Smeltzer dan Bare, 2008), yaitu sebagai
berikut :

4
a) Polipagia, poliura, berat badan menurun, polidipsia, lemah, dan somnolen yang
berlangsung agak lama, beberapa hari atau seminggu.
b) Timbulnya ketoadosis dibetikum dan dapat berakibat meninggal jika tidak segera
mendapat penanganan atau tidak diobati segera.
c) Pada diabetes mellitus tipe ini memerlukan adnaya terapi insulin untuk mengontrol
karbohidrat di dalam sel. Sedangkan manifestasi klinis untuk NIDDM atau diabetes
tipe II antara lain :Jarang adanya gejala klinis yamg muncul, diagnosa untuk
NIDDM ini dibuat setelah adanya pemeriksaan darah serta tes toleransi glukosa di
didalam laboratorium, keadaan hiperglikemi berat, kemudian timbulnya gejala
polidipsia, poliuria, lemah dan somnolen, ketoadosis jarang menyerang pada
penderita diabetes mellitus tipe II ini.

1.5 Patofisiologi
Pada diabetes tipe ini terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin
itu sendiri, antara lain: resisten insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin
terikat pada reseptor khususdi permukaan sel. Akibat dari terikatnya insulin tersebut
maka, akan terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolism glukosa dalam sel tersebut.
Resisstensi glukosa pada diabetes mellitus tipe II ini dapat disertai adanya penurunan
reaksi intra sel atau dalam sel. Dengan hal – hal tersebut insulin menjadi tidak efektif
untuk pengambilan glukosa oleh jaringan tersebut. Dalam mengatasai resistensi insulin
atau untuk pencegahan terbentuknya glukosa dalam darah, maka harus terdapat
peningkatan jumlah insulin dalam sel untuk disekresikan . Pada pasien atau penderita
yang toleransi glukosa yang terganggu, keadaan ini diakibatkan karena sekresi insulin
yang berlebihan tersebut, serta kadar glukosa dalam darah akan dipertahankan dalam
angka normal atau sedikit meningkat. Akan tetapi hal-hal berikut jika sel-sel tidak
mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan terhadap insulin maka, kadar glukosa
dalam darah akan otomatis meningkat dan terjadilah Diabetes Melitus Tipe II ini.
Walaupun sudah terjadi adanya gangguan sekresi insulin yang merupakan cirri khas
dari diabetes mellitus tipe II ini, namun masih terdapat insulin dalam sel yang adekuat
untuk mencegah terjadinya pemecahan lemak dan produksi pada badan keton yang

5
menyertainya. Dan kejadian tersebut disebut ketoadosis diabetikum, akan tetapi hal ini
tidak terjadi pada penderita diabetes melitus tipe II (Price & Wilson, 2010).

6
1.6 Pathway

Umur

1.7
Komplikasi
Beberapa komplikasi dari Diabetes Mellitus (Price & Wilson, 2010), yaitu :
a) Akut
 Hipoglikemia dan hiperglikemia
 Penyakit makrovaskuler : mengenai pembuluh darah besar, penyakit jantung
koroner (cerebrovaskuler, penyakit pembuluh darah kapiler).

7
 Penyakit mikrovaskuler, mengenai pembuluh darah kecil, retinopati,
nefropati.
b) Neuropati saraf sensorik (berpengaruh pada ekstrimitas), saraf otonom berpengaruh
pada gastro intestinal, kardiovaskuler
c) Komplikasi menahun Diabetes Mellitus
 Neuropati diabetic
 Retinopati diabetic
 Nefropati diabetic
 Proteinuria
 Kelainan koroner
 Ulkus/gangren

1.8 Pemeriksaan Penunjang


1) Pemeriksaan fisik
a) Inspeksi : melihat pada daerah kaki bagaimana produksi keringatnya (menurun
atau tidak), kemudian bulu pada jempol kaki berkurang (-).
b) Palpasi : akral teraba dingin, kulit pecah - -pecah , pucat, kering yang tidak
normal, pada ulkus terbentuk kalus yang tebal atau bisa jugaterapa lembek.
c) Pemeriksaan pada neuropatik sangat penting untuk mencegah terjadinya ulkus
2) Pemeriksaan Vaskuler
a) Pemeriksaan Radiologi yang meliputi : gas subkutan, adanya benda asing,
osteomelietus.
b) Pemeriksaan Laboratorium
 Pemeriksaan darah yang meliputi : GDS (Gula Darah Sewaktu), GDP
(Gula Darah Puasa)
 Pemeriksaan urine , dimana urine diperiksa ada atau tidaknya kandungan
glukosa pada urine tersebut. Biasanya pemeriksaan dilakukan
menggunakan cara Benedict (reduksi). Setelah pemeriksaan selesai hasil
dapat dilihat dari perubahan warna yang ada : hijau (+), kuning (++),
merah (+++), dan merah bata (++++).

8
 Pemeriksaan kultur pus Bertujuan untuk mengetahui jenis kuman yang
terdapat pada luka dan untuk observasi dilakukan rencana tindakan
selanjutnya.
 Pemeriksaan Jantung meliputi EKG sebelum dilakukan tindakan
pembedahan.

1.9 Penatalaksanaan
Untuk penatalaksanaan pada penderita ulkus DM khususnya penderita
setelah menjalani tindakan operasi debridement yaitu termasuk tindakan perawatan
dalam jangka panjang.
a) Medis
Menurut Sugondo (2009 ), penatalaksaan secara medis sebagai berikut :
1) Obat hiperglikemik Oral
2) Insulin
 Ada penurunan BB dengan drastis
 Hiperglikemi berat
 Munculnya ketoadosis diabetikum
 Gangguan pada organ ginjal atau hati
3) Pembedahan
4) Pada penderita ulkus DM dapat juga dilakukan pembedahan yang bertujuan
untuk mencegah penyebaran ulkus ke jaringan yang masih sehat,
tindakannya antara lain :
 Debridement : pengangkatan jaringan mati pada luka ulkus
diabetikum
 Neucrotomi
 Amputasi
b) Keperawatan
Menurut Sugondo (2009), dalam penatalaksaan medis secara keperawatan
yaitu :
1) Diit

9
Diit harus diperhatikan guna mengontrol peningkatan glukosa.
2) Latihan
Latihan pada penderita dapat dilakukan seperti olahraga kecil, jalan – jalan
sore, senam diabetik untuk mencegah adanya ulkus.
3) Pemantauan
Penderita ulkus mampu mengontrol kadar gula darahnya secara mandiri dan
optimal.
4) Terapi insulin
Terapi insulin dapat diberikan setiap hari sebanyak 2 kali sesudah makan
dan pada malam hari.
5) Penyuluhan kesehatan
Penyuluhan kesehatan dilakukan bertujuan sebagai edukasi bagi penderita
ulkus dm supaya penderita mampu mengetahui tanda gejala komplikasi pada
dirinya dan mampu menghindarinya.
6) Nutrisi
Nutrisi disini berperan penting untuk penyembuhan luka debridement,
karena asupan nutrisi yang cukup mampu mengontrol energy yang
dikeluarkan.
7) Stress Mekanik
Untuk meminimalkan BB pada ulkus. Modifikasinya adalah seperti bedrest,
dimana semua pasin beraktifitas di tempat tidur jika diperlukan. Dan setiap
hari tumit kaki harus selalu dilakukan pemeriksaan dan perawatan
(medikasi) untuk mengetahui perkembangan luka dan mencegah infeksi luka
setelah dilakukan operasi debridement tersebut.
8) Tindakan pembedahan
Fase pembedahan ada dua klasifikasi antara lain :
Derajat 0 : perawatan local secara khusus tidak dilakukan atau tidak ada.
Derajat I – IV : dilakukan bedah minor serta pengelolaan medis, dan
dilakukan perawatan dalam jangka panjang sampai dengan luka terkontrol
dengan baik.

10
BAB II

ASUHAN KEPERAWATAN

2.1 Pengkajian
1) Biodata
a) Identitas Pasien (nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan,
agama, suku, alamat,status, tanggal masuk, tanggal pengkajian, diagnose
medis).
Penderita DM pada usia ≥ 15 tahun dengan angka proporsi yakni 6,9%
diperkirakan jumlah absolut penderita diabetes melitus di Indonesia telah
mencapai sekitar 12 juta jiwa. Pada lansia berumur lebih dari 65 tahun
ditemukan sebanyak 8,6% dari mereka menderita Diabetes Melitus tipe 2.
Prevalensi kejadian DM Tipe 2 pada wanita lebih tinggi daripada laki-laki.
Wanita lebih berisiko mengidap diabetes karena secara fisik wanita memiliki
peluang peningkatan indeks masa tubuh yang lebih besar.
b) Identitas penanggung jawab (nama,umur,pekerjaan, alamat, hubungan dengan
pasien).
2) Riwayat kesehatan
a) Keluhan utama , biasanya keluhan utama yang dirasakan pasien saat dilakukan
pengkajian. Pada pasien post debridement ulkus kaki diabetik yaitu nyeri 5 – 6
(skala 0 - 10).
b) Riwayat kesehatan sekarang
Data diambil saat pengkajian berisi tentang perjalanan penyakit pasien dari
sebelum dibawa ke IGD sampai dengan mendapatkan perawatan di bangsal.
c) Riwayat kesehatan dahulu Adakah riwayat penyakit terdahulu yang pernah
diderita oleh pasien tersebut, seperti pernah menjalani operasi berapa kali, dan
dirawat di RS berapa kali.
d) Riwayat kesehatan keluarga

11
Riwayat penyakit keluarga , adakah anggota keluarga dari pasien yang
menderita penyakit Diabetes Mellitus karena DM ini termasuk penyakit yang
menurun.
3) Pola Fungsional Gordon
a) Pola persepsi kesehatan: adakah riwayat infeksi sebelumnya,persepsi pasien dan
keluarga mengenai pentingnya kesehatan bagi anggota keluarganya.
b) Pola nutrisi dan cairan : pola makan dan minum sehari – hari, jumlah makanan
dan minuman yang dikonsumsi, jeni makanan dan minuman, waktu berapa kali
sehari, nafsu makan menurun / tidak, jenis makanan yang disukai, penurunan
berat badan.
c) Pola eliminasi : mengkaji pola BAB dan BAK sebelum dan selama sakit ,
mencatat konsistensi,warna, bau, dan berapa kali sehari, konstipasi, beser.
d) Pola aktivitas dan latihan : reaksi setelah beraktivitas (muncul keringat dingin,
kelelahat/ keletihan), perubahan pola nafas setelah aktifitas, kemampuan pasien
dalam aktivitas secara mandiri.
e) Pola tidur dan istirahat : berapa jam sehari, terbiasa tidur siang, gangguan
selama tidur (sering terbangun), nyenyak, nyaman.
f) Pola persepsi kognitif : konsentrasi, daya ingat, dan kemampuan mengetahui
tentang penyakitnya.
g) Pola persepsi dan konsep diri : adakah perasaan terisolasi diri atau perasaan
tidak percaya diri karena sakitnya.
h) Pola reproduksi dan seksual
i) Pola mekanisme dan koping : emosi, ketakutan terhadap penyakitnya,
kecemasan yang muncul tanpa alasan yang jelas.
j) Pola hubungan : hubungan antar keluarga harmonis, interaksi , komunikasi, car
berkomunikasi
k) Pola keyakinan dan spiritual : agama pasien, gangguan beribadah selama sakit,
ketaatan dalam berdo’a dan beribadah.
4) Pemeriksaan Fisik
a) Keadaan umum

12
Penderita post debridement ulkus dm biasanya timbul nyeri akibat
pembedahanskala nyeri (0 - 10), luka kemungkinan rembes pada balutan.
Tanda-tanda vital pasien (peningkatan suhu, takikardi), kelemahan akibat sisa
reaksi obat anestesi.
b) Sistem pernapasan
Ada gangguan dalam pola napas pasien (takipnea), biasanya pada pasien post
pembedahan pola pernafasannya sedikit terganggu akibat pengaruh obat
anesthesia yang diberikan di ruang bedah dan pasien diposisikan semi fowler
untuk mengurangi atau menghilangkan sesak napas.
c) Sistem kardiovaskuler
Denyut jantung, pemeriksaan meliputi inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi
pada permukaan jantung, tekanan darah dan nadi meningkat.
d) Sistem pencernaan
Pada penderita post pembedahan biasanya ada rasa mual akibat sisa bius,
setelahnya normal dan dilakukan pengkajian tentang nafsu makan, bising usus,
berat badan.
e) Sistem musculoskeletal
Pada penderita ulkus diabetic biasanya ada masalah pada sistem ini karena pada
bagian kaki biasannya jika sudah mencapai stadium 3 – 4 dapat menyerang
sampai otot. Dan adanya penurunan aktivitas pada bagian kaki yang terkena
ulkus karena nyeri post pembedahan.
f) Sistem intregumen
Turgor kulit biasanya normal atau menurun akibat input dan output yang tidak
seimbang. Pada luka post debridement kulit dikelupas untuk membuka jaringan
mati yang tersembunyi di bawah kulit tersebut.

2.2 Diagnosa Keperawatan


a) Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik
b) Gangguan integritas jaringan berhubunan dengan neuropati perifer
c) Risiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasif

13
d) Gangguan Mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri akut
e) Ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan manajemen medikasi
tidak terkontrol.

2.3 Rencana Tindakan dan Intervensi

No Diagnosa Rencana Tindakan Intervensi


1 Nyeri akut b/d agen Setelah dilakukan Manajemen Nyeri (I.08238)
cidera fisik (D.0077) tindakan keperawatan 1. Identifikasi lokasi, karakteristik,
selama 1x24 jam, ddurasi, frekuensi, kualitas, dan
diharapkan “Tingkat intensitas nyeri
Nyeri (L/08066)” 2. Identifikasi respons nyeri non
menurun, dengan kriteria verbal
hasil : 3. Identifikasi faktor yang
1. Keluhan nyeri memperberat dan memperingan
menurun nyeri
2. Kesulitan tidur 4. Monitor keberhasilan terapi
menurun komplementer yang sudah
3. Gelisah menurun diberikan
4. Mual menurun 5. Monitor efek samping
5. Pola tidur meningkat pemberian analgesic
6. Berikan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
7. Fasilitasi istirahat dan tidur
8. Jelaskan strategi meredakan
nyeri
9. Kolaborasi pemberian
analgesic.

Pemberian Analgesik (I.08243)


1. Identifikasi karakteristik nyeri
2. Identifikasi riwayat alergi obat
3. Identifikasi kesesuaian jenis
analgesic
4. Monitor TTV sebelum dan
sesudah pemberian analgesic
5. Monitor efektifiktas analgesic
6. Pertimbangkan penggunaan
infus kontinu, atau bolus opioid
7. Jelaskan efek terapi dan efek
samping obat
8. Kolaborasi pemberian dosis dan
jenis analgesik
2 Gangguan integritas Setelah dilakukan Perawatan Area Insisi (I.14558)
jaringan berhubungan tindakan keperawatan 1. Periksa lokasi insisi adanya

14
dengan neuropati selama 1x24 jam, kemerahan, bengkak, atau
perifer (D.0129) diharapkan “Pemulihan tanda-tanda dehisen atau
Pasca Bedah (L.14129)” eviserasi
meningkat, dengan 2. Monitor proses oenyembuhan
kriteria hasil: area insisi
1. Kenyamanan 3. Monitor tanda dan gejala infeksi
meningkat 4. Bersihkan area insisi dengan
2. Selera makan pembersih yang tepat
meningkat 5. Usap area insisi dari area yang
3. Mobilitas meningkat bersih menuju area yang kurang
4. Waktu penyembuhan bersih
menurun 6. Berikan salep antiseptic, jika
5. Area luka operasi perlu
membaik 7. Ganti balutan luka sesuai jadwal
8. Ajarkan meminimalkan tekanan
pada tempat insisi

3 Risiko infeksi Setelah dilakukan Perawatan Luka (I.14564)


berhubungan dengan tindakan keperawatan 1. Monitor karakteristik luka
efek prosedur invasif selama 1x24 jam, 2. Monitor tanda-tanda infeksi
diharapkan “Tingkat 3. Lepaskan balutan dan
(D.0142)
Infeksi (L.14137)” plester secara perlahan
menurun, dengan kriteria 4. Bersihkan dengan cairan
hasil: NaCl
1. Demam menurun 5. Bersihkan jaringan nekrotik
2. Kemerahan 6. Berikan salep yang sesuai
menurun ke kulit/lesi
3. Nyeri menurun 7. Pasang balutan sesuai jenis
4. Bengkak luka
menurun 8. Berikan diet dengan 30-35
5. Kadar sel darah kkal/kgBB/hari dan protein
membaik 1,25-1,5 g/kgBB/hari
9. Koloborasi pemberian
debridement
10. Kolaborasi pemberian
antibiotic

15
DAFTAR PUSTAKA

American Diabetes Association. 2014. Standarts of Medical Care in Diabetes 2014. Diabetes Care
[Serial Online].

Baradero, M. Dayrit, M Siswadi, Y. 2012. Seri Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Endokrin. Jakarta: EGC Buku Kedokteran.

PERKENI. 2015. Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia 2015. Jakarta:
PB PERKENI.

PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik, Edisi 1.
Jakarta: DPP PPNI.

PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan Kperawatan, Edisi
1. Jakarta: DPP PPNI.

PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil, Edisi 1. Jakarta:
DPP PPNI.

Price, W. 2010. Patofisiologi. Jakarta: EGC.

Smeltzer S. C. Bare, B. G. 2008. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah Brunner Suddart. Jakarta:
EGC Buku Kedokteran.

Soegondo, S. Soewondo, P. Subekti, I. 2009. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. Jakarta:


Balai Penerbitan FK UI.

Wagner, 1983, Classification of Diabetic Foot Ulcers, Dalam NICE Clinical Guideline, 2015,
Diabetic Foot Problems Prevention and Management, National Institute For Health And
Care Excellence

World Health Organization. 2016. Global Report On Diabetes. Geneva: WHO.

16

Anda mungkin juga menyukai