Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN KASUS ILMU KESEHATAN ANAK

ANAK LAKI-LAKI USIA 7 TAHUN DENGAN DIAGNOSIS ISK


(PIELONEFRITIS)

Pembimbing:
dr. Meiriani Sari, M.Sc, Sp.A

Penyusun:
Vania Trixie Pinontoan
406182039

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


RUMAH SAKIT SUMBER WARAS
PERIODE 5 AGUSTUS 2019 – 13 OKTOBER 2019
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TARUMANAGARA
JAKARTA

1
HALAMAN PENGESAHAN

Nama : Vania Trixie Pinontoan


NIM : 406182039
Fakultas : Kedokteran
Universitas : Tarumanagara
Tingkat : Program Studi Profesi Dokter (PSPD)
Bagian : Ilmu Kesehatan Anak
Periode : 5 Agustus 2019 – 13 Oktober 2019
Pembimbing : dr. Meiriani Sari, M.Sc, Sp. A IBCLC
Diajukan : Agustus 2019

Telah diperiksa dan di sahkan tanggal ____________________

Mengetahui,
Kepala SMF Ilmu Kesehatan Anak Pembimbing
Rumah Sakit Sumber Waras

dr. Hendy Halim, MSc., Sp. A dr. Meiriani Sari, M.Sc, Sp. A IBCLC

2
PENDAHULUAN

Infeksi saluran kemih merupakan suatu infeksi yang disebabkan oleh pertumbuhan
mikroorganisme di dalam saluran kemih manusia yang melibatkan ginjal, ureter, buli-buli,
ataupun uretra. Infeksi saluran kemih disebabkan oleh berbagai macam bakteri diantaranya
E. Coli, klebsiella sp, proteus sp, providensiac, P.aeruginosa, acinobacter, dan enterococu
faecali, namun 90% disebabkan oleh E.Coli. ISK pada anak memiliki gejala dan tanda
yang tidak spesifik dan juga dikarenakan pengumpulan sampel urine untuk pemeriksaan
dan interpretasi hasil konfirmasi diagnosis pada anak tidak mudah. Penanganan ISK yang
tidak adekuat dan terlambat akan menyebabkan terjadinya gagal ginjal akut, bakterimia,
sepsis, meningitis atau dapat berulang, dan pada akhirnya dapat menyebabkan kerusakan
ginjal permanen, hipertensi serta gagal ginjal kronik tahap akhir.

Dalam 8 tahun pertama, Sekitar 7% - 8% anak perempuan dan 2 % anak laki-laki


mengalami ISK. Berdasarkan lokasi, ISK dapat diklasifikasikan dengan ISK atas seperti
pielonefritis atau bawah seperti sistitis dan urelitiasis. Kebanyakan infeksi ini tidak
berkomplikasi dan berespon terhadap pengobatan, namun demikian 30-40% lainnya
mengalami episode berulang dalam 2 tahun. Diagnosis ISK ditegakkan berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium yang dipastikan dengan biakan
1
urin.

3
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : An. MRZ Jenis Kelamin : Laki-laki

TTL: Jakarta, 19 November 2011

Usia : 7 tahun 8 bulan Suku Bangsa : Betawi

Pendidikan : SD Agama : Islam

Alamat : Grogol Petamburan Tanggal Masuk RS : 5 Agustus 2019

Tanggal Pemeriksaan : 5 Agustus 2019 No RM : 67-06-35


Jam : 10.00

II. Riwayat Penyakit Sekarang


 Dilakukan alloanamnesis terhadap orang tua pasien pada tanggal 5 Agustus 2019,
pukul 11.00 WIB
 Keluhan utama : Nyeri pinggang sejak 1 bulan.

Ibu pasien datang membawa pasien ke poli anak dengan keluhan nyeri pinggang bagian
kanan sejak 1 bulan sebelum masuk rumah sakit. Nyeri dirasakan ketika pasien habis
beraktifitas dan menghilang ketika pasien istirahat. Nyeri dirasakan seperti pegal-pegal.
Nyeri dirasakan memberat dalam 1 bulan terakhir. Pasien mengeluh buang air kecil
berdarah 2 kali dalam 1 bulan terakhir. Kecing dikatakan berwarna orange kemerahan,
namun tidak ada nyeri saat berkemih. Keluhan Frekuensi BAK meningkat dirasakan pasien
1 hari sebelum masuk rumah sakit. BAK sebanyak lebih dari 10 kali dalam 24 jam. Kecing
dikatakan berwarna jernih.

Keluhan tambahan demam sejak 1 minggu yang lalu yaitu pada tanggal 29 juli 2019.
Demam dirasakan dengan pola hilang timbul. Demam mulai muncul sekitsr pukul 18.00
dan dirasakan naik secara perlahan dan memuncak pada malam hari pukul 22.00 saat

4
pasien beristirahat. Suhu tertinggi pasien yang diukur oleh ibu mencapai 38 °C. Demam
turun ketika diberikan obat penurun panas.

Keluhan tambahan frekuensi BAB bertambah dari biasanya sejak 1 minggu yang lalu.
BAB dirasakan tidak lama setiap pasien habis makan. BAB 6 kali dalam 24 jam.
Konsistensi BAB pasien lebih lunak, berwana coklat, tidak ada lendir maupun darah.

Keluhan tambahan lain muntah 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien muntah
setiap kali sehabis pasien makan. Isi muntah pasien adalah cairan dan makanan yang baru
dimakan pasien sebanyak kurang lebih ¼ - ½ gelas air mineral. Keluhan nyeri perut, BAB
berdarah, batuk, pilek disangkal.

III. Riwayat Penyakit Dahulu


 Pasien belum pernah mengalami keluhan serupa dan belum pernah dirawat
dirumah sakit karena kaluhan lain.
IV. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang mengalami hal serupa dengan pasien.

V. Riwayat Perinatal
 Anak ke 2 dari 3 bersaudara
 Lahir cukup bulan dengan persalinan normal
 BBL 2700 gram, PBL 42 cm
 Selama kehamilan rutin Kontrol ANC sesuai jadwal
 Tidak ada penyulit kehamilan maupun persalinan.
 Keadaan saat lahir: Bayi cukup bulan, sesuai masa kehamilan, tonus otot baik, dan
bayi langsung menangis, tidak ada kelainan

VI. Riwayat Imunisasi


 Hep B : usia 0 bulan
 Polio: usia 1,2,3,4 bulan
 BCG: usia 1 bulan

5
 DPT/Hep B/Hib: usia 2, 3, 4, bulan
 Campak: 9 bulan
 Imunisasi lain : -
 Kesan : Imunisasi dasar lengkap, booster/ ulangan belum dilakukan.

VII. Riwayat Perkembangan dan Pertumbuhan


Riwayat Pertumbuhan
 BBL = 2700 gr PBL= 42 cm
 BB = 22 kg PB = 123 cm
Riwayat Perkembangan
 Angkat kepala : usia 2 bulan
 Tengkurap : usia 5 bulan
 Duduk : usia 6 bulan
 Merangkak : usia 7 bulan
 Berdiri dan berjalan : usia 9 dan 11 bulan
 Bicara : usia 1 tahun
 PSC-17 = 0
 Tanner stage : 1
 Kesan : pertumbuhan dan perkembangan sesuai usia

VIII. Riwayat Asupan Nutrisi


 ASI eksklusif selama 14 bulan
 Makanan pendamping sejak usia 6 bulan
 Makanan padat mulai usia 12 bulan
 Kebutuhan kalori sebesar 1760 kkal
 Kebutuhan protein 23 gram
 Kebutuhan cairan 1540 cc/24 jam

6
Menu Jumlah makanan Kalori

Pagi - - -

Siang Nasi + sayur 1 porsi 160 kkal

Malam Nasi +ayam+ bihun ½ porsi 190 kkal

Total 350 kkal

Kesan: secara kuantitas tidak mencukupi kebutuhan energi, secara kualitas cukup
bervariasi

IX. Pemeriksaan Fisik


Tanggal pemeriksaan : 5-8-19 ; pukul 11.00 WIB
Kesadaran (pGCS) : E3V5M4
Keadaan umum : tampak lemas
Skala nyeri :4
Nadi : 90 x/menit, reguler, isi cukup
Suhu : 36,5 °C
TD : 100/60 mmHg
Pernapasan : 23 x/menit, reguler
 Antropometri :
BB = 22 kg TB = 123 cm
 Plotting CDC :
 BB/U : P25 – P50 (normal)
 TB/U : P25 – P50 (normal)
 Waterlow : 98%  gizi baik

7
 Status Generalis
• Kepala: normocephali, tidak teraba massa, rambut berwarna hitam, rambut terdistribusi
merata, tidak mudah dicabut, kulit kepala tidak ada kelainan
• Mata: bentuk simetris, pupil bulat, isokor, 3mm/3mm, refleks cahaya (+/+),
konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), mata cekung (-)
• Hidung: deviasi (-), sekret (-/-), napas cuping hidung (-/-)
• Telinga: dalam batas normal, sekret (-/-)
• Mulut: sianosis (-), bibir kering, mukosa oral basah, faring hiperemis (-), tonsil T1/T1,
hiperemis (-), tremor lidah (-)
• Leher: trakea di tengah, tidak ada pembesaran KGB submandibular (-)

• Thorax
Paru-paru
- Inspeksi : Bentuk simetris, retraksi (-)
- Palpasi : Tidak teraba massa, krepitasi (-), nyeri (-)
- Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
- Auskultasi : Vesikuler di seluruh lapang paru, rh (-/-), wh (-/-)

Jantung
- Inspeksi : pulsasi iktus kordis tidak tampak
- Palpasi : Pulsasi iktus kordis teraba di ICS IV MCLS.
- Perkusi : batas jantung dalam batas normal
- Auskultasi :S1 dan S2 dbn, murmur (-), gallop (-)

• Abdomen
- Inspeksi : tampak datar, jejas (-), massa (-)
- Auskultasi : BU (+) 10x/ menit, bruit (-)
- Palpasi : supel, turgor kulit kembali dengan cepat, massa (-), nyeri tekan (-)
- Perkusi : timpani pada ke- 4 kuadran

8
• Tulang Belakang : dalam batas normal, kifosis (-), lordosis (-), skoliosis (-), Nyeri
ketok CVA (+/-)
• Ekstremitas : akral hangat, CRT <2 detik, edema (-/-)
• Kulit: dalam batas normal, sianosis (-)
• Anus dan Genitalia : tanner 1, hiperemis (-), sekret (-), anus (+)
• KGB: Tidak terdapat pembesaran KGB
• Pemeriksaan neurologis :
- Rangsang meningeal = Negatif
- Saraf cranialis I-XII = kesan normal
- Reflek fisiologis : biceps (+/+), triceps (+/+), patella (+/+), achilles (+/+)
- Reflek patologis : babinski (-/-), chaddock (-/-), gordon (-/-), schaeffer (-/-),
hoffman tromner (-/-), klonus paha (-/-), klonus kaki (-/-), oppenheim (-/-)
- Normotoni, normotrofi
- Kekuatan = kesan normal

X. Pemeriksaan Penunjang
a. Lab darah tanggal 5 Agustus 2019

Darah Nilai Acuan


Lengkap

Eritrosit 4,78 3,70 – 5.20 jt/uL


Hemoglobin 12,5 10,7 – 14,7 g/dL
Hematokrit 37,2 35,0 – 43,0 %
Trombosit 364 150 - 440 ribu/ uL
Leukosit 8,3 5,0 – 14,5 ribu/uL
Indeks Eritrosit
MCV/ VER 77,8 78,0 – 102,0/ fl
MCH/ HER 26,2 25,0 – 35,0 pg
MCHC/ KHER 33,6 31,0 – 37,0
Hitung Jenis
Basofil 0 0–1%

9
Eosinofil 4 0–3%
Batang 1 0–6%
Segmen 52 50 – 70 %
Limfosit 35 20 – 40 %
Monosit 4 0–8%
LED 3 0 – 10 mm/ jam
Kimia Darah
Albumin 4,4 3,5 – 5,2 g/dL
Kolesterol Total 153 0 – 200 mg/dL

b. Urine lengkap tanggal 5 Agustus 2019

Hasil
Urinalisa Nilai Acuan
5/8/19
Warna Kuning
Kejernihan Jernih
Glukosa - -
Bilirubin - -
Keton - -
Berat Jenis 1.025 1.005 – 1.030
Darah - -
pH 6 4.5 – 8.0
Protein - -
Urobilinogen 0.2 0.1 -1.0
Nitrit - -
Esterase Leukosit - -
Sedimen urin
Leukosit 0–2 0-6/LPB
Eritrosit 3–4 0-3/LPB
Silinder - -

10
Epitel +
Kristal - -
Bakteri - -
Lain-lain - -

 Ro Abdomen Tanpa Kontras 1 Posisi


BNO :
Pre peritoneal fat dinding-dinding abdomen kanan dan kiri tegas
Tidak ada batu opak sepanjang traktus urinarius
Tidak ada usus-usus halus yang melebar
Colon yang berisi gas hanya terlihat di colon kanan kiri dan rectosigmoid. Letak colon
rectosigmoid agak ke lateral kanan
Kesan: Polos abdomen – tidak jelas kelainan

 Ultrasonografi

Kesimpulan : Ginjal kanan dan kiri kesan normal, tidak terlihat batu/bendungan, vesica
urinaria kesan dengan cystitis

11
XI. Resume
Telah diperiksa seorang anak laki-laki usian 7 tahun 8 bulan dengan keluhan nyeri
pinggang kanan 1 bulan yang lalu. Nyeri dirasakan saat beraktivitas dan berkurang saat
pasien istirahat. Kencing berdarah dirasakan pasien 2 kali dalam satu bulan terakhir.
Kencing berwarna orange kemerahan. Frekuensi BAK meningkat, lebih dari 10 kali perhari
1 hari yang lalu. Frekuensi BAB 6 kali perhari dengan konsistensi yang lunak, berwarna
coklat. Muntah 2 kali 1 hari yang lalu yang berisi makanan dan air. Keluhan demam sejak
1 minggu yang lalu dengan pola hilang timbul dan turun dengan obat penurun panas. Pada
pemeriksaan fisik ditemukan nyeri ketok CVA kanan. Pada pemeriksaan penunjang darah
lengkap di temukan MCV yang menurun dan eosinophilia, urine lengkap ditemukan epitel
positif dan eritrosit yang meningkat, dan USG dengan kesan vesica urinaria dengan kesan
sistitis.

XII. DAFTAR MASALAH/DIAGNOSA


Daftar Masalah:
- Nyeri pinggang kanan
- Kencing berdarah
- Frekuensi BAB dan BAK meningkat

XIII. PENGKAJIAN
a. Clinical Reasoning
ISK adalah infeksi yang disebabkan oleh pertumbuhan mikroorganisme di dalam
saluran kemih manusia yang melibatkan ginjal, ureter, buli-buli, ataupun uretra. ISK
ISK dapat diklasifikasikan dengan ISK atas seperti pielonefritis atau bawah seperti
sistitis dan urelitiasis.
XIV. Diagnosis Utama
ISK (Pielonefritis)
XV. Rencana Diagnostik:
Biakan urine

12
XVI. TATALAKSANA
a. Rencana Terapi Farmakologis
- Ceftriaxone 3 x 750 mg IV
- Dexamethasone 3 x 2,5 mg IV
- Zinc 1 x 20 mg
- L bio 2 x 1 sachet
b. Rencana Terapi Non-Farmakologis
- Kebutuhan cairan : 1540 cc/hari
Oral: on demand
IVFD KDN 1000 cc/24 jam
- Kebutuhan kalori = 1760 kkal/hari
- Kebutuhan protein = 23 gr/hari
Diet : Nasi dengan lauk 3x sehari, snack buah 1 porsi 2x sehari
c. Rencana Evaluasi
- Observasi tanda-tanda vital (nadi, suhu, pernapasan) tiap 3 jam
- Observasi balance cairan tiap hari
d. Edukasi
- Menjelaskan kepada orang tua mengenai infeksi saluran kemih
- Menjelaskan pasien untuk menghabiskan antibiotic yang diresepkan saat pulang
- Menjelaskan pasien untuk minum air putih 8 gelas per hari
- Menjelaskan kepada pasien agak tidak mehan kencing
- Menjelaskan pasien untuk makan makanan bergizi

XVII. PROGNOSIS
 Ad vitam : ad bonam
 Ad sanationam : ad bonam
 Ad functionam : ad bonam

13
XVIII. KESIMPULAN
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, pasien di diagnosa
mengalami infeksi saluran kemih pielonefritis. Pasien telah diberi antibiotik ceftriaxone,
dexamethasone, zinc dan l bio. Pasien sudah diijinkan pulang tanggal 8/8/19 dan diberi
obat pulang cefixime, azitromisin dan dexamethasone. Pasien disaran kan untuk kontrol ke
poli tanggal 13/8/19.

14
TINJAUAN PUSTAKA

Infeksi Saluran Kemih


` Definisi
Infeksi saluran kemih (Urinary Tract Infection=UTI) adalah bertumbuh dan
berkembang biaknya kuman atau mikroba dalam saluran kemih dalam jumlah bermakna.

Epidemiologi
Infeksi Saluran Kemih lebih banyak ditemukan pada anak perempuan yaitu 3-5 %
di bandingkan anak laki-laki yaitu 1%. Pada anak laki-laki, ISK jauh lebih sering terjadi
pada anak yang tidak disunat. Prevalensi ISK bervariasi berdasarkan usia. Selama tahun
pertama kehidupan, rasio penderita laki-laki: rasio wanita adalah 2,8-5,4 : 1. Sedangkan
dalam tahun pertama sampai tahun kedua kehidupan, perbandingan rasio laki-laki: rasio
perempuan adalah 1:10.3
Pada anak-anak prasekolah usia, prevalensi anak perempuan dengan infeksi tanpa
gejala yang akhirnya didiagnosa oleh aspirasi suprapubik adalah 0,8%dibandingkan
dengan 0,2% pada anak laki-laki. Pada kelompok usia sekolah, angka insidensi bakteriuria
pada perempuan lebih banyak 30 kali dibandingkan pada anak laki-laki.4

Etiologi
Escherichia coli (E.coli) merupakan kuman penyebab tersering (60-80%) pada ISK
serangan pertama. Kuman lain penyebab ISK yang sering adalah Proteus mirabilis,
Klebsiella pneumonia, Klebsiella oksitoka, Proteus vulgaris, Pseudomonas aeroginosa,
Enterobakter aerogenes, dan Morganella morganii, Stafilokokus, dan Enterokokus.2

Patogen pada ISK Simpleks Patogen pada ISK Kompleks

Escherichia coli Escherichia coli

Staphylococcus saprophyticus Klebsiella

Klebsiella Enterobacter fecalis

15
Enterococcus fecalis Serratia marcescens

Proteus mirabilis

Pseudomonas aeruginosa

Group B sreptococci

Tabel 1. Etiologi ISK

Klasifikasi

ISK pada anak dapat dibedakan berdasarkan gejala klinis, lokasi infeksi, dan
kelainan saluran kemih. Berdasarkan gejala, ISK dibedakan menjadi ISK asimtomatik dan
simtomatik. ISK asimtomatik ialah bakteriuria bermakna tanpa gejala. ISK simtomatik
yaitu terdapatnya bakteriuria bermakna disertai gejala dan tanda klinik. ISK simtomatik
dapat dibagi dalam dua bagian yaitu infeksi yang menyerang parenkim ginjal, disebut
pielonefritis dengan gejala utama demam, dan infeksi yang terbatas pada saluran kemih
bawah (sistitis) dengan gejala utama berupa gangguan miksi seperti disuria, polakisuria,
kencing mengedan (urgency).2,3

Berdasarkan lokasi infeksi, ISK dibedakan menjadi ISK atas dan ISK bawah. ISK
atas (upper UTI) merupakan ISK bagian atas terutama parenkim ginjal, lazimnya disebut
sebagai pielonefritis sedangkan ISK bawah (lower UTI) adalah bila infeksi di vesika
urinaria (sistitis) atau uretra. Batas antara atas dan bawah adalah hubungan vesikoureter.2,3

Berdasarkan kelainan saluran kemih, ISK dibedakan menjadi ISK simpleks dan
ISK kompleks. ISK simpleks (simple UTI, uncomplicated UTI) adalah infeksi pada saluran
kemih yang normal tanpa kelainan struktural maupun fungsional saluran kemih yang
menyebabkan stasis urin. ISK kompleks (complicated UTI) adalah ISK yang disertai
dengan kelainan anatomik dan atau fungsional saluran kemih yang menyebabkan stasis
ataupun aliran balik (refluks) urin. Kelainan saluran kemih dapat berupa batu saluran

16
kemih, obstruksi, anomali saluran kemih, kista ginjal, bulibuli neurogenik, benda asing,
dan sebagainya.2,3

ISK non spesifik adalah ISK yang gejala klinisnya tidak jelas. Ada sebagian kecil
(10-20%) kasus yang sulit digolongkan ke dalam pielonefritis atau sistitis, baik
berdasarkan gejala klinik maupun pemeriksaan penunjang yang tersedia. 2

Lokasi Infeksi
Lokasi ISK dapat ditentukan secara klinik, laboratorium, dan pencitraan. Gejala
klinis ISK bawah pada umumnya lebih ringan, berupa disuria, polakisuria, kencing
mengedan atau urgensi, sedangkan ISK atas atau pielonefritis biasanya disertai demam dan
nyeri punggung. Pada ISK atas, pada pemeriksaan urin didapatkan silinder leukosit.
Silinder leukosit cukup spesifik sebagai bukti infeksi di ginjal, tetapi pada
leukosituria yang hebat, silinder ini sering tidak tampak terutama pada urin yang bersifat
alkalis sehingga sensitivitasnya menjadi rendah.
Berbagai parameter pemeriksaan serum dapat digunakan untuk membedakan
pielonefritis akut dengan ISK bawah, antara lain neutrofil, LED, CRP, prokalsitonin, IL-
1β, IL-6, dan TNF-α. Parameter laboratorium ini meningkat pada ISK, tetapi lebih tinggi
pada pielonefritis akut daripada ISK bawah dan peningkatan ini berbeda secara bermakna.
Kadar prokalsitonin yang tinggi dapat digunakan sebagai prediktor yang valid untuk
pielonefritis akut pada anak dengan ISK febris (febrile urinary tract infection).
Perlu ditekankan bahwa tidak satupun dari uji laboratorium tersebut di atas yang
dapat dianggap sebagai baku emas (gold standard) untuk membedakan ISK atas dan ISK
bawah.
Pemeriksaan skintigrafi ginjal DMSA (dimercaptosuccinic acid renal scan)
merupakan baku emas untuk menentukan pielonefritis akut, namun pemeriksaan ini tidak
rutin dilakukan. Skintigrafi DMSA mempunyai sensitivitas > 90% dan spesifitas 100%
dalam mendiagnosis pielonefritis akut.2,3

17
Patogenesis
Patogenesis ISK adalah infeksi ascending dari bakteri yang berasal dari kolon,
berkoloni di perineum dan masuk ke kandung kemih melalui uretra. Infeksi pada kandung
kemih akan menimbulkan reaksi inflamasi, sehingga timbul nyeri pada suprapubik. Infeksi
pada kandung kemih ini disebut sistitis. Gejala yang timbul pada sistitis meliputi disuria
(nyeri saat berkemih), urgensi (rasa ingin miksi terus menerus), sering berkemih,
inkontinensia, dan nyeri suprapubik. Pada sistitis umumnya tidak terdapat gejala demam
dan tidak menimbulkan kerusakan ginjal.
Pada beberapa kasus, infeksi akan menjalar melalui ureter ke ginjal sehingga timbul
pielonefritis. Pada keadaan normal, papilla pada ginjal memiliki mekanisme antirefluks
yang mencegah urin untuk memasuki tubulus pengumpul ginjal. Namun terdapat papilla,
terutama yang terletak pada bagian atas dan bawah ginjal, tidak memiliki mekanisme ini
sehingga refluks intrarenal bisa terjadi. Urin yang terinfeksi akan masuk kembali,
menstimulasi terjadinya respon imun dan inflamasi yang pada akhirnya akan menyebabkan
terjadinya luka dan parut pada ginjal. Infeksi saluran kemih juga bisa terjadi pada
penyebaran kuman secara hematogen, misalnya pada endokarditis dan neonatus dengan
bakteremia.2

Manifestasi Klinis

Gejala klinik ISK pada anak sangat bervariasi, ditentukan oleh intensitas reaksi
peradangan, letak infeksi (ISK atas dan ISK bawah), dan umur pasien. Sebagian ISK pada
anak merupakan ISK asimtomatik, umumnya ditemukan pada anak umur sekolah. ISK
asimtomatik
Pada pielonefritis dapat dijumpai demam tinggi disertai menggigil, gejala saluran
cerna seperti mual, muntah, diare. Tekanan darah pada umumnya masih normal, dapat
ditemukan nyeri pinggang. Gejala neurologis dapat berupa iritabel dan kejang. Nefritis
bakterial fokal akut adalah salah satu bentuk pielonefritis, yang merupakan nefritis
bakterial interstitial yang dulu dikenal sebagai nefropenia lobar. 1

18
Gambar 2.1 Patogenesis ISK

Diagnosis
Diagnosis ISK ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
laboratorium yang dipastikan dengan biakan urin. ISK serangan pertama umumnya
menunjukkan gejala klinik yang lebih jelas dibandingkan dengan infeksi berikutnya.
Gangguan kemampuan mengontrol kandung kemih, pola berkemih, dan aliran urin dapat
sebagai petunjuk untuk menentukan diagnosis. Demam merupakan gejala dan tanda klinik
yang sering dan kadang-kadang merupakan satu-satunya gejala ISK pada anak.1
Diagnosis infeksi saluran kemih tergantung pada biakan bakteri yang berasal dari
urin. Penemuan setiap bakteri di dalam urin yang berasal dari kandung kemih atau pelvis
ginjal menunjukkan adanya infeksi. Diagnosis yang tepat mungkin sulit ditetapkan, karena
seringkali kontaminasi spesimen yang dikeluarkan atau pengobatan penderita sebelumnya
dengan antibiotika.3
Pada anak-anak yang terlatih menggunakan toilet, biakan urine yang diperoleh dari
aliran urin pancar tengah (mid stream urine) diperoleh sesudah membersihkan meatus
uretra dengan larutan povidon-iodium dan membersihkannya dengan air steril atau larutan
garam faali, biasanya memuaskan. Pada wanita, labia harus dibuka secara manual untuk

19
menghindarkan kontaminasi atau kontak urin dengan kulit. Pada laki-laki yang tidak
dikhitan, preputium harus ditarik ke belakang. 3
Untuk spesimen dari pancaran tengah, hitungan koloni seringkali digunakan untuk
membedakan spesimen yang terinfeksi dan yang terkontaminasi. Biakan yang
menunjukkan lebih dari 105 koloni/ mL organisme tunggal spesifikasinya lebih dari 90%
untuk infeksi saluran kemih. Namun demikian, harus diketahui, bahwa hitungan koloni
yang lebih rendah pada penderita terinfeksi mungkin disebabkan karena kekeringan yang
berlebihan, pengosongan kandung kemih yang terlalu dini, atau karena pengobatan dengan
antibiotika; hitungan demikian tidak mengesampingkan infeksi. Penggunaan pungsi
suprapubik kandung kemih yang penuh dengan jarum suntik berukuran 25 atau 22
menyajikan hasil yang terpercaya. Dengan anak telah terhidrasi secara tepat (bila kandung
kemih dapat diperkusi atau dipalpasi), kulit didisinfeksi dan pungsi dilakukan selebar jari
di garis tengah di atas pubis.3

Urinalisis
Pemeriksaan urinalisis meliputi leukosituria, nitrit, leukosit esterase, protein, dan
darah. Leukosituria merupakan petunjuk kemungkinan adanya bakteriuria, tetapi tidak
dipakai sebagai patokan ada tidaknya ISK. Leukosituria biasanya ditemukan pada anak
dengan ISK (80-90%) pada setiap episode ISK simtomatik, tetapi tidak adanya leukosituria
tidak menyingkirkan ISK. Bakteriuria dapat juga terjadi tanpa leukosituria. Leukosituria
dengan biakan urin steril perlu dipertimbangkan pada infeksi oleh kuman Proteus sp.,
Klamidia sp., dan Ureaplasma urealitikum.2
Pemeriksaan dengan stik urin dapat mendeteksi adanya leukosit esterase, enzim yang
terdapat di dalam lekosit neutrofil, yang menggambarkan banyaknya leukosit dalam urin.
Uji nitrit merupakan pemeriksaan tidak langsung terhadap bakteri dalam urin. Dalam
keadaan normal, nitrit tidak terdapat dalam urin, tetapi dapat ditemukan jika nitrat diubah
menjadi nitrit oleh bakteri. Sebagian besar kuman Gram negatif dan beberapa kuman Gram
positif dapat mengubah nitrat menjadi nitrit, sehingga jika uji nitrit positif berarti terdapat
kuman dalam urin. Urin dengan berat jenis yang tinggi menurunkan sensitivitas uji nitrit.
Hematuria kadang-kadang dapat menyertai infeksi saluran kemih, tetapi tidak dipakai

20
sebagai indikator diagnostik. Protein dan darah mempunyai sensitivitas dan spesifitas yang
rendah dalam diagnosis ISK.2
Anti coated bacteri (ACB) dalam urin yang diperiksa dengan menggunakan
fluorescein-labeled anti-immunoglobulin merupakan tanda pielonefritis pada remaja dan
dewasa muda, namun tidak mampu laksana pada anak. 2

Pemeriksaan darah
Berbagai pemeriksaan laboratorium dapat dilakukan untuk membantu menegakkan
diagnosis dan membedakan ISK atas dan bawah, namun sebagian besar pemeriksaan
tersebut tidak spesifik. Leukositosis, peningkatan nilai absolut neutrofil, peningkatan laju
endap darah (LED), C-reactive protein (CRP) yang positif, merupakan indikator non-
spesifk ISK atas. Kadar prokalsitonin yang tinggi dapat digunakan sebagai prediktor yang
valid untuk pielonefritis akut pada anak dengan ISK febris (febrile urinary tract infection)
dan skar ginjal. Sitokin merupakan protein kecil yang penting dalam proses inflamasi.
Prokalsitonin, dan sitokin proinflamatori (TNF-α; IL-6; IL-1β) meningkat pada fase akut
infeksi, termasuk pada pielonefritis akut.

Biakan urin
1. Cara pengambilan spesimen urin
Idealnya, teknik pengumpulan urin harus bebas dari kontaminasi, cepat, mudah
dilakukan untuk semua umur oleh orangtua, murah, dan menggunakan peralatan
sederhana. Sayangnya tidak ada teknik yang memenuhi persyaratan ini. Pengambilan
sampel urin untuk biakan urin dapat dilakukan dengan cara aspirasi suprapubik, kateter
urin, pancar tengah (midstream), dan menggunakan urine collector. Cara terbaik untuk
menghindari kemungkinan kontaminasi ialah dengan aspirasi suprapubik, dan merupakan
baku emas pengambilan sampel urin untuk biakan urin. Kateterisasi urin merupakan
metode yang dapat dipercaya terutama pada anak perempuan, tetapi cara ini traumatis.
Teknik pengambilan urin pancar tengah merupakan metode non-invasif yang bernilai
tinggi, dan urin bebas terhadap kontaminasi dari uretra. Pada bayi dan anak kecil, urin
dapat diambil dengan memakai kantong penampung urin (urine bag atau urine collector).
Pengambilan sampel urin dengan metode urine collector, merupakan metode yang mudah

21
dilakukan, namun risiko kontaminasi yang tinggi dengan positif palsu hingga 80%. Child
Health Network (CHN) guideline (2002) hanya merekomendasikan 3 teknik pengambilan
sampel urin, yaitu pancar tengah, kateterisasi urin, dan aspirasi supra pubik, sedangkan
pengambilan dengan urine bag tidak digunakan. Pengiriman bahan biakan ke laboratorium
mikrobiologi perlu mendapat perhatian karena bila sampel biakan urin dibiarkan pada suhu
kamar lebih dari ½ jam, maka kuman dapat membiak dengan cepat sehingga memberikan
hasil biakan positif palsu. Jika urin tidak langsung dikultur dan memerlukan waktu lama,
sampel urin harus dikirim dalam termos es atau disimpan di dalam lemari es. Urin dapat
disimpan dalam lemar es pada suhu 40C, selama 48-72 jam sebelum dibiak.

2. Interpretasi biakan urin


Urin umumnya dibiak dalam media agar darah dan media McConkey. Beberapa
bakteri yang tidak lazim menyebabkan ISK, tidak dapat tumbuh pada media yang sering
digunakan dan memerlukan media kultur khusus. Interpretasi hasil biakan urin bergantung
pada teknik pengambilan sampel urin, waktu, dan keadaan klinik. Untuk teknik
pengambilan sampel urin dengan cara aspirasi supra pubik, semua literatur sepakat bahwa
bakteriuria bermakna adalah jika ditemukan kuman dengan jumlah berapa pun. Namun
untuk teknik pengambilan sampel dengan cara kateterisasi urin dan urin pancar tengah,
terdapat kriteria yang berbeda-beda.
Berdasarkan kriteria Kass, dengan kateter urin dan urin pancar tengah dipakai
jumlah kuman ≥ 105 cfu per mL urin sebagai bakteriuria bermakna. Dengan kateter urin,
Garin dkk., (2007) menggunakan jumlah > 105 cfu/mL urin sebagai kriteria bermakna, dan
pendapat lain menyebutkan bermakna jika jumlah kuman > 50x103 cfu/mL, dan ada yang
menggunakan kriteria bermakna dengan jumlah kuman > 104 cfu/mL. Paschke dkk. (2010)
menggunakan batasan ISK dengan jumlah kuman > 50x 10 3 cfu/mL untuk teknik
pengambilan urin dengan midstream/clean catch, sedangkan pada neonatus, Lin dkk.
(1999) menggunakan jumlah > 105 cfu/mL, dan Baerton dkk., menggunakan batasan
kuman > 104 cfu/mL jika sampel urin diambil dengan urine bag.

22
Interpretasi hasil biakan urin bukanlah suatu patokan mutlak dan kaku karena
banyak faktor yang dapat menyebabkan hitung kuman tidak bermakna meskipun secara
klinis jelas ditemukan ISK.
Cara lain untuk mengetahui adanya kuman adalah dipslide. Cara dipslide adalah
cara biakan urin yang dapat dilakukan setiap saat dan di mana saja, tetapi cara ini hanya
dapat menunjukkan ada tidaknya kuman, sedang indentifikasi jenis kuman dan uji
sensitivitas memerlukan biakan cara konvensional. 2

Tabel 2.1 Interpretasi hasil biakan urin1


Cara penampungan Jumlah koloni Kemungkinan

infeksi

Pungsi suprapubik Gram (-) ada kuman >99%


Gram (+) beberapa

ribu

Kateterisasi >105 95%

kandung kemih 104-105 Diperkirakan ISK

103-104 Diragukan, ulangi

<103 Tdk ada ISK

(kontaminasi)

Midstream urin

♂ 104 Diperkirakan ISK

♀ 3 x biakan >105 95%

2 x biakan >105 90%

1 x biakan >105 80%

5 x 104 – 105 Diragukan, ulangi

104 – 5 x 104

23
Diperkirakan ISK,
ulangi

Pemeriksaan Radiologi

Tujuan dari studi pencitraan pada anak-anak dengan ISK adalah mengidentifikasi
kelainan anatomi yang mempengaruhi terhadap infeksi. Namun pemilihan pmeriksaan
dengan imaging yang sesuai untuk ISK pada anak masih merupakan kontroversi.

1. Ultrasonografi
Ultrasonografi telah menggeser urografi intravena sebagai pemeriksaan awal
untuk ISK pada anak. Ultrasonografi saja umumnya tidak adekuat untuk investigasi ISK
pada anak-anak, karena tidak dapat diandalkan dalam mendeteksi refluks vesicoureteral,
parut ginjal ataupun perubahan akibat peradangan. Jika refluks atau kelainan morfologi
dapat diidentifikasi, renal scintigraphy and voiding cystourethrography dianjurkan untuk
pemeriksaan lebih lanjut untuk melihat kelainan ginjal atau jaringan parut pada saluran
kemih. Sebuah rekomendasi saat ini adalah bahwa USG harus dihilangkan pada ISK pada
anak-anak jika demam pada bayi dan anak-anak menanggapi pengobatan (afebril dalam
waktu 72 jam), hasil follow up baik, dan tidak ada kelainan berkemih atau bahkan massa
intra abdomen.4

2. Urografi intravena
Urografi Intravena menampilkan gambar anatomi yang tepat dari ginjal dan
dapat dengan mudah mengidentifikasi beberapa kelainan saluran kemih (misalnya, kista,
hidronefrosis). Kelemahan utama dari urografi intravena adalah kurangnya sensitifitas
dibandingkan dengan skintigrafi ginjal dalam deteksi pielonefritis maupun jaringan parut
pada ginjal. Tingginya dosis radiasi dan respon tubuh terhadap kontras sangat perlu
diperhatikan khususnya pada anak-anak. Mengingat kelemahan tersebut, urografi intravena
tampaknya memiliki peran yang kecil dalam mendeteksi ISK pada anak.5

24
3. Skintigrafi Kortikal Ginjal
Skintigrafi Kortikal Ginjal telah mengganti urografi intravena sebagai teknik
standar untuk mendeteksi peradangan ginjal dan adanya jaringan parut pada ginjal.
Skintigrafi Kortikal ginjal dengan technetium-99mblabeled glucoheptonate maupun
Dimercaptosuccinic Acid (DMSA) sangat sensitif dan spesifik. Pemakaian
DMSA menawarkan keuntungan dalam deteksi dini perubahan inflamasi akut dan luka
yang permanen dibandingkan dengan USG atau urografi intravena. Hal ini juga berguna
pada neonatus dan pasien dengan fungsi ginjal yang buruk. Computed tomography
(CT) sensitif dan spesifik untuk mendeteksi pielonefritis akut, tetapi tidak ada studi yang
membandingkan CT dan skintigrafi. Selain itu, CT lebih mahal daripada skintigrafi, selain
itu pemaparan radiasi pada pasien juga lebih tinggi. 6

Tatalaksana
Tata laksana ISK didasarkan pada beberapa faktor seperti umur pasien, lokasi
infeksi, gejala klinis, dan ada tidaknya kelainan yang menyertai ISK. Sistitis dan
pielonefritis memerlukan pengobatan yang berbeda. Keterlambatan pemberian antibiotik
merupakan faktor risiko penting terhadap terjadinya jaringan parut pada pielonefritis.
Sebelum pemberian antibiotik, terlebih dahulu diambil sampel urin untuk pemeriksaan
biakan urin dan resistensi antimikroba. Penanganan ISK pada anak yang dilakukan lebih
awal agar dapat mencegah terjadinya kerusakan ginjal lebih lanjut. 2,6,7
Sampai saat ini masih belum ada keseragaman dalam penanganan ISK pada anak,
dan masih terdapat beberapa hal yang masih kontroversi. Beberapa protokol penanganan
ISK telah dibuat berdasarkan hasil penelitian multisenter berupa uji klinis dan meta-
analisis, meskipun terdapat beberapa perbedaan tetapi protokol penanganan ini saling
melengkapi. Secara garis besar, tata laksana ISK terdiri atas: 1) Eradikasi infeksi akut, 2)
Deteksi dan tata laksana kelainan anatomi dan fungsional pada ginjal dan saluran kemih,
dan 3) Deteksi dan mencegah infeksi berulang.

25
1. Eradikasi infeksi akut
Tujuan eradikasi infeksi akut yaitu mengatasi keadaan akut, mencegah terjadinya
urosepsis dan kerusakan parenkim ginjal. Jika seorang anak dicurigai ISK, berikan
antibiotik dengan kemungkinan yang paling sesuai sambil menunggu hasil biakan urin, dan
terapi selanjutnya disesuaikan dengan hasil biakan urin. Pemilihan antibiotik harus
didasarkan pada pola resistensi kuman setempat atau lokal. Umumnya hasil pengobatan
sudah tampak dalam 48-72 jam pengobatan. Bila dalam waktu tersebut respon klinik belum
terlihat mungkin antibiotik yang diberikan tidak sesuai atau mungkin yang dihadapi adalah
ISK kompleks, sehingga antibiotik dapat diganti. Selain pemberian antibiotik, dianjurkan
untuk meningkatkan asupan cairan.

NICE merekomendasikan penanganan ISK fase akut, sebagai berikut:


 Bayi < 3 bulan dengan kemungkinan ISK harus segera dirujuk ke dokter spesialis anak,
pengobatan harus dengan antibiotik parenteral.
 Bayi ≥ 3 bulan dengan pielonefritis akut/ISK atas:
 Pertimbangkan untuk dirujuk ke spesialis anak.
 Terapi dengan antibiotik oral 7-10 hari, dengan antibiotik yang
resistensinya masih rendah berdasarkan pola resistensi kuman, seperti
sefalosporin atau ko-amoksiklav.
 Jika antibiotik per oral tidak dapat digunakan, terapi dengan antibiotik
parenteral, seperti sefotaksim atau seftriakson selama 2-4 hari dilanjutkan
dengan antibiotik per oral hingga total lama pemberian 10 hari.
 Bayi ≥ 3 bulan dengan sistitis/ ISK bawah:
 Berikan antibiotik oral selama 3 hari berdasarkan pola resistensi kuman
setempat. Bila tidak ada hasil pola resistensi kuman, dapat diberikan
trimetroprim, sefalosporin, atau amoksisilin.
 Bila dalam 24-48 jam belum ada perbaikan klinis harus dinilai kembali,
dilakukan pemeriksaan kultur urin untuk melihat pertumbuhan bakteri dan
kepekaan terhadap obat.5,6

26
Berbagai antibiotik dapat digunakan untuk pengobatan ISK, baik antibiotik yang diberikan
secara oral maupun parenteral, seperti berikut;

Jenis antibiotik Dosis per Hari

Amoksisilin 20 – 40 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3


dosis

Sulfonamida:

Trimetroprim (TMP) – 6 – 12 mg TMP dan 30 – 60 mg


Sulfametoksazol (SMX) SMX/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis

Sulfisoksazol 120 – 150 mg/kgBB/hari dibagi dalam


4 dosis

Sefalosporin

Sefiksim 8 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis

Sefpodiksim 10 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis

Sefprozil 30 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis

Sefaleksin 50 – 100 mg/kgBB/hari dibagi dalam


4 dosis

Lorakarbef 15 – 30 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2


dosis

Siprofloksasin 10 – 20 mg/kgBB 2 kali per hari


dapat dipakai untuk alernatif ISK
kompleks

Tabel 1. Pilihan Antimikrob Oral pada Infeksi Saluran Kemih1

27
Jenis antibiotik Dosis per Hari
Seftriakson 75 mg/kgBB/hari
Sefotaksim 150 mg/kgBB/hari dibagi setiap 6
jam
Seftazidim 150 mg/kgBB/hari dibagi setiap 6
jam
Sefazolin 50 mg/kgBB/hari dibagi setiap 8
jam
Gentamisin 7,5 mg/kgBB/hari dibagi setiap 6
jam
Amikasin 15 mg/kgBB/hari dibagi setiap 12
jam
Tobramisin 5 mg/kgBB/hari dibagi setiap 8
jam
Tikarsilin 300 mg/kgBB/hari dibagi setiap 6
jam
Siprofloksasin 100 mg/kgBB/hari dibagi setiap 6
jam
Tabel 2. Pilihan antimikroba parenteral pada infeksi saluran kemih1

28
ISK pada anak memiliki algoritme penanggulangan seperti berikut. 2

29
Pengobatan Pielonefritis
Para ahli sepakat bahwa antibiotik untuk pielonefritis akut harus mempunyai
penetrasi yang baik ke jaringan karena pielonefritis akut merupakan nefritis interstitialis.
Belum ada penelitian tentang lamanya pemberian antibiotik pada pielonefritis akut, tetapi
umumnya antibiotik diberikan selama 7-10 hari.
Pemberian antibiotik parenteral selama 7 - 14 hari sangat efektif dalam mengatasi
infeksi pada pielonefritis akut, tetapi lamanya pemberian parenteral menimbulkan berbagai
permasalahan seperti masalah seperti kesulitan teknik pemberian obat, pasien memerlukan
perawatan, biaya pengobatan yang relatif mahal, dan ketidaknyamanan bagi pasien dan
orangtua, sehingga dipikirkan untuk mempersingkat pemberian parenteral dan diganti
dengan pemberian oral. Biasanya perbaikan klinis sudah terlihat dalam 24-48 jam
pemberian antibiotik parenteral. sehingga setelah perbaikan klinis, antibiotik dilanjutkan
dengan pemberian antibiotik per oral sampai selama 7-14 hari pengobatan.
Pada kebanyakan kasus, antibiotik parenteral dapat dilanjutkan dengan oral setelah
5 hari pengobatan bila respons klinik terlihat dengan nyata atau setidak-tidaknya demam
telah turun dalam 48 jam pertama. Dianjurkan pemberian profilaksis antibiotik setelah
pengobatan fase akut sambil menunggu hasil pemeriksaan pencitraan. Bila ternyata kasus
yang dihadapi termasuk ke dalam ISK kompleks (adanya refluks atau obstruksi) maka
pengobatan profilaksis dapat dilanjutkan lebih lama. 8

Komplikasi
ISK dapat menyebabkan gagal ginjal akut, bakteremia, sepsis, dan meningitis.
Komplikasi ISK jangka panjang adalah parut ginjal, hipertensi, gagal ginjal, komplikasi
pada masa kehamilan seperti preeklampsia. Parut ginjal terjadi pada 8-40% pasien setelah
mengalami episode pielonefritis akut. Faktor risiko terjadinya parut ginjal antara lain umur
muda, keterlambatan pemberian antibiotik dalam tata laksana ISK, infeksi berulang, RVU,
dan obstruksi saluran kemih.

30
Evaluasi dan tindak lanjut
Konsensus UKK Nefrologi Anak, menyarankan evaluasi dan tindak lanjut ISK
sebagai berikut:
1. Pada ISK atipikal, ISK berulang, pielonefritis akut, dan ISK pada neonatus
2. Pemantauan meliputi pengukuran berkala tekanan darah, pengukuran anrtopometrik,
pertumbuhan dan evaluasi fungsi ginjal, pemeriksaan urinalisis, serta biakan urin berkala
3. Pada ISK kompleks, dianjurkan deteksi timbulnya parut ginjal dengan sintigrafi DMSA
(dimercapto succinic acid) atau PIV (pielografi intravena) sekali 1-2 tahun unuk menilai
timbulnya jaringan parut dan progresivitasnya
4. Perlu dilakukan biakan urin berkala bila ada tanda-tanda kekambuhan. Jika terdapat ISK
berulang diberikan anibiotik yang sesuai dan mengatasi faktor predisposisi timbulnya ISK
berulang.
Selain itu diperlukan juga pemberian antibiotik profilaksis yang bertujuan untuk
mencegah infeksi berulang dan mencegah terjadinya parut ginjal. Beberapa antibiotik yang
dapat digunakan sebagai profilaksis.1,2,6

Tabel.3 Pilihan antibiotik profilaksis2


Jenis antibiotik Dosis per hari

Trimetoprim 1-2 mg/kgbb/hari

Kotrimoksazol

- Trimetoprim 1-2 mg/kgbb/hari

- Sulfametoksazol
5-10 mg/kgbb/hari
Sulfisoksazol
5-10 mg/kgbb/hari
Sefaleksin
10-15 mg/kgbb/hari

31
Nitrofurantoin 1 mg/kgbb/hari

Asam nalidiksat 15-20 mg/kgbb/hari

Sefaklor 15-17 mg/kgbb/hari

Sefiksim 1-2 mg/kgbb/hari

Sefadroksil 3-5 mg/kgbb/hari

Siprofloksasin 1 mg/kgbb/hari

32
DAFTAR PUSTAKA

1. Pudjiadi, Antonius H, dkk Infeksi Saluran Kemih Dalam : Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter
Anak Indonesia. Jilid 1. Jakarta : Badan Penerbit IDAI ; 2010. h.136 - 140
2. Soedarmo, Sumarmo S, dkk. Demam tifoid. Dalam : Buku ajar infeksi & pediatri tropis. Ed. 2.
Jakarta : Badan Penerbit IDAI ; 2008. h. 338-45.
3. Elder JS. Urinary tract infections. Dalam : Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF,
penyunting. Nelson textbook of pediatric. Edisi Ke-18. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2007.
4. Hidayanti E, Rachmadi D. Infeksi Saluran Kemih Kompleks; Bagian Ilmu Kesehatan Anak Rumah
Sakit Hasan Sadikin Bandung. Available at: http://pustaka.unpad.ac.id/wp-
content/uploads/2013/12/Pustaka_Unpad_ISK_-Kompleks.pdf.pdf.
5. Fisher JD, Howes DS, Thornton SL. Pediatric urinary tract infection. Available at:
http://emedicine.medscape.com/article/.
6. Ahmed SM, Swedlund SK. Evaluation and treatment of urinary tract infection in children.
Available at: http://www.aafp.org/afp/.
7. Gupta K, Hooton TM, Naber KG, et al. International clinical practice guidelines for the treatment
of acute uncomplicated cystitis and pyelonephritis in women: A 2010 update by the Infectious
Diseases Society of America and the European Society for Microbiology and Infectious
Diseases. Clin Infect Dis. 2011 Mar. 52(5):e103-20.
8. Wagenlehner FM, Schmiemann G, Hoyme U, Fünfstück R, Hummers-Pradier E, Kaase M, et al.
[National S3 guideline on uncomplicated urinary tract infection: recommendations for treatment
and management of uncomplicated community-acquired bacterial urinary tract infections in adult
patients]. Urologe A. 2011 Feb. 50(2):153-69.

33

Anda mungkin juga menyukai