Anda di halaman 1dari 23

MODEL PEMBELAJARAN KONTRUKTIVISME UNTUK

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA PEMBEJALARAN


IPA TENTANG PESAWAT SEDERHANA
(Penelitian Tindakan Kelas di Kelas V SD Negeri 106209 Sukaramai
Kecamatan Sei Rampah Kabupaten Serdang Bedagai Tahun Pelajaran
2019/2020)

PROPOSAL

Diajukan Untuk Penulisan Skripsi Sebagai Sebagian Dari


Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh:
RISKA ADELIA
NIM: 1183111003

PROGRAM S1 PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


JURUSAN PENDIDIKAN PRA SEKOLAH DAN SEKOLAH DASAR
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
DESEMBER 2020
MODEL PEMBELAJARAN KONTRUKTIVISME UNTUK MENINGKATKAN
HASIL BELAJAR SISWA PADA PEMBEJALARAN IPA TENTANG PESAWAT
SEDERHANA
(Penelitian Tindakan Kelas di Kelas V SD Negeri 106209 Sukaramai Kecamatan Sei Rampah
Kabupaten Serdang Bedagai Tahun Pelajaran 2019/2020)

PROPOSAL SKRIPSI

Diajukan Untuk Penulisan Skripsi Sebagai Sebagian Dari


Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh
RISKA ADELIA
NIM: 1183111003

Telah disetujui dan disahkan oleh


Pembimbing

Dra. Sorta Simanjuntak, M.Pd.

Mengetahui
Ketua Program Studi
Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Dr. Irsan Rangkuti, M.Pd., M.Si.


PROPOSAL PENELITIAN
A. Judul
Model Pembelajaran Konstruktivisme untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa
pada Pembelajaran IPA Tentang Pesawat Sederhana
(Penelitian Tindakan Kelas di Kelas V SD Negeri 106209 Sukaramai Kecamatan Sei
Rampah Kabupaten Serdang Bedagai Tahun Pelajaran 2019/2020)

B. Bidang Kajian
Hasil Belajar siswa pada pembelajaran IPA tentang pesawat sederhana dan
model pemebelajaran konstruktivisme.
C. Latar Belakang
Meningkatkan mutu pendidikan merupakan harapan yang harus dicapai, baik menurut
tujuan nasional maupun tujuan lembaga yang terkait di dalamnya, yang salah satunya
yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa, taqwa, terampil serta bisa menjadi warga Negara
yang demokratis, dan bertanggung jawab. Sudah sepatutnya semua elemen tenaga
kependidikan, baik yang berperan sebagai pendidik ataupun elemen lain yang menunjang
terhadap penyelenggaraan pendidikan berusaha keras agar dapat mewujudkan cita-cita
tersebut. Hal ini sesuai dengan menurut UndangUndang No 20 Tahun 2003 Tentang
sistem Pendidikan Nasional pada BAB II Dasar, Fungsi dan Tujuan Pasal 2-3 di tegaskan
bahwa:
“Pendidikan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan
dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”

Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan di Indonesia


berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah masyarakat dan
orang tua. Kerjasama antara ketiga pihak diharapkan dapat mewujudkan tercapainya tujuan
pendidikan nasional, untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia
seutuhnya. Manusia Indonesia seutuhnya artinya manusia yang beriman dan bertaqwa
terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, memiliki kepribadian yang mantap,
mandiri, serta tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
Sejauh ini pendidikan masih didominasi oleh pandangan bahwa pengetahuan sebagai
perangkat fakta-fakta yang harus dihafal. Kelas masih berfokus pada guru sebagai sumber
utama pengetahuan, kemudian ceramah menjadi pilihan utama strategi belajar. Untuk itu,
diperlukan sebuah strategi belajar “baru” yang lebih memberdayakan siswa. Sebuah strategi
belajar yang tidak mengharuskan siswa menghafal fakta-fakta, tetapi sebuah strategi yang
mendorong siswa mengkonstruksikan pengetahuan di benak mereka sendiri.
Ada kecenderungan dewasa ini untuk kembali pada pemikiran bahwa anak akan
belajar lebih baik jika lingkungan belajar diciptakan alamiah. Belajar akan lebih bermakna
jika anak mengalami apa yang dipelajarinya, bukan mengetahuinya dan menghafalkannya.
Pembelajaran yang berorientasi target penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetensi
jangka pendek, tetapi gagal dalam membekali anak memecahkan persoalan dalam jangka
panjang. Terutama dalam mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam ( IPA).
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) adalah pengetahuan yang rasional dan objektif tetang
alam semesta dengan segala isinya. IPA membahas tentang gejala-gejala alam yang disusun
secara sistematis oleh manusia yang didasarkan pada hasil percobaan dan pengamatan yang
dilakukan manusia. Pembelajaran IPA berupaya membangkitkan minat manusia agar mau
meningkatkan kecerdasan dan pemahamannya tentang alam seisinya yang penuh rahasia yang
tak habis-habisnya. Khusus untuk IPA hendaknya membuka kesempatan untuk memupuk
rasa ingin tahu siswa secara alamiah dengan dikaitkan dalam kehidupan sehari-hari.
Berdasarkan pengamatan, diperoleh gambaran bahwa ternyata kesulitan yang
dihadapi oleh para siswa adalah mereka kurang mampu mengaitkan konsep-konsep IPA yang
dipelajarinya dengan kegiatan kehidupan seharihari. Dan pada umumnya siswa belajar
dengan menghafal konsep-konsep IPA bukan belajar untuk mengerti konsep-konsep IPA.
Permasalahan yang dihadapi siswa di SD adalah hasil belajar IPA yang belum tuntas hanya
20% (5 orang) siswa yang sudah mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM), selebihnya
80% (15 orang) siswa belum mencapai KKM. Hal ini disebabkan dalam pembelajaran IPA
guru selalu menggunakan metode ceramah yang menjadikan siswa bosan, dan jenuh sehingga
siswa berpendapat bahwa pelajaran IPA dianggap sulit karena kurangnya pemahaman siswa
terhadap pembelajaran IPA, sehingga tidak menarik untuk belajar, dan berdampak pada
rendahnya hasil belajar yang diperoleh siswa.
Untuk mengatasi masalah tersebut guru yang baik harus menciptakan suasana
pembelajaran yang menyenangkan. Kegiatan pembelajaran yang menyenangkan dapat
tercipta bila guru menggunakan model pembelajaran yang tepat dan relevan dengan materi
IPA yang akan diajarkan. Selain itu siswa akan merasa tertarik mempelajari IPA, mencoba
dan membuktikan sendiri, sehingga akan memperkuat kemampuan kognitifnya dengan
demikian pembelajaran menjadi lebih bermakna dan tujuan Nasional Pendidikan dapat
tercapai.
Menurut pandangan konstruktivisme keberhasilan belajar bukan hanya bergantung
lingkungan atau kondisi belajar melainkan juga pada pengetahuan awal siswa.
Pengetahuan itu tidak dapat dipindahkan secara utuh dari pikiran guru ke siswa,
namun secara aktif dibangun oleh siswa sendiri melalui pengalaman nyata, hal ini
sesuai dengan apa yang dilakukan oleh Piaget yaitu belajar merupakan proses adaptasi
terhadap lingkungan yang melibatkan asimilasi, yaitu proses bergabungnya stimulus
kedalam struktur kognitif. Bila stimulus baru tersebut masuk kedalam struktur
kognitif diasimilasikan, maka akan terjadi proses adaptasi yang disebut
kesinambungan dan struktur kognitif menjadi bertambah. (Dr. Ari Widodo, 2007:50)

Dengan demikian jelas bahwa tahap berfikir anak usia SD harus dikaitkan dengan hal-
hal nyata dan pengetahuan awal siswa yang telah dibangun mereka dengan sendirinya. Model
pembelajaran kontruktivisme merupakan strategi yang cocok diterapkan dalam mengatasi
masalah-masalah yang dihadapi siswa dalam proses belajar IPA khususnya mengenai konsep
pesawat sederhana. Belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami sendiri apa yang
dipelajari bukan mengetahuinya. Pembelajaran kontruktivisme merupakan suatu konsep
belajar mengajar dimana guru menghadirkan situasi dunia nyata ke dalam kelas dan
mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan
penerapanya dalam kehidupan mereka sehari-hari.
Dalam konteks tersebut, siswa perlu mengerti apa makna belajar, apa manfaatnya,
dalam status apa mereka, dan bagaimana mencapainya?. Mereka sadar bahwa apa yang
mereka pelajari berguna bagi kehidupannya. Dengan demikian mereka memposisikan diri
sebagai dirinya sendiri yang memerlukan suatu bekal untuk masa depannya. Dengan
pembelajaran kontruktivisme diharapkan akan mempermudah dalam memahami dan
memperdalam IPA untuk meningkatkan motivasi belajar siswa sehingga dapat meningkatkan
pemahaman siswa.
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik umtuk mengadakan penelitian
demgan judul : “Model Pembelajaran Konstruktivisme untuk Meningkatkan Hasil
Belajar Siswa pada Pembelajaran IPA Tentang Pesawat Sederhana (Penelitian Tindakan
Kelas di Kelas V SD Negeri 106209 Sukaramai Kecamatan Sei Rampah Kabupaten Serdang
Bedagai Tahun Pelajaran 2019/2020)”.
D. Identifikasi Masalah dan Rumusan Masalah
1. Identifikasi Masalah
Pemahaman Siswa Kelas V terhadap pembelajaran IPA masih kurang, hal ini
ditandai dengan nilai rata-rata hasil ulangan relativ rendah. Kurangnya pemahaman
siswa tersebut disebabkan oleh beberapa faktor,
antara lain :
a. Lemahnya perencanaan pembelajaran IPA melalui model pembelajaran
Kontruktivisme untuk meningkatkan hasil belajar siswa kelas V SD Negeri
106209 Sukaramai tentang konsep pesawat sederhana.
b. Jarangnya pelaksanaan pembelajaran IPA melalui model pembelajaran
Kontruktivisme untuk meningkatkan hasil belajar siswa kelas V SD Negeri
106209 Sukaramai tentang konsep pesawat sederhana.
c. Lemahnya hasil belajar siswa kelas V SD Negeri 106209 Sukaramai tentang
konsep pesawat sederhana.pada pembelajaran IPA tidak menggunakan model
pembelajaran Kontruktivisme.
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan indentifikasi masalah diatas, maslah utama dalam
penelitian ini adalah : bagaimanakah penggunaan model pembelajaran
konstruktivisme untuk meningkatkan hasil bejar siswa pada pembelajaran IPA tentang
pesawat sederhana di kelas V SD Negeri 106209 Sukaramai Kecamatai Sei Rampah ?
Adapun secara khusus dan operasional, masalah-masalah yang menjadi fokus
penelitian ini dapat diuraikan menjadi beberapa pertanyaan berikut :
a. Bagaimana perencanaan pembelajaran yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa
IPA kelas V SD Negeri 106209 Sukaramai tentang konsep pesawat sederhana melalui
model pembelajaran Kontruktivisme?
b. Bagaimanakah pelaksanaan pembelajaran IPA yang dapat meningkatkan hasil belajar
siswa kelas V SD Negeri 106209 Sukaramai tentang konsep pesawat sederhana
melalui model pembelajaran Kontruktivisme?
c. Bagaimanakah hasil belajar siswa kelas V SD Negeri 106209 Sukaramai terhadap
konsep pesawat sederhana pada pembelajaran IPA melaui model pembelajaran
Kontruktivisme?
E. Cara Memecahkan Masalah
Cara pemecahan masalah yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah dengan
mengimplemantasikan metode penelitian tindakan kelas dalam pembelajaran IPA tentang
pesawat sederhana melalui model pembejalaran konstruktivisme .
Model konstruktivisme dalam pembelajaran adalah suatu proses belajar mengajar
dimana siswa sendiri aktif secara mental, membangun pengetahuannya, yang dilandasi
oleh struktur kognitif yang dimilikinya. Guru lebih berperan sebagai fasilitator dan
mediator pembelajaran. Penekanan tentang belajar dan mengajar lebih berfokus terhadap
suksesnya siswa mengorganisasi pengalaman mereka.
Dengan demikian model pembejalaran konstruktivisme dapat meningkatkan hasil
belajar siswa pada pembelajaran IPA di kelas V SD Negeri 106209 Sukaramai
Kecamatan Sei Rampah Kabupaten Serdang Bedagai

F. Hipotesis Tindakan.
Berdasarkan latar belakang, dan rumusan masalah serta cara pemecahan masalah,
sebagai mana diuraiakan diatas, maka hipotesis secara umum dirumuskan sebagai berikut:
“Model pemebelajaran konstruktivisme dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada
pembelajaran IPA tentang pesawat sederhana di kelas V SD Negeri 106209 Sukaramai”.

G. Tujuan dan Kegunaan


1. Tujuan
Sesuai dengan permasalahan yang telah dirumuskan, penelitian ini bertujuan
untuk:
a. Meningkatkan kemampuan guru merancang perencanaan pembelajaran yang
dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada pembelajaran IPA kelas V SD Negeri
106209 Sukaramai tentang konsep pesawat sederhana melalui model
pembelajaran Kontruktivisme?
b. Meningkatkan kemampuan guru mengelola pelaksanaan pembelajara IPA yang
dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas V SD Negeri 106209 Sukaramai
tentang konsep pesawat sederhana melalui model pembelajaran Kontruktivisme?
c. Meningkatkan hasil belajar siswa kelas V SD Negeri 106209 Sukaramai terhadap
konsep pesawat sederhana.pada pembelajaran IPA melaui model pembelajaran
Kontruktivisme?
2. Keguanaan
Kegunaan dari penelitan ini adalah untuk memperkaya kajian keilmuan dalam
masalah model pembelajaran dan pengaruhnya terhadap peningkatan hasil belajar siswa.
Manfaat secara praktis memberikan wawasan pengetahuan dan pengalaman
kepada guru dan siswa dalam memecahkan permasalahan pembelajaran IPA, khususnya
tentang meningkatkan hasil belajar siswa tentang pesawat sederhana dengan
menggunakan model pembelajaran kontruktivisme, terutama pada beberapa hal diantara
sebagai berikut:
a. Manfaat Bagi Guru : Memberikan pengetahuan dan pengalaman dalam mengelola
pembelajaran IPA tentang pesawat sederhana; Mengembangkan kemampuan guru
dalam meningkatkan hasil belajar siswa tentang pesawat sederhana; dan
Meningkatkan profesionalis guru sebagai tenaga pendidik
b. Manfaat Bagi Siswa : Membantu dalam menguasai konsep pesawat sederhana; Dapat
meningkatkan hasil belajar siswa tentang pesawat sederhana; dan tidak merasa bosan
dalam mengikuti pembelajaran IPA.
c. Manfaat Bagi Lembaga : Secara kelambagaan bermanfaat untuk mengembangkan
ilmu pendidikan tentang model pembelajarantentang untuk meningkatkan hasil belajar
siswa tentang konsep pesawat sederhana.

H. Landasan Teori
1. Model Pembelajaran Konstruktivisme
Teori belajar kontruktivisme beranjak dari model pembelajaran
konstruktivisme adalah salah satu pandangan tentang proses pembelajaran yang
menyatakan bahwa dalam proses belajar (perolehan pengetahuan) diawali dengan
terjadinya konflik kognitif. Konflik kognitif ini hanya dapat diatasi melalui
pengetahuan akan dibangun sendiri oleh anak melalui pengalamannya dari hasil
interaksi dengan lingkungannya.
Konflik kognitif tersebut terjadi saat interaksi antara konsepsi awal yang telah
dimiliki siswa dengan fenomena baru yang dapat diintegrasikan begitu saja, sehingga
diperlukan perubahan/modifikasi struktur kognitif untuk mencapai keseimbangan
peristiwa ini akan terjadi secara berkelanjutan, selama siswa menerima pengetahuan
baru. Perolehan pengetahuan siswa diawali dengan diadopsinya hal baru sebagai hasil
interaksi dengan lingkungannya, kemudian hal baru tersebut dibandingkan dengan
konsepsi awal yang telah dimiliki sebelumnya. Jika hal baru tersebut tidak sesuai
dengan konsepsi awal siswa, maka akan terjadi konflik kognitif yang mengakibatkan
adanya ketidakseimbangan dalam struktur kognisinya. Pada kondisi ini diperlukan
alternatif strategi lain untuk mengatasinya.
Berdasarkan pandangan tersebut, dapat disimpulkan bahwa model
konstruktivisme dalam pembelajaran adalah suatu proses belajar mengajar dimana
siswa sendiri aktif secara mental, membangun pengetahuannya, yang dilandasi oleh
struktur kognitif yang dimilikinya. Guru lebih berperan sebagai fasilitator dan
mediator pembelajaran. Penekanan tentang belajar dan mengajar lebih berfokus
terhadap suksesnya siswa mengorganisasi pengalaman mereka.
a. Karakteristik Model Pembelajaran Kontruktivisme
Pembentukan pengetahuan menurut konstruktivistik memandang subyek aktif
menciptakan struktur-struktur kognitif dalam interaksinya dengan lingkungan.
Dengan bantuan struktur kognitifnya ini, subyek menyusun pengertian realitasnya.
Interaksi kognitif akan terjadi sejauh realitas tersebut disusun melalui struktur kognitif
yang diciptakan oleh subyek itu sendiri. Struktur kognitif senantiasa harus diubah dan
disesuaikan berdasarkan tuntutan lingkungan dan organisme yang sedang berubah.
Proses penyesuaian diri terjadi secara terus menerus melalui proses rekonstruksi.
Yang terpenting dalam teori konstruktivisme adalah bahwa dalam proses
pembelajaran, si belajarlah yang harus mendapatkan penekanan. Merekalah yang
harus aktif mengembangkan pengetahuan mereka, bukan pembelajar atau orang lain.
Mereka yang harus bertanggung jawab terhadap hasil belajarnya. Penekanan belajar
siswa secara aktif ini perludikembangkan. Kreativitas dan keaktifan siswa akan
membantu mereka untuk berdiri sendiri dalam kehidupan kognitif siswa.
Belajar lebih diarahkan pada experimental learning yaitu merupakan adaptasi
kemanusiaan berdasarkan pengalaman konkrit di laboratorium, diskusi dengan teman
sekelas, yang kemudian dikontemplasikan dan dijadikan ide dan pengembangan
konsep baru. Karenanya aksentuasi dari mendidik dan mengajar tidak terfokus pada si
pendidik melainkan pada pembelajaran.
1) Beberapa hal yang mendapat perhatian pembelajaran konstruktivistik, yaitu:
(1) mengutamakan pembelajaran yang bersifat nyata dalam kontek yang
relevan, (2) mengutamakan proses, (3) menanamkan pembelajran dalam
konteks pengalaman social, (4) pembelajaran dilakukan dalam upaya
Mengkonstruksipengalaman (http://puslit.petra.ac.id/journals/interior/.)
2) Hakikat pembelajaran konstruktivistik oleh Brooks & Brooks dalam Degeng
mengatakan bahwa pengetahuan adalah non-objective, bersifat temporer,
selalu berubah, dan tidak menentu. Belajar dilihat sebagai penyusunan
pengetahuan dari pengalaman konkrit, aktivitas kolaboratif, dan refleksi serta
interpretasi. Mengajar berarti menata lingkungan agar si belajar termotivasi
dalam menggali makna serta menghargai ketidakmenentuan. Atas dasar ini
maka si belajar akan memiliki pemahaman yang berbeda terhadap
pengetahuan tergentung pada pengalamannya, dan perspektif yang dipakai
dalam menginterpretasikannya.

Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa hakikat pembelajaran


Kontruktivisme ditekankan bahwa anak yang aktif sedangkan yang lain hanya sebagai
pemantu saja dalam artian sebagai penaunjang keberhasilan dalam pembelajaran.
Model Pembelajaran Kontruktivisme adalah salah satu model pembelajaran yang
menekankan pada pengetahuan awal siswa sebagaitolak ukur dalam belajar. Hal ini sesuai
dengan paendapat para tokoh-tokoh kontruktivis:
a. Menurut Von Glasersfeld dalam bettencourt, 1989 dan matthews, 1994 (Dr. Paul
Suparno, 1997:18) kontruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang
menekankan bahwa pengetauan kita adalah kontruksi (bentukan) kita sendiri. Von
Glasersfeld menegaskan bahwa pengetahuan bukanlah suatu tiruan dari kenyataan
(realitas).
b. Model belajar kontruktivis adalah model pembelajaran yang menekankan pada
pengetahuan awal siswa sebagai tolak ukur dalam belajar (Dr. Ari Widodo, 2007:
50).
c. Model belajar kontruktivis teori perkembangan intelektual Piaget (Carin, 1994:60)
dalam buku Dr. Ari Widodo (2007:50) yang memandang belajar sebagai proses
pengaturan sendiri (self regulation) yang dilakukan seseorang dalam mengatasi
kognitif. Konflik timbul pada saat ketidak selarasan (disequilibration) antara
informasi yang diterima siswa dengan struktur kognitif yang dimilikinya. Adapun
pengaturan sendiri adalah proses internal untuk mencapai keselarasan
(equilibration) yang dilakukan melalui dua fungsi yakni organisasi dan adaptasi.

Berdasarkan pandangan tersebut, dapat disimpulkan bahwa model konstruktivisme


dalam pembelajaran adalah model pembelajaran yang menekankan pada pengetahuan awal
siswa sebagai tolak ukur dalam belajar, suatu proses belajar mengajar dimana siswa sendiri
aktif secara mental, membangun pengetahuannya, yang dilandasi oleh struktur kognitif
yang dimilikinya. Guru lebih berperan sebagai fasilitator dan mediator pembelajaran.
Penekanan tentang belajar dan mengajar lebih berfokus terhadap suksesnya siswa
mengorganisasi pengalaman mereka.
Pada karakteristik pembelajaran kontruktivisme dalam merancang dan
menyelenggarakan pembelajaran IPA hendaknya guru memperhatikan hal-hal berikut:
1) Mempertimbangkan bahwa pengetahuan awal sangat berperan dalam pengalaman belajar
mereka
2) Pembelajaran dipandang sebagai proses transformasi konsepsi yang menyebabkan
terjadinya perubahan konseptual pada diri siswa
3) Dalam pembelajaran, perubahan konseptual atau pengetahuan dikontruksi siswa melalui
partisipasi aktif dalam aktivitas Hand-on dan minds-on
4) Perubahan konseptual (belajar) akan terjadi secara efektif jika tersedia konteks (ekologi
konseptual) yang mendukung bagi siswa. Konteks ini bersifat cultural, social/bahasa dan
material.

b. Keuntungan dan kerugian dalam Menggunakan Model Konstruktivisme.


Dalam penggunaan model konstruktivisme terdapat keuntungan yaitu sebagai
berikut:
1) Dapat memberikan kemudahan kepada siswa dalam mempelajari konsep IPA
2) Melatih siswa berfikir kritis dan kreatif.

Adapun kerugian model pembelajaran kontruktivisme adalah sebagai berikut:


1) Siswa mengkonstruksi pengetahuannya sendiri, tidak jarang bahwa hasil konstruksi
siswa tidak cocok dengan hasil konstruksi para ilmuan sehingga menyebabkan
miskonsepsi.
2) Konstruktivisme menanamkan agar siswa membangun pengetahuannya sendiri, hal ini
pasti membutuhkan waktu yang lama dan setiap siswa memerlukan penanganan yang
berbeda-beda.
3) Situasi dan kondisi tiap sekolah tidak sama, karena tidak semua sekolah memiliki
sarana prasarana yang dapat membantu keaktifan dan kreatifitas siswa.
2. Hasil Belajar Siswa
Dalam melakukan kegiatan belajar, terjadi proses berpikir yang melibatkan kegiatan
mental. Dalam kegiatan mental, terjadi penyusunan hubungan informasi-informasi yang
diterima sehingga timbul suatu pemahaman dan penguasaan materi yang diberikan.
Pemahaman dan penguasaan materi yang diberikan ini disebut sebagai hasil belajar.
Pendapat S. Nasution dalam bukunya “Didaktik Dasar-Dasar Mengajar” menyatakan
bahwa :
Hasil belajar adalah suatu perubahan pada diri individu siswa setelah mengalami
proses belajar, tidak hanya mengenai pengetahuan tetapi juga membutuhkan
kecakapan, kebiasaan, pengertian, penghargaan, sikap, penguasaan diri dalam
pribadi individu yang belajar.

Perubahan yang terjadi pada setiap individu yang belajar tergantung pada banyak
faktor, diantaranya kematangan, lingkungan, latar belakang pribadi, sikap, dan bakat
terhadap suatu bidang belajar yang diberikan. Perubahan ini dapat berupa sesuatu yang baru
yang segera tampak dalam perilaku nyata atau masih tersembunyi mungkin juga perubahan
itu berupa penyempurnaan terhadap hal yang sudah dipelajari.

Menurut Benyamin Bloom,dalam taksonomi Bloom kategori hasil belajar dibedakan


atas tiga ranah yaitu :
a. Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual, meliputi pengetahuan
atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluas.
b. Ranah afekif berkenaan dengan sikap, meliputi penerimaan, jawaban atau reaksi,
penilaian, organisasi, dan internalisasi.
c. Ranah psikomotor berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan
bertindak, meliputi gerak reflek, keterampilan gerakan dasar, kemampuan
perseptual, keharmonisan atau kecepatan, gerakan kompleks, dan gerakan
ekspresif dan interpretatif.

Diantara ketiga ranah tersebut yang paling banyak dinilai oleh para pendidik di
sekolah adalah ranah kognitif, karena berkaitan dengan kemampuan para siswa dalam
menguasai bahan pelajaran. Masing-masing ranah terdiri dari sejumlah aspek yang saling
berkaitan. Oleh sebab itu, penilaian terhadap proses belajar siswa meliputi aspek kognitif,
afektif, dan psikomotor. Dan alat penilaian untuk setiap ranah berbeda dalam cakupan dan
hakikat yang terkandung di dalamnya.

3. Pemeblajaran IPA di Sekolah Dasar


Kegiatan yang paling pokok dalam proses pendidikan adalah proses pembelajaran.

Hal ini berarti menunjukan keberhasilan pendidikan banyak tergantung kepada proses

pembelajaran. Belajar bukan hanya terjadi di dalam Sekolah, akan tetapi berlangsung pula

dalam kehidupan sehari-hari. Seseorang yang dikatakan belajar proses yang mengakibatkan

perubahan tingkah laku.

Perubahan tersebut terjadi secara berkesinambungan yang menyebabkan perubahan


berikutnya dan bermanfaat bagi proses pembelajaran. Hal ni seperti yang diungkapkan
Slameto mengenai arti belajar, yaitu:
a. Belajar dapat didefinisikan sebagai suatu aktivitas mental/psikis yang berlangsung
dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan
dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan dan nilai sikap. Perubahan itu bersifat
relative, konstan dan terbatas (Winkel, 1996:10).
b. Belajar dalam arti luas adalah proses perubahan tingkah laku yang dinyatakan dalam
bentuk penguasaan, penggunaan, dan penilaian terhadap atau mengnai sikap dan
nilai-nilai, pengetahuan dan kecakapan dasar yang terdapat dalam berbagai bidang
studi, lebih luas lagi dalam berbagai bidang studi, lebih luas lagi dalam berbagai
aspek-aspek kehidupan atau pengalaman-pengalaman yang terorganisasi (Tabrani
Rusyan, 1996:17).
c. Belajar merupakan suatu proses perubahan perilaku atau pribadi seseorang
berdasarkan praktek atau pengalaman tertentu (Syaiful Sagala, 2006:37).

Dari uraian di atas dapat disimpulakn bahwa seseorang telah dikatakan belajar apabila
pada dirinya telah terjadi perubahan tingkah laku maupun telah memperoleh kecakapan,
keterampilan dan sikap, yang semuanya diperoleh berdasarkan pengalaman yang
dialaminya.
a. Menurut Fisher (1975:5) dalam buku hakikat IPA dan Pendidikan IPA (Dr.I Made
Alit Mariana, M.Pd, 2009:14) kata sains berasal dari bahasa latin, yaitu scientia yang
artinya secara sederhana adalah pengetahuan (knowledge). Kata mungkin juga
berasal dari bahasa Jerman, yaitu: Wissechaft yang artinya sistematis, pengetahuan
yang terorganisasi. Sains diartikan sebagai pengetahuan yang secara sistematis
tersusun (assembled) dan bersama-sama dalam suatu urutan terorganisasi. Misalnya
pengetahuan tentang fisika, biologi dan kimia.
b. Dalam metodik khusus pengajaran IPA disusun oleh direktorat Jenderal Pendidikan
Dasar dan Menengah dinyatakan bahwa IPA merupakan cara mencari tahu tentang
alam secara sistematis untuk mengetahui pengetahuan, fakta-fakta konsep-konsep,
prinsip- prinsip, proses penemuan, dan memiliki sifat sikap ilmiah. Pendidikan IPA
di SD bermanfaat bagi siswa untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar.

Dari pandangan di atas dapat disimpulkan bahwa Pendidikan IPA merupakan


pengetahuan yang secara sistematis tersusun (assembled) dan bersama-sama dalam suatu
urutan terorganisasi dan menekankan pada pemberian pengalaman langsumg dan kegiatan
praktis untuk mengembangkan kompetensi agar siswa mampu menjelajahi dan memahami
alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk “mencari tahu” dan “berbuat”
sehingga dapat membantu siswa untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam
tentang alam sekitar. Pendidikan IPA juga merupakan suatu upaya atau proses untuk
membelajarkan siswa untuk memahami hakikat IPA: produk, proses, dan mengembangkan
sikap ilmiah serta sadar akan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat untuk pengembangan
sikap dan tindakan berupa aplikasi IPA yang positif.
Adapun Connor (1997:7) berkesimpulan bahwa pendidikan sains untuk sekolah dasar
harus secara konsisten berorientasi pada: (a) pengembangan ketrampilan proses, (b)
pengembangan konsep, (c) aplikasi, (d) isu sosial yang berdasarkan pada Sains.
Tujuan pendidikan IPA dewasa ini mencakup lima dimensi, yaitu dimensi:

1. Pengetahuan dan pemahaman.


Dimensi ini mencakup: fakta, konsep, teori, hukum, dan penyelidikan sejarah IPA.

2. Penggelian dan penemuan


Dimensi ini berhubungan dengan penggunaan proses-proses IPA untuk mempelajari
bagaimana ahli IPA bekerja dan berpikir. Ketrampilan yang harus diajarkan mencakup:
mengamati, mendeskripsikan, mengklasifikasi, dan mengorganisasikan,
mengkomunikasikan, berhipotesis, menguji hipotesis, menginterpretasikan data,
penggunaan ketrampilan psikomotor dan sebagainya.
3. Imaginasi dan kreativitas
Dimensi ini berhubungan dengan kemampuan memvisualisasikan atau menghasilkan
gambaran mental, mengkombinasikan objek, dan gagasan dengan cara-cara baru,
memecahkan masalah dan teka-teki, mengahsilkan idea tau gagasan yang tidak biasa.
4. Sikap dan nilai
Pengembangan kepekaan dan pengahargaan kepada orang lain, mendeskripsikan
perasaan perasaan dengan cara yang kontruktif, mengambil keputusan dengan didasari
oleh nilai-nilai individu, social dan isu-isu lingkungan.
5. Penerapan

Mampu mengidentifikasi hubungan konsep IPA dalam penggunaanya dengan kehidupan

sehari-hari; memahami prinsip-prinsip ilmiah dan dan teknologi yang bekerja pada alat-

alat rumah tangga, memahami dan menilai laporan-laporan perkembangan ilmiah yang

ditulis pada media masa.

Pada pembelajaran IPA terdapat efek. Efek pembelajaran merupakan langsung sebai
hasil pembelajaran dan efek ringan atau tidak langsung terjadi akibat pendekatan, pengalam
belajar siswa. Efek ringan muncul karena IPA memiliki nilai. Nilai-nilai inilah yang
diharapkan dapat tumbuh dan berkembang dalam diri siswa ketika dan setelah belajar IPA.
Nilai-nilai IPA dalam berbagai segi kehidupan itu adalah: nilai praktis, nilai intelktual, nilai
sosial politik-ekonomi, nilai keagamaan dan nilai pendidikan.

4. Konsep Pesawat Sederhana di Kelas V Sekolah dasar


Pada pembelajaran IPA di kelas V Sekolah Dasar tentang konsep pesawat
sederhana terdapat Standar kompetensi, Kompetensi Dasar dan Indikator. Standar
Kompetensi nya yaitu: Memahami hubungan antara gaya, gerak, dan energi, serta
fungsinya. Kompetensi Dasar: menjelaskan pesawat sederhana yang dapat membuat
pekerjaan lebih mudah dan lebih cepat. Sedangkan Indikator nya meliputi: (a)
menjelaskan pengertian jenis pesawat sederhana, (b) engidentifikasi pesawat
sedehana yang dapat membuat pekerjaan lebih mudah dan cepat, (c)menyebutkan
jenis pesawat sederhana dan keuntungannya, (d) mengelompokan jenis pesawat
sederhana (pengungkit, bidang miring, katrol, roda dan poros), (e)mendemontrasikan
cara menggunakan pesawat sederhana.

Dalam kamus Bahasa Indonesia paham adalah pandai atau mengerti benar
tentang sesuatu hal, sedangkan pemahaman adalah proses, cara, perbuatan
memahami atau memahamkan. Pemahaman dalam penelitian ini adalah
kesanggupan untuk mengenal fakta, konsep, prinsip, dan skill. Meletakkan
hal-hal tersebut dalam hubungannya satu sama lain secara benar dan
menggunakan secara tepat pada situasi tertentu. Pemahaman meliputi
penerimaan dan komunikasi secara akurat sebagai akurat sebagai hasil
komunikasi dalam pembagian yang berbeda dan mengorganisasi secara
singkat tanpa mengubah pengertian. (http://4rif.word.pres.com, 17 september
2009).

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pemahaman dapat tumbuh apabila
ada kesanggupan pada dirinya untuk mengenal fakta, konsep, prinsip, dan skill dimilkinya.
Dalam melakukan semua pekerjaan atau kegiatan, tidak seorangpun menginginkan
yang sulit-sulit atau sukar, semua orang pasti menginginkan pekerjaanya dapat dilakukan
dengan mudah dan ringan. Untuk itu manusia menciptakan sebuah alat yang dapat
mempermudah pekerjaan manusia yang dinamakan dengan pesawat sederhana.
Pesawat sederhana adalah alat-alat yang dapat mempermudah pekerjaan manusia.
Pada prinsipnya pesawat sederhana dibedakan menjadi empat macam, yaitu: pengungkit,
bidang miring, katrol dan roda berporos.
Pertama, pengungkit adalah batang kaku yang dapat diputar bebas pada sebuah poros
tetap yang bertindak sebagai penumpu. Berdasarkan letak beban, kuasa, dan penumpunya
Pengungkit dibedakan menjadi tiga golongan yaitu pengungkit golongan I (letak titik tumpu
berada diantara beban dan kuasa), pengungkit golongan II (letak beban diantara titik tumpu
dan kuasa), pengungkit golongan III (letak kuasa di antara beban dan titik tumpu).

Kedua, bidang miring adalah permukaan benda yang diletakan secara miring,
dijadikan landasan untuk menaikkan beban.
Ketiga, katrol adalah benda berbentuk roda yang digunakan untuk menyangga tali atau
beban. Katrol dapat berputar sehingga memudahkan tali untuk bergerak pada katrol. Katrol
dibedakan menjadi empat yaitu; katrol tetap, katrol bebas, katrol rangkap, dan katrol ganda
atau takal.
Keempat, roda berporos adalah peralatan yang menggunkan roda berpasangan
biasanya dihubungkan pada poros roda. Poros roda berada pada titik temu jari-jari roda.
Proses pembelajaran di sekolah dasar akan dapat berlangsung dengan baik dan
berhasil apabila dalam pembelajaran yang dilakukannya tidak hanya menggunakan metode
konvensional, namun mungkin akan lebih berhasil dengan menggunakan sebuah model
pembelajaran yang lebih tepat yaitu salah satunya dengan menggunakan model
pembelajaran kontruktivismne. Dimana pada pembelajaran model kontruktivisme
menekankan pada pengetahuan awal siswa sebagai tolak ukur dalam belajar. Dengan
menggunakan model pembelajaran kontruktivisme aktivitas siswa lebih aktiv, kreatif,
inovatif dan menyenangkan.
Aktifitas sangat penting sekali dalam proses belajar mengajar di sekolah. Aktifitas
belajar dapt diartikan sebagai proses atau usaha yang dilakukan oleh seseorang atau
sekelompok orang dengan tujuan untuk memperoleh perubahan tingkah laku baru yang
dinyatakan dalam bentuk penguasaan, penggunaan dan penilaian terhadap sikap dan nilai-
nilai pengetahuan serta kecakapan dasar yang terdapat dalam berbagai berbagau bidang
study atau lebih luas dalam berbagai aspek kehidupan atau pengalaman yang terorganisir
(Tabrany Rusyana, 1991 : 8), sealur dengan pendapat tersebut, sardiman (2004:96)
Mengatakan bahwa aktivitas belajar merupakan prinsip atau asas yang sangat penting dalam
interaksi belajar mengajar untuk mengubah tingkah laku.
Adapun macam-macam aktivitas belajar yan dapat dilakukan oleh siswa di sekolah
diantaranya dikemukakan oleh Sudirman (2004:10) yaitu :
a. Visual activities, yang termasuk di dalamnya misalnya: membaca, memperhatikan
gambar, demonstrasi, percobaan pekerjaan orang lain.
b. Oaral activities, seperti menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi saran,
mengeluarkan pendapat, mngadakan wawancara, diskusi, dan intrupsi.
c. Listening activities, seperti mendengarkan uraian, percakapan, diskusi, musik, dan
pidato.
d. Writing activities, seperti menulis cerita, karangan, laporan, angket dan menyalin.
e. Drawin activities, misalnya : menggambar, membuat grafik, peta dan diagram.
f. Motor activities, yang termasuk didalamnya antara lain melakukan percobaan,
membuat kontruksi, model mereparasi, bermain, berkebun, dan berternak.
g. Mental activities, misalnya menanggapi, mengingat, memecahkan masalah,
menganalisis, memilih hubungan, dan mengambil keputusan.
h. Emotioanl activities, seperti menaruh minat, merasa bosan, gembira, bersemangat,
bergairah, berani, tenag dan gugup.
I. Metodologi Penelitian
Metode penelitian yang di gunakan dalam penelitian model pemebalajran
konstruktivisme untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada pembejaran IPA tentang
pesawat sederhana di kelas V SD Negeri 106209 Sukaramai Kecamatan Sei Rampah ini
adalah metode Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang dikenal Clasroom Action Reesearch.
Pemilihan metode ini dengan alasan permasalahan yang hendak diteliti adalah permasalahan
yang timbul dalam kegiatan pembelajaran. Penelitian ini dilaksanakan dalam 3 siklus, dan
setiap siklus terdiri dari 3 tindakan.
Gambar 1. Alur Penelitian Tindakan Kelas
Model Kemmis dan Mc. Taggart dikutip oleh Margaretha (2008 : 22)

1. Setting Lokasi Penelitian dan Karakteristik Subjek Penelitian


Lokasi penelitian yaitu di SD Negeri 1 Kiarapayung Kecamatan Rancah Kabupaten
Ciamis. Alasan lokasi penelitian ini di pilih antara lain:
1) Baik guru dan kepala sekolah maupun pejabat yang terkait
memberikan izin dilaksanakannya penelitian di SD tersebut
2) Peneliti sekaligus sebagai tenaga pengajar di Sekolah tersebut.
Penelitian Tindakan Kelas ini akan dilaksanakan pada awal semester II pada tahun

pelajaran 2013/2014.

Subjek Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini adalah seluruh siswa di kelas V SD

Negeri 106209 Sukaramai Kecamatan Sei Rampah Kabupaten Serdang Bedagai yang

berjumlah 20 siswa terdiri dari 10 siswa laki-laki dan 10 siswa perempuan. Seacara umum

hasil belajar siswa dalam pembelajran IPA masih kurang hal ini ditandai dengan rendahnya

hasil ulangan harian mengenai konsep pesawat sedarhana.

2. Variabel yang Diteliti


Penelitian ini terdiri dari dua variabel yaitu variabel proses dan variabel hasil.
a) Variabel proses pada penelitian ini adalah kemampuan guru dalam penerapan model
pembelajaran konstruktivisme dalam pemebelajaran IPA tentang pesawat sederhana. Sub
variable terdiri dari kemampuan guru dalam membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
(RPP) dan motivasi belajar siswa. Variable tersebut diukur dengan instrument observasi
terstruktur. Hasil observasi dinilai oleh partisipan triangulasi yaitu kepala sekolah, teman
sejawat sebagai peneliti mitra, dan dosen pembimbing.
b) Variable Hasil pada penelitian ini adalah hasil belajar siswa pada pembelajaran IPA
tentang pesawat sederhana. Variabel ini di ukur dengan instrument penilaian tes, siswa
diminta untung menjawab soal lembar kerja siswa.
Pengukuran variabel proses dan variabel hasil dilakukan pada setiap siklus tindakan
yang dilaksananakan dan dijadikan sebagai refleksi untuk perbaikan pada siklus selanjutnya.
3. Persiapan
Berdasarkan hasil orientasi dan identifikasi masalah, selanjutnya direncankan
tindakan. Langkah–langkah perencanaan meliputi kegiatan berikut :
1. Disusun rancangan tindakan berupa Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), yang
didalamnya meliputi: Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar, Indikator, Materi Pokok,
dan kegiatan pembelajaran serta Evaluasi.
2. Menetapkan media yang sesuai dengan sumber metode, teknik dan lingkungan sebagi
sumber belajar.
3. Menyusun alat ukur untuk mengobservasi perencanaan, proses dan hasil belajar siswa
dalam pembejaran IPA tentang lingkungan sehat dan lingkungan tidak sehat.

4. Rencana tindakan
Penelitian ini mengacu pada siklus Penelitian Tindakan Kelas (PTK) model Kemmis
dan Taggart ( 1998 : 13 )
a. Perencanaan Tindakan
Refleksi awal meliputi observasi awal pada pembelajaran IPA (Ilmu
Pengetahuan Alam) tentang lingkungan sebagai sumber belajar yang dilakukan guru di
Madrasah lbtidaiyah terteliti. Refleksi awal dilakukan pada bulan Januari 2010.
Observasi dilakukan selama 1 minggu, dimulai dari minggu pertama masuk sekolah.
Catatan hasil awal, secara garis besar memperlihatkan bahwa pembelajaran
anak-anak ini belum maksimal sehingga berdampak pada kurangnya pemahaman siswa
tentang lingkungan sehat dan lingkungan tidak sehat karena guru tidak menggunakan
lingkungan sebagai sumber belajar dalam Kegiatan Belajar Mengajar (KBM).
Kegiatan yang dilaksanakan pada tahap pra perencanaan adalah sebagai
berikut. Berdasarkan studi awal mengenai hasil kemampuan siswa yang rata-rata masih
rendah (56%), maka peneliti sebagai praktisi berkolaborasi dengan guru kelas lain
sebagai observer berkolaborasi untuk (1) menetapkan model pembelajaran
konstruktivisme sebagai model pembalajran yang digunakan dalam pembelajaran IPA
tentang pesawat sederhana, (2) menetapkan lembar observasi untuk perencanaan,
pelaksanaan dan evaluasi pembelajaran lingkungan sehat dan lingkungan tidak sehat
dengan metode observasi.

Pada tahap perencanaan tindakan peneliti sebagai praktisi dan guru kelas
sebagai observer berkolaborasi membuat rencana pembelajaran yang memuat skenario
pembelajaran terdiri dari aspek (1) Tujuan Pembelajaran (2) Materi pelajaran (3)
Langkah- langkah pembelajaran (4) Metode, Media dan Sumber Belajar (5) Evaluasi.
b. Pelaksanaan Tindakan

Pelaksanaan tindakan pada prinsipnya merupakan realisasi dari suatu tindakan


yang sudah direncanakan. Dalam kegiatan ini adalah melaksanakan skenario
pembelajaran yang terdapat dalam rencana pembelajaran.
c. Observasi

Pada tahap ini dilakukan kegiatan obeservasi terhadap perencanaan, pelaksanaan


tindakan dan hasil pembelajaran dengan menggunakan lembar observasi.
d. Refleksi
Refleksi dilakukan dengan cara kolaboratif antara peneliti sebagai praktisi dan
guru kelas sebagai observer, yaitu mendiskusikan mengenai berbagai masalah yang
terjadi di kelas. Hasil yang didapat dalam tahap observasi dikumpulkan dan dianalisa
untuk menentukan tindakan selanjutnya, jika hasil yang dicapai dalam pembelajaran
mencapai target (75%) tindakan dihentikan dan jika hasil yang dicapai dalam
pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam dengan penggunaan lingkungan sebagai sumber
belajar kurang dari 75%, maka dilanjutkan ke siklus berikutnya sampai memenuhi
target (75%), namun jika sampai ke siklus II tindakan dihentikan, dan siklus III
dilaksanakan jika pada siklus II belaum juga memenuhi target keberhasil 75% tersebut.

5. Data dan cara pengumpulan data


Dari penelitian ini data didapat dari sumber penelitian yaitu siswa dan guru. Jenis
data yang didapat adalah data kualitatif dan data kuantitatif berupa : (1) hasil belajar, (2)
hasil observasi. Adapun cara pengumpulan data dari data-data tersebut adalah sebagai
berikut :
a. Data Hasil Belajar
Data hasil belajar diperoleh dengan memberikan tes tertulis kepada siswa berupa
tes awal dan tes akhir. Tujuannya untuk melihat ada tidaknya peningkatan hasil belajar
siswa tersebut sebelum dan sesudah pembelajaran dengan mengimplementasikan
penggunaan lingkungan sebagai sumber belajar. Tes tidak diujicobakan kepada siswa
tetapi dikonsultasikan dengan pembimbing dan didiskusikan dengan guru-guru.
b. Data Hasil Observasi
Untuk memperoleh data situasi belajar mengajar pada saat dilaksanakan
tindakan digunakan lembar observasi dan pencatatan lapangan. Dalam observasi
dibuat kesepakatan bersama untuk mendiskusikan hasil observasi setelah pembelajaan
selesai dan data hasil yang terkumpul, digunakan sebagai bahan pertimbangan
menentukan tindakan yang akan dilakukan selanjutnya

6. Indikator kerja
Agar tindakan perbaikan dalam PTK ini memiliki sasaran yang jelas, maka penulis
bersama mitra (observer) menetapkan beberapa kriteria keberhasilan sebagai berikut :
1. Kriteria keberhasilan untuk kinerja guru dalam merancang RPP, melaksanakan proses
pembelajaran dan aktifitas siswa adalah sebagi berikut :
A = 90 % - 100 % (sangat baik)
B = 70 % - 89 % (baik)
C = 50 % - 69 % (cukup)
D = 30 % - 49 % (kurang)
E = 10 % - 29 % (sangat kurang)

Keterangan : Patokan keberhasilan minimal 75 % dan apabila kurang dari 75 %


diperlukan perbaikan.
2. Kriteria prestasi belajar siswa adalah nilai minimal sesuai KKM yang ditetapkan oleh

sekolah yaitu 64 . Siswa yang mencapai nilai KKM minimal 75 % dari jumlah siswa

kelas III yang berjumlah 20 anak.


J. Jadwal Penelitian
Berikut ini disajikan jadwal kegiatan pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas :

Jan Feb Mart Apl


2020 2020 2020 2020
No Kegiatan Minggu Minggu Minggu Minggu
ke ke ke ke
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Pengajuan proposal
2 Tahap Pra Penelitian
3 Tahap Tindakan

Siklus I
a. Rencana tindakan
b. Pelaksanaan tindakan
c. Observasi
d. Refleksi
Siklus II
a. Rencana tindakan
b. Pelaksanaan tindakan
c. Observasi
d. Refleksi
Siklus III
a. Rencana tindakan
b. Pelaksanaan tindakan
c. Observasi
Refleksi
4 Penyusunan Draft Laporan
5 Penyusunan laporan
6 Pengesahan laporan.
K. Daftar Pustaka
Ari Widodo dkk. 2007. Pendidkan IPA di SD. Bandung. Pusat Penerbitan
Universitas Pendidikan Indonesia.
Badan Standar Nasional Pendidikan. (2006) Kurikulum Tingkat satuan Pendidikan (KTSP).
Mata Pelajaran llmu Pengetahuan Alam (IPA). Jakarta: BP Dharma Bakti.
Badan Standar Nasional Pendidikan. (2006). Penyusuna KTSP Kabuapaten/Kota: Panduan
Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar dan
Menengah. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Badan Standar Nasional Pendidikan. (2006) Kurikulum Tingkat satuan Pendidikan (KTSP).
Mata Pelajaran llmu Pengetahuan Alam (IPA). Jakarta: BP Dharma Bakti.
Depdiknas, (2006). UU no. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional
Pusat Data dan Informasi Pendidikan.
Depdikbud, (1996/1997) Program Pengajaran SD Pesawat Sederhana. Bandung:
Depdiknas, (2006). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Kerangka Dasar,
Jakarta Pusat Kurikulum.
Didaktik , Metodik Khusus Pengajaran Ilmu Pengetahuan Alam 1994 Direktorat
Dikdasmen, Dekdikbud Jakarta.
Horyanto. (1994). Ilmu Pengetahuan Alam kelas V Jilid 4, Jakarta: PT Erlangga
I Mariana Alit Ade dkk, (2009). Hakikat IPA dan Pendidikan IPA. Jakarta:
PPPPTK IPA.
Kasbolah, Kasihani ES. (1999). Penelitian Tindakan Kelas. Malang: Depdikbud.
Kemmis, S & MC Taggart. R. 1992. The Action Research Planner. Rev. Ed.
Victoria : Deakin University.
Suparno Paul, (1997). Filsafat Kontuktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta:
Penerbit Kansius.
(http://puslit.petra.ac.id/journals/interior/.)

Anda mungkin juga menyukai