Anda di halaman 1dari 7

Mammary Paget Disease (MPD)

1. Definisi Mammary Paget Disease


Ditandai dengan akumulasi sel abnormal (sel Paget) pada lapisan kulit di sekitar puting susu dan
sering dikaitkan dengan karsinoma primer di payudara
2. Patofisiologi Mammary Paget Disease
Pada pemeriksaan histologi ditemukan penyebaran sel epitel duktus yang ganas ke
intraepidermal melalui duktus laktiferus dan duktulus. Sel epitel ganas ini, dikenal sebagai sel
Paget, menginfiltrasi dan berproliferasi di epidermis dan menyebabkan penebalan puting susu
dan daerah areola mammae. Sel Paget merupakan sel ganas bersifat basofilik, sitoplasma
granular, dan nukleolus yang menonjol
3. Manifestasi Klinis Mammary Paget Disease
MPD menyerang khusus pada puting susu dan daerah areola mammae serta meluas ke kulit
sekitarnya. Lapisan kulit akan tampak menebal, eksematous yang difus, kemerahan, dan terdapat
krusta dengan batas yang tak teratur. Pada fase selanjutnya bisa didapatkan ulkus, atau darah
yang keluar dari puting susu (nipple discharge) dan retraksi puting susu (Lloyd dan Flanagan,
2000). Pasien sering mengeluh gatal, rasa seperti terbakar, nyeri, hipersensitif dan keluar cairan
terus-menerus dari puting susu
4. Penegakkan diagnosis
1. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dapat membedakan MPD dengan penyakit kulit yang biasa
menyerang payudara. Pada MPD terdapat penebalan kulit, kemerahan, eksematus, gatal
serta adanya cairan/ darah yang keluar dari puting susu serta retraksi puting susu. MPD
juga dapat disertai adanya massa dan keganasan lain yang menyerang payudara.
2. Pemeriksaan Penunjang
MPD merupakan keganasan yang dapat ditegakkan diagnosanya hanya dengan
pemeriksaan klinis, tetapi pemeriksaan radiografi maupun histopatologi tetap diperlukan
untuk menyingkirkan kemungkinan adanya keganasan lain yang mendasari.
a. Mammografi
Pemeriksaan ini penting untuk menentukan manajemen dan pilihan terapi yang tepat.
Jika terdapat underlying carcinoma maka pada mammografi MPD didapatkan
gambaran massa atau proses kalsifikasi secara jelas. Sayangnya, gambaran radiologis
ini hanya terdapat pada pasien dengan DCIS (ductal carcinoma in situ) yang
menyertai MPD. Sensitivitas mammografi meningkat secara signifikan pada MPD
dengan massa yang palpable. Mammografi bilateral juga dapat mendeteksi massa
yang samar atau mikrokalsifikasi serta menyingkirkan kemungkinan massa
multifokal pada payudara kontralateral. Mammografi juga berfungsi untuk follow up
kondisi pasien dengan terapi konservatif.

Mammogram pasien MPD yang disertai massa pada payudara. Tampak densitas yang heterogen, massa
yang cukup besar, dan mikrokalsifikasi dengan penebalan kulit. Tampak pula retraksi puting susu dan
pembesaran kelenjar limfe aksila

b. Ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan USG dapat dipertimbangkan jika hasil mammografi negatif namun
gejala klinis mendukung adanya underlying carcinoma. Pada USG didapatkan
jaringan parenkim yang tampak heterogen, area hipoekoik, massa diskreta, penebalan
kulit dan pelebaran duktus.

Tampak dua massa irregular dengan kalsifikasi di dalamnya

c. Magnetic Resonance Imaging (MRI)


MRI merupakan pemeriksaan dengan sensitivitas tinggi untuk pemeriksaan
karsinoma mammae terlebih pada hasil mammografi dan USG negatif atau jangkauan
karsinoma yang tidak jelas. Gambaran MRI pada MPD ditemukan peninggian
intensitas puting susu, penebalan pada puting susu dan areola dan hiperintensitas jika
terdapat DCIS atau tumor invasif.
d. Skin Biopsi
Pada skin biopsi didapatkan gambaran sel yang besar, bulat, nukleus yang agak
besar, dan sitoplasma yang pucat. Sitoplasma pada sel Paget tampak granular dan
bersifat basofilik, serta nukleolus yang menonjol. Pada beberapa sediaan akan
nampak signet ring cell dan gambaran mitosis yang aktif sebagai ciri suatu
keganasan. Sel paget dapat menginfiltrasi epidermis, namun sebagian besar sel
terkonsentrasi pada lapisan bawah di sekitar kelenjar pilosebaseus.

5. Diagnosis Banding
Gambaran klinis yang paling mirip dengan MPD adalah eksema yang menyerang puting susu
dan areola. Infeksi kulit seperti dermatitis kontak, hyperkeratosis friksional, psoriasis, dan infeksi
bakteri, virus maupun jamur juga mempunyai gambaran lesi pada kulit seperti MPD. Menurut
gambaran histopatologinya, melanoma maligna dan clear cell papulosis mempunyai kemiripan
dengan sel Paget Jika terdapat lesi eksematus pada kulit atau erupsi vesikuler pada puting susu
tanpa ada gejala klinis lain maka harus didiagnosa sebagai MPD sampai pemeriksaan
histopatologi menunjukkan tidak ada gambaran sel Paget.
1. Eksema
Eksema adalah radang pada kulit yang ditandai adanya papulovesikuler, eritema, edema
dengan eksudat serous dan peradangan yang mencapai lapisan dermis. Terdapat pula
ekskoriasi, penebalan serta perubahan pigmentasi kulit. Eksema mempunyai ciri-ciri yang
mirip dengan MPD, namun terdapat beberapa perbedaan :
Tabel perbedaan antara Mammary Paget Disease dengan eksema pada puting susu
Mammary Paget Disease Eksema pada puting
susu
Unilateral Bilateral
Menyerang pada usia Terjadi selama masa
menopause laktasi
Gatal ringan Terasa sangat gatal
Tidak terdapat vesikel Terdapat vesikel
Retraksi puting susu Tidak ada retraksi puting
susu
Terdapat cairan/ darah Terdpaat riwayat atopic
yang keluar dari puting (asma, demam, dll)
susu
Eksema pada puting susu dan kompleks areola. Tidak tampak pertaksi dan erosi pada puting susu
2. Melanoma maligna
Sel Paget mempunyai ciri persebarannya yang berkelompok pada basal epidermis dan
mirip dengan tautan melanosit sedangkan sel melanoma tampak menonjol pada tautan
dermoepidermal dan menginvasi secara langsung ke lapisan dermis. Sel melanoma akan
sulit dibedakan dengan sel Paget apabila dua-duanya mengandung melanin.

Gambaran mikroskopik melanoma maligna. Sel melanoma terletak pada lapisan dermis.

3. Sel Toker/ Clear cell papulosis


Sel Toker adalah sel intraepidermal yang terdapat pada 10% puting susu normal. Sel
Toker mempunyai sitoplasma yang jernih, kecil, seragam dan nukleusnya terletak eksentrik.
Sel ini terletak di basal epidermis di sekitar duktus laktiferus dan dapat menunjukkan
gambaran hiperplasia meluas hingga lapisan atas epidermis sehingga sulit dibedakan dengan
sel Paget. Pada pemeriksaan yang lebih teliti, pada sel Toker tidak didapatkan nukleus yang
atipikal dan sel yang pleomorfik yang merupakan ciri khas sel Paget.

6. Penatalaksanaan
Menurut MD Anderson Center (2012), alur penatalaksanaan MPD dapat disajikan pada gambar
Algoritma penatalaksanaan MPS menurut M.D Anderson
Algoritma penatalaksanaan MPS menurut M.D Anderson

Pasien yang datang dengan keluhan yang sesuai dengan MPD (eksema pada puting
susu dan areola, ulserasi, gatal dan keluar darah dari puting susu) akan dilakukan
pemeriksaan klinis dan mammografi bilateral serta USG pada kedua payudara. Jika evaluasi
hasil pemeriksaan klinis, mammografi dan USG mendukung adanya abnormalitas pada
payudara maka pemeriksaan dilanjutkan dengan core biopsy dan full thickness skin biopsy
pada lesi di payudara. Jika hasil biopsi tidak menunjukkan adanya sel Paget maka tetap
dilakukan follow up dan biopsi ulang jika lesi tidak kunjung sembuh. Namun jika terdapat
sel paget pada pemeriksaan histopatologi, baik disertai DCIS maupun karsinoma yang
invasif, maka dilakukan mastektomi radikal yang dimodifikasi (MRM) atau eksisi jaringan
tumor dan dilanjutkan dengan radioterapi.
Namun jika mammografi dan USG tidak mendukung adanya abnormalitas pada payudara maka
pemeriksaan dilanjutkan dengan MRI. Jika hasil MRI mendukung adanya lesi, maka dilanjutkan
dengan biopsi sesuai algoritma yang telah dijelaskan. Namun jika hasil MRI normal maka
selanjutnya hanya dilakukan full thickness skin biopsy pada lesi di payudara. Jika hasil biopsy
positif terhadap sel Paget maka dilakukan MRM atau eksisi jaringan tumor dan dilanjutkan
radioterapi atau hanya tindakan eksisi tanda radioterapi. Namun jika pada biopsy tidak
menemukan sel Paget maka dilakukan follow up dan re-biopsi.
7. Prognosis
Pada pasien dengan MPD yang disertai tumor pada payudara mempunyai five years survival
rate sebesar 38-40% dan ten years survival rate sebesar 22-33%. Sedangkan pasien MPD yang
tidak disertai tumor pada payudara mempunyai five years survival rate sebesar 92-94% dan ten
years survival rate sebesar 82-91%.
Kemoterapi
Definisi
Kemoterapi adalah penggunaan preparat antineoplastik sebagai upaya untuk membunuh sel-
sel tumor dengan mengganggu fungsi dan reproduksi seluler. Kemoterapi adalah cara
pengobatan tumor dengan memberikan obat pembasmi sel kanker (sitostatika) yang diminum
ataupun diinfuskan ke pembuluh darah.
Obat Sitotoksik
Obat sitotoksik dibagi menjadi 3 kelompok :
- Obat yang efektif pada fase tertentu dari siklus sel (phase specific drugs)
Misalnya: efektif pada fase S (sintesis DNA) : Metotreksat, doksorubisin
efektif pada fase M (mitosis) : Vinkristin, vinblastin (mengganggu pembentukan
mitotic spindle  terhentinya sel pada fase mitosis
- Obat yang efektif pada sel yang berada pada siklus sel, namun tidak tergantung pada fasenya
(cell-cycle specific drugs)
- Obat yang efektif pada siklus sel ataupun pada saat istirahat.
Toksisitas Kemoterapi
Pemberian kemoterapi sebagai salah satu modalitas terapi kanker telah terbukti dalam
memperbaiki hasil pengobatan kanker, baik untuk meningkatkan angka kesembuhan, ketahanan
hidup, dan kualitas hidup penderita, namun kemoterapi juga membawa berbagai efek samping
dan komplikasi. Kemoterapi memberikan efek toksik terhadap sel-sel yang normal karena
proliferasi juga terjadi di beberapa organ-organ normal, terutama pada jaringan dengan siklus sel
yang cepat seperti sumsum tulang, mukosa epithelia, dan folikel-folikel rambut. Sel-sel dengan
kecepatan pertumbuhan yang tinggi (misalnya: epithelium, sumsum tulang, foikel rambut,
sperma) sangat rentan terhadap kerusakan akibat obat-obatan kemoterapi. Hal-hal yang
mempengaruhi terjadinya efek samping dan toksisitas dari obat kemoterapi yaitu: jenis obat,
dosis, jadwal pemberian obat, cara pemberian obat, dan faktor predisposisi.
Efek toksik kemoterapi terdiri dari beberapa toksik jangka pendek dan jangka panjang. Efek
toksik jangka pendek meliputi: depresi sumsum tulang, reaksi gastrointestinal (mual, muntah,
ulserasi mukosa mulut, diare), trauma fungsi hati (infeksi virus hepatitis laten memburuk dan
nekrosis hati akut), trauma fungsi ginjal (sistitis hemoragik, oliguria, uremia, nefropati asam urat,
hiperurikemia, hiperkalemia, dan hiperfosfatemia), kardiotoksisitas, pulmotoksisitas (fibrosis
kronis paru), neurotoksisitas (perineuritis), reaksi alergi (demam, syok, menggigil, syok
nafilaktik, udem), efek toksik local (tromboflebitis), dan lainnya (alopesia, melanosis, sindroma
tangan-kaki/ eritoderma palmar-plantar). Sedangkan efek jangka panjang meliputi:
karsinogenisitas (meningkatkan peluang terjadinya tumor primer kedua), dan infertilitas.
Toksisitas umum yang diakibatkan oleh obat-obatan kemoterapi yaitu mielosupresi (seperti
anemia, leucopenia, trombositopenia), mual muntah, ulserasi membran mukosa, dan alopesia
(kebotakan).

Anda mungkin juga menyukai