Anda di halaman 1dari 18

ILMU PENYAKIT PARASITER

ASCARIDIOSIS PADA AYAM

Oleh:
Kelompok 1 – Kelas C

1. Sekar Aurellya Savira 1709511123


2. Komang Hendry Wibawa Pramartha 1909511058
3. Putu Andarisa Widyastiti 1909511061

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN


UNIVERSITAS UDAYANA
2021

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas kuasa-
Nya kami dapat menyelesaikan karya tulis ini mengenai “Ascaridiosis pada Ayam”
dengan sebaik-baiknya. Karya tulis ini merupakan upaya untuk memenuhi tugas yang
telah diberikan kepada kami dalam mata kuliah Ilmu Penyakit Parasiter.

Kami berterimakasih kepada semua pihak yang terlibat dalam pembuatan


karya tulis ini. Kepada anggota kelompok atas kerja sama dan ketekunannya, dan
juga kepada dosen-dosen pengampu mata kuliah Ilmu Penyakit Parasiter atas
bimbingannya sehingga memungkinkan kami untuk menyelesaikan karya tulis ini.

Kami berharap karya tulis ini dapat memenuhi persyaratan yang telah
ditentukan dan memberikan manfaat bagi pembacanya. Segala kritik dan saran sangat
kami harapkan demi perkembangan tulisan ini. Pada akhirnya kami ucapkan terima
kasih.

Denpasar, 15 Februari 2021


Hormat kami,

Kelompok 1

ii
DAFTAR ISI

Halaman Sampul……..………………………………………….……………...... i
Kata Pengantar…………………………………………………...………………. ii
Daftar Isi.......…………………………………………………………………….. iii
Daftar Gambar…………………………………………………………………… iv
I. Pendahuluan…………………………………………………………….……... 1
1.1 Latar Belakang……………………………………………………………. 2
1.2 Rumusan Masalah………………………………………………………… 2
1.3 Tujuan dan Manfaat………………………………………………………. 2
II. Tinjauan Kepustakaan………………………………………………………… 3
2.1 Etiologi………………....…...……………………………………………. 3
a. Morfologi Ascaridia galli……………………………………………… 3
b. Telur Ascaridia galli…………………………………………………… 4
c. Daur Hidup……………………………………………………………. 5
2.2 Epidemiologi……...…………….……...………………………………… 6
a. Cara Penularan...........................………………………………………. 6
b. Hewan Rentan………………………………………………………… 7
c. Distribusi Penyakit….…………………………………………………. 7
2.3 Patogenesis dan Gejala Klinis…………………...………...……………... 8
2.4 Diagnosis……………….………………………………………………… 10
2.5 Pengendalian Penyakit…………………………………………………… 10
a. Pengobatan……………………………………………………………. 10
b. Pencegahan……………………………………………………………. 11
III. Kesimpulan………….………………………………………………………. 12
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………. 13

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Perbedaan morfologi A. galli jantan dan betina 4

Gambar 2.2 Pembesaran pada bagian anterior dan posterior cacing A. galli 4

Gambar 2.3 Telur A. galli pada feses ayam terinfeksi 5

Gambar 2.4 Daur hidup dan penularan Ascaridiosis pada ayam 6

Gambar 2.5 Patologi anatomis Ascaridiosis 9

Gambar 2.6 Perubahan histopatologis Ascaridiosis 9

iv
I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Penyakit pada unggas, terutama ayam pedaging dan petelur, sering kali
menjadi kendala utama bagi peternak dalam meningkatkan produksi. Berbagai jenis
penyakit dapat menyerang ayam, baik itu penyakit yang disebabkan oleh parasit,
bakteri, jamur, virus, maupun penyakit yang disebabkan oleh defisiensi. Dalam ilmu
penyakit parasit veteriner, salah satu penyakit yang paling sering ditemukan adalah
infeksi gastrointestinal yang dikenal sebagai Ascaridiosis.
Ascaridiosis merupakan infeksi parasit yang disebabkan oleh cacing Ascaridia
galli. Cacing A. galli merupakan anggota phylum Nematoda, genus Ascaridia yang
umumnya menginfeksi unggas. Parasit ini merupakan parasit patogenik yang paling
sering menyebabkan infeksi pada ayam (Al-Quraishi et al, 2020). Ascaridiosis
diketahui menghambat penyerapan nutrisi dari pakan yang dikonsumsi ayam.
Ascaridiosis juga sangat berpengaruh pada kualitas dan kuantitas produksi. Selain itu,
infeksi parasit ini juga akan menyebabkan berkurangnya kemampuan ayam dalam
mencegah masuknya patogen-patogen lain (Belete et al, 2016).
Maka, sangatlah penting bagi dokter hewan dan peternak untuk mengenal dan
memahami Ascaridiosis pada ayam. Etiologi, patogenesis dan gejala klinis penyakit
ini merupakan beberapa data-data penting yang diperlukan dalam menyusun sebuah
diagnosis. Diagnosis yang tepat dan pengetahuan mengenai cacing dalam genus
Ascaridia ini akan sangat membantu dalam mengobati ayam yang terinfeksi dan juga
mencegah penularan Ascaridiosis.

1
1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan pemaparan pada 1.1 Latar Belakang, maka dirumuskanlah


beberapa masalah yang akan dibahas dalam karya tulis ini. Masalah-masalah yang
telah dirumuskan tersebut adalah sebagai berikut:

1. Apakah penyebab dari Ascaridiosis pada ayam?


2. Bagaimanakah epidemiologi dari penyakit ini?
3. Bagaimakah patogenenis penyakit ini? Dan apa saja gejala-gejala klinis
yang ditimbulkan?
4. Apa langkah-langkah yang perlu diambil dalam mendiagnosa Ascaridiosis
pada ayam?
5. Bagaimana cara penanggulangan Ascaridiosis pada ayam?

1.3. Tujuan dan Manfaat

Tujuan utama penyusunan karya tulis ini adalah untuk memenuhi penugasan
kelompok mata kuliah Ilmu Penyakit Parasiter yang diambil oleh mahasiswa semester
IV Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana. Selain itu, karya tulis ini
disusun juga untuk memberikan pembaca pemahaman lebih dalam mengenai
Ascaridiosis pada ayam.
Kami berharap karya tulis ini dapat memberi manfaat akademis dan manfaat
praktis bagi pembacanya. Manfaat akademis yang dapat diperoleh bagi mahasiswa
adalah pemahaman materi Ascaridiosis dalam mata kuliah Ilmu Penyakit Parasiter,
termasuk etiologi, pathogenesis, gejala klinis dan penanggulangannya. Manfaat
praktis yang dapat diperoleh adalah pengetahuan mengenai Ascaridiosis, terutama
cara pencegahannya. Sehingga, peternak ayam dapat merawat ternaknya dengan baik
dan mencegah penularan penyakit ini.

2
II. TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1. Etiologi

Etiologi atau penyebab penyakit ini merupakan cacing Nematoda dalam


genus Ascaridia. Beberapa spesies yang bersifat patogenik termasuk A. galli,
A.columbae, A. bonasae, A. dissimilis dan A. compar. Ascaridiosis pada ayam
disebabkan oleh spesies A. galli. Walaupun spesies ini lebih sering ditemukan
pada ayam, terkadang penyakit ini juga diamati pada kalkun, bebek, angsa dan
burung merpati (Swayne et al, 2013). Cacing berprediliksi pada usus halus
unggas, pada kasus parah banyaknya cacing dapat menyumbat lumen usus
sehingga penyerapan nutrisi menjadi tidak maksimal.

a. Morfologi Ascaridia galli


A. galli merupakan parasit berukuran makroskopis, cacing ini merupakan
cacing terbesar yang menginfeksi unggas (Belete, 2016).
Ukuran : jantan 5-7 cm, betina 7-11 cm.
Bentuk : gilig, cacing jantan memiliki alae caudal dengan 10 pasang papilla
Warna : semitransparan, putih susu kadang kekuningan
Bibir : terdapat tiga lobus berukuran besar
Papila : dua papilla di bibir dorsal masing-masing satu pada bibir sub ventral
Kutikula : ditemukan di sekujur tubuh, namun tidak terlihat jelas disekitar alae
caudal pada cacing jantan.
Ekor : lurus dan membulat pada cacing betina, melingkar pada jantan

3
Gambar 2.1. Perbedaan morfologi A. galli jantan dan betina.
Sumber: www.quizlet.com

Gambar 2.2. Pembesaran pada bagian anterior dan posterior


cacing A. galli. Sumber: www.reasearchgate.net

b. Telur Ascaridia galli


Telur cacing A. galli berbentuk oval dengan dinding tebal dan lunak. Panjang
telur sekitar 73-92 µm dan lebarnya sekitar 45-57 µm. Telur A. galli
umumnya ditemukan pada feses ayam yang terinfeksi, identifikasi telur sangat
membantu dalam diagnose penyakti Ascaridiosis.

4
Gambar 2.3. Telur A. galli pada feses ayam terinfeksi. Sumber:
Diseases in Poultry (Swayne et al, 2013)

c. Daur Hidup
Parasit Ascardia galli memiliki daur hidup langsung, namun kadang-kadang
juga daur hidupnya berlangsung secara tidak langsung dan menggunakan
cacing tanah sebagai hospes intermedier. Telur A. galli dikeluarkan bersama
feses ayam yang terinfeksi dan berkembang dalam lingkungan, mencapai
stadium infektif (L2) dalam waktu 10-20 hari, tergantung pada suhu dan
kelembapan lingkungan (Permin & Hansen, 1998). Telur yang mengandung
larvae infektif (L2) memasuki sistem digesti unggas ketika makanan atau
minuman yang terkontaminasi diingesti oleh unggas. Telur tersebut kemudian
measuki duodenum dan jejunum. Setelah menetas, cacing akan memasuki
lapisan mukosa intestinum. Dalam 3-54 hari cacing kemudian akan
mengalami maturasi pada lumen intestinum (Permin & Hansen, 1998). Daur
hidup kemudian akan dilengkapi ketika cacing dewasa menghasilkan telur
yang akan dikeluarkan ke lingkungan melalui feses ayam.

5
2.2. Epidemiologi
Epidemiologi suatu penyakit menyangkut cara penularan, distribusi penyakit,
dan faktor-faktor yang menyebabkan beberapa hewan lebih rentan terhadap
Ascaridiosis.

a. Cara Penularan
Cara penularan penyakit ini berkaitan erat dengan daur hidupnya. Seperti
yang telah dipaparkan di atas mengenai daur hidup Ascaridia galli, parasit ini
memiliki daur hidup langsung, maka penularannya pun terjadi tanpa
perantara, dengan begitu reservoir terhadap infeksi parasit ini ada di tanah
(Belete et al, 2016). Penularan penyakit ini terjadi ketika ayam sehat
mengingesti makanan maupun minuman yang terkontaminasi oleh telur
cacing.

Gambar 2.4. Daur hidup dan penularan Ascaridiosis pada ayam.


Sumber: Poultry DVM

6
b. Hewan Rentan
Spesies yang rentan terhadap infeksi Ascardiasis adalah berbagai jenis
unggas; ayam, bebek, kalkun, angsa, burung merpati, burung puyuh dan
berbagai burung liar lainnya. Spesies Ascaridiosis galli lebih cenderung
menyerang ayam. Beberapa faktor menyebabkan ayam lebih mudah terkena
infeksi Ascaridiosis. Beberapa faktor tersebut adalah sebagai berikut:
 Iklim Lingkungan : ayam yang tinggal di iklim tropis cenderung lebih
rentan terhadap infeksi penyakit ini karena pada iklim tropis telur
mencapai stadium infektif dalam waktu yang lebih singkat dan lebih
mudah bertahan pada lingkungan.
 Cara Pemeliharaan : ayam yang dibiarkan hidup di luar lebih rentan
terinfeksi Ascaridiosis dibandingkan dengan ayam yang dipelihara
dalam kandang khusus.
 Umur : ayam muda yang berumur kurang dari 12 minggu lebih rentan
terkana infeksi Ascaridiosis dibandingkan dengan ayam dewasa
(Belete et al, 2016), selain itu tingkat keparahan penyakitnya juga
lebih tinggi. Ayam umumnya membentuk imunitas alami terhadap
infeksi ringan setelah mencapai umur 3 bulan (Swayne et al, 2013).
 Infeksi Ganda : ayam yang sudah terinfeksi parasit lain, contohnya
dari genus Koksidia, menjadi lebih rentan terhadap infeksi
Ascaridiosis dan juga penyakit-penyakit lainnya.

c. Distribusi Ascaridiosis
Ascaridiosis memiliki distribusi yang sangat luas dan ditemukan di hampir
setiap negara. Pada negara-negara beriklim tropis, kasus infeksi Ascaridiosis
cenderung lebih banyak karena iklim tropis merupakan iklim yang ideal bagi
perkembangan telur dan telur juga mampu bertahan dengan baik pada iklim
ini. Pada suhu dan kelembapan yang tepat, telur dapat bertahan di lingkungan
selama lebih dari satu tahun (Permin & Hansen, 1998).

7
2.3. Patogenesis dan Gejala Klinis

Ketika ayam mengingesti telur yang mengandung larva infektif, telur tersebut
akan memasuki saluran pencernaan. Setelah mencepai duodenum atau jejunum, telur
akan menestas. Larva memiliki kemampuan untuk menanamkan dirinya pada dinding
mukosa usus halus. Larva kemudian akan tumbuh pada dinding mukosa usus,
menyerap nutrisi dari pakan yang dikonsumsi ayam. Akibatnya, ayam tidak
mendapatkan nutrisi maksimal dari pakan yang dikonsumsinya. Beberpa gejala klinis
yang dapat diamati adalah penurunan berat badan dan penurunan produksi telur
(Belete et al, 2016).
Pada kasus infeksi yang parah, jumlah cacing yang ada dalam usus halus
ayam dapat mencapai angka yang sangat tinggi dan mulai menyumbat lumen usus
halus. Pada tahap ini ayam akan terlihat lesu, sayapnya jatuh, anemia, peningkatan
asam urat, rendahnya kadar gula dalam darah dan kelenjar timus menjadi keci ldan
keriput (Belete et al, 2016). Pada ayam betina, kasus infeksi yang parah juga
menyebabkan cacing bermigrasi ke oviduct sehingga cacing bisa ditemukan pada
telur ayam yang terinfeksi. Infeksi Ascardiasis yang parah sering kali berujun pada
kematian hewan.
Patologi anatomis menunjukkan catarrhal haemorrhagic enteritis pada usus
halus ayam yang terjadi ketika cacing menembus lapisan mukosa pada usus halus
ayam, selain itu cacing dewasa juga dapat ditemukan dalam lumen usus. Patologi
anatomis penyakit ini dapat dilihat pada Gambar 2.5 di bawah ini.

8
Gambar 2.5. Patologi anatomis Ascaridiosis. Sumber: Diseases of Poultry, A Colour
Atlas (Dinev, 2007)

Histopatologi dari Ascaridiosis menunjukkan perubahan-perubahan signifikan


pada usus halus ayam. Perubahan histopatologi tersebut dapat diamati pada Gambar
2.6. Beberapa perubahan histopatologi yang dapat diamati adalah deskuamasi
daripada villi usus halus, hyperplasia dan villi pada beberapa bagian usus juga
mengalami fusi.

Gambar 2.6. Perubahan histopatologis Ascaridiosis, dari kiri ke kanan: deskuamasi villi,
hyperplasia, fusi villi. Sumber: Histopathological Changes in Intestines of Chicken Infected
Naturally by Ascaridia galli (Balqis et al, 2013)

9
2.4. Diagnosis
Diagnosa penyakit Ascaridiosis pada ayam dapat dilakukan secara
antemortem (sebelum kematian) dan post mortem (sesudah kematian).
 Antemortem
Diagnosa antemortem dapat dilkakukan dengan cara memeriksa feses ayam.
Pada feses ayam yang terinfeksi dapat dilihat telur-telur A. galli. Diagnosa
banding yang perlu dipertimbangkan adalah infeksi parasit Heterakis
gallinarum, karena bentuk dan ukuran telurnya yang sangat mirip. Diagnosa
antemortem umumnya lebih tepat ketika terdapat cacing pada feses ayam.
Namun tentunya, jika cacing ada pada feses artinya infeksi sudah parah. Pada
ayam betina, diagnose antemortem dapat dilakukan dengan cara mengamati
telur yang dihasilkan. Telur yang dihasilkan oleh ayam yang terinfeksi
kadang-kadang berisi cacing di dalamnya, hal ini dapat dilakukan dengan
menerawang isi telur menggunakan lilin.
d. Postmortem
Diagnosis postmortem dapat dilakukan dengan cara meneliti usus halus ayam.
Penyakit Ascaridiosis dapat dipastikan ketika terdapat cacing-cacing A. galli
dewasa (warna putih dan ukuran besar) dalam lumen usus halus. Selain itu
lesi-lesi juga banyak diamati pada dinding usus halus.

2.5. Pengendalian Penyakit


a. Pengobatan
Terdapat beberapa obat antiparasit yang dapat digunakan untuk mengobati
infeksi Ascardiasis. Menurut Balete et al. (2016), “drug of choice” atau obat
yang paling umum digunakan adalah Piperazine. Piperazine dapat diberikan
pada ayam melalui pakan (0.2-0.4%) atau air (0.1-0.2%) atau diberikan satu
kali dengan dosis 50-100 mg per ayam. Namun, Piperazine mempunyai
limitasi dimana tidak begitu efektif pada ayam muda. Obat lain yang dapat
digunakan adalah Fenbendazole, diadministrasi dengan dosis 60.6 ppm.

10
Selain itu Ivermectin juga memiliki efektivitas 90-95% terhadap cacing dalam
bentuk larva maupun cacing dewasa. Selain tiga obat di atas, beberapa obat
lain yang dapat digunakan adalah Albendazole, Cambendazole dan
Levamisole.

b. Pencegahan
Untuk mencegah infeksi Ascaridiosis, sebanyaik ayam dalam peternakan
diberikan obat cacing secara teratur. Obat yang digunakan biasanya adalah
Hygromycin B yang bisa dicampur dengan pakan. Selain itu, tempat minum
dan makan ayam harus diganti secara teratur untuk mencegah kontaminasi
telur A. galli di makanan maupun minuman. Jika ada ayam yang dilahat
mengalami infeksi Ascaridiosis, maka sebaiknya ayam tersebut dipisahkan
dari ayam-ayam yang sehat untuk mencegah penularan penyakit ini.

11
III. KESIMPULAN

Ascaridiosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi parasit dari


genus Ascaridia. Parasit dari genus ini menginfeksi berbagai jenis unggas,
Ascaridiosis pada ayam paling umum disebabkan oleh spesies Ascaridia galli.
Ascaridiosis dapat menyebabkan berbagai kerugian bagi peternak ayam sehingga
penyakit ini perlu dipelajari agar dapat ditanggulangi dengan baik.
Ascaridia galli sebagai penyebab Ascaridiosis merupakan cacing gilig
berukuran besar berwarna semitransparan dan putih kekuningan. Telurnya berbentuk
oval dengan dinding tebal dan lunak. Epidemiologi Ascaridiosis menunjukkan bahwa
penyakit ini memiliki distribusi global dengan jumlah kasus tinggi di negara-negara
beriklim tropis. Selain iklim, beberapa faktor lain yang menyebabkan ayam rentan
terkena Ascaridiosis adalah umur yang masih muda, pemeliharaan yang tidak
dikandang dan infeksi parasit lainnya.
Ascaridiosis ditularkan secara langsung, ketika ayam meningesti makanan
atau minuman yang terkontaminasi telur A. galli. Telur yang mengandung larva
infekti (L2) kemudian mencapai duodenum/jejunum dan menetas. Larva
menanamkan diri pada dinding mukosa usus halus dan menyerap nutrisi yang
didaptkan ayam melalui pakan. Larva berkembang menjadi cacing dewasa,
bermigrasi menuju lumen usus dan berkembang biak. Kasus yang parah dapat
menyebabkan penyumbatan pada lumen usus yang berujung pada kematian. Beberapa
gejala klinis yang dapat diamati adalah ayam menjadi lesu, bulu berantakan, pucat,
penurunan berat badan dan penurunan produksi.
Dalam menanggulangi penyakit ini, dapat dilakukan pengobatan terhadap
ayam yang telah terinfeksi menggunakan obat-obat seperti Piperazine, Ivermectin,
Fenbendazole dan obat golongan benzimidazole lainnya. Pencegahan dapat dilakukan
dengan rutin membersihkan tempat makan dan minum ayam, memisahkan ayam yang
terinfeksi dan memberikan obat cacing secara teratur.

12
DAFTAR PUSTAKA

Al-Quraishi, M. A., Al-Musawi, H. S., Al-Haboobi, Z. A. M. 2020. Pathological


Study of Ascardia galli in Poultry. EurAsian Journal of Bio Sciences, Vol. 14:
3327-3329.

Ballweber, Lora Rickard. 2001. The Practical Veterinarian - Veterinary


Parasitology. Massachusetts, USA: Butterworth-Heinenmann.

Balqis, U., Hambal, M., Darmawi, Utami, C. S. 2013. Histopathological Changes in


Intestine of Chicken (Gallus domesticus) Infected Naturally by Ascaridia
galli. Proceedings of The 3rd AIC Unsyiah 2013: 343-348.

Belete, A., Addis, M., Ayele, M. 2016. Review on Major Gastrointestinal Parasites
that Affect Chickens. Journal of Biology, Agriculture and Healthcare, Vol. 6
No. 11: 11-21.

Butcher, Gary D. dan Davis, Michael A. Intestinal and Tracheal Parasites of Poultry.
IFAS Extension, University of Florida.

Dinev, Ivan. 2007. Diseases of Poultry, A Colour Atlas. Stara Zagora, Bulgaria: Ceva
Sante Animal.

Macklin, Kenneth S. dan Hauck, Rudiger. 2019. Helminthiasis in Poultry. Veterinary


Manual. Diakses melalui: https://www.msdvetmanual.com/poultry

Permin, Anders dan Hansen, Jorgen W. 1998. Epidemiology, Diagnosis and Control
of Poultry Parasites. Rome: Food and Agriculture Organization of the United
Nations.

Salam, S.T. 2015. Ascariasis in Backyard Chicken – Prevalence, Pathology, and


Control. International Journal of Recent Scientific Research Vol. 6 Issue 4:
3361-3365.

13
Swayne, D. E., Glisson, J. R., McDougald, L. R., Nolan, L. K., Suarez, D. L., Nair,
V. 2013. Diseases in Poultry – 13th Edition. Iowa, USA: Wiley-Blackwell.

14

Anda mungkin juga menyukai