Anda di halaman 1dari 18

8

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Resistensi Insulin

2.1.1. Defenisi

Resistensi insulin adalah suatu keadaan terjadinya gangguan respon

metabolik terhadap kerja insulin, akibatnya untuk kadar glukosa plasma

tertentu dibutuhkan kadar insulin yang lebih banyak dari normal untuk

mempertahankan keadaan normoglikemik (euglikemik). Daerah utama

terjadinya resistensi insulin adalah postreseptor sel target dijaringan otot

rangka dan sel hati. Kerusakan reseptor ini menyebabkan kompensasi

peningkatan sekresi insulin oleh sel beta, sehingga terjadi hiperinsulinemia

pada keadaan puasa maupun postprandial (Krenzt, A.J, 2007).

2.1.2. Patofisiologi Resistensi Insulin

Gen insulin manusia terletak pada lengan pendek dari kromosom 11.

Molekul prekusor yaitu praproinsulin, suatu peptide rantai panjang dengan

BM 11.500 dihasilkan oleh sintesis yang diarahkan oleh DNA/RNA dalam

retikulum endoplasmik dari sel-sel beta pankreas. Molekul dibelah oleh

enzim-enzim mikrosomal menjadi proinsulin, kemudian diangkut ke badan

golgi dimana terjadi pengemasan menjadi granul-granul sekretorik berlapis

klatrin yang selanjutnya disebut insulin (Simanjuntak,2013) . Insulin adalah

Universitas Sumatera Utara


9

hormon pankreas yang dihasilkan oleh sel β Langerhan yang berfungsi

menurunkan kadar gula darah dengan menekan pengeluaran hepatic glucose

melalui penurunan glukoneogenesis dan glikogenolisis dan menurunkan

kadar gula darah dengan merangsang penyimpanan terutama ke otot dan

jaringan lemak melalui Glucose Transporter-4 (GLUT-4) (Rao, 2009).

Pada resistensi insulin terjadi kerusakan pensinyalan pada Insulin

reseptor substrate (IRS) maupun Phosphatidylinositol 3-kinase (PI3K) yang

menyebabkan gagalnya translokasi suatu molekul transmembran GLUT-4 ke

membran sel sehingga glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel dan

digunakan oleh sel tersebut sebagai sumber energi. Glukosa yang tidak

terpakai ini akan menyebabkan kadar glukosa darah meningkat yang secara

klinis akan memberikan gambaran hiperglikemia (Immanuel, 2013). Peran

gen apabila terjadi resistensi insulin pada sindroma metabolik ini ditemukan

adanya mutasi pada kedua alel reseptor insulin , namun kasus ini jarang

terjadi. Beberapa data menunjukkan gangguan aktivitas insulin akibat mutasi

IRS-1 dan 2 (Simanjuntak,2013).

Resistensi insulin banyak dipercayai sebagai denominator utama

terjadinya sindroma metabolik, tiap penderita beresiko berkembang penyakit

kardiovaskuler dan komponen sindroma metabolik lainnya (seperti

hiperlipidemia, hipertensi, dan hiperglikemia). Penyebab utama terjadinya

resistensi insulin adalah obesitas, terutama lemak visceral. Obesitas

disebabkan karena intake kalori yang berlebihan dan aktivitas inadequate

Universitas Sumatera Utara


10

dibandingkan penggunaannya (Gerich , 2007).Penelitian di Italia pada

obesitas ditemukan peningkatan asam lemak bebas di dalam plasma akan

menganggu sinyal kaskade insulin melalui peningkatan fosforilasi

serin/treonin (IRS) 1 dan 2. Apabila terjadi peningkatan fosforilasi

serin/treonin pada reseptor maka terjadi penurunan fosforilasi tirosin.

Penurunan fosforilasi tirosin akan menganggu kerja IRS 1 dan 2. Penurunan

fosforilasi tirosin akan menganggu akan menganggu kerja IRS 1 dan 2 untuk

berikatan dengan PI3K, sehingga terjadi hambatan pengambilan glukosa ke

dalam sel oleh GLUT-4 (Immanuel, 2013).

Mekanisme terjadinya resistensi insulin dapat diterangkan oleh

beberapa jalur. Yang pertama adalah induksi resistensi insulin karena faktor

inflamasi. Hubungan antara inflamasi dan resistensi insulin dimana sitokin

proinflamatorik TNF-α (Tumor Necrosis Factor-α) dapat menginduksi

resistensi insulin. Akumulasi jaringan lemak pada obesitas akan meningkatan

produksi berbagai macam sitokin seperti TNF-α, IL-6 (Interleukin-6), resistin,

leptin, adiponectin, MCP-1 (Monocyte Chemoattractant Protein-1), PAI-1

(Plasminogen Activator Inhibitor-1), dan angiotensinogen yang

bertanggungjawab pada kondisi inflamatorik subakut pada obesitas

(Sulistyoningrum, 2010)

Ketika intake kalori berlebihan dibandingkan pengeluaran energi, hal

ini dapat menginduksi meningkatnya mitokondria NADH (mNADH) dan

reactive oxygen species (ROS) pada siklus asam sitrat (Cerelio, 2005). Jika

Universitas Sumatera Utara


11

ROS diproduksi terlalu berlebihan akan menurunkan aktivitas sel β pankreas,

dan sel yang lainnya ,pada saat yang bersamaan hiperglikemia akan

menginduksi signal ROS yang akan menstimulasi sekresi insulin atau glucosa

induced insulin secretion (GIIS) (Pitocco, 2013).

2.1.3. Homeostatic Model Assessment Insuline Resistance (HOMA - IR)

Homeostatic Model Assessment Insuline Resistance (HOMA - IR)

adalah suatu metode untuk menilai terjadinya resistensi insulin pada keadaan

basal (puasa) berdasarkan pemeriksaan kadar gula darah dan insulin

(Wallace, 2004)

Tehnik hiperinsulinemic–euglycemic clamp adalah gold standard

untuk mengukur sensitifitas insulin. Namun karena teknik ini mahal, perlu

banyak waktu, dan perhatian intensif, menjadikan tenik ini kurang praktis.

Beberapa pemeriksaan alternatif seperti frequently sampled (FSIVGTT),

insulin tolerance test (ITT), insulin sensitivity test (IST) dan continuous

infusion of glucose with model assessment (CIGMA). Sayangnya, semua

metode ini memerlukan akses intra vena dan vena punksi yang multipel.

Terdapat beberapa tehnik pemeriksaan lain yang tidak invasif seperti

Continuous Infusion of Glucose with Model Assessment (CIGMA), dan Oral

Glucose Tolerance Test (OGTT) (Hermanto, 2012). Selain itu terdapat

metode puasa untuk menilai sensitivitas insulin seperti pengukuran Insulin

puasa, G/I ratio, Homeostatic Model Assessment (HOMA), Quantitative

Universitas Sumatera Utara


12

Insulin Sensitivity Check Index (QUICKI) dan Insulin Sensitivity Index

(Radikova, 2003).

HOMA –IR lebih sering digunakan dalam menentukan sensitivitas

insulin karena dipertimbangkan tidak mahal , praktis untuk digunakan pada

penelitian epidemiologis secara besar. HOMA –IR menggunakan perhitungan

pengukuran kadar glukosa dan insulin puasa untuk menilai resistensi insulin

(Chaudari, 2012).

Rumus penghitungan HOMA-IR :

HOMA IR = (kadar insulin puasa (µIU/mL X kadar gula puasa (mg/dL)

405 (Byun,2015)

2.2. Sindroma Metabolik

2.2.1. Sejarah

Sindroma metabolik dikenal dengan berbagai nama. Pada tahun 1920,

Kylin dari Swedia orang yang pertama kali menjelaskan mengenai kumpulan

gangguan metabolik, yang melibatkan faktor-faktor risiko penyakit

kardiovaskular, atherosclerotic cardiovascular disease (ASCVD), hipertensi,

hiperglikemia, dan gout (Silalahi, 2013). .Pada tahun 1970 Gerald Phillips

menyatakan bahwa umur, obesitas dan sex hormon dihubungkan dengan

manifestasi klinis, yang sekarang disebut sindroma metabolik dan

dihubungkan dengan penyakit jantung. Pada tahun 1988, Gerald Reaven

mengajukan hipertensi, hiperglikemia, intoleransi glukosa, peningkatan

Universitas Sumatera Utara


13

trigliserida, dan kolesterol HDL yang rendah dan dinamakan kumpulan

abnormalitas Sindrom-X (Jafar,2012). Pada tahun 1989 Kaplan menamai

kembali sindroma tersebut menjadi “ The Deadly Quartet” (kuartet yang

mematikan) atau sindroma metabolik dan pada tahun 1992 kembali dinamai

ulang menjadi Sindroma Resistensi Insulin (Silalahi, 2013).

2.2.2. Definisi

Sindroma metabolik adalah kumpulan beberapa faktor resiko yang

saling berhubungan yang dapat menyebabkan diabetes dan penyakit

kardiovaskuler (Cornier et.al, 2008)

Definisi sindroma metabolik termasuk obesitas sentral terus

berkembang hingga 1999 dan pada tahun yang sama WHO menetapkan

nama sindrom X menjadi sindroma metabolik hingga dikenal sampai

sekarang. Selain WHO banyak perkumpulan di dunia menentukan kriteria

yang berbeda untuk sindroma metabolik, diantaranya European Group for the

Study of Insulin Resistance (EGIR) , the American Heart Association/National

Heart, Lung, and Blood Institute (AHA/NHLBI), The American Association of

Clinical Endocrinology (ACE), the International Diabetes Federation (IDF),

dan National Cholesterol Education Program abbreviated to Adult Treatment

Panel (NCEP ATP III) (Byrne, 2005)

Pada sindroma metabolik adanya kombinasi beberapa faktor ,hingga

para peneliti menyebutkan makin meningkatnya kewaspadaan komorbiditas

Universitas Sumatera Utara


14

kardiovaskuler dan penyakit metabolik. Walaupun ada perbedaan kriteria

dalam menetapkan diagnosa sindroma metabolik, mereka tetap setuju bahwa

dalam menetapkan sindroma metabolik sudah termasuk obesitas sentral,

resistensi insulin, dislipidemia dan hipertensi (Cornier et.al, 2008)

2.2.3. Epidemiologi

Prevalensi sindroma metabolik meningkat tiap tahun di seluruh dunia.

Estimasi prevalensi sindroma metabolik di Amerika Serikat dan seluruh dunia

tergantung definisi , kriteria sindroma metabolik yang digunakan, dan

populasi yang diambil untuk penelitian (jenis kelamin, umur, ras, etnis, gaya

hidup) (Cornier et.al,2008). Perbedaan data prevalensi sindroma metabolik

menggunakan kriteria WHO, EGIR, dan ATP III dapat dilihat pada tabel 2.2.

(Alberti,2006).

Di Indonesia, prevalensi sindroma metabolik terus meningkat seiring

dengan perubahan pola hidup, Soewondo dkk (2006) meneliti prevalensi

sindroma metabolik dengan menggunakan NCEP ATP III yang dimodifikasi

dengan kriteria Asian sebagai kriteria sindroma metabolik di Jakarta. Diantara

1591 subjek yang diteliti 30,4% sindroma metabolik pada pria dan 25,4%

pada wanita, prevalensi cenderung meningkat sesuai dengan kenaikan umur.

Penelitian Soegondo (2001) menunjukkan prevalensi sindroma metabolik di

Indonesia adalah 13,13% berdasarkan Survey Kesehatan Rumah Tangga.

Dalam penelitiannya yang dilakukan di Depok dengan memakai NCEP:ATP

Universitas Sumatera Utara


15

III sebagai kategori didapat prevalensi sindroma metabolik sebesar 25,7%

pada pria dan 25% pada wanita (Soegondo,2001).

Tabel 2.2. Prevalensi sindroma metabolik berdasarkan WHO, EGIR dan

NCEP ATP III (Alberti,2006)

Di Semarang 297 penderita diabetes mellitus tipe 2 yang menjalani rawat

jalan di Poliklinik Endokrinologi di RS Dr. Kariadi sebesar 52,2% pasien

memenuhi kriteria WHO dan 73% memenuhi kriteria NCEP ATP III

(Wulandari, 2013).

2.2.4. Diagnosa

Kriteria AHA/ NHLBI dan IDF merupakan kriteria yang selalu

digunakan sebab sangat praktis untuk menentukan diagnosis.meskipun

Universitas Sumatera Utara


16

sangat rumit, Kriteria WHO juga digunakan pada beberapa bagian di dunia

ini. Saat ini NCEP ATP III merupakan yang sering dipakai untuk penelitian

karena sangat mudah dan simpel. AHA & NHLBI. menyatakan bahwa ketika

menegakkan diagnosis sindrom metabolik, tidak terlalu diperlukan

peningkatan lingkar pinggang, jika kriteria lainnya ada (Soegondo, 2009)

Tabel 2.3. Kriteria Diagnosis Sindroma Metabolik.( (Soegondo,

2009)

KLINIS WHO (1998) EGIR NCEP AACE IDF (2005) AHA/NHLBI


ATP III (2003) (2005)
(2001)
Insulin IGT,IFG,T2DM Plasma Tidak ada IGT atau Tidak ada Tidak ada
Resisten atau rendahnya insulin Tapi + 3 IFG + Tapi + 3
th
sensitivitas >75 dari 5 salah satu dari 5
insulin + 2 dari Percentile kriteria penilaian kriteria
kriteria + 2 dari klinis
kriteria
Obesitas WHR Lingkar Lingkar BMI Obesitas Lingkar
2
L ≥ 0,9 pinggang pinggang ≥25kg/m sentral pinggang
P ≥ 0,85 L ≥ 94cm L ≥ (lingkar L ≥ 102cm
Dan atau P ≥ 80cm 102cm pinggang) P ≥ 88cm
2
BMI> 30kg/m P ≥ Asia
80cm L > 90 cm
P> 80 cm
Dislipidemi Plasma TG ≥1,7 Plasma TG Plasma Plasma TG level ≥ TG level ≥
mmol/l (150 ≥1.7 mmol/l TG TG 150 mg/dl 150 mg/dl
mg/dl) dan/atau (150 mg/dl) ≥150 ≥150 (1,7 mmol/l) (1,7 mmol/l)
HDL-C HDL-C mg/dl mg/dl / TG RX / TG RX
P < 0,9 mmol/l ( L/P <1.0 HDL-C HDL-C HDL-C HDL-C
40 mg/dl) mmol/l (40 L < 40 L <40 L <40 mg/dl L <40 mg/dl
L<35mg/dl mg/dl) mg/dl mg/dl (0,9 mmol/l) (0,9 mmol/l)
dan/atau P < 50 P <50 P<50mg/dl P<50mg/dl
terapi mg/dl mg/dl (1,1mmol/l), (1,1mmol/l),
dislipidemi / HDL-C RX / HDL-C RX
a
Tekanan Sedang dalam TD ≥ 140/90 TD TD ≥130/85 TD ≥130/85 TD ≥130/85
Darah terapi anti mmHg,/ ≥130/85 mmHg/ mmHg/ mmHg/
hipertensi dan hipertensi mmHg/ Hipertensi Hipertensi RX Hipertensi RX
/atau RX Hipertensi RX
TD >140/90 RX
mmHg
Glukosa IGT,IFG,atau FBG ≥ 6,1 FBG >110 FBG ≥ 6,1 FBG ≥ 100 FBG ≥ 100
T2DM mmol/l(110 mg/dl mmol/l(110 mg/dl (5,6 mg/dl (5,6
mg/dl) mg/dl) mmol/l), atau mmol/l),
Tidak DM Tidak DM didiagnosis
T2DM

Universitas Sumatera Utara


17

Lain-Lain Mikroalbuminuria Fitur lain


dari insulin
resisten

Keterangan BMI : Body mass Indeks


IGT ; Insulin Glucose L : Laki-laki
Tolerance P :Perempuan
IFG : Insulin Fasting Glucose TG : Trigliserida
T2DM : Tipe 2 Diabetes Melitus HDL-C : High Density Lipoprotein-Cholesterol
WHR : Waist Hip Ratio Rx : Dalam pengobatan
FBG : Fasting Blood Glucose (Kadar Gula Darah
Puasa)

2.2.5. Patofisiologi

Beberapa mekanisme yang terjadi yang bisa menyebabkan sindroma

metabolik . Beberapa pendapat menyatakan resistensi insulin merupakan hal

yang mendasari gangguan pada sindroma metabolik, sementara yang

lainnya berpendapat yang merupakan patogenesa yang paling penting

adalah obesitas (Meshkani , 2009).

Metabolik sindrom terjadi suatu fase kronik dari inflamasi yang ringan

sebagaimana suatu keadaan kompleks yang turut berperan antara faktor

genetik dan lingkungan . Beberapa faktor yang dapat dijumpai pada sindroma

metabolik : resistensi insulin, lemak visceral, atherogenic dyslipidemia,

tekanan darah yang meningkat, hypercoagulable state, dan hipersekresi

mediator stress (Kaur, 2014).

2.2.5.1. Obesitas

Obesitas dapat menjadi penyebab kematian terbesar di dunia, dengan

meningkatnya prevalensi obesitas pada orang dewasa dan anak, dan

Universitas Sumatera Utara


18

merupakan salah satu masalah yang serius pada abad 21. Penyebab

obesitas ada 2 yang terpenting yaitu gaya hidup (makan yang berlebihan

tanpa olahraga, penggunaan obat antipsikosis) dan genetik (Sharma, 2011).

Kelainan gen dihubungkan dengan beberapa kombinasi kelainan gen,

dilaporkan lebih dar 300 variasi kelainan gen penyebab obesitas. Pada rat

model dihubungkan dengan defek gen leptin. Leptin dihasilkan oleh kelenjar

lemak yang berfungsi memberikan signal ke otak bila kekurangan intake

makanan, dan menurunkan penyimpanan adipose di badan. Penderita

defisiensi leptin sedikit ditemukan pada manusia (Atkinson, 2005) .

Pada penderita obesitas jaringan lemak banyak mengeluarkan asam

lemak non esterifikasi, gliserol, hormone dan sitokin proinflamatori. Elemen –

elemen inilah yang berperan terjadinya resistensi insulin. Resistensi insulin

diikuti dengan disfungsi sel beta pankreas, dimana sel ini gagal dalam

mengatur kadar gula darah hingga terganggunya pelepasan insulin

(Mukherjee,2013).

Suatu hipotesa menyatakan bahwa akumulasi lemak (abdominal

adiposity) menghasilkan lipid dys-regulation (hipertrigliseridemia, HDL

rendah, dan meningkatkan small dense LDL dan apo B). Bukti dari berbagai

studi populasi menggunakan ukuran sederhana, lingkar pinggang (WC),

dihubungkan dengan indeks massa tubuh (IMT), dan lebih baik

mengidentifikasi individu yang berisiko untuk sindroma metabolik dan lipid

disregulasi (Ezra, 2006).

Universitas Sumatera Utara


19

Kombinasi pengukuran berat badan dan tinggi badan merupakan

metoda yang simple dan reliable untuk mengevaluasi status kesehatan dan

bisa sebagai screening bagi yang menderita overweight (Kuczmarski and

Flegal, 2000). Pada tahun 1997 Konsultan WHO diketahui faktor yang paling

penting adalah abdominal fat mass (Rujukan abdominal, sentral atau visceral

obesity) (WHO,2008).

2.2.5.2. Resistensi Insulin.

Resistensi Insulin banyak dijumpai pada individu dengan obesitas

terutama abdominal obesity, hal ini karena jaringan lemak tersebut kurang

sensitif terhadap penghambatan lipolisis hormon insulin sehingga

menyebabkan tingginya asupan lemak bebas ke hati dan vena porta.

Disamping resistensi insulin keadaan ini juga merangsang terjadinya

perlemakan hati. Obesitas dan resistensi insulin termasuk ke dalam

komponen sindrom metabolik yang merupakan faktor resiko terjadinya

penyakit kardiovaskuler dan diabetes mellitus (Mittal, 2008).

Resistensi insulin berhubungan dengan peningkatan sensitivitas sel β

pankreas dan keadaan hiperinsulinemia merupakan suatu mekanisme

kompensasi. Hal ini terjadi karena hipertropi sel β pankreas disebabkan oleh

rangsangan radikal bebas dari mitokondria pada awalnya sedangkan

akhirnya akan menyebabkan gangguan sekresi hormon insulin melalui

percepatan terjadinya apoptosis (Bakker, 2001)

Universitas Sumatera Utara


20

2.2.5.3. Dislipidemia

Dislipidemia dalam sindroma metabolik digambarkan dengan

meningkatnya kadar trigliserida, menurunnya HDL dan kadar normal hingga

meningkat kadar LDL. Komponen yang diperhatikan pada sindroma

metabolik dengan meningkatnya kadar trigliserida dan menurunnya kadar

HDL (Aquilante, 2012).

Dislipidemia disebabkan oleh terganggunya metabolisme lipid akibat

interaksi faktor genetik dan faktor lingkungan. Walau terdapat bukti hubungan

antara kolesterol total dengan kejadian kardiovaskular, hubungan ini dapat

menyebabkan kesalahan interpretasi di tingkat individu seperti pada wanita

yang sering mempunyai konsentrasi kolesterol HDL yang tinggi. Kejadian

serupa juga dapat ditemukan pada subjek dengan DM atau sindroma

metabolik di mana konsentrasi kolesterol HDL sering ditemukan rendah

(PERKI, 2013).

Kadar HDL rendah dan tingginya kadar LDL memegang peranan

penting terhadap perkembangnya penyakit coronary artery disease (CAD)

dan dikenalah terminologi dislipidemia yang menggambarkan gambaran yang

abnormal termasuk kadar lipoprotein yang tinggi ataupun rendah.

Dislipidemia secara klinis memegang kontribusi terbentuknya aterogenesis

(Brunzell, 2009). Penurunan HDL disebabkan oleh banyak faktor tetapi

tampaknya yang terpenting adalah meningkatnya transfer kolesterol dari HDL

Universitas Sumatera Utara


21

ke lipoprotein kaya trigliserin dan sebaliknya transfer trigliserida ke HDL.

Partikel HDL yang kaya trigliserida akan mengalami hidrolisa oleh lipase hati

sehingga mudah dikatabolisme dan dibersihkan di plasma. Mekanisme lain

yang dipikirkan adalah berkaitan dengan gangguan lipid post prandial pada

kondisi resistensi insulin sehingga terjadi gangguan produksi Apolipoprotein

A-1 (Apo-A1) oleh hati selanjutnya mengakibatkan penurunan kolesterol HDL

(Simanjuntak, 2013).

Rekomendasi profil lipid yang diperiksa secara rutin adalah kolesterol

total, kolesterol LDL, kolesterol HDL, dan TG. Pemeriksaan parameter lain

seperti apoB, apoA1, Lp(a), dan small dense LDL tidak dianjurkan diperiksa

secara rutin (PERKI, 2013).

Menurut Framingham Study menyatakan pria pada usia pertengahan

dengan nilai cakupan kadar total kolesterol 227 mg/dl , HDL 43 mg/dl, LDL

151 mg/dl rasio total kolesterol dan HDL sebesar 5.6 dapat terjadi

Cardiovaskular Hearth Disease (CHD). Pada wanita resiko terjadinya CHD

makin bertambah dengan bertambahnya usia (Dupont, 2006)

CHD disebabkan oleh atherosclerosis, terjadi pengerasan arteri karena

terdapat plak atheroma. Proses pembentukannya disebut dengan

aterogenesis, proses yang terlibat sangat kompleks antara elemen selular

dan aseluller. Mayoritas komponen aseluller terdiri dari kolesterol, kolesterol

ester, dan phospolipid (Kumar, 2010)

Universitas Sumatera Utara


22

Pada kondisi abdominal adiposity atau diabetes, sering diikuti

gangguan profil lipid dan glukosa tidak mudah dipergunakan karena adanya

resistensi insulin (Bosomworth, 2013)

Berbagai rasio parameter lipid telah diteliti hubungannya dengan risiko

kardiovaskular. Rasio kolesterol total/HDL dan rasio kolesterol non-HDL/HDL

merupakan prediktor kuat untuk risiko kardiovaskular. Saat ini berbagai rasio

tersebut digunakan untuk estimasi risiko kardiovaskular tetapi tidak

digunakan untuk diagnosis . (PERKI, 2013).

2.2.5.4. Hipertensi

Hubungan antara obesitas dan hipertensi telah lama diketahui dan

telah banyak dilaporkan oleh banyak peneliti, namun mekanisme terjadinya

hipertensi akibat obesitas hingga saat ini belum jelas.Sebagian besar peneliti

menitikberatkan patofisiologi tersebut pada tiga hal utama yaitu gangguan

sistem autonom, resistensi insulin, serta abnormalitas struktur dan fungsi

pembuluh darah. Ketiga hal tersebut dapat saling mempengaruhi satu

dengan lainnya.(Haris, 2009). Beberapa mekanisme bisa dipertimbangkan.

Pertama, insulin merupakan venodilator jika diberikan secara intravena pada

orang dengan berat badan normal, dengan efek sekunder pada reabsobsi

natrium pada ginjal. Pada keadaan resistensi insulin, efek vasodilator pada

insulin hilang, tapi efek ginjal untuk reabsobsi natrium tetap ada. Asam lemak

sendiri bisa memediasi vasokonstriksi relatif. Hiperinsulinemia mungkin akan

Universitas Sumatera Utara


23

menghasilkan peningkatan aktifitas system saraf simpatik dan berkonstribusi

untuk terjadinya hipertensi.Jaringan lemak merupakan sumber

angiotensinogen , tidak heran lagi bahwa ditemukan ada hubungan

hiperaldosteronisme dengan hipertensi pada sindroma metabolik

(Cornier,2008).

2.3. Hubungan Resistensi Insulin Dengan Rasio Profil Lipid Pada

Sindroma Metabolik

Pada penelitian di Jepang menyatakan resistensi insulin mempunyai

hubungan yang signifikan dengan rasio lipid TG/HDL, TK/HDL, LDL/HDL

pada sindroma metabolik namun hanya peningkatan rasio TG/HDL

berhubungan signifikan dengan resistensi insulin pada orang sehat.

(Kawamoto, 2011). Penelitian di Korea menyatakan bahwa ada hubungan

yang signifikan antara resistensi insulin dengan rasio profil lipid TC/HDL,

LDL/HDL, TG/HDL pada penderita sindroma metabolik dan non sindroma

metabolik dan ada hubungan yang signifikan antara resistensi insulin dengan

kadar TG dan HDL pada kelompok sindroma metabolic dibandingkan

kelompok non sindroma metabolik (Kimm,2010).

HOMA IR dengan nilai cut off >2.41 memiliki nilai sensitifitas dan

spesifisitas tinggi terjadinya resistensi insulin. Dijumpai hubungan yang

signifikan antara kadar TG dan VLDL tinggi, rasio TC/HDL, TG/HDL, LDLHDL

dengan HOMA IR dengan cut off >2.41 dibandingkan dengan HOMA IR

Universitas Sumatera Utara


24

dengan cut off ≤ 2.41 (Momin, 2014). Ditemukan hubungan yang signifikan

antara rasio TG/HDL dan TC/HDL dengan HOMA IR (p≤ 0.05) dan hubungan

yang signifikan rasio lipid protein dengan pasien yang mempunyai indeks

HOMA-IR > 2.5 dibandingkan pasien dengan indeks HOMA-IR < 2.5 (Ray,

2013).

Penelitian di China pada 614 pria dan 1055 wanita tanpa diabetes,

menyatakan resistensi insulin berhubungan dengan rasio TG/HDL, rasio

TC/HDL pada laki-laki dengan berat badan normal dan pada wanita

overweight/obesitas. Resistensi insulin berhubungan dengan rasio TG/HDL

terutama pada anak laki-laki dan perempuan yang obesitas dan dapat

digunakan sebagai faktor resiko meningkatnya angka kematian yang

diakibatkan oleh resistensi insulin (Giannini, 2011). Pada penelitian dengan

multivariable model analysis dengan faktor resiko penyakit kardiovaskular

(umur, jenis kelamin, tekanan darah, merokok, dan BMI) rasio profil lipid

dihubungkan dengan major acute cardiovascular event, rasio TK/HDL

merupakan predictor yang kuat terjadinya major acute cardiovascular event

(Pereira,2012). Rasio TG/HDL-C, kadar glukosa puasa merupakan marker

awal identifikasi resistensi insulin, dan rasio apoB/apoA-I tidak lebih baik

dengan profil lipid bila dihubungkan dengan resistensi insulin (Du, 2014).

Universitas Sumatera Utara


25

2.4. Kerangka Konsep

GENETIK LINGKUNGA
N

SINDROMA
METABOLIK

RESISTENSI
INSULIN

LIPOLISIS↗

FFA ↗ HATI

ApoB↗ ,
TG↗ ,VLDL↗ ,H DISLIPIDEM RASIO
DL↘ , ApoA↘ IA PROFIL
LIPID

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai