Anda di halaman 1dari 8

Penatalaksanaan

1. Tatalaksana Emergensi
Irigasi, merupakan hal yang krusial dan harus dilakukan sesegera mungkin untuk
meminimalkan durasi kontak mata dengan bahan kimia dan untuk menormalisasi
pH pada saccus konjungtiva. Larutan non-toksik (NaCl 0,9%, Ringer Laktat) harus
digunakan untuk mengirigasi mata selama 15-30 menit sampai pH mata menjadi
normal (7,3). Pada trauma basa hendaknya dilakukan irigasi lebih lama, paling
sedikit 2.000 ml dalam 30 menit. Makin lama makin baik. Jika perlu dapat
diberikan anastesi topikal, larutan natrium bikarbonat 3%, dan antibiotik. Irigasi
dalam waktu yang lama lebih baik menggunakan irigasi dengan kontak lensa
(lensa yang terhubung dengan sebuah kanul untuk mengirigasi mata dengan aliran
yang konstan.

Double eversi pada kelopak mata, dilakukan untuk memindahkan material yang
terdapat pada bola mata. Selain itu tindakan ini dapat menghindarkan terjadinya
perlengketan antara konjungtiva palpebra, konjungtiva bulbi, dan konjungtiva
forniks.

Debridemen, pada daerah epitel kornea yang mengalami nekrotik dapat terjadi re-
epitelisasi pada kornea. Trauma kimia ringan (derajat 1 dan 2) dapat diterapi
dengan pemberian obat-obatan seperti steroid topikal, sikloplegik, dan antibiotik
profilaksis selama 7 hari. Sedangkan pada trauma kimia berat, pemberian obat-
obatan bertujuan untuk mengurangi inflamasi, membantu regenerasi epitel dan
mencegah terjadinya ulkus kornea.

2. Medikamentosa
Steroid, bertujuan untuk mengurangi inflamasi dan infiltrasi neutofil. Namun
pemberian steroid dapat menghambat penyembuhan stroma dengan menurunkan
sintesis kolagen dan menghambat migrasi fibroblas. Untuk itu steroid hanya
diberikan secara inisial dan di-tappering off setelah 7-10 hari. Deksametason 0,1%
ED dan Prednisolon 0,1% ED diberikan setiap 2 jam. Bila diperlukan dapat
diberikan Prednisolon IV 50-200 mg.

Sikloplegik, diberikan untuk mengistirahatkan iris, mencegah iritis, dan sinekia


posterior. Atropin 1% ED atau Scopolamin 0,25% diberikan 2 kali sehari.

Asam askorbat dapat mengembalikan keadaan jaringan scorbutik dan


meningkatkan penyembuhan luka dengan membantu pembentukan kolagen matur
oleh fibroblas kornea. Natrium askorbat 10% topikal diberikan setiap 2 jam. Untuk
dosis sitemik dapat diberikan sampai dosis 2 gram.

Beta bloker/karbonik anhidrase inhibitor digunakan untuk menurunkan tekanan


intra okular dan mengurangi resiko terjadinya glaukoma sekunder. Diberikan
secara oral asetazolamid (diamox) 500 mg.

Antibiotik profilaksis diberikan untuk mencegah infeksi oleh kuman oportunis.


Tetrasiklin efektif untuk menghambat kolagenase, menghambat aktifitas netrofil,
dan mengurangi pembentukan ulkus. Dapat diberikan bersamaan antara topikal
dan sistemik (doksisiklin 100 mg).

Rekomendasi pemberian medikamentosa trauma kimia pada mata fase akut;


GRADASI I GRADASI II GRADASI III GRADASI IV
a. - Bandage lens Bandage lens Bandage lens

Auto serum tetes 6x Auto serum tetes tiap jam

b. (AB +) Kortikosteroid Deksametason/prednsion Deksametason/prednsion


steroid tetes tetes 6x tetes tiap jam tetes tiap 30 menit
4-6x
EDTA 1% EDTA 1% tetes EDTA 1% tetes tiap jam EDTA 1% tetes tiap 30 menit
tetes 4-6x 6x
Serum tetes 6x Auto serum tetes tiap jam

c. Antibiotik + Tetrasiklin salep Tetrasiklin salep 4x Tetrasiklin salep 4x


steroid 4-6x 4x
Doksisiklin Doksisiklin 2x100 mg Doksisiklin 2x100 mg
2x100 mg
d. Timoptol 0,5% Timoptol 0,5% tetes 2x Timoptol 0,5% tetes 2x
tetes 2x
Asetazolamid 2x500 mg + Asetazolamid 2x500 mg +
subtitusi ion kalium subtitusi ion kalium
e. Sulfas Sulfas atropine Sulfas atropine 1% 3x Sulfas atropine 1% 3x
atropine 1% 1% 3x
3x
Vitamin C Vitamin C Vitamin C 4x2000 mg Vitamin C 4x2000 mg
4x500 mg 4x2000 mg
f. - - Nekrotomi + graf Nekrotomi + graf
konjungtiva-limbus konjungtiva-limbus

3. Pembedahan
Pembedahan Segera
Sifatnya segera dibutuhkan untuk revaskularisasi limbus, mengembalikan populasi
sel limbus, dan mengembalikan kedudukan forniks. Prosedur berikut dapat
digunakan untuk pembedahan:

 Pengembangan kapsul Tenon dan penjahitan limbus, bertujuan untuk


mengembalikan vaskularisasi limbus juga mencegah perkembangan ulkus
kornea. 
 Transplantasi stem sel limbus dari mata pasien yang lain (autograft) atau dari
donor (allograft), bertujuan untuk mengembalikan epitel kornea menjadi
normal. 
 Graft membran amnion, untuk membantu epitelisasi dan menekan fibrosis.

Pembedahan Lanjut
Pada tahap lanjut dapat menggunakan metode berikut:
 Pemisahan bagian-bagian yang menyatu pada kasus conjungtival bands dan
simblefaron. 
 Pemasangan graft membran mukosa atau konjungtiva. 
 Koreksi apabila terdapat deformitas pada kelopak mata. 
 Keratoplasti dapat ditunda sampai 6 bulan. Makin lama makin baik. Hal ini
untuk memaksimalkan resolusi dari proses inflamasi.  
 Keratoprosthesis bisa dilakukan pada kerusakan mata yang sangat berat
dikarenakan hasil dari graft konvensional sangat buruk. 

Komplikasi
Komplikasi dari trauma mata bergantung pada berat ringannya trauma, dan jenis
trauma yang terjadi. Komplikasi yang dapat terjadi pada kasus trauma basa pada mata
antara lain;
1. Simblefaron, gejala gerak mata terganggu, diplopia, lagoftalmus, sehingga
kornea dan penglihatan terganggu,
2. Kornea keruh, edema, neovaskuler,
3. Sindroma mata kering,
4. Katarak traumatik, trauma basa pada permukaan mata sering menyebabkan
katarak. Komponen basa yang mengenai mata menyebabkan peningkatan pH
cairan akuos dan menurunkan kadar glukosa dan askorbat. Hal ini dapat
terjadi akut ataupun perlahan-lahan. Trauma kimia asam sukar masuk ke
bagian dalam mata maka jarang terjadi katarak traumatik. 
5. Glaukoma sudut tertutup, atau
6. Entropion dan ptisis bulbi
Gambar. Simblefaron (kiri), ptosis bulbi (kanan)

Prognosis
Prognosis trauma kimia pada mata sangat ditentukan oleh bahan penyebab trauma
tersebut. Derajat iskemik pada pembuluh darah limbus dan konjungtiva merupakan
salah satu indikator keparahan trauma dan prognosis penyembuhan. Iskemik yang
paling luas pada pembuluh darah limbus dan konjungtiva memberikan prognosis
yang buruk. Bentuk paling berat pada trauma kimia ditunjukkan dengan gambaran
“cooked fish eye” yang memiliki prognosis paling buruk, dapat terjadi kebutaan.

Cooked fish eye.

Trauma kimia sedang sampai berat pada konjungtiva bulbi dan palpebra dapat
menyebabkan simblefaron (adhesi anatara palpebra dan konjungtiva bulbi). Reaksi
inflamasi pada kamera okuli anterior dapat menyebabkan terjadinya glaukoma
sekunder.

Berikut perbedaan prognosis dilihat dari keterlibatan limbus dan konjungtiva;


GRADE PROGNOSIS KETERLIBATAN KETERLIBATAN SKALA
LIMBUS KONJUNGTIVA ANALOG
1 Sangat baik Tidak ada 0% 0/0%
2 Baik ≤3 clock hours ≤30% 0,1-3/1-29%
3 Baik >3-6 clock hours >30-50% 3,1-6/31-50%
4 Baik sampai dengan >6-9 clock hours >50-75% 6,1-9/51-75%
meragukan
5 Meragukan sampai dengan >9-<12 clock >75-<100% 9,1-11/76-99%
buruk hours
6 Sangat buruk Total limbus Total konjungtiva 12/100%

Analisis Kasus
Data yang didapatkan dari anamnesis, yaitu keluhan mata merah dan nyeri tanpa
penurunan visus dapat membantu klinisi dalam memilih diagnosis banding dan
diagnosis kerja. Beberapa penyakit mata dengan keluhan mata merah tanpa
penurunan visus berupa konjungtivitis, perdarahan subkonjungtiva, pterigium,
pinguekula, episkleritis-skleritis, defisiensi vitamin A, dan mata kering. Lalu data
anamnesis selanjutnya didapatkan bahwa pasien meneteskan Albothyl pada mata
kanannya sebelum keluhan muncul, hal ini menandakan bahwa permukaan bola mata
terpapar dengan zat kimia. Albothy merupakan salah satu merk dagang dari bahan
aktif Policresulen yang bersifat asam dengan pH 0,6. Sehingga dari anamnesis ditarik
kesimpulan terdapat mata merah, nyeri, tanpa penurunan visus karena trauma zat
asam.

Pada pemeriksaan fisik, didapatkan pada okuli sinistra dalam batas normal.
Pemeriksaan visus ODS didapatkan hasil 6/6. Pada okuli dekstra didapatkan adanya
injeksi konjungtiva, sekret berwarna putih (+), dan palpebral inferior hiperemis.
Kornea masih dalam keadaan baik. Karena ditemukan adanya injeksi konjungtiva
maka diagnosis konjungtivitis okuli dekstra dapat ditegakkan. Konjungtivitis
merupakan inflamasi pada jaringan konjungtiva yang dapat terjadi secara akut
maupun kronis, akibat invasi mikroorganisme dan atau reaksi imunologi. Tanda klinis
khas adalah mata merah yang ditandai dengan injeksi konjungtiva yang sering disertai
timbulnya sekret dengan berbagai konsistensi.

Diagnosis akhir dari kasus ini adalah konjungtivitis okuli dekstra ec trauma kimia
asam grade I. Penentuan grading pada kasus trauma kimia okuli dinilai dari
keterlibatan limbus, namun karena pada kasus ini tidak ditemukannya iskemik
limbus, maka grade pada kasus ini adalah I yaitu kerusakan minimal. Hal ini sesuai
dengan teori yang menyebutkan bahwa penyebab trauma kimia yang lebih berat
biasanya terjadi karena trauma kimia basa/alkali.

Penatalaksanaan pada kasus trauma kimia okuli yang paling utama dan krusial adalah
drainase lalu baru dilanjutkan dengan pemberian medikamentosa untuk mengurangi
gejala Pada pasien ini, drainase sudah dilakukan di rumah sebelum ke rumah sakit.
Sehingga penatalaksanaan yang diberikan pada pasien ini berupa pemberian
kortikosteroid topikal dan antibiotic topikal. Gentamicin salep diberikan sekali sehari
pada saat malam hari dan Deksametason tetes diberikan sehari empat kali satu tetes.
Pemberian kortikosteroid pada kasus trauma kimia bertujuan untuk mengurangi
inflamasi dan infiltrasi neutrofil. Hal ini bertujuan untuk mengurangi gejala inflamasi
seperti kemerahan, rasa panas, dan nyeri. Namun, pemberian steroid dapat
menghambat penyembuhan stroma dengan menurunkan sintesis kolagen dan
menghambat migrasi fibroblas. Steroid hanya diberikan secara inisial dan di-
tappering off setelah 7-10 hari. Pemberian antibiotik pada kasus ini untuk mencegah
infeksi oleh kuman oportunis. Namun, pemberian tetrasiklin lebih dianjurkan karena
selain bersifat sebagai pencegah infeksi kuman, tetrasiklin juga efektif untuk
menghambat kolagenase, menghambat aktifitas netrofil, dan mengurangi
pembentukan ulkus.

Anda mungkin juga menyukai