Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

2.1 Latar Belakang

Fenomena kemiskinan yang terjadi di Indonesia tidak hanya memberikan

dampak negatif pada orang dewasa, tetapi juga anak-anak. Kempson (dalam

Nainggolan, dkk, 2012) melihat dampak kemiskinan pada empat bidang, meliputi:

(1) psikologis, kemiskinan menyebabkan hilangnya harga diri, perasaan tidak

berdaya, kemarahan, kecemasan dan perasaan bosan; (2) fisik, yakni kemiskinan

dapat merusak kesehatan; (3) relasional, kemiskinan membuat hubungan sosial

menjadi buruk karena stigma yang dikaitkan kepada orang miskin dapat

mempengaruhi relasi; dan (4) praktis, dimana kemiskinan membatasi pilihan,

belanja dan pengasuhan anak. Anak mengalami dampak kemiskinan yang lebih

berbahaya daripada orang dewasa, karena dapat menyebabkan kerusakan jangka

panjang (Bagong Suyanto, 2013).

Badan Pusat Statistik (17/07/2017) merilis jumlah penduduk miskin di

Indonesia pada Maret 2017 sebanyak 27,77 juta orang atau 10,64%, ada

peningkatan yang tidak terlalu signifikan dari bulan September 2016 yang sebesar

27,76 juta orang atau 10,70%. Pada Maret 2016 jumlah penduduk miskin yang

hampir 28 juta jiwa, sebanyak 40,22 persennya (11,26 juta jiwa) adalah anak-anak

(Kompas, 25/07/2017). Jika diperhatikan secara kasar persentase anak miskin

pada Maret 2017 tidak jauh berbeda dengan Maret 2016. Artinya persentase anak

miskin pada Maret 2017 pun dapat dibilang tidak jauh dari sekitar 40 persen

1
2

jumlah penduduk miskin. Berdasarkan data tersebut, dapat dipahami bahwa anak

miskin di Indonesia sangat memungkinkan untuk menjadi populasi sosial dalam

penelitian terkait ketahanan psikologis yang tercakup dalam resiliensi.

Sejumlah penelitian menunjukkan adanya hubungan yang nyata antara

kemiskinan dan permasalahan psikologis pada anak. Anak yang berada dalam

situasi keluarga miskin memiliki risiko lebih tinggi mengalami permasalahan

psikologis (Townend & Grant dalam Aunillah & Adiyanti, 2015). Beberapa

permasalahan psikologis yang dialami anak akibat kemiskinan, antara lain: tidak

berdaya (helplessness), keterisolasian, memiliki pikiran negatif, cenderung

pesimis, dan mudah menyerah (Rembulan, 2009). Berbagai situasi tersebut

selanjutnya dikenal dengan adversitas atau penderitaan yang dapat mengganggu

ketahanan diri anak (Eem Munawaroh, 2014).

Salah satu isu adanya masalah ketahanan diri anak dari keluarga miskin

adalah pada kasus Yanto (13 tahun), seorang anak yang berhasil terselamatkan

dari usaha gantung diri karena malu tidak sanggup membayar iuran

ekstrakurikuler sebesar Rp.2.500,00 (Kompas, 07/07/2007). Isu masalah

ketahanan anak dari keluarga miskin lainnya adalah yang dialami Miftahul Jannah

(12 tahun) yang memilih gantung diri daripada harus menanggung malu karena

tidak dapat membayar iuran study tour (Unisosdem, 23/07/2007). Pada September

2016, seorang siswa SD (12 Tahun) di Pati Jawa Tengah nekat gantung diri

karena tidak tahan hidup miskin (Suara Merdeka, 21/9/2016). Berbagai isu

permasalahan yang dialami anak dari keluarga miskin ibarat fenomena gunung es

yang tidak boleh biarkan.


3

Ketidaklengkapan orangtua dapat memperparah penderitaan anak selain

karena kemiskinan. Anak yang memiliki orangtua tunggal dan miskin mengalami

konflik dan tekanan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa orangtua dari keluarga

miskin cenderung tidak bersikap responsif serta mudah memberikan hukuman

pada anak (McLoyd dalam Wandasari, 2012). Kombinasi keadaan miskin dan

ketidaklengkapan orangtua, menyebabkan anak mengalami rasa cemas dan

perasaan tertekan (Hetherington dalam Dagun, 2013).

Resiliensi merupakan unsur yang penting bagi anak dari keluarga single

parent miskin untuk menghadapi tekanan dalam mempertahankan kehidupan.

Anak dari keluarga single parent miskin yang memiliki resiliensi, mampu

merespon situasi penderitaan dengan cara-cara yang tepat, lebih fokus dalam

proses belajar, serta dapat mengembangkan potensi yang dimiliki secara optimal.

Menurut Nainggolan, dkk (2012) resiliensi merupakan kemampuan untuk

menemukenali hal positif dibalik suatu penderitaan dan memanfaatkannya sebagai

kekuatan untuk bangkit dari keterpurukan. Lebih lanjut Nainggolan, dkk (2012)

mengatakan bahwa resiliensi merupakan indikator terpenting dari kesejahteraan

sosial. Reivich & Shatte (2002) juga menyebutkan pentingnya resiliensi bagi anak

untuk mengatasi kesulitan-kesulitan akibat keluarga yang berantakan, kehilangan

orang tua, dan kemiskinan.

Sejumlah penelitian menggambarkan bahwa anak dari keluarga single

parent miskin dapat memiliki resiliensi. Hasil penelitian Kusumawardhani (2014)

menemukan bahwa anak dari keluarga single parent karena perceraian, mampu

menerima keadaan bahwa perceraian adalah jalan terbaik. Hasil penelitian


4

Wandasari (2012) menemukan bahwa anak-anak mampu berprestasi dan sukses

meskipun dibesarkan dalam kesulitan ekonomi. Dengan demikian, kata “mampu

menerima”, “berprestasi” dan “sukses” menunjukkan bahwa anak mampu untuk

resilien dari situasi sulit karena miskin dan ketidaklengkapan orangtua. Resiliensi

anak dapat dilihat dari kemampuannya dalam mengatur emosi, mengendalikan

keinginan, menganalisa situasi, empati dan optimisme (Reivich & Shatte, 2002).

Permasalahan kemiskinan dan single parent juga dijumpai di Kabupaten

Banjarnegara. Berdasarkan Basis Data Terpadu (BDT) Tahun 2015, jumlah

penduduk miskin di Banjarnegara mencapai 106.197 kk atau 377.897 jiwa. Angka

tersebut menempatkan Banjarnegara di urutan keenam dengan jumlah penduduk

miskin terbanyak di Jawa Tengah. Desa Somawangi merupakan salah satu desa di

Banjarnegara yang terdapat penduduk single parent miskin. Jumlah anak dengan

single parent miskin di Desa Somawangi sebanyak 40 anak dari 29 keluarga

single parent. Penyebab menjadi single parent diantaranya karena perceraian,

ditinggal meninggal oleh pasangan hidup, dan karena hamil diluar nikah.

Anak dari keluarga single parent miskin di Desa Somawangi memiliki

kondisi yang memprihatinkan. Isu permasalahan anak dari keluarga single parent

miskin antara lain terkait dengan kualitas menu makanan yang rendah, pakaian

yang lusuh, keterlibatan anak dalam dunia kerja, dan putus sekolah. Isu

permasalahan lainnya adalah rentan terhadap stigma lingkungan, ejekan teman,

yang membuat anak single parent miskin menjadi rendah diri dan pesimis

terhadap masa depan.


5

Anak dari keluarga single parent miskin di Desa Somawangi rentan

terhadap ancaman. Isu masalah anak dari keluarga single parent miskin di Desa

Somawangi diantaranya kurang menampilkan kegembiraan, emosi labil, dan lebih

senang menyendiri. Kondisi kemiskinan memberikan ancaman bagi anak dari

keluarga single parent miskin menjadi pekerja anak, turun ke jalanan, dan

mencuri. Sehingga anak dari keluarga single parent miskin perlu memiliki daya

lenting dalam menghadapi berbagai ancaman tersebut. Pentingnya resiliensi bagi

anak dari keluarga single parent miskin melatarbelakangi peneliti untuk

melakukan penelitian tentang Resiliensi Anak pada Keluarga Single Parent

Miskin di Desa Somawangi, Kecamatan Mandiraja, Kabupaten Banjarnegara,

Jawa Tengah.

2.2 Perumusan Masalah

Fokus masalah penelitian ini yiatu “Bagaimana Resiliensi Anak yang

berasal dari Keluarga Single Parent Miskin di Desa Somawangi Kecamatan

Mandiraja Kabupaten Banjarnegara Jawa Tengah” dalam menghadapi dampak

dari situasi kemiskinan dan ketidaklengkapan orangtua.

Permasalahan penelitian tersebut selanjutnya dirinci dalam fokus masalah

sebagai berikut:

1. Bagaimana karakteristik anak dari keluarga single parent miskin di Desa

Somawangi Kecamatan Mandiraja Kabupaten Banjarnegara?

2. Bagaimana pengaturan emosi anak dari keluarga single parent miskin di Desa

Somawangi Kecamatan Mandiraja Kabupaten Banjarnegara?


6

3. Bagaimana pengendalian keinginan anak dari keluarga single parent miskin di

Desa Somawangi Kecamatan Mandiraja Kabupaten Banjarnegara?

4. Bagaimana kemampuan menganalisa situasi anak dari keluarga single parent

miskin di Desa Somawangi Kecamatan Mandiraja Kabupaten Banjarnegara?

5. Bagaimana empati anak dari keluarga single parent miskin di Desa Somawangi

Kecamatan Mandiraja Kabupaten Banjarnegara?

6. Bagaimana optimisme anak dari keluarga single parent miskin di Desa

Somawangi Kecamatan Mandiraja Kabupaten Banjarnegara?

2.3 Tujuan Penelitian

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran empiris

tentang resiliensi anak yang berasal dari keluarga single parent miskin di Desa

Somawangi dalam menghadapi dampak dari situasi kemiskinan dan

ketidaklengkapan orangtua. Tujuan penelitian ini secara rinci diharapkan dapat

menggambarkan secara lebih mendalam tentang:

1. Karakteristik anak dari keluarga single parent miskin di Desa Somawangi

Kecamatan Mandiraja Kabupaten Banjarnegara.

2. Pengaturan emosi anak dari keluarga single parent miskin di Desa Somawangi

Kecamatan Mandiraja Kabupaten Banjarnegara.

3. Pengendalian keinginan anak dari keluarga single parent miskin di Desa

Somawangi Kecamatan Mandiraja Kabupaten Banjarnegara.

4. Kemampuan menganalisa situasi anak dari keluarga single parent miskin di

Desa Somawangi Kecamatan Mandiraja Kabupaten Banjarnegara.


7

5. Kemampuan berempati anak dari keluarga single parent miskin di Desa

Somawangi Kecamatan Mandiraja Kabupaten Banjarnegara.

6. Optimisme anak dari keluarga single parent miskin di Desa Somawangi

Kecamatan Mandiraja Kabupaten Banjarnegara.

2.4 Manfaat Penelitian

2.4.1 Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini secara teoritis diharapkan dapat memberikan sumbangan

pemikiran untuk pengembangan ilmu praktik pekerjaan sosial khususnya yang

berkaitan dengan resiliensi anak pada miskin single parent miskin.

2.4.2 Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini secara praktis diharapkan dapat memberikan sumbangan

pemikiran bagi pemecahan masalah yang berkaitan dengan peningkatan resiliensi

anak dari keluarga single parent miskin. Hasil penelitian ini secara praktis

diharapkan juga dapat menjadi pertimbangan atau dasar pengambilan keputusan

untuk menentukan program/ kebijakan yang berpengaruh terhadap peningkatan

resiliensi anak dari keluarga single parent miskin.

2.5 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam penelitian ini terdiri dari beberapa bab, yang

dirinci sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN, meliputi latar belakang, perumusan masalah,

tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penelitian.

BAB II KAJIAN KONSEPTUAL, memuat tentang peneltian terdahulu dan

tinjauan yang memiliki relevansi dengan penelitian ini.


8

BAB III METODE PENELITIAN, meliputi desain penelitian, penjelasan

istilah, latar penelitian, sumber data dan cara menentukannya, teknik

pengumpulan data, pemeriksaan keabsahan data, teknik analisis data,

serta jadwal dan langkah-langkah penelitian.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN, yang meliputi

gambaran lokasi penelitian, hasil penelitian, dan pembahasan hasil

penelitian.

BAB V USULAN PROGRAM, meliputi dasar pemikiran, nama program,

tujuan program, sasaran program, sistem partisipan dalam

pengorganisasian program, metode dan teknik, langkah-langkah

pelaksanaan, rencana anggaran biaya, rencana evaluasi, analisis

kelayakan, dan indikator keberhasilan program.

BAB VI KESIMPULAN, yang memuat tentang kesimpulan dan saran dari

hasil penelitian.

Anda mungkin juga menyukai