menjelaskan, dan menggambarkan data yang telah diperoleh oleh peneliti melalui
yang terjadi di lapangan, yang dialami, dirasakan, dan dipikirkan oleh para
informan sebagai sumber data. Penjelasan pada bab ini dibagi menjadi tiga bagian
yang tersusun secara sistematis, yaitu meliputi gambaran umum Desa Somawangi
Rukun Warga, dan 4 Dusun meliputi Dusun Kalirau, Kalipacet, Kembaran, dan
Wanasepi. Luas wilayah Desa Somawangi mencapai 690 Ha atau 13,11% dari
total luas Kecamatan Mandiraja. Luas lahan tersebut digunakan untuk berbagai
60
61
bermain anak-anak.
Kecamatan Mandiraja yang pada tahun 2016 mencapai 6.703 jiwa, terdiri dari
laki-laki 3.301 jiwa dan perempuan 3.402 jiwa. Sementara jika dilihat berdasarkan
kepala keluarga, Desa Somawangi terdiri dari 2.711 kk. Artinya jika dirata-rata
UMUR
217 65+ 242
119 60-64 119
161 55-59 157
181 50-54 175
236 45-49 228
222 40-44 243
246 35-39 239
242 30-34 262
265 25-29 286
219 20-24 326
264 15-19 232
319 10-14 311
304 5-9 285
306 0-4 297
pada tahun 2016 berbentuk stasioner atau granat. Ciri piramida stasioner adalah
peduduk pada tiap kelompok umur hampir sama. Berdasarkan gambar 4.1 dapat
diketahui bahwa kelompok umur tertinggi ada di rentang 10-14 tahun yaitu
tinggi tingkat pendidikan seseorang, semakin luas pola pikir, pola tindak, dan pola
SMA/SMK 1007
SMP/MTS 1216
SD 2265
memiliki sumber daya manusia dengan tingkat pendidikan yang rendah. Tingkat
pendidikan paling banyak adalah tamat SD yaitu sebesar 2.265 jiwa. Hal itu juga
63
dijumpai pada orangtua anak single parent miskin yang menjadi informan.
Raskin/ Rastra tahun 2017, keluarga miskin di Desa Somawangi mencapai 490 kk
atau 18% dari total penduduk per kepala keluarga. Melihat gambar 4.3 dapat
RW 04
RW 03 11%
12% RW 05
12%
RW 02
10% RW 06
10%
RW 01
11%
RW 07
RW 08 17%
17%
keluarga yang terdiri dari suami/ ayah, istri/ ibu dan anak-anak yang belum
orangtua. Diantara populasi anak di Desa Somawangi, ada sebagian yang hidup
64
miskin dengan orangtua tidak lengkap. Peneliti tidak mendapatkan data jumlah
anak dengan single parent miskin dari berbagai instansi terkait. Sehingga diawal
studi ini, peneliti melakukan pendataan anak single parent miskin di Desa
PKK, dan Pemerintah Desa. Hasil pendataan diperoleh jumlah anak dengan single
10
8
7
4 4
3
2 2
Berdasarkan gambar 4.4 dapat diketahui jumlah anak single parent miskin
dengan jenis kelamin laki-laki lebih banyak dari perempuan. Jumlah laki-laki
dilihat dari kelompok umur, anak dengan orangtua tunggal (single parent) miskin
di Desa Somawangi didominasi oleh usia sekolah dasar dan sekolah lanjutan
16
6
4
2
1
dari latar belakang orangtuanya menjadi tunggal. Berdasarkan gambar 4.5 dapat
adalah 29 jiwa, yang terdiri dari single mother (janda) sebanyak 25 jiwa, dan
single father (duda) sebanyak 4 jiwa. Ada tiga penyebab mereka menjadi single
dan karena hamil diluar nikah. Penyebab paling banyak ditemui adalah karena
pasangan hidupnya (suami atau istri) meninggal dunia yaitu 20 jiwa, diikuti
karena perceraian sebanyak 7 jiwa, dan kaena tanpa menikah/ hamil di luar nikah
sebanyak 2 jiwa. Latar belakang orangtua yang tunggal dan miskin membuat
anak-anak dari kelompok rentan tersebut perlu memiliki resilien agar tetap survive
dan mendalam dalam kebersamaan. Sifat kekeluargaan sangat erat walau bukan
66
keluarga sesungguhnya. Hal ini menjadi bukti bahwa interaksi sosial pedesaan
memiliki kultur budaya yang lebih rukun dan ramah. Namun tidak dipungkiri
masyarakat Desa Somawangi dalam berinteraksi sosial pasti akan ada saja terjadi
suatu keadaan yang disebut situasi sosial yang menimbulkan suatu konflik atau
menyesuaikan diri, memahami, dan mengerti akan sesama, sehingga tetap terjaga
kelembagaan sosial yang dijumpai di Desa Somawangi antara lain: Karang Taruna
Muslimat NU, Majelis Pengajian Remaja, Kelompok Pendidikan Anak Usia Dini,
Taman Belajar Al-Qur‟an, Majelis Ulama Desa, Komunitas Anak Rantau Desa
yang masih aktif turut menyelenggarakan usaha kesejahteraan sosial anak antara
lain: Karang Taruna, Kelompok Pendidikan Anak Usia Dini, Taman Belajara Al
Dalam tataran bahasa jawa, bahasa logat ngapak merupakan istilah lain atau
ketika seseorang sedang berkomunikasi dengan orang yang lebih tua, maka yang
67
digunakan adalah bahasa krama dan krama inggil. Namun seiring perkembangan
zaman, tataran penggunaan bahasa jawa yang demikian sudah mulai ditinggalkan.
Sehingga saat ini banyak dijumpai seseorang menggunakan bahasa ngoko meski
mengakses, melihat dan meniru budaya dari luar. Selain itu, maraknya
anak pada keluarga single parent miskin di Desa Somawangi. Hasil penelitian ini
terdiri dari penjabaran tentang karakteristik anak single parent miskin serta
kemampuan resiliensi anak yang dilihat pada lima aspek, meliputi: pengaturan
lapangan, yang dialami, dirasakan, dan dipikirkan oleh sumber data atau para
informan.
68
Populasi anak dari keluarga single parent miskin di Desa Somawangi pada
tahun 2017 mencapai 40 anak. Sebanyak 33 anak adalah yang telah berusia 6-17
tahun. Anak dari keluarga single parent miskin mengalami kondisi yang
orangtua yang dialami oleh anak single parent miskin di Somawangi disebabkan
oleh tiga faktor, yaitu karena perceraian, salah satu orangtua meninggal dunia, dan
orangtua yang hamil tanpa pernikahan. Masing-masing dari anak single parent
beranekaragam.
Sebanyak dua anak single mother miskin di Desa Somawangi adalah lahir
dari Ibu yang hamil diluar nikah tanpa didampingi oleh seorang ayah. Hal itulah
yang membuat anak sampai saat ini hidup dengan orangtua tunggal sekaligus
anyaman bambu dan kayu (nonpermanent), lantainya beralaskan tanah, serta tidak
ada fasilitas mewah kecuali satu buah televisi. Anak single mother miskin karena
hamil diluar nikah rentan mengalami masalah emosional baik yang disebabkan
mudah mendapatkan hukuman dari orangtua, dan mendapatkan ejekan dari teman-
menuntut anak untuk memiliki kemampuan tahan uji dan daya lenting atau
Karakteristik lain dari anak single parent miskin adalah yang hidup miskin
adalah hal yang tidak didapatkan oleh anak dalam kondisi tersebut. Kondisi
keluarga yang miskin juga membatasi pilihan anak terhadap kepemilikan sesuatu.
Sebagian besar dari anak single father miskin sedang dalam menjelang
menengah pertama. Artinya anak sedang dalam tahap transisi menuju remaja awal
berpengaruh terhadap perilaku selanjutnya. Oleh karena itu, anak perlu memiliki
Sejumlah tujuh anak harus hidup miskin bersama single mother. Perceraian
mother. Anak juga hidup dalam kondisi keluarga miskin yang ditandai dengan
kondisi rumah yang nonpermanen. Pasca perceraian, umumnya anak tidak lagi
dapat berjumpa dengan ayahnya sampai saat ini yang tengah menginjak usia 12
tahun. Usia tersebut termasuk dalam tahap usia transisi menuju remaja awal
berpengaruh terhadap perilaku anak dimasa sekarang dan yang akan datang.
dalam dua hal. Pertama, dengan memaparkan emosi yang muncul pada informan
orangtua. Kedua, dengan memaparkan cara atau hal-hal yang membuat informan
a. Emosi Informan terhadap Situasi Sulit karena Miskin dan Orangtua Tunggal
Salah satu bentuk emosi yang dirasakan oleh informan adalah emosi
sedih. Kesedihan muncul pada informan ketika tidak memiliki uang saku.
Salah satunya dialami oleh Infroman NV yang merupakan anak dari single
meminta sejumlah uang kepada ayahnya, namun tak kuasa karena tahu
ayahnya tidak memiliki sejumlah uang untuk alokasi jajan NV. Kesedihan
informan NV juga terlihat dengan raut wajah menahan keluarnya air mata
“Nangis nang batin tok, apa sing dikepengina ora mesti teyeng
ketuku. Terus ya sedih cokan nganti nangis, ora bisa apa-apa
bisane meneng”.
(Nangis di dalam hati aja, apa yang diinginkan ngga mesti bisa
kebeli. Terus ya sedih kadang nganti nangis, tidak bisa apa-apa
bisanya diam).
NV sebagai anak miskin ketika tidak memiliki sejumlah uang saku. Hal ini
mengatakan:
“...tek wei sangu sedina 2000, 3000, cukup ora cukup bodoa, kaya
kenene lagi ana-anaa. ya mutung ora gelem mangkat ya tau”.
(...kuberi uang sehari 2000, 3000, cukup ngga cukup terserah, kaya
disini lagi ada-adaa, ya ngambek tidak mau berangkat (sekolah) ya
pernah).
Hal yang sama juga dialami oleh informan RT yang merupakan anak
mengatakan:
“Ora diwei sangu, ora teyeng tuku dolanan. Wong kan pada sugih,
duwe duite akeh duwe pit, nyong miskin dewekan. Nyong ora duwe
apa-apa. TV ne siji tok burek, nonton TV remote rebutan karo
mamake karo biyunge. Maeme lawueh ora enak, ko kan maeme
lawuh iwak, nyong paling lawuh mi. Dolanan karo batir-batire
dewadani. Batire pada pit-pitan aku ora dewekan. Duite batire
ilang ndarani nyong sing nyolong.”.
(Tidak diberi uang saku, tidak bisa beli mainan. Orang kan pada
kaya, punya uang banyak, punya sepeda, saya miskin sendiri, saya
tidak punya apa-apa. TV-nya cuma satu gambarnya tidak jelas,
nonton TV remotnya rebutan sama mamah sama nenek. Makan
lauknya tidak enak, kamu kan makan pake lauk ikan, saya paling
lauk mi. Bermain sama teman-teman diejeki. Teman-teman semua
pada punya sepeda, saya tidak sendiri. Uangnya teman saya hilang,
dikira saya yang mencuri.
kualitas menu makan yang menurutnya tidak enak, tidak memiliki sepeda,
dengan anak-anak yang lain yang tidak miskin. Anak single parent miskin
seusianya yang tidak lahir/ tidak hidup dari keluarga miskin dan orangtua
orangtuanya lengkap.
“Ya kadang batire ana sing duwe kiye duwe kiye, nyong ora duwe
kaya kuwe. Duwe hape kaya kuwe, nyong ora duwe. Wa aku tulung
tukokna HP wa, ora duwe duit ndra aya kuwe. Ya nggo dolanan, go
game-game-an apa-apa kaya kuwe, batire wis pada duwe kabeh.
Terus bapake karo wane kadang ngomong lah wong ora duwe ndra
aja njaluk werna-werna, kaya kuwe.Ya cemburu iri masa batire be
apa-apa teyen apa-apa enak, lha nyong ora teyeng, nyong ya cokan
apa ya,ngrasa nang mbatin”.
(Ya kadang teman-teman ada yang punya ini punya itu, punya HP,
saya tidak punya. „Pak Dhe saya tolong belikan HP Pak Dhe‟, tidak
punya uang katanya. Ya buat permainan apa-apa gitu, teman-teman
sudah pada punya semua. Terus Bapak sama Pak Dhe kadang bilang
„lah kita orang ngga punya jangan minta macam-macam. Ya
cemburu iri masa teman-teman bisa segalanya enak, sedangkan saya
tidak bisa, saya ya kadang gimana, ngrasa di dalam hati (menahan
perasaan tidak nyaman di hati).
melihat dan membandingkan dengan kehidupan orang lain yang dalam hal
ini adalah temannya yang tidak miskin. Karena tren yang berkembang saat
74
miskin. Bagi kalangan keluarga yang tidak miskin, pemberian gadget pada
gadget tersebut tidak dibatasi ruang dan waktu oleh orangtuanya. Termasuk
anak yang memiliki HP/ gadget akan dibawanya pada saat bermain bersama
halnya seperti informan CS, cemburu kepada teman juga dirasakan oleh
dikubur dalam-dalam karena berpikir orangtua tidak akan mau dan mampu
75
perempuan dari single mother miskin. Salah satu respon yang merupakan
“Siki bapake wis lunga gari mamake cokan digrendengi nang wong.
Cokan aku meng warung tuku apa krungu ana wong ngomongi
mamakku. Terus akhire aku dadi males meng warung maning, nek
ora ya pindah warung liya”.
(Sekarang bapak sudah pergi tinggal mamah kadang suka digosipin
sama orang. Kadang aku ke warung beli apa dengar ada orang
bicarain mamah. Terus aku jadi males ke warung, kalau ngga ya
pindah warung lain).
“Ya sedih, sing mamah ora ngerti. Aku ya jane melu lara angger
mamake diomong nang wong sing ora-ora. Njengkeli nang ati,
tapi aku etok-etok ora krungu”.
(Ya sedih, yang mamah tidak tahu. Aku ya sebenarnya ikut sakit
hati kalau mamah dibicarain sama orang yang engga-engga.
Menjenhgkelkan di hati, tapi aku pura-pura tidak mendengarnya).
sedih yang mana kesedihan tidak ingin diketahui oleh orang lain termasuk
oleh Ibunya. Dalam hal ini kesedihan DA dirasakan ketika Ibunya menjadi
bahan gosip orang lain. Sedih diikuti dengan rasa sakit hati adalah respon
kesedihan informan DA, salah satunya adalah bahwa seorang anak adalah
mempengaruhi dirinya.
bagi informan adalah ketika orangtua tidak dapat hadir dalam acara
informan. Hal itu terjadi pada anak miskin dari seorang single father.
CS, jika orangtuanya lengkap maka akan ada satu dari mereka yang dapat
wali murid juga didukung oleh pernyataan SR selaku Kepala Sekolah yang
murid di Sekolah adalah benar adanya. Selain itu dari pernyataan SR, dapat
berlangsungnya wawancara.
Seorang anak tidak dapat memilih dari mana dilahirkan. Begitu juga
RT yang tidak dapat memilih jika harus dilahirkan tanpa ada seorang ayah
pernikahan atau karena hamil diluar nikah. Hal yang membuat informan RT
79
merasa sedih salah satunya adalah ketika dijuluki anak haram oleh
bentuk verbal oleh teman-temannya. Saat itu kata-kata yang keluar dari
mengganti baju, anake kaki landung (anaknya kakek Landung) yaitu orang
Informan R mengatakan:
“RT kan esih cilik, nembe 9 taun. Nyong ya bingung apa enggane
bocah umur semana kudu ngerti apa anane. Kadang RT ya balik
dolanan mutung terus tek takoni kenangapa nangis, jere tes
diwadani nang kancane, tes ditakoni sapa bapake, diwadani anak
haram lah, anake kaki landung lah. Nang nyong ya mung tek parani
bocaeh mau sing ngomong kaya kuwe, tek omongi kon aja maning-
maning madani anake nyong. Kan niate nyong ben RT ngertine
mengko nek wis mandan gede kelas lima an lah”.
“RT masih kecil, baru 9 tahun. Saya ya bingung apa iya anak umur
segitu harus ngerti apa adanya. Kadang RT ya pulang habis bermain
ngembek terus saya tanyakan kenapa nangis, katanya habis diolok-
olok sama temannya, habis ditanyain siapa bapaknya, dikatain anak
haram lah, anaknya kakek Landung lah. cuma saya samperin anak
yang tadi ngomong seperti itu, saya nasihati supaya tidak lagi-lagi
ngatain ke anak saya. Kan niatanya saya supaya RT tahunya nanti
kalau sudah agak besar kelas lima-an lah”.
informan RT memang belum memberi tahu siapa ayah dari RT dan dimana
kali mendapatkan pertanyaan siapa dan dimana ayahnya. Hal ini terjadi
tidak hanya sekali atau dua kali, tetapi terjadi berkali-kali. Dan hal ini tentu
“Pernah gela aku, gemien ya tau gela aku jaluk HP diwei ora.
Angger ditakoni aku meneng bae, terus nang kamar nangis. Sedih
tok teyenge, ya bersyukur bae lah, anu wis takdir”. (Pernah marah
saya, dulu ya pernah marah saya minta HP tidak dikasih. Kalau
ditanya saya diam aja, terus di kamar nangis. sedih aja bisanya, ya
bersyukur aja lah, sudah takdir).
marahnya hanya dalam bentuk diam, artinya ia hanya diam dan murung
apabila ditanya oleh sipapun. Hal ini juga diakui oleh ayahnya sendiri yaitu
“CS niku umpama lagi pengin jaluk apa-apa ning ora detukokna
anane mutung, tapi ya maksude mutung biasa, ditakoni nang sapa-
sapa meneng, bar kuwe lunga karo batire, la pikire kula mengko li
angger ngelih ya balik. CS kan wis6 taun ditinggal ninggal
mamake, dadi ya wis nrima, gemien mamake ninggal kan pas
melbung TK lah nek ora salah”. (CS itu kalau lagi ingin minta
sesuatu tapi tidak dibelikan bisanya ngambek, tapi ya maskudnya
ngambek biasa, ditanya sama siapa aja diam, setelah itu pergi sama
teman-temannya, pikiranku nanti kalau dia lapar li pulang. CS kan
sudah 6 tahun ditinggal mamahnya, jadi ya sudah dapat menerima,
dulu mamahnya meninggal kan waktu masuk TK).
83
yakin jika RT lapar maka RT akan pulang dan keadaan kembali seperti
kondisinya sebagai anak yang sudah tidak memiliki seorang Ibu. Hal itu
Jika penderitaan fisik harus diatasi dengan cara medis, maka berbeda
untuk tetap tenang meski dalam situasi sulit atau tertekan merupakan ciri
informan mampu tenang dan tidak larut dalam emosi yang berlebihan.
adalah dengan bermain bersama teman, adanya pola pikir malu ketahuan sedih
dari segala perasaan dan pikiran tidak menyenangkan. Salah satu informan
84
yang menyatakan bermain sebagai cara supaya tidak larut dalam kesedihan
“Ya degawe seneng bae lah, dolanan karo batire kaya kuwe,
padane nangumah ora ana bocah ya dolanan gone batire. Ya
kadang dejaki bal-balan, badmintonan, terusan kadang dolanan
dara, wis kaya kuwe, nek ora ya maring sekolahan kono dolanan
dara karo batir akeh. Metu kang umah dolanan karo batire bae”.
(Ya dibuat seneng aja lah, bermain sama teman-teman gitu, semisal
di rumah tidak ada anak-anak ya main ke tempat.Ya kadang diajak
main sepak bola, badmintonan, terus kadang main burung merpati,
sudah kaya gitu, kalau ngga ya ke Sekolahan mainan burung dara
sama banyak teman).
larut dalam emosi/ perasaan menderita adalah dengan bermain dan jalan-
bermain bersama teman adalah cara melupakan emosi sehingga tidak larut
Setiap individu pernah merasa malu pada saat usia anak, termasuk
informan. Namun perasaan malu yang ditunjukkan oleh anak bukan karena
85
statusnya yang miskin atau orangtuanya yang tunggal. Akan tetapi perasaan
“Cukup sedela tok sedih nangise, soale Isin karo batire nek keton
matane tes nangis”.
(Cukup sebentar saja sedih nangisnya, soalnya malu sama teman-
teman kalau ketahuan matanya abis nangis).
sedih. Adanya pikiran malu terlihat sedih inilah yang membuat informan
yang ia alami. Apa yang disampaikan oleh DA ternyata sama seperti yang
„si cengeng‟. Pikiran malu ini telah menjadi kebiasaan DA, sekaligus cara
dan ketenangan adalah keluarga dan guru atau temannya. Hal tersebut
lebih senang mendengarkan tanpa banyak bicara. Hal itu sebagai bentuk
rasa syukur informan CS karena walau bagaiman pun masih memiliki satu
“Bapake si kadang ngomongi aku kon nrima apa anane, wis ora
ana mamake nang ngumah ya ora papa”.
(Bapak si kadang nasihati saya supaya menerima apa adanya, sudah
tidak ada mamah di rumah ya tidak papa).
Tidak ada yang dapat dilakukan oleh NV kecuali harus menerima apa yang
menjadi takdir hidupnya, salah satunya adalah hidup tanpa seorang Ibu di
rumah.
87
perlakuan bullying temannya. Dalam hal ini guru mampu menjadi pelindung
Tapi bagi anak yang resilien hal itu dapat terkontrol. Informan mampu
jajan, dan barang. Hal yang membuat informan mampu mengontrol dorongan/
88
“Ya nrima tapi ya ngger lagi jaluk ya pengin kaya kuwe. Wong aku ya
kadang cokan mikir wong wane ora mesti duwe duwit, bapake ya ora mesti
duwi duit, angger duwe duit paling angger adol kayu utawa adol wedus
kaya kuwe tok. Degawe seneng. Aja diemut-emutna bae, aja dibayang-
bayangna bae. La arep kepengin kaya ngapa lah wis ngonoh urung takdire
aku”. (Ya nerima tapi ya kalau lagi minta ya ingin gitu. Orang saya ya
kadang berpikir kalau paman tidak mesti punya uang, bapak ya tidak mesti
punya uang, kalau punya uang paling kalau jualan kayu atau jual kambing
kaya gitu aja. Dibuat seneng. Jangan dibayangin terus. La kalau mau
kepengin kaya apa lah ya sudah lah belum takdirnya saya).
membeli/ memiliki sesuatu layaknya temannya maka tidak lama ia akan memiliki
pikiran tentang kondisi orangtuanya yang tidak memiliki cukup uang. Informan
NV mengatakan:
Bersyukur. Seanane bae, ora wani jaluk werna-werna, wedi bapake gela.
Melampiaskane cukup nangis, nek wis nangis wis plong. gara-gara sering
nangis nilai pelajarane biasane mudun. Kan pas pertamane rengking siji
dadine mudun rengking enem. (Bersyukur. Melampiaskannya cukup
nangis, kalau sudah nangis plong, gara-gara sering nangis nilai
pelajarannya biasanya turun. Kan waktu pertamanya rengking satu jadi
turun rengking enam).
turun dari semula rengking satu menjadi enam. Bersyukur adalah cara informan
NV tidak berani menuntut banyak hal. Selain itu, bersyukur membuat informan
89
menerima dan mengerti keadaan orangtua juga ditunjukkan oleh informan RT.
Informan RT mengatakan:
“Pengin tuku pit jere ora sida, tuku klambi ora olih, tuku klambi bal
barcelona terus ora olih, terus nukokna sepatu ora olih, carane cokane
mikir ora duwe duit”. (Ingin beli sepeda katanya tidak jadi, beli baju tidak
boleh, beli baju bola bola barcelona terus tidak boleh, terus belikan sepatu
tidak boleh. Caranya kadang mikir tidak punya uang).
keluarganya yang tidak banyak memiliki uang untuk mampu membelikan sesuatu
informan DA. Pola pikir yang dibangun oleh DA adalah bahwa kondisi
keluarganya tidak yang miskin menyebabkan Ibunya tidak akan mau membelikan
Informan DA:
“Ora macem macem jalukane. Seklereban kepengin mengko wis ora.
Sebabe ngerti jelas ora bakal dinumbasna nang mamake”.
(Tidak macem-macem mintanya. Sekilas ingin nanti sudah ngga. Sebab
ngerti jelas tidak akan dibelikan sama mamah).
anak mampu memahami kondisi orangtuanya ketika tidak mendapatkan apa yang
mengerti kondisi orangtuanya yang miskin dan tanpa pasangan. Pikiran itu lalu
90
dijadikan sebagai tameng bagi informan untuk bisa menunda keinginan atau
juga terlihat oleh para informan. Beberapa hal yang dilakukan oleh peneliti untuk
(mulai dari arti, sebab, dan akibat), serta bagaimana menyikapinya secara positif.
diterjemahkan sebagai kondisi yang uang sakunya sedikit. Hal ini diungkapkan
“Miskin kuwe uripe ora duwe, duite bapak setitik terus sangune dadi
diwei setingi malah kadang ora ana”.
(Miskin itu hidupnya tidak punya, uangnya bapak sedikit terus, uang
sakunya jadi dikasih sedikit malah kadang tidak ada).
memiliki banyak uang. Konsekuensi dari itu maka menurut NV uang saku
menjadi sedikit atau bahkan tidak ada. Sehingga miskin menurut NV lebih
kepada kondisi yang dirasa uang sakunya sedikit. Pandangan yang sama juga
tidak terjamin. Tidak terjamin dalam hal ini terkait dengan pernyataan DA pada
miskin. Menurut informan DA, konsekuensi dari kondisi miskin yang dialami
pengetahuan baru bagi peneliti bahwa salah satu ukuran/ indikator miskin
menurut informan adalah sedikitnya uang saku yang diterima dari orangtuanya.
Kemiskinan menururt pandangan anak juga dilihat dari keadaan rumah. Salah
Informan RT:
“Miskin kuwe ora sugih, miskin umaeh cilik, ora kepenak, Pengin tuku
jajan ora olih lah, pengin tuku mercon ora olih lah, jaluk duit ora olih
lah, pengin tuku dolanan ora olih, ngangsu.
(Miskin itu tidak kaya, miskin rumahnya kecil, tidak nyaman, ingin
beli jajan tidak boleh lah, pengin beli mercon tidak boleh lah, minta
uang tidak boleh lah, ingin beli mainan tidak boleh, airnya „ngangsu‟
(mengambil di sumur yang ada di ladang)”.
yaitu dimulai dengan kalimat „miskin itu tidak kaya‟. Lalu kemudian informan
RT menjelaskan “tidak kaya” yang dimaksud adalah yang rumahnya kecil dan
kembali mengartikan miskin dari sisi kondisi rumahnya, yaitu keharusan untuk
mengambil air dari ladang karena tidak memiliki sumber air di rumahnya.
92
nonpermanen, karena terlihat dinding rumah terbuat dari kayu, lantai berupa
Mengartikan miskin yang identik dengan rumah yang kecil/ sempit juga
miskin.
yang hidupnya tidak tercukupi, dan identik dengan rumah yang kecil dan bukan
permanen. Lebih lanjut menurut CS, sebab keluarganya menjadi miskin adalah
menjadi buruh di sawah milik orang lain. Menurut CS, kondisi akan lebih baik
jika ayahnya dapat bekerja di sektor lain. Namun sulit terjadi karena ayahnya
Informan CS:
“Wongtua komplit lewih dieman, tapi angger karo bapake tok ya
dieman si tapi kan lewih dieman keluargane komplit. Ora komplit ya
bisa sebabe ditinggal ninggal kaya aku, pisah ya iya”.
(Orangtua lengkap lebih disayang, tapi jika sama ayah saja ya
disayang si tapi kan lebih disayang kalau kelarganya lengkap. Tidak
lengkap ya dapat karena ditinggal meninggal seperti saya, pisah ya
iya).
memang ada kasih sayang, namun akan merasa mendapat kasih sayang jika
adalah bahwa orangtua yang lengkap akan memberikan kasih sayang yang
lengkap. Sebalilknya jika orangtua tidak lengkap karena sesuatu hal berarti
Informan DA mengatakan:
“Ora lengkap berarti keluarga kuwe sing karo mamake tok utawa
bapake tok. Karena cerai bisa, pisah ya bisa”.
(Tidak lengkap berarti keluarga itu yang sama mamahnya saja atau
bapaknya saja. Karena cerai bisa, pisah juga bisa).
yang dalam keluarga tersebut anak hanya tinggal dengan ayah atau Ibunya saja.
juga akan mampu memunculkan solusi atas keadaan yang dialaminya. Solusi
Hal ini karena orangtua dianggap lebih berharga dari apapun. Kehilangan
95
satu orangtua cukup membuat informan merasa sengsara. Hal ini kemudian
Diawali karena rasa syukur tersebut, mmbuat informan CS tidak ada pikiran
selanjutnya.
“Bapake nyong pancen wong ora duwe, nyong duwene gari bapak
siji-sijine, bapake ya jane kerja keras, nek ora duwe duit ya pancen
anu urung rejekine. Bapake ora teyeng jukutna rapot ya ora papa,
nangumah ditakoni ikih rengking pira, kaya kiye uripe ya ora
papa”.
(Bapak saya memang orang tidak punya, saya punyanya tinggal
bapak satu-satunya (tidak ada Ibu), bapak ya sebenarnya kerja
keras, kalau tidak punya uang ya emang belum rejekinya. Bapak
tidak bisa mengambilkan rapot tidak papa, dirumah ditanyain inih
rengking berapa, seperti ini hidupnya ya tidak papa).
mensyukuri segala takdir yang sudah ditetapkan oleh Yang Maha Kuasa.
Salah satu yang dilakukan adalah dengan tidak menyalahkan orangtua atas
pasangan baru bagi orangtua. Salah satunya diungkapkan oleh informan CS,
sebagai berikut:
“Ya Bapake mbojo maning ya bisa tapi bapake cok ora gelem. Dadi
bapake kerja mamake sing masak kaya kuwe. Ya padane ana sing
ngomong mamak tiri jahat meng nyong ya nganah wong anu ko
mbe anu kae mbok mbojone kaya kae, nyong ya gemien duwe
mamak, ko angger galak meng nyong lunga bae si genah, tek omaih
sisan”.
(Ya Bapak nikah lagi ya bisa tapi bapak suka tidak mau. Jadi Bapak
97
kerja mamah yang masak. Ya semisal ada yang bilang Ibu tiri jahat
sama saya ya silakan orang kamu kan nikahnya seperti itu, saya ya
dulu punya mamah, dia kalau galak sama saya mending pergi aja,
saya marahin sekalian).
adalah dengan meminta sang ayah untuk menikah kembali. Tidak hanya itu,
informan DA.
“Ya Mamah mending nikah maning. Tapi golet bapak go aku sing
eman, eman ming aku karo mamah”.
(Ya mamah harusnya nikah lagi. Tapi nyari bapak buat saya yang
sayang, sayang ke saya juga ke mamah).
ayah/ ibu baru bagi informan. Tapi dengan syarat, Ibu/ Ayah baru tersebut
adalah orang yang penyayang dan tidak galak baik kepada informan mapun
kepada orangtuanya.
tetap miskin adalah karena hanya ada satu orang yang bekerja. Hal ini
memunculkan gaya pikiran baru dari para informan bahwa adanya sosok
98
dilihat dari dua sisi. Disatu sisi informan merasakan kehadiran seorang Ibu,
disisi lain seorang Ibu juga dapat membantu ayahnya mencari uang. Dengan
Empati sangat dibutuhkan oleh setiap manusia termasuk seorang anak single
parent miskin. Mengutip pendapatnya Reivich & Shatte (dalam Nasution, 2011)
lain. Jika diterapkan pada seorang anak single parent miskin, maka kemampuan
temannya.
99
Empati berarti melihat kerangka pikiran dan perasaan orang lain secara
muncul dalam penelitian ini, diantaranya: informan menilai bahwa yang ada
dipikiran dan perasaan orangtuanya adalah yang terpenting kerja keras untuk
anaknya, dan menyesal telah berpisah bagi orangtuanya yang menjadi single
sederhana ala anak-anak. Salah satu tema yang muncul adalah anak menilai
bahwa yang ada dipikiran dan perasaan orangtuanya adalah „yang terpenting
kerja keras untuk menghidupi anak‟. Hal ini disampaikan salah satunya oleh
“Tek bede mamake nyong mikir sing penting nyong bisa sekolah,
mamake kerja ben dina demi nyong. Melas ya iya ora teyeng jajana.
Siki nyong lewih teyeng ngerteni mamake”.
(Saya kira mama h saya berpikir yang penting saya bisa sekolah,
mamah kerja setiap hari demi saya. Melas ya iya tidak bisa kasih
jajan. Sekarang saya lebih bisa ngertiin mamah)
Informan GS:
“Nyong kan wong wadon dewekan golet duwit dewek langka wong
lanang. Embane ngarah wong lanang ya urung tentu teyeng golet
duit mbok mas, wong siki akeh wong lanang pada ungkang-ungkang
sikil nang ngumah, wong wadon sing nggolet duit. Sing penting siki
kepriwe ban anake teyeng mangan, wongtua ora mangan ora papa
sing penting anake teyeng”.
(Saya kan wanita sendiri nyari uang sendiri, ngga ada laki-laki.
Semisal nyari laki-laki belum tentu bisa nyari uang kan mas, orang
sekarang banyak laki-laki pada duduk-duduk dirumah, perempuan
yang nyari uang. Yang penting sekarang gimana supaya anak-anak
saya bisa makan, orangtua ngga makan ya ngga papa yang penting
anaknya bisa).
sebagai seorang single mother yang miskin, GS rela bekerja keras agar demi
utama bukan mencari ayah baru untuk DA. Karena GS berpikir bahwa ada
dibenak pikiran dan perasaaan ibunya adalah kerja keras demi anak. Dengan
memiliki pikiran yang terpenting „kerja keras demi anak‟. Hal ini
kerja keras sampai rela sakit demi anak. Informan CS juga mengaku merasa
kasian karena pernah meminta uang disaat kondisi ayahnya sedang sakit.
penerima, tidak banyak menuntut dan tidak manja. Akan tetapi karena
teman pergaulannya banyak dari anak orang kaya, sehingga CS dewasa ini
Informan NV mengatakan:
(HI) mengatakan:
dengan istrinya. Hal ini dibuktikan dengan kutipan pernyataan jika sitrinya
103
ingin rujuk kembali maka akan HI lakukan demi NV. Akan tetapi
mengungkapkan rasa empatinya kepada orang lain. Dua tema yang muncul
tersebut antara lain: bahwa anak miskin tanpa kedua orangtua lebih sengsara,
empati informan kepada orang lain dalam hal ini ditujukan kepada anak
seusianya yang mengalami situasi yang sama bahkan lebih menderita. Hal
ini diungkapkan oleh dua informan saat memahami pikiran dan perasaan
punya bapak aja sudah nelangsa seperti ini apalagi yang ngga punya
dua-duanya).
pemahaman bahwa sebagai anak single parent yang miskin saja sudah
mencoba berada di posisi orang lain terutama yang lebih menderita darinya.
Berpikir bahwa anak yang sama sekali sudah tidak memiliki kedua
merasa kasian bila seolah ia berada pada posisi anak yang tanpa memiliki
orang lain. Salah satunya adalah dengan mengira bahwa anak yang hidup
mampu untuk menempatkan dirinya pada posisi orang lain, merasakan apa
yang dirasakan orang lain dan memperkirakan maksud dari orang lain. Salah
satu gambaran empati informan adalah adanya pikiran bahwa seorang teman
berikut:
“Batir kaya keluarga, dadi aja ditukari Nek apikan karo batir,
batire ya apikan meng dewek”.
(Teman ibarat keluarga, jadi jangan dinakali/ disakiti. Kalau baik
sama teman, teman ya baik sama kita).
„nakal‟ kepada teman. Lebih lanjut DA mengatakan jika kita baik dengan
teman, maka teman akan baik dengan kita. Hal tersebut juga didukung
“DA bocah sing ora tau nukari batire, isinan tapi, gara-gara isinan
nang batire diwadani, DA ne ora mbales, jere mbokan dadi
dewadani terus”.
(DA anak yang tidak pernah menyakiti temannya, tapi pemalu,
gara-gara pemalu sama temannya diejeki, DA nya tidak membalas,
katanya takut diejeki terus).
karena DA adalah anak yang pemalu. Tidak tertarik untuk mengejek teman
“Nyong sebel duwe batir tukang madani, padane nyong dadi kae
pada, moh madani batir”.
(Saya sebel punya teman tukang ngejeki, kalau saya jadi mereka,
ngga mau ngejek teman).
mengatakan bahwa jika dirinya jadi orang lain (teman), informan tidak
informan terhadap orang lain adalah adanya anggapan bahwa seorang teman
Mengutip pendapat Reivich & Shatte (2002) bahwa individu yang resilien
adalah individu yang optimis. Sementara individu yang optimis adalah yang
memiliki harapan pada masa depan dan percaya bahwa sesuatu yang baik akan
Anak yang optimis adalah anak yang tetap memiliki harapan pada masa
depan yang lebih baik meski sekarang hidup dalam situasi sulit. Harapan yang
menarik terkait tentang harapan tentang masa depan. Berbagai tema tersebut
107
antara lain: lanjut sekolah hingga SMP, berprestasi di Sekolah, teman bersikap
sekolahnya.
dimiliki hanya sampai tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP). Hal ini
“Ya sekolah disit ngko nek padane lulus sekang SMP apa MTs kerja
lah. Lulus SD, sekolah meng SMP utawa MTs terus kerja. Kerjane
ya seanane bae lah, nek ana kerja kiye ya kiye, seteyenge bae.
Padane ana kerjaan cucian motor apa apa nang Jakarta ya angger
teyeng ya dilakoni bae lah”.
(Ya sekolah dulu nanti kalau lulus dari SMP atau MTs kerja lah.
Lulus SD sekolah ke SMP atau MTs terus kerja. Kerjanya ya
seadanya saja lah. Kalau ada kerjaan cucian motor apa apa di
Jakarta ya kalau bisa dijalani saja).
orangtua yang tunggal juga memiliki harapan akan masa depan yang lebih
SMP/ MTs. Setelah lulus SMP, informan memilih untuk kerja apa saja dan
dimana saja. Hal yang sama juga disampaikan oleh informan NV. Berikut
masa depan:
menganggap lebih baik setelah SMP langsung bekerja. Hal ini karena
mengatakan:
harapan untuk melanjutkan studi pada diri informan meski hanya sampai
“Jere mamake, aku nek bisa kerja bae embane lulus SMP. Aku ya
nek teyeng kerja ya kerja bae”
(Kata mamah, saya kalau bisa kerja saja semisal lulus SMP. Saya ya
kalau bisa kerja ya kerja).
109
setelah SMP.
2) Berprestasi di Sekolah
demikian, tetap saja bahwa berprestasi di kelas adalah salah satu harapan
informan RT.
yang ada. Seorang anak yang resilien akan memiliki keyakinan bahwa masa
depannya akan lebih baik. Namun hal itu tidak terlihat pada informan.
Diantaranya informan tidak yakin dengan cita-cita dan harapan masa depan,
“Ora pengin SMA lah, jelas angel lah. Cita-citaku Pengin dadi
TNI. Ya, Sekolah ya jane penting.. kepriwe ya, la wong aku ragu
lah, wong aku beh kadang sinau beh angger gelem tok, bapake
juga wong ora duwe”.
(Tidak ingin SMA lah, jelas sulit lah.Cita-citaku ingin jadi TNI.
Ya, sekolah ya sebenarnya penting, gimana ya, la wong saya ya
kadang belajar kalau mau aja, bapak juga orang tidak punya).
sekolah anak antara lain berupa uang saku, dan uang transportasi menuju
“Nek nerusna meng SMA, bar SMA kuliah ya ora bisa ora ana
biayane. Ora ana sing golet. Kakange gemien be MTs ora
ditamatnaa pas esih ana mamake. Apamaning siki. Ya emabane
ana bantuan si ana tapi ya kayong ora mampu lah nggo sangu
bendinane bapake be langka”.
(Kalau meneruskan ke SMA, setelah SMA kuliah ya tidak bisa,
tidak ada biayanya. Tidak ada yang nyari. Kakak dulu juga MTs
112
akan bisa sekolah SMA dan kuliah. Hal demikian diyakini oleh informan
Informan DA mengatakan:
orangtua terkait isu masa depan informan GS (Ibu dari DA) mengatakan:
Seorang yang resilien adalah yang optimis dan yakin bahwa pada
akhirnya yang akan terjadi adalah sesuatu yang baik. Meski hidup miskin
dan memiliki orangtua tunggal, seorang anak single parent miskin yang
kedepan adalah sesuatu yang baik atau kebahagiaan. Namun hal itu tidak
mengungkapkan:
“Angel kon lewih kepenak, ya kepriwe ya, angel bae lah. Tapi
bersyukur bae lah wis dadi takdire nyong.” (Susah untuk lebih
enak, ya gimana ya, sulit aja lah. Tapi bersyukur saja lah sudah
menjadi takdir saya).
“Ya palingan tetep kaya kiye bae lah ora berubah. Selama kiye
ya kaya kiye bae mbok. Esih jarang diwei sangu jajan, mamah
ora balik ngumah. Ya tetep bae wis”.(Ya paling tetap seperti ini
aja lah tidak berubah. Selama ini ya kaya ini aja kan. Masih
jarang dikasih uang jajan, mamah tidak pulang rumah. Ya tetep).
114
Informan NV akan tetap kekurangan uang jajan, Ibunya yang pergi tidak
akan kembali ke rumah, sehingga segalanya akan tetap sama seperti yang
yang telah lalu. Sementara hal yang sama juga terlihat pada informan
“Ajeg kaya kiye, mamake ya ora tau ngerti nyong kepengin apa,
kepengin kiye kepengin kae, mamake ora ngerti, ora tau takon”.
(Sama saja begini, mamah ya tidak pernah tahu saya pengin apa,
kepengin ini kepengin itu, mamah tidak tahu, tidak pernah
nanya).
sesuatu yang baik. Hal ini menjadi catatan penting bagi peneliti, karena
pesimis.
115
Tabel 4.2 Hasil Penelitian Resiliensi Anak pada Keluarga Miskin Single Parent di Desa
Somawangi
Informan
No Aspek Penelitian
CS NV RT DA
1 2 3 4 5 6
1 Pengaturan Emosi 1. Cemburu 1. Sediih saat 1. Sediih saat 1. Cemburu
Emosi terhadap dengan teman tidak tidak memiliki dengan teman
situasi sulit yang tidak memiliki uang uang saku. yang tidak
karena miskin dan saku. 2. Sedih saat miskin dan
miskin dan orangtuanya 2. Kecewa saat dibully teman orangtuanya
orangtua lengkap. orangtua tidak 3. Marah dalam lengkap.
tunggal 2. Kecewa saat menghadiri bentuk diam 2. Sedih saat
orangtua tidak pertemuan saat orangtua orangtua
menghadiri wali murid di tidak menjadi
pertemuan sekolah. membelikan perbincangan
wali murid di barang tetangga.
sekolah. keinginannya.
3. Marah dalam
bentuk diam
saat orangtua
tidak
membelikan
barang
keinginannya.
Cara tidak 1. Pergi bermain Memilih pergi Mendengarkan Malu terlihat
larut dalam bersama bermain ke nasihat dan sedih dihadapan
emosi teman. rumah tidak banyak teman.
2. Mendengarka temannya. bicara.
n nasihat dan
tidak banyak
bicara.
2 Pengendalian Cara Dapat mengontrol Takut membuat Tidak banyak Memaklumi
Keinginan mengendal ketika muncl orangtua marah menuntut keadaan orangtua
ikan keininan untuk membuatnya orangtua untuk ketika tidak
munculnya membeli/ tidak berani menuruti mendapatkan apa
keinginan memiliki barang menuntut keinginannya. yang diminta pada
karena mengerti banyak hal. Dapat menahan orangtuanya.
dan menerima Memahami keinginan
keadaan orangtua. kondisi orangtua memiliki speatu
yang miskin baru, jajan,
membuatnya mamiliki baju
dapat menahan idola karena
keinginan yang mengerti dan
muncul terhadap menerima
kepemilikan keadaan orangtua.
barang.
3 Kemampuan Gaya Tidak Menginginkan Tidak Tidak
Menganalisa Berpikir menyalahkan orangtua untuk menyalahkan menyalahkan
Situasi informan orangtua. menikah orangtua. orangtua.
terhadap Menginginkan Menginginkan
kondisi orangtua untuk orangtua untuk
miskin dan menikah. menikah.
single
parent
116
1 2 3 4 5 6
4 Kemampuan Empati Merasakan Merasakan Merasakan Merasakan
Empati pada seolah-olah seolah-olah seolah-olah seolah-olah
orangtua berada dalam berada dalam berada dalam berada dalam
posisi orangtua posisi orangtua posisi orangtua posisi orangtua
dengan dengan dengan dengan
beranggapan beranggapan beranggapan beranggapan
bahwa orangtua bahwa bahwa orangtua bahwa orangtua
bekerja keras menyesali bekerja keras bekerja keras
demi anak. perceraian. demi anak. demi anak.
Tabel 4.3 Kesimpulan Hasil Penelitian Resiliensi Anak pada Keluarga Miskin Single Parent
di Desa Somawangi
diperoleh dianalisis antara temuan lapangan dengan konsep teori yang relevan.
Setiap individu akan bisa menjadi resilien, karena ada banyak faktor baik
pencapaiannya. Penelitian dilakukan pada anak single parent miskin dari latar
belakang yang beragam, diantaranya: anak single parent miskin dari orangtua
anak single parent miskin dibentuk oleh beberapa aspek kemampuan yang ada di
dalam dirinya. Pencapaian resiliensi anak single parent miskin dalam hal ini
dilihat dari lima aspek kemampuan menurut Reivich & Shatee (2002) meliputi:
pengaturan emosi sebagai kemampuan untuk tetap tenang meski dalam situasi
diekspresikan oleh anak single parent miskin. Emosi yang muncul pada anak
keluarga miskin single parent antara lain: sedih saat tidak memiliki uang saku,
cemburu dengan teman yang tidak miskin, sedih saat orangtua menjadi
murid di sekolah, sedih saat dibully teman, dan marah dalam bentuk diam saat
Beragam emosi yang muncul tersebut mampu diatasi oleh anak single
parent miskin. Sehingga emosi yang muncul tidak berlarut-larut. Beberapa cara
yang digunakan oleh anak single parent miskin untuk mengontrol emosi
banyak berbicara. Beberapa pihak yang terlibat dalam upaya pengaturan emosi
anak single parent miskin antara lain: teman bermain, keluarga/ orangtua, dan
guru.
didukung oleh peran orangtua. Anak single parent miskin mengalami situasi
sesuai dengan masyarakat. Secara umum, anak single parent miskin lebih
digoda atau diremehkan oleh temannya. Pada tahap ini anak single parent
kelamaan akan menjadi bom waktu yang dapat meledak pada saat anak single
parent tumbuh remaja dan dewasa. Mengacu pendapat Hurlock tersebut, maka
penyelesaian masalah emosi anak single parent miskin juga perlu melibatkan
terkait orangtua, karena sebagaian besar masalah emosi negatif muncul karena
faktor orangtua.
rangsangan atau gerak hati yang timbul dengan tiba-tiba untuk melakukan
keinginan yang muncul dari dalam dirinya. Seketika anak single parent miskin
tidak lama ia akan memiliki pikiran tentang kondisi orangtuanya yang tidak
memiliki cukup uang. Keinginan yang muncul pada seorang informan anak
single parent miskin biasanya terkait dengan jajan, dan barang. Hal yang
menerima dan mengerti keadaan orangtuanya. Selain itu anak single parent
yang negatif.
menjadi indiividu yang resilien. Anak single parent miskin memiliki pikiran
menerima dan mengerti kondisi orangtuanya yang miskin dan tanpa pasangan.
Pikiran itu lalu dijadikan sebagai tameng bagi anak single parent miskin untuk
Situasi
yang selalu menghayati bahwa penyebab masalahnya adalah orang lain, tidak
akan dapat menemukan cara mengubah situasi, dan akan tetap tidak berdaya.
Hasil penelitian ini menemukan bahwa anak single parent miskin mampu
muara yang tepat. Selain itu, anak single parent miskin juga mampu mengubah
orangtua secara postif. Berbagai cara yang ditunjukkan pada anak single parent
membuat informan merasa sulit dan sengsara. Situasi meyulitkan yang dialami
kemiskinan. Namun menurut anak single parent miskin, semua itu bukan
negatif menjadi positif. Salah satu yang dilakukan adalah dengan tidak
parent miskin.
seseorang untuk bisa membaca dan merasakan bagaimana perasaan dan emosi
orang lain. Karena pada prinsipnya, empati merupakan fenomena kognitif dan
afektif (Duan & Hill dalam Taufik, 2012). Mengutip pendapatnya Carl Rogers
(dalam Taufik, 2012) yang menawarkan dua konsep tentang empati. Pertama,
bahwa empati adalah melihat kerangka pikiran orang lain secara akurat. Kedua,
posisinya pada posisi orang lain, sehingga bisa merasakan sebagaimana yang
dirasakan dan dialami oleh orang lain. Empati dalam penelitian ini dibatasi
miskin mampu merasakan berada dalam posisi orangtua, dan menilai bahwa
yang ada didalam pikiran dan perasaan orangtua adalah yang terpenting kerja
keras untuk anaknya. Bagi anak single parent miskin karena orangtua bercerai,
126
anak single parent miskin kepada orang lain dalam hal ini ditujukan kepada
anak seusianya yang mengalami situasi yang sama bahkan lebih menderita.
Anak single parent miskin berasumsi bahwa anak miskin tanpa kedua orangtua
lebih sengsara, serta tema tentang teman untuk jangan disakiti. Hasil penelitian
menemukan bahwa anak single parent miskin juga mampu berempati pada
orang lain. Salah satunya adalah dengan berasumsi bahwa anak yang hidup
miskin dan tanpa adanya kedua orangtua hidupnya lebih sengsara. Salah satu
gambaran empati anak single parent miskin terhadap orang lain juga
disakiti.
resilien adalah yang memiliki harapan dan percaya pada masa depan (Reivich
& Shatte, 2002). Sejalan dengan itu, Gilham, Reivich, Shatte dan Seligman
yaitu kecenderungan harapan atau keyakinan bahwa pada akhirnya yang akan
konsep yang lebih luas yang mengacu pada keyakinan, atau kecenderungan
terjadi secara positif. Opimisme pada anak single parent miskin digambarkan
akan masa depannya. Harapan anak single parent miskin meliputi: lanjut
sekolah hingga SMP dan bekerja, berprestasi di Sekolah, serta orangtua yang
memiliki ketidakyakinan bahwa yang akan terjadi kedepan adalah sesuatu yang
baik. Hal ini menjadi catatan penting bagi peneliti, karena dengan demikian
artinya anak single parent memiliki optimisme yang buruk atau cenderung
kemampuan menganalisa situasi dan empati. Pada aspek pengaturan emosi, secara
umum anak single parent miskin lebih mengekspresikan emosi negatif kepada
respon negatif, misalnya digoda atau diremehkan oleh temannya. Pada tahap ini
tersebut, dan lama-kelamaan akan menjadi bom waktu yang dapat meledak pada
saat anak single parent tumbuh remaja dan dewasa. Penyelesaian masalah emosi
anak single parent miskin dalam hal ini sebenarnya ada ditangan orangtua, karena
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa anak single parent miskin laki-
laki dan perempuan berbeda dalam mengekspresikan emosi. Anak single parent
larut. Dominasi emosi negatif pada anak dapat mempengaruhi pandangan hidup
anak dan mendorong pada perkembangan watak yang kurang baik. Karena itulah,
anak single parent miskin perlu dibantu untuk mengatasi emosi-emosi negatifnya.
single parent miskin terhadap masa depan yang lebih baik. Anak single parent
dan perguruan tinggi. Anak single parent miskin juga tidak yakin bahwa cita-
single parent miskin merasa tidak yakin akan tercapainya harapan dan cita-cita
masa depan. Hal ini karena orangtua juga menyuruh anak single parent miskin
supaya tidak berpikir terlalu jauh tentang kelanjutan sekolah. Minimnya dukungan
dari orangtua terhadap cita-cita anak single parent miskin yang ingin melanjutkan
pendidikan tinggi nanti juga disebabkan karena orangtua sendiri bersikap pesimis.
Sehingga anak single parent miskin merasa pesimis tentang tercapainya harapan
kontribusi berbagai pihak. Hal ini dikenal dengan istilah sumber-sumber atau
kemampuan resiliensi atas lima aspek tersebut diperoleh karena ada beberapa
faktor yang mempengaruhinya. Mengutip pendapat Everall, dkk (dalam Ifdill &
1) Faktor Individual
kognitif individu yang dimiliki individu (Ifdill & Taufik, 2012). Melalui
kemampuan kognitif anak single parent miskin dapat berpikir tentang kondisi
kognitifnya:
a) Adanya pola pikir malu terlihat sedih yang membuat anak single parent
c) Adanya pola pikir bahwa orangtua senantiasa bekerja keras demi anak.
d) Adanya pola pikir bahwa anak miskin tanpa kedua orangtua lebih sengsara,
2) Faktor Keluarga
dalam mendukung anak single parent miskin dapat tetap tangguh dari segala
Sekolah.
Sekolah adalah rumah kedua bagi anak single parent miskin yang masih
a) Hadirnya guru untuk memberi ketenangan pada saat anak single parent
a) Hadirnya teman untuk memberi ketenangan pada saat anak single parent
b) Penerimaan oleh teman dengan tidak memberikan bullying pada anak single
parent miskin.
faktor-faktor dari dalam individu (internal) dan faktor-faktor dari luar (eksternal)
sebagaimana yang dinyatakan menurut Ifdill & Taufik (2012). Faktor internal
dalam hal ini meliputi faktor individual, meliputi kemampuan kognitif anak single
bersumber dari dalam diri anak sendiri. Diantaranya berupa kemampuan kognitif
dalam upaya meningkatkan resiliensi anak single parent miskin. Padahal salah
sayang, keamanan secara sosial dari pengaruh perilaku teman, stimulasi yang
adalah karena orangtua tuanggal/ single parent miskin tidak memiliki kemampuan
parenting yang memadai. Hal ini ditunjukkan dengan tidak diketahuinya risiko
masalah yang dirasakan anak, tidak mampu menjadi pendengar anak yang baik,
serta cenderung mengajari anak untuk pesimis. Ketidaktahuan atau wawasan yang
terbatas mengenai pengasuhan anak terkait juga dengan latar belakang pendidikan
orangtua yang rendah (tamat SD). Kondisi orangtua yang kurang terdidik
yang baik karena tidak melihat adanya pilihan lain selain bekerja mencari uang
single parent miskin untuk memberikan stimulasi yang memadai bagi anak-anak
Single parent miskin merasa cukup tahu dengan status anaknya sebagai siswa di
sebuah sekolah formal. Sementara kualitas hasil belajar yang sebenarnya inti dari
pendidikan anak justru dibiarkan. Hal ini terlihat dengan kurangnya antusias
single parent/ orangtua tunggal miskin terhadap hasil belajar anak, dengan tidak
ketrampilan parenting adalah salah satu yang penting bagi terbentuknya resiliensi
mana kebutuhan untuk meningkatkan resiliensi pada anak single parent miskin.
oleh anak single parent miskin agar situasi penderitaan yang menimbulkan
emosi negatif tidak menjadi bom waktu pada saat anak tumbuh remaja dan
dewasa. Selain itu, anak yang mempunyai optimisme akan mampu bertahan
cara anak single parent merespon tantangan masa depan. Adanya optimisme
terhadap masa depan juga dapat menjadi salusi nyata bagi anak single parent
Pengasuhan yang baik akan dapat meminimalisir dampak negatif dari situasi
kemiskinan dan ketidaklengkapan orang tua yang dialami anak. Orangtua perlu
resiliensi anak single parent miskin. Hal ini karena anak yang hidup dalam
kondisi orangtua tunggal dan miskin memiliki faktor risiko yang tinggi untuk
Sistem sumber adalah sesuatu yang ada dan dapat dikerahkan dan
dan kebutuhan, maka dibutuhkan sistem sumber yang relevan. Berbagai sistem
1) Sumber Internal adalah sumber yang ada di dalam diri individu. Pada
penelitian ini, sumber internal yang ada di diri anak single parent miskin
internal yang ada di orangtuanya meliputi motivasi dan pola pikir kerja
2) Sumber Eksternal adalah sumber yang ada di luar diri individu seperti
1) Sumber offisial dalam hal ini terdiri dari Dinas Sosial Kabupaten
anak single parent miskin. Sumber non offisial dalam hal ini berupa