A. Paparan Data
Paparan data merupakan hasil observasi dan rekaman proses yang terjadi
Asal kata Ngadisari berasal dari kata “Ngadi“ yang artinya berguna atau
bagus sedangkan “Sari“ artinya bunga atau inti yang penting. Arti kata seutuhnya
menjadi bunga yang bagus dengan inti yang penting. Harapan pendiri desa untuk
menjadikan Desa Ngadisari sebagai desa yang indah seperti bunga dan menjadi
percontohan bagi desa lain di sekitarnya. Harapan tersebut saat ini mulai menjadi
nyata karena Desa Ngadisari mendapatkan juara I lomba gotong royong terbaik
tingkat Jawa Timur tahun 2013 dan juara I lomba desa pelaksana gotong royong
Sebelum menjadi sebuah desa, daerah ini merupakan hutan cemara yang
kemudian lahannya dibuka untuk dijadikan tempat tinggal baru namun tidak
bernama Bapak Rasji dengan masyarakat yang datang dari Pedukuhan Pomahan.
wilayah pedukuhan menjadi satu desa yang dinamakan Desa Ngadisari hingga
saat ini. Mayoritas penduduk Ngadisari menganut agama Hindu dan Islam sebagai
minoritas. Sebagai masyarakat yang mempunyai nilai-nilai kearifan lokal dan nilai
63
adat yang tinggi, masyarakat Desa Ngadisari dalam menjalankan kehidupannya
penuh dengan toleransi, keharmonisan dan rasa saling mempunyai antara satu
Secara geografis Desa Ngadisari terletak pada posisi 70 54’ 57,8’’ Lintang
Selatan (LS) dan 1220 59’ 01,4’’ Bujur Timur (BU). Desa Ngadisari terletak di
Probolinggo dengan ketinggian 1.800 mdpl. Berikut ini adalah peta lokasi
penelitian;
Gambar 3.1 Peta Lokasi Desa Ngadisari Kecamatan Sukapura Kabupaten Probolinggo
(Dokumen Pribadi, 2017).
64
pusat pemerintahan) Desa Ngadisari dengan pusat Kecamatan Sukapura 15 Km
waktu tempuh 2 jam dan jarak ke pusat Provinsi Jawa Timur 118 Km dengan
seluas 775,3 Ha dengan mayoritas penggunaan lahan sebagai lahan kering atau
ladang atau tegalan (Monografi Desa Ngadisari, 2016). Jumlah Rukun Tetangga
(RT) 21 unit yang tersebar di 3 dusun, yakni Dusun Cemoro Lawang, Dusun
Ngadisari dan Dusun Wonasari. Desa ini menjadi desa terakhir dan pintu masuk
Jumlah penduduk Desa Ngadisari 1534 jiwa dengan jumlah laki-laki 735
jiwa dan jumlah perempuan 795 jiwa dengan total 511 Kepala Keluarga (KK).
Penduduk usia non produktif yakni usia 0 – 14 dan usia 65 tahun ke atas sebesar
masyarakat Desa Ngadisari sebesar 33,5 persen yang artinya setiap 100 orang
produktif.
Data ini dapat dijadikan acuan dalam pembangunan Desa Ngadisari karena
semakin tingginya dependency ratio maka semakin tinggi beban yang harus
belum produktif maupun yang tidak produktif lagi, begitu juga sebaliknya jika
65
angka dependency ratio kecil. Berikut ini data jumlah penduduk laki-laki dan
monografi Desa Ngadisari 2016 jenis pekerjaan dan jumlah yang bekerja sebagai
berikut;
Tabel 3.2 Jenis Pekerjaan dan Jumlah Penduduk yang Bekerja di Desa Ngadisari
N Jenis Pekerjaan Jumlah Persen
No (Jiwa) tase
(%)
1. Petani 1114 88,8
2. Buruh Tani 37 3,0
3. Pegawai Negeri Sipil 13 1,0
4. Pemilik Losmen 23 1,8
5. Pemilik Toko 15 1,2
6. Tukang Kayu 14 1,1
7. Tukang Bangunan 10 0,8
8. Jasa Hotel 6 0,5
9. Penjahit 3 0,2
10. Pemilik Kios 3 0,2
66
11. Pemilik Depot / Warung 5 0,4
12. Industri / Kerajinan 2 0,2
13. Pemilik Wartel 1 0,1
14. Sopir 2 0,2
15. TNI / POLRI 1 0,1
16. Pedagang 2 0,2
17. Tukang Cukur 3 0,2
Jumlah 1254 100,0
Sumber: Monografi Desa Ngadisari (2016)
Desa Ngadisari sebagai petani dengan persentase 88,8 persen dan mata
pencaharian kedua terbanyak sebagai buruh tani. Data ini menunjukkan bahwa
bekerja dibidang jasa seperti membuka losmen, hotel, warung, toko, restoran dan
adanya SDM yang baik akan mempercepat pembangunan yang ada di wilayahnya.
67
Tabel di atas menunjukkan bahwa mayoritas penduduk Desa Ngadisari
hanya lulusan SD sebanyak 799 orang atau 53,5 persen dari semua yang
mengenyam pendidikan. Gambaran SDM yang seperti ini menjadi tantangan bagi
dengan tujuan pembangunan desa yang lebih baik di masa depan. Berdasarkan
wawancara dengan Kepala Desa Ngadisari Sri Wahayu, saat ini pemerintah desa
Pola pertanian ini banyak ditemui di lokasi penelitian, misalnya masyarakat Desa
Ngadisari menanam bawang prei di sela-sela tanaman kubis dan membuat aliran
air secara vertikal pada lahan pertaniaannya, hal ini untuk mengurangi
68
Desa Ngadisari memiliki landscape yang unik jika dibandingkan dengan
desa Suku Tengger lainnya. Dalam kondisi normal Gunung Bromo akan terlihat
cantik dari desa ini dengan panorama alam yang khas berupa kaldera yang datar
tertutup oleh pasir yang dipadukan dengan kerucut silinder Gunung Batok yang
berada di utaranya (Zaennudin, 2011). Adanya keunikan menjadi daya tarik bagi
Jenis tanah di Desa Ngadisari yakni tanah regosol yang berasal dari material
vulkanik Gunung Bromo. tanah regosol sangat cocok untuk pertanian karena
bersifat subur, kaya akan unsur hara dan material berupa pasir serta batu
Kecamatan Sukapura, 2016). Kondisi tanah yang subur didukung dengan curah
hujan yang rata-rata pertahun sebesar 3.577 mm dan suhu rata-rata 100 - 200 C,
menyimpan potensi dibidang pertanian yang besar jika mampu dioptimalkan oleh
masyarakat.
informan yang dianggap mengetahui data atau informasi yang diperlukan oleh
peneliti.
diusia muda atau dini. Konteks sosial yang ditemukan beragam namun pada
69
selain itu adanya makna tertentu dari masyarakat terhadap pernikahan, karena
pernikahan hal yang sakral bagi kehidupan masyarakat Suku Tengger Ngadisari.
memberikan ragam subjek dalam memaknai konsep Catur Guru dan tindakan
pernikahan usia muda. Maka dari itu diperlukan informasi yang mendalam tentang
konteks sosial dari subjek penelitian, seperti yang dipaparkan di bawah ini.
Sri Wahayu merupakan kepada Desa Ngadisari periode tahun 2015 hingga
2021. Sri Wahayu bekerja sebagai kepala desa mulai tahun 2015 setelah menjadi
pengganti suami yang sudah habis masa jabatannya dua periode sebelumnya sebagai
kepala desa. Sri Wahayu orang yang sangat dipercaya masyarakat Desa Ngadisari
sehingga diamanahkan menjabat sebagai kepala desa atau yang biasanya masyarakat
Tengger menyebutnya bu tinggi (ibu kepala desa). Sri Wahayu merupakan sosok
yang amanah, ramah, jujur, baik hati dan peduli dengan sesama menurut masyarakat
sekitar.
Gambar 3.3 Peneliti dengan Informan Ibu Sri Wahayu (Dokumen Pribadi, 2017)
70
Gambar 3.4 Peneliti Sharing dengan Bapak Supoyo (Dokumen Pribadi, 2017)
Kasus pernikahan usia muda di Desa Ngadisari untuk saat ini sudah tidak ada.
Ada upaya dari pemerintah desa menerapkan aturan desa sesuai dengan Undang-
undang tentang pernikahan tahun 1974 nomor 1 sejak tahun 15 tahun lalu. Peraturan
tesebut diprakarsai oleh Supoyo suami Sri Wahayu ketika menjabat sebagai kepala
”.... Pernikahan dini di desa kami sudah tidak ada, karena sejak
bapak menjabat 15 tahun lalu undang-undang tentang pernikahan
tahun 1974 nomor 1 sudah dijalankan oleh bapak, di mana untuk
laki-laki mimimal 19 tahun dan perempuan 16 tahun baru boleh
menikah. Selain itu bapak juga sudah membuat peraturan desa, jika
ingin menikah harus lulus jenjang SMA terlebih dahulu. Semua ini
demi kebaikan bersama di masa depan, jadi kualitas masyarakat
menjadi baik dan pernikahan dini bisa dikurangin ....” (Wawancara
tanggal 18 Maret 2017).
menikah harus lulus jenjang SMA, secara tidak langsung memberikan pengaruh
positif terhadap pengurangan jumlah kasus pernikahan usia muda yang ada di Desa
Ngadisari.
71
“ .... sejak adanya peraturan tersebut, harus lulus jenjang SMA
terlebih dahulu keadaan masyarakat akan pentingnya pendidikan
membaik mas, kalau dulu tahun 1970-an sampai 1980-an
pernikahan di usia muda banyak mas, saat ini turun sekali hingga
kira-kira dalam satu tahun kurang dari 3 orang, itupun kalau bukan
karena kecelakaan (hamil di luar nikah) ...” (Wawancara tanggal
18 Maret 2017).
Penuturan dari Sri Wahayu saat ini hanya sedikit kasus pernikahan usia muda
di Desa Ngadisari kalau tidak karena hamil di luar pernikahan mungkin tidak ada lagi
kasus pernikahan usia muda. Menurut Sri Wahayu pelaku hamil di luar nikah secara
tidak langsung akan mengalami putus sekolah, namun Sri Wahayu sebagai kepala
pemerintahan Desa Ngadisari sudah mengantisipasi hal ini melalui peraturan desa
lainnya yakni tetap mewajibkan pelaku untuk menyelesaikan jenjang SMA dengan
Bagi pelaku pernikahan usia muda, pemerintah desa tidak akan mengeluarkan
rekomendasi untuk menikah secara administrasi sebelum lulus SMA atau kesetaraan,
sehingga pernikahan tidak dapat tercatat di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil.
Pelaku pernikahan dini tidak punya pilihan untuk mengikuti peraturan desa dengan
nikah resmi dari pemerintah dan mendapatkan pengakuan secara adat atau yang
pengakuan kepada pasangan yang dianggap sah untuk melanjutkan hidup sebagai
suami istri secara duniawi maupun spiritual, pengakuan itu secara adat bukan
administrasi.
72
selain itu secara adat akan mendapatkan wiwaha samkara ...”
(Wawancara tanggal 18 Maret 2017).
sosialisasi. Sri Wayahu selalu berkoordinasi dengan jajaran pemerintahan desa untuk
dari pernikahan dini. Sri Wahayu melakukan sosialisasi dengan partisipasi semua
jajaran pemerintahan desa dan ketua Rukun Tetangga (RT). Sosialisasi dan
koordinasi yang dilakukan Sri Wahayu di sela-sela agenda rapat rutin di rumah Sri
melakukan koordinasi dengan kepala sekolah dan guru-guru di sekolah formal dan
non formal yang ada di Desa Ngadisari dengan tujuan agar lembaga sekolah ikut
Upaya lain yang dilakukan Sri Wahayu sebagai kepala desa untuk mencegah
bulan sekali. Program ini menjadi program ibu-ibu PKK, dengan adanya program ini
baik secara kesehatan secara umum maupun kesehatan rahim. Sri Wahayu dengan
73
ibu-ibu PKK menjadwalkan program ini setiap tiga bulan sekali yang dilaksanakan di
balai desa. Jadwal program KPR sudah diatur oleh Sri Wahayu dan ibu PPK, Setiap
Sri Wayahu saat ini bersemangat dalam usaha memperbaiki keadaan desa,
semangat ini melanjutkan suaminya bapak Supoyo yang sudah mengawali di masa
lalu. Latar belakang mengapa Sri Wahayi begitu bersemangat karena Sri Wahayu
tidak menginginkan Desa Ngadisari seperti di masa lalu, dimana pernikahan dini
masih banyak terjadi. Selain itu juga pada masa lalu, masyarakat kurang kesadaran
Sri Wahayu menganut agama Hindu dan menjalankan adat Suku Tengger,
sehingga dalam kehidupannya berpegang pada ajaran Hindu dan adat yang berlaku.
Salah satu konsep hidup yang dipegang Sri Wahayu adalah Catur Guru. Catur Guru
bagi Sri Wahayu merupakan konsep hidup yang harus dipegang agar mencapai
keharmonisan hidup. Konsep Catur Guru mengajarkan Sri Wahayu untuk selalu
berbakti atau mengormati empat guru dalam kehidupan sehari-hari, empat guru
tersebut yakni, Guru Swadyaya atau Sang Hyang Widhi atau Tuhan, kedua Guru
74
Wisesa atau pemerintah, ketiga Guru Rupaka atau orangtua dan keempat Guru
Masyarakat secara sukarela dan partisipatif akan menurut dan menghormati apa yang
Pernikahan dalam masyarakat Suku Tengger tidak dibatasi dengan siapa ingin
menikah. Sri Wahayu menjelaskan berbeda agama tidak apa-apa, hanya saja harus
tetap mengikuti ketentuan dan proses adat yang sudah berlaku. Jika salah satu calon
pengantin berasal dari luar desa dan beragama lain maka akan dilakukan
disampaikan bahwa pernikahan di Desa Ngadisari harus mengikuti prosesi adat yang
berlaku. Jika kedua orangtua sudah setuju maka pernikahan akan dilaksanakan.
pengantin datang ke rumah Sri Wahayu selaku kepala desa untuk meminta hari baik
atau tanggal baik yang disesuaikan dengan kalender Tengger. Di masyarakat Suku
Tengger Ngadisari dalam satu bulan hanya boleh melakukan empat pernikahan di
mana setiap minggunya satu kali dengan durasi prosesi adat penikahan memakan
75
waktu 3 hari, jadi ada pembatasan pernikahan. Tidak bisa melakukan pernikahan
Banyak prosesi adat yang harus dijalankan dalam pernikahan dan ada
beberapa bulan yang menurut Sri Wahayu tidak boleh ada pernikahan. Pertama
wulan ke-pitu dan wulan ke-sanga. Pada saat wulan ke-pitu tidak boleh melakukan
pernikahan karena bulan itu masyarakat Suku Tengger menjalankan puasa mutih
dalam satu bulan dan kalau wulan ke-sanga menurut kepercayaan merupakan hari
kawin hewan. Begitu banyaknya prosesi adat dan lamanya waktu tunggu,
Makna anak bagi Sri Wahayu adalah keberuntungan orangtua di masa depan,
namun bagi Sri Wahayu tidak ada anggapan banyak anak banyak rejeki. Jumlah anak
cukup dua karena punya anak saja sudah keberuntungan dalam kehidupan. Jumlah
anak dua juga untuk mendukung program Keluarga Berencana dari BKKBN dalam
mengatur jumlah penduduk Indonesia, agar tidaknya banyak jumlahnya tetapi baik
kualitasnya. Selain itu, karena untuk membesarkan dan mendidik anak memakan
biaya yang banyak, belum lagi nanti ada upacara-upacara yang dilakukan khusus
untuk anak.
76
Kesulitan awal ketika menerapkan peraturan wajib lulus SMA yakni
dengan terus melakukan sosialisasi terkait peraturan desa dan terus menamkan Catur
Guru sebagai konsep yang harus dipegang serta memberikan kesempatan penyuluhan
kepada instansi terkait seperti BKKBN. Pemerintah desa tidak henti-hentinya untuk
Sri Andayati merupakan bendahara Desa Ngadisari dengan status aktif saat
ini. Sri Andayati merupakan lulusan sarjana Pendidikan Geografi tahun 1989’an
program kerja sama IKIP Malang dengan Pemerintah Kabupaten Probolinggo. Sri
Andayati mempunyai dua orang anak perempuan. Anak pertama lulusan sarjana
Ngadisari. Anak kedua saat ini masih menempuh jenjang Sekolah Menengah Atas di
SMK Negeri 2 Kota Malang jurusan Tata Boga. Keluarga Sri Andayati sadar akan
Gambar 3.5 Peneliti dengan Informan Ibu Sri Andayati (Dokumen Pribadi, 2017)
77
Sri Andayati salah satu orang yang tidak setuju dengan adanya pernikahan
dini di Desa Ngadisari. Menurut cerita Sri Andayati, pernikahan dini sudah
yang digagas oleh Supoyo. Peraturan desa yang mewajibkan lulus SMA sebelum
pernikahan dini yang hamil di luar nikah menurut cerita Sri Andayati harus
mengikuti sekolah kesetaraan agar tetap mendapatkan ijazah atau yang sering disebut
dengan kejar paket C. Bagi pelaku yang putus sekolah dijenjang SMP harus
pelaku harus mengikuti peraturan yang sudah dibuat desa, karena itu sebelum
menikah harus membuat surat pernyataan terlebih dahulu. Adanya aturan ini sudah
diketahui semua masyarakat seluruh desa, sehingga tanpa diberitahu lagi masyarakat
Tahun ini desa akan memfasilitasi bagi masyarakat yang belum lulus jenjang
SMA. Sri Andayati dan pemerintah desa akan mendata dan mencarikan tutor untuk
78
menempuh program kesetaraan. Ada target yang sudah Sri Andayati dan pemerintah
desa, yaitu 20 peserta kejar paket, lebih sedikit memang jika dibandingkan dengan
Perangkat desa mendorong pelaku hamil di luar nikah untuk segera menikah
bersih desa. Bagi pelaku hamil di luar nikah menurut Sri Andayati sudah dianggap
mengotori desa oleh masyarakat sehingga harus segera melakukan upacara Bersih
Desa yang dipimpin oleh dukun adat untuk segera menghilangkan malapetaka bagi
pernikahan dilakukan di rumah begitu pula dengan upacara bersih desa dilakukan di
rumah pihak perempuan, bukan di balai desa. Dalam upacara bersih desa ada sajen-
sajen yang disediakan dan untuk doa-doa dipimpin oleh dukun adat. Pelaku
pernikahan dini yang disebabkan hamil di luar nikah dituntut segera menikah
maksimal satu minggu setelah ketahuan walau dalam keadaan hamil sekalipun.
79
Pelaku hamil di luar nikah tidak diperbolehkan menikah di balai desa dengan
Pelaku pernikahan dini dan hamil di luar nikah mendapatkan sanksi dari desa.
Pihak laki-laki mendapatkan sanksi berupa material batu sebanyak 15 kubik yang
dikumpulkan di balai desa dan dimasukkan ke dalam kas desa. Adanya sanksi
material ini untuk pembangunan desa dan memberikan efek jera kepada pelaku.
Sanksi material tidak harus batu tetapi bisa yang lain, misalkan semen, pasir dan lain-
lain.
”.... denda materi kalau yang dari pihak cowoknya diberi sanksi
membeli batu kali seberat 15 kubik untuk pembangunan desa.
Kalau yang perempuan tadi harus segera melakukan upacara
tadi...” (Wawancara tanggal 18 Maret 2017).
Sri Andayati penganut ajaran Hindu, dalam kesehariannya tergambar
alam, saling menghormati terhadap sesama dan saling mengasihi satu sama lainnya.
Salah satu konsep hidup yang selalu dipegang Sri Andayati dalam kehidupannya
adalah konsep Catur Guru. Konsep Catur Guru menurut cerita Sri Andayati
merupakan konsep yang selalu ditanamkan dan diwariskan oleh para leluhur
terdahulu dan kemudian saat ini terus ditekankan oleh kepala desa agar terus
dijadikan konsep hidup. Catur Guru yang pertama harus percaya dan patuh terhadap
Tuhan, kedua pemerintah, jadi apapun peraturan yang dibuat pemerintah harus
dipatuhi, ketiga patuh terhadap orangtua di rumah dan yang terakhir harus patuh
80
“.... kalau terkait pernikahan Catur Guru yang paling berperan,
karena kita harus mengormati empat guru bekti dalam kehidupan
ini, tidak boleh menentang guru tersebut mas, karena Catur Guru
yang mengajarkan kita kepada kehidupan, Tuhan sebagai guru,
orangtua sebagai guru, pemerintah sebagai guru dan guru di
sekolah sebagai guru kehidupan. Sedangkan Brahmacari lebih
kepada ajaran agama yang mengajarkan bahwa menuntut ilmu
pada usia muda sangatlah dianjurkan, guna sebagai bekal
kehidupan” (Wawancara tanggal 18 Maret 2017).
Menurut Sri Andayati ada lagi konsep yang lain, yakni Catur Asrama. Catur
Asrama ini merupakan tahapan jenjang kehidupan seorang pengamal Hindu dalam
menjalani kehidupan. Salah satu tahapannya Brahmacari di mana kita harus selalu
mencari ilmu pengetahuan, baik ilmu pengetahuan dunia maupun akhirat. Adanya
Catur Guru dan tahapan Brahmacari Sri Andayati berharap dapat menjadi kontrol
melalui pak Supoyo dan ibu kepala desa dalam agenda rapat, musyawarah dan
pentingnya pendidikan.
pendidikan, dijenjang SD, SMP hingga SMA. Pemerintah desa memberikan pesan
81
kepada kepala sekolah untuk terus berperan aktif dalam program desa. Masih terkait
dengan pernikahan di Desa Ngadisari, tidak ada pembatasan dengan siapa ingin
melakukan pernikahan, semua sesuai dengan jodoh saja. Menurut Sri Andayati mau
menikah dengan orang luar Tengger juga tidak apa-apa, namun secara adat
pihak perempuan dari Suku Tengger, sedangkan pihak laki-laki dari luar Suku
Tengger, si laki-laki harus mengikuti adat Tengger, selebihnya si cewek juga harus
Makna seorang anak bagi Sri Andayati sebagai anugerah, titipan Tuhan yang
harus dijaga, diwarat, dibesarkan dan dididik sesuai dengan kemampuan orangtua.
Bagi Sri Andayati tidak ada nilai lebih jika dilihat dari jenis kelamin, laki perempuan
sama saja nilainya, dalam hal pembagian waris juga sama saja tidak ada yang
dibedakan sama rata. Orang tua terhadap anak, semua pasti dikasihi dan disayangi,
Jika anak Sri Andayati ingin melakukan pernikahan dini, Sri Andayati
memberi saran terhadap anaknya harus sekolah terlebih dahulu dan memiliki
pemikiran yang dewasa, sehingga dalam mengurus anak tidak merepotkan orangtua
lagi. Ketika anak Sri Andayani kecil, sudah dikasih pendidikan seksual sesuai dengan
82
Sri Sugiarti bekerja sebagai petani dan menjabat sebagai sekretaris dalam
pemerintahan Desa Ngadisari. Sugiarti memiliki dua orang anak laki-laki yang
semuanya sedang dalam masa pendidikan, baik itu perguruan tinggi maupun Sekolah
muda.
Gambar 3.6 Peneliti dengan Informan Ibu Sri Andayati (Dokumen Pribadi, 2017)
akan menurunkan kualitas SDM Desa Ngadisari. Selain itu bagi Sugiarti pernikahan
dini juga menyebabkan risiko keretakan dalam rumah tangga, karena belum siapnya
mental anak. Pernikahan di Desa Ngadisari harus lulus SMA terlebih dahulu agar
83
mendukung sekarang harus lulus SMA sudah matang kalau nikah,
kalau usia dini ya akhirnya orangtuanya yang susah ...”
(Wawancara tanggal 19 Maret 2017).
Adanya syarat harus lulus SMA bagi Sugiarti memperbaiki kualitas Sumber
Daya Manusia yang ada di Desa Ngadisari. Semenjak tahun 1980-an kasus
pernikahan dini di Desa Ngadisari sudah tidak ada penuturan Sugiarti. Dulu
Peraturan Desa kalau ingin menikah harus lulus SMP lalu dinaikkan lagi harus lulus
SMA. Peraturan desa ini keluar karena kesadaran orangtua terhadap pendidikan
anaknya.
apalagi kalau sudah hamil, risiko saat kehamilankan besar juga. Jadi sebaiknya kalau
ingin menikah harus siap dulu pemikirannya. Pemerintah desa juga sudah
menyiapkan peraturan terkait dengan pelaku hamil di luar nikah. Adanya keharusan
mengikuti kesetaraan kelulusan atau paket C bagi SMA. Sugiarti juga menjelaskan
secara adat bagi pelaku hamil di luar nikah harus melakukan upacara bersih desa
guna membersihkan desa yang sudah dikotori oleh pelaku hamil di luar nikah.
84
setelah mereka yang itu, nanti kalau umurnya udah 17 baru
dibuatkan KTP baru diurusin surat-surat nikah itu. Tapi ya mereka
juga harus punya janji lulus SMA jadi walaupun mereka sudah
menikah mereka harus tetap sekolah mengejar paket C ...”
(Wawancara tanggal 19 Maret 2017).
Sanksi lain dari desa terhadap pelaku pernikahan dini, memberikan denda
materil untuk pihak laki-laki berupa batu kali yang akan dimasukkan ke kas desa,
dipimpin oleh dukun pandita (dukun adat) yang memberikan mantra pembersihan.
Sugiarti dan masyarakat Desa Ngadisari mempercayai pelaku hamil di luar nikah
sudah mengotori desa, maka harus segera membersihkan dan meminta maaf kepada
Adat pernikahan Suku Tengger Desa Ngadisari, menurut cerita dari Sri
Sugiarti memegang prinsip Catur Guru. Ada empat guru yang harus dihormati,
85
adanya Tuhan, Catur Guru pemerintahan jadi kita harus percaya
sama pemerintah, kemudian Catur Guru bekti apa jadi percaya
kepada guru yang ngajar kita, dan yang terakhir itu guru percaya
kepada orangtua. Itu yang diterapkan dalam pernikahan itu Catur
Guru, ..... pada dasarnya pernikahan prinsipnya harus Catur Guru
itu. Jadi kan sudah apa namanya sudah percaya pada Tuhan, kepada
pemerintah, orangtua, guru di sekolah. Ya harus sopan, harus nurut
gitu lo mas, ya jadi itu yang diterapkan dalam Catur Guru di sini
....” (Wawancara tanggal 19 Maret 2017).
Sri Sugiarti dalam mengajarkan konsep Catur Guru kepada anaknya dengan
cara menasihati agar selalu percaya kepada apa yang dimiliki. Harus selalu menurut
kepada orangtua sebagai bentuk bakti dan kasih sayang kepada orangtua. Ketika
seorang anak tidak memengang konsep itu dengan baik, menurut Sri Sugiarti maka
tetap ada proses lamaran. Proses lamaran berjalan sederhana, tidak membawa
86
seserahan seperti pada tradisi di tempat lain. Menurut Sri Sugiarti dalam wawancara
pak tinggi (kepala desa) untuk meminta hari baik pelaksanaan pernikahan.
“.... jadi setelah lamaran nanti di sini itu minta hari baik sama
petinggi (kepala desa) ya nanti sudah dilaksanakan. Di sini ya mas
kalau minta hari yang baik nanti kadang bisa sampai dua tahun
mas, jadi punya anak mau sunat ya, nanti anaknya TK harus ke
rumahnya pak tinggi (kepala desa) nanti minta hari yang baik”
(Wawancara tanggal 19 Maret 2017).
Jika Sri Sugiarti ingin menikahkan anaknya, Sri Sugiarti datang ke pak tinggi,
meminta bulan yang baik dan dapat tahun berapa. Jadi seperti orang mengambil
antrian di pak tinggi. Budaya di sini seperti itu, mementingkan tanggalnya terlebih
dahulu bukan biayanya dulu. Mengapa ada antrian menurut Sri Sugiarti karena kalau
sesuai dengan adat Tengger dalam satu minggu hanya boleh melaksanakan satu
resepsi pernikahan karena banyak sekali proses yang harus dilewati dan melibatkan
seiklasnya ke kas desa. Boleh juga kalau ingin sewa tarop (peralatan nikah) biayanya
Nilai anak menurut Sri Sugiarti seperti permata, ketika tidak punya anak
akan terasa bingung karena tidak ada yang mengurus saat Sri Sugiarti tua. Jumlah
anak di Desa Ngadisari juga tidak banyak biasanya hanya dua orang saja.
87
”.... Kalau nilai seorang anak, kalau tidak punya anak
bingung dan ibaratkan seperti permata kalau tidak punya anak siapa
yang mengurus saat saya tua, jadi memang kalau anak di sini
seperti itu apalagi anak cowok benar-benar sebagai permata.
Biasanya ya kalau sini punya anak dua ya mas kalau orang sini
yang diminta tinggal bersama orangtuanya itu ya anak yang
cowoknya” (Wawancara tanggal 19 Maret 2017).
Bagi Sri Sugiarti mempunyai dua anak sudah sangat cukup, karena biaya
melahirkan dikarenaka adanya adat Tengger yang namanya kekerik atau selapan
(dalam bahasa Jawa). Adat kekerik bisa dibilang seperti selamatan di mana keluarga
yang melahirkan harus menyediakan sesaji dan tumpeng. Jumlah tumpeng dan ayam
mempunyai buyut 100 orang maka jumlah tumpeng dan ayam panggang jumlahnya
100 juga. Belum lagi untuk memberikan suguhan (hidangan) dan berkat kepada
tamu-tamu yang datang. Tamu yang datang jumlahnya tidak sedikit bisa mencapai
500 orang. Selain itu kalau anak Sri Sugiarti melahirkan dan ada yang memberikan
misalkan besar 10 kg dan gula 20 kg, suatu saat itu semua harus dibalas juga kepada
orang yang memberi. Ini sudah menjadi tradisi adat Suku Tengger.
88
Besarnya biaya melahirkan menjadi pertimbangan masyarakat untuk
mempunyai anak dengan jumlah banyak, termasuk dengan Sri Sugiarti. Bagi Sri
Sugiarti tidak berlaku di desanya banyak anak banyak rejeki. Selain itu juga karena
masyarakat juga sudah mengetahui kalau ada program Keluarga Berencana (KB) dari
pemerintah.
Sri Sugiarti juga menjelaskan kalau biaya menikah di adat Tengger juga
besar. Seorang yang mau menikah minimal harus mengorbankan seekor sapi
meskipun dari orang yang tidak mampu. Terlebih kalau orang yang melaksanakan
pernikahan adalah orang yang mampu bisa empat ekor sapi, belum lagi sewa tayub
(seni budaya) dan biaya resepsi, makanan dan minumannya, bisa mencapai 200 juta
sekali acara.
Bagi Sri Sugiarti pernikahan sekali seumur hidup sedangkan melahirkan bisa
berkali-kali biaya bisa sangat besar. Berkaca dari hal tersebut Sri Sugiarti selalu
89
lainnya, bekerja sebagai petani sayur sekaligus menjadi pemangku adat di dusun
Cemoro Lawang. Sugiyono bertugas merawat dan memelihara adat Suku Tengger
serta ikut melestarikan dalam penerapan kehidupan sehari-hari. Selain itu Sugiyono
juga sebagai mediator setiap ada acara adat yang dilakukan baik itu di desa maupun
Proses pernikahan yang ada di Desa Ngadisari banyak sekali prosedur yang
melakukan lamaran, di mana lamaran dilakukan H-1 dari hari pernikahan. Sebelum
proses lamaran, calon pengantin hanya dianggap saling cinta dan saling mengetahui
90
perbedaan antara perempuan dan laki-laki itu harus jelas, harus
jelas identitas maksudnya, jadi dengan artinya supaya diluruskan
kalau memang tidak ada hubungan antara orangtua laki dan
orangtua perempuan, mungkin hubungan saudara, saudara
keberapa soalnya ini turunan ketujuh masih berlaku di sini ....”
(Wawancara tanggal 25 Maret 2017).
Setelah proses saling kenal calon pengantin juga harus berembuk dengan
orangtua mengenai garis keturuan dari kedua mempelai, jika masih ada hubungan
darah atau turunan pitu penuturan Sugiyono pernikahan tidak boleh dilaksanakan.
karena sudah ketetapan dari nenek moyang, tidak boleh ditinggalkan dan harus terus
keturuan Sugiyono bercerita bahwa calon pengantin juga harus melakukan rembukan
dengan pak tinggi (kepala desa) dan dukun adat guna menentukan hari baik
91
pelaksanaan pernikahan. Perhitungan hari baik ini dimaksudkan untuk mencari hari
pernikahan yakni pada proses lamaran. Dalam proses lamaran tidak boleh dilakukan
jauh-jauh hari. Proses lamaran harus dilakukan misalkan menikah besok sore hari
maka pagi harinya harus dilamar. Kepercayaan Sugiyono kalau dalam masa antara
lamaran dan pernikahan ada saudara yang meninggal maka pernikahan harus
dibatalkan, hal tersebut biasanya dianggap sebagai pantangan atau pertanda dari para
Ketika semua proses tadi sudah dilakukan, maka upacara pernikahan baru bisa
dilaksanakan atau yang sering disebut dengan wiwaha samkara atau upacara
luas.
Sejak tahun 2007 sudah dicanangkan syarat mutlak dari desa, kalau ingin
melakukan pernikahan harus lulus SMA terlebih dahulu. Bagi laki-laki umurnya
undang-undang yang dibuat pemerintah. Kalau menikah sebelum lulus SMA harus
buat surat perjanjian atau surat penyataan untuk harus ikut paket B atau paket C.
92
lain, jika ingin tercatat di cacatan sipil harus lulus dari SMA baru
diperbolehkan untuk melakukan pernikahan. Laki perempuan,
kalau menurut aturan undang-undangnya kan antara 17 sama 19
tahun, laki yang 19 tahun perempuan yang 17 tahun, itu menurut
undang-undangnya seperti itu, di sini dipertegas lagi kalau belum
lulus SMA atau sederajat, minimal kita kalau tidak sampai di SMA
kejar paket C, jadi misalkan ada masalah kebobolan ya sudah hamil
dulu apalagi usianya masih diantrara usia masih SMP lulus SMA
masih belum tuntas ya itu memang ada proses ada proses perjanjian
masyarakat itu memang ada perjanjian di atas matrai dengan
pernyataan harus menyelesaikan dulu harus lewat paket B atau C
....” (Wawancara tanggal 25 Maret 2017).
Bagi pelaku hamil duluan dan melakukan pernikahan dini maka harus
melakukan upacara bersih desa, dalam rentang waktu satu minggu. Pengalaman
Sugiyono jika tidak segera melakukan bersih desa maka akan terjadi wabah penyakit
secara tiba-tiba. Hal tersebut sudah menjadi kepercayaan secara turun temurun dan
benar-benar terjadi sehingga harus segera diselesaikan. Bagi Sugiyono pelaku sudah
perempuan, untuk pihak laki-laki hanya mengikuti proses bersih desa di rumah
mendadak jadi tidak boleh mengundang orang banyak, paling tidak hanya saksi-saksi
yang memberikan doa restu pernikahan, begitu penurutan Sugiyono. Ada sanksi lain
93
yang harus dibayar oleh pihak laki-laki sesuai dengan peraturan desa, yakni batu 10
kubik dan 5 kubik dari perempuan. Batu tersebut digunakan untuk membangun desa
dan sanksi tersebut tidak dapat ditawar lagi karena sudah peraturan desa.
Catur Guru. Sugiyono harus menghormati adanya ajaran Tuhan, pemerintah, guru
dan orangtua, karena bagaimanapun asal kita dari orangtua. Sugiyono sebagai
masyarakat Tengger harus mendem jeru mikul duwur (menjaga nama baik keluarga).
Sugiyono memegang konsep Catur Guru dengan baik, kehidupan Sugiyono saat ini
Brahmacari. Konsep ini menjelaskan pada masa muda harus banyak mencari ilmu,
bersenang-senang karena masa muda belum terikat. Pada masa ini belum boleh
menikah, diperbolehkan menikah kalau ilmunya sudah cukup dan sudah habis masa
94
”.... jenjang Brahmacari menuntut ilmu dulu, sebelum
menikah artinya kalau masih bujangan harus dipuaskan terlebih
dahulu makanya kita baru adem ayem tentrem sudah bisa
menemui titiknya, sedangkan lain kalau di usia bramacarinya
belum kita lengkapi belum kita penuhi akhirnya kan kita tergesa-
gesa sudah ingin menikah dan lain sebagainya akhirnya di dalam
masa-masa pertumbuhan ya kadang-kadang masih tergoncang,
pikiran masih ke mana-mana. Maka usia antara 17 sampai 19
tahun dirasa sudah cukup di dalam usia bramacari-nya seperti itu,
apalagi kalau kita sampai ke perguruan tinggi berartikan luas
ilmunya, pengalaman juga luas, kedewasaannya sudah matang
akhirnya kita membentuk rumah tangga kita juga sudah baik. Jadi
kalau karena sudah dijelaskan minimal harus lulus SMA itu
tujuannya seperti itu, sudah cukup umur dan berpikiran dewasa
....” (Wawancara tanggal 25 Maret 2017).
Makna anak bagi Sugiyono adalah penerus keturunan, baik itu laki-laki atau
perempuan sama saja tidak ada yang diistimewakan. Jika orangtua sebagai orangtua
tidak memiliki anak hidup Sugiyono tidak tentram karena di masa tua Sugiyono tidak
ada yang mengasuh. Jadi punya anak laki-laki atau perempuan tetap bangga karena
kelak kalau Sugiyono sudah tua ada yang mewarat dan itulah yang percaya Sugiyono
mikul duwur mendem jero. Selain anak akan berbakti kepada Sugiyono, membalas
belas kasih yang sudah diberikan dan hutang budi anak akan lunas. Sugiyono selalu
berpesan kepada anak-anaknya agar tidak melakukan pernikahan dini, karena dapat
Upaya dari Sugiyono juga selalu membimbing anaknya untuk selalu bergaul
yang baik, yang sesuai dengan adat dan agama. Sugiyono selalu menekankan pada
adat dan agama, itu menjadi kunci di tengah perkembangan jaman saat ini. Menurut
Sugiyono berbakti kepada orang tua itu kewajiban kalau ingin mulia masa depannya.
95
5) Biarto (79 tahun)
petani sayur. Biarto memiliki satu orang istri dan dua orang anak laki-laki yang
adat yang diturunkan dari para leluhur terdahulu. Bagi Biarto nilai-nilai yang sudah
diajarkan tidak boleh ditinggalkan dan harus terus diamalkan sehingga anak dan
Biarto salah satu orang yang melakukan pernikahan dini di usia muda dan
istrinya belum lulus SD saat menikah. Biarto menikah karena lantaran sudah saling
cinta satu sama lainnya dan orangtua juga sudah saling mengenal. Pada saat itu
Biarto belum sadar akan pentingnya pendidikan bagi kehidupan di masa depan.
Biarto dan istri hanya lulusan sekolah dasar dan tidak melanjutkan pendidikan lagi
Biarto bercerita kalau dulu pernikahan belum diatur seperti saat ini, namun
memang sudah adat yang mengatur bagaimana proses pernikahan bisa dilakukan.
Dahulu ketika Biarto ingin menikahi sang istri, Biarto datang ke pak tinggi (kepala
desa) dan dukun adat untuk meminta hari baik. Setelah itu Biarto juga berdoa kepada
para leluhur di Punden untuk memohon rumah tangga yang bahagia dan langgeng,
96
sekolah, saya sekolah SD juga atas kemauan orangtua terus disuruh
sekolah lagi tetapi saya tidak mau, karena saya ingin bekerja saja
di sawah sama bapak ....” (Wawancara tanggal 25 Maret 2017).
Awalnya Biarto tidak mengetahui dampak dari pernikahan dini, karena Biarto
minim pengetahuan dan tidak ada yang memberitahu tentang hal tersebut. Biarto
hanya ingin segera menikah dan berumah tangga dengan istrinya yang disayanginya
pastinya karena restu dari orang tua. Setelah menikah Biarto mengalami masa sulit
dalam kehidupan ekonominya. Saat istri Biarto hamil, istrinya sering sakit panas,
muntah-muntah, sakit perut dan kram perut itu berlangsung sekitar satu bulan
sebelum melahirkan. Apa yang menyebabkan istrinya seperti itu Biarto tidak
mengetahuinya.
Setelah melahirkan kondisi ekonomi Biarto belum juga membaik karena istri
Biarto pada waktu itu tidak bisa memberikan ASI secara terus menerus karena
ASInya kadang keluar kadang tidak, hal ini membuat Biarto harus membuat tajin
”.... waktu istri saya hamil, rumah tangga saya mulai diuji mas,
terutama ekonomi saya. Istri saya sakit panas, muntah-muntah dan
perut sering kram jadi mau tidak mau saya periksakan ke tukang urut
kalau namanya sekarang mas. Terus saya juga bawa mantri (dokter)
ke bawah karena saya kasihan juga melihat dia kesakitan. Bolak
balik itu mas, jadi keluar uang banyak. Setelah melahirkan masih
dikasih ujian lagi saya mas, istri saya susunya (payudara) kadang
keluar ASI kadang tidak, jadi kalau pas tidak keluar ASI saya bikinin
tajin buat anak saya atau membeli susu sapi di tetangga, tapi
sekarang istri saya sehat ....” (Wawancara tanggal 25 Maret 2017).
dan sampai melahirkan banyak cobaan yang dihadapi oleh keluarga kecilnya.
pernikahan dini bukan sesuatu yang baik, khususnya bagi pihak perempuannya.
97
Pihak perempuan bisa merasakan sakit seperti yang istrinya rasakan, hal itu bagi
anaknya melakukan pernikahan di usia muda. Selain karena keadaan ekonomi yang
belum tertata, secara kesehatan juga tidak baik. Anak-anak Biarto didorong untuk
terus semangat belajar di sekolah dulu sebelum menikah. Biarto berpikiran jika anak-
anaknya belajar akan mendapatkan ilmu sebagai bekal dimasa depan. Keadaan saat
Menurut Biarto desanya saat ini sangat serius dalam melakukan perbaikan-
program itu terus digencarkan, walau dulu awalnya tidak bisa langsung sukses
seperti saat ini, tapi syukurlah saat ini sudah sangat baik. Mengatur secara ketat
syarat pernikahan dan menguatkan adat Tengger bagi Biarto hal yang penting untuk
kepada masyarakat agar tidak melakukan pernikahan dini karena berdampak bagi
desa. Dalam acara adat atau acara desa pak tinggi selalu berpesan jangan menikah
dini dan menghimbau mari menghidupkan kembali Catur Guru agar identitas desa
98
Tengger tidak hilang. Catur Guru bagi Biarto memang harus dihormati, karena
beliau begitu berjasa bagi kehidupan, berbakti kepada Tuhan, pemerintah, orangtua
dan guru. Dalam pernikahan anak-anak Biarto Catur Guru sangat berperan, anak
Biarto selalu Biarto ingatkan harus nurut kepada pemerintahan desa, orangtua dan
guru di sekolah. Jangan sampai sebagai orang Tengger tidak mematuhi Catur Guru
bisa kualat hidup ini, tidak dilindungi oleh Sang Hyang Widi.
Catur Guru dapat menjadi pengingat bagi masyarakat Suku Tengger agar
selalu menghormati empat guru dalam kehidupan. Jadi perilaku orang Tengger tidak
seenaknya tapi sesuai dengan ketentuan yang sudah ada. Menurut Biarto zaman
Biarto muda Catur Guru belum diterapkan oleh masyarakat seperti saat ini, kalau
saat ini Catur Guru semakin kuat dipegang oleh masyarakat karena selalu diberikan
sosisalisasi terkait Catur Guru. Jadi Biarto muda kalau ingin menikah diskusi dengan
orangtua dan meminta hari ke pak tinggi (kepala desa) dan dukun adat. Kalau saat ini
memang syaratnya lebih ketat jika ingin menikah, maka pernikahan tidak boleh
dilaksanakan sembarangan. Di samping itu juga guru yang ada di sekolah berperan
Salah satu peraturan desa yang didukung oleh Biarto yakni tidak boleh
menikah saat belum lulus SMA. Menurut Biarto ini baik untuk pembangunan desa di
masa depan. Masa depan desa akan semakin baik kalau anak mudanya semua pada
99
sekolah hingga jenjang perguruan tinggi. Tidak seperti zaman Biarto yang rata-rata
masyarakat hanya lulusan sekolah dasar (SD). Biarto juga berpendapat bahwa
pernikahan dini merugikan pihak perempuan karena belum siap secara kesehatan dan
Makna anak bagi Biarto itu rejeki dari Tuhan yang tidak bisa diganti dengan
apapun. Biarto dalam mengasuh anak penuh dengan kasih sayang, menanamkan
nilai-nilai adat dan agama serta bertanggung jawab menjaga nama baik keluarga.
Bagi Biarto nama keluarga di masyarakat Suku Tengger wajib dijaga, ketika Biarto
jelek itu sudah seperti kutukan buat Biarto. Perkataan atau doa dari orangtua, Biarto
yakin sebagai doa yang cepat terkabul langsung didengar oleh Tuhan.
”.... anak saya itu mas, seperti rejeki yang diberi Tuhan kepada
saya, sudah tidak akan ternilai harganya. Saya mengasuh dia
dengan kasih sayang dan saya ajarkan nilai adat orang Tengger,
supaya dia tau leluhurnya dulu seperti itu loh. Jangan sampai
ditinggalkan. Dia juga saya ajarin bagaimana cara menjaga nama
baik keluarga, karena nama baik keluarga penting loh mas untuk
dijaga. Kalau misalkan saya sebagai anak mengecewakan orangtua
terus orangtua saya mendoakan saya jelek itu sudah mas, pasti
nasib saya malang mas, doa orangtua seperti sumpah gitu loh,
ampuh sekali mas” (Wawancara tanggal 25 Maret 2017).
100
Biarto menyatakan ini semua kembali lagi ke Catur Guru agar hidup ini
dapat tentram, diterima oleh masyarakat luas, rukun dengan tetangga dan dapat
menjalankan konsep Tri Hita Karana dengan baik. Biarto mengaku sebagai orang
yang tidak beruntung dalam kehidupannya karena merasa bersalah menikah terburu-
keadaan ekonomi keluarga hingga saat ini. Dari hal itulah Biarto tidak menginginkan
anak-anaknya seperti Biarto di masa dulu. Saat ini anak Biarto yang pertama keadaan
bekerja sebagai supir jip yang membawa wisatawan ke Gunung Bromo, selain itu
anak Biarto juga mempunyai sawah sendiri buat dari kerja kerasnya di masa muda
sebelum menikah.
lingkungan Suku Tengger yang memiliki nilai adat yang masih terjaga hingga saat
ini. Mersaid memiliki satu orang istri dan satu orang anak perempuan dengan usia 25
tahun. Usia Mersaid saat menikah berusia 18 tahun dan istrinya 15 tahun karena
sudah dorong untuk menikah oleh orangtua. Hingga umur pernikahan 6 tahun
Mersaid baru dikaruniai seorang putri dengan paras yang cantik. Sebenarnya istri
Mersaid pernah hamil dua kali namun selalu keguguran hingga kehamilan yang ke
Mersaid pernah merasa sedih dan stress saat istrinya dua kali mengalami
keguguran. Saat itu Mersaid tidak mengetahui mengapa hal itu dapat terjadi ke
101
bersabar dan banyak berdoa dan sembayang di punden. Berikut penuturan Mersaid
dalam wawancara;
”.... saya pernah merasa sedih sekali dek saat istri saya
keguguran dua kali berturut-turut. Saat ini saya merasa stress sekali
dengan keadaan saya. Kalau orangtua saya saat itu mengijinkan
saya menikah lagi agar punya anak dek, saya menikah lagi kok, itu
yang ada di pikiran saya, tapi saya enggak bilang ingin menikah
lagi ke istri saya. Orangtua saya ngadem-ngadem saya dek, untuk
banyak berdoa dan sembayang biar saya enggak stress ....”
(Wawancara tanggal 30 Maret 2017).
bertanya kepada dokter tersebut tentang kesehatan istrinya yang dua kali mengalami
akhirnya mampir ke rumah Mersaid dan menjelaskan kepada Mersaid kalau istri
Mersaid masih terlalu muda untuk mengandung janin, karena rahim istri Mersaid
yang sangat muda. Kalau tidak karena dorongan orangtuannya dulu, mungkin
Mersaid tidak melakukan pernikahan dini. Menurut Mersaid pada saat itu Mersaid
tidak memiliki pilihan lain, selain ingin membuat orangtua Mersaid senang dan
bahagia melihat anaknya menikah. Namun saat ini Mersaid menyadari kalau
adalah pilihan yang tepat untuk remaja saat ini. Dari hal itu Mersaid terus memberi
masukan anaknya agar banyak mencari ilmu dulu di usia muda. Seperti yang sudah
diatur agama Hindu di dalam Catur Asrama, yakni tahap Brahmacari dulu ditata
102
dengan apik (baik) baru ke tahap selanjutnya yakni Grahasta. Mersaid sediki-sedikit
Catur Guru adalah guru yang mengantarkan seseorang kepada kebahagian dan
kerahayuan dalam hidup. Mersaid merasa penghormatan kepada guru yang sudah
mendidik, memberi jalan terang dan kedamaian dalam hidup serta memberikan solusi
Bagi Mersaid maha guru yang paling tinggi dan sejati adalah Sang Hyang Widi
atau Tuhan, karena semua kehidupan dariNya. Tanpa pertolongan Sang Hyang Widi
Mersaid sebagai manusia bukan apa-apa. Guru kedua bagi Mersaid adalah
pemerintah kehidupan Mersaid bisa lebih baik dan lebih berharga. Ketiga Guru
iklas bekerja walau gajinya hanya sedikit sekali demi pandainya anak-anak
masyarakat Ngadisari. Keempat guru orangtua atau Guru Rupaka, orangtua yang
melahirkan dan mendidik Mersaid menjadi orang yang berguna, selalu memberikan
wejangan (nasihat) yang terbaik untuk Mersaid. Mersaid harus mengabdi dan
103
menurut kepada orangtua, itulah yang Mersaid lakukan saat orangtua Mersaid
Pernikahan banyak proses adat yang harus dilakukan dan syarat menikah juga
sudah dibuat oleh pak tinggi (kepala desa). Kalau anak saya ingin menikah Mersaid
harus lulus SMA dulu dan sekarang anak Mersaid sudah lulus SMA. Kalau sudah
lulus SMA anak Mersaid boleh menikah kalau sudah bertemu dengan jodohnya,
Mersaid akan ke pak tinggi (kepala desa) dan dukun adat untuk meminta hari baik
untuk melangsungkan pernikahan. Menurut Mersaid kalau ingin menikah saat ini ada
”.... kalau misalkan anak saya nikah, saya datang ke pak tinggi
dan pak Sutomo untuk minta hari baik dek, nanti kalau sudah
dikasih enak sudah, tinggal menunggu aja sambil persiapan biaya,
adat dan lain-lain pokoknya, sambil nunggu sambil persiapan.
Nikah di sini sekarang harus lulus SMA dulu dek, nggak bisa
kalau belum lulus SMA, enggak dibolehkan sama desa. Saya
pikir-pikir ini bagus juga buat pemuda desa, biar pada sekolah
dulu baru nikah, jangan kayak saya ....” (Wawancara tanggal 30
Maret 2017).
bagi Mersaid. Biaya pernikahan bisa menelan biaya kurang lebih 100 juta, karena
tamu undangan yang datang masyarakat se-desa Ngadisari dan kadang juga dari luar
makanan dan minuman bagi tamu. Selain itu juga pada saat sewa tayub, kelihatannya
memang begitu saja, namun itu banyak pengeluarannya untuk pernikahan. Jadi
sebenarnya Mersaid juga sambil persiapan, baik persiapan biaya maupun persiapan
104
7) Satuman (73 tahun)
sebagai petani sayur di Desa Ngadisari. Satuman merupakan sosok yang sangat
keluarganya, orangtua Satuman bekerja menjadi buruh tani. Orangtua Satuman sudah
meninggal dunia, rumah yang Satuman tempati saat ini adalah rumah warisan dari
orangtua. Rumah Satuman masih menggunakan ubin dengan dinding tembok serta
sebagai pedoman dalam kehidupan sama seperti teman-teman sebaya lainnya yang
agama Hindu yang diturunkan secara turun temurun dari para leluhur. Agama dan
adat berjalan bersamaan, tidak ada yang ditinggalkan karena menurut Satuman itu
jenjang Sekolah Dasar (SD) dan lebih memilih untuk membantu orangtua di ladang.
ladang dengan orangtua Satuman hingga sore hari. Menurut cerita Satuman orangtua
desanya dan kemudian menikahinya. Pada saat itu istri Satuman berumur 10 tahun
dan tidak sekolah seperti Satuman, karena orangtua Satuman setuju dengan
105
hubungan anaknya, maka Satuman disarankan agar segera ke pak tinggi untuk
mencari hari baik untuk menikah. setelah ke pak tinggi Satuman bertemu dengan
calon mertuanya untuk membicarakan silsilah keluarga apakah masih ada hubungan
darah atau keturunan atau tidak. Setelah proses itu dilakukan satu hari sebelum
menikah Satuman melamar calon istrinya. Sesuai adat Tengger proses pelamaran
tidak boleh jauh-jauh hari, satu hari sebelum menikah harus dilamar.
Pernikahan di usia muda bagi Satuman hal yang biasa saja, untuk apa sekolah
tinggi-tinggi kalau Satuman hanya bekerja di ladang. Seperti yang dalam wawancara
berikut;
akhirnya diwariskan dan dijalankan oleh Satuman sampai akhirnya Satuman menikah
leluhur Satuman sudah mengajarkan bagaimana tata cara menikah. Secara adat
semua harus diikuti tata caranya, walaupun salah satu mempelai dari luar Suku
Tengger. Satuman menjelaskan kalau saat ini pernikahan selain ada prosedur adat
ada juga prosedur dari desa yang sudah dibuat oleh Bapak Supoyo. Peraturan desa itu
menurut Satuman harus lulus SMA dulu kalau ingin menikah, jika tidak lulus SMA
tidak diperbolehkan menikah oleh pak tinggi (kepala desa). Menurut cerita Satuman
106
dulu saat masih muda belum ada peraturan harus lulus SMA, maka jika misalkan
Satuman ingin menikah silahkan saja, yang terpenting prosedur adat sudah dipenuhi.
sampai Satuman mempunyai satu orang anak. Setelah mempunyai satu orang anak,
Satuman dan istrinya sering berbeda pendapat dalam mengasuh anak, misalnya
karena hal sepele, ketika anak Satuman berumur 3 tahun diajak ke ladang oleh
Satuman, namun istri Satuman tidak suka karena masih terlalu kecil dan kasihan.
Sampai suatu hari istri Satuman marah dan pulang ke rumah orangtuannya karena
Satuman terlalu keras kepala. Selama satu minggu istri Satuman tidak mau tinggal di
rumah Satuman, namun akhirnya karena Satuman berjanji tidak akan seperti itu lagi
akhirnya istri Satuman mau memaafkan Satuman dan kembali tinggal satu rumah
lagi. Satuman menyadari kalau pertengkaran yang terjadi dengan istrinya karena
Satuman sebagai Suku Tengger menyakini kalau orangtua adalah bagian dari
Catur Guru Bekti. Orangtua harus dihormati karena perkataannya sebagai doa buat
nasihat sebagai laki-laki harus bertanggung jawab dan tidak boleh keras kepala
terhadap istri, segeralah meminta maaf dan mengajak istri Satuman kembali ke
rumah. Setelah dinasihati orangtua Satuman, pagi harinya Satuman ke rumah mertua
untuk memita maaf kemudian mengajak istri kembali ke rumah Satuman dan berjanji
tidak hanya orangtua di rumah saja. Ada ajaran Tuhan yang harus dijalankan,
107
pemerintah sebagai wakil masyarakat yang mengatur kehidupan sosial agar
masyarakat desa sejahtera dan guru yang ada di sekolah, yang sudah memberikan
ilmu pengetahuan kepada semua murid. Semua Catur Guru bagi Satuman sangat
menjalankan konsep ini karena orangtua Satuman sering mengajarkan, sebagai orang
Tengger konsep kehidupan yang harus dipegang salah satunya Catur Guru. Menurut
cerita Satuman kepala desa saat ini juga selalu memberikan pengetahuan tentang
pernikahan dini dan dampaknya. Sosialisasi ini terus dilakukan pemerintah desa
melalui acara-acara yang ada di desa, sehingga saat ini sudah tidak terjadi lagi
Lestari merupakan sosok perempuan asli Suku Tengger yang berwajah manis
dan berkulit sawo matang dengan tinggi rata-rata orang Indonesia 155 cm. Lestari
merupakan anak tunggal dari seorang petani sukses yang ada di Desa Ngadisari.
Kehidupan ekonomi Lestari serba berkecukupan. hal ini ditandai dengan rumah yang
Orangtua lestari merupakan petani sayur dan tengkulak yang sukses dengan
Pertama (SMP). Menurut cerita Lestari lulus Sekolah Menengah Pertama sudah
cukup, karena lestari ingin cepat bekerja membantu orangtuanya. Lestari yang sudah
diajarkan cara mengatur uang dan berbisnis sayuran oleh orangtuannya menjadikan
ini sebagai motivasi untuk segera bekerja. Berikut wawancara lestari dengan peneliti;
108
belajar ke ibu cara mengatur uang. Jadi bagi saya lulus SMP aja
sudah cukup, saya ingin cepet-cepet kerja aja bantu bapak ibu. Saya
bangga mas, sama bapak, bapak itu pinter jualan mas, saya ingin
seperti bapak bisnis jualan sayur dan lebih sukses, pikiran saya
waktu kecil begitu mas ....” (Wawancara tanggal 30 Maret 2017).
Lestari menikah saat umur masih 16 tahun atau satu tahun setelah Lestari
lulus dari sekolah. Alasan Lestari menikah karena sudah saling cinta dengan
suaminya dan Lestari merasa sudah siap memiliki keluarga. Selain itu orangtua
Lestari tidak menginginkan kalau Lestari sampai hamil di luar nikah jadi segera
dinikahkan saja. Keinginan Lestari didukung dan direstui oleh orangtua Lestari untuk
segera menikah. Pernikahan dini bagi Lestari tidak masalah, kalau memang sudah
saling cinta dan tidak melanggar adat Suku Tengger. Sebelum menikah, Lestari harus
melakukan persiapan adat yang diawali dengan menelusuri garis keturuan antar
keluarga. Hal ini memang sudah menjadi adat Suku Tengger sebelum melakukan
pernikahan.
lancar dan meriah, pada saat itu Lesatri memotong tiga ekor sapi dan menyewa tayub
untuk hiburan masyarakat. Bagi Lestari ini sudah menjadi kebiasaan masyarakat
Ngadisari menurut Lestari kalau sekarang bisa menghabiskan biaya sampai 100 juta,
penuh kasih sayang. Kalau ada permasalahan, Lestari selalu meminta pendapat orang
tau bagaimana cara menyelesaikan masalah tersebut. Lestari sadar kalau dalam awal
kesulitan keuangan dikeluarga kecilnya, selalu meminta uang pada bapak atau ibu.
109
Diakui oleh lestari setelah menikah memang ada perubahan keadaan, di mana lestari
harus lebih menahan pengeluaran keuangan dan mengatur keuangan lebih baik. Bagi
lestari ini hal yang wajar, karena suami lestari hanya sebagai seorang petani yang
Lestari mempunyai dua orang anak, anak pertama laki-laki dan anak kedua
perempuan. Dalam hal mendidik anak lestari banyak belajar dari orangtua dan
tetangga. Lestari tidak malu bertanya tentang bagaimana mengurus anak agar
perkembangan baik di masa depan. Bagi Lestari anak adalah titipan Tuhan yang
tidak bisa dinilai dengan materi seberapapun banyaknya. Anak harus dijaga, dirawat
dan dididik agar kalau sudah dewasa berguna bagi desa dan negara. Dalam mendidik
anak, Lestari belajar menanamkan nilai adat dan agama, walaupun Lestari sendiri
tidak memiliki banyak pengetahuan adat dan agama. Adat dan agama bagi lestari
harus dijalankan secara bersamaan, karena itu bisa menjadi identitas Suku Tengger
Desa Ngadisari.
Sri Rahayu merupakan Suku Tengger keturunan, bapak Sri Rahayu berasal
dari Kota Probolinggo, sedangkan ibu Sri Rahayu asli Suku Tengger. Kedua
orangtua Sri Rahayu bertemu saat bapak Sri Rahayu sedang menjadi buruh saat
panen sayur kol (kubis) di Desa Ngadisari. Saat itu ibu Sri Rahayu juga menjadi
buruh tanam yang bekerja ikut dengan pemilik lahan. Kedua orangtua Sri Rahayu
berkenalan saat di ladang, dari sinilah orangtua Sri Rahayu saling jatuh cinta dan
melangsungkan pernikahan. Saat menikah umur ibu Sri Rahayu 15 tahun sedangkan
110
Sri Rahayu memiliki paras yang cantik dan kulit yang putih dengan tinggi
badan sekitar 160 cm. Sri Rahayu tidak dapat meneruskan sekolah dasar dikarenakan
orangtua tidak mendukung atau tidak ada motivasi dari orangtua. Saat Sri Rahayu
Walaupun bukan ladang sendiri, Sri Rayahu tidak malu untuk ikut bekerja dengan
orang tau, karena kalau di rumah Sri Rahayu harus sendirian. Keadaan ekonomi
kurang baik pada saat itu selalu disyukuri oleh keluarga Sri Rahayu. Keadaan ini
membuat mental Sri Rahayu kuat, tidak pemalu, dan percaya diri. Berikut
wawancaranya;
Tengger yang ada di desa. Bapak Sri Rahayu pernah berkata kepada Sri Rahayu,
kalau kegiatan adat dan agama harus ikut karena itu memberikan bekal dan
keharmonisan untuk hidup kelak di masa depan. Selain itu bapak Sri Rahayu berkata
pada Sri Rayahu kalau ikut kegiatan adat dan agama nanti banyak dikenal sama
tetangga, jadi jika keluarga ada kesulitan pasti banyak yang menolong. Suku Tengger
memang terkenal dengan gorong royong dan kerukunannya begitu cerita Sri Rahayu
kepada peneliti.
Sri Rahayu menikah pada umur 14 tahun, pada saat itu Sri Rahayu menikah
karena dorongan dari orangtua terutama dari ibu Sri Rahayu. Ibu meminta Sri
Rahayu untuk segera menikah karena dulu ibu Sri Rahayu saat menikah berumur 14
tahun juga. Ibu memiliki pandangan kalau sudah menikah ekonomi akan lebih baik,
111
karena akan terbantu dengan kehadiran suami. Ibu Sri Rahayu juga selalu bilang
nanti Sri Rahayu juga akan banyak di dapur, kasur dan sumur jadi segera menikah
saja. Bapak Sri Rahayu mendukung saja dengan apa yang dikatakan oleh ibu Sri
Sri Rahayu menikah dengan laki-laki yang lebih tua dua tahun di atas Sri
Rahayu. Suami Sri Rahayu orang asli Desa Ngadisari yang saat itu bekerja sebagai
supir angkutan sayur ke Probolinggo. Sri Rahayu awalnya tidak mengenal suaminya,
pertama kali mengenal saat acara adat desa di mana Sri Rahayu sebagai salah satu
yang mengisi acara tersebut. Saat itu Sri Rahayu diajak berkenalan dengan suaminya
saat itu. Selang satu tahun setelah berkenalan, Sri Rahayu memutuskan untuk segera
menikah. Bapak dan ibu Sri Rahayu setuju jika Sri Rahayu menikah dengan calon
suaminya.
”.... aku dulu kan lagi ikut acara adat mas, di balai desa, aku
kebagian ngisi acaranya gitu mas. Nah pas lagi ngisi acara aku tiba-
tiba di deketin sama cowok mas, terus aku diajak kenal, aku liat dia
baik mas, setelah itu dia main ke rumah, aku tanya-tanya pas dia
main ke rumah, ternyata dia kerja sebagai supir angkut sayur ke
Probolinggo. Nah awalnya begitu, terus dia semakin jadi sering ke
rumah, bapak ibu setuju mas, kurang lebih satu tahun dia bilang
mau melamar, ingin serius gitu sama aku, aku bilang coba kamu
ngomong sama bapak sama ibu, eh dia ngomong benaran mas, ya
sudah aku dan dia menikah mas” (Wawancara tanggal 30 Maret
2017).
Setelah pernikahan, suami Sri Rahayu ikut bersama dengan Sri Rahayu
tinggal di rumah bersama orangtua Sri Rahayu. Keluarga kecil Sri Rahayu berjalan
baik-baik saja diawalnya, kurang lebih berjalan enam bulan, sikap suami Sri Rahayu
berubah. Awalnya Sri Rahayu berpikir positif dengan suaminya, namun ketika Sri
Rahayu mendengar berita dari tetangga kalau suami rahayu suka dengan wanita dari
Desa Jetak. Sri Rahayu tidak percaya begitu saja karena Sri Rahayu tidak mengetahui
langsung berita tersebut. Sri Rahayu juga tidak berpikiran dan tidak menyangka
112
kalau suaminya selingkuh dengan wanita di lain desa, padahal saat itu Sri Rahayu
Sri Rahayu mencoba mencari tahu kebenaran berita tersebut dari teman-
teman suaminya. Bapak dan ibu Sri Rahayu tidak mengetahui jika ada permasalahan
ini. Bapak ibu hanya bertanya mengapa dua hari lalu suami Sri Rahayu tidak pulang
ke rumah, Sri Rahayu hanya menjawab lagi kirim sayur ke Surabaya. Setelah
mencari tahu melalui teman-temannya, ternyata berita tersebut benar adanya, jika
suami Sri Rahayu tergoda dengan wanita di Desa Jetak. Sri Rahayu kecewa dan sakit
hati dengan suaminya, kekecewaan itu Sri Rahayu ungkapkan dengan tangisan.
Lama kelamaan orangtua Sri Rahayu mengetahui hal ini dan mendatangi rumah
suami Sri Rahayu untuk bertanya tentang kebenaran ini, karena sudah satu minggu
”.... aku sedih mas kalau cerita ini, aku masih sakit hati sama
suamiku. Awalnya aku enggak percaya mas kalau dia begitu, terus
aku coba tanya ke teman-temannya, aku suruh cari tahu, eh ternyata
benar loh mas. Bapak ibu waktu itu enggak tau mas, kalau ditanya
aku bilangnya lagi mengantar sayur ke Surabaya. Tapi lama
kelamaan orangtua aku tau mas, aku nangis terus mas, bapak juga
ke rumah suamiku sana untuk mencari tahu, kira-kira ya sudah
seminggu mas. Aku kecewa banget sama dia, sakit hati aku mas
....” (Wawancara tanggal 30 Maret 2017).
Ternyata semua ini akhir dari perjalanan rumah tangga Sri Rahayu, pilihan
untuk cerai dipilih oleh Sri Rahayu untuk masa depan rumah tangganya. Pilihan
untuk bercerai dipilih dengan pertimbangan dari orangtua Sri Rahayu. Pertimbangan
dari orangtua yang menguatkan kemauan Sri Rahayu untuk segera bercerai dengan
suaminya. Sampai saat ini Sri Rahayu masih trauma untuk menikah lagi. Sri Rahayu
fokus untuk mendidik anaknya agar menjadi anak yang bertanggung jawab dan
113
Kasiati merupakan anak kedua dari dua bersaudara dari keluarga sederhana
yang tinggal di Dusun Cemoro Lawang. Keluarga Kasiati adalah keluarga yang
agamis sebagai pengamal agama Hindu dan adat Suku Tengger. Orangtua Kasiati
selalu mengajarkan untuk selalu berdoa atau sembayang ke pura untuk meminta
kemudahan dalam kehidupan. Orangtua Kasiati menginginkan anak yang kelak akan
menjadi orang yang mengerti tentang agama dan adat dari nenek moyang terdahulu.
perpaduan dengan keramik ubin. Namun pada dapur masih menggunakan lantai
tanah biasa serta pada bagian dapur bangunannya semi permanen. Pekerjaan kedua
orangtua Kasiati sebagai petani sayur dengan luas sawah kurang dari setengah
Menengah Pertama. Dapat mengenyam pendidikan saja bagi Kasiati adalah rasa
syukur yang luar biasa, karena pada saat itu jarang sekali yang mau sekolah.
Masyarakat menganggap kalau pendidikan itu tidak penting jadi mending bekerja
Masa muda Kasiati dilewati dengan banyak belajar tentang agama dan adat,
hal ini karena orangtua Kasiati selalu mendorong untuk terus belajar agar adat Suku
Tengger dapat terus eksis di masa depan. Banyak hal yang Kasiati pelajari, tentang
bagaimana memegang konsep Tri Hita Karana agar dapat hidup selaras dengan
Kasiati juga belajar mengenai konsep Catur Guru dengan tujuan agar mencapai
114
Kasiati menjelaskan mengenai pemahamannya tentang pernikahan di Suku
Tengger. Pernikahan bukan hal yang biasa-biasa aja, namun suatu perbuatan yang
sakral dan penting sejarahnya dalam kehidupan setiap Suku Tengger. Pernikahan
restu orangtua adalah restu Tuhan yang diwakilkan. Jika orangtua Kasiati sudah
merestui hubungan saling cinta, maka pernikahan bisa dilanjutkan ke jenjang yang
lebih serius. Sebelum pernikahan menurut Kasiati, ada beberapa hal yang perlu
dipersiapkan, tidak hanya tentang materi uang, tetapi lebih kepada tahap-tahap adat
Tahapan-tahapan adat yang sudah ada itu memang harus dilakukan, tanpa
terkecuali, karena itu sudah diturunkan dari nenek moyang atau leluhur terdahulu.
Sebelum menikah Kasiati harus melakukan diskusi terkait dengan silsilah keturunan,
pernikahan akan batal jika masih ada garis keturunan sampai ke turun pitu
(keturunan ketujuh). Setelah itu meminta hari baik ke pak tinggi dan dukun adat
Kasiati menikah pada umur 14 tahun dan suami Kasiati berumur 18 tahun,
saat itu pernikahan belum dibatasi oleh peraturan desa seperti saat ini. Peraturan desa
saat ini mewajibkan masyarakat Ngadisari jika ingin menikah harus lulus SMA
terlebih dahulu. Pernikahan dini menurut Kasiati disebabkan karena Kasiati tidak
kemauan pribadi dan masukan dari orangtua. Belum ada pertimbangan aturan desa
yang seperti saat ini. Kalau saat ini semua sudah ditata sedemikian rupa sehingga
115
C. Pola Pernikahan Dini di Desa Ngadisari di Masa Lalu
Berdasarkan data konteks sosial yang sudah dipaparkan di atas, terdapat suatu
kecenderungan masyarakat Desa Ngadisari dalam hal pernikahan usia muda di masa
lalu. Kecenderungan ini membentuk pola yang khas karena didasarkan pada pilihan-
pilihan tertentu dalam pengambilan keputusan setiap subjek pernikahan dini di masa
lalu pada masyarakat Desa Ngadisari sebagai berikut; (1) adanya anggapan bahwa
sekolah atau pendidikan sesuatu yang tidak penting dalam kehidupan subjek,
anggapan ini melatarbelakangi subjek seperti Kasiati, Biarto dan Satuman yang lebih
memilih bekerja setelah lulus sekolah dan kemudian segera menikah, (2) dorongan
dari orangtua agar segera menikah, (3) keadaan ekonomi sebagai motif untuk segera
muda sependapat dengan teori Lawrence Green. Teori ini menjelaskan dalam
masyarakat dan tingkat ekonomi. Pengetahuan subjek mengenai Catur Guru dalam
mencegah pernikahan dini saat ini, dilatarbelakangi oleh kejadian dimasa lalu.
Kejadian dimasa lalu seperti, terjadi wabah penyakit akibat tidak melalukan
upacara bersih desa. Selain itu juga adanya kesadaran masyarakat terhadap keadaan
masyarakat tentang dampak pernikahan dini menjadi motif sebab (because motif).
116
Hal inilah yang membuat subjek berkeinginan memperbaik keadaan tingkat
dini. Adanya perbaikan ini diharapkan SDM Desa Ngadisari lebih baik dimasa
depan, lebih siap menghadapi globalisasi dan perkembangan industri pariwisata (in
117
BAB IV
PEMBAHASAN
Studi mengenai makna Catur Guru pada masyarakat Suku Tengger ini
motif tujuan (in order to motif) dan motif sebab (because motif), hal ini dijadikan
dasar seseorang melakukan sesuatu yang bertujuan mencapai hasil dengan tetap
Sejalan dengan teori yang dari Alfred Schutz maka pembahasan mengenai
konsep Catur Guru berdasarkan motif tujuan (in order to motif) dan motif sebab
lalu untuk bertindak dikehidupan saat ini. Subjek Sugiarti memiliki pemahaman yang
bersumber dari pengalaman dimasa lalu dalam hal kepercayaannya terhadap Catur
Guru. Misalkan saja adanya kepercayaan bahwa hamil di luar nikah sebagai tindakan
mengotori desa yang akan mendatangkan malapetaka berupa wabah penyakit. Hal ini
menjadi kepercayaan subjek hingga saat ini sehingga tidak berani melanggar
kepercayaaan tersebut. Untuk penjabaran lebih luasnya akan disajikan dalam sub bab
berikutnya.
kunci utama dalam pencegahan pernikahan diusia muda, (2) konsep Catur Guru
118
sebagai penundaan usia pernikahan sebagai investasi pembangunan Sumber Daya
Manusia (SDM).
memaknai tidakan subjek yang bergantung kepada konstruksi dalam diri secara
subjektif.
Catur Guru dimaknai oleh subjek sebagai upaya mencegah pernikahan diusia muda
tindakan subjek dalam menerapkan Catur Guru mutlak bersumber dari kesadaran
subjektif, bukan berdasarkan dari paksaan orang lain. Tindakan subjektif ini mungkin
bagi Suku Tengger di luar lokasi penelitian sebagai tindakan yang kurang realistis
Hasil temuan pada subjek Sri Andayani, Sri Sugiarti dan Sri Wahayu
membutikan bahwa konsep Catur Guru adalah tindakan yang dimaknai sebagai
upaya pencegahan pernikahan diusia muda. Pemahaman tentang hal ini, tidak
permasalahan anak Suku Tengger Ngadisari yang putus sekolah akibat menikah
terlalu muda dan kondisi sosial ekonomi rumah tangga Suku Tengger.
119
Permasalahan pernikahan diusia muda di Ngadisari dapat dilihat secara
makro dan mikro. Secara makro permasalahan pernikahan dini tidak terlepas dari
Sugiyono, Satuman, Mersaid dan Lestari yang lebih memilih menikah dari pada
pendidikan. Orang tua Subjek yang mayoritas bekerja sebagai petani sayur dengan
pendidikan yang rendah, juga lebih mengarahkan anak-anaknya bekerja disawah dari
pada pergi ke sekolah. Hal ini juga tidak dapat dikesampingkan karena pertanian
yang putus sekolah dan lebih memilih untuk bekerja. Keadaan seperti ini menjadi
salah satu motif sebab (because motif) terjadinya pernikahan di usia muda yang salah
buta huruf yang disebabkan minimimnya angka partisipasi usia sekolah, banyaknya
pekerja disektor informal dan penduduk perempuan memiliki posisi yang lebih tidak
2013). Subjek yang rata-rata hanya mengenyam jenjang SD hingga SMP mewakili
Ngadisari hanya menamatkan jenjang Sekolah Dasar (SD) yakni 799 orang atau 53,5
persen dari total semua penduduk Desa Ngadisari. Jenjang pendidikan yang
120
sebagai landasan hidup Suku Tengger. Konsep Catur Guru merupakan konsep yang
sudah diajarkan secara turun temurun oleh para leluhur, masyarakat harus
menghormati empat guru dalam kehidupan. Empat guru yang dimaksud yakni, Guru
Swadyaya (Tuhan), Guru Wisesa (Pemerintah), Guru Rupaka (Orangtua) dan Guru
Pemahaman subjek terhadap konsep Catur Guru tidak terlepas dari kesadaran
yakni kondisi penduduk dapat dalam aspek fisik dan non fisik serta ketaqwaan
hidup. Subjek seperti Kasiati, Sri Rahayu, Satuman dan Biarto mengungkapkan
mengambil keputusan. Sunjek yang disebutkan di atas lebih berfikir instan untuk
yang tidak dilatarbelakngi oleh pertimbangan yang kuat secara langsung akan
berdampak terhadap tingkat kesehatan calon ibu dan bayi dari subjek, selain itu
Kualitas non fisik subjek dapat ditentukan oleh aspek sosial, spritual, dan
mental dari subjek. Secara makro nilai-nilai dari adat Suku Tengger sangat
memperngaruhi kualitas non fisik seperti, tingkat kepercayaan, tingkat religius dan
121
terhadap Catur Guru sebagai pegangan dalam penentuan keputusan dikehidupan
sehari-hari. Catur Guru menjadi pertimbangan dalam hal pernikahan. Subjek tidak
dapat meninggalkan Catur Guru karena subjek beranggapan Catur Guru menuntun
Makna Catur Guru bagi subjek sebagai upaya mencegah pernikahan diusia
muda untuk memperbaiki SDM diaspek fisik dan non fisik. Pemahaman itu dipahami
oleh Sri Sugiarti bahwa pernikahan diusia muda hanya akan memperburuk kualitas
Selain itu pernikahan diusia muda melanggar aturan Guru Wisesa atau pemerintah,
karena harus menikah setelah lulus SMA serta melanggar undang-undang tentang
juga dikemukan oleh subjek Sri Wahayu (kepala desa) sebagai Guru Wisesa. Adanya
muda. Hal ini disebabkan subjek mempercayai jika program desa dibuat untuk
perbaikan ke arah yang lebih baik merupakan modal besar dalam pembangunan.
Trust merupakan aspek hubungan yang secara terus menerus berubah (dinamis) dan
intrapersonal (Johnson, 2009). Pondasi trust meliputi saling menghargai satu dengan
lainnya dan menerima adanya perbedaan (Carter, 2001). Trush akan akan
membentuk sistem sosial yang kuat sebagai pondasi dasar pembangunan SDM dan
desa.
122
Bermodalkan kepercayaan subjek pemerintahan desa (Guru Wisesa)
mengeluarkan Peraturan Desa (Perdes) wajib lulus jenjang SMA jika ingin menikah.
Tujuan dikeluarkannya aturan ini sebagai pencegahan pernikahan diusia muda dan
muda. Pemahaman subjek yang melatarbelakangi peraturan ini keluar yakni untuk
Guru Wisesa tersebut akhirnya membentuk rasa hormat dan menghargai kebijakan
unsur terkecil dalam masyarakat, yakni keluarga (orangtua). Orangtua sebagai Catur
Rupaka dimaknai oleh subjek sebagai, (1) orang pertama yang melakukan edukasi
seksual kepada anak, (2) sebagai pengarah masa depan anak, dan (3) orang yang
menanamkan prinsip menjaga nama baik keluarga atau mendem jero mikul duwur.
Pemahaman subjek terhadap Catur Rupaka dalam hal pernikahan menanamkan hal
pengendalian sosial (social control) yang efektif kepada subjek. Prinsip tersebut
sebagai aplikasi dari komponen teori kontrol sosial dari Reiss. Prinsip mendem jero
mikul duwur sebagai kontrol internal dan sebagai norma yang ditanamkan subjek
terhadap anaknya agar tidak berprilaku menyimpang dari kebiasaan Suku Tengger.
Sejalan dengan hal itu Veeger dalam Setiadi (2010) pengendalian sosial adalah
123
proses sosialisasi dan berhubungan dengan metode yang digunakan untuk
Peran orangtua sebagai Guru Rupaka dalam membatasi perilaku anak untuk
tidak melakukan pernikahan diusia muda sebagai bentuk kontrol sosial. Attachement,
kepercayaan tentang adat. Adanya trush bahwa pernikahan dini terlebih hamil di luar
nikah dimaknai sebagai hal yang tercela karena menjelekkan nama baik keluarga.
pernikahan dini yakni memberikan pendidikan seks sedini mungkin sesuai dengan
kewajiban yang harus kita berikan pada anak dan remaja, tanpa kecuali.
Pendidikan seks bagi anak Suku Tengger dimaknai sebagai cara preventif
orangtua untuk memberikan kontrol sosial kepada anak. Tidak hanya mengenalkan
fungsi organ reproduksi, namun lebih dari itu orangtua menanamkan nilai-nilai
agama dan adat agar tidak terjadi penyalahgunaan di masa depan. Menurut Rice &
tentang nilai, sikap, dan perilaku remaja. Komunikasi subjek tentang seksualitas
antara orangtua dan anak dapat membantu dalam membentuk nilai-nilai seksualitas
yang sehat dan bertanggung jawab (Lehr, dkk dalam Kelly, 2008). Begitu pentingnya
pendidikan seksual bagi anak disadari dan dipahami oleh subjek penelitian,
merencanakan masa depan anak. Orangtua Kasiati, Satuman, Biarto, Mersaid, Lestari
124
dan Sri Rahayu dapat dikatakan tidak menjalankan fungsi sebagai orangtua dengan
untuk segera melakukan pernikahan dengan motif ekonomi, pendidikan dan saling
cinta. Orangtua sebagai Guru Rupaka, harus menjalankan peran sebagai pengawas,
teman, panutan dan pendorong untuk anak-anak agar sukses di kemudian hari.
Fungsi inilah yang saat ini dihidupkan kembali oleh Supoyo dan perangkat desa
yang vital bagi perkembangan anak Suku Tengger Ngadisari. Berkembang pesatnya
ilmu pengetahuan, informasi dan teknologi menjadikan peran guru sangat strategis
bagi masyarakat Ngadisari untuk masa depan dan mampu mengembangkan potensi
dalam diri anak-anak Ngadisari dan potensi desa. Sejalan dengan Undang-undang
guru dan dosen nomor 14 tahun 2005, guru dituntut memiliki kepribadian,
dapat terlihat dari cara berperilaku, bertindak terpuji dan dapat menanamkan nilai
sikap, moral, mental, prinsip-prinsip hidup yang bersumber dari agama dan adat
Suku Tengger.
sosial adalah kemampuan guru dalam berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif
Sebagai Guru Pengajian yang dijadikan tokoh panutan dan dimuliakan masyarakat
125
Suku Tengger sebagai pemutus rantai kebodohan dan ketidaktahuan. Masyarakat
Suku Tengger Ngadisari beranggapan bahwa guru merupakan teladan bagi anak-anak
Suku Tengger yang menanamkan nilai-nilai agama, adat dan ilmu pengetahuan harus
dihormati dan dipatuhi nasihatnya. Makna Guru Pengajian bagi Kasiati, seorang
guru itu digugu lan ditiru (menjadi panutan dan percontohan) maksudnya perkataan
Peran Guru Pengajian sangat penting dalam upaya mencegah pernikahan dini
di Desa Ngadisari. Guru Pengajian melalu kompetensi sosial yang dimiliki selalu
menyukseskan program desa. Setiap satu tahun sekali guru yang mengajar di Desa
program desa. Selain itu komunikasi Guru Pengajian (guru) dengan Guru Rupaka
(orangtua) selalu dilakukan dua arah agar perkembangan anak dapat berkelanjutan
sesuai dengan potensi yang dimiliki. Membuka wawasan anak tentang dampak
nilai-nilai, tata cara, syarat dalam pernikahan yang berlaku di Suku Tengger. Hal ini
tidak melupakan dan terus memegang ajaran dan adat yang diestafet dari para
126
Upaya-upaya yang dilakukan semua pihak dengan menggunakan konsep
Catur Guru dalam mencegah pernikahan usia muda di Desa Ngadisari terbilang
sukses. Hingga saat penelitian dilakukan, kasus pernikahan dini menurun signifikan
dari tahun sebelumnya. Upaya-upaya ini diapresiasi oleh Kementrian Dalam Negeri
dengan memberikan penghargaan juara pertama tingkat nasional dalam lomba desa
dan kelurahan pelaksaan gotong royong dalam pemberdayaan masyarakat pada tahun
2013. Mencegah pernikahan dini dengan konsep Catur Guru yang dilaksanakan
dengan partisipasi semua pihak yang terkait sebagai solusi cerdas, dari kearifan lokal
memiliki tujuan di masa depan, bukan berdasarkan paksaan dari pihak luar desa atau
dapat memberikan gambaran bahwa selama ini marak terjadi pernikahan dini di
Temuan data pada subjek Sri Wahayu, Sri Andayati, Sri Sugiarti dan
Sugiyono membuktikan bahwa konsep Catur Guru sebagai cara untuk menunda usia
pernikahan. Pemahaman subjek terhadap hal ini sebenarnya mempunyai tujuan yang
jelas di masa depan, berawal dari keprihatinan terhadap generasi penerus desa yang
127
konteks sosialnya berpendidikan rendah dan banyak melakukan pernikahan di usia
muda. Subjek penelitian memahami Catur Guru, tidak terlepas dari konteks sosial
yang dialami, seperti tingkat pendidikan rendah, keadaan ekonomi dan dorongan dari
Penundaan usia pernikahan tidak hanya penting bagi kedua calon pengantin
tetapi, juga untuk pengendalian kuantitas dan kualitas penduduk di masa depan.
sumber daya yang tangguh bagi pembangunan dan ketahanan nasional. Untuk
dengan tujuan calon suami istri nantinya dapat berhasil dan benar-benar siap
Cita-cita subjek Sri Sugiarti dan Sri Wahayu untuk memperbaiki SDM
dengan tujuan mempersiapkan masa depan desa yang lebih baik mulai terwujud.
Setelah keluarnya peraturan desa wajib belajar 12 tahun sebelum menikah atau harus
lulus SMA sebelum menikah yang diprakarsai oleh Supoyo selaku kepala desa (Guru
banyak bersyukur dan bangga serta senang dengan partisipasi masyarakat yang
sebagai salah satu Catur Guru harus dihormati dan dipatuhi keberadaannya.
Peraturan wajib lulus SMA yang dikeluarkan oleh Supoyo untuk masyarakat
Desa menurut subjek Sri Sugiarti dapat memperbaiki keadaan Demografi desa
128
pengaruh terhadap tingkat fertilitas (Davis & Blake, 1974). Peningkatan umur kawin
pertama yang kedepannya akan menurunkan Total Fertility Rate (TFR) serta
kaitannya dengan kualitas kesehatan, keadaan sosial ekonomi dan kualitas hidup.
Semakin muda masyarakat desa melakukan pernikahan pertama maka semakin besar
mempunyai anak banyak, begitu sebaliknya jika usia kawin pertama tinggi maka
Desa Ngadisari. Pertumbuhan penduduk yang cepat akan sebanding lurus dengan
naiknya kebutuhan lahan untuk tempat tinggal maupun tempat bekerja (pertanian)
bagi masyarakat Ngadisari. Hal ini akan bersinggungan dengan keberadaan TNBTS
di mana akses lahan dibatasi sesuai dengan zonasi yang sudah ditetapkan. Subjek
mempunyai prosedur yang harus dilakukan dan melibatkan banyak pihak termasuk
mendeteksi apakah masih satu keturunan atau tidak, jika masih satu keturunan maka
maka ada rentang waktu untuk calon pengantin mencari pasangan yang lain yang
ingin dinikahi. (2) Mencari hari baik dengan melibatkan kepala desa (Guru Wisesa)
dan dukun adat yang berdasarkan pada kalender Tengger, dalam prosedur kedua ini
dimaknai oleh subjek Sri Wahayu, Sri Andayani, Sri Sugiarti dan Sugiyono sebagai
tiket antrean bagi masyarakat Ngadisari untuk melakukan pernikahan. Antrean saat
penelitian dilakukan sudah mencapai waktu rentang 2 tahun, hal berarti jika ada
129
masyarakat Ngadisari yang ingin menikah saat ini, baru bisa terlaksana dua tahun
lagi. Hal ini dikarenakan berdasarkan adat pernikahan Suku Tengger Ngadisari
dalam satu bulan hanya boleh dilakukan empat resepsi pernikahan. Di mana dalam
satu kali resepsi memakan waktu tiga hari yakni hari jumat, sabtu dan minggu.
Adanya aturan adat ini secara tidak langsung berupaya mendewasakan usia
pernikahan bagi calon pengantin. Jika dianalisis maka gambaran seperti berikut,
syarat menikah masyarakat Ngadisari harus lulus SMA atau berkisar umur 18 tahun,
dengan ditambah adanya antrean dua tahun seperti keadaan saat ini maka pernikahan
rata-rata dilakukan pada usia 20 tahun dengan catatan jika setelah lulus SMA
langsung mendaftar untuk menikah. Jika tidak maka rata-rata usia kawin pertama
tahun untuk perempuan dan 25 tahun untuk laki-laki. Konsep Catur Guru yang
Subjek Sugiono, Sri Sugiarti dan Sri Andayani mengatakan bahwa aturan
adat pernikahan tidak boleh dilanggar dan harus dijalankan bagi semua elemen
masyarakat. Jika ada masyarakat yang hamil di luar nikah maka dianggap sudah
mengotori desa, maka harus melakukan upacara bersih desa di rumah pihak
perempuan. Subjek percaya jika tidak segera melakukan bersih desa maka akan
terjadi malapetaka yang diberikan oleh pedayangan atau para leluhur berupa wabah
penyakit. Upacara bersih desa dipimpin oleh dukun adat, hal ini sebagai bentuk
permintaan maaf kepada Sang Hyang Widhi, Pedayangan dan para leluhur karena
130
Subjek Sri Sugiarti pernah mengalami terkena wabah penyakit ini, berupa
pilek dan batuk selama satu minggu hal ini disebabkan karena ada tetangganya yang
hamil di luar nikah yang tidak diketahui oleh masyarakat namun sudah diketahui
oleh Pedanyangan desa. Setelah ketahuan maka segera melakukan upacara bersih
desa, wabah penyakitpun ikut hilang. Dari kejadian demi kejadian ini yang
membentuk trush yang kuat di masyarakat Desa Ngadisari. Aturan adat yang ada
sebagai kontrol sosial agar masyarakat tidak melakukan perbuatan tercela yang
merusak masa depan desa. Hamil di luar nikah akan menjadi masalah besar di masa
depan karena akan mempengaruhi tingkat kesehatan ibu, anak dan kondisi sosial
ekonomi.
Setiap masyarakat Suku Tengger terikat oleh norma, nilai dan tradisi adat
secara fitrah yang diturunkan dari para leluhur dengan tujuan untuk kehidupan
Membangun SDM desa yang selaras dengan kearifan lokal yang sudah melekat
sehingga menjadi sumber energi yang potensial dari sistem pengetahuan masyarakat
yang bersifat kolektif. Pada akhirnya kearifan lokal seperti konsep Catur Guru akan
Studi tentang makna konsep Catur Guru bagi Suku Tengger Desa Ngadisari
ini diselesaikan dengan menjabarkan teori fenomenologi Alfred Schutz yang tidak
akan terlepas dari because motives dan in order to motive. Hasil kajian makna subjek
131
memberikan arti yang berlatarbelakang pada masa lalu subjek. Merujuk dari data
Pemaknaan Konsep Catur Guru bagi subjek Suku Tengger Ngadisari mutlak
masa lalu yang akan terulang kembali di masa depan. Rasa khawatir berupa
terjadinya malapataka berupa wabah penyakit dan kualat dengan Catur Guru sebagai
motif sebab (because motif). Semua motif sebab tersebut membuat subjek memilik
Adapun motif tujuan (in order to motif) subjek dalam memaknai Catur Guru
sebagai berikut; (1) Catur Guru dimaknai sebagai pencegahan pernikahan diusia
muda melalui Guru Wisesa, (2) Catur Guru dimaknai sebagai pendidikan seksual
sejak dini melalui Guru Rupaka, (3) Catpur Guru dimaknai sebagai pemutus rantai
kebodohan anak-anak Suku Tengger melalui Guru Pengajian. Realitas sosial dalam
kehidupan sosial subjek telah ada dan diciptakan oleh struktur kultur Suku Tengger
dari para leluhur. Pemaknaan yang terlihat dalam penelitian ini dunia kehidupan
subjek dipengaruhi oleh aspek kolektif (Suku Tengger) dan aspek pribadi.
Kedua, Konsep Catur Guru dalam upaya mencegah pernikahan diusia muda
ditentukan pada konteks sosial subjek untuk masa depan yang lebih baik. Pemaknaan
subjek pada terdapat konsep Catur Guru untuk mencegah pernikahan usia muda
memberikan arti bagi subjek. Tindakan yang dilakukan subjek secara sosial tidak
hanya dipandang bermakna untuk subjek tetapi juga secara objektif oleh Suku
Tengger (komunitas). Makna yang dilahirkan subjek tidak hanya karena pribadi
132
subjek, namun didukung juga dengan pengalaman orang lain sehingga menjadi
kumpulan pengalaman yang diakumuasi menjadi pemahaman subjek. Hal ini yang
melahirkan objektivitas dari realitas Suku Tengger terhadap kasus pernikahan diusia
133
BAB V
PENUTUP
sebelumnya, maka diperoleh kesimpulan bahwa makna konsep Catur Guru bagi
A. Kesimpulan
dengan program desa, dan (6) menjalankan program KPR (Kesehatan Remaja
Putri).
134
c. Makna Guru Rupaka (orangtua) dalam upaya mencegah pernikahan usia
muda sebagai berikut; (1) memberikan pendidikan seksual sejak dini, (2)
mencegah pernikahan usia muda, sebagai berikut; (1) sebagai pemutus rantai
Catur Guru dimaknai sebagai penundaan usia pernikahan, yakni sebagai cara
melakukan pernikahan. Guru Swadyaya, melalui ajaran agama dan adat mengatur
pernikahan, syarat berikut dimaknai sebagai penundaan usia pernikahan, (1) tidak
boleh melakukan pernikahan jika masih satu keturunan, hingga keturunan ketujuh,
(2) penentuan hari pernikahan menggunakan weton, (3) penentuan hari pernikahan
berdasarkan kalender Tengger, karena dalam satu bulan hanya boleh melakukan
empat resepsi. Hal ini menyebabkan adanya sistem antrean menikah yang waktu
tunggunya sampai dua tahun, dan (4) ada bulan yang tidak boleh dilakukan
pernikahan, bulan kepitu dan kesanga. Guru Wisesa dalam upaya penundaan usia
pernikahan dimaknai sebagai, (1) pihak yang mengatur berjalannya adat dan
pemerintahan yang sesuai dengan fungsi Catur Guru, (2) mengatur pembatasan usia
135
menikah, (3) mengeluarkan kebijakan yang mendukung peningkatan Sumber Daya
melakukan pernikahan dini dan mengedepankan pendidikan anak untuk masa depan
B. Saran
saran-saran kepada pihak yang terkait. Bagi Desa lokasi penelitian yang telah
kearifan lokal yang sudah dimiliki, hal ini menjadi penting karena kearifan lokal
Selain itu, pihak pemerintahan desa sebaiknya juga ikut menyebarkan dan
kepada Suku Tengger lainnya di wilayah yang berbeda. Selain itu perlu adanya
penelitian lain sebagai studi komparasi untuk membandingkan makna Catur Guru
dalam upaya mencegah pernikahan diusia muda untuk tercapainya Sumber Daya
136
DAFTAR RUJUKAN
Alvesson, Mat., Kaj Skoldberg, 2000. Reflexive Methodology; New Vistas for
Qualitative Research. London: Sage Publications.
Arcana. 2014. Studi Tentang Asas dan Landasan Pendidikan Pasraman Di Zaman
Modern Dalam Kerangka Pendidikan Nasional. E-journal Stahn. 2 (3-4).
Aulia, Tia Oktaviani Sumarna. 2010. Kearifan Lokal dalam Pengelolaan Sumber
Daya Air di Kampung Kuta. Jurnal Sosiologi Pedesaan.
BBC Indonesia. 2016. Desa yang Menolak Pernikahan Dini dan Mengutamakan
Pendidikan. (Online).
137
(http://www.bbc.com/indonesia/majalah/2016/09/160830_majalah_desa_nga
disari), diakses 20 Desember 2016.
Berger P.L dan Luckmann T. 1990. Tafsir Sosial Atas Kenyataan. Risalah tentang
Sosiologi Pengetahuan. Jakarta: LP3ES.
Bogue, Donald, J. 1969. Prinsiple of Demography. New York: John Wiley and Sons
Inc.
Brower, J.E., Jerrold H. Z., Car I.N. V.E., 1990. Field and Laboratory Methods for
General Ecology. Third Edition. Wm. C. Brown Publisher, USA, New York.
BTNBTS. 2013. Hakikat Wong Tengger, Kisah Pinggiran dan Dominasi. Jawa
Timur: Balai Taman Nasional Bromo Tengger Semeru.
Carter, S.L. 2001. Family and Consumer Sciences. Human Development Family
Science. Family Life Month Pocket. Ohio State University Extension.
Criswell, W, John. 2014. Penelitian Kualitatif & Desain Riset, Memilih Diantara
Lima Pendekatan. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Davis, K., J. Blake. 1956. Sosial Structure and Fertility: An Analytical Framework.
Journal Economic Development and Cultural Change, 4 (2): 211-235.
Davis, K., J. Blake. 1974. Struktur Sosial dan Fertilitas: Suatu Kerangka Analitis.
Jakarta: Aquarista Offset.
Edgar, Andrew., Peter Sedgwick. 1999. Key Consept in Cultural Theory. London:
Routledge.
138
Fatchan, Ach. 2011. Metode Penelitian Kualitatif, beserta contoh proposal Skripsi,
Tesis dan Desertasi. Surabaya: Jenggala Pustaka Utama.
Husein, Umar. 2013. Metode Penelitian Untuk Skipsi dan Tesis. Jakarta: Rajawali.
Johnson, D., Grayson, K. 2005. Cognitive and affective trust in service relationships.
Journal of Business Research. Vol 58: 500-507.
Johnson, David W., Frank P. Johnson. 2009. Joining together: Group theory and
group skills. Upper Saddle River, NJ: Pearson Education.
Kelly, G.F. 2008. Sexuality today. New York: Graw-Hill Higher Education.
Liliweri, A. 2014. Sosiologi dan komunikasi organisasi. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
139
Littlejohn, Stephen, W. 2002. Theoris of Human Communication. USA: Thomson
Learning Academic Resourse Center.
Marfai. 2012. Pengantar Etika Lingkungan dan Kearifan Lokal. Yogyakarta: Gadjah
Mada Press.
Miles, B. Mathew., Michael Huberman. 2007. Analisis Data Kualitatif Buku Sumber
Tentang Metode-metode Baru. Jakarta: Universitas Indonesia Press.
Pos Kota News. 2016. Hasil Kurang Maksimal, BKKBN Rebranding Program
Genre, (Online), (http://poskotanews.com/2016/04/04/hasil-kurang-
maksimal-bkkbn-rebranding-program-genre/), di akses 15 Januari 2017.
Pujiastuti, S.P., 2003. Hubungan Pengetahuan, Sikap dan Praktik Ibu terhadap
Pencegahan Penyakit Diare pada Anak Berusia di Bawah Umur Lima Tahun
di Desa Mojogedang Kecamatan Mojogedang Kabupaten Karanganyar Tahun
2003. Jurnal Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro
Semarang.
Rice, F.P., Dolgin. 2008. The Adolescencet. Developmen, Relationship, and Culture.
United State America: Person Education.
140
Ritzer, George. 1992. Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda. Jakarta:
Rajawali Press.
Setiadi, Elly M., Usman Kolip. 2010. Pengantar Sosiologi. Pemahaman Fakta dan
Gejala Permasalahan Sosial: Teori, Aplikasi dan Pemecahan. Bandung:
Kencana Prenada Media Group.
Steubert, HJ., Carpenter, D.R. 2013. Qualitative Research in nursing: Advebcing the
Humanistic Imperative. Philadelphia: Lippincott.
Susenas. 2012. Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan. Semester I 2013.
Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
Sweeney, Jullian G., David A Webb. 2007. How Functional, Psychological, and
Social Relationship Benefits Influence Individual and Firm Commitment to
The Relationship. Journal of Business & Industrial Marketing, Vol. (22) 7:
474-488.
The International Center for Research on Women. 2013. Child Marriage Factsheets.
(Online), (http://www.icrw.org/publications/child-marriage-factsheets)
diakses pada tanggal 25 Agustus 2017.
141
Tilaar. 2002. Perubahan Sosial dan Pendidikan. Jakarta: PT. Gramedia
Watt, James H. dan Sjef A. Van den Berg, (1995). Research Methods for
Communication Science. Boston: Allyn and Bacon.
Wibowo, Agus, H. 2012. Menjadi Guru Berkarakter. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Zaennudin, Akmad. 2011. Perbandingan Antara Erupsi Gunung Bromo Tahun 2010-
2011 dan Erupsi Kompleks Gunung Tengger. Jurnal Lingkungan dan
Bencana Geologi, (Online), 2 (1): 21-37, (www.bgl.esdm.go.id), diakses 11
Maret 2017.
142
LAMPIRAN
143
LAMPIRAN 1 DOKUMENTASI PENELITIAN
Gambar 6.1 Salah Satu “Punden” yang Ada di Desa Ngadisari (Dokumen Pribadi, 2017)
Gambar 6.2 Tempat Peletakan Sesajen Disalah Satu Punden yang Ada di Desa Ngadisari
(Dokumen Pribadi, 2017)
()
144
Gambar 6.3 Pintu masuk kantor Hindu Center of Tengger di Desa Ngadisari
(Dokumentasi Pribadi, 2017)
145
Gambar 6.5 Pintu Masuk Punden (Dokumen Pribadi, 2017)
146
Gambar 7.7 Kantor Hindu Center of Tengger (Dokumen Pribadi. 2017)
147
Gambar 6.9 Kenampakan Topografi Desa Ngadisari (Dokumen Pribadi, 2017)
148
LAMPIRAN 2 SURAT IJIN PENELITIAN
149
150
151
152
LAMPIRAN 3 PEDOMAN WAWANCARA
PEDOMAN WAWANCARA
muda?
6. Dalam Catur Guru, konsep apa yang bapak/ibu ketahui tentang itu?
Tengger?
153
13. Dapatkah bapak/ibu jelaskan jika bapak/ibu tidak menjalankan konsep Catur
154
LAMPIRAN 4 WAWANCARA DENGAN INFORMAN
Sri Wahayu : Pernikahan dini di desa kami sudah tidak ada, karena
sejak bapak menjabat 15 tahun lalu undang-undang
tentang pernikahan tahun 1974 nomor 1 sudah
dijalankan oleh bapak, di mana untuk laki-laki
mimimal 19 tahun dan perempuan 16 tahun baru boleh
menikah. Selain itu bapak juga sudah membuat
peraturan desa, jika ingin menikah harus lulus jenjang
SMA terlebih dahulu. Semua ini demi kebaikan
bersama di masa depan, jadi kualitas masyarakat
menjadi baik dan pernikahan dini bisa dikurangin.
155
Sri Wahayu : Bagi anak yang hamil di luar nikah, pemerintah desa
memanggil orangtua untuk membuat surat pernyataan
tertulis wajib mengikuti pendidikan kesetaraan melalui
kejar paket C dan pemerintah desa melalui Kesra (Kaur
Kesejahteraan) tidak mengeluarkan surat rekomendasi
sebelum pelaku pernikahan dini mematuhi peraturan
desa untuk mengikuti pendidikan kesetaraan, selain itu
secara adat akan mendapatkan wiwaha samkara
Sri Wahayu : Iya mas, masih ada lagi mas, saya juga menjalankan
program KPR (Kesehatan Remaja Perempuan)
difasilitasi oleh pemerintah desa, program ini dilakukan
setiap tiga bulan sekali bertempat di balai desa mas,
dan sudah terjadwal, untuk tanggal 5 Dusun Wanasari,
tanggal 10 Ngadisari dan tanggal 20 Cemoro Lawang.
Dalam program ini setiap remaja putri bisa melakukan
cek kesehatan umum dan cek kesehatan rahim.
Program ini bekerja sama dengan ibu-ibu PKK desa.
Selain untuk remaja putri, kegiatan ini juga untuk
lansia dan balita mas, semua bisa periksa dan
difasilitasi oleh desa
Peneliti : Apa saya boleh tau bu, mengapa ibu kok berjuang
sekali untuk menghilangkan pernikahan dini di desa ibu
?
156
Sri Wahayu : Iya itu loh mas, saya kan hanya melanjutkan
perjuangan bapak yang sebelumnya jadi kepala desa,
tapi saya juga was-was aja mas, kalau keadaan desa ini
enggak berubah. Dulu itu mau nikah usia berapa aja
boleh-boleh aja, asalkan sesuai dengan adat, jadi
banyak yang nikah usia-usia SMP. Nah ini saya
khawatir kalau ini terus sampai sekarang akan
berdampak buruk mas buat desa saya. Banyak yang
putus sekolah, pendidikannya rendah terus kawin, wah
ini akan jadi masalah dikemudian hari. Nah inilah yang
membuat saya semakin semangat untuk merubah
keadaan.
157
penerapan Catur Asrama, maksudnya Catur Asrama
jenjang kehidupan pada pengamal Hindu, jadi kalau
ada 4 jenjang Brahmacari, Grahasta, Wanaprasta dan
Bhiksuka. Di mana setiap jenjang ada tujuannya
masing-masih, misalkan dalam tahap Brahmacari di
mana masyarakat belum boleh menikah, harus banyak
cari ilmu untuk bekal masa depannya. Masyarakat sini
dalam pengalaman agama dan budaya atau adat selaras.
Sri Wahayu : Kalau syarat pastinya tidak ada mas, mau menikah
dengan siapa aja kalau anak saya sudha saling cinta ya
menikah saja, tidak harus dengan orang Tengger, dari
luar Tengger juga bisa. Pokoknya itu ya mas, saat mau
menikah syarat-syarat adat harus dilakukan semua,
kalau semua sudah setuju ya pernikahan bisa
dilakukan, kalau misalkan ada orang tua yang tidak
setuju ya batal mas. Jadi begitu mas.
Sri Wahayu : Ada, ada mas, pertama wulan ke-pitu dan wulan ke-
sanga. Pada saat wulan ke-pitu tidak boleh melakukan
pernikahan karena bulan itu masyarakat Suku Tengger
menjalankan puasa mutih dalam satu bulan dan kalau
wulan ke-sanga menurut kepercayaan merupakan hari
kawin hewan.
158
Peneliti : Oh begitu ya bu, kalau makna anak bagi ibu bagaimana
?
Sri Wahayu : Bagi saya anak itu keberuntungan bagi orangtua dimasa
depan mas, saya bersyukur sekali jika punya anak, itu
sudah menjadi rejeki buat keluarga.
Sri Wahayu : Wah, kalau anggapan itu tidak ada mas, jumlah anak
cukup dua saja, itu kan juga mendukung program dari
pemerintah lewat BKKBN itu dua anak cukup. Selain
itu kalau anak banyak menbesarkan dan mendidikanya
juga butuh biaya yang banyak juga dan ada upacara-
upacara juga.
Sri Wahayu : Kalau kesulitan secara umum tidak ada, namun kalau
kendala saya saat itu ya menyadarkan masyarakat kalau
pendidikan itu penting, saya terus melakukan
sosialisasi terus terkait dengan peraturan desa dan saya
dibantu dengan teman-teman yang lain terus
menanamkan konsep Catur Guru agar terus dipegang
oleh masyarakat
159
Narasumber : Sri Andayati
Sri Handayani : Pernikahan dini itu kan pernikahan yang masih belum
cukup umur, sesuai Undang - undang pernikahan
minimal cewek umurnya 17 tahun, sebelum umur 17
dianggap sebagai pernikahan dini. Pemerintah Desa
Ngadisari yang diprakarsai oleh Bapak Supoyo sebelum
lulus SMA tidak boleh menikah. Dalam rangka
menyukseskan pendidikan 12 tahun. Jadi dikatakan
pendidikan dasarkan kalau belum lulus SMA masih
termasuk dalam pendidikan dasar. Untuk menyukseskan
hal itu Bapak Supoyo mempunyai inisiatif kalau anak
itu belum memiliki ijazah SMA anak itu tidak boleh
menikah.
Sri Handayani : Dari pihak keluarga, jadi pihak ceweknya. Jadi hamil
duluan di luar nikah dianggap sudah mengotori desa,
dianggap seperti itu, jadi harus bersih desa. Artinya
untuk menghilangkan malapetaka gitu. Jadi disini
dituntut untuk bersih desa. Yang mimpin ya pak dukun
adat itu pak Sutomo. Meskipun upacara pernikahan
160
terus upacara walagaranya ya yang mimpin ya pak
Sutomo disini.
Sri Handayani : Iya justru itu dalam keadaan hamil, terus dituntut untuk
bersih desa lalu kawin sekaligus dalam satu hari itu.
Sri Handayani : Iya langsung satu minggu itu diberi waktu satu
minggu, jadi biar tidak lama-lama mengotori desa.
Sri Handayani : Iya ada, denda materi kalau yang dari pihak cowoknya
diberi sanksi membeli batu kali seberat 15 kubik untuk
pembangunan desa. Kalo yang perempuan tadi harus
segera melakukan upacara tadi.
Sri Handayani : Berupa material yang dibutuhkan desa, nanti kalo batu
terus batu numpuk buat apa.
161
Sri Handayani : Iya upacara kecil, kalo dirumah ada sajen-sajen yang
mendoakan dukun adat, setelah itu akad nikah kalau
disini kawin namanya terus temu manten itu namanya
walagara.
Sri Handayani : Catur Guru, yang pertama harus percaya dan patuh
terhadap tuhan, kedua pemerintah jadi apapun yang
peraturan pemerintah harus dipatuhi, yang ketiga patuh
terhadap orang tua dan yang keempat harus patuh
terhadap bapak ibu guru di sekolah. Itu catur guru.
Sri Handayani : Ya seumur hidup. Kan masih ingin tau dan ingin tau.
Sri Handayani : Untuk saat ini yang tidak lulus SMP harus mengikuti
paket B SMA paket C. untuk saat ini kesadaran
masyarakat sudah tinggi, tentang pendidikan. Untuk
tahun ini akan dikumpulkan yang belum lulus SMA
nanti dikumpulkan tutornya untuk melakukan kejar
paket. Minimal yang harus ikut paket 20 orang. Harus
menunggu sampai 20 orang. Tahun lalu lebih dari 50
orang
162
Peneliti : Hal tersebut termasuk inisiatif desa?
Sri Handayani : Iya pada waktu ada rapat desa selalu memberikan
sosialisasi anak harus di sekolah minimal SMA untuk
mensukseskan peratuan wajib sekolah 12 tahun oleh
pak Supoyo.
Sri Handayani : Biasanya disini ada namanya bulan ke-pitu (7) tidak
ada orang hajatan dan biasanya digunakan oleh
pemerintah untuk melakukan rapat RT setiap sore.
Setiap RT diundang di rumah dalam rangka sosialisasi
tentang semuanya tidak hanya pendidikan.
Sri Handayani : Iya jadi lembaga sekolah, kepela sekolah juga diberi
pesan
163
terserah tetapi adatnya harus menggunakan adat
tengger.
Sri Handayani : Iya misalkan anaknya pak Supoyo mas sugeng, dia
harus mengikuti mengikuti adat secara islam.
Selebihnya mbak sinta mau mengikuti mas sugeng
terserah. Pokoknya si cowok harus mengikuti adat si
cewek terlebih dahulu. Untuk urusan agama di sini
tidak terlalu fanatik, menerima agama apa aja, yang
penting waktu nikah mengikuti adat. Seperti mas
sugeng dan mbak sinta. Mas sugeng juga mengikuti
adat. Saya kira kalau terbuka masalah agama, itu tidak
jadi masalah. Harus toleransi.
Sri Handayani : Anak nomer satu yang sebagai anugerah, titipan tuhan
yang harus dijaga dirawat dibesarkan dan dididik
sesuai kemampuan orangtuanya. Anak adalah segala-
galanya. Titipan yang harus dijaga dirawat.
Sri Handayani Sama saja, tidak ada perbedaan atau spesial, dalam hal
perbagian waris ya sama juga. Tidak ada perbedaan
semua sama atau rata.
164
Bagaimana sikap ibu ketika anak ibu menginginkan
nikah diusia muda?
Sri Handayani Kalau saya, saya sarankan untuk sekolah dulu agar
pemikirannya lebih dewasa, sehingga dalam mengurus
anak nanti tidak merepotkan orang tua lagi.
Alhamdulillah kedua anak saya menempuh pendidikan
yang baik, yang pertama sudah lulus kuliah dan yang
kedua masih sekolah jenjang SMA.
165
Peneliti : Ibu bisa tidak menceritakan pengetahuan ibu tentang
pernikahan dini itu bagaimana?
Sri Guwik : Pernikahan dini kan pernikahan dibawah umur mas ya,
tapi kalau disini sudah tidak ada pernikahan dini. Jadi
kalau disini ya itu tadi harus lulus SMA baru boleh
menikah soalnya kalau pernikahan dini itu dilanjutkan
akhinyakan budaya manusia tidak dapat bagus,
akhirnya rumah tangganya tidak bisa utuh atau apa
begitu, namanya anak-anak. Kan itu menyangkut
sumber daya manusianya juga. Jadi memang aturan
desa harus lulus SMA. Pemerintah sudah ada aturannya
kalau menikah harus umur 17 tahun kan gitu. Kan itu
dari negara juga kan pemerintah juga kan gtu. Dan
sekarang desa mendukung sekarang harus lulus SMA
sudah matang kalau nikah, kalau usia dini ya akhirnya
orangtuanya yang susah.
166
SMA. tapi kalau disini aturannya harus lulus SMA
semua. Kalau tidak lulus SMA, dia nikah dulu ya, nanti
dia diikutkan paket, jadi harus punya ijazah SMA
minimal itu
Sri Guwik : Iya-iya seperti itu tadi, kalau memang ada kecelakaan
ya mas ya harus ikut paket. Yang saya maksud itu
harus dibersihi, di nikahkan tapikan tidak punya surat
nikah dulu pokoknya di desa ini sudah bersih terus
nikah tapi akta-aktanya kan gak keluar mas, pemerintah
juga tidak mengeluarkan surat soalnya kan misalnya
umur SMP kelas 2 itu tidak bisa, harus menunggu.
Kalau di desa ya harus dinikahkan upacara adat tapi
suratnya belum keluar terus nanti kalau udah 17 tahun.
minimal harus punya KTP ya mas, tidak bisa ngurusin
kalau tidak ada KTP, kaya buku nikah, jadi itu diurus
dulu nanti baru setelah mereka yang itu, nanti kalau
umurnya udah 17 baru di buatkan KTP baru diurusin
surat-surat nikah itu. Tapi ya mereka juga harus punya
janji lulus SMA jadi walaupun mereka sudah menikah
mereka harus tetap sekolah mengejar paket C.
Sri Guwik : Iya harus itu sudah perjanjian, syaratnya emang harus
dilaksanakan harus mau untuk mengikuti pendidikan
dia yang sudah kandas ya misalnya lulus SMP ya harus
ngikut paket B dulu baru ngikut paket C begitu. Harus
lulus SMA, disini mas tidak bisa kalau misalkan tidak
lulus dikejar gitu hahahahha.
Peneliti : Itu memang harus batu atau nanti ada negosiasi dengan
pihak desa?
167
Sri Guwik : Kalau sementara ini batu dulu, kalau misalnya nanti
pihak desa membutuhkan apa gitu ya bisa. Kalau sanksi
seperti itu bisa di nego gak harus peraturan itu enggak,
Tapi sementara itu batu itu mas.
Sri Guwik : Iya, jadi di sini ada pendayangan itu mas, pendayangan
itu maksudnya yang mengayomi desa itu jadi biar
bersih, jadi kalau kecelakaan itu dibilang kotoran ya
mas ya, ya itu biar bersih. Kalau sudah dibersihkan itu
kan berarti pendanyangan itu sudah mengetahui kalau
anak ini mengandung itu sudah tau jadi tidak mencari
orang lain, maksudnya gini mas, kalau orang sini ya
kalau misal ada orang hamil duluan belum ketahuan
kadang banyak yang sakit kadang sampek seminggu
sakitnya. Tapi bukan hanya orang satu yang sakit itu ya
banyak, kadang pilek kadang sakit kepala kadang panas
gitu kalau belum terjadi itu, sering terjadi kaya gitu,
maksudnya belum sering terjadi jadi kalau misalkan
belum ketauan ya ada yang kaya gitu. Itu namanya
pedayangan yang mengayomi desa. Semuanya tiap
desa mungkin ada kaya gitu cuma beda. Hal seperti itu
memang menjadi kepercayaan, tapi sekarang kalau
misalkan menurut agama percaya kaya gitu tabuh, tapi
kenyataanya ya kalau tidak melaksanakan kan
kenyataanya kan kaya gitu apa lagi kan kalau orang sini
banyak tempat yang sakral apalagi di Bromo.
Sri Guwik : Iya, kalau disini ada mas kaya gitu yang brahmacari
terus yang lainnya, memang ada mas, tapi kalau
masalah agama yang menerangkan bapak dukun
takutnya nanti keliru gitu. Kalau sini semua agama itu
mas. Kalau di perniakahan yang diterapkan itu mas
Catur Guru, yang pertama ada guru tuhan itu lo mas,
harus percaya dengan adanya tuhan, catur guru
168
pemerintahan jadi kita harus percaya pada pemerintah
gitu, kemudian catur guru bekti apa jadi percaya
kepada guru yang ngajar kita, dan yang terakhir itu
guru percaya kepada orang tua. Itu yang diterapkan
dalam pernikahan itu catur guru itu kalau brahmacari,
terus apa itu namanya sudah ke agama, orang sini
sudah kenal seperti itu tapi kata-katanya bukan
bramacari atau apa bukan, jadi ada istilah sendiri. Pada
dasarnya pernikahan prinsipnya harus catur guru itu.
Jadi kan sudah apa namanya sudah percaya pada tuhan,
kepada pemerintah, orang tua juga guru dipemerintah.
ya harus sopan, harus nurut gitu lo mas, ya jadi itu yang
diterapkan dalam catur guru disini.
Sri Guwik : Pokoknya anak sudah saya didik kaya gini, ya kamu
kalau misalkan ada keagamaan harus ikut, walaupun
sekarang itu kuliah ya di malang di UMM kan
169
lingkungannya islam, ya kamu harus percaya dengan
apa yang kamu miliki kamu jangan goyah kan gitu
mas. Kalau misalnya masalah apa itu mas, pernikahan
itu kalau kamu sebelum lulus kamu tidak boleh. Kamu
juga tidak boleh minta tunangan atau apa gitu yang
saya omongkan kepada anak-anak, untunglah anak-
anak nurut. Kalau ada masalah-masalah kaya agama
sama temenya ya dia tanya bu kok ini gini-gini ya
kamu jawabnya gini gini-gini. Ya akhirnya tidak ada
masalah apa-apa gitu. semuanya tergantung dengan
omongan kita sendiri.
Sri Guwik : Ada, ada cuma lamaran sini tidak kaya di bawah (desa
tentangga) kalau di bawah kan bawa apa apa apa kalau
di sini kan lamaran sini sederhana kalau misalnya
sudah dapet ya sudah ke rumah tidak usah bawa apa-
apa, tapi mungkin kalau mau ngasih apa yang biasa di
kasih sama anaknya itu, jadi tidak sekarang harus
cincin, kemudian harus apa ini semuanya tidak jadi
ditanya kamu mau apa, baru nanti dibawakan gitu.
tidak mesti cincin kalau pengen kalung ya kalung, jadi
disini tidak ada tunangan disini, jadi setelah lamaran
nanti di sini itu minta hari baik sama petinggi (kepala
desa) ya nanti sudah dilaksanakan. Disini ya mas kalau
minta hari yang baik nanti kadang bisa sampai dua
tahun mas, jadi punya anak mau khitan ya, nanti
anaknya TK harus kerumahnya pak tinggi (kepala desa)
nanti minta hari yang baik.
Sri Guwik : Iya kalau disini minta sama petinggi, kalau di bawah
kan pak lurah kalau disini petinggi gitu.
Sri Guwik : Iya, makanya kalau sekarang itu lo, misalkan saya
sudah mau menikahkan anak saya, Nanti ke pak tinggi
minta hari bulan yang baik, nanti dapet tahun berapa
gitu, jadi bukan biaya dulu yang dicari malah hari dulu
kalau sini.
170
Peneliti : Ada antrian ya bu
Sri Guwik : Iya memang, kalau disini memang ada antrian, kalau
disini satu hari tidak bisa dilaksanakan langsung dua,
soalnya adat semuanya runtut, kayak sesajen, banyak
ya jadi tidak bisa satu harus dilaksanakan beberapa
orang. Soalnya kan setelah acara harus ikut hanyang,
itu ada lagi misalnya nanti ada ramban-nya itu daun-
daun. Kalau saya bahasanya kurang tau, nanti takutnya
salah gitu lo mas. Jadi kalau masalah adat terus
masalah upacara terus sajen-sajen itu pak dukun lebih
paham. Pak dukunnya menerangkan juga enak. Jangan
saya ya saya takutnya salah, tapi saya ngerti, itu apa-
apa tapi tidak berani memberikan informasi yang lebih,
nanti kalau salah nerangkan akhirnya nanti ke diri kita
sendiri jadi tidak berani kalau masalah itu.
Peneliti : Jadi, misalkan punya anak cowok dan cewek ya, itu
yang cowok lebih?
171
Peneliti : Misalkan sudah punya anak dua cewek, cewek, apa
harus menambah lagi anak cowok?
Sri Guwik : Kalau saya enggak, dua anak cukup karena biaya
melahirkan kadang bisa mencapai 25 juta kenapa kok
sampek saya gitu karena disini ada budaya kekerik,
kalau di bawah selapan. Kalau secara adat kekerik itu
menurut adat pakai tumpeng pakai panggang ayam
sesuai dengan buyutnya, kalau buyutnya ada 70 ya
harus panggang ayam dan membuat tumpeng sebanyak
70. Kalau biaya melahirkan biasa ya mas tapi kalau
biaya tiap harinya itu lo mas, kalau orang sini kalau
udah melahirkan itu bukan cuma sekarang, kalau di
bawah kan kalau mengunjungi ya bawa-bawa apa
membawa rinso sabun, kalau disini enggak kalau mau
berkunjung kadang membawa beras 10 kg, 20 kg. Kita
kan kadang mas yang mengunjungi sampai 500 orang
itu tiap hari itu tidak kerasa ya mas misal sekarang 100
orang besoknya 50 besoknya lagi gitu, pokoknya
sampai hari kekerik itu, kalau sudah sampai hari
kekerik itu sudah gak ada orang yang datang itu jadi
dua anak cukup tu ya itu satu anak y owes cukup.
Pokoknya punya anak kalau orang sini.
Sri Guwik : Ada anggapan kaya gitu, tapi masyarakat sini sudah
tidak semenjak dicanangkan KB sudah. Dari dulu juga
sudah enggak, banyak anak tu jarang karena satu anak
biayanya bisa mencapai 5o juta. Makanya satu anak
cukup, apalagi harga barang pokok kan juga mahal
gitu.
172
keluarga cuma dikit mas kadang cuma dapet 300 ribu.
Itu gak banyak keluarga gak banyak temen gitulo gitu.
Kalau banyak keluarganya yoo bisa sampai 500 lebih
Peneliti : Berarti itu harus main juga kalau semisal temenya yang
dating melahirkan kita juga harus dating?
Sri Guwik : Iya kita juga harus dating, saling mbales gitu lo mas,
berarti kalau misalnya 500 orang itu yang kesini, nanti
yang datang itu nanti lahir ya nanti kita harus
mengunjungi juga, kalau sini adatnya kaya gitu.
Makanya gak tau banyak-banyak anak karena biayanya
itu mahal. Ya kalau misalkan lahiran di bawah yo kalau
misalnya umum kan biasa gak perlu ini ini jadi gak
maslaah. Tapi kalau disini tiap harinya sampai kekerik
itu. Apalagi anak pertama kalau kekerik itu harus
disemuakan mas, misalkan punya duit lima puluh mbah
20 ya harus di semuakan gitu, kemudian perangkat desa
juga, soale mantranya itu menyebut semuanya itu lo
mas, iya menyebut semuanya.
Sri Guwik : Iya diperhatikan ini, silsilah keluarga itu. Sini aja sama
canggah tau lo mas masih tau jadi nggak sembaranagn
kalau sini kan adatnya kalau nikah ya nikah kemudian
ketemu sama saudra itu nggak bisa, gak boleh kan,
tabuhan ya jadi memang bener-bener di kasih ini lo
silsilahnya jadi biar gak keliru gitu lo mas. Misalkan
kenalan jangan kenalan sama keluarganya sendiri gitu
walaupun sudah jauh sini pun tau. Jadi bener-bener
silsilah bener-bener diperhatikan. Jadi orangtua-
orangtua kita dulu memang ini lo keluargane ini lo
buyutmu itu mesti, jadi turun-turunnya itu misale
antarane saudaranya mbah sama mbah itu kita tau
gitulo gak hilang sampek kemana ya gak hilang.
Sampek ada yang misale ke jember, ada yang ke
amlang itu ya ketemu.
Sri Guwik : Tidak disini tidak diharuskan, endak terserah tapi kalau
misalkan kalau sini rata-rata walaupun belum mampu
atau tidak mampu itu pasti mbeleh sapi mas, pasti beleh
sapi kalau sudah di balai desa, motong sapi lo ya, tapi
kalau orang yang tidak mampu cuma motong satu
173
kalau orang yang nanggap itu sampai tiga yang
dipotong, kalau sekarang lo biaya selametan di balai
desa kadang sampai habis 200 juta. Kalau nanggap
tayub lo mas, belum lain-lainnya, belum makanya,
sampai 200 tayubnya aja kalau sudah naggap tayub
kadang ya empat yang dipotong ya itu harus empat tapi
kalau selebihnya tidak ada, gitu kalau orang sini
makane
Sri Guwik : Iya mahal tetapi, kan set cuma satu kali itu kalau bayi
berulang-ulang kali bayi ya biaya juga kan gitu mas.
Sri Guwik : Iya kalau sebelumnya kalau gak ada kecelakaan lo ya,
kita harus memberi tahu perniakhan dini tu gini gini
gini, kita harus memberi wejangan, biasanya kalau
orang sini kalau sudah diberi itu ya nurut mas gak ada
yang nentang tu gak ada, jasi selama ini keluarga saya
ya gak ada yang nikah dinisemuanya ya udah lulus
kuliah
Sri Guwik : Kalau disini enggak, ya cuma kaya itu tadi minta
maafnya dengan bersih desa itu tadi
174
Narasumber : Sugiyono
175
maksudnya, jadi dengan artinya supaya diluruskan
kalau memang tidak ada hubungan antara orangtua laki
dan orangtua perempuan, mungkin hubungan saudara,
saudara keberapa soalnya ini turunan ketujuh masih
berlaku di sini
Peneliti : Setelah proses lamaran, apa ada lagi proses yang lain?
176
Peneliti : Proses ini memang harus dijalankan oleh semua
masyarakat Ngadisari pak?
Sugiyono : Wah masih banyak mas, setelah proses itu ada lagi
proses orang tua datang ke pak tinggi dan dukun adat
untuk menentukan hari baik pernikahan, semua
disesuaikan dengan kalender tengger. Nanti yang
menentukan pak tinggi, jadi seperti ambil urutan seperti
itu mas. Perhitungan itu juga berdasarkan pada weton
kelahiran calon pengantin mas.
Peneliti : Prosedur lain atau pantangan lain ada lagi atau tidak
pak?
177
Peneliti : Menurut bapak apakah perlu pernikahan dini itu
dibatasi?
178
Peneliti : Untuk pernikahan yang hamil di luar nikah atau
pernikahan dini tadi apa dilakukan dibalai desa juga
pak?
Peneliti : Kalau tadi kan sanksi secara adat ya pak, kalau secara
materi apakah ada?
Sugiyono : Iya benar sekali itu mas, saya sangat mengormati Catur
Guru, saya menghormati ajaran tuhan, pemerintah,
guru dan khususnya orangtua, karena bagaimana pun
orangtua kita, belau sudah memberikan kehidupan
yang baik buat kita, jadi harus dihormati perkataannya,
nasihatnya. Istilah orang sini yang dipegang itu
namanya mendem jeru mikul duwur.
179
Peneliti : Apakah ada konsep lain yang mendukung konsep
Catur Guru ?
Sugiyono : Bagi saya anak itu penerus keturuna, baik itu laki-laki
maupun perempuan sama saja tidak ada yang
diistimewakan. Jika saya ya mas, tidak punya anak
hidup saya kurang tentram karena dimasa tua tidak ada
yang mengasuh saya, jadi punya anak saja itu sudah
jadi kebanggan bagi saya karena kelak akan ada yang
merawat dan itu juga yang disebut mikul duwur
mendem jero. Selain itu anak akan berbakti kepada kita
itu sudah kita anggap lunas, kalau belumkan berarti
masih hutang budi kepada kita.
Sugiyono : Saya itu mas, selalu berpesan kepada anak saya agar
tidak melakukan pernikahan dini, karena itu bisa
menyusahkan dan membebankan orang tua, itu juga
akan melanggar aturan adat Tengger.
180
Peneliti : Apakah ada cara lain sepemahaman bapak dalam
mengingatkan anak bapak ?
181
Narasumber : Biarto
Biarto : Oh iya dek, bagamana ? apa yang bisa saya bantu dek?
Biarto : Iya dek, saya asli sini dek, ini adek penelitian tentang
apa?
Biarto : Oh itu dek, iya saya tau kalau begitu, saya dulu juga
nikah muda dek hehe
182
Biarto : Saya dulu menikah ya menikah aja mas, pokoknya
proses adat saya lakukan semua, sudah beres. Setelah
itu saya ke pak tinggi dan pak dukun meminta hari baik
dan menghitung weton itu mas. Nanti pak dukun yang
menentukan harinya. Setelah itu saya berdoa ke para
leluhur di punden dan ura mas supaya diberikan
kebahagian dan kelanggengan. Saya dulu belum tau
pentingnya sekolah, saya sekolah SD juga atas
kemauan orangtua terus disuruh sekolah lagi tetapi saya
tidak mau, karena saya ingin bekerja saja di sawah
sama bapak.
Biarto : Wah ya itu, saya kan tidak tau,, saya ya enggak paham
dek, wong ya saya ini orang bodoh yang sekolahnya
rendahan, tapi dulu itu ada yang memberi tahu saya,
dulu temen saya yang memberi tahu,itu loh yang buka
toko itu, nah dia itu yang memberi tahu saya.
183
Biarto : Waktu istri saya hamil, rumah tangga saya mulai diuji
mas, terutama ekonomi saya. Istri saya sakit panas,
muntah-muntah dan perut sering kram jadi mau tidak
mau saya periksakan ke tukang urut kalau namanya
sekarang mas. Terus saya juga bawa mantri (dokter) ke
bawah karena saya kasihan juga melihat dia kesakitan.
Bolak balik itu mas, jadi keluar uang banyak. Setelah
melahirkan masih dikasih ujian lagi saya mas, istri saya
susunya (payudara) kadang keluar ASI kadang tidak,
jadi kalau pas tidak keluar ASI saya bikinin tajin buat
anak saya atau membeli susu sapi di tetangga, tapi
sekarang istri saya sehat
Biarto : Iya dek, saya jadi mikir itu dek, apa karena istri saya
terlalu muda ya untuk punya anak, sampai sakit-sakitan
begitu, kasihan juga pihak perempuannya kalau terus
seperti itu dek.
Peneliti : Terus jika seperti itu apakah bapak setuju, jika anak
bapak kawin muda?
Biarto : Wah ya tidak, tidak dek, jangan sampai lah dek, saya
tidak mengijinkan. Apalagi kalau ekonomi belum
ketoto (tertata) sebaiknya jangan. Saya akan menyuruh
dia untuk sekolah saja dulu. Kalau sudah
sekolah,banyak ilmu yang didapat kan bisa juga buat
bekal menikah ya dek, jadi lebih baik lah dari pada
harus menikah langsung.
Peneliti : Selain usaha bapak yang seperti itu tadi, apakah ada
usaha lain yang dilakukan?
184
Biarto : Gini loh dek, saya itu senang dengan pemerintahan
desa ini 15 tahun terakhir terkait dengan pernikahan,
karena pemerintah desa serius untuk melakukan
perbaikan, jadi masyarakat bisa lebih lebih baik dek.
Peneliti : Apa aja yang selalu dipesankan oleh pak tinggi dan bu
tinggi pak kepada masyarakat?
Biarto : Catur Guru itu mas, bisa mengingatkan kita kalau ingin
berbuat, nasihatnya, ajarannya semua harus dihormati
dan dijalankan demi kebaikan kita semua.
185
Narasumber : Mersaid
Pekerjaan : Petani
186
diurusin buku nikahnya, tapi walaupun gitu harus
tetep ngelanjutin sekolahnya. Pokonya harus
minimal lulus itu sekolah SMA. Enggak tau gimana
caranya harus SMA walaupun sekolah paketan itu
dek, paket c itu ya. Soalnya udah peraturan dari
desa ini.
187
dek, untuk banyak berdoa dan sembayang biar saya
enggak stress. Soalnya waktu itu saya udah mikir
nikah lagi biar saya punya keturunan gitu, pikiran
saya dulu gitu.
Mersaid : Gini loh dek, dulu itu kan istri saya sampe
keguguran dua kali kan ya, sampe saya bingung
kenapa kok bisa begitu. Tapi bersyukur ya
kemudian istri saya enggak kegugura lagi dan saya
punya anak. Terus waktu itu saya ketemu sama
wisatawan asal Probolinggo, waktu itu saya kan
ngobrol sama dia. Ternyata dia ini dokter gitu kerja
di rumah sakit mana gitu saya lupa.terus saya juga
Tanya kenapa gitu istri saya bisa keguguran sampe
dua kali. Dokter ini ikut saya mampir kerumah
akhirnya buat bertamu dan ketemu istri saya.
Waktu itu dia bilang ternyata istri saya bisa
keguguran terus karena masih muda gitu katanya.
Jadi masih belum siap rahimnya buat mengandung.
Mersaid : Wah, saya nyesel banget dek nikah muda, tau gitu
saya nanti-nanti dulu nikahnya, ya saya cari kerja
dulu yang enak, sekolah yang pinter. Jadi saya lebih
mampu lah buat berumah tangga. Ini juga nikah
karna orangtua menyuruh saya untuk segera
menikah. Soalnya saya mikirnya kalau saya turutin
permintaan orangtua saya, pasti mereka seneng dan
bangga punya anak yang manut.tapi ternyata bener
dek susah untuk menjalani rumah tangga itu,
soalnya saya asih kecil, belum tau apa-apa, belum
banyak pengalaman hidup.
188
Mersaid : Ya kalau bisa menikah itu kalau sudah mampu
semua lah. Mampu ekonomi juga mampu
menghadapi semua. Apalagi saya kan punya anak,
saya terus anjurkan dia sekolah terus yang baik,
yang pinter, jangan kaya saya nduk kamu harus
lebih dari saya, gitu saya bilangnya.
189
menuntun kamu buat menjalani kehidupan dengan
baik.
Mersaid : Catur Guru itu bagi saya itu pedoman hidup dek,
bener-benr penting banget buat kehidupan. Kalau
tidak ada itu pasti kehidupan tidak akan berjalan
baik dan selalu banyak tantangan. Ya memang
banyak tantangan dalam kehidupan. Tetapi kita
akan sulit menghadapinya dan juga sellalu kalah
gitu. Seperti yang paling tinggi itu Sang Hyang
Widi, semua kehidupan itu kita bisa dapat ya dari
Tuhan. Jika enggak ada Tuhan apa bisa kita
menjalani hidup, apa bisa kita menghadapi
tantangan hidup, itu harus benar-benar kita pahami
dek. Terus Guru Wisesa yaitu pemerintah, saiki ya
dek kalau gaada peraturan-peraturan dari
pemerintah juga kaya program-program pemerintah
yang baik pasti kehidupan bermasyarakat iki dek
ora bakal maju, mesti pola pikir’e enggak bisa
berkembang. Ketiga itu Guru Pengajian yang guru
di sekolah, guru itu juga memberi ilmu yang
berharga. Dia ngajari muridnya dengan banyak
wawasan dan juga bermanfaat sekali buat
kehidupan. Guru juga sebagi panutan dek,
walaupun gajinya dikit dan enggak sebanding
dengan lamanya dia mengajar tapi tetep ikhlas. Dia
juga enggak pelit ilmu, ya banyaklah dek yang bisa
ditiru. Terus juga ini apa Guru Rupaka itu orangtua,
yang melahirkan kita, membesarkan kita juga ini
ngasih nasehat wejangan sing apik. Makanya dek
kita sebagai anak iku kudu manut ke orangtua, kudu
ngabdi. Makanya dulu kok saya nuruti orangtua
saya buat nikah soalnya saya berpikir kalo anak itu
harus manut ke orangtua.
190
Mersaid : Dipekso iki ya ora dek. Tapi kan peraturan itu
memang ada untuk dipatuhi juga pastinya
pengennya membuat lebih baik gitu. Ya dilihat saja
lah sejak ada peraturan gitu kan buktinya ke desa
ini sudah sangat banyak. Dulu belum ada peraturan
dari pak kades aja namanya nikah muda itu wajar
banget dek, banyak banget. Poko’e nemu pasangan
rabi, nemu pasangan rabi, gitu jadi tidak
mempertimbangkan sangunya buat nikah itu
gimana. Apalagi kalau ada dorongan dari orangtua.
Tapi sekarang kan jarang banget kalau enggak
karena hamil duluan. Enggak dipaksa kok dek,
malah saya dukung banget, jadi pemuda desa ini
bisa lebih berkembang lah bisa lebih baik. Apalagi
saya sebagai orangtua ya pasti sangat senang
dengan peraturan gini, lebih maju buat kedepannya
dek.
Mersaid : Ada dek, jadi kaya prosesnya itu loh kalo saya
bilang itu memang ribet ya, tapi namanya adat ya
harus dijaga, apalagi udah serba modern gini dek.
Siapa lagi yang mau jaga budaya kita kalo enggak
dari kita sendiri yang sadar. Prosesnya itu ribet dek,
jadi ya kalau misalkan anak saya nikah, saya datang
ke pak tinggi dan Pak Sutomo unntuk minta hari
baik dek, nanti kalau sudah dikasih enak sudah,
tinggal menunggu aja sambil persiapan biaya, adat
danlain-lain pokoknya, sambil nugggu sambil
persiapan. Nikah di sini sekarang harus lulus SMA
dulu dek, nggak bisa kalau belum lulus SMA,
enggak dibolehkan sama desa. Saya pikir-pikir juga
buat pemuda desa,biar pada sekolah dulu baru
nikah, jangan kayak saya.
191
kesini acara sana acara sini. Terus juga udah jadi
budaya dek, jadi kadang habisnya bisa sampe 100
juta, soalnya kita ini harus ngundang orang se desa,
belum lagi kalau ada yang dari luar desa diundang
juga. Habis banyaknya ini di makannya itu dek
apalagi kalau sama ngundang tayub juga. Padahal
kalau diliat ya cuma iku-iku ae tapi biayanya besar
banget. Jadi itu orangtua harus nyiapin dana yang
nggak sedikit sejak lama, ya disiapin aja nabung
gitu walaupun belum daftar ke pak tinggi.
192
Narasumber : Satuman
Pekerjaan : Petani
Peneliti : Kalau boleh tau, Bapak dulu sekolah hingga jenjang apa ?
Satuman : Dulu saya orang yang enggak punya mas, orangtua saya
juga enggak mampu buat biayai saya lanjut sekolah. Saya
juga bisa apa, kadang juga kasihan sama orangtua saya
kalau saya sekolah terus uangnya habis buat sekolah saya.
Jadi SD saja saya enggak lulus, mending saya ikut
orangtua berladang, bantu mereka. Soalnya saya tau kalau
mau punya uang ya harus kerja buat makan kata orangtua
saya.
Satuman : Iya mas, biar bisa bantu orangtua mas. Kan kalau saya
belajar cari uang dari kecil jadi pas udah besar sudah
banyak pengalaman mas, gitu.
Satuman : Menurt saya yam as pendidikan itu cukup bisa baca, tulis
sama hitung. Yang penting gimana kita punya pengalaman
kerja dan bantu orangtua, mandiri gitu mas.
193
Satuman : Nggak selalu mas, percuma sekolah tinggi akhirnya saya
juga di ladang ikut orangtua. Soalnya pengalaman itu
banyak yang didapat di luar sekolah mas. Jadi kita lebih
tau gitu.
Satuman : Saya dlu nikah kalau nggak salah umur 16 mas, saya
ketemu istri saya terus saya dekat sama dia. Ya saya
ngerasa cocok aja jadi saya nikah saja. Karna saat itu kan
saya udah kerja lah minimal nerusin usaha orangtua di
ladang. Waktu itu istri saya umurnya beda 2 tahun dari
saya mas, berarti 14 tahun. Sama kaya saya dia malah
enggak sekolah, kan kalau saya masih SD lah walaupun
nggak sampek selesai.
Satuman : Iya mas, dulu kalau orangtua udah dibilangi dan setuju
terus suruh ke Pak Tinggi nyari hari baiknya mas. Terus
habis itu ke keuarganya istri bahas silsilah keluarganya
apa masih ada hubungan darah. Kalo ada ya batal gitu
mas, tapi waktu itu saya gaada hubungan darah sama istri
saya minimal 7 turunan lah. Terus kalau udah, ya
ngelamar mas sehari sebelum nikah. Soalnya di sini kalau
mau ngelamar gaboleh lama-lama sebelum nikah. Terus ya
mas saya nikah ini juga menurut saya ngapain lama-lama
kan hidup itu buat meneruskan keturunan, saya kerja,
nafkahi keluarga dan bahagia ma.
Peneliti : Apa Bapak saat itu tidak ada rasa ingin melanjutkan
sekolah Pak?
194
Peneliti : Jadi memang dari orangtua Bapak sendiri memberi
dorongan unntuk menikah ya Pak?
Satuman : Kalau di desa ini memang sudah ada peraturan baru mas,
kalau jaman saya dulu masih enggak ada memang.
Sekarang sudah ada tata caranya mas, terus juga harus
dipatuhi mas. Jadi Pak Supoyo udah buat peraturan
tentang menikah mas, harus lulus SMA lah kalau mau
nikah. Kalau belum lulus SMA ya enggak boleh nikah
mas.
Peneliti : Kalau untuk proses adat salah satu mempelainya dari luar
desa juga begitu?
Peneliti : Kalau dulu menikah tidak ada batasan peraturan, apa dulu
bapak ada tantangan tersendiri untuk menikah muda?
Satuman : Apa ya mas, tapi kan memang rumah tangga itu mesti ono
ae, dulu itu saya pas nikah awal-awal itu ya enggak ada
apa-apa sih mas. Taerus pas saya punya anak satu itu saya
sama istri saya ini sering tukaran mas, masalah ngopeni
anak. Yawes hal kecil gitu loh mas digawe masalah. Kan
kaya saya dulu dari kecil sudah ikut ke ladang sama
orangtua saya. Tapi istri saya itu enggak mau anak saya
diajak ke ladang, kasihan katanya masih kecil dia. Terus
istri saya sampek marah terus pulang ke rumah mertua
saya soalnya saya dibilang keras kepala mas. Jadi waktu
tiu ya istri saya ini sampek seminggu nggak mau balik ke
rumah. Tapi ya saya berusaha bujuk mas, saya enggak gitu
195
lagi dan saya bilang berubah gitu. Akhirnya dia mau ikut
saya lagi balik pulang, ya dia maafin saya mas.
Satuman : Iya mas, sepele lah paling banyak. Ya itu tadi contohnya,
tapi saya pikir karna saya juga enggak dewasa mas waktu
itu, jadi saya ya tetep minta bimbingan orangtua, nasehat
orangtua mas.
Satuman : Orangtua itu yam as penting banget buat kita, orangtua itu
contoh mas buat anak-anaknya. Orangtua itu Catur Guru
Bekti jadi harus dipatuhi, dihormati mas. Soalnya ya mas
perkataan orangtua itu manjur mas, jadi doa yang tinggi
mas. Yang menasehati juga, kaya dulu kalau saya sama
istri saya tukaran ya orangtua yang ngelungguhne mas,
nasehati gitu di ruang tamu. Saya dibilangin harus dewasa,
jangan keras kepala, ajak istrimu balik sebelum tambah
besaar masalahnya gitu mas. Jadi paginya itu saya
langsung berangkat ke rumah mertua saya buat minta maaf
dan jemput istri saya. Ya pokoknya saya janji enggak
ngulangi itu semua mas.
Satuman : Kalau di Catur Guru mas ada Sang Hyang Widi yang
utama mas, jadi ajarannya, tata agamanya juga dijalankan
harus mas. Terus pemerintas yang bikin peraturan yang
ngatur sosialnya juga biar kehidupan itu sejahtera mas.
Guru juga, guru itu yang ngajari yang ngasih ilmu ke
muridnya. Ya empat itu tadi mas mempengaruhi sekali
buat kehidupan, biar tenang gitu loh mas hidup itu.
196
Peneliti : Apa ada sosialisasi pernikahan dini di desa ini Pak?
Satuman : Dari desa ya mas, ada ini biasanya kepala desa jelaskan
tentang pernikahan dini gitu terus juga dampaknya apa.
Biasanya di acara-acara yang ada di sini. Ya lumayan
berjalan lah mas, sekarang sudah enggak ada yang
namanya nikah muda, kalau enggak karena hamil dulu
gitu.
Satuman : Iya mas pas SMP itu juga gara-gara hamil duluan, ya
masih ada lah yang agak nyeleweng mas.
197
Peneliti : Sampai ada wabah penyakit ya Pak?
Satuman : Iya soalnya kalau pas hamil enggak ada yang tau tapi udah
ketahuan pendayangan ya gitu mas, percaya enggak
percaya ada wabah penyakit gitu.
Satuman : Iya loh mas. Juga diadakan bersih desa kaya upacara gitu
ada prosesnya. Jadi kayak tolak bala gitu loh mas, biar
desa ini tetep aman. Itu bersih desa di pihak
perempuannya mas.
Satuman : Iya itu mas kalau di ceweknya harus ngadakan upacara itu
tapi kalau di cowoknya didenda mas, suruh beli berapa
kubik batu kali gitu. Banyak pokoknya mas, ya buat
mbangun bangunan desa itu mas.
Satuman : Ya boleh yang lain sih mas, pokoknya itu nanti buat
bangun desa gitu. Biar kapok gitu loh mas, juga jadi
contoh buat pemuda desa juga biar nggak ditiru. Soalnya
selain merugikan dia sendiri, desa juga kalau saya jadi
orangtuanya ya malu lah mas, mau ditaruh mana muka
saya dan pastinya ya mas saya pasti merasa gagal sebagai
orangtua.
198
Narasumber : Lestari
Lestari : Ya menurut saya mas SMP itu udah cukup. Saya enggak
mau terus jadi beban buat orangtua saya kalau saya sekolah
terus mas. Jadi ya mending saya cepet kerja dan mandiri
mas saya mikirnya gitu.
Lestari : Saya nikah dulu itu mas pokonya habis lulus sekolah
langsung dapet setahun nikah mas.
Lestari : Iya mas, berarti pas umur saya itu 16 mas. Kan saya
ketemu suami saya terus saya juga sudah sreg gitu. Yauda
kita bilang ke orangtua kalau pengen nikah. Soalnya kan
dari pada nanti ada apa-apanya kaya hamil duluan. Soalnya
waktu itu sering banget banyak banget mas ada hamil
duluan gitu. Kan orangtua juga takut dan saya juga enggak
mau bebani orangtua lagi. Ya jadi saya nikah aja lah mask
an mandiri mas.
199
Peneliti : Jadi pada saat itu memang disetujui orangtua ya bu?
Lestari : Kalau harus sih enggak yam as, Cuma memang kalau di
desa sini kalau nikah itu mesti kaya besar gitu mas. Rame
terus ya pokoknya mewah gitu lah mas. Jadi ya itungannya
kalu sekarang ini paling bisa habis sampek 100 juta an lah
mas soalnya kan juga sekarang bahan-bhan ya kebutuhan
kayak pokok itu juga mahal kan mas, enggak kaya jaman
saya dulu.
Lestari : Dulu pas udah nikah ya udah mas kita tinggal di rumah
sendiri, kan juga jauh dari orangtua. Jadi ya harus mandiri
dan lebih mandiri mas. Semua-semua ya ditangani sendiri,
200
kalau dulu sebelum nikah kan masih ada orangtua. Kalau
ada apa-apa ya orangtua, orangtua gitu mas. Kalau udah
nikah ya mandiri mas, apalagi jadi istri ya mandiri mas
ngopeni anak ya suami juga. Ya saya juga ngerasakan ams
ternyata jadi orangtua itu gini ya rasanya. Jadi ya saya suka
nyesel mas kalau inget dulu kadang saya dibilangin ada
susahnya juga. Ya kadang kangen juga sama bapak ibuk
gitu.
Lestari : Ya waktu itu sih gitu mas, tapi ya terus belajar mas biar
enggak bebani orangtua gitu. Memang setelah nikah itu ya
beda mas, semuanya serba mandiri. Sya juga harus pinter-
pinter ngatur uang biar enggak boros mas. Ya pengeluaran
itu diatur biar ya minimal enggak sampe kurang lagi lah
mas. Ya gimana ya mas suami saya juga peteni terus
sawahnya juga enggak banyak. Yaudah dijalani aja mas.
201
Peneliti : Kemudian setelah punya anak bagaimana bu?
Lestari : Pas udah punya anak itu ya mas yang pertama pasti ya
harus lebih giat lagi kerja, soalnya yang dibiayai itu
nambah mas. Terus juga kita harus jadi contoh yang baik
buat anak kita. Kan dicontoh gitu mas sama anak. Ya saya
juga belajar dari orangtua gimana ngopeni anak.
Lestari : Ngapain malu mas, kan orangtua tempat kita belajar juga
mas, ya saya Tanya aja mas biasa ke orangtua gimana gitu
ngurus anak. Itu juga buat perkembangan anak saya juga
harus dipantau teruskan mas, namanya orangtua itu yang
khawatir mas apalagi jaman sekarang itu bahaya kalau
enggak dipantau terus mas.
Peneliti : Adat dan agama yang seperti apa yang ingin ibu tanamkan
ke anka ibu?
Lestari : Kalau itu kaya ini loh mas, kaya apa ini Tuhan,
pemerintah, guru sama orangtua mas.
202
Peneliti : Bisa dijelaskan seperti apa bu?
Peneliti : Kalau misalkan buk, anak ibu setelah SMA minta nikah
bagaimana?
Lestari : Ya enggak papa mas, biarin aja dari pada dia nanti neko-
neko. Lebih baik ya nikah aja jauhin yang buruk mas.
Terus dia juga biar belajar mandiri.
203
Narasumber : Sri Rahayu
Sri Rahayu : Pernikahan dini itu enggak papa mas. Yang penting
gimana kita jalaninnya aja. Dulu aja ibuk sama bapakku
nikah itu juga muda sekali. Waktu itu ibuk ketemu bapak
di ladang, sama-sama jadi buruh tani mas. Disitu kenalan
terus ngerasa cocok akhirnya nikah.
Sri Rahayu : Dulu ibuk sama bapakku itu kalau enggak salah ya mas
umur 18 sama 15. Bapakku 18 sama ibuk itu 15.
Sri Rahayu : Iya muda mas aku dulu nikahnya. Malah lebih muda lagi
setahun aku mas dari pada ibuk waktu nikahnya.
Sri Rahayu : Pengen mas, lah aku lulus SD aja enggak. Ya sayang juga
mas kalau dipikir gitu. Tapi orangtuaku enggak punya
uang lebih buat sekolahkan aku. Mereka juga kayak
enggak mendorong saya kasih semangat saya buat
sekolah, buat lanjut sekolah. Lama-lama aku juga males
sekolah mas terus berhenti itu.
Sri Rahayu : Pas aku berhenti itu bantu-bantu orangtua mas ke ladang,
biar ada uang. Saya kasian mas, orangtua saya keluarga
saya itu orang enggak punya. Dari pada uangnya buat
sekolahin aku ya dibuat makan sekeluarga mas. Aku juga
bantu kerja orangtua mas.
204
Sri Rahayu : Enggak mas. Ya disyukuri. Mau bagaimana lagi,
namanya juga orang susah. Aku ikut terus aja orangtua ke
ladang. Lagian kalau aku enggak ikut bapak ibukku ke
ladang saya malah sendirian di rumah mas. Ya mending
aku ikut orangtua mas, nemenin juga bantu-bantu. Dari
pada diam aja di rumah enggak menghasilkan apa-apa. Ya
aku ngerti kalau aku masih kecil enggak bisa ngapa-
ngapain masihan, tapi ya setidaknya aku ngertilah mas
kalau orangtua kerja itu susahnya gimana. Biar tau
perjuangannya.
Peneliti : Apa ibu tidak merasa marah dengan kondisi ibu saat itu?
Sri Rahayu : Aku sendiri mas kalau dari hati ya siapa sih yang enggak
pengen sekolah, jadi pinter. Tapi ya tadi aku syukuri aja
mas. Aku kadang mikir, aku bisa jadi kayak gini ya
karena hidupku dulu susah. Itu pelajaran hidup yang
bagus mas.
Sri Rahayu : Iya mas, perjuangan. Kita kalau dulu muda itu harus
pinter mas, harus cari banyak pengalaman. Apalagi
tentang agama terus adat yang ada dari kecil kan harus
dijaga.
Sri Rahayu : Agama sama adat itu ilmu katon mas, jadi nggak perlu
berguru, otodidak bisa mas. Tapi untuk mendalaminya
kita bisa dengan belajar baik itu dari orangtua atau guru.
Tapi ya bisa kayak ikut kegiatan adat atau agama mas.
Kayak aku dulu itu sering ikut kegitan gitu. Bapak juga
nyuruh dan dukung kalau aku ikut acara agama atau adat.
205
Bagus juga soalnya buat belajar. Banyak nilai-nilai yang
bisa dipelajari mas.
Peneliti : Selain untuk belajar apa yang ibu bisa dapat dari kegiatan-
krgiatan seperti itu?
Sri Rahayu : Ini mas kata bapakku dulu kalau aku ikut acara gitu bisa
dikenal tetangga, nambah saudara mas.
Peneliti : Apa memang semua warga di desa ini juga seperti ibu?
Sri Rahayu : Betul mas, memang semua orang di desa ini gitu, gimana
ya mas ya dibilang akur gitu lah mas, kenal semua.
Sri Rahayu : Rukun banget mas, jarang banget ada tukaran di sini mas.
poko’e mas di sini ini persaudaraannya kuat banget lah
mas. gotong royong itu banget. Enggak usah ditanyakan
wes kalau masalah rukun sama gotong royongnya.
Sri Rahayu : Dulu itu aku nikah itu umur setahun lebih muda pas ibuk
nikah. Kalau ibuk 15 berarti aku nikah dulu umur 14 mas.
masih muda banget ya. Aku dulu sih mikir’e sama kayak
ibukku kalau nikah itu ekonomiku paling enggak agak
ngangkat ya mas. Soalnya dibantu suami kalau cari uang
itu.
Peneliti : Jadi itu alsan utama yang membuat ibu ingin segera
menikah?
Sri Rahayu : Iya, sama kata ibu kan kalau sekolah itu ngapain tinggi-
tinggi apalagi cewek. Ntar juga banyak muter di dapur,
kasur sama sumur mas. jadi yaudah langsung nikah aja
lah.
206
Sri Rahayu : Bapakku itu iya mas, ikut aja sama ibuk. Ibuk bilang
pengennya saya cepet nikah ya udah bapak juga begitu
mas.
Peneliti : Pada saat itu suami ibu umur berapa saat menikah?
Sri Rahayu : Dulu itu suamiku nikah sama aku itu dua tahun lebih tua
dari aku mas. 16 tahun ya.
Peneliti : Suami ibu memang asli desa ini apa dari luar?
Sri Rahayu : Suamiku memang orang Ngadisari asli mas. Dia kerja jadi
supir angkutan sayur ke daerah Probolinggo .
Peneliti : Bisa diceritakan bagaimana ibu bertemu dengan suami
ibu?
Peneliti : Apa tidak ada pembicaraan yang lanjut setelah itu bu?
Sri Rahayu : Ya ngomongin ini mas kaya adat disini, nyari silsilah
keluarganya dulu. Ada keturunan apa enggk, kalau ada ya
batal. Aku dulu itu ya ndredeg mas, soalnya wes suka
kalau enggak jadi itu ya namanya hati mas gimana ya.
Tapi ya syukur aja enggak ada.
Sri Rahayu : Ya udah mas ngomong lapor ke desa, daftar mas. tapi
dulu kan enggak kayak sekarang. Sekarang harus lulus
SMA dulu. Kalau jamanku ya bebas mas.
207
Peneliti : Lalu setelah ibu menikah bagaimana ?
Sri Rahayu : Habis nikah aku tetep di rumah ibu bapakku, suami jadi
tinggal sama aku di rumah. Ya baik aja mas tapi pas dapet
6 bulan an itu mas mulai ngerasa janggal aku.
Sri Rahayu : Ya janggal mas, jadi suamiku itu ya berubah gitu tiba-
tiba, aku bingung. Aku mikirnya apa dia punya yang lain
mas, tapi ya sama tetep mikir yang baik-baik aja lah mas.
terus saya juga dapet kabar dari tetangga-tetangga kalau
suami saya itu suka cewek dari desa lain, Desa Jetak mas.
ya tapi saya enggak langsung percaya mas. karena saya
enggak tau sendiri gimananya. Aku ya enggak nyangka
mas kenapa suamiku bisa gitu ke aku. Padahal itu aku lagi
hamil tiga bulan. Kok tega banget gitu loh. Tapi disitu aku
terus cari tau mas, ya dari orang-orang, dari temen-temen
deketnya suami saya juga.
Peneliti : Apa ibu bercerita pada orangtua ibu pada saat itu?
Sri Rahayu : Oh enggak mas, aku enggak mau jadi beban pikiran
orangtuaku. Kasian lah, mending saya cari tau sendiri,
saya selesaikan sendiri. Sebenernya kalau gini aku sedih
mas kalau cerita ini, aku masih sakit hati sama suuamiku.
Awalnya aku enggak percaya mas kalau dia begitu, terus
aku coba Tanya ke teman-temannya, aku suruh cari tau,
eh ternyata benar loh mas. bapak ibu waktu itu enggak tau
mas, kalau ditanya aku bilangnya lagi ngantar sayur ke
Surabaya. Tapi lama-kelamaan orangtuaku tau mas, aku
nangis terus mas, bapak juga ke rumah suamiku sana
untuk mencari tahu, kira-kira ya sudah seminggu mas. aku
kecewa banget sama dia, sakit hati aku mas.
Sri Rahayu : Ya sudah mas aku pisah aja sama dia, aku lupain aja.
Sakit hati ya banget mas. kok ya tega, padahal aku agi
hamil.
Sri Rahayu : Cerai aja mas aku, dari pada tambah nemen, itu juga udah
aku bicarakan sama orangtuaku. Ya dipikir mateng-
208
mateng. Ya sudah mas aku yakin pisah aja lah, dari pada
tambah sakit hati terus-terusan.
Sri Rahayu : Loh ya iya banget trauma mas, makanya wes aku enggak
berani lagi yang namanya nikah lagi mas. aku udah takut.
Mending aku serahin perhatianku ke anakku aja, aku
ngasuh anakku aja. Itu udah kebahagiaanku mas, anak
kebangganku. Aku matur suwun banget mask e Sang
Hyang Widi udah ngasih aku anak yang jadi temenku.
Yang bikin aku seneng ketawa juga mas.
Peneliti : Kalau missal anak ibu ingin menikah muda seperti ibu
bagaimana?
Sri Rahayu : Oh jangan wes mas. belajar dari pengalaman aku aja.
Cepet-cepet nikah ya gitu akhirnya. Belum dewasa.
Mending tak suruh sekolah dulu yang pinter. Kalau bisa
wes aku usaha mas gimana dia bisa sekolah sampek
kuliah. Biar bisa ngubah nasib keluarga. Bisa bantu. Bisa
ngangkat derajat orangtuanya. Aku juga pengen buktikan
ke mantan suamiku ya mas kalau saya ini berhasil jadi
orangtua. Pokoknya aku berdoa terus sama Tuhan yang
terbaik buat anakku nantinya mas.
209
Narasumber : Kasiati
Peneliti : Bu, apa yang ibu tau tentang kehidupan adat atau agama di
Desa Ngadisari ini bu?
Kasiati : Ya kayak gini le, apa namanya pernikahan itu yak an kalau
mau nikah itu banyak sekali yang harus dilalui. Yang
paling beda itu ya kayak metani silsilah keluarganya le.
Kalau ada keturunan tujuh turun ya enggak dibolehin nikah
le.
Kasiati : Jadi contohnya kalau dari keluarga saya, orangtua saya itu
mesti ngajarin saya le buat sering ke pura, berdoa gitu dek
biar hidup diberi kelancaran. Harapannya orangtua saya itu
dek pokoknya anaknya itu jangan hanya pintar pelajaran
aja tapi ya pintar sembayang, ke Sang Hyang Widi itu juga
selalu ingat.
210
nganggap sekolah itu enggak begitu penting le. Pokoknya
lebih mentingin kerja apa nikah aja gitu. Saya bersyukur
banget le bisa sekolah sampek SMP.
Peneliti : Saat muda apa ibu juga suka mengikuti acara adat atau
agama bu?
Kasiati : Loh iya le, saya dulu itu semangat sekali buat belajar
agama sama budaya. Saya ini sering sekali ikut acara-acara
apa kegiatan-kegiatan desa yang kayak adat apa agama gitu
le.
Peneliti : Mengapa ibu kok suka untuk ikut serta kegiatan seperti itu?
Kasiati : Waktu muda le saya miirnya pengen budaya ini tetep ada
sampek nanti ke anak cucu, biar nanti anak cucu saya itu
kebagian budaya dek. Sekarang sampeyan liat kan wes
mulai modern le. Saya kadang was-was kalau budaya
luntur ini gimana le.
Peneliti : Apa saja yang ibu pelajari di acara atau kegiatan yang ibu
ikuti itu?
Kasiati : Banyak le, mulai dari Tri Hita Karana supaya hidup ini
sama lingkungan itu akur gitu le. Jadi hidup itu tenang dan
Tuhan itu selalu melindungi kita. Terus Catur Guru le
biarhidup ini tentram terus kehidupan kita dengan sesame
itu tetep lanjut tanpa kendala.
Peneliti : Kalau melihat yang lalu apa ibu punya keinginan untuk
lanjut ke SMA atau bahkan ke perguruan tinggi bu?
Kasiati : Waduh le, enggak usah ditanyain kalau itu. Mesti pengen e
lah saya. Tapi saya kan nerima aja apa dari orangtua saya,
orangtua saya mampunya Cuma sekolahin saya sampek
SMP, ya sudah disyukuri aja le. Saya juga udah sangat
bersyukur Tuhan masih memberi saya waktu sekolah yang
lebih lah. Tapi di situ saya ya enggak boleh patah
211
semangat. Walaupun saya sampek SMp aja tapi belajar itu
kan sepanjang hayat le. Jadi terus aja belajar entah itu ikut
acara atau organisasi desa apa yang lainnya.
Kasiati : Pernikahan itu sakral le, wes poko’e kudu dipikir mateng-
mateng. Jangan hanya perkara pengen nikah aja, tapi ya
dipikir dan dipertimbangkan gimana kedepannya. Ya
penting le buat kedepannya, buat kelanjutan Tengger juga,
palagi adatnya juga dijaga.
Kasiati : Yawes gini le, di Catur Guru itu kan ada orangtua. Jadi
pertimbangan itu juga di orangtua. Karna restunya
orangtua ini berarti kayak petunjuk dari Tuhan gitu loh le.
Kasiati : Pertama le ya, kudu siap. Dadi ora polah pingin rabi ae,
tapi ya dipertimbangkan kalau nikah itu apa aja yang harus
saya lakukan. Kayak intropeksi diri lah le. Biaya juga
jangan lupa. Tapi yang penting ya itu njaga proses adat
yang ada buat nikahnya.
Kasiati : Iya le, jadi harus dilakuin soalnya udah ketentuan. Wes
turun-temurun le, dari dulu gitu. Yawes kayak liatin
silsilah dulu, kalau ada hubungan darah ya batal, minimal
tujuh turunan. Kalau udah yak e pak tinggi, daftar sama
minta hari baik. Baru bisa nikah kalau udah.
212
Peneliti : Dulu ibu menikah umur berapa?
Kasiati : Saya dulu nikah itu umur 14 le, terus suami saya umur 18.
Dulu masih enggak ada peraturan yang nyuruh nikah itu
umur setelah lulus SMA. Makanya banyak yang nikah
muda.
Kasiati : Dulu itu saya enggak ngerti le apa dampaknya kalau saya
nikah muda, makanya ya udah nikah aja saya le.
Kasiati : Kalau saya paham le ya, saya mungkin nunda dulu buat
nikah. Saya persiapkan dulu lah apa yang harus disiapkan.
Masalahnya kalau dipikir itu le anak umur 14 tahun itu
nikah kaya masih kecil banget le. Masih istilahnya masih
waktunya main lah le. Masih bisa mengembangkan diri,
eman kalau kesusu rabi.
Kasiati : Jangan pokoknya, saya mau anak saya itu belajar dulu,
sekolah dulu yang pinter. Kalau biasa ya lebih dari saya.
Kalau saya dulu Cuma sampek SMP ya dia harus lebih dari
saya. Semoga aja ya bisa sampek kuliah. Saya mesti usaha
dek. Saya lakukan yang terbaik buat anak saya. Soalnya
nikah itu bukan hal main-main. Harus punya pikiran yang
dewasa juga. Ya pokoknya enggak dulu lah kalau nikah
muda.
Peneliti : Di desa ini apa masih ada bu yang nikah waktu SMP
walaupun peraturannya harus lulus SMA dulu?
Kasiati : Ada le, tapi udah jarang banget. Itu biasanya karna hamil
duluan. Jadi harus segera dinikahkan.
Kasiati : Gini le, sebelumnya ya kalau ada yang hamil terus enggak
ketahuanitu biasanya kalu udah ketahuan pendayangan itu
jadi wabah penyakit. Saya dulu pernah le sakit batuk itu
sampek berhari-hari. Ternyata anak tetangga saya ada yang
hamil duluan tapi enggak ketahuan. Dia masih SMP le.
Gitu itu dari desa nganjurin buat bersih desa, upacara. Dari
213
pihak ceweknya. Terus kalau pihak cowoknya itu di denda
suruh nyumbang batu kali pokoknya buat mbangun dek.
Kasiati : Iya le bersihin desa gitu biar gaada musiba. Soalnya gitu
itu dianggap musibah desa. Terus juga buat tolak bala.
Soalnya baru ada keburukan terjadi. Biar tolak bala lah.
Kasiati : Saya itu pengen nanti desa ini maju le, malah orang-orang
itu lebih paham kalau pendidikan penting. Bisa aja ya le
dari cuma SMA, lama kelamaan kan berkembang pola
pikirnya. Jadi para orangtua itu malah pengen anaknya
disekolahkan lebih tinggi.
214
215
RIWAYAT HIDUP
216