Anda di halaman 1dari 11

1.

KEADAAN UMUM TEMPAT USAHA

3.1 Letak dan Keadaan Geografis

Desa Tanjungsari merupakan salah satu desa di Kabupaten Boyolali yang terletak di

bagian timur arah Boyolali, yang juga masuk dalam Kecamatan Banyudono. Desa Tanjungsari

berada di antara dua sungai yaitu sungai Pepe dan sungai Buthak. Desa Tanjungsari terdiri dari

02 RW dan 15 RT. Dukuh yang ada di desa Tanjungsari meliputi: Jongkangan, Karang Getas,

Jomboran, Dlimosari 1, Dlimosari 2, Karang Kepoh, Jetis, Trayu Kulon, Lemah Abang,

Glinggang Sari, Karang Bulu, Kuncen, Pentur, Pacean, Watu Kidang, Tanjungsari, Watu

Kepluk, Geger, dan Kalimati.

Desa Tanjungsari secara administratif berbatasan dengan :

 Sebelah Timur             : Desa Trayu Kec. Banyudono

 Sebelah Barat             : Desa Gumukrejo Kec. Teras

 Sebelah Utara             : Desa Glintang Kec. Sambi

 Sebelah Selatan          : Desa Ketaon Kec. Banyudono

Jarak desa Tanjungsari ke ibukota kabupaten Boyolali sekitar 12 km dan hanya 10 km

jarak ke bandara Internasional Adi Sumarmo Boyolali. Sedangkan jarak ke ibukota Provinsi

Jawa Tengah adalah 80 km. Moda transportasi umum yang bisa digunakan untuk akses ke

ibukota adalah angkutan umum baik bus maupun minibus.

Desa Tanjungsari menurut BPS Kabupaten Boyolali (2016), memiliki luas wilayah

203.6100 Ha. Penggunaan tanah di wilayah ini terdiri dari tanah sawah 123.8200 Ha, dan tanah

kering 79.7900 Ha. Penggunaan lahan kering ini dapat diperinici lagi menjadi pekarangan atau

bangunan seluas 62.4600 Ha, tegal atau kebun seluas 14.9600 Ha, dan untuk keperluan

lainnya seluas 2.3700 Ha.


3.2 Kondisi Demografi dan Tingkat Pendidikan Masyarakat

Monografi secara istilah berarti ilmu tentang kependudukan, yaitu ilmu pengetahuan

tentang susunan dan pertumbuhan penduduk. Data berikut adalah demografi Desa Tanjungsari

tahun 2010. Secara demografis, Desa Tanjungsari mempunyai situasi kependudukan sebagai

berikut

3.2.1 Keadaan Penduduk

Jumlah penduduk di Desa Tanjungsari adalah 2.713 jiwa, dengan jumlah penduduk laki-

laki 1.23 jiwa dan penduduk perempuan 1.482 jiwa. Desa Tanjungsari memiliki kondisi yang

dapat dilihat pada table 2.

Tabel 1. Jumlah Penduduk Desa Tanjungsari Menurut Kelompok Umur


No Pengelompokan Penduduk Jumlah
Umur (tahun) Laki laki Perempuan
1 0-4 35 40
2 5-9 84 105
3 10-14 120 108
4 15-19 95 121
5 20-24 76 101
6 25-29 67 66
7 30-34 59 87
8 35-39 88 90
9 40-44 109 130
10 45-49 101 119
11 50-54 81 104
12 55-59 71 81
13 60-64 65 55
14 >64 181 172
Jumlah 1.231 1.482 2.713
Sumber: Statistik Kecamatan Banyudono

3.2.2 Mata Pencaharian Masyarakat

Mata pencaharian masyarakat di desa Tanjungsari mayoritas adalah pada sektor

pertanian mengingat sebagian lahan di daerah tanjungsari merupakan lahan tanah basah. Data

mata pencaharian penduduk dapat dilihat pada tabel 3.


Tabel 2. Mata Pencaharian Masyarakat Desa Tanjungsari Menurut Lapangan Pekerjaan
No Lapangan Pekerjaan Jumlah
1 Pertanian Tanaman Pangan 432
2 Perkebunan 7
3 Perikanan 7
4 Peternakan 87
5 Pertanian lainnya 439
6 Industri pengolahan 117
7 Perdagangan 113
8 Jasa 357
9 Angkutan 15
10 Lainnya 875
Jumlah 2.499
Sumber: Statistik Kecamatan Banyudono

3.2.3 Tingkat Pendidikan

Penduduk di desa Tanjungsari paling banyak merupakan lulusan SD. Data tingkat

pendidikan di desa Tanjungsari dapat dilihat pada tabel 4.

Tabel 3. Tingkat Pendidikan Penduduk Desa Tanjungsari


No Pendidikan Tertinggi Jumlah (orang)
1 Perguruan Tinggi/ D IV 63
2 Akademi 46
3 D I/ D II 36
4 SLTA 478
5 SLTP 497
6 SD 896
7 Tidak/ Belum tamat SD 633
Jumlah 2.638
Sumber: Statistik Kecamatan Banyudono

3.3 Sejarah Berdiri dan Perkembangan Usaha

Poklahsar KWT Ngudi Mulyo berdiri sejak tahun 1998 yang merupakan kelompok ibu-ibu

wirausaha di desa Tanjungsari dengan jumlah keanggotaan sebanyak 35 orang. Ibu-ibu

tersebut merupakan peternak bebek. Pada awal berdiri KWT Ngudi Mulyo bergerak di bidang

pengolahan hasil pertanian seperti emping garut, ceriping singkong, ketela dan lain-lain. Namun

di akhir tahun 2000, KWT Ngudi Mulyo mulai beralih ke pengolahan lele. Hal ini didasari
semakin meningkatnya produksi lele di kawasan Boyolali. Lele pertama kali diolah menjadi

abon dan keripik lele. Namun sekarang olahan lele di KWT Ngudi Mulyo lebih bervariatif

diantarnya adalah keripik kulit, keripik daging, kerupuk kepala, kerupuk daging, dawet, pastel,

kaki naga, otak-otak, nastar dan lain-lain.

Modal pertama dalam pendirian POKLAHSAR KWT Ngudi Mulyo yang terkonsentrasi

pada pengolahan lele ini adalah dana dari Ibu Eka Supriyatin. Modal yang dikeluarkan

digunakan untuk berbagai kebutuhan dalam produksi meliputi pengadaan bahan baku,

pengadaan alat-alat produksi, pengemasan hingga biaya pemasaran. Alat-alat yang digunakan

pun masih terbatas. Hingga akhirnya seiring perkembangan POKLAHSAR KWT Ngudi Mulyo

mendapat bantuan dari BBP4B KP-Balitbang KP, BBP2HP dan Direktorat pengolahan hasil

Dirjen P2HP KKP RI berupa pengadaan alat yang lebih baik. Poklahsar KWT Ngudi Mulyo juga

mendapat bantuan dana dalam bentuk bangunan sebesar Rp.150.000.000,00 dari pemerintah

setempat.

Jumlah tenaga kerja KWT Ngudi Mulyo pada awal berdiri sebanyak 35 orang dan terus

mengalami penurunan dari tahun ke tahun hingga pada tahun 2009 tersisa 4 orang. Dengan

jumlah tenaga kerja 4 orang ini KWT Ngudi Mulyo mampu melakukan produksi sebanyak 20-30

kg/minggu. Pada tahun 2009 ini tempat produksi masih bercampur dengan dapur dan tempat

cuci di rumah. Bentuk kemasannya masih sangat sederhana, pemasarannya pun masih dalam

skala kecil seperti perkumpulan arisan dan PKK. Adapun sistem consigmen di toko oleh-oleh

namun jumlah return masih besar. Standar kesehatan yang dimiliki masih berupa sertifikat

penyuluhan sehingga legalitas usaha belum ada.

Pada tahun 2011-2012 produksi mengalami peningkatan menjadi sebanyak 35-50

kg/minggu. Perlengkapan produksi semakin baik dengan bantuan yang diperoleh dari BBP4B

KP-Balitbang KP, BBP2HP dan Direktorat Pengolahan hasil Dirjen P2HP KKP RI.produk telah

memiliki standar kesehatan berupa PIRT, sertfiikat halal dari MUI dan sertffiikat Merek dari
Kementrian Hukum dan HAM RI. Area pemasaran pun meluas antara lain Boyolali, Soloraya,

Lampung, Bali, Jakarta hingga Kalimantan.

Pada tahun 2013-2016 skala produksi sudah mencapai 100 kg/minggu. Standar

kesehatan dan legalitas usahanya pun sudah lengkap. Untuk pemasaran, Poklahsar KWT

Ngudi Mulyo melakukan kerjasama dengan media masa seperi koran, radio dan televisi.

Sehingga produk-produknya semakin banyak dikenal oleh masyarakat. Produk-produk Al-Fadh

sendiri telah memperoleh beberapa penghargaan diantaranya:

- Memperoleh penghargaan Adi bakti mina bahari dari Menteri Kelautan dan Perikanan RI

sebagai pemenang ke II lomba UKM Pengolah terbaik tingkat Nasional

- Memperoleh penghargaan dari Dirjen P2HP sebagai pemenang ke II lomba Inovator

Pengembangan Produk Perikanan tingkat Nasional

- Terpilihnya abon lele sebagai salah satu produk unggulan dalam program BRANDING

dari Direktorat Pemasaran Dalam Negeri Dirjen P2HP.

- Terpilihnya abon lele sebgai salah satu produk unggulan perikanan yang akan diberikan

sertiikat SNI dan difasilitasi sepenuhnya oleh Direktorat Pengolahan Hasil Dirjen P2HP

3.4 Lokasi dan Tata Letak Unit Usaha

Poklahsar KWT Ngudi Mulyo pada awalnya beralamat di Dukuh Karangkepoh desa

Tanjungsari bertempat di rumah Ibu Eka Supriyarin. Tapi sejak awal 2013 pindah ke lokasi

pengolahan yang dibangun ditanah kas desa yang dibiayai oleh dana ND PNPM MANDIRI

perkotaan yang beralamat di Dukuh Jongkangan kawasan Mina Politan desa Tanjungsari,

kecamatan Banyudono. Daerah tersebut merupakan pengembangan dari kawasan pendukung

mina politan kampung lele kecamatan Sawit kabupaten Boyolali. Lingkungan sekitar tempat

produksi adalah daerah perdesaan dengan banyak sawah dikelilingnya. Di belakang bangunan

pengolahan terdapat kolam budidaya lele namun sekarang sudah tidak lagi digunakan.
Tempat usaha pembuatan produk di UKM ini berada di bangunan dengan ukuran 5 x 12

m2. Bangunan tersbut terbagi menjadi beberapa ruangan diantaranya gudang, ruang

penerimaan bahan baku beserta ruanng pencucian (ruang produksi I), ruang produksi II, ruang

penyimpanan, ruang packaging, dan ruang display produk beserta penerimaan tamu. Antara

ruangan dibatasi oleh pintu dan tirai pemisah. Poklahsar KWT Ngudi Mulyo ini juga dilengkapi

dengan fasilitas musholla yang berada di dalam bangunan dan kamar mandi yang dibangun

terpisah dengan bangunan tempat produksi. Konstruksi bangunan Poklahsar KWT Ngudi Mulyo

terbuat dari batu bata, dengan lantai dari keramik, dinding dari batu bata, ventilasi udara yang

cukup, fasilitas pencucian dan sanitasi yang baik.

3.5 Tenaga Kerja dan Kesejahteraan

Tenaga kerja pada Poklahasar KWT Ngudi Mulyo tergolong pada kelompok tenaga kerja

tetap. Pegawai Poklahsar KWT Ngudi Mulyo bekerja setiap hari Senin hingga Sabtu sedangkan

pada hari Minggu libur. Jam kerja di Poklahsar ini dari jam 08.00 hingga jam 16.30 WIB tetapi

disaat saat tertentu bisa lebih dari jam tersebut. Misalnya saja saat ada pesanan produk dalam

jumlah besar. Sistem pembagian kerjanya sudah ditetapkan untuk masing-masing bagian

namun sifatnya tidak kaku. Pembagian tugas menjadi sangat kondisional bergantung pada

kondisi lapang pada saat bekerja. Sehingga pegawai dengan bagian tertentu dapat membantu

pegawai di bagian lain.

Sistem pemberian upah di Poklahsar KWT Ngudi Mulyo dilaksanakan tiap akhir bulan.

Setiap pegawai di Poklahsar KWT Ngudi Mulyo mendapatkan upah Rp. 500.000,00 per

bulan .Jika di bandingkan dengan Upah Minimum Regional (UMR) Kabupaten Boyolali yaitu

sebesar Rp 1.197.800,00 upah yang didapatkan oleh pegawai di Poklahsar KWT Ngudi Mulyo

belum memenuhi standar UMR kabupaten Boyolali.

Selain gaji pokok, Poklahsar KWT Ngudi Mulyo juga memberikan uang lembur. Uang

lembur dihitung jika pegawai bekerja melebihi jam kerja yaitu pukul 08.00 sampai dengan pukul
16.30 WIB. Hitungan uang lembur yang diberikan kepada pegawai yaitu hitungan jam, uang

lembur yang diberikan sebesar Rp. 5000,00/ jam. Tenaga kerja juga mendapatkan uang

Tunjangan Hari Raya apabila menjelang hari raya idul fitri. Fasilitas yang didapatkan oleh

pegawai berupa fasilitas mushollah dan kamar mandi yang bersih. Pegawai juga mendapatkan

makan siang ketika jam istirahat pada pukul 12.00 sampai dengan pukul 13.00 WIB

3.6 Struktur Organisai Unit Usaha

Dalam menjalankan suatu unit usaha, baik skala kecil maupun skala besar diperlukan

adanya struktur organisasi yang jelas. Dengan adanya pengorganisasian diharapakan tugas

pokok dan fungsi masing-masing personal dapat diketahui. Alur pertanggungjawaban pun akan

lebih mudah dipahami sehingga dapat menghindari tugas yang saling berbenturan. Bentuk

usaha dari KWT ngudi Mulyo sendiri adalah Poklahsar, dimana kepanjangan dari Poklahsar

sebdiri adalah kelompok pengolah dan pemasar. Sebagaimana Poklahsar yang lain, Poklahsar

KWT Ngudi Mulyo juga mempunyai susunan organisasi usahayang diketuai oleh Ibu Eka

Supriyatin. Ibu Eka Supriyatin menjadi ketua dikarenakan pada awal berdirinya Poklahsar KWT

Ngudi Mulyo, modal yang digunakan adalah dana pribadi Ibu Eka. Susunan organiasasi dapat

dilihat pada Gambar 1.


Gambar 1. Susunan Organisasi Poklahsar KWT Ngudi Mulyo

a Ketua

Ketua merupakan pemimpin sekaligus pemilik dari usaha yang memiliki tanggung jawab

paling besar atas keberlangsungan Poklahsar KWT Ngudi Mulyo. Ketua bertugas untuk

mengadakan perencanaan, perorganisasian dan memberi perintah kepada bawahan. Selain itu

ketua berfungsi untuk melakukan control terhadap produk yang dihasilkan.

b Sekretaris

Bagian sekretaris berfungsi untuk mencatat, menyimpan dan mengurus surat-surat

yang diperlukan. Sekretaris bertanggungjawab terhadap pembukuan seperti pembukuan tamu,


pembukuan surat masuk dan keluar dan lainnya kecuali pembukuan keuangan yang menjadi

tanggungjawab bendahara.

c Bendahara

Bendahara memiliki wewenang untuk mengatur keuangan usaha. Setiap ada uang yang

masuk dan keluar akan dicatat pada buku khusus. Pencatatan berbagai nota setiap bulan

direkap agar terlihat jelas pengeluaran dan pemasukan usaha. Meskipun memiliki wewenang

atas keuangan usaha namun bendahara harus tetap berkonsultasi pada pimpinan atau ketua

usaha.

d Produksi

Bagian produksi bertanggung jawab atas kelangsungan proses produksi. Bagian ini

harus memastikan bahan utama dan bahan tambahan yang digunakan tersedia juga alat-alat

yang digunakan dalam keadaan baik untuk beroperasi sehingga proses produksi dapat berjalan

dengan baik. Selain itu, melakukan control agar tidak ada kesalahan. Produk olahan lele harus

dijaga agar tetap sesuai dengan standar mutu yang telah ditetapkan.

e Pengemasan

Bagian pengemasan bertugas untuk melakukan proses pengemasan terhadap olahan

ikan lele yang telah matang. Pengemasan dilakukan dengan mesin namun tetap ada kontrol

dari manusia. Bagian ini harus dipastikan olahan ikan lele terkemas dengan baik dan rapi serta

tercantum tanggal kadaluarsa.

f Pemasaran

Bagian pemasaran memiliki tanggung jawab untuk memperkenalkan produk yang

diproduksi diantaranya melalui media cetak, media online dan pameran. Bagian pemasaran

juga menyalurkan produk olahan lele ke toko oleh-oleh maupun pesanan.

3.7 Prasarana Produksi


Proses pengolahan otak-otak dan kaki naga ikan lele terdiri dari beberapa bagian mulai

dari penerimaan bahan baku hingga penyimpanan produk akhir.Ruang proses produksi berada

dalam satu gedung. Proses produksi ditunjang dengan beberapa prasarana produksi antara

lain:

1. Lantai dan Dinding

Ruang produksi berlantaikan keramik secara keseluruhan, hal ini memudahkan dalam

pembersihan lantai. Dinding ruang produksi berupa tembok semen yang dicat warna putih dan

dilapisi keramik satu setengah meter dari dasar lantai. Tujuan pelapisan keramik pada dinding

ini juga untuk mempermudah saat dinding dibersihkan mengingat dinding akan sering

bersinggungan dengn proses produksi.

2. Tempat cuci tangan dan kaki

Ruang produksi juga terdapat tempat cuci kaki dan tempat cuci tangan (wastafel).

Tempat cuci kaki ini terletak di pintu masuk utama bangunan produksi untuk menjaga

kebersihan kaki pekerja sebelum masuk ruangan produksi. Sedangkan untuk wastafel, hanya

ada 2 buah yang terletak di ruang penanganan bahan baku dan ruang produksi. Pada setiap

wastafel juga dilengkapi sabun.

3. Tempat cuci peralatan

Tempat cuci peralatan digunakan untuk mencuci peralatan yang telah digunakan dalam

proses pembuatan otak-otak dan kaki naga ikan lele. Terdapat 1 tempat cuci peralatan yang

dekat pada tempat penanganan bahan baku. Pada tempat cuci peralatan tidak ada kemiringan

sehingga sulit untuk mengalirkan air sisa cucian ke saluran pembuangan.

4. Saluran pembuangan

Saluran pembuangan digunakan untuk melancarkan proses pembuangan limbah

produksi. Saluran terletak dibawah lantai ruang produksi yang langsung mengarah ke tempat

pembuangan limbah cair, dimana kemiringan saluran pembuangan sudah dibuat atau didesain
sedemikian rupa sehingga air cucian atau limbah cair dari sisa produksi dapat berlangsung

menuju selokan pembuangan

Anda mungkin juga menyukai