1 410845.821 9144577.6
2 411603.948 9144577.6
3 411603.948 9143835.172
4 410845.821 9143835.172
II - 1
2.2 Kesampaian Daerah Dan Sarana Perhubungan
Akses dari kota Yogyakarta menuju Dusun Tempel, Desa Pendoworejo,
Kecamatan Girimulyo, Kabupaten Kulonprogo, Provinsi D.I.Yogyakarta dapat
dicapai melalui 2 rute jalur, yaitu:
1. Jl. Ring Road Utara Yogyakarta Jl. Ring Roud barat Yogyakarta Jl.
Godean desa sidoluhur desa sidorejo Jl. Watu Murah Jl. Raya
Kaligesing Jl. Raya Pasar Kenteng Jl. Nanggulan Samigaluh. Rute ini
dua/roda empat maupun bus dengan kecepatan sedang, kondisi jalan cukup
baik.
2. Jl.Laksda Adi Sucipto Jl. Urip Simoharjao Jl. Jendral Sudirman Jl.
Kyai Mojo Jl. Godean desa sidoluhur desa sidorejo Jl. Watu Murah
Jl. Raya Kaligesing Jl. Raya Pasar Kenteng Jl. Nanggulan Samigaluh.
Rute ini ditempuh selama 1,2 jam perjalanan menggunakan kendaraan
roda dua atau roda empat maupun bus dengan kecepatan sedang, kondisi
jalan sangat baik.
Jarak Desa Pendowerejo apabila ditinjau dari beberapa pusat pemerintahan
tidak terlalu jauh, untuk jarak dari Pusat Pemerintahan Desa 2,6 km. Jarak dari
Pusat Pemerintahan Kabupaten yaitu 16 km, sedangkan Jarak dari Pusat
Pemerintahan Provinsi yaitu 22 km.
Kecamatan Girimulyo merupakan daerah yang memiliki potensi pariwisata
yang cukup banyak, diantaranya wisata alam goa, wisata alam air terjun, wisata
alam pegunungan dan wisata alam perkebunan, sehingga keadaan jalannya sudah
cukup baik. Keadaan jalan dari Kota Yogyakarta sampai Kecamatan Girimulyo
sudah beraspal namun ada beberapa jalan yang masih berupa tanah berkerikil..
Untuk sarana perhubungan antara desa satu dengan desa yang dipergunakan
sarana angkutan umum. Sedangkan untuk sarana hubungan komunikasi, di Desa
Pendoworejo sudah bagus dan mencukupi, hampir semua perusahaan penyedia
telekomunikasi mampu memberikan akses jaringan di daerah ini. Peta kesampaian
daerah lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.1.
II - 2
II - 3
Gambar 2.1
Peta Kesampaian Daerah
2.3 Keadaan Lingkungan Daerah dan Penduduk
2.3.1 Kependudukan
Berdasarkan data Monografi Dusun Tempel, Desa Pendoworejo, Kecamatan
Girimulyo, Kabupaten Kulonprogo, Provinsi D.I.Yogyakarta penduduk laki-laki
berjumlah 922 jiwa, sedangkan penduduk perempuan berjumlah 827 jiwa. Jadi
jumlah total penduduknya adalah 1749 jiwa dengan jumlah kepala keluarga 307
KK.
Warga Desa Pendoworejo memeluk beragam agama, diantaranya agama
Islam, agam Kristen dan agam Katolik.
Untuk penggolongan pendidikan di Desa Pendoworejo diantaranya untuk
warga yang tidak sekolah berjumlah 27 orang, PAUD tidak ada, TK berjumlah 4
orang, SD berjumlah 157 orang, SMP berjumlah 274 orang, SMA berjumlah 322
orang dan untuk jenjang perguruan tinggi berjumlah 45 orang.
Sarana penerangan yang ada di Desa Pendoworejo cukup baik. Di Desa
Pendoworejo juga terdapat sarana prasarana lainnya seperti puskesdes, masjid,
makam, poskamling, dan sekolahan
Dalam bidang kesenian dan budaya, penduduk Desa Ngentak masih
mempertahankan tradisi dan adat istiadat yang telah ada, upacara keagamaan pun
masih tetap dilaksanakan. Kebiasaan gotong royong masih dipegang oleh
masyarakat setempat.
2.3.2 Mata Pencaharian
Tabel 2.2
Mata Pencarian Penduduk Desa Pendoworejo
Jumlah
Mata Pencarian
Laki-laki Perempuan
Negeri 15 15
Swasta 56 43
Lain-lain :
- Petani 478 415
- Dagang 2 8
- Sopir 20 -
Sumber : (Data Lapangan Perencanaan Perancangan Tambang)
II - 4
Pada umumnya keadaan Flora yang terdapat di Desa Pondoworejo adalah
berupa hutan pohon jati, pohon sengon, pohon munggur, pohon randu, pohon
kelapa dan pohon pisang namun tidak diketahui luasan dan produksinya. Serta
tanaman pertanian seperti padi, jagung, kacang tanah, serta kedelai. Sedangkan
untuk Fauna yang terdapat di Desa Pendoworejo didominasi oleh fauna yang
memiliki nilai ekonomis bagi warga, seperti sapi, kambing, itik, enthok, ayam dan
sebagainya.
2.3.4 Iklim
Iklim merupakan rata-rata kondisi cuaca dalam periode yang panjang. Suhu
dan curah hujan merupakan dua unsur iklim yang sangat penting bagi kehidupan
di bumi. Suhu rata-rata di Kabupaten Kulon Progo berkisar 25 0C - 290C .
Berdasarkan analisis data curah hujan bulanan tahun 2006 2015, diketahui
bahwa curah hujan tahunan di Kabupaten Kulon Progo mencapai diatas 1.871,7
mm pada tahun 2013.
Curah hujan tertinggi umumnya terjadi pada Bulan Maret, sedangkan
terendah terjadi pada bulan Agustus. Nilai ini mengikuti pola distribusi musim di
Indonesia, yaitu bulan basah jatuh pada musim penghujan (November-April) dan
bulan kering pada musim kemarau (Mei-Oktober).
Dari Tabel 2.3 dapat disimpulkan bahwa rata-rata curah hujan per tahun
yaitu 111,88 mm/tahun. Pada musim kemarau besar curah hujan rata-rata adalah
31,095 mm/tahun. Pada musim hujan besar curah hujan rata-rata adalah 194,3317
mm/tahun.
Berikut adalah grafik data Curah hujan dari tahun 2006 2015 Kabupaten
Kulon Progo adalah sebagai berikut :
Tabel 2.3
Data Curah Hujan Desa Pendoworejo
II - 5
CURAH HUJAN (mm/hari)
Tahun
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des
2010 34.4 48.4 31.7 20.6 77.1 17 10.8 6.6 240.4 248.3 191.9 218.7
2011 139.7 150.5 202.1 114.9 115.8 0 0.2 0 0 0.5 211.9 215.5
2013 464.5 245.9 309.1 168.1 0 0 2.2 0 0.3 42.5 281.7 357.4
Berdasarkan nilai curah hujan dalam Tabel 2.3 di atas, maka nilai curah
hujan rata-rata Desa Pendoworejo setiap bulannya periode 2006 2015 seperti
pada grafik di bawah ini (Gambar 2.2)
II - 6
Grafik Data Curah Hujan Rata-Rata Per Bulan Desa Pendoworejo
Periode 2006-2015
II - 7
tersebut terbentuk secara konstruksional yang diakibatkan oleh gaya endogen atau
bagaimana bentang alam tersebut dipengaruhi oleh faktor luar berupa gaya
eksogen.
Morfologi daerah kecamatan Girimulyo kabupaten Kulon Progo berupa
perbukitan. Secara umum daerah telitian didominasi oleh litologi batuan beku
terutama batu baslt dibagi kedalam satuan satuan batuan yang lebih detil
berdasarkan karakteristik dari setiap litologi yang dominan. Dan vegetasi dijumpai
diantaranya pohon jati, pohon sengon, pohon munggur, pohon randu, pohon
kelapa dan pohon pisang.
2.4.2 Topografi
Topografi (relief) adalah bentuk permukaan suatu satuan lahan yang
dikelompokkan atau ditentukan berdasarkan perbedaan ketinggian (amplitudo)
dari permukaan bumi (bidang datar) suatu bentuk bentang lahan (landform).
Sedang Topografi secara kualitatif adalah bentuk bentang lahan (landform) dan
secara kuantitatif dinyatakan dalam satuan kelas lereng (% atau derajat), arah
lerang, panjang lereng bentuk lereng.
Peta topografi adalah peta yang memperlihatkan unsur-unsur asli dan buatan
manusia di atas permukaan bumi. Unsur-unsur tersebut dapat dikenal maupun
diidentifikasi dan pada umumnya untuk memperlihatkan keadaan yang
sesungguhnya.
Ada dua cara dalam membuat peta topografi yaitu :
A. Survey Langsung
Survei langsung adalah ketika seseorang menggunakan peralatan survei,
seperti batas dan klinometer, untuk langsung mengukur lokasi dan elevasi tanah.
Anda mungkin telah melihat surveyor sepanjang jalan kadang-kadang melakukan
pengukuran dengan melihat melalui instrumen.
B. Survey Tidak Langsung
Daerah terpencil dapat dipetakan dengan menggunakan metode tidak
langsung. Metode ini termasuk gambar satelit, gambar yang diambil dari pesawat,
radar, dan sonar (bawah air).
Peta topografi pada daerah penelitian yang berasal dari pengambilan data di
lapangan dapat dilihat pada Gambar 2.3 berikut ini :
II - 8
II - 9
Gambar 2.3
Peta Topografi
C. Geomoroflogi Regional
Kulon Progo merupakan suatu Plato sangat luas yang terkenal dengan nama
Plato Jonggrangan (Van Bemmelen, 1948). Menurut Van Bemmelen (1948),
berdasarkan penelitiannya secara fisiografis Jawa Tengah dapat dibagi menjadi 3
Zona, yaitu :
1. Zona Jawa Tengah bagian utara yang merupakan Zone Lipatan
2. Zona Jawa Tengah bagian tengah yang merupakan Zone Depresi
3. Zona Jawa Tengah bagian selatan yang merupakan Zone Plato.
Menurut letaknya, daerah Kulon Progo merupakan bagian dari zona Jawa
Tengah bagian selatan sehingga daerah ini merupakan suatu plato. Plato ini sangat
luas yang terkenal dengan nama Plato Jonggrangan (Van Bemmelen, 1948).
Bagian utara dan timur Kulon Progo ini dibatasi oleh dataran pantai Samudera
Indonesia dan bagian barat laut berhubungan dengan Pegunungan Serayu Selatan.
Menurut Van Bemmelen, morfologi pegunungan Kulon Progo bagian
tepinya terdiri dari batuan beku andesit, breksi vulkanik, dan sebagian besar
ditutupi oleh batu gamping yang berumur eosen. Bentuk kubah yang ada
diakibatkan oleh tenaga tektonik yang besar dan dalam, disertai pula adanya
pengangkatan. Di bagian atas terdapat plato yang disebut Jongrangan Plateau,
begitu pula lereng yang berada di sebelah selatan masih terdapat adanya breksi
vulkanik yang membentang seperti sabuk yang melingkar. Bagian utara Kulon
Progo dipotong oleh gawir dan merupakan peralihan antara zone tengah yang
pada dasarnya merupakan daerah pegunungan Karang Bolong. Sedangkan bagian
selatan dari pegunungan ini merupakan tebing terjal yang berbatasan langsung
dengan Samudra Indonesia. Bagian utara berbatasan dengan Ijo Pass yang
menghubungkan dengan pegunungan yang terletak pada zone tengah.
Van Bemmelen dalam pembagian fisiografis Jawa Madura, juga memasukan
Pegunungan Kulon Progo pada zone selatan pegunungan Jawa Tengah, yang
berupa suatu kubah yang memanjang (oblond zone). Bagian utara dari Kulon
Progo ini dibatasi oleh lembah sungai Progo, bagian selatan dan barat dibatasi
oleh dataran pantai samudra Indonesia, sedangkan bagian barat laut berhubungan
II - 10
dengan pegunungan Serayu Selatan. Berdasarkan relief dan genesanya, wilayah
kabupaten Kulon Progo dibagi menjadi beberapa satuan geomorfologi, yaitu :
A. Satuan Pegunungan Kulon Progo
Satuan pegunungan ini penyebarannya memanjang dari selatan ke utara dan
menempati bagian Daerah Istimewa Yogyakarta, yang meliputi kecamatan Kokap,
Girimulyo dan Samigaluh. Kelerengannya berkisar antara 15o-60 daerah yang
ditempati pegunungan Kulon Progo ini sebagian besar digunakan sebagai kebun,
sawah dan pemukiman.
B. Satuan Perbukitan Sentolo
Satuan Perbukitan ini mempunyai penyebaran yang sempit, karena
terpotong oleh Sungai Progo yang memisahkan wilayah kabupaten Bantul dan
Kabupaten Kulon Progo. Di wilayah Kabupaten Kulon Progo , satuan pegunungan
Sentolo ini meliputi daerah kecamatan Pengasih dan Sentolo. Ketinggiannya
berkisar antara 50-150 km di atas permukaan air laut, dengan kelerengan 15.
C. Satuan Teras Progo
Satuan Teras Progo terletak di sebelah utara satuan Perbukitan Sentolo dan
di sebelah timur pegunungan Kulon Progo yang meliputi kecamatan Nanggulan,
Kalibawang, terutama di wilayah tepi Kulon Progo.
D. Satuan Dataran Aluvial
Penyebaran satuan dataran aluvial ini memanjang dari barat-timur yang
meliputi kecamatan Temon, Wates, Panjatan, Glur, dan sebagian besar
diperuntukan sebagai lahan persawahan dan pemukiman.
E. Satuan Dataran dan Gumuk Pasir
1. Subsatuan Gumuk Pasir
Subsatuan Gumuk Pasir mempunyai penyebaran di sepanjang pantai selatan
Yogyakarta, yaitu pantai Glagah dan Congot. Sungai yang bermuara di pantai
selatan ini adalah kali Serang dan kali Progo yang membawa material-material
berukuran pasir dari hulu ke muara. Oleh sebab itu aktivitas angin material
tersebut terendapkan di sepanjang pantai dan kemudian membentuk gumuk-
gumuk pasir.
2. Subsatuan Dataran Aluvial Pantai
II - 11
Subsatuan dataran aluvial pantai terletak di sebelah utara subsatuan Gumuk
Pasir yang tersusun oleh material berukuran pasir yang berasal dari subsatuan
Gumuk Pasir oleh kegiatan angin. Pada satuan ini tidak dijumpai gumuk gumuk
pasir dan sebagian berupa persawahan dan pemukiman.
D. Struktur Geologi Regional
Pegunungan Kulon Progo bedasarkan strukturnya merupakan tinggian yang
dicirikan oleh adanya kompleks gunungapi purba yang berada di atas batuan berumur
Paleogen dan ditutup oleh batuan karbonat yang berumur Neogen. Pegunungan Kulon
Progo telah mengalami beberapa kali tektonik. Tektonik pertama terjadi setelah
pembentukan Formasi Nanggulan yaitu opada kala Oligo Miosen. Saat itu terbentuk
Gunungapi Ijo, Gadjah dan Menoreh yang merupakan inti kubah Pegunungan Kulon
Progo. Setelah itu terbentuk Formasi Andesit Tua. Pada awal Miosen Atas terjadi
penurunan yang mengakibatkan terjadi penggenangan. Pada saat itu terendapkan Formasi
Jonggrangan dan Formasi Sentolo yang saling menjari. Pada awal Pleistosen, semua
daerah Kulon Progo mengalami pengangkatan sehingga terbentuk morfologi tinggian dan
terbentuk beberapa lipatan. Di Kulon Progo dijumpai sesar sesar normal yang
menunjukan pola radier disekitar tubuh kubah terobosan yang masih cukup ideal. Pada
kaki selatan gunung Menoreh dijumpai adanya sinklinal dan sebuah sesar dengan arah
barat-timur, yang memisahkan gunung Menoreh dengan gunung ijo serta pada sekitar
zona sesar.
II - 12
tersingkap mempunyai kemiringan yang relatif landai karena adanya
pengangkatan setelah pengendapan batuan di bawahnya. Dome ini berasal dari
kala Meiosen. Karena tidak ditemukannya perlapisan pada kala Pleiosen sampai
kala Pleistosen van Bemmelen menyebut dome ini sebagai Oblong Dome.
2.7.2 Struktur Unconformity
Pada perbatasan antara Eosen atas dari Formasi Nanggulan dengan Formasi
Andesit Tua yang berumur Oligosen terdapat ketidakselarasan berupa
disconfirmity, karena lapisan lebih muda dengan lapisan lebih tua terpaut umur
yang sangat jauh walaupun lapisannya sejajar.
2.7.3 Stratigrafi Regional
Daerah penelitian yang merupakan bagian sebelah timur dari Pegunungan
Serayu Selatan, secara stratigrafis termasuk ke dalam stratigrafis Pegunungan
Kulon Progo. Unit stratigrafis yang paling tua di daerah Pegunungan Kulon Progo
dikenal dengan Formasi Nanggulan, kemudian secara tidak selaras diatasnya
diendapkan batuan-batuan dari Formasi Jonggaran dan Formasi Sentolo, yang
menurut Van Bemmmelen (1949, hal.598), kedua formasi terakhir ini mempunyai
umur yang sama, keduanya hanya berbeda fasies. Susunan stratigrafi Kulon Progo
dari tua ke muda adalah:
A. Formasi Nanggulan
Formasi Nanggulan merupakan formasi yang paling tua di daerah
pegunungan Kulon Progo. Formasi ini menempati daerah dengan morfologi
perbukitan bergelombang rendah hingga menengah. Singkapan batuan penyusun
dari Formasi Nanggulan dijumpai di sekitar desa Nanggulan, yang merupakan
kaki sebelah timur dari Pegunungan Kulon Progo. Formasi ini juga ditemui di
daerah Sermo, Gandul, dan Kokap yang berupa lensa-lensa atau blok xenoliths
dalam batuan beku andesit. Dan tersingkap di bagian timur Kulon Progo di
daerah Sungai Progo dan Sungai Puru.
Penyusun batuan dari formasi ini terdiri dari Batupasir dengan sisipan
Lignit, Napal pasiran, Batulempung dengan konkresi Limonit, sisipan Napa dan
Batugamping, Batupasir dan Tuf serta kaya akan fosil foraminifera dan Moluska.
Diperkirakan ketebalan formasi ini adalah 30 meter.
II - 13
Formasi Nanggulan ini dibagai menjadi 3 bagian secara strtigrafis dari
bawah ke atas adalah sebagai berikut
1. Anggota ( Axinea Berds )
Merupakan bagian yang paling bawah dari formasi Nanggulan. Ini terdiri
dari Batupasir dengan interkalasi Lignit, kemudian tertutup oleh batupasir yang
banyak mengandung fosil Pelcypoda, dengan Axinea dunkeri Boetgetter yang
dominan. Ketebalan anggota Axinea ini mencapai 40 m.
2. Anggota Djogjakartae (Djokjakarta)
Batuan penyususn dari bagian ini adalh Napal pasiran, Batuan dan Lempung
dengan banyak konkresi yang bersifat gampingan. Anggota Djokjakartae ini kaya
akan Foraminifera besar dan Gastropoda. Fosil yang khas adalah Nummulites
djokjakartae. Bagian ini mempunyai ketebalan sekitar 60 m.
3. Anggota Discocyclina (Discocylina Beds)
Batuan penyusun dari bagian ini adalah Napal pasiran, Batupasir arkose
sebagai sisipan yang semakin ke atas sering dijumpai. Discocyclina omphalus,
merupakan fosil penciri dari bagian ini. Ketebalan dari anggota Discocylina
mencapai 200 m.
Berdasarkan pada studi fosil yang diketemukan, Formasi Nanggulan
mempunyai kisaran umur antara Eosen Tengah sampai Oligosen Atas.
B. Formasi Andesit Tua
Formasi ini tersusun atas Breksi andesit, tuf, tuf lapili, aglomerat, dan
sisipan aliran lava andesit. Lava, terutama terdiri dari Andesit hiperstein dan
Andesit augit hornblende. Formasi Andesit Tua memiliki ketebalan mencapai 600
meter mempunyai kedudukan yang tidak selaras di atas formasi Nanggulan.
Batuan penyusun formasi ini berasal dari kegiatan vulaknisme di daerah tersebut,
yaitu dari beberapa gunung api tua di daerah Pegunungan Kulon Progo yang oleh
Van Bemmelen (1949) disebut sebagai Gunung Api Andesit Tua. Gunung api yang
dimaksud adalah Gunung Gajah, di bagian tengah pegunungan, Gunung Ijo di
bagian selatan, serta Gunung Menoreh di bagian utara Pegunungan Kulon Progo.
Aktivitas dari Gunung Gajah di bagian tengah mengahsilkan aliran-aliran
lava dan breksi dari andesit piroksen basaltic. Aktivitas ini kemudian diikuti
Gunung Ijo di bagian selatan Pegunungan Kulon Progo, yang menghasilkan
II - 14
Andesit piroksen basaltic, kemudian Andesit augit hornblende dan kegiatan paling
akhir adalah intrusi Dasit. Setelah denudasi yang kuat, sedikit anggota dari
Gunung Gajah telah tersingkap, di bagian utara, Gunung Menoreh ini
menghasilkan batuan breksi Andesit augit hornblende, yang disusul oleh intrusi
Dasit dan Trakhir andesit.
Adanya kepingan Tuff napalan yang merupakan fragmen Breksi. Kepingan
ini merupakan hasil dari rombakan lapisan yang lebih tua, dijumpai di kaki
gunung Mujil. Dari hasil penelitian, kepingan Tuff itu merupakan fosil
Foraminifera plantonik yang dikenal sebagai Globigerina ciperoensis bolli,
Globigerina geguaensis weinzrel; dan applin serta Globigerina praebulloides
blow. Fosil-fosil ini menunjukkan umur Oligosen atas. Formasi Andesit Tua
secara stratrigrafis berada di bawah Formasi Sentolo. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa umur Formasi Sentolo berdasarkan penelitian terhadap Foraminifera
plantonik adalah berkisar antara Awal Meiosen sampai Pliosen.
C. Formasi Jonggrangan
Formasi Jonggrangan ini memiliki liologi yaitu tersingkap baik di sekitar
desa Jonggrangan, suatu desa yang ketinggiannya di atas 700 meter dari muka air
laut dan disebut sebagai Plato Jonggrangan. Bagian bawah dari formasi ini terdiri
dari Konglomerat yang ditumpangi oleh Napal tufan dan Batupasir gampingan
dengan sisipan Lignit. Batuan ini semakin ke atas berubah menjadi Batugamping
koral.
Formasi Jonggrangan ini terletak secara tidak selaras di atas Formasi
Andesit Tua. Morfologi yang terbentuk dari batuan penyusun formasi ini berupa
pegunungan dan perbukitan kerucut yang tersebar di bagian utara pegunungan
Kulon Progo. Ketebalan dari Formasi Jonggrangan ini mencapai sekitar 250-400
meter dan berumur Miosen bawah hingga Miosen tengah.
D. Formasi Sentolo
Formasi Sentolo dengan Formasi Jonggrangan memiliki hubungan berupa
saling menjari. Formasi sentolo mempunyai tipe di daerah sentolo. Bagian bawah
berupa batu gamping, batu pasir napalan, napal pasiran dan napal tufan.
Sementara semakin ke atas berkembang menjadi batugamping berlapis dengan
kandungan fosil foraminifera dan fragmen koral. Umur formasi ini berkisar N8
II - 15
N15 (Miosen Awal Pliosen). Penyebaran Formasi Sentolo meliputi daerah
bagian tenggara dari pegunungan Kulon Progo dengan kenampakan morfologi
berupa perbukitan bergelombang rendah hingga perbukitan bergelombang tinggi.
E. Formasi Wates dan Formasi Yogyakarta
Di atas batuan-batuan yang lebih tua diendakan Formasi Wates dan Formasi
Yogyakarta sebagai formasi termuda yang berumur resen (holosen). Formasi
Wates terdiri dari material lepas hasil transportasi permukaan dan sedimentasi
sungai saat ini seperti Sungai Progo dan Sungai Bogowonto. Formasi Wates
tersebar di bagian selatan dan baratdaya Pegunungan Kulon Progo hingga
berbatasan dengan Samudra Indonesia. Formasi Yogyakarta mempunyai
penyebaran di bagian timur pegunungan Kulon Progo dengan kenampakan
morfologi berupa daratan. Komonen penyusun formasi ini berupa material lepas
produk Gunung Merapi Tua dan Merapi Muda.
Dari formasi formasi yang telah diuraikan diatas maka disimpulkan
stratigrafi regional daerah kulon progo dalam tabel sebagai berikut:
Tabel.2.4
Stratigrafi Regional Daerah Kulon Progo
Umur Formasi / grup Litologi
Kuarter Fluviatil, endapan Bongkah, kerakal, pasir,
vulkanik tuff, dan rombakan dari
formasi yang lebih tua
Batu gamping, napal,
Sentolo lenda lensavitric tuff,
batu pasir konglomeratan
Pleiosen Batu gamping reef, batu
gamping globerina,
Jonggrangan
napal, tuff breksi batu
pasir, lignit
Aquitanian Andesit Tua Lava andesit, tuff breksi
Napal globerina Napal
Discocyclina batu pasir, napal, pasiran
Eosen atas
Djogjakartae napal dan lempung
Axinea batu pasir, napal, lignit
II - 16
2.8 Keadaan Endapan
II - 17
Gambar 2.5
Peta Geologi Regional
Keadaan, sifat dan kualitas endapan batu basalt diperoleh berdasarkan data
singkapan, sample, dan data uji laboratorium. Berdasarkan analisis tersebut dapat
diperoleh gambaran mengenai penyebaran batu basalt potensial dan dapat
diketahui jumlah potensi sumberdaya dan cadangan batu basalt yang terdapat di
lokasi tersebut.
2.8.1 Bentuk Dan Penyebaran Endapan
Berdasarkan analisis data singkapan, contoh dan data uji kualitas endapan
bahan galian dapat diperoleh gambaran bentuk dan penyebaran endapan batu
basalt yang potensial serta dapat diketahui jumlah potensi sumberdaya dan
cadangan batu basalt di lokasi tersebut.
Penyebaran batu basalt didasarkan pada pengamatan singkapan yang
sekaligus diambil contoh batuan, batu napal terdapat disemua bagian dan tertutupi
oleh lapisan tanah penutup yang tipis rata rata sekitar 50 cm, disamping itu juga
didasari oleh peta penyebaran bahan galian Kabupaten Kulonprogo.
2.8.2 Sifat Dan Kualitas Endapan
Sifat dan kualitas endapan batu basalt yang terdapat di Dusun Tempel, Desa
Pendoworejo, Kecamatan Girimulyo, Kabupaten Kulonprogo ini diketahui setelah
dilakukannya pengujian di Laboratorium Program Studi Teknik Pertambangan
Sekolah Tinggi Teknologi Nasional Yogyakarta.
2.9 Sumber Daya Dan Cadangan
2.9.1 Cara Penaksiran Sumber Daya
Cara penaksiran sumber daya batu napal ini adalah dengan menggunakan
metode kontur. Prinsip dari metode kontur adalah metode penaksiran sumber daya
yang mengikuti pedoman perubahan bertahap (rule of gradual change).
Pembuatan kontur secara interpolasi titik-titik yang telah diketahui ketinggian
topografinya.
Volume dihitung dengan prosedur :
a. Melihat bentuk kontur secara keseluruhan.
b. Mengukur luas kontur yang masuk dalam wilayah IUP.
c. Menghitung volume antara dua luas pengkuran kontur.
d. Menghitung volume menggunakan rumus :
1.
II - 18
Dengan h = beda tinggi antara dua kontur
Kontur pada Luas rata-rata Beda tinggi (m) Volume Tonase (ton)
elevasi (m2) (m3) Diketahui massa jenis
2,47 ton/m3
230-225 10,175 5 50,875 125,662
225-220 17,099 5 85,493 211,169
220-215 23,948 5 119,742 295,763
215-210 31,603 5 158,014 390,293
210-205 40,062 5 200,309 494,763
205-200 50,559 5 252,794 624,401
200-195 63,805 5 319,027 787,996
195-190 79,850 5 399,249 986,145
190-185 97,563 5 487,813 1,204,898
185-180 117,459 5 587,293 1,450,613
180-175 13,982 5 69,911 172,679
175-170 169151.4839 5 845,757 2,089,021
170-165 197504.0022 5 987,520 2,439,174
165-160 176183.2024 5 880,916 2,175,863
160-155 183067.9067 5 915,340 2,260,889
155-150 192980.5303 5 964,903 2,383,310
150-145 141356.2761 5 706,781 1,745,750
145-140 141003.0608 5 705,015 1,741,388
140-135 134409.887 5 672,049 1,659,962
135-130 123787.8064 5 618,939 1,528,779
130-125 96769.1694 5 483,846 1,195,099
125-120 60851.8652 5 304,259 751,521
120-115 3367.7332 5 16,839 41,592
115-110 148.106 5 741 1,829
II - 19
Sumber daya = 26,767,220 ton
II - 20