Nama Desa Kucur diperoleh dari cerita mengenai sumber mata air yang mengalir
dibawah lereng Gunung Sari yang digunakan oleh masyarakat untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari seperti memasak dan mandi. Mata air diperoleh dengan
menggunakan alat sederhana berupa bambu sebagai jalannya aliran air. Apabila
30
masyarakat ingin memasak atau mandi, maka mereka akan turun (Ngelucur) ke bawah
pancuran bambu sehingga tempat tersebut dinamakan Desa Kucur.
Desa Kucur dipimpin oleh petinggi/ lurah dimulai dari sebelum merdeka hingga
saat ini yang terlihat pada Tabel 1. Selama pergantian tersebut terdapat sejarah
mengenai perkembangan pembangunan yang ada di Desa Kucur yang dapat dilihat
pada lampiran 2. Setiap tahunnya Desa Kucur mengalami perkembangan melalui
adanya pembangunan gedung maupun perbaikan jalan. Pembangunan tersebut
mengakibatkan adanya pencabutan “Desa Tertinggal” pada Desa Kucur.
4.1.2. Kondisi Geografis
Secara geografis, letak Desa Kucur berada pada posisi 7°57’44,59” Lintang
Selatan dan 112°33’06,77” Bujur Timur dengan topografi ketinggian desa adalah
dataran tinggi yakni sekitar 2.494 m di atas permukaan laut. Peta Desa Kucur yang
terbagi atas beberapa dusun dapat dilihat pada lampiran 1(a). Bagian utara Desa Kucur
berbatasan dengan Petung Sewu dan Karang Widoro, bagian barat berbatasan dengan
hutan, bagian selatan berbatasan dengan Desa Dalisodo Kecamatan Wagir, dan bagian
timur berbatasan dengan Desa Kalisongo dan Desa Pandan Landung. Desa Kucur
terbagi atas 7 dusun atau “peduguhan” yakni Turi, Krajan, Klampok, Ketohan,
Godehan, Klaseman, dan Sumberbendo.
Lahan yang ada di Desa Kucur dimanfaatkan untuk beberapa hal seperti pada
Tabel 2. Banyaknya lahan yang tersedia untuk sektor pertanian mengakibatkan
banyaknya penduduk yang ada di Desa Kucur bekerja sebagai petani. Berdasarkan data
yang ada, maka dapat diperhitungkan persentase dari penggunaan lahan. Penggunaan
lahan pada sektor pertanian lebih tinggi yakni sebesar 80 % dari keseluruhan lahan di
Desa Kucur. Hal ini menunjukkan bahwa sektor pertanian masih sangat berpengaruh
untuk peningkatan kesejahteraan penduduk Desa Kucur. Kondisi wilayah Desa Kucur
berupa dataran tinggi dan memiliki lahan tanah kering berdampak pada sektor
pertanian yang hanya mampu mengandalkan curah hujan.
31
Berdasarkan data yang ada, jumlah penduduk yang paling banyak mendominasi
di Desa Kucur adalah pada usia produktif yakni golongan usia 21 – 40 tahun sebanyak
1.852 orang (32,13 %). Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk yang ada
di Desa Kucur berada pada usia yang bekerja secara produktif dan mampu menerima
informasi serta hal-hal baru untuk dapat meningkatkan kesejahteraan hidupnya.
Keadaan ini dapat mendorong tingginya potensi Sumber Daya Manusia (SDM) yang
dapat diberdayakan untuk kemajuan perkembangan Desa Kucur.
Pada awalnya Desa Kucur masuk ke dalam kategori desa tertinggal, namun pada
tahun 2012 ungkapan tersebut sudah tidak berlaku. Menurut Pak Karim sebagai Kepala
33
Pertanian Tradisional
Pertanian Komersial
Hasil usahatani secara keseluruhan akan dikonsumsi oleh petani. Apabila hasil
tersebut melebihi dari kebutuhan pangan keluarga, maka petani akan menukarkan hasil
panen yang ada untuk tetangga lainnya yang membutuhkan. Penukaran dapat dilakukan
dengan hasil panen yang lain maupun kebutuhan pokok seperti gula, bubuk teh, dan
yang lainnya. Pertanian di Desa Kucur saat itu hanya difokuskan untuk pemenuhan
kebutuhan hidup keluarga. Petani pada masa pertanian subsisten mengandalkan modal
sendiri untuk melakukan usahatani. Selain itu petani juga mendapatkan saprodi melalui
cara yang sederhana. Bibit yang didapatkan melalui hasil panen sebelumnya akan
dimanfaatkan untuk usahatani selanjutnya. Selain itu pupuk yang digunakan juga masih
pupuk kandang yang berasal dari kotoran ternak milik petani. Sejak dahulu, petani
sudah secara turun-temurun memelihara ternak untuk mendapatkan penghasilan guna
memenuhi kebutuhan hidupnya. Ternak yang dipelihara oleh penduduk adalah sapi,
ayam, bebek, dan kambing. Kotoran dari ternak akan digunakan untuk penambahan
unsur hara pada lahan pertanian milik petani secara organik.
Fokus utama sektor pertanian hanya untuk pemenuhan kebutuhan pangan
keluarga, sehingga petani tidak mementingkan jumlah produktivitas yang akan
dihasilkan. Apabila kebutuhan keluarga sudah terpenuhi, hal tersebut sudah cukup bagi
petani. Rendahnya produktivitas yang dihasilkan petani dipengaruhi oleh cara
pembudidayaan yang dilakukan oleh petani. Penggunaan peralatan sederhana masih
melekat pada petani di Desa Kucur. Mayoritas petani masih menggunakan cangkul,
namun petani yang memiliki lahan datar dapat menggunakan bajak untuk melakukan
pengolahan lahan. Selain itu, penanaman, perawatan, hingga panen akan dilakukan
sendiri oleh petani secara manual. Perawatan yang dilakukan adalah pembersihan
gulma yang ada di sekitar tanaman pokok. Gulma dibersihkan dengan tujuan agar tidak
mengalami perebutan unsur hara dan sinar matahari dengan tanaman utama. Tenaga
kerja berasal dari dalam keluarga akibat dari masih sedikitnya komoditas yang
diusahakan oleh petani. Tenaga kerja tersebut dapat berasal dari istri maupun anak
petani.
37
1. Komoditas
“Petani menanam kopi dan cengkeh itu mulai tahun 1978 tapi gak
bertahan lama karena ada angin kencang yang membuat tanaman
roboh. Ada juga kutu loncat yang menyerang tanaman lamtoro
38
Padi Gogo,
Singkong, dan Kopi dan Cengkeh 1978
Jagung
Tebu 1987
Ditebangya tanaman
1997
kopi dan cengkeh
Kayu 1999
Keterangan:
= Proses perubahan
= Tahun perubahan
Gambar 5. Perubahan komoditas pada pertanian komersial
Selain itu, pak Misliman sebagai kepala dusun Turi juga menyatakan bahwa
tahun 1997 tanaman cengkeh dibongkar semua akibat komoditas cengkeh tidak laku
karena kebijakan pemerintah. Keberhasilan penanaman kopi dan cengkeh tidak
bertahan lama semenjak adanya kebijakan pemerintah untuk menurunkan harga
cengkeh dengan tujuan mengurangi konsumsi rokok di Indonesia dan mengakibatkan
petani mengalami kerugian. Selain itu, tanaman lamtoro sebagai naungan mengalami
kerusakan akibat serangan kutu loncat dan akhirnya merusak tanaman kopi dan
39
cengkeh. Sejak saat itu, sebagian besar petani mulai memberhentikan penanaman
cengkeh dan kopi.
Transformasi pertanian di Desa Kucur terus berlangsung ketika petani menanam
komoditas tebu yang mengakibatkan adanya perawatan ke arah semi intensif. Menurut
pak Misliman selaku kepala dusun Turi, masuknya komoditas tebu ke Desa Kucur ialah
pada tahun 1987. Melalui pengamatan yang dilakukan di Desa Kucur, diketahui bahwa
dusun yang paling dominan menanam komoditas tebu adalah Turi, Ketohan, dan
Godehan.
Desa Kucur mulai beranjak menuju pertanian yang memerlukan perawatan yang
cukup intensif. Tanaman yang dibudidayakan petani adalah tanaman hortikultura
seperti cabai, bawang, dan sayuran. Perubahan komoditas hortikultura terjadi pada
tahun zaman Soeharto (1967 – 1998). Keberhasilan dari tanaman cabai tersebut dapat
terlihat pada zaman Habibie (1998 – 1999). Saat itu, petani telah berhasil melakukan
usahatani cabai dengan hasil panen yang cukup baik. Petani di Desa Kucur juga
melakukan penanaman kayu-kayuan seperti sengon basiah dan durian. Bapak Toha
selaku Kepala Desa tahun 1999 – 2007, memberikan penjelasan sebagai berikut.
“Sewaktu saya menjadi Kepala Desa, yang ada itu hanya program
penghijauan dengan menanam komoditas sengon basiah dan durian.
Saat itu, program penghijauan khususnya durian dipusatkan di dusun
Klampok.”
Penanaman sengon basiah memiliki nilai jual yang cukup tinggi dan telah ada
sejak pak Toha menjabat sebagai Kepala Desa. Ada 3 jenis dari sengon basiah yakni
putih, kuning, dan merah. Sengon basiah putih memiliki masa pertumbuhan yang lebih
cepat yakni 4 tahun, sedangkan sengon basiah kuning memiliki masa pertumbuhan 5-
6 tahun. Sengon basiah merah lebih lama dari jenis lainnya yakni mencapai 7-8 tahun,
namun kayunya lebih kuat dan keras sehingga sering digunakan untuk pembuatan
rumah. Petani pada saat itu juga telah melakukan usahatani jeruk peras, namun kurang
menjadi fokus utama petani di Desa Kucur karena resiko tingginya terserang virus
Citrus Vein Phloem Degeneration (CVPD). Virus tersebut merupakan penyakit yang
40
merusak tanaman jeruk secara perlahan. Virus ini disebabkan karena kerusakan
pembuluh floem pada tanaman yang mengakibatkan bahan makanan yang diolah pada
daun tidak dapat disalurkan ke seluruh bagian tanaman. Perhatian petani kemudian
difokuskan lebih besar pada usahatani hortikultura. Usahatani tanaman cabai, bawang
dan sayuran membutuhkan perawatan yang lebih intensif dibandingkan dengan
tanaman sengon dan tebu.
2. Input Usahatani
Sistem pertanian komersial menyebabkan petani semakin mengembangkan
penerapan pola tanam tumpangsari untuk mendapatkan hasil usahatani yang lebih
beragam. Adanya diversifikasi komoditas yang dibudidayakan petani dipengaruhi oleh
modal yang dimiliki petani. Pada sistem pertanian komersial, petani mulai
mendapatkan peminjaman modal melalui program bank BRI berupa Kredit Usaha
Rakyat (KUR). Program tersebut memberikan peminjaman sebesar Rp 600 juta untuk
1 kelompok petani yang terdiri dari 12 orang dengan mengatasnamakan 2 orang petani.
Pembayaran dapat diangsur sebanyak 6 bulan sekali sampai lunas.
hingga sore hari dan akan dilanjutkan keesokan harinya apabila belum terselesaikan.
Usahatani cabai dan sayuran memerlukan pupuk dan pestisida kimia sehingga petani
mulai melakukan pembelian pupuk dan pestisida kimia ke toko pertanian. Menurut pak
Sanoto sebagai kepala dusun Ketohan, petani mulai menggunakan pupuk dan pestisida
kimia pada tahun 1997. Pada awal sistem pertanian komersial, petani masih
menggunakan bibit lokal yang dibuat sendiri dengan memanfaatkan hasil panen
sebelumnya seperti komoditas cabai pada gambar 6. Petani memilih beberapa cabai
yang cocok dijadikan bibit. Cabai tersebut kemudian dijemur dan digiling sehingga
didapatkan bijinya untuk dijadikan bibit.
Menggunakan
Peminjaman modal
modal sendiri 1990-an
Keterangan:
= Proses perubahan
= Tahun perubahan
Gambar 7. Perubahan Input Usahatani pada Pertanian Komersial
42
Fakumnya kelompok
tani gemah ripah 3
Keterangan:
= Proses perubahan
= Tahun perubahan
Gambar 8. Pemanfaatan Kelembagaan pada Pertanian Komersial
Berdasarkan hasil wawancara dengan 14 informan, terdapat sekitar 65% petani
belum memiliki keinginan untuk mengikuti kelompok tani karena merasa tidak akan
43
mendapatkan manfaat. Oleh karena itu, kelompok tani yang ada di Desa Kucur tidak
dapat berkembang dengan baik. Adanya penambahan komoditas kopi menyebabkan
munculnya kelompok tani baru yang dikhususkan untuk tanaman kopi. Kelompok tani
kopi tersebut aktif pada tahun 1984. Namun, pada saat itu komoditas kopi tersebut tidak
bertahan lama dikarenakan robohnya tanaman pelindung kopi yakni lamtoro akibat dari
serangan kutu loncat. Robohnya tanaman pelindung akhirnya merusak tanaman yang
dinaungi seperti kopi. Tanaman kopi juga tidak dapat bertahan pada sinar matahari
sehingga banyak yang rusak. Selain itu pada awal masa penanaman cabai dan sayuran,
kelompok tani gemah ripah 3 dinyatakan fakum akibat kurangnya partisipasi dari
petani.
Pertanian komersial seharusnya memiliki kelembagaan dalam pemasaran hasil
pertanian karena sistem pertanian ini memiliki titik tumpu pada penjualan hasil panen
yang dapat memberikan keuntungan. Oleh karena itu, pasar yang dituju juga harus jelas
dan memberikan kepastian dan keberlanjutan bagi petani. Hingga kini, tidak adanya
kelembagaan untuk hasil pertanian menyebabkan petani masih menjual hasil
pertaniannya ke pasar lokal dan tengkulak. Petani hanya mengikuti harga yang telah
ditetapkan oleh tengkulak dan pasar hingga akhirnya terkadang mengalami kerugian
karena biaya produksi yang lebih besar dibandingkan dengan pendapatan.
4. Penggunaan Peralatan Pertanian
Perubahan pertanian menuju sistem pertanian komersial tidak banyak
berpengaruh pada penggunaan mekanisasi. Saat itu petani masih tetap menggunakan
peralatan usahatani seperti cangkul dan bajak untuk pengolahan lahan. Penambahan
peralatan hanya terjadi pada proses penyemprotan pestisida kimia. Hama dan penyakit
tanaman khususnya cabai dikendalikan dengan menggunakan pupuk dan pestisida
kimia yang memerlukan alat yaitu kompresor.
Sejak penanaman cabai dimulai, petani menyadari bahwa budidaya cabai
memerlukan perawatan yang intensif khususnya untuk pemberian pupuk dan pestisida
kimia. Khusus untuk pemberian pestisida kimia, petani memerlukan alat yaitu
kompresor sebagai wadah untuk penyemprotan pestisida. Penggunaan kompresor
tersebut dilakukan pada tahun 1997 bersamaan dengan penanaman komoditas cabai.
44
Proses budidaya lainnya masih menggunakan tenaga kerja manusia seperti penanaman,
penyiangan gulma, pemberian pupuk, hingga proses pemanenan. Petani memilih untuk
tetap bertahan pada cara tradisional karena cara tersebut merupakan pengetahuan dari
orangtua terdahulu. Hal ini menyebabkan petani sulit untuk menerima adanya
perubahan teknologi terbaru.
Keterangan:
= Proses perubahan
= Tahun perubahan
Gambar 9. Penggunaan Peralatan pada Pertanian Komersial
Sejak penanaman cabai dimulai, petani menyadari bahwa budidaya cabai memerlukan
perawatan yang intensif khususnya untuk pemberian pupuk dan pestisida kimia.
Khusus untuk pemberian pestisida kimia, petani memerlukan alat yaitu kompresor
sebagai wadah untuk penyemprotan pestisida. Penggunaan kompresor tersebut
dilakukan pada tahun 1997 bersamaan dengan penanaman komoditas cabai. Proses
budidaya lainnya masih menggunakan tenaga kerja manusia seperti penanaman,
penyiangan gulma, pemberian pupuk, hingga proses pemanenan. Petani memilih untuk
tetap bertahan pada cara tradisional karena cara tersebut merupakan pengetahuan dari
orangtua terdahulu. Hal ini menyebabkan petani sulit untuk menerima adanya
perubahan teknologi terbaru.
Penggunaan kompresor semakin berkembang karena tidak hanya digunakan
untuk penanaman cabai saja melainkan untuk tanaman lainnya seperti sayuran.
Budidaya sayuran tidak jauh berbeda dengan budidaya pada tanaman cabai karena
intensitas perawatan yang dibutuhkan cukup tinggi. Kurangnya penerapan teknologi
45
ini menyebabkan proses budidaya yang bertumpu pada tenaga kerja manusia. Pada
pertanian komersial ini, masyarakat Desa Kucur yang tidak memiliki lahan akhirnya
bekerja pada petani pemilik lahan.
5. Orientasi Output
Peningkatan kebutuhan petani mendorong pola pikir petani untuk berpindah
menuju sistem pertanian komersial. Transformasi pertanian tanaman komersial
bertujuan untuk melakukan usahatani komoditas yang memiliki nilai jual sehingga
akan menambah pendapatan petani.
Dijual Ke tengkulak
Konsumsi sendri
dan pasar
Keterangan:
= Proses perubahan
= Tahun perubahan
Gambar 10. Orientasi Output pada pertanian komersial
Sebagian hasil panen akan dijual petani ke tengkulak atau pasar. Tengkulak
akan secara langsung datang ke lahan maupun rumah petani untuk mengambil hasil
panen petani. Harga jual juga akan ditentukan oleh tengkulak dan akan disesuaikan
dengan harga pasar. Sebagian petani memutuskan untuk yang langsung menjual hasil
panennya ke pasar. Penjualan ke pasar memerlukan adanya transportasi untuk
pengangkutan hasil panen, sehingga tidak semua petani dapat melakukannya.
Orientasi pasar pada pertanian komersial lebih didukung dengan adanya
penanaman komoditas cabai dan sayuran. Hal ini disebabkan karena panen yang
dihasilkan lebih cepat dibandingkan dengan tanaman tahunan. Setelah panen pertama,
maka komoditas cabai dapat dipanen setiap minggunya hingga 3 bulan. Keberlanjutan
hasil panen ini mengakibatkan beberapa petani yang masih tetap mempertahankan
46
komoditas cabai meskipun memiliki perawatan yang lebih sulit dibandingkan dengan
tanaman tahunan.
6. Kondisi Sosial
Kondisi sosial petani pada masa pertanian komersial mengalami perubahan.
Hasil panen yang awalnya dapat digunakan untuk ditukarkan dengan kebutuhan lain,
kini mulai dijual untuk penambahan pendapatan bagi petani. Pada pertanian komersial,
petani di Desa Kucur masih menjual sebagian besar hasil panennya, sementara sisanya
dapat dikonsumsi oleh keluarga.
Kesadaran akan
pentingnya pendidikan
Keterangan:
= Proses perubahan
= Tahun perubahan
Gambar 11. Perubahan Kondisi Sosial pada pertanian komersial
Penambahan pendapatan akhirnya mendorong masyarakat yang ada di Desa
Kucur untuk mau menyekolahkan anaknya walaupun harus ke luar desa akibat
minimnya fasilitas pendidikan di Desa Kucur. Adanya penambahan pendapatan
menyebabkan peningkatan kesadaran petani akan pentingnya pendidikan. Hal ini akan
memperkecil kesenjangan sosial antar masyarakat yang memiliki kemampuan untuk
menempuh pendidikan yang lebih tinggi dan masyarakat lapisan bawah. Seluruh
masyarakat memiliki kesempatan untuk meningkatkan kesejahteraannya dengan
menempuh pendidikan yang lebih baik.
47
tanaman kopi. Naungan yang dulunya menggunakan tanaman lamtoro kini mulai
diganti dengan komoditas dadap. Selain komoditas dadap, petani juga menaungi
tanaman kopi dan cengkeh dengan tanaman kayu seperti sengon basiah.
Penanaman kembali
2007
Kopi, cengkeh, komoditas kopi dan
cabai, sayuran, kayu cengkeh
Program
2011
pengembangan jeruk
Keterangan:
= Proses perubahan
= Tahun perubahan
Gambar 12. Perubahan Komoditas pada Pertanian Modern
Pada tahun 2011, Desa Kucur kembali mendapatkan program dari Dinas
Pertanian untuk pengembangan komoditas jeruk keprok 55. Awalnya, program tersebut
kurang berjalan dengan baik karena banyaknya petani yang kurang tertarik untuk
melakukan usahatani jeruk akibat tingginya resiko terkena virus Citrus Vein Phloem
Degeneration (CVPD). Sebagian kecil petani tetap berusaha untuk melakukan
usahatani jeruk keprok 55 untuk mendukung program pemerintah. Petani yang
melakukan usahatani jeruk kemudian berhasil membuktikan bahwa hasil panen jeruk
lebih baik dari yang sebelumnya. Program pengembangan jeruk ini tetap berjalan dan
semakin mendapatkan perhatian sejak tahun 2016 sehingga terdapat perbedaan tahun
tumbuh antara tanaman yang satu dengan yang lainnya. Beberapa tanaman ada yang
sudah tinggi, namun terdapat juga yang masih pendek karena baru dilakukan
penanaman.
49
menjual ternak yang dimiliki untuk membeli lahan baru sehingga dapat menanam
komoditas tahunan seperti sengon basiah yang tidak membutuhkan perawatan intensif.
Waktu luang yang dimiliki petani akhirnya dapat dimanfaatkan untuk mencari
pekerjaan lain seperti proyek bangunan. Hal ini menyebabkan sulitnya petani pemilik
lahan untuk mencari Sumber Daya Manusia (SDM) yang mau bekerja dalam sektor
pertanian.
Keterangan:
= Proses perubahan
= Tahun perubahan
Gambar 13. Perubahan Input Usahatani pada Pertanian Modern
Pertanian modern harusnya memiliki penggunaan input yang rendah (low input).
Pertanian di Amerika berusaha untuk membentuk petani agar dapat menggunakan
sumberdaya secara efisien dan memiliki biaya usahatani yang rendah. Selain itu,
paradigma masyarakat juga mengalami perubahan menuju suatu kondisi masyarakat
yang peduli terhadap keberlanjutan. Peningkatan produktivitas dari usaha pertanian
konvensial menimbulkan biaya kerusakan yang cukup signifikan terhadap lingkungan
alam. Oleh karena itu, sistem pertanian modern diharapkan dapat berada pada sistem
pertanian berkelanjutan yang dapat memberikan keuntungan secara ekonomi dan aman
51
Pengaktifan kembali
Kelompok tani gemah 2008
kelompok tani gemah
ripah 1 dan 2
ripah 3
Keterangan:
= Proses perubahan
= Tahun perubahan
Gambar 14. Pemanfaatan Kelembagaan pada Pertanian Modern
Selain kelompok tani, Desa Kucur juga sering mendatangkan penyuluh baik dari
Dinas Pertanian maupun dari swasta / Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Penyuluh
akan datang ke Desa Kucur apabila telah dihubungi oleh mantri desa. Petani akan
melapor ke mantri desa apabila mengalami kesulitan dalam hal melakukan budidaya
pertanian. Adapun bantuan untuk bibit, pupuk dan pestisida didapatkan petani melalui
program yang diberikan oleh Dinas Pertanian. Terbatasnya kelembagaan pertanian
menjadi salah satu penyebab lambatnya pergerakan petani di Desa Kucur untuk menuju
pertanian modern. Hal ini menyebabkan petani menjadi lamban untuk mengetahui
inovasi terbaru sehingga hanya melihat perubahan pertanian melalui desa lain yang
berada di sekitarnya.
53
4. Penggunaan Peralatan
Usahatani modern memerlukan adanya teknologi yang selalu berkembang dan
memiliki fungi untuk:
a. Meringankan pekerjaan petani
b. Menaikkan produksi
c. Menurunkan biaya produksi
d. Meminimalkan kerugian yang ditimbulkan oleh hama dan penyakit tanaman
Pemanfaatan peluang peningkatan pendapatan melalui penerapan teknologi baru
biasanya hanya dilakukan oleh petani “lapisan atas” yang memiliki kemampuan. Hal
ini menimbulkan adanya persaingan antara petani “lapisan atas” dengan petani “lapisan
bawah” atau kecil. Petani kecil akan kalah dalam memanfaatkan peluang peningkatan
produksi dan pendapatannya yang pada akhirnya terpaksa menjual lahan pertaniannya
untuk beralih pada kegiatan non pertanian yang memungkinkan untuk memberikan
peluang lebih tinggi dalam hal kenaikan pendapatan. Di sisi lain, petani lapisan atas
yang mampu untuk menguasai teknologi yang semakin efisien justru sakan semakin
memperluas lahan pertaniannnya. Desa Kucur memiliki keterbatasan dalam
meningkatkan teknologi pertanian dan hanya bergantung pada adanya program
pemerintah.
Keterangan:
= Proses perubahan
= Tahun perubahan
Gambar 15. Pemanfaatan Peralatan pada Pertanian Modern
54
5. Orientasi Output
Hingga kini fokus petani di Desa Kucur adalah untuk mendapatkan keuntungan,
namun belum usaha untuk ke arah memaksimumkan keuntungan tersebut. Secara
keseluruhan hasil panen petani sudah dijual ke tengkulak maupun ke pasar. Namun,
produktivitas tanaman yang dihasilkan petani masih dikatakan rendah. Hal ini
dikarenakan kepemilikan lahan petani sangat sempit dan terbagi diberbagai lokasi
sehingga tidak maksimal dalam melakukan usahatani. Usahatani dikatakan mendapat
keuntungan apabila penerimaan petani lebih tinggi dibandingkan dengan biaya input.
Penerimaan didapatkan dari jumlah output dikalikan dengan harga yang ditentukan
oleh tengkulak atau pasar. Semakin tinggi permintaan akan suatu komoditas tertentu,
maka akan semakin meningkatkan nilai jual dari komoditas tersebut. Disisi lain,
apabila petani kurang mendapatkan informasi dan melakukan usahatani dengan
komoditas yang sama, maka akan menimbulkan adanya panen raya sehingga harga
komoditas tersebut akan mengalami penurunan. Oleh karena itu, diversifikasi tanaman
akan mengurangi resiko kegagalan panen dan turunnya nilai jual akan suatu komoditas.
Keterangan:
= Proses perubahan
= Tahun perubahan
Gambar 16. Perubahan Orientasi Output pada Pertanian Modern
Usahatani modern memerlukan informasi harga dan analisis pasar agar dapat
menentukan dengan pasti jenis tanaman yang harus dibudidayakan serta dibandingkan
dengan faktor-faktor produksi yang harus digunakan. Penjualan hasil panen seharusnya
lebih tinggi dibandingkan dengan biaya input yang digunakan. Namun, adanya
56
mendorong petani lain untuk ikut melakukan perubahan. Petani lainnya ingin juga
merasakan keberhasilan dari adanya suatu inovasi. Perkembangan teknologi dari
adanya program pertanian juga tidak memberikan kesenjangan sosial pada masyarakat.
Traktor maupun tosa dapat digunakan oleh seluruh petani melalui peminjaman kepada
kelompok tani. Petani di Desa Kucur juga memiliki hak yang sama untuk mengikuti
program-program dari Dinas Pertanian.
4.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Transformasi Pertanian
Adanya perubahan atau transformasi yang ada di Desa Kucur diikuti oleh alasan
yang berbeda-beda pada setiap perubahannya. Faktor-faktor yang menjadi alasan
perubahan tersebut berasal dalam dalam diri (internal) maupun luar diri (eksternal)
petani yang akan dijelaskan sebagai berikut:
4.3.1. Faktor dari Dalam Diri Petani (Internal)
a. Meningkatnya Kebutuhan Petani
Pada awalnya, petani masih dapat mencukupi kebutuhan sehari-harinya hanya
dengan melakukan usahatani jagung, padi gogo, dan singkong. Hasil usahatani tersebut
tidak dijual namun dikonsumsi sendiri maupun dibagi untuk tetangga sekitar rumah
petani. Namun, semakin meningkatnya zaman, maka kebutuhan petani juga akan
meningkat. Harga bahan-bahan pokok yang meningkat dan biaya pendidikan untuk
anak membuat petani harus melakukan perubahan pada kegiatan usahataninya. Salah
satu cara yang dilakukan petani untuk menambah keuntungan adalah dengan
membudidayakan tanaman komersial. Hal tersebut diharapkan petani dapat menambah
pendapatannya untuk mampu memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Tidak hanya
pada sisi komoditas saja, namun juga sistem budidayanya seperti penggunaan mulsa
serta cara pengendalian hama dan penyakit. Perubahanan sistem budidaya diharapkan
dapat menghasilkan peningkatan hasil produk pertanian yang juga berkualitas sehingga
menghasilkan nilai jual yang tinggi di pasar.
b. Kepemilikan lahan petani
Luasan lahan juga ikut mempengaruhi keputusan petani untuk melakukan
perubahan. Petani dengan lahan yang sempit cenderung tidak ingin langsung menerima
adanya perubahan baru. Sebagian besar petani yang ada di Desa Kucur memiliki lahan
58
mengalami fluktuasi sehingga harga jual tidak dapat dipastikan meskipun sebelumnya
kondisi permintaan di pasar tinggi.
b. Keadaan Lingkungan
Pengambilan keputusan petani untuk melakukan transformasi pertanian dapat
dipengaruhi oleh lingkungan sekitar seperti tetangga rumah. Tetangga merupakan
orang-orang yang memiliki keterikatan dan berada dalam suatu geografis tertentu.
Pengaruh pengambilan keputusan tersebut dapat terjadi secara positif apabila tetangga
yang dimiliki oleh petani tersebut telah berhasil melakukan perubahan pada sektor
pertanian. Petani yang lebih dulu melakukan transformasi akan menerapkan perubahan
sistem usahatani tersebut pada lahan yang dimilikinya, kemudian akan mendorong
petani lain untuk mengikutinya. Pengambilan keputusan ini terjadi secara bertahap
yang dimulai dari adanya keberanian untuk mencoba dan mengevaluasi hasil
percobaan tersebut. Apabila transformasi pertanian yang dilakukan memberikan
keuntungan, maka petani tersebut akan menerapkannya pada lahan yang lebih luas dan
akan mempengaruhi petani lain yang berada di sekitar rumahnya. Pengaruh lingkungan
sangat tinggi bagi keputusan petani di Deda Kucur. Hal ini dikarenakan pola pikir
masyarakat yang masih rendah sehingga apabila ingin mengubah sistem usahataninya,
mereka cenderung membutuhkan bukti dari adanya suatu perubahan.
c. Kebijakan Pemerintah
Kebijakan pemerintah dalam hal pembangunan pertanian menjadi penentu yang
sangat berpengaruh terhadap transformasi pertanian di Desa Kucur. Menurut
Mardikanto (2009), kebijakan pemerintah haruslah dapat memotivasi seluruh pelaku
yang berhubungan dengan pembangunan pertanian. Pemeritah tidak hanya
mementingkan kepentingan petani, namun juga kepada para pelaku agribisnis.
Kebijakan tersebut harus benar-benar ditujukan untuk perbaikan kesejahteraan
masyarakat luas. Pada masa kepemimpinan pak “T” sebagai Kepala Desa, terdapat
program peghijauan sengon basiah oleh Dinas Kehutanan dengan tujuan untuk
meningkatkan kualitas lingkungan hidup. Program tersebut memberikan bibit sengon
sehingga mendorong petani di Desa Kucur secara perlahan mulai melakukan usahatani
sengon. Sebagian besar petani di Desa Kucur sampai saat ini masih melakukan
60
pengendalian hama di lapang dengan pupuk organik. Petani juga diberi pengetahuan
tentang cara pembuatan pupuk cair. Apabila petani mengalami kesulitan dilapang,
maka petani akan menanyakannya ke penyuluh sehingga penyuluh dapat membantu
untuk mengatasi permasalahannya seperti adanya hama atau penyakit baru pada
tanaman. Saat ini, peran penyuluh sudah bisa dijalankan melalui kelompok tani yang
sudah terbentuk di desa Kucur yakni Kelompok tani Gemah Ripah 1, Gemah Ripah 2,
dan Gemah Ripah 3.
e. Kemajuan Teknologi
Peningkatan kebutuhan hidup masyarakat juga menyebabkan semakin
berkembangnya teknologi yang berguna untuk mempermudah pekerjaan manusia. Hal
ini juga terjadi pada sektor pertanian di Desa Kucur. Petani yang awalnya hanya
menggunakan cangkul dan sapi untuk pengolahan lahan, kini mendapatkan bantuan
dari pemerintah. Bantuan tersebut yaitu pemberian traktor yang bertujuan untuk
membantu pekerjaan pengolahan lahan petani menjadi lebih cepat. Dinas Pertanian
memberikan alat berupa traktor melalui kelompok tani untuk kemajuan pertanian di
Desa Kucur. Namun, hal tersebut tidak dapat terealisasi dengan baik akibat lahan yang
yang ada di Desa Kucur merupakan lahan miring. Selain itu, sebagian besar petani juga
telah menerapkan penggunaan mulsa untuk lahannya. Penggunaan mulsa dilakukan
petani untuk dapat menjaga kelembaban tanah dan menekan adanya pertumbuhan
gulma sehingga hasil budidaya diharapkan dapat meningkat. Program pemerintah
dengan menerapkan pengembangan tanaman jeruk di Desa Kucur juga memberikan
alat baru berupa tosa. Tosa merupakan kendaraan roda tiga yang berguna untuk
mengangkut hasil panen petani. Tosa juga diberikan melalui kelompok-kelompok tani
yang ada di Desa Kucur.
4.4. Ciri-Ciri Petani yang Melakukan Transformasi Pertanian di Desa
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa transformasi pertanian di Desa
Kucur terjadi secara bertahap. Saat ini petani di Desa Kucur masih dalam proses
perubahan menuju pertanian modern. Dusun Turi, Godehan, Klampok, dan Klaseman
lebih memilih untuk bertahan pada sistem usahatani yang tradisional. Petani di dusun
tersebut lebih memilih untuk bekerja pada proyek bangunan yang dianggap lebih
62
Desa Kucur mulai memiliki pemikiran yang lebih jauh ke depan contohnya petani-
petani yang ada di dusun Sumberbendo. Pertimbangan dengan melihat keberhasilan
dari adanya perubahan menuju pertanian yang lebih modern mendorong petani untuk
mau menerima hal baru yang akan berdampak pada kemajuan sektor pertanian di Desa
Kucur. Cara pandang ini juga dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan yang dimiliki
petani. Apabila tingkat pendidikan petani semakin tinggi, maka cara berpikir petani
tersebut juga akan semakin luas. Ia akan mulai berpikir untuk meningkatkan hasil
produksinya dengan cara menerima perubahan. Perubahan komoditas maupun sistem
budidaya terbaru membantu petani untuk dapat meningkatkan pendapatannya. Hal ini
disebabkan oleh karena penanaman komoditas komersial yang mampu memberikan
tambahan pendapatan bagi petani. Pergantian komoditas baru juga menyebabkan
adanya perbedaan pada sistem budidaya. Oleh karena itu petani akan
mempertimbangkan cara usahatani terbaru untuk tetap memaksimalkan hasil
usahataninya.
4.4.3. Petani yang berani mengambil resiko (risk)
Inovasi atau ide-ide baru yang muncul akan dapat diterima oleh petani yang
berkeinginan untuk melakukan transformasi pertanian. Keinginan tersebut
menunjukkan adanya petani yang berani untuk mengambil resiko. Sebagian besar
petani di Desa Kucur tidak mau menerima inovasi baru sebelum adanya bukti
keberhasilan akibat perubahan tersebut. Dusun yang paling mayoritas petaninya berani
untuk mengambil resiko dalam bertani adalah dusun Sumberbendo. Petani yang ada di
dusun Sumberbendo cenderung lebih cepat melakukan transformasi pertanian dengan
menerima adanya inovasi atau ide-ide baru yang dapat memajukan sistem pertanian.
Program-program yang ada di Desa Kucur seperti program penghijauan dan
pengembangan jeruk lebih dominan diterapkan pada dusun Sumberbendo.
Dusun lainnya seperti Turi dan Klaseman kurang memiliki ketertarikan pada
sektor pertanian. Hal ini dikarenakan tidak ada kejelasan maupun kepastian keuntungan
pada sektor pertanian, sehingga tidak menginginkan adanya transformasi pertanian.
Kepala dusun Turi yakni pak “S” memberikan pernyataan sebagai berikut.
64