Anda di halaman 1dari 37

IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Desa Kucur

4.1.1. Sejarah Desa Kucur


Desa Kucur merupakan sebuah desa di wilayah Kecamatan Dau, Kabupaten
Malang, Provinsi Jawa Timur yang memiliki 7 dusun atau pedukuhan yaitu Godehan,
Ketohan, Klaseman, Klampok, Krajan, Sumberbendo dan Turi. Awalnya desa tersebut
merupakan kawasan hutan belantara sampai akhirnya ditemukan oleh Mbah Rohmat
dan Mbah Sadimin. Sampai saat ini tidak ada yang mengetahui asal usul Mbah Rohmat
dan Mbah Sadimin, namun mereka beserta keluarganya melakukan babat alas hingga
akhirnya berkembang menjadi sebuah perkampungan atau pedesaan. Kata “babat alas”
berasal dari bahasa Jawa yang berarti penebangan hutan dengan tujuan membuka lahan
yang baru. Selain itu, belum diketahui pula tahun berdirinya Desa Kucur tersebut.
Tabel 1. Nama – Nama Kepala Desa Kucur dari Sebelum Merdeka Hingga Sekarang
No Nama Dusun Tahun Keterangan
1 Sudiro Krajan Sebelum Merdeka Kepala Desa
2 Singo Setro Krajan Sebelum Merdeka Kepala Desa
3 Wardi Godehan Sebelum Merdeka Kepala Desa
4 Aski/ Selo Sumberbendo Sebelum Merdeka Kepala Desa
5 Lasmo Krajan Sebelum Merdeka Kepala Desa
6 Nurahmat - Sebelum Merdeka Pj. Kepala Desa
7 Rusibat Krajan 1945 - 1958 Kepala Desa
8 Singo Dermo Sumberbendo 1958 – 1970 Pj. Kepala Desa
Krajan/
9 Surono 1970 – 1989 Kepala Desa
Klampok
10 Yasman - 1989 – 1991 Pj. Kepala Desa
11 Sukiono Krajan 1991 – 1999 Kepala Desa
Krajan/
12 Toha 1999 – 2007 Kepala Desa
Klampok
13 Abdul Karim Krajan 2007 – sekarang Kepala Desa
Sumber : Statistik Desa Kucur tahun 2016

Nama Desa Kucur diperoleh dari cerita mengenai sumber mata air yang mengalir
dibawah lereng Gunung Sari yang digunakan oleh masyarakat untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari seperti memasak dan mandi. Mata air diperoleh dengan
menggunakan alat sederhana berupa bambu sebagai jalannya aliran air. Apabila
30

masyarakat ingin memasak atau mandi, maka mereka akan turun (Ngelucur) ke bawah
pancuran bambu sehingga tempat tersebut dinamakan Desa Kucur.
Desa Kucur dipimpin oleh petinggi/ lurah dimulai dari sebelum merdeka hingga
saat ini yang terlihat pada Tabel 1. Selama pergantian tersebut terdapat sejarah
mengenai perkembangan pembangunan yang ada di Desa Kucur yang dapat dilihat
pada lampiran 2. Setiap tahunnya Desa Kucur mengalami perkembangan melalui
adanya pembangunan gedung maupun perbaikan jalan. Pembangunan tersebut
mengakibatkan adanya pencabutan “Desa Tertinggal” pada Desa Kucur.
4.1.2. Kondisi Geografis
Secara geografis, letak Desa Kucur berada pada posisi 7°57’44,59” Lintang
Selatan dan 112°33’06,77” Bujur Timur dengan topografi ketinggian desa adalah
dataran tinggi yakni sekitar 2.494 m di atas permukaan laut. Peta Desa Kucur yang
terbagi atas beberapa dusun dapat dilihat pada lampiran 1(a). Bagian utara Desa Kucur
berbatasan dengan Petung Sewu dan Karang Widoro, bagian barat berbatasan dengan
hutan, bagian selatan berbatasan dengan Desa Dalisodo Kecamatan Wagir, dan bagian
timur berbatasan dengan Desa Kalisongo dan Desa Pandan Landung. Desa Kucur
terbagi atas 7 dusun atau “peduguhan” yakni Turi, Krajan, Klampok, Ketohan,
Godehan, Klaseman, dan Sumberbendo.
Lahan yang ada di Desa Kucur dimanfaatkan untuk beberapa hal seperti pada
Tabel 2. Banyaknya lahan yang tersedia untuk sektor pertanian mengakibatkan
banyaknya penduduk yang ada di Desa Kucur bekerja sebagai petani. Berdasarkan data
yang ada, maka dapat diperhitungkan persentase dari penggunaan lahan. Penggunaan
lahan pada sektor pertanian lebih tinggi yakni sebesar 80 % dari keseluruhan lahan di
Desa Kucur. Hal ini menunjukkan bahwa sektor pertanian masih sangat berpengaruh
untuk peningkatan kesejahteraan penduduk Desa Kucur. Kondisi wilayah Desa Kucur
berupa dataran tinggi dan memiliki lahan tanah kering berdampak pada sektor
pertanian yang hanya mampu mengandalkan curah hujan.
31

Tabel 2. Pemanfaatan Lahan di Desa Kucur Tahun 2015


Pemanfaatan Luas Lahan Persentase
No
Lahan (Ha) (%)
1 Pemukiman 136.050 18,97
2 Pertanian 571.530 79,71
3 Fasilitas umum
a. Sekolah
b. Peribadatan 2.520 0,35
c. Tempat 3.600 0,50
pemakaman 3.300 0,46
umum
Jumlah 717.000 100
Sumber : Statistik Desa Kucur tahun 2016

Hal ini menyebabkan sebagian petani berpindah ke sektor non pertanian.


Sebagian penduduk yang masih bekerja sebagai petani mengandalkan beberapa hasil
pertanian seperti jagung, cabe merah, cabe kecil, kacang tanah, tebu, dan ubi kayu.
Selain itu terdapat juga tanaman kayu seperti sengon dan jabon. Petani juga memilih
untuk beternak sapi dan kambing untuk menambah penghasilannya.
4.1.3. Demografis Desa Kucur
1. Banyaknya Penduduk Desa Kucur Berdasarkan Golongan Usia
Banyaknya penduduk yang ada di Desa Kucur berdasarkan golongan usia terbagi
atas beberapa kelompok seperti pada Tabel 3.

Tabel 3. Golongan Usia Berdasarkan Jumlah Penduduk Tahun 2015


Golongan Usia Jumlah Persentase
(tahun) Penduduk (%)
(orang)
0–5 450 7,81
6 – 10 464 8,05
11 - 20 875 15,18
21 – 40 1852 32,13
41 – 60 1557 27,01
61 – 80 518 8,99
81 – 100 46 0,80
101 – 120 2 0,03
Jumlah 5764 100
Sumber : Statistik Desa Kucur tahun 2016
32

Berdasarkan data yang ada, jumlah penduduk yang paling banyak mendominasi
di Desa Kucur adalah pada usia produktif yakni golongan usia 21 – 40 tahun sebanyak
1.852 orang (32,13 %). Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk yang ada
di Desa Kucur berada pada usia yang bekerja secara produktif dan mampu menerima
informasi serta hal-hal baru untuk dapat meningkatkan kesejahteraan hidupnya.
Keadaan ini dapat mendorong tingginya potensi Sumber Daya Manusia (SDM) yang
dapat diberdayakan untuk kemajuan perkembangan Desa Kucur.

2. Status Pekerjaan Penduduk Desa Kucur


Status pekerjaan penduduk yang ada di Desa kucur terbagi atas beberapa sektor
diantaranya adalah pertanian, jasa/ perdagangan, industri, dan lain lain seperti yang
terdapat pada Tabel 4. Mayoritas penduduk yang ada di Desa Kucur bekerja dalam
sektor pertanian yang berjumlah 1.231 (21,36%) dengan profesi sebagai petani. Selain
sektor pertanian, pekerjaan lainnya yang dilakukan masyarakat Desa Kucur adalah
sebagai bidan, Tenaga Kerja Indonesia (TKI), pensiunan, dan sebagainya.

Tabel 4. Status Pekerjaan Penduduk di Desa Kucur Tahun 2015


Jumlah
No Status Pekerjaan Penduduk Persentase
(Jiwa) (%)
1 Belum bekerja 889 15,42
2 Ibu Rumah Tangga 531 9,21
3 Masih pelajar / mahasiswa 891 15,46
4 PNS 18 0,31
5 Pedagang 211 3,66
6 Pertanian 2258 39,17
7 Peternak 11 0,19
8 Industri 2 0,03
9 Guru 30 0,52
10 Buruh pabrik 482 8,36
11 Kepala desa 1 0,02
12 Wiraswasta 48 0,83
13 Lainnya 392 6,80
Jumlah 5764 100
Sumber : Statistik Desa Kucur tahun 2016

Pada awalnya Desa Kucur masuk ke dalam kategori desa tertinggal, namun pada
tahun 2012 ungkapan tersebut sudah tidak berlaku. Menurut Pak Karim sebagai Kepala
33

Desa Kucur, sektor pertanian berperan penting dalam peningkatan perekonomian


penduduk di Desa Kucur semakin. Sektor pertanian sudah menjadi warisan dari nenek
moyang yang sampai saat ini semakin dikembangkan sebagai salah satu penghasilan
bagi penduduk Desa Kucur. Hal ini dikarenakan sebagian besar lahan yang dimiliki
petani merupakan lahan milik orangtuanya. Menurut informan yang merupakan salah
satu kepala dusun di Desa Kucur bahwa lahan yang dimiliki petani semakin kecil dan
terpisah-pisah dikarenakan lahan tersebut merupakan warisan dari orangtua dan dibagi
untuk keluarga yang lainnya.
Desa Kucur memiliki 7 dusun yaitu dusun Krajan, Sumberbendo, Klampok, Turi,
Klaseman, Godehan, dan Ketohan. Dusun Sumberbendo merupakan dusun yang
menjadi sentra pertanian di desa Kucur karena sebagian besar penduduk Sumberbendo
bekerja sebagai petani. Dusun lainnya hanya menjadikan sektor pertanian sebagai
penghasilan sampingan karena lebih fokus untuk bekerja di luar sektor pertanian seperti
proyek bangunan. Bagi mereka, pendapatan dari luar sektor pertanian lebih menjamin
dan pasti daripada sektor pertanian. Desa Kucur mempunyai kebijakan untuk tidak
memperbolehkan adanya pembangunan industri di lahan pertanian, sehingga penduduk
yang memiliki lahan pertanian tetap melakukan kegiatan pertanian meskipun beberapa
dari mereka tidak merawatnya.
3. Tingkat Pendidikan Penduduk di Desa Kucur
Pendidikan merupakan salah satu hal yang dapat mendorong tingkat
kesejahteraan masyarakat serta mendorong peningkatan perekonomian. Semakin
tingginya tingkat pendidikan, maka penyerapan informasi dan teknologi baru
diharapkan akan berkembang dengan cepat dan mudah. Jumlah penduduk berdasarkan
tingkat pendidikannya disajikan dalam Tabel 5. Tingkat pendidikan masyarakat yang
tertinggi di Desa Kucur adalah yaitu lulusan SD sebanyak 2.307 orang (40%),
sedangkan persentase terendah yakni pada lulusan sarjana sebanyak 84 orang (2%).
34

Tabel 5. Tingkat Pendidikan Penduduk di Desa Kucur Tahun 2015


Tingkat Jumlah Persentase
No
Pendidikan (orang) (%)
1 Lulusan Sarjana 84 1,46
2 Lulusan SLTA 288 5,00
3 Lulusan SMP 937 16,26
4 Lulusan SD 2307 40,02
5 Masih SD 530 9,20
6 Tidak Tamat SD 699 12,13
7 Tidak Sekolah 389 6,75
8 Belum Sekolah 530 9,20
Jumlah 5764 100
Sumber : Statistik Desa Kucur tahun 2016

Hal ini memperlihatkan bahwa kesadaran akan pentingnya pendidikan di Desa


Kucur masih rendah. Salah satu penyebab dari rendahnya tingkat pendidikan di Desa
Kucur yakni karena kurangnya sarana dan prasarana pendidikan yang ada. Penyebab
lain yang muncul dapat diakibatkan dari kurangnya ekonomi masyarakat dan masih
adanya pandangan hidup masyarakat akan mahalnya biaya pendidikan.

4.2. Proses Perubahan (Transformasi) Pertanian di Desa Kucur


Secara garis besar, proses transformasi pertanian yang terjadi di Desa Kucur
dapat dilihat pada gambar 4.
4.2.1. Pertanian Subsisten
Petani di Desa Kucur tidak secara bersamaan mengalami transformasi
pertanian. Pada awalnya, pertanian di Desa Kucur didominasi oleh komoditas pangan
yang menjadi konsumsi sehari-hari penduduk desa. Komoditas yang diusahakan saat
itu adalah jagung, singkong dan padi. Ketiga komoditas tersebut dibudidayakan secara
tumpangsari untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari penduduk yang ada di Desa
Kucur. Usahatani padi gogo menjadi pilihan petani karena lahan yang ada di Desa
Kucur merupakan lahan kering. Padi gogo tidak membutuhkan banyak air dan juga
memiliki pengolahan yang cukup mudah. Pemenuhan kebutuhan pangan tersebut juga
didorong dengan adanya usahatani jagung dan singkong.
35

Pertanian Tradisional

1. Fokus pada Komoditas pangan


2. Produktivitas rendah
3. Menggunakan modal sendiri
4. Tanah dan tenaga kerja keluarga merupakan faktor dominan
5. Menggunakan bibit lokal
6. Menggunakan pupuk organik
7. Menggunakan peralatan sederhana seperti cangkul
8. Lemahnya peran kelompok tani
9. Hasil budidaya dikonsumsi untuk keluarga
10. Keterbatasan infrastruktur

Pertanian Komersial

1. Penambahan komoditas komersial seperti kopi, cengkeh, tebu,


cabai, bawang, sayuran, dan kayu
2. Peminjaman modal melalui bank
3. Mulai menggunakan sebagian tenaga kerja dari luar keluarga
4. Menggunakan pupuk dan pestisida kimia
5. Mulai mengikuti kelompok tani
6. Menggunakan kompresor
7. Menjual sebagian besar hasil usahatani
8. Munculnya kesadaran akan pentingnya pendidikan

Menuju Pertanian Modern

1. Penanaman jeruk melalui program pengembangan jeruk


keprok 55
2. Penggunaan mulsa
3. Peminjaman modal melalui juragan
4. Mulai meningkatnya peran kelompok tani
5. Penggunaan mesin peralatan seperti traktor dan tosa
6. Hasil panen dijual secara keseluruhan
7. Peningkatan pembangunan infrastruktur

Gambar 4. Proses Transformasi Pertanian di Desa Kucur


36

Hasil usahatani secara keseluruhan akan dikonsumsi oleh petani. Apabila hasil
tersebut melebihi dari kebutuhan pangan keluarga, maka petani akan menukarkan hasil
panen yang ada untuk tetangga lainnya yang membutuhkan. Penukaran dapat dilakukan
dengan hasil panen yang lain maupun kebutuhan pokok seperti gula, bubuk teh, dan
yang lainnya. Pertanian di Desa Kucur saat itu hanya difokuskan untuk pemenuhan
kebutuhan hidup keluarga. Petani pada masa pertanian subsisten mengandalkan modal
sendiri untuk melakukan usahatani. Selain itu petani juga mendapatkan saprodi melalui
cara yang sederhana. Bibit yang didapatkan melalui hasil panen sebelumnya akan
dimanfaatkan untuk usahatani selanjutnya. Selain itu pupuk yang digunakan juga masih
pupuk kandang yang berasal dari kotoran ternak milik petani. Sejak dahulu, petani
sudah secara turun-temurun memelihara ternak untuk mendapatkan penghasilan guna
memenuhi kebutuhan hidupnya. Ternak yang dipelihara oleh penduduk adalah sapi,
ayam, bebek, dan kambing. Kotoran dari ternak akan digunakan untuk penambahan
unsur hara pada lahan pertanian milik petani secara organik.
Fokus utama sektor pertanian hanya untuk pemenuhan kebutuhan pangan
keluarga, sehingga petani tidak mementingkan jumlah produktivitas yang akan
dihasilkan. Apabila kebutuhan keluarga sudah terpenuhi, hal tersebut sudah cukup bagi
petani. Rendahnya produktivitas yang dihasilkan petani dipengaruhi oleh cara
pembudidayaan yang dilakukan oleh petani. Penggunaan peralatan sederhana masih
melekat pada petani di Desa Kucur. Mayoritas petani masih menggunakan cangkul,
namun petani yang memiliki lahan datar dapat menggunakan bajak untuk melakukan
pengolahan lahan. Selain itu, penanaman, perawatan, hingga panen akan dilakukan
sendiri oleh petani secara manual. Perawatan yang dilakukan adalah pembersihan
gulma yang ada di sekitar tanaman pokok. Gulma dibersihkan dengan tujuan agar tidak
mengalami perebutan unsur hara dan sinar matahari dengan tanaman utama. Tenaga
kerja berasal dari dalam keluarga akibat dari masih sedikitnya komoditas yang
diusahakan oleh petani. Tenaga kerja tersebut dapat berasal dari istri maupun anak
petani.
37

Desa Kucur pada masa pertanian subsisten sudah mengenal adanya


kelembagaan seperti kelompok tani. Kelompok Tani yang ada di Desa Kucur terdiri
dari tiga kelompok yakni Gemah Ripah 1, Gemah Ripah 2, dan Gemah Ripah 3.
Adanya kelompok tani saat itu belum memiliki peran aktif bagi petani di Desa Kucur
karena kurang tertariknya petani untuk menjadi anggota kelompok. Hal ini
mengakibatkan petani harus mengusahakan lahannya dengan kondisi seadanya. Petani
akan mampu megolah lahannya apabila petani tersebut memiliki modal meskipun
dengan kondisi yang terbatas. Modal yang dimiliki petani masih rendah sehingga
usahatani yang dilakukan juga sedikit. Petani hanya melakukan usahatani sebatas
pemenuhan kebutuhan pangan sendiri. Selain keterbelakangan sektor pertanian, Desa
Kucur juga memiliki keterbatasan infrastruktur seperti jalan maupun fasilitas untuk
pendidikan sehingga menjadikan Desa Kucur masuk ke dalam kategori Inpres Desa
Tertinggal (IDT).
4.2.2. Pertanian Komersial
Sektor pertanian menjadi mata pencaharian utama bagi penduduk di Desa Kucur.
Adanya peningkatan kebutuhan penduduk mendorong petani yang ada di Desa Kucur
untuk mengubah sistem usahatani dengan tujuan menambah pendapatan keluarga.

1. Komoditas

Perubahan yang paling utama dilakukan adalah pergantian komoditas komersial,


namun memiliki perawatan yang kurang intensif. Petani mulai menanam tanaman
tahunan seperti kopi dan cengkeh dengan tujuan menjual hasil panennya untuk
mendapatkan keuntungan. Kopi dan cengkeh ditanam dibawah naungan tanaman
lamtoro. Perubahan tersebut mulai terjadi pada awal masa orde baru. Menurut pak
Tamcir yang merupakan salah satu petani di dusun Krajan, awal penanaman cengkeh
dan kopi dimulai pada tahun 1978.

“Petani menanam kopi dan cengkeh itu mulai tahun 1978 tapi gak
bertahan lama karena ada angin kencang yang membuat tanaman
roboh. Ada juga kutu loncat yang menyerang tanaman lamtoro
38

sehingga kopi dan cengkeh mengalami kerusakan tertimpa oleh


tanaman lamtoro yang rusak”

Pertanian Subsisten Pertanian Komersial

Padi Gogo,
Singkong, dan Kopi dan Cengkeh 1978
Jagung

Tebu 1987

Cabai, bawang dan Sayur 1996

Ditebangya tanaman
1997
kopi dan cengkeh

Kayu 1999

Keterangan:
= Proses perubahan
= Tahun perubahan
Gambar 5. Perubahan komoditas pada pertanian komersial

Selain itu, pak Misliman sebagai kepala dusun Turi juga menyatakan bahwa
tahun 1997 tanaman cengkeh dibongkar semua akibat komoditas cengkeh tidak laku
karena kebijakan pemerintah. Keberhasilan penanaman kopi dan cengkeh tidak
bertahan lama semenjak adanya kebijakan pemerintah untuk menurunkan harga
cengkeh dengan tujuan mengurangi konsumsi rokok di Indonesia dan mengakibatkan
petani mengalami kerugian. Selain itu, tanaman lamtoro sebagai naungan mengalami
kerusakan akibat serangan kutu loncat dan akhirnya merusak tanaman kopi dan
39

cengkeh. Sejak saat itu, sebagian besar petani mulai memberhentikan penanaman
cengkeh dan kopi.
Transformasi pertanian di Desa Kucur terus berlangsung ketika petani menanam
komoditas tebu yang mengakibatkan adanya perawatan ke arah semi intensif. Menurut
pak Misliman selaku kepala dusun Turi, masuknya komoditas tebu ke Desa Kucur ialah
pada tahun 1987. Melalui pengamatan yang dilakukan di Desa Kucur, diketahui bahwa
dusun yang paling dominan menanam komoditas tebu adalah Turi, Ketohan, dan
Godehan.
Desa Kucur mulai beranjak menuju pertanian yang memerlukan perawatan yang
cukup intensif. Tanaman yang dibudidayakan petani adalah tanaman hortikultura
seperti cabai, bawang, dan sayuran. Perubahan komoditas hortikultura terjadi pada
tahun zaman Soeharto (1967 – 1998). Keberhasilan dari tanaman cabai tersebut dapat
terlihat pada zaman Habibie (1998 – 1999). Saat itu, petani telah berhasil melakukan
usahatani cabai dengan hasil panen yang cukup baik. Petani di Desa Kucur juga
melakukan penanaman kayu-kayuan seperti sengon basiah dan durian. Bapak Toha
selaku Kepala Desa tahun 1999 – 2007, memberikan penjelasan sebagai berikut.

“Sewaktu saya menjadi Kepala Desa, yang ada itu hanya program
penghijauan dengan menanam komoditas sengon basiah dan durian.
Saat itu, program penghijauan khususnya durian dipusatkan di dusun
Klampok.”

Penanaman sengon basiah memiliki nilai jual yang cukup tinggi dan telah ada
sejak pak Toha menjabat sebagai Kepala Desa. Ada 3 jenis dari sengon basiah yakni
putih, kuning, dan merah. Sengon basiah putih memiliki masa pertumbuhan yang lebih
cepat yakni 4 tahun, sedangkan sengon basiah kuning memiliki masa pertumbuhan 5-
6 tahun. Sengon basiah merah lebih lama dari jenis lainnya yakni mencapai 7-8 tahun,
namun kayunya lebih kuat dan keras sehingga sering digunakan untuk pembuatan
rumah. Petani pada saat itu juga telah melakukan usahatani jeruk peras, namun kurang
menjadi fokus utama petani di Desa Kucur karena resiko tingginya terserang virus
Citrus Vein Phloem Degeneration (CVPD). Virus tersebut merupakan penyakit yang
40

merusak tanaman jeruk secara perlahan. Virus ini disebabkan karena kerusakan
pembuluh floem pada tanaman yang mengakibatkan bahan makanan yang diolah pada
daun tidak dapat disalurkan ke seluruh bagian tanaman. Perhatian petani kemudian
difokuskan lebih besar pada usahatani hortikultura. Usahatani tanaman cabai, bawang
dan sayuran membutuhkan perawatan yang lebih intensif dibandingkan dengan
tanaman sengon dan tebu.
2. Input Usahatani
Sistem pertanian komersial menyebabkan petani semakin mengembangkan
penerapan pola tanam tumpangsari untuk mendapatkan hasil usahatani yang lebih
beragam. Adanya diversifikasi komoditas yang dibudidayakan petani dipengaruhi oleh
modal yang dimiliki petani. Pada sistem pertanian komersial, petani mulai
mendapatkan peminjaman modal melalui program bank BRI berupa Kredit Usaha
Rakyat (KUR). Program tersebut memberikan peminjaman sebesar Rp 600 juta untuk
1 kelompok petani yang terdiri dari 12 orang dengan mengatasnamakan 2 orang petani.
Pembayaran dapat diangsur sebanyak 6 bulan sekali sampai lunas.

Gambar 6. Contoh Komoditas Cabai untuk Pembibitan


Komoditas cabai dan sayuran memerlukan perawatan yang intensif. Petani harus
melakukan pemupukan, penyiangan maupun penyemprotan untuk mendapatkan hasil
yang maksimal. Oleh karena itu, petani memerlukan tenaga kerja dari luar keluarga
untuk membantunya dalam melakukan usahatani. Tenaga kerja tersebut didapatkan
dari tetangga-tetangga sekitar rumah petani pemilik lahan dengan upah yang diberikan
sekitar Rp 30.000 – Rp 35.000 dengan tambahan makan siang dalam waktu setengah
hari atau sampai jam 12.00 WIB. Namun, ketika waktunya panen petani akan bekerja
41

hingga sore hari dan akan dilanjutkan keesokan harinya apabila belum terselesaikan.
Usahatani cabai dan sayuran memerlukan pupuk dan pestisida kimia sehingga petani
mulai melakukan pembelian pupuk dan pestisida kimia ke toko pertanian. Menurut pak
Sanoto sebagai kepala dusun Ketohan, petani mulai menggunakan pupuk dan pestisida
kimia pada tahun 1997. Pada awal sistem pertanian komersial, petani masih
menggunakan bibit lokal yang dibuat sendiri dengan memanfaatkan hasil panen
sebelumnya seperti komoditas cabai pada gambar 6. Petani memilih beberapa cabai
yang cocok dijadikan bibit. Cabai tersebut kemudian dijemur dan digiling sehingga
didapatkan bijinya untuk dijadikan bibit.

Pertanian Subsisten Pertanian Komersial

Menggunakan
Peminjaman modal
modal sendiri 1990-an

Menggunakan bibit lokal Menggunakan bibit lokal

Menggunakan tenaga Mulai meggunakan


kerja dari dalam tenaga kerja dari luar 1990-an
keluarga keluarga
Menggunakan pupuk Menggunakan pupuk 1997
kandang dan pestisida kimia

Keterangan:
= Proses perubahan
= Tahun perubahan
Gambar 7. Perubahan Input Usahatani pada Pertanian Komersial
42

Setelah komoditas cabai, kemunculan program penghijauan menyebabkan


semakin meningkatnya petani yang berkeinginan untuk membeli lahan baru yang
difokuskan untuk penanaman sengon basiah. Gambar 7 menunjukkan bahwa modal
yang awalnya berasal dari petani, kemudian mulai berkembang melalui adanya
peminjaman modal melalui bank. Selain itu petani juga mulai menjual ternak yang
dimiliki untuk pembelian lahan. Petani beranggapan bahwa dengan menanam
komoditas sengon basiah, mereka akan mendapat keuntungan yang lebih tinggi.
Sengon basiah tidak memerlukan perawatan yang intensif sehingga petani dapat
mengisi waktu luangnya untuk melakukan pekerjaan di luar sektor pertanian seperti
proyek bangunan.
3. Pemanfaatan Kelembagaan
Sejak awal mula pertanian, Desa Kucur telah memiliki tiga kelompok tani yaitu
gemah ripah 1, gemah ripah 2, dan gemah ripah 3.

Pertanian Subsisten Pertanian Komersial

Kelompok tani Gemar Penambahan


Ripah 1, Gemah Ripah 2, kelompok tani
1984
Gemah Ripah 3 kopi

Fakumnya kelompok
tani gemah ripah 3

Keterangan:
= Proses perubahan
= Tahun perubahan
Gambar 8. Pemanfaatan Kelembagaan pada Pertanian Komersial
Berdasarkan hasil wawancara dengan 14 informan, terdapat sekitar 65% petani
belum memiliki keinginan untuk mengikuti kelompok tani karena merasa tidak akan
43

mendapatkan manfaat. Oleh karena itu, kelompok tani yang ada di Desa Kucur tidak
dapat berkembang dengan baik. Adanya penambahan komoditas kopi menyebabkan
munculnya kelompok tani baru yang dikhususkan untuk tanaman kopi. Kelompok tani
kopi tersebut aktif pada tahun 1984. Namun, pada saat itu komoditas kopi tersebut tidak
bertahan lama dikarenakan robohnya tanaman pelindung kopi yakni lamtoro akibat dari
serangan kutu loncat. Robohnya tanaman pelindung akhirnya merusak tanaman yang
dinaungi seperti kopi. Tanaman kopi juga tidak dapat bertahan pada sinar matahari
sehingga banyak yang rusak. Selain itu pada awal masa penanaman cabai dan sayuran,
kelompok tani gemah ripah 3 dinyatakan fakum akibat kurangnya partisipasi dari
petani.
Pertanian komersial seharusnya memiliki kelembagaan dalam pemasaran hasil
pertanian karena sistem pertanian ini memiliki titik tumpu pada penjualan hasil panen
yang dapat memberikan keuntungan. Oleh karena itu, pasar yang dituju juga harus jelas
dan memberikan kepastian dan keberlanjutan bagi petani. Hingga kini, tidak adanya
kelembagaan untuk hasil pertanian menyebabkan petani masih menjual hasil
pertaniannya ke pasar lokal dan tengkulak. Petani hanya mengikuti harga yang telah
ditetapkan oleh tengkulak dan pasar hingga akhirnya terkadang mengalami kerugian
karena biaya produksi yang lebih besar dibandingkan dengan pendapatan.
4. Penggunaan Peralatan Pertanian
Perubahan pertanian menuju sistem pertanian komersial tidak banyak
berpengaruh pada penggunaan mekanisasi. Saat itu petani masih tetap menggunakan
peralatan usahatani seperti cangkul dan bajak untuk pengolahan lahan. Penambahan
peralatan hanya terjadi pada proses penyemprotan pestisida kimia. Hama dan penyakit
tanaman khususnya cabai dikendalikan dengan menggunakan pupuk dan pestisida
kimia yang memerlukan alat yaitu kompresor.
Sejak penanaman cabai dimulai, petani menyadari bahwa budidaya cabai
memerlukan perawatan yang intensif khususnya untuk pemberian pupuk dan pestisida
kimia. Khusus untuk pemberian pestisida kimia, petani memerlukan alat yaitu
kompresor sebagai wadah untuk penyemprotan pestisida. Penggunaan kompresor
tersebut dilakukan pada tahun 1997 bersamaan dengan penanaman komoditas cabai.
44

Proses budidaya lainnya masih menggunakan tenaga kerja manusia seperti penanaman,
penyiangan gulma, pemberian pupuk, hingga proses pemanenan. Petani memilih untuk
tetap bertahan pada cara tradisional karena cara tersebut merupakan pengetahuan dari
orangtua terdahulu. Hal ini menyebabkan petani sulit untuk menerima adanya
perubahan teknologi terbaru.

Pertanian Subsisten Pertanian Komersial

Cangkul dan bajak Kompresor 1997

Keterangan:
= Proses perubahan
= Tahun perubahan
Gambar 9. Penggunaan Peralatan pada Pertanian Komersial
Sejak penanaman cabai dimulai, petani menyadari bahwa budidaya cabai memerlukan
perawatan yang intensif khususnya untuk pemberian pupuk dan pestisida kimia.
Khusus untuk pemberian pestisida kimia, petani memerlukan alat yaitu kompresor
sebagai wadah untuk penyemprotan pestisida. Penggunaan kompresor tersebut
dilakukan pada tahun 1997 bersamaan dengan penanaman komoditas cabai. Proses
budidaya lainnya masih menggunakan tenaga kerja manusia seperti penanaman,
penyiangan gulma, pemberian pupuk, hingga proses pemanenan. Petani memilih untuk
tetap bertahan pada cara tradisional karena cara tersebut merupakan pengetahuan dari
orangtua terdahulu. Hal ini menyebabkan petani sulit untuk menerima adanya
perubahan teknologi terbaru.
Penggunaan kompresor semakin berkembang karena tidak hanya digunakan
untuk penanaman cabai saja melainkan untuk tanaman lainnya seperti sayuran.
Budidaya sayuran tidak jauh berbeda dengan budidaya pada tanaman cabai karena
intensitas perawatan yang dibutuhkan cukup tinggi. Kurangnya penerapan teknologi
45

ini menyebabkan proses budidaya yang bertumpu pada tenaga kerja manusia. Pada
pertanian komersial ini, masyarakat Desa Kucur yang tidak memiliki lahan akhirnya
bekerja pada petani pemilik lahan.
5. Orientasi Output
Peningkatan kebutuhan petani mendorong pola pikir petani untuk berpindah
menuju sistem pertanian komersial. Transformasi pertanian tanaman komersial
bertujuan untuk melakukan usahatani komoditas yang memiliki nilai jual sehingga
akan menambah pendapatan petani.

Pertanian Subsisten Pertanian Komersial

Dijual Ke tengkulak
Konsumsi sendri
dan pasar

Keterangan:
= Proses perubahan
= Tahun perubahan
Gambar 10. Orientasi Output pada pertanian komersial
Sebagian hasil panen akan dijual petani ke tengkulak atau pasar. Tengkulak
akan secara langsung datang ke lahan maupun rumah petani untuk mengambil hasil
panen petani. Harga jual juga akan ditentukan oleh tengkulak dan akan disesuaikan
dengan harga pasar. Sebagian petani memutuskan untuk yang langsung menjual hasil
panennya ke pasar. Penjualan ke pasar memerlukan adanya transportasi untuk
pengangkutan hasil panen, sehingga tidak semua petani dapat melakukannya.
Orientasi pasar pada pertanian komersial lebih didukung dengan adanya
penanaman komoditas cabai dan sayuran. Hal ini disebabkan karena panen yang
dihasilkan lebih cepat dibandingkan dengan tanaman tahunan. Setelah panen pertama,
maka komoditas cabai dapat dipanen setiap minggunya hingga 3 bulan. Keberlanjutan
hasil panen ini mengakibatkan beberapa petani yang masih tetap mempertahankan
46

komoditas cabai meskipun memiliki perawatan yang lebih sulit dibandingkan dengan
tanaman tahunan.
6. Kondisi Sosial
Kondisi sosial petani pada masa pertanian komersial mengalami perubahan.
Hasil panen yang awalnya dapat digunakan untuk ditukarkan dengan kebutuhan lain,
kini mulai dijual untuk penambahan pendapatan bagi petani. Pada pertanian komersial,
petani di Desa Kucur masih menjual sebagian besar hasil panennya, sementara sisanya
dapat dikonsumsi oleh keluarga.

Pertanian Subsisten Pertanian Komersial

Tukar menukar barang Sebagian besar hasil


panen telah dijual

Kesadaran akan
pentingnya pendidikan

Keterangan:
= Proses perubahan
= Tahun perubahan
Gambar 11. Perubahan Kondisi Sosial pada pertanian komersial
Penambahan pendapatan akhirnya mendorong masyarakat yang ada di Desa
Kucur untuk mau menyekolahkan anaknya walaupun harus ke luar desa akibat
minimnya fasilitas pendidikan di Desa Kucur. Adanya penambahan pendapatan
menyebabkan peningkatan kesadaran petani akan pentingnya pendidikan. Hal ini akan
memperkecil kesenjangan sosial antar masyarakat yang memiliki kemampuan untuk
menempuh pendidikan yang lebih tinggi dan masyarakat lapisan bawah. Seluruh
masyarakat memiliki kesempatan untuk meningkatkan kesejahteraannya dengan
menempuh pendidikan yang lebih baik.
47

4.2.3. Menuju Pertanian Modern


Desa Kucur memiliki tutupan lahan yang dapat dilihat pada lampiran 1(b). Selain
bangunan dan jalan, tutupan lahan di Desa Kucur terdiri dari tanaman tahunan yang
dilambangkan oleh warna hijau gelap, dan tanaman musiman yang dilambangkan
dengan warna hijau terang. Sebagian besar petani yang cepat memberikan respon
terhadap perubahan berada pada dusun Sumberbendo. Warna hijau terang pada dusun
tersebut mencerminkan tingginya tanaman musiman di Sumberbendo seperti tanaman
cabai dan sayuran yang juga ditumpangsarikan dengan tanaman jeruk. Secara garis
besar, saat ini pertanian di Desa Kucur belum dapat seutuhnya dikatakan pertanian
modern. Hal ini dikarenakan Desa Kucur belum memiliki semua karakteristik yang
mencirikan sistem pertanian modern. Menurut Napitupulu dalam Mardikanto (2009),
karakteristik dari pertanian modern adalah sebagai berikut:
a. Memiliki usaha yang merupakan industri atau perusahaan pertanian, dapat
memenuhi skala ekonomi, telah menerapkan teknologi yang maju dan
menghasilkan produk berkualitas yang dapat bersaing di pasar global
b. Mampu bertumbuh dan berkembang secara berkelanjutan serta memiliki “brand
image” yang berskala internasional dan mampu berproduksi di luar musim
c. Petani pada pertanian modern mampu mengambil keputusan yang rasional dan
inovatif serta memiliki kemampuan manajamen modern dan profesional
Hingga saat ini pertanian di Desa Kucur belum memiliki ciri-ciri seperti yang
telah disebutkan di atas. Petani masih dalam tahap perubahan menuju pertanian
modern yang memiliki beberapa perubahan dalam sistem usahatani seperti berikut:
1. Komoditas
Setelah kegagalan usahatani kopi dan cengkeh tahun 1997, petani mulai
menanam kembali komoditas tersebut pada tahun 2007. Menurut pernyataan pak
Misliman sebagai kepala dusun Turi, sepuluh tahun setelah kegagalan usahatani kopi
dan cengkeh pemerintah mulai menaikkan harga cengkeh. Peningkatan harga tersebut
disebabkan karena tanaman cengkeh sudah memiliki lebih banyak manfaat. Hasil
panen cengkeh saat ini tidak hanya digunakan untuk bahan baku rokok saja, tetapi juga
untuk farmasi atau obat-obatan. Komoditas cengkeh ditumpangsarikan dengan
48

tanaman kopi. Naungan yang dulunya menggunakan tanaman lamtoro kini mulai
diganti dengan komoditas dadap. Selain komoditas dadap, petani juga menaungi
tanaman kopi dan cengkeh dengan tanaman kayu seperti sengon basiah.

Pertanian Komersial Menuju pertanian Modern

Penanaman kembali
2007
Kopi, cengkeh, komoditas kopi dan
cabai, sayuran, kayu cengkeh

Program
2011
pengembangan jeruk

Keterangan:
= Proses perubahan
= Tahun perubahan
Gambar 12. Perubahan Komoditas pada Pertanian Modern
Pada tahun 2011, Desa Kucur kembali mendapatkan program dari Dinas
Pertanian untuk pengembangan komoditas jeruk keprok 55. Awalnya, program tersebut
kurang berjalan dengan baik karena banyaknya petani yang kurang tertarik untuk
melakukan usahatani jeruk akibat tingginya resiko terkena virus Citrus Vein Phloem
Degeneration (CVPD). Sebagian kecil petani tetap berusaha untuk melakukan
usahatani jeruk keprok 55 untuk mendukung program pemerintah. Petani yang
melakukan usahatani jeruk kemudian berhasil membuktikan bahwa hasil panen jeruk
lebih baik dari yang sebelumnya. Program pengembangan jeruk ini tetap berjalan dan
semakin mendapatkan perhatian sejak tahun 2016 sehingga terdapat perbedaan tahun
tumbuh antara tanaman yang satu dengan yang lainnya. Beberapa tanaman ada yang
sudah tinggi, namun terdapat juga yang masih pendek karena baru dilakukan
penanaman.
49

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa pertanian modern memiliki


produk yang berskala luas dan merupakan suatu industri atau perusahaan pertanian.
Usahatani yang ada di Desa Kucur sampai saat ini masih dalam skala kecil. Hal ini
dikarenakan luas lahan yang dimiliki petani masih sempit dan terbagi di berbagai
lokasi. Petani tidak bisa memaksimalkan usahataninya dengan keadaan tersebut.
Produktivitas yang rendah menyebabkan petani belum dapat menjual hasil panen untuk
skala industri. Adanya program kawasan pengembangan tanaman jeruk mendorong
petani untuk menjadi salah satu sentra komoditas jeruk yang diharapkan mampu
memiliki hasil panen yang berkualitas dan dengan produktivitas yang tinggi.
2. Input Usahatani
Saat ini, modal untuk melakukan usahatani tidak hanya didapatkan petani melalui
bank namun juga peminjaman melalui tengkulak. Syarat peminjaman modal adalah
hasil panen petani harus dijual secara keseluruhan kepada tengkulak yang memberikan
modal. Bibit yang digunakan oleh petani di Desa Kucur juga sudah merupakan bibit
unggul yang memiliki kualitas lebih baik dari bibit lokal. Pembelian bibit unggul
biasanya bersamaan dengan pembelian pupuk dan pestisida kimia.
Adanya penanaman cabai dan jeruk menyebabkan petani harus lebih intensif
dalam melakukan perawatan. Pada tahn 1997, selain penggunaan pupuk dan pestisida
kimia petani juga sudah mulai menerapkan penggunaan mulsa untuk menekan
pertumbuhan gulma dan menjaga kelembaban tanah. Penerapan mulsa belum banyak
dilakukan petani pada masa itu dan mengalami perkembangan pada tahun 2001. Pak
Jumain sebagai kepala dusun Sumberbendo memberikan pernyataan sebagai berikut.
“Dulunya guludannya gak pakai mulsa, hanya saya dan pak Pinoto
yang mencoba mulsa, akhirnya tanamannya bagus dan semua jadi
ngikut pakai mulsa. Tahun pertama pak Pitono lalu tahun kedua saya
ngikut, kemudian sekarang semua pakai mulsa, karena tanaman lebih
cepat tumbuh dan lebih hemat biaya tenaga kerja karena tidak ada
lagi tenaga kerja yang mencabuti gulma.”
Penggunaan mulsa akhirnya mengurangi tenaga kerja yang seharusnya
melakukan penyiangan. Sebagian besar buruh tani akhirnya memutuskan untuk
50

menjual ternak yang dimiliki untuk membeli lahan baru sehingga dapat menanam
komoditas tahunan seperti sengon basiah yang tidak membutuhkan perawatan intensif.
Waktu luang yang dimiliki petani akhirnya dapat dimanfaatkan untuk mencari
pekerjaan lain seperti proyek bangunan. Hal ini menyebabkan sulitnya petani pemilik
lahan untuk mencari Sumber Daya Manusia (SDM) yang mau bekerja dalam sektor
pertanian.

Pertanian Komersial Menuju Pertanian Modern

Penyiangan gulma Perkembangan penggunaan 2001


mulsa
Modal dari Peminjaman dari tengkulak
bank
Bibit Lokal Bibit unggul 2011

Berkurangnya buruh tani

Keterangan:
= Proses perubahan
= Tahun perubahan
Gambar 13. Perubahan Input Usahatani pada Pertanian Modern
Pertanian modern harusnya memiliki penggunaan input yang rendah (low input).
Pertanian di Amerika berusaha untuk membentuk petani agar dapat menggunakan
sumberdaya secara efisien dan memiliki biaya usahatani yang rendah. Selain itu,
paradigma masyarakat juga mengalami perubahan menuju suatu kondisi masyarakat
yang peduli terhadap keberlanjutan. Peningkatan produktivitas dari usaha pertanian
konvensial menimbulkan biaya kerusakan yang cukup signifikan terhadap lingkungan
alam. Oleh karena itu, sistem pertanian modern diharapkan dapat berada pada sistem
pertanian berkelanjutan yang dapat memberikan keuntungan secara ekonomi dan aman
51

secara lingkungan. Penanaman komoditas cabai dan sayuran di Desa Kucur


mengharuskan petani untuk menerapkan adanya penggunaan pupuk dan pestisida
kimia yang dapat merusak lingkungan sehingga tidak memiliki keberlanjutan
pertanian. Petani juga belum dapat menemukan cara untuk meningkatkan
produktivitas dengan penggunaan input yang minimal. Namun saat ini, penyuluh mulai
mengajarkan kepada petani di Desa Kucur untuk mau menggunakan pupuk dan
pestisida organik. Selain itu, program pengembangan jeruk juga memberikan bibit,
pupuk dan pestisida organik untuk keberlanjutan pertanian di Desa Kucur. Secara
keseluruhan, petani masih belum dapat meninggalkan pertanian konvensional karena
pupuk dan pestisida organik dirasa masih belum dapat memberikan pertumbuhan yang
baik da cepat bagi tanaman.
3. Pemanfaatan kelembagaan
Menurut Mosher dalam Mardikanto (2009), setiap usahatani memerlukan
beberapa kelembagaan seperti kelembagaan pemasaran, kelembagaan penyuluh,
kelembagaan penelitian dan pengujian, kelembagaan penyedia sarana produksi,
kelembagaan transportasi, dan kelembagaan pengolahan dan pemasaran hasil pertanian
serta adanya kelompok tani. Kelembagaan penelitian dan pengujian memiliki manfaat
untuk menguji mengenai efektivitas sarana produksi (benih, pupuk, pestisida),
alternatif teknik budidaya tanaman (pola tanam, intensitas penanaman, teknik
penanaman) dan efektivitas peralatan atau mesin pertanian. Kelembagaan penyuluhan
memiliki fungsi sebagai penyalur informasi mengenai adanya inovasi baru terkait
sektor pertanian. Sarana produksi juga dapat diperoleh dari kelembagaan penyedia
sarana produksi yang dilakukan oleh swasta (produsen/distributor/penyalur) dan
koperasi. Seluruh kelembagaan yang ada dibutuhkan untuk membangun sektor
pertanian. Desa Kucur hingga saat ini hanya memiliki kelompok tani dan kelembagaan
penyuluhan.
Aktifnya kelembagaan seperti kelompok tani dimulai ketika adanya program
pemerintah yang memberikan bantuan melalui kelompok tani. Pada tahun 2008,
kelompok tani gemah ripah 3 yang sebelumnya fakum kembali diaktifkan oleh kepala
Desa Kucur. Kelompok tani gemah ripah 3 memiliki perkembangan yang lebih cepat
52

dibandingkan dengan kelompok tani lainnya. Setiap minggunya gemah ripah 3


mengadakan pertemuan untuk membahas mengenai permasalahan dan inovasi terbaru
yang dapat memeberikan keuntungan bagi petani. Hal ini akan mempermudah petani
dalam mendapatkan informasi terbaru terkait dengan sektor pertanian.

Pertanian Menuju Pertanian Modern


Komersial

Pengaktifan kembali
Kelompok tani gemah 2008
kelompok tani gemah
ripah 1 dan 2
ripah 3

Keterangan:
= Proses perubahan
= Tahun perubahan
Gambar 14. Pemanfaatan Kelembagaan pada Pertanian Modern
Selain kelompok tani, Desa Kucur juga sering mendatangkan penyuluh baik dari
Dinas Pertanian maupun dari swasta / Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Penyuluh
akan datang ke Desa Kucur apabila telah dihubungi oleh mantri desa. Petani akan
melapor ke mantri desa apabila mengalami kesulitan dalam hal melakukan budidaya
pertanian. Adapun bantuan untuk bibit, pupuk dan pestisida didapatkan petani melalui
program yang diberikan oleh Dinas Pertanian. Terbatasnya kelembagaan pertanian
menjadi salah satu penyebab lambatnya pergerakan petani di Desa Kucur untuk menuju
pertanian modern. Hal ini menyebabkan petani menjadi lamban untuk mengetahui
inovasi terbaru sehingga hanya melihat perubahan pertanian melalui desa lain yang
berada di sekitarnya.
53

4. Penggunaan Peralatan
Usahatani modern memerlukan adanya teknologi yang selalu berkembang dan
memiliki fungi untuk:
a. Meringankan pekerjaan petani
b. Menaikkan produksi
c. Menurunkan biaya produksi
d. Meminimalkan kerugian yang ditimbulkan oleh hama dan penyakit tanaman
Pemanfaatan peluang peningkatan pendapatan melalui penerapan teknologi baru
biasanya hanya dilakukan oleh petani “lapisan atas” yang memiliki kemampuan. Hal
ini menimbulkan adanya persaingan antara petani “lapisan atas” dengan petani “lapisan
bawah” atau kecil. Petani kecil akan kalah dalam memanfaatkan peluang peningkatan
produksi dan pendapatannya yang pada akhirnya terpaksa menjual lahan pertaniannya
untuk beralih pada kegiatan non pertanian yang memungkinkan untuk memberikan
peluang lebih tinggi dalam hal kenaikan pendapatan. Di sisi lain, petani lapisan atas
yang mampu untuk menguasai teknologi yang semakin efisien justru sakan semakin
memperluas lahan pertaniannnya. Desa Kucur memiliki keterbatasan dalam
meningkatkan teknologi pertanian dan hanya bergantung pada adanya program
pemerintah.

Pertanian Komersial Menuju Pertanian Modern

Penggunaan cangkul, Pemberian traktor


bajak, dan kompresan dan tosa 2011

Keterangan:
= Proses perubahan
= Tahun perubahan
Gambar 15. Pemanfaatan Peralatan pada Pertanian Modern
54

Program pemerintah berupa kawasan pengembangan jeruk keprok 55


memberikan bantuan peralatan berupa traktor dan tosa. Penggunaan traktor bertujuan
untuk pengolahan lahan dari usahatani kayu yang diubah menjadi jeruk. Namun
pemberian traktor tidak memberikan dampak positif bagi perkembangan pertanian di
Desa Kucur. Lahan yang dimiliki petani merupakan lahan miring sehingga tidak dapat
diterapkan peralatan seperti traktor. Selain traktor, petani juga diberikan transportasi
yaitu tosa untuk pengangkutan hasil usahatani jeruk. Adanya penggunaan tosa
membantu petani apabila ingin menjual hasil panenya langsung ke pasar.
Petani di Desa Kucur belum menggunakan peralatan-peralatan canggih untuk
membantu mereka dalam meningkatkan produktivitas. Pola pikir petani yang masih
rendah menyebabkan sulitnya petani untuk menerima teknologi baru dan memilih
untuk bertahan pada sistem usahatani tradisional yang menjadi warisan turun-temurun
dari nenek moyang. Penggunaan cangkul masih sangat melekat pada diri petani dan
menjadi alat yang sangat dibutuhkan petani dalam menyambung kehidupannya.
Kelemahan ini akhirnya menyebabkan beberapa petani lebih memilih untuk menanam
komoditas tahunan agar tidak membutuhkan perawatan yang intensif. Petani bahkan
memilih untuk berpindah ke proyek bangunan dan menjadi pekerja di sektor industri
agar mendapatkan keuntungan yang lebih pasti.
Alat komunikasi yang digunakan penduduk di Desa Kucur hingga kini adalah
telepon seluler (handphone) yang telah ada sejak tahun 2000. Pembangunan
infrastruktur pendidikan kemudian diimbangi dengan adanya penggunaan wifi
(wireless fidelity). Wifi merupakan sebuah teknologi yang memanfaatkan peralatan
teknologi yang digunakan untuk bertukar data secara nirkabel (gelombang radio)
melalui sebuah jaringan komputer. Pertama kali wifi digunakan di kantor kepala Desa
Kucur pada tahun 2015, dan akhirnya diikuti oleh pihak sekolah dan beberapa
penduduk lainnya. Pemakaian internet tersebut belum dapat digunakan secara
maksimal oleh petani di Desa Kucur. Akses pasar petani hanya bergantung pada
informasi dari tengkulak maupun pasar secara langsung.
55

5. Orientasi Output
Hingga kini fokus petani di Desa Kucur adalah untuk mendapatkan keuntungan,
namun belum usaha untuk ke arah memaksimumkan keuntungan tersebut. Secara
keseluruhan hasil panen petani sudah dijual ke tengkulak maupun ke pasar. Namun,
produktivitas tanaman yang dihasilkan petani masih dikatakan rendah. Hal ini
dikarenakan kepemilikan lahan petani sangat sempit dan terbagi diberbagai lokasi
sehingga tidak maksimal dalam melakukan usahatani. Usahatani dikatakan mendapat
keuntungan apabila penerimaan petani lebih tinggi dibandingkan dengan biaya input.
Penerimaan didapatkan dari jumlah output dikalikan dengan harga yang ditentukan
oleh tengkulak atau pasar. Semakin tinggi permintaan akan suatu komoditas tertentu,
maka akan semakin meningkatkan nilai jual dari komoditas tersebut. Disisi lain,
apabila petani kurang mendapatkan informasi dan melakukan usahatani dengan
komoditas yang sama, maka akan menimbulkan adanya panen raya sehingga harga
komoditas tersebut akan mengalami penurunan. Oleh karena itu, diversifikasi tanaman
akan mengurangi resiko kegagalan panen dan turunnya nilai jual akan suatu komoditas.

Pertanian komersial Menuju pertanian modern

Hasil panen Sebagian Hasil panen di jual


besar di jual secara keseluruhan

Keterangan:
= Proses perubahan
= Tahun perubahan
Gambar 16. Perubahan Orientasi Output pada Pertanian Modern
Usahatani modern memerlukan informasi harga dan analisis pasar agar dapat
menentukan dengan pasti jenis tanaman yang harus dibudidayakan serta dibandingkan
dengan faktor-faktor produksi yang harus digunakan. Penjualan hasil panen seharusnya
lebih tinggi dibandingkan dengan biaya input yang digunakan. Namun, adanya
56

fluktuasi harga menyebabakan banyaknya petani yang mengalami kerugian khususnya


pada komoditas cabai. Biaya perawatan yang tinggi dibutuhkan dalam
membudidayakan komoditas tersebut. Setiap minggunya diperlukan dua sampai 3 kali
penyemprotan untuk mencegah dari serangan hama dan penyakit tanaman.
6. Kondisi Sosial
Perkembangan inovasi di suatu tempat tidak selalu diterima secara positif oleh
masyarakatnya. Adopsi inovasi akan berjalan dengan lancar apabila perubahan yang
akan dilakukan masih sesaui dengan kondisi sosial dan budaya masyarakat. Kondisi
sosial masyarakat pada masa pertanian modern tidak jauh berbeda dengan pertanian
komersial. Hingga kini transformasi pertanian di Desa Kucur diseimbangkan dengan
adanya pembangunan infrastuktur untuk jalan, pendidikan, dan rumah ibadah.
Perbaikan jalan di setiap dusun hingga jalan menuju lahan petani terus dilakukan
dengan bantuan swadaya masyarakat. Pembangunan infrastruktur tersebut
mengakibatkan dicabutnya pernyataan Inpres Desa Tertinggal (IDT) di Desa Kucur
pada tahun 2012.

Pertanian Menuju pertanian modern


komersial

Kurangnya fasilitas Pembangunan


pendidikan infrastruktur

Dicabut dari Inpres


Desa Tertinggal
(IDT)
Keterangan:
= Proses perubahan
= Tahun perubahan
Gambar 17. Perubahan Kondisi Sosial pada Pertanian Modern
Hingga kini perubahan sektor pertanian belum memberikan dampak yang buruk
bagi masyarakat. Keberhasilan petani dalam membudidayakan usahataninya akan
57

mendorong petani lain untuk ikut melakukan perubahan. Petani lainnya ingin juga
merasakan keberhasilan dari adanya suatu inovasi. Perkembangan teknologi dari
adanya program pertanian juga tidak memberikan kesenjangan sosial pada masyarakat.
Traktor maupun tosa dapat digunakan oleh seluruh petani melalui peminjaman kepada
kelompok tani. Petani di Desa Kucur juga memiliki hak yang sama untuk mengikuti
program-program dari Dinas Pertanian.
4.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Transformasi Pertanian
Adanya perubahan atau transformasi yang ada di Desa Kucur diikuti oleh alasan
yang berbeda-beda pada setiap perubahannya. Faktor-faktor yang menjadi alasan
perubahan tersebut berasal dalam dalam diri (internal) maupun luar diri (eksternal)
petani yang akan dijelaskan sebagai berikut:
4.3.1. Faktor dari Dalam Diri Petani (Internal)
a. Meningkatnya Kebutuhan Petani
Pada awalnya, petani masih dapat mencukupi kebutuhan sehari-harinya hanya
dengan melakukan usahatani jagung, padi gogo, dan singkong. Hasil usahatani tersebut
tidak dijual namun dikonsumsi sendiri maupun dibagi untuk tetangga sekitar rumah
petani. Namun, semakin meningkatnya zaman, maka kebutuhan petani juga akan
meningkat. Harga bahan-bahan pokok yang meningkat dan biaya pendidikan untuk
anak membuat petani harus melakukan perubahan pada kegiatan usahataninya. Salah
satu cara yang dilakukan petani untuk menambah keuntungan adalah dengan
membudidayakan tanaman komersial. Hal tersebut diharapkan petani dapat menambah
pendapatannya untuk mampu memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Tidak hanya
pada sisi komoditas saja, namun juga sistem budidayanya seperti penggunaan mulsa
serta cara pengendalian hama dan penyakit. Perubahanan sistem budidaya diharapkan
dapat menghasilkan peningkatan hasil produk pertanian yang juga berkualitas sehingga
menghasilkan nilai jual yang tinggi di pasar.
b. Kepemilikan lahan petani
Luasan lahan juga ikut mempengaruhi keputusan petani untuk melakukan
perubahan. Petani dengan lahan yang sempit cenderung tidak ingin langsung menerima
adanya perubahan baru. Sebagian besar petani yang ada di Desa Kucur memiliki lahan
58

yang merupakan warisan dari orangtua sehingga kepemilikan tersebut terbagi-bagi


untuk seluruh keluarganya. Hal ini mengakibatkan luasan lahan yang dimiliki setiap
petani menjadi sempit dan terpencar di berbagai lokasi. Adanya program dari dinas
pertanian untuk menjadikan Kecamatan Dau menjadi kawasan pengembangan jeruk
membuat beberapa petani khususnya dusun Sumberbendo mulai beralih ke tanaman
jeruk. Program tersebut memberikan beberapa peralatan seperti traktor, kompresan,
dan tosa. Desa Kucur memiliki lahan miring sehingga petani terkendala untuk
penggunaan mesin traktor yang diberikan oleh Dinas Pertanian. Keadaan ini
menyebabkan beberapa petani seperti pada dusun Turi lebih memilih untuk menanam
tanaman perkebunan seperti kopi dan cengkeh. Tanaman perkebunan tersebut tidak
memerlukan perawatan yang intensif, sehingga petani memilih untuk memperoleh
pendapatan dengan bekerja di luar sektor pertanian seperti bekerja pada sektor industri.
4.3.2. Faktor dari Luar Diri Petani (Eksternal)
a. Permintaan Pasar
Keputusan petani untuk melakukan transformasi pertanian dapat dipengaruhi
oleh permintaan pasar khususnya dalam pemilihan komoditas yang akan
dibudidayakan. Permintaan pasar yang tinggi akan suatu komoditas tertentu
mendorong petani melakukan perubahan pertanian yang sebelumnya menanam
tanaman pangan untuk konsumsi sendiri menjadi tanaman komersial untuk dapat dijual
sehingga menghasilkan keuntungan bagi petani. Usahatani yang modern memerlukan
informasi harga dan analisis pasar yang dapat menentukan dengan tepat jenis tanaman
yang harus dibudidayakan oleh petani. Selain itu petani juga harus mampu
membandingkan pendapatan yang akan diterima dengan biaya produksi yang harus
dikeluarkan. Tanaman komersial tersebut seperti cabai rawit, cabai merah, cabai
keriting, bawang merah, bunga kol, dan lain-lain. Meningkatnya harga di pasar dan
tingginya permintaan seperti hasil tanaman cabai menyebabkan banyak petani yang
menanam komoditas tersebut di lahannya. Namun, akibat dari banyaknya petani yang
menanam cabai menyebabkan adanya panen raya sehingga harga cabai menjadi
menurun. Pengaruh kondisi pasar masih dikatakan rendah untuk keputusan petani
melakukan perubahan. Hal ini dikarenakan harga komoditas pertanian yang selalu
59

mengalami fluktuasi sehingga harga jual tidak dapat dipastikan meskipun sebelumnya
kondisi permintaan di pasar tinggi.
b. Keadaan Lingkungan
Pengambilan keputusan petani untuk melakukan transformasi pertanian dapat
dipengaruhi oleh lingkungan sekitar seperti tetangga rumah. Tetangga merupakan
orang-orang yang memiliki keterikatan dan berada dalam suatu geografis tertentu.
Pengaruh pengambilan keputusan tersebut dapat terjadi secara positif apabila tetangga
yang dimiliki oleh petani tersebut telah berhasil melakukan perubahan pada sektor
pertanian. Petani yang lebih dulu melakukan transformasi akan menerapkan perubahan
sistem usahatani tersebut pada lahan yang dimilikinya, kemudian akan mendorong
petani lain untuk mengikutinya. Pengambilan keputusan ini terjadi secara bertahap
yang dimulai dari adanya keberanian untuk mencoba dan mengevaluasi hasil
percobaan tersebut. Apabila transformasi pertanian yang dilakukan memberikan
keuntungan, maka petani tersebut akan menerapkannya pada lahan yang lebih luas dan
akan mempengaruhi petani lain yang berada di sekitar rumahnya. Pengaruh lingkungan
sangat tinggi bagi keputusan petani di Deda Kucur. Hal ini dikarenakan pola pikir
masyarakat yang masih rendah sehingga apabila ingin mengubah sistem usahataninya,
mereka cenderung membutuhkan bukti dari adanya suatu perubahan.
c. Kebijakan Pemerintah
Kebijakan pemerintah dalam hal pembangunan pertanian menjadi penentu yang
sangat berpengaruh terhadap transformasi pertanian di Desa Kucur. Menurut
Mardikanto (2009), kebijakan pemerintah haruslah dapat memotivasi seluruh pelaku
yang berhubungan dengan pembangunan pertanian. Pemeritah tidak hanya
mementingkan kepentingan petani, namun juga kepada para pelaku agribisnis.
Kebijakan tersebut harus benar-benar ditujukan untuk perbaikan kesejahteraan
masyarakat luas. Pada masa kepemimpinan pak “T” sebagai Kepala Desa, terdapat
program peghijauan sengon basiah oleh Dinas Kehutanan dengan tujuan untuk
meningkatkan kualitas lingkungan hidup. Program tersebut memberikan bibit sengon
sehingga mendorong petani di Desa Kucur secara perlahan mulai melakukan usahatani
sengon. Sebagian besar petani di Desa Kucur sampai saat ini masih melakukan
60

usahatani sengon. Penghasilan dari usahatani sengon sangat membantu untuk


peningkatan pendapatan petani di Desa Kucur. Selain sengon basiah, terdapat juga
penanaman durian dan program pengembangan jeruk. Penanaman durian mengalami
kegagalan karena jadwal tanam yang tidak sesuai dengan kondisi cuaca Desa Kucur.
Berbeda dengan komoditas durian, program pengembangan jeruk mengalami
keberhasilan karena hasil panen yang didapatkan cukup baik. Hal ini mendorong
petani-petani yang sebelumnya enggan untuk melakukan perubahan komoditas kini
mulai ikut serta dalam program pengembangan tanaman jeruk di Desa Kucur.
d. Adanya Dorongan dari Kelompok Tani dan Penyuluh
Penyuluh memiliki peran yang cukup penting mengenai terjadinya transformasi
di Desa Kucur. Hal ini dikarenakan pelaku utama dalam transformasi pertanian adalah
petani kecil yang pada umumnya merupakan golongan lemah dalam penyediaan modal,
pengetahuan, dan juga keterampilan. Kegiatan penyuluhan dilakukan untuk
memberikan informasi mengenai kebijakan dan program pemerintah kepada petani,
bahkan dapat juga melakukan pemberdayaan masyarakat khususnya petani melalui
proses belajar bersama agar petani dapat mengetahui, mau, dan mampu melakukan
perubahan pertanian. Petani juga diharapkan mampu memanfaatkan sumberdaya dalam
penerapan inovasi teknologi sesuai dengan kondisi lahan, permintaan pasar, serta
sejalan dengan nilai-nilai sosial budaya. Menurut pak “E” sebagai kepala dusun
Godehan, menyatakan bahwa pak “M” yang merupakan perwakilan dari Lembaga
Swadaya Masyarakat (LSM) untuk desa Kucur memberikan penyuluhan-penyuluhan
terkait pembudidayaan komoditas-komoditas yang memiliki peluang untuk
meningkatkan pendapatan petani. Penyuluh langsung mempraktikkan cara
pembudidayaannya di lapang. Saat itu pihak perhutani memberikan lahan sebagai
percobaan penanaman seperti cabai dan komoditas lainnya. Tidak hanya itu, namun
beberapa petani juga diajak untuk training ke Jakarta agar mendapatkan pengetahuan-
pengetahuan baru terkait dengan cara pembudidayaan yang baik. Program penyuluhan
ini dilakukan dengan mengadakan pertemuan satu kali dalam seminggu. Pertemuan
tersebut tidak dipaksakan pada keseluruhan petani yang ada di desa Kucur. Petani
banyak belajar saat pertemuan tersebut diadakan, seperti adanya pengenalan untuk
61

pengendalian hama di lapang dengan pupuk organik. Petani juga diberi pengetahuan
tentang cara pembuatan pupuk cair. Apabila petani mengalami kesulitan dilapang,
maka petani akan menanyakannya ke penyuluh sehingga penyuluh dapat membantu
untuk mengatasi permasalahannya seperti adanya hama atau penyakit baru pada
tanaman. Saat ini, peran penyuluh sudah bisa dijalankan melalui kelompok tani yang
sudah terbentuk di desa Kucur yakni Kelompok tani Gemah Ripah 1, Gemah Ripah 2,
dan Gemah Ripah 3.
e. Kemajuan Teknologi
Peningkatan kebutuhan hidup masyarakat juga menyebabkan semakin
berkembangnya teknologi yang berguna untuk mempermudah pekerjaan manusia. Hal
ini juga terjadi pada sektor pertanian di Desa Kucur. Petani yang awalnya hanya
menggunakan cangkul dan sapi untuk pengolahan lahan, kini mendapatkan bantuan
dari pemerintah. Bantuan tersebut yaitu pemberian traktor yang bertujuan untuk
membantu pekerjaan pengolahan lahan petani menjadi lebih cepat. Dinas Pertanian
memberikan alat berupa traktor melalui kelompok tani untuk kemajuan pertanian di
Desa Kucur. Namun, hal tersebut tidak dapat terealisasi dengan baik akibat lahan yang
yang ada di Desa Kucur merupakan lahan miring. Selain itu, sebagian besar petani juga
telah menerapkan penggunaan mulsa untuk lahannya. Penggunaan mulsa dilakukan
petani untuk dapat menjaga kelembaban tanah dan menekan adanya pertumbuhan
gulma sehingga hasil budidaya diharapkan dapat meningkat. Program pemerintah
dengan menerapkan pengembangan tanaman jeruk di Desa Kucur juga memberikan
alat baru berupa tosa. Tosa merupakan kendaraan roda tiga yang berguna untuk
mengangkut hasil panen petani. Tosa juga diberikan melalui kelompok-kelompok tani
yang ada di Desa Kucur.
4.4. Ciri-Ciri Petani yang Melakukan Transformasi Pertanian di Desa
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa transformasi pertanian di Desa
Kucur terjadi secara bertahap. Saat ini petani di Desa Kucur masih dalam proses
perubahan menuju pertanian modern. Dusun Turi, Godehan, Klampok, dan Klaseman
lebih memilih untuk bertahan pada sistem usahatani yang tradisional. Petani di dusun
tersebut lebih memilih untuk bekerja pada proyek bangunan yang dianggap lebih
62

menguntungkan. Lahan pertanian yang dimiliki biasanya hanya ditanami dengan


tanaman tahunan yang tidak memerlukan perawatan yang intensif. Dusun yang paling
cepat menerima adanya perubahan adalah dusun Sumberbendo dan diikuti oleh dusun
Krajan serta Ketohan. Program-program dari Dinas Pertanian lebih dominan
diterapkan oleh petani di dusun Sumberbendo. Keberhasilan dari adanya perubahan
tersebut menyebabkan petani lain untuk ikut mengubah sistem usahataninya. Petani-
petani yang melakukan transformasi pertanian di Desa Kucur memiliki ciri-ciri sebagai
berikut:
4.4.1. Aspirasi Tidak terbatas (Unlimited Aspiration)
Transformasi pertanian di Desa Kucur terjadi akibat adanya aspirasi atau
keinginan untuk mencapai kondisi yang lebih baik. Petani di Desa Kucur melakukan
perubahan dalam waktu yang cukup lama dan terjadi secara tidak merata. Kepala dusun
Sumberbendo yaitu pak “J” memiliki pernyataan sebagai berikut.

“Kalau bertani di sini ya lihat kiri-kanan, tetangga berhasil nanam


apa, yang lain ngikut. Orang-orang itu kerja di pasar, melihat sayur
yang bagus sehingga di coba di lahannya dan bagus hasilnya. Gak
semua petani nyoba, namun ketika berhasil semuanya ngikut.”

Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa Desa Kucur membutuhkan adanya


innovator yang berani untuk menerima perubahan dan mampu membuktikan
keberhasilan dari adanya perubahan tersebut. Petani yang terlebih dahulu melakukan
perubahan pada sistem pertaniannya akan mempengaruhi petani lain untuk ikut
menerapkan sistem terbaru tersebut pada lahannya. Apabila seorang petani
memperoleh kemajuan dari adanya transformasi pertanian, maka petani lain akan
mencari informasi mengenai penyebab kemajuan yang dialami petani tersebut.
Informasi yang didapatkan akan menambah pengetahuan baru bagi petani sehingga ia
mampu untuk memajukan sistem pertaniannya juga.
4.4.2. Memiliki Cara Pandang yang Luas (Perceived Unlimited Good)
Petani yang memiliki cara pandang yang luas akan cenderung lebih cepat
memilih untuk menerima adanya perubahan atau inovasi baru. Sebagian kecil petani di
63

Desa Kucur mulai memiliki pemikiran yang lebih jauh ke depan contohnya petani-
petani yang ada di dusun Sumberbendo. Pertimbangan dengan melihat keberhasilan
dari adanya perubahan menuju pertanian yang lebih modern mendorong petani untuk
mau menerima hal baru yang akan berdampak pada kemajuan sektor pertanian di Desa
Kucur. Cara pandang ini juga dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan yang dimiliki
petani. Apabila tingkat pendidikan petani semakin tinggi, maka cara berpikir petani
tersebut juga akan semakin luas. Ia akan mulai berpikir untuk meningkatkan hasil
produksinya dengan cara menerima perubahan. Perubahan komoditas maupun sistem
budidaya terbaru membantu petani untuk dapat meningkatkan pendapatannya. Hal ini
disebabkan oleh karena penanaman komoditas komersial yang mampu memberikan
tambahan pendapatan bagi petani. Pergantian komoditas baru juga menyebabkan
adanya perbedaan pada sistem budidaya. Oleh karena itu petani akan
mempertimbangkan cara usahatani terbaru untuk tetap memaksimalkan hasil
usahataninya.
4.4.3. Petani yang berani mengambil resiko (risk)
Inovasi atau ide-ide baru yang muncul akan dapat diterima oleh petani yang
berkeinginan untuk melakukan transformasi pertanian. Keinginan tersebut
menunjukkan adanya petani yang berani untuk mengambil resiko. Sebagian besar
petani di Desa Kucur tidak mau menerima inovasi baru sebelum adanya bukti
keberhasilan akibat perubahan tersebut. Dusun yang paling mayoritas petaninya berani
untuk mengambil resiko dalam bertani adalah dusun Sumberbendo. Petani yang ada di
dusun Sumberbendo cenderung lebih cepat melakukan transformasi pertanian dengan
menerima adanya inovasi atau ide-ide baru yang dapat memajukan sistem pertanian.
Program-program yang ada di Desa Kucur seperti program penghijauan dan
pengembangan jeruk lebih dominan diterapkan pada dusun Sumberbendo.
Dusun lainnya seperti Turi dan Klaseman kurang memiliki ketertarikan pada
sektor pertanian. Hal ini dikarenakan tidak ada kejelasan maupun kepastian keuntungan
pada sektor pertanian, sehingga tidak menginginkan adanya transformasi pertanian.
Kepala dusun Turi yakni pak “S” memberikan pernyataan sebagai berikut.
64

“orang dusun sini kalau sempat menanam cabai ya ditanam, kalau


gak ya nanam sengon basiah. Tapi dari pada nanam sayuran yang
harganya belum tentu tinggi, lebih baik nanam sengon basiah, kopi,
atau cengkeh dan masih bisa kerja di proyek bangunan karena
hasilnya lebih tinggi dibandingkan hasil pertanian”

Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa petani tidak ingin mengambil resiko


untuk menanam tanaman musiman. Hal ini dikarenakan resiko gagal panennya akan
besar akibat hama dan penyakit yang akan menyerang tanaman. Selain itu, jika seluruh
petani menanam komoditas yang sama, maka akan menimbulkan panen raya yang
akhirnya akan menurunkan harga dari komoditas tersebut. Biaya dalam perawatan
tanaman musiman juga lebih tinggi. Oleh karena itu, masih banyak petani yang
mempertahankan tanaman tahunan. Petani yang cenderung mempertahankan
komoditas perkebunan tersebut biasanya menjadikannya sebagai pekerjaan sampingan.
Pekerjaan utama akan dicari di luar sektor pertanian seperti sektor industri.

Anda mungkin juga menyukai