Pengertian Salaf
1
Ibnu Manzhûr, Muhammad bin Mukarram bin Manzhûr al-Ifriqi al-Mishri,
Lisân al-Arab, (Beirut: Dâr al-Sadir, 1992), j. VI, hal. 331.
2
Imam Al-Ghazali, Ilzâm al-Awam an Ilm al-Kalâm, hal. 62
3
Syekh Ibrahim al-Bâjûrî, Tuhfah al-Murîd syarh Jauharah at-Tauhid, hal.
231
4
Abdul Rozak, Rosihon Anwar, Ilmu Kalam, (Bandung: CV PUSTAKA SETIA,
2015), hal. 133.
1
sikapnya menolak penafsiran yang mendalam terhadap sifat-sifat
Allah yang menyerupai segala sesuatu yang baru untuk menyucikan
keagungan-Nya.5
5
Abdul Rozak, Rosihon Anwar, Ilmu Kalam, (Bandung: CV PUSTAKA SETIA,
2015), hal. 134.
6
Abdul Rozak, Rosihon Anwar, Ilmu Kalam, (Bandung: CV PUSTAKA SETIA,
2015), hal. 134.
2
dan imam madzhab yang empat (Imam Hanafi, Imam Maliki, Imam
Syafi’i, dan Imam Ahmad bin Hanbal). 7
َ ُ َّ ُ َ ُ َّ ُ َ َّ ُ َ ر
اس ق رر ِ ين ث َّم ال ِذ ري َن َيل رون ُه رم ث َّم ال ِذ ري َن َي ل رون ُه رم
ِ خ ْي الن
Artinya: “Sebaik-baik manusia ialah pada generasiku,
kemudian generasi berikutnya, kemudian generasi
berikutnya.” (Hadits shahih. Diriwayatkan oleh Bukhari, no. 3651
dan Muslim, no. 2533)9
7
Abdul Rozak, Rosihon Anwar, Ilmu Kalam, (Bandung: CV PUSTAKA SETIA,
2015), hal. 134.
8
Hal ini disebutkan oleh „Amru Abdul Mun‟im Sulaim dalam kitabnya, al-
Manhaj as-Salafi „inda Syeikh al-Albani, hal. 11.
9
Muhaimin Ashuri, “Keutamaan Para Sahabat Nabi”
(https://muslim.or.id/7201-keutamaan-para-sahabat-nabi.html diakses pada
tanggal 17 Februari 2021).
10
Az-Zahabi Syamsuddin Muhammad bin Ahmad (w. 748 H), Siyar A‟lâm
an-Nubala‟, (Beirut: ar-Risalah, 1995), j. VI, hal. 21.
3
Harun Nasution mengungkapkan bahwa, secara kronologis,
Salafiyah bermula dari Imam Ahmad bin Hanbal (780—855 M).
Kemudian ajarannya dikembangkan oleh Imam Ibnu Taimiyah
(1263—1328 M), dipopulerkan oleh Imam Muhammad bin Abdul
Wahab (1703—1792 M), dan akhirnya berkembang secara sporadis 11
di dunia Islam. Di Indonesia, gerakan ini lebih banyak dilaksanakan
oleh gerakan-gerakan Persatuan Islam (Persis), bahkan
Muhammadiyah. Beberapa gerakan lainnya pada dasarnya juga
menganggap sebagai gerakan ulama salaf, tetapi dengan teologi
yang sudah dipengaruhi oleh pemikiran logika. Sementara itu, dari
para ulama yang menyatakan dirinya sebagai ulama salaf, mayoritas
mereka tidak menggunakan pemikiran dalam membicarakan
masalah teologi (ketuhanan).12
Ibnu Hanbal memiliki nama lengkap Ahmad bin Hanbal bin Hilal
bin Asad al-Marwazi al-Baghdadi. Ibnu Hanbal lahir di Marw (saat ini
bernama Mary, kota di Turkmenistan), di Baghdad, Irak pada tahun
164 H/780 M. Nama kuniyahnya adalah Abu Abdillah. Sejak usia 15
tahun, beliau telah hafal Al-Qur’an dan mendalami berbagai ilmu. Ia
merantau ke Syam, Hijaz, dan Yaman. Terkenal dengan keshalihan
dan kezuhudannya. Imam Ibnu Hanbal berguru dengan sejumlah
ulama terkemuka, di antaranya Imam Syafi’i, Waki bin Jarrah, dan
Sufyan bin ‘Uyainah. Imam Syafi’i memuji Imam Ibnu Hanbal:
“Setelah saya keluar dari Baghdad, tidak ada orang yang saya
tinggalkan yang lebih terpuji, lebih shalih, dan yang lebih berilmu
daripada Ahmad bin Hanbal.”
11
Di dalam KBBI, sporadis adalah keadaan penyebaran tumbuhan atau
penyakit di suatu daerah yang tidak merata dan hanya dijumpai di sana sini.
12
Abdul Rozak, Rosihon Anwar, Ilmu Kalam, (Bandung: CV PUSTAKA
SETIA, 2015), hal. 135.
4
Ibnu Hanbal adalah Imam yang keempat dari fuqaha’ Islam.
Beliau adalah seorang yang mempunyai sifat-sifat yang luhur dan
tinggi yaitu sebagaimana dikatakan oleh orang-orang yang hidup
semasa dengannya, juga orang yang mengenalnya. Beliau
merupakan imam bagi umat Islam seluruh dunia, juga mufti bagi
negeri Irak dan seorang yang alim tentang hadist-hadist Rasulullah
SAW. Juga seorang yang zuhud, penerang untuk dunia dan sebagai
teladan bagi orang-orang ahli sunnah, seorang yang sabar di kala
menghadapi ujian.13
13
Ahmad asy-Syurbasi, Sejarah dan Biografi Empat Imam Mazhab,
(Semarang: Amzah, 1991), hal. 190.
14
Abdul Rozak, Rosihon Anwar, Ilmu Kalam, (Bandung: CV PUSTAKA
SETIA, 2015), hal. 137.
5
melihat tuhan di akhirat), dan hadits tentang telapak kaki Tuhan,
Ibnu Hanbal menjawab: “Kami mengimani dan membenarkannya,
tanpa mencari penjelasan cara dan maknanya.”
Dari pernyataan-pernyataannya, Ibnu Hanbal tampak
bersikap menyerahkan (tafwidh) makna-makna ayat dan hadits
mutasyabihat kepada Allah SWT. dan Rasul-Nya, serta
menyucikan-Nya dari keserupaan dengan makhluk. Beliau tidak
menakwilkan pengertian lahirnya.15
b. Pemikiran teologi Ibnu Hanbal tentang status Al-Qur’an
Pada suatu masa, Ibnu Hanbal pernah mengalami sebuah
persoalan yang kemudian menjerumuskannya ke dalam penjara,
yaitu persoalan teologis tentang status Al-Qur’an. Apakah Al-
Qur’an diciptakan (makhluk) karena hadis (baru) ataukah tidak
diciptakan karena qadim. Paham yang diakui oleh pemerintah
resmi kala itu, yaitu Dinasti Abbasiyah di bawah kepemimpinan
Khalifah Al-Makmun, Al-Mu’tashim, dan Al-Watsiq, adalah paham
Mu’tazilah yang menyatakan bahwa Al-Qur’an tidak bersifat
qadim, tetapi baru dan diciptakan. Sebab, bagi Mu’tazilah, paham
adanya qadim di samping Tuhan adalah syirik, dosa besar yang
tidak diampuni oleh Tuhan.16
Karena tampak tidak sejalan dengan paham resmi tersebut,
Imam Hanbal kemudian diuji dalam kasus mihnah oleh aparat
pemerintah. Pandangan Ibnu Hanbal tentang status Al-Qur’an
dapat dilihat dari dialognya dengan Ishaq bin Ibrahim, gubernur
Irak kala itu:
Ishaq : Apa pendapatmu tentang Al-Qur’an?
Ibnu Hanbal : Sabda Tuhan.
Ishaq : Apakah ia diciptakan?
15
Abdul Rozak, Rosihon Anwar, Ilmu Kalam, (Bandung: CV PUSTAKA
SETIA, 2015), hal. 137.
16
Abdul Rozak, Rosihon Anwar, Ilmu Kalam, (Bandung: CV PUSTAKA
SETIA, 2015), hal. 138.
6
Ibnu Hanbal : Sabda Tuhan. Saya tidak mengatakan lebih dari
itu.
Ishaq : Apa arti ayat: Maha Mendengan (Sami’) dan Maha
Melihat (Bashir)? (Ishaq ingin menguji Ibnu Hanbal tentang
paham antropomorpisme).
Ibnu Hanbal : Tuhan Menyifatkan diri-Nya (dengan kata-kata
itu).
Ishaq : Apa artinya?
Ibnu Hanbal : Tidak tahu. Tuhan adalah sebagaimana Ia
sifatkan pada diri-Nya.
Dari dialog tersebut, Ibnu Hanbal terlihat tidak ingin
membahas lebih lanjut tentang status Al-Qur’an. Beliau hanya
mengatakan bahwa Al-Qur’an tidak diciptakan. Hal ini sejalan
dengan pola pikirnya yang menyerahkan ayat-ayat yang
berhubungan dengan sifat Allah hanya kepada Allah dan Rasul-
Nya.17
Ibn Taimiyah
17
Abdul Rozak, Rosihon Anwar, Ilmu Kalam, (Bandung: CV PUSTAKA
SETIA, 2015), hal. 138.
7
Ibnu Taimiyah memiliki nama lengkap Taqiyuddin Ahmad bin
Abi al-Halim bin Taimiyah. Nama kuniyahnya adalah ‘Abul Abbas.
Beliau lahir di Harran, Turki pada tanggal 10 Rabi’ul Awwal 661 H.
Beliau adalah salah satu dari sedikitnya manusia yang Allah beri
nikmat berupa tumbuh di keluarga ulama dan cendekia yang sehari-
harinya bergulat dengan ilmu. Ayahnya bernama Syihabuddin Abu
Ahmad Abdul Halim bin Abdissalam ibn Abdillah bin Taimiyah,
seorang syaikh, khatib, dan hakim di kotanya. Kondisi itulah yang
membentuk jiwa serta menumbuhkan semangat Ibnu Taimiyah
dalam menuntut ilmu.18
18
Abdul Rozak, Rosihon Anwar, Ilmu Kalam, (Bandung: CV PUSTAKA
SETIA, 2015), hal. 139.
8
Malik, Imam Syafi’i, Imam Ahmad, serta orang-orang yang bersama
mereka.
1. Tauhid al-Rububiyah
19
Rifai Shodiq Fathoni, “Pemikiran Ibnu Taimiyah (1263—1328 M)”
https://wawasansejarah.com/pemikiran-ibnu-taimiyah/)
9
ciptaan sekecil apapun kecuali Dia lah yang memilikinya. Lebih
dari itu, Dia juga yang mengatur semua keharmonisan,
keserasian, dan keselarasan alam semesta ini.
2. Tauhid al-Uluhiyah
10
sifat-sifat Allah SWT. Menurut beliau, nama-nama dan sifat-
sifat Allah telah ditetapkan-Nya dalam Al-Qur’an sebagaimana
Dia menamai dan mensifati diri-Nya sendiri dengan tanpa
penta’wilan, penyamaan dengan ciptaan-Nya, dan tanpa harus
dihitung dengan bilangan yang sangat terbatas, delapan,
sepuluh, dua puluh, atau bahkan menafikannya. Hal tersebut
sangat bertentangan dengan apa yang telah ditetapkan Allah
SWT., dengan manafikan atau mambatasi nama atau sifat-Nya
tersebut berarti mengurangi kebesaran dan kesempurnaan-
Nya. Dia lah Tuhan yang Maha Sempurna dan disucikan dari
segala kekurangan.20
20
Saprijal, “Konsep Teologi Ibnu Taimiyah dan Konsep Teologi Al-Ghazali”
(http://saprijalismi.blogspot.com/2011/11/konsep-teologi-ibnu-taimiyah-dan-
konsep.html?m=1)
11