Anda di halaman 1dari 12

KEMENTRIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN

TINGGI
UNIVERSITAS JAMBI
FAKULTAS HUKUM

Omnibus Law

Rancangan Undang Undang Cipta Lapangan Kerja

Disusun sebagai pemenuhan ujian semester mata kuliah

IlmuPerundang Undangan

ELMA YUNITA NAMBELA

NIM. B10018363

Dosen Pengampu : Iswandi, SH, MH.

Dr. H. Syamsir, S.H., M.H

JAMBI

2019
Kata Pengantar

Di awal kata, saya ucapkan terimakasih kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
rahmat dan juga berkat nya sehingga saya bisa menyelesaikan makalah ini dengan
baik. Terimakasih pula pada dosen – dosen pengampu saya mata kuliah Ilmu
Perundang Undangan yang memberikan saya tugas ini sehingga saya dapat
memahami maksud dan tujuan pembuatan makalah ini serta memaknai segala isi
pembahasan dalam makalah ini. Selain itu saya juga mengucapkan terimakasih
kepada teman – teman, kakak senior, dan yang pasti keluarga atas bantuan, saran,
masukan, pendapat dan berbagai kritikan nya.

Makalah dengan judul ‘’ Omnibus Law, Rancangan Undang Undang Cipta


Lapangan Kerja‘’ ini saya buat terkhusus untuk memenuhi tuntutan tugas dari mata
kuliah Ilmu Perundang Undangan Fakultas Hukum Universitas Jambi. Dalam
makalah ini saya membahas beberapa rumusan masalah yang menarik menurut saya.
Pemilihan rumusan masalah ini saya pilih karna banyaknya berita hangat dan
banyaknya tuntutan terutama dari buruh akan penolakan rancangan undang undang
cipta lapangan kerja.

Manusia tidak ada yang sempurna, begitu juga dengan saya dan makalah ini. Oleh
karana itu, saya mohon kelapangan dada pembaca agar memahami makalah ini. Saya
juga berharap saran, kritikan, pendapat dan berbagai pesan untuk makalah ini
sehingga kedepannya saya bisa membuat makalah yang lebih baik lagi. Sekian dari
saya, Terimakasih….

Jambi, 05 Mei 2020

Penulis

Elma Yunita Nambela


Daftar Isi

Cover ………………………………………………………………………. 1

Kata Pengantar ……………………………………………………………. 2

Daftar Isi …………………………………………………………………… 3

Bab 1. Pendahuluan

1.1 Latar Belakang……………………………………………………...4


1.2 Rumusan Masalah…………………………………………………..4
1.3 Tujuan Masalah …………………………………………………….4

Bab 2. Pembahasan

2.1 Konsep Omnibus Law …………………………………………….5


2.2 Problematika di RUU Cipta Lapangan Kerja………………..8

Bab 3. Penutup

3.1 Kesimpulan……………………………………………………….12

Daftar Pustaka………………………………………………………………13
Bab I
Pendahuluan

1.1. Latar Belakang


Makalah dengan judul ‘’Omnibus Law, Rancangan Undang Undang Cipta
Lapangan Kerja ‘’ ini saya buat terkhusus untuk memenuhi tuntutan ujian
semester dari mata kuliah Ilmu Perundang Undangan saya. Pemilihan judul ini
juga di dorong oleh rasa ingin tau saya yang cukup besar untuk memahami
omnibus law terutama pada rancangan undang undang cipta lapangan kerja.
Lapangan Kerja bisa diartikan sebagai ketersediaan kerja atau pekerjaan yang
bisa diisi oleh tenaga kerja. Ketersediaan lapangan kerja ini berkaitan dengan
kemampuan dari pemerintah dalam menciptakan iklim investasi. Meningkatnya
investasi berdampak pada meningkatnya kegiatan produksi yang pada akhirnya
turut meningkatkan ketersediaan lapangan kerja. Untuk itu pemerintah
Indonesia dengan konsep omnibus law pada Undang Undang lapangan kerja
membuat rancangan undang – undang cipta lapangan kerja. Namun dengan
konsep omnibus law yang sejatinya seharusnya memudahkan berbagai pihak,
apakah cocok dan bisa di berlakukan di Indonesia ?
Untuk itu di karenakan adanya tuntutan tugas akhir semester dan ketertarikan
penulis dalam materi ini, membuat makalah ini dengan judul Omnibus Law,
Rancangan Undang – Undang Lapangan Kerja.

1.2. Rumusan Masalah

Dalam makalah ini, ada beberapa permasalahan yang akan saya dalami,
yaitu :
1. Apakah yang dimaksud dengan konsep omnibus law ?
2. Apa saja isi Rancangan Undang Undang Cipta Lapangan Kerja?
3. Bagaimana problematika dalam Rancangan Undang Undang Lapangan
Kerja ?

1.3. Tujuan Masalah


Makalah ini memiliki tujuan yang ingin saya capai :
1. Menyelesaikan tuntutan ujian tengah semester mata kuliah Ilmu
Perundang Undangan
2. Mengetahui konsep omnibus law
3. Memahami isi rancangan undang – undang cipta lapangan kerja
4. Menguraikan problematikan dalam rancangan undang undang cipta
lapangan kerja

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Konsep Omnibus Law
Secara harfiah, kata omnibus berasal dari bahasa Latin omnis yang berarti banyak
dan lazimnya dikaitkan dengan sebuah karya sastra hasil penggabungan beragam
genre, atau dunia perfilman yang menggambarkan sebuah film yang terbuat dari
kumpulan film pendek. Di dalam  Black Law Dictionary Ninth Edition Bryan
A.Garner disebutkan omnibus : “relating to or dealing with numerous object or item
at once ; inculding many thing or having varius purposes”. Menyesuaikan dengan
definisi tersebut jika dikontekskan dengan UU maka dapat dimaknai sebagai
penyelesaian berbagai pengaturan sebuah kebijakan tertentu, tercantum dalam dalam
berbagai UU, ke-dalam satu UU payung.

Adapun dari segi hukum, kata omnibus lazimnya disandingkan dengan


kata law atau bill yang berarti suatu peraturan yang dibuat berdasarkan hasil
kompilasi beberapa aturan dengan substansi dan tingkatannya berbeda. Menurut
Audrey O” Brien (2009), omnibus law adalah suatu rancangan undang-undang (bill)
yang mencakup lebih dari satu aspek yang digabung menjadi satu undang-undang.
Sementara bagi Barbara Sinclair (2012), omnibus bill merupakan proses pembuatan
peraturan yang bersifat kompleks dan penyelesaiannya memakan waktu lama karena
mengandung banyak materi meskipun subjek, isu, dan programnya tidak selalu
terkait.

Dapat dikatakan omnibus law merupakan metode atau konsep pembuatan


peraturan yang menggabungkan beberapa aturan yang substansi pengaturannya
berbeda, menjadi suatu peraturan besar yang berfungsi sebagai payung hukum
(umbrella act). Dan ketika peraturan itu diundangkan berkonsekuensi mencabut
beberapa aturan hasil penggabungan dan substansinya selanjutnya dinyatakan tidak
berlaku, baik untuk sebagian maupun secara keseluruhan.

Implementasi konsep omnibus law dalam peraturan perundang-undangan ini lebih


mengarah pada tradisi Anglo-Saxon Common Law. Beberapa negara seperti
Amerika, Kanada, Irlandia, dan Suriname disebutnya telah
menggunakan pendekatan omnibus law atau omnibus bill. “Misalnya di Irlandia,
tahun 2008, Irlandia mengeluarkan sebuah undang-undang tentang sifat yang
mencabut kurang lebih 3.225 undang-undang,” kata Jimmy menambahkan. Di
berbagai negara khususnya common law lazim menggunakan omnibus law seperti
Amerika Serikat, Kanada, Filipina dan Australia. Indonesia tergolong baru mengenal
ini.
Menurut Sofyan Djalil yang saat itu menjabat sebagai Menteri Agraria dan
TataRuang/Kepala Badan Pertanahan Nasional sudah mengusulkan konsep
Omnibus Law dalam prosedur pengurusan atau mengecek status kepemilikan tanah.
Menurutnyakonsep omnibus law adalah langkah menerbitkan satu UU yang bisa
memperbaikisekian banyak UU yang selama ini dianggap tumpang tindih dan
menghambatproses kemudahan berusaha (omnibus law ). Dengan diterbitkannya satu
Undang-Undang untuk memperbaiki sekian banyak Undang-Undang, sebab
denganbanyaknya Undang-Undang tidak bisa dilakukan percepatan-percepatan
karenabanyaknya Undang-Undang masih mengatur dan bisa saling bertentangan

Salah satu keunggulan metode omnibus law adalah kepraktisan untuk mengoreksi


banyak regulasi bermasalah. “Meningkatkan kecepatan dalam penyusunan undang-
undang, dengan menyusun sebuah omnibus law sekaligus mengoreksi undang-
undang bermasalah yang sedang berlaku,” katanya.
 
Dari beberapa uraian pendapat ahli hukum diatas bisa ditarik ciri-ciri utama
Omnibus Law adalah (1) terdiri multi sektor atau terdiri dari banyak muatan
sektordengan tema yang sama; (2) tediri dari banyak pasal, akibat banyak sektor
yangdicakup; (3) mandiri atau berdiri sendiri, tanpa terikat atau minim terikat
denganperaturan yang lain; dan (4) menegasikan / mencabut sebagian dan /
ataukeseluruhan peraturan lain.

Selain itu bisa juga diketahui bahwa tujuan dimunculkan ide atau gagasan
Omnibus Law adalah (1) untuk mengatasi konflik peraturan perundang-
undangansecara cepat, efektif dan efisien; (2) menyeragamkan kebijakan pemerintah
baikditinkat pusat maupun daerah untuk menunjang iklim investasi; (3) agar
pengurusanperizinan lebih terpadu, efisien dan efektif; (4) untuk memutus mata
rantai birokrasiadministrasi yang berlama-lama; (5) untuk meningkatkan hubungan
koordinasi antarinstansi terkait karena telah diatur dalam kebijakan omnibus
regulation yangterpadu; dan (6) sebagai jaminan adanya kepastian hukum dan
perlindungan bagipengambil kebijakan.

Jadi Omnibus Law hendaknya menjawab dua hal sekaligus yaitu efisiensi hukum dan
harmonisasi

2.2Problematika Rancangan Undang – Undang Lapangan Kerja

Kebijakan Omnibus law yang digulirkan oleh pemerintah terus berkembang dan
mewarnai jagat dunia nyata serta maya, diskursus dari kebijakan tersebut menuai 
aksi pro dan kontra.  Berbagai elemen baik dari akademisi, buruh, pengusaha, NGO,
dan elemen lainnya turut bersuara dalam mewarnai proses dialog dari kebijakan yang
disebut sebut sebagai senjata pamungkas untuk membawa Indonesia keluar dari
hambatan birokrasi dalam mengejar pertumbuhan ekonomi dan jebakan kelas
menengah(middle income trap).

Omnibus Law merupakan sebuah konsep yang akan diterapkan pada empat
Rancangan Undang-Undang yang kesemuanya merupakan usulan dari pihak
pemerintah. RUU yang menganut konsep omnibus law yakni RUU tentang Cipta
Lapangan Kerja, RUU tentang Perpajakan dan RUU tentang Ibu Kota Negara. Untuk
RUU cipta lapangan kerja sendiri memiliki 11 klaster pengaturan, dari 11 kluster
tersebut sedikitnya terdapat 3 kluster  yang telah menjadi perhatian Ombudsman RI
yakni kluster penyederhanaan perizinan tanah, persyaratan investasi, dan kemudahan
berusaha.

Berikut ada beberapa isi dalam Rancangan Undang – Undang Cipta Lapangan
Kerja yang mana memang di marak menjadi pembicaraan dan problematika di
Indonesia :

1. Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP)


Dalam draft RUU Cipta Lapangan Kerja yang dihimpun Cermati.com, pada
pasal 46A berbunyi:
 Pekerja/buruh yang di PHK berhak mendapatkan jaminan kehilangan
pekerjaan
 JKP diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
(BPJS) Ketenagakerjaan.
“JKP akan diberikan kepada pekerja/buruh yang merupakan peserta BPJS
Ketenagakerjaan dan aktif membayar iuran,” bunyi Pasal 46C.”

Di Pasal 46D, tertuang manfaat JKP yang akan diterima pekerja yang kena PHK,
yakni berupa:

 Pelatihan dan sertifikasi


 Uang tunai
 Fasilitas penempatan.
“Jadi manfaat JKP, pemerintah akan memberikan pelatihan (kerja), memberi
uang saku selama 6 bulan, serta penempatan bekerja. Ini khusus bagi karyawan
yang perusahaannya bangkrut atau kena PHK (bukan karena tindak kriminal)
dan aktif membayar iuran BPJS Ketenagakerjaan,” kata Menteri Koordinator
Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto.

2. Pesangon
Jika pekerja di PHK (tidak melakukan tindak pidana atau kriminal), perusahaan
wajib membayar pesangon. Besarannya:

 Masa kerja kurang dari 1 tahun = 1 bulan gaji


 Masa kerja 1 tahun, tapi kurang dari 2 tahun = 2 bulan gaji
 Masa kerja 2 tahun, tapi kurang dari 3 tahun = 3 bulan gaji
 Masa kerja 3 tahun, tapi kurang dari 4 tahun = 4 bulan gaji
 Masa kerja 4 tahun, tapi kurang dari 5 tahun = 5 bulan gaji
 Masa kerja 5 tahun, tapi kurang dari 6 tahun = 6 bulan gaji
 Masa kerja 6 tahun, tapi kurang dari 7 tahun = 7 bulan gaji
 Masa kerja 7 tahun, tapi kurang dari 8 tahun = 8 bulan gaji
 Masa kerja 8 tahun atau lebih = 9 bulan gaji.
Formula lain, jika pekerja di penjara karena melakukan tindak pidana,
perusahaan tidak wajib membayar gaji. Tapi wajib memberi bantuan kepada
keluarga pekerja yang menjadi tanggungan. Ketentuannya:

 Untuk 1 orang tanggungan = 25% dari gaji


 Untuk 2 orang tanggungan = 35% dari gaji
 Untuk 3 orang tanggungan = 45% dari gaji
 Untuk 4 orang tanggungan atau lebih = 50% dari gaji.
Bantuan diberikan maksimal 6 bulan terhitung sejak hari pertama pekerja
ditahan. Perusahaan dapat mem-PHK pekerja tersebut setelah 6 bulan tidak
bekerja karena dalam proses perkara pidana. Bila pengadilan memutuskan
perkara pidana sebelum masa 6 bulan berakhir, dan pekerja dinyatakan tidak
bersalah, perusahaan wajib mempekerjakannya lagi.

3. Bonus
“Pemanis” lain untuk meningkatkan kesejahteraan pekerja, disebutkan dalam
RUU Cipta Lapangan Kerja, yaitu berupa bonus atau uang penghargaan.
Besarannya dilihat dari masa kerja. Bonus atau uang penghargaan diberikan
dengan ketentuan:

 Masa kerja kurang dari 3 tahun = bonus 1 kali gaji


 Masa kerja 3 sampai kurang dari 6 tahun = bonus 2 kali gaji
 Masa kerja 6 tahun sampai kurang dari 9 tahun = bonus 3 kali gaji
 Masa kerja 9 tahun sampai kurang dari 12 tahun = bonus 4 kali gaji
 Masa kerja 12 tahun sampai kurang dari 15 tahun = bonus 5 kali gaji
 Masa kerja 15 tahun sampai kurang dari 18 tahun= bonus 6 kali gaji
 Masa kerja 18 tahun sampai kurang dari 21 tahun = bonus 7 kali gaji
 Masa kerja 21 tahun atau lebih = bonus 8 kali gaji.

Bonus akan diberikan 1 kali dalam jangka waktu 1 tahun sejak UU Cipta
Lapangan Kerja mulai berlaku.Ketentuan pemberian bonus ini hanya berlaku
untuk perusahaan menengah dan besar yang sudah punya banyak tenaga kerja.
Tapi tidak berlaku bagi usaha mikro dan kecil.

Kalau di UU Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003, ketentuan perhitungan


uang penghargaan berbeda dengan aturan RUU Cipta Lapangan Kerja berbeda.
Pada UU Ketenagakerjaan disebutkan periode masa kerja hingga 24 tahun lebih
dengan perhitungan:
 Masa kerja 21 tahun sampai kurang dari 24 tahun = bonus 8 kali gaji
 Masa kerja 24 tahun atau lebih = bonus 10 kali gaji.

4. Libur
RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja juga mengatur ketentuan libur atau
waktu istirahat bagi pekerja. Disebutkan dalam Pasal 79:

 Waktu istirahat antara jam kerja, minimal setengah jam setelah bekerja
selama 4 jam terus menerus. Istirahat ini tidak termasuk jam kerja
 Istirahat mingguan 1 hari untuk 6 hari kerja dalam seminggu.
Jika dilihat dalam UU No. 13/2003 tertulis jatah istirahat mingguan bisa 1 hari
untuk 6 hari kerja atau 2 hari untuk 5 hari kerja dalam seminggu. Bagaimana
menurutmu?

 Sementara untuk cuti tahunan sama saja, diberikan minimal 12 hari kerja
setelah masa kerja 1 tahun.

Namun Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menolak Rancangan


Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja atau RUU Cipta Kerja . Presiden KSPI
Said Iqbal bahkan mengaku geram dan menyebut RUU Omnibus Law ini hanya
akan mengurangi kesejahteraan para buruh.
Terdapat sembilan alasan yang membuat KSPI menolak RUU Cipta Kerja.
Kesembilan alasan tersebut yaitu hilangnya aturan upah minimum, hilangnya
pesangon, dan praktik outsourcing atau alih daya yang dibebaskan untuk semua
jenis pekerjaan tanpa batasan waktu.

Selain itu, Iqbal ( Ketua KSPI ) menambahkan, jam kerja yang eksploitatif,
penggunaan karyawan kontrak yang tidak terbatas, serta potensi penggunaan buruh
kasar asing yang semakin bebas membuat buruh menolak
omnibus law ini. Kemudian, Pemutusan Hubungan Kerja atau PHK yang
dipermudah, hilangnya jaminan sosial bagi pekerja buruh, dan terakhir tidak adanya
sanksi pidana bagi perusahaan atau pemberi kerja yang telat membayar upah buruh.

KSPI pun juga menolak terlibat dalam tim pembahas Omnibus Law  yang
ditetapkan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto. Tim
yang juga berisi pengusaha ini dibentuk Airlangga pada 7 Februari 2020.  "KSPI
tidak pernah dan tidak akan masuk tim dari Menko Perekonomian," kata Iqbal.

BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan

 Kata omnibus berasal dari bahasa Latin omnis yang berarti banyak dan lazimnya
dikaitkan dengan sebuah karya sastra hasil penggabungan beragam genre.
Dikatakan omnibus law merupakan metode atau konsep pembuatan peraturan yang
menggabungkan beberapa aturan yang substansi pengaturannya berbeda, menjadi
suatu peraturan besar yang berfungsi sebagai payung hukum (umbrella act).
Omnibus Law hendaknya menjawab dua hal sekaligus yaitu efisiensi hukum dan
harmonisasi
 Omnibus yang sejatinya bermaksud dalam efisisensi hukum dan harmonisai, namun
di Indonesia mendapat penolakan dan mangalami problemi terutama pada Racangan
Undang Undang Cipta Lapangan Kerja

Daftar Pustaka
https://brainly.co.id/tugas/2521424

https://unpak.ac.id/pdf/2019/mihradi_omnibus.pdf

https://business-law.binus.ac.id/2019/10/03/memahami-gagasan-omnibus-law/

https://www.academia.edu/41537217/MAKALAH_OMNIBUS_LAW

https://www.cermati.com/artikel/isi-ruu-omnibus-law-cipta-lapangan-kerja-pekerja-
untung-atau-rugi

https://ombudsman.go.id/artikel/r/artikel--omnibus-law-dalam-teori-dan-melompati-
praktik

https://www.academia.edu/38069190/Konseptualisasi_Omnibus_Law_Dalam_Menyelesaik
an_Permasalahan_Regulasi_Pertanahan

file:///C:/Users/DELL/Downloads/Daftar_UU_Omnibus_Law_Cipta_Lapangan_Ker.pdf

https://nasional.kompas.com/read/2020/03/05/05312351/buruh-desak-jokowi-cepat-
merespons-penolakan-atas-ruu-cipta-k

Anda mungkin juga menyukai