Anda di halaman 1dari 7

Jurnal Keperawatan, Volume XII, No.

2, Oktober 2016 ISSN 1907 - 0357

PENELITIAN
HUBUNGAN POLA PEMBERIAN MAKANAN PENDAMPING
ASI DENGAN STATUS GIZI BALITA USIA 6-24 BULAN PADA
SALAH SATU DESA DI WILAYAH LAMPUNG TIMUR
Damayanti*, Siti Fatonah*
*Alumni Jurusan Keperawatan Poltekkes Tanjungkarang
**Dosen Jurusan Keperawatan Poltekkes Tanjungkarang

Status gizi balita merupakan salah satu indikator yang menggambarkan tingkat kesejahteraan
masyarakat.Masalah gizi menjadi salah satu faktor penyebab kesakitan dan penyebab kematian paling
sering pada anak diseluruh dunia.Tujuan dari penelitian ini adalah untuk diketahui hubungan pola
pemberian makanan pendamping ASI dengan status gizi balita usia 6-24 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas
Rawat Inap Pugung Raharjo Kabupaten Lampung Timur. Jenis penelitian kuantitatif dengan rancangan
survei analtik menggunakan desain Cross sectional yang hasilnya disajikan dalam distribusi frekuensi dan
uji Chi-suquare. Teknik pengambilan sampel cluster random sampling. Populasi dalam penelitian adalah
ibu-ibu yang memiliki balita usia 6-24 bulan di Desa Pugung Raharjo Wilayah Kerja Puskesmas Rawat
Inap Pugung Raharjo Kabupaten Lampung Timur yang berjumlah 64 orang. Penelitian dilakukan pada
tanggal 09 Mei – 04 Juni 2016. Hasil penelitian di dapat hasil responden berdasarkan pola pemberian MP-
ASI tidak baik sebanyak 15 orang (27,3%), pola pemberian MP-ASI baik sebanyak 40 orang (72,7%) dan
berdasarkan status gizi balita didapat hasil gizi baik sebanyak 39 orang (70,9%) serta gizi kurang sebanyak
16 orang ( 29,1%). 15 responden dengan pola pemberian MP-ASI tidak baik didapat 13 responden (86,7%)
berstatus gizi kurang dan 2 responden (13,3%) berstatus gizi baik serta dari 40 responden dengan pola
pemberian MP-ASI baik didapat 38 responden (95,0%) berstatus gizi baik dan 2 responden (5,0%) berstatus
gizi kurang. Hasil uji statistik di peroleh p value = 0,000 (0,000 < 0,05), maka dapat disimpulkan ada
hubungan yang bermakna antara pola pemberian makanan pendamping ASI dengan status gizi balita. Dari
hasil analisis di peroleh pula nilai Odds Ratio (OR)= 123,5. Bagi petugas kesehatan disarankan agar dapat
mempertahankan dan meningkatkan kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan status gizi balita dan
peningkatan progam mutu MP-ASI serta kepada peneliti selanjutnya hendaknya dilakukan penelitian
lanjutan tentang mutu ASI dan kejadian penyakit infeksi berhubungan dengan status gizi balita.

Kata kunci: Status Gizi, MP-ASI

LATAR BELAKANG ASEAN lainnya. Faktor-faktor yang


menjadi penentu HDI yang adalah
Masalah gizi menjadi salah satu pendidikan, kesehatan dan ekonomi. Ketiga
faktor penyebab kesakitan dan penyebab faktor tersebut sangat berkaitan dengan
kematian paling sering pada anak diseluruh status gizi masyarakat (Akhmadi, 2009
dunia. Gizi buruk merupakan penyebab dalam Astuti & Sulistyowati, 2011).
langsung dari 300.000 kematian anak setiap Salah satu penyebab terjadinya
tahunnya dan secara tidak langsung gangguan tumbuh kembang bayi dan balita
merupakan penyebab setengah dari seluruh usia 6-24 bulan di Indonesia adalah
kematian anak di dunia. World Health rendahnya mutu Makanan Pendamping Asi
Organization (WHO) memperkirakan (MP-ASI ) dan ketidaksesuaian pola asuh
bahwa 54% penyebab kematian pada bayi yang diberikan sehingga beberapa zat gizi
dan balita didasari oleh keadaan gizi buruk tidak dapat mencukupi kebutuhan energy
(Agung,2009). dan zat mikro teruama zat besi (Fe) dan
United Nations Development seng (Zn). Pemberian makanan adalah salah
Program (UNDP) melaporkan bahwa satu faktor yang mempengaruhi status gizi
berdasarkan peringkat Human balita. pemberian makanan yang kurang
Development Index (HDI) pada tahun tepat dapat menyebabkan terjadinya
2011, Indonesia berada pada urutan ke-124 kekurangan gizi dan pemberian yang
dari 187 negara, jauh dibawah Negara berlebihan akan menyebabkan terjadinya

[257]
Jurnal Keperawatan, Volume XII, No. 2, Oktober 2016 ISSN 1907 - 0357

kegemukan. Pada usia 6 bulan, secara Lampung Timur masuk kedalam 3


fisiologis bayi telah siap menerima Kabupaten yang memiliki pravelensi gizi
makanan tambahan, karena secara kurang terbanyak di Provinsi Lampung
keseluruhan fungsi saluran cerna bayi sudah (Kemenkes RI , 2011).
berkembang. Selain itu, pada usia tersebut Hasil data yang diperoleh dari
air susu ibu sudah tidak lagi mencukupi Medical Record Puskesmas Rawat Inap
kebutuhan bayi untuk tumbuh kembangnya Pugung Raharjo Kecamatan Sekampung
sehingga pemberian makanan pendamping Udik tahun 2015 menunjukkan bahwa dari
air susu ibu (MP-ASI) sangat di perlukan 2171 balita, pravelensi balita yang
(Septiana R, 2014). mengalami gizi kurang sebanyak 17 kasus
Pravelensi balita sangat kurus secara (0,88%) dari target nasional < 1,18% dan
Nasional di Indonesia pada tahun 2013 balita yang mengalami gizi buruk 1 kasus
masih cukup tinggi yaitu 5,3%. Walaupun serta balita yang mengalami 2T
mengalami penurunan dibandingkan tahun (Timbangan tidak naik 2 bulan berturut-
2010 (6,0%) dan tahun 2007 (6,2%). turut) sebanyak 247 kasus(11,38%) dari
Demikian pula halnya dengan pravelensi target Nasional < 4,42%. Kasus ini terus
balita kurus sebesar 6,8 % juga mengalami peningkatan sejak tahun 2013
menunjukkan adanya penurunan dari 2010 dimana pada tahun 2013 hanya ditemukan
(7,3%) dan tahun 2007 (7,4%).secara kasus balita yang mengalami gizi kurang
keseluruhan pravelensi anak balita kurus sebanyak 9 kasus (0,33%) dari target
dan sangat kurus menurun dari 13,6% pada nasional sebesar <1,28% kasus balita yang
tahun 2007 menjadi 12,1% pada tahun mengalami gizi buruk sebanyak 2 kasus
2013. Meskipun demikian, menurut World serta balita yang mengalami 2T
Health Organization (WHO), masalah (Timbangan tidak naik berturut-turut )
kesehatan masyarakat sudah dianggap sebanyak 235 kasus(10,83%) dari target
masalah serius bila pravelensi kurus antara nasional sebesar < 10,83% , pada tahun
10,0%-14,0%, dan dianggap kritis bila 2014 ditemukan kasus balita yang
≥15,0%. Pada tahun 2013, secara nasional mengalami gizi kurang sebanyak 13 (0,44
pravelensi kurus dan sangat kurus pada %) dari target nasional sebesar <1,28% dan
balita sebesar 12,1%, yang menunjukkan tidak ditemukan balita yang mengalami gizi
bahwa masalah gizi di Indonesia masih buruk serta balita yang mengalami 2T(berat
merupakan masalah kesehatan masyarakat badan tidak naik 2 bulan berturut-turut)
yang serius (Kemenkes RI, 2014). sebanyak 197 kasus (8,71%) dari target
Di Provinsi Lampung pravelensi gizi nasional sebesar < 5,20%.
buruk dan kurang sebesar (17,5%), terdiri Puskesmas Rawat Inap Pugung
dari 5,7% gizi buruk dan 11,8% gizi kurang. Raharjo memiliki 8 Wilayah kerja yaitu
Dibandingkan pravelensi status gizi Desa Mengandung Sari, Desa Bumi Mulyo,
Nasional berdasarkan BB/U gizi buruk dan Desa Banjar Agung, Desa Toba, Desa
kurang tahun 2013 sebesar 19,6%, terdiri Bojong, Desa Pugung Raharjo, Desa
dari 5,7% gizi buruk dan 13,9% gizi kurang. Gunung Pasir Jaya dan Desa
Dari hasil diatas dapat diketahui masalah Purwokencono. Dari 8 desa tersebut
gizi buruk dan kurang pada balita di pravelensi balita yang mengalami gizi
Provinsi Lampung yang meskipun lebih kurang terbanyak adalah Desa Pugung
baik dari angka nasional namun masih perlu Raharjo yaitu sebanyak 10 balita (2,04%)
mendapat perhatian pemerintah (Kemenkes dari 489 orang balita dan jumlah pravelensi
RI, 2014). balita 2 kali timbangan tidak naik berturut-
Lampung Timur merupakan salah turut (2T) terbanyak yaitu sebanyak 206
satu Kabupaten yang terdapat di Provinsi (40,3%) dari 489 orang balita.
Lampung. Menurut BB/U pravelensi gizi Menurut hasil pada penelitian yang
buruk dan kurang di Kabupaten Lampung dilakukan oleh Risky Eka Sakti (Hubungan
Timur sebesar 17,7%,terdiri dari 3,2% gizi Pola Pemberian MP-ASI dengan Status
buruk dan 14,5% gizi kurang. Kabupaten Gizi Anak Usia 6-24 bulan di Wilayah

[258]
Jurnal Keperawatan, Volume XII, No. 2, Oktober 2016 ISSN 1907 - 0357

Pesisir Kecamatan Tallo Kota Makasar dengan status gizi balita usia 6-24 bulan
tahun 2013) dari 150 balita dengan proporsi dengan desain cross sectional.
anak laki- laki berjumlah 91 anak (60,7 %) Populasi dalam penelitian ini adalah
dan anak perempuan 59 anak (39,3 %). balita usia 6–24 bulan berjumlah 62 orang.
Sedangkan berdasarkan sampel umur lebih Anggota yang menjadi subjek penelitian ini
banyak pada kelompok umur 6-11 bulan adalah ibu- ibu yang memiliki balita usia 6-
(48,7%) dan paling sedikit adalah pada 24 bulan.
kelompok umur 18- 24 bulan (18,3%). Pengumpulan data dimulai dengan
Lebih banyak sampel yang terdiri dari gizi mebagikan kuesioner kepada responden
buruk, gizi kurang dan gizi baik yaitu ibu-ibu yang memiliki balita usia 6-24
berdasarkan jenis kelamin yaitu sampel bulan sedangkan lembar observasi di isi
jenis kelamin laki-laki sebanyak 91 anak oleh peneliti dan di bantu oleh petugas
dan paling banyak yaitu sampel gizi baik puskesmas untuk menganalisis status gizi
sebanyak (78%) sedangkan paling sedikit balita. Setelah data terkumpul dilakukan
tergolong gizi kurang yaitu pada sampel pengolahan data dan analisis data. Data
jenis kelamin perempuan sebanyak 7 anak dianalisis dengan menggunakan statistik chi
(11,9%). Lebih banyak sampel yang square, untuk menentukan hubungan kedua
tergolong kategori gizi kurang pada umur variabel.
18-23 bulan sebanyak 11 anak (42,8%)
sedangkan paling sedikit yaitu sampel pada
umur 12-17 bulan sebanyak 5 anak (10,2%) HASIL
dan untuk kategori gizi baik paling banyak
pada sampel umur 6-11 bulan yaitu Analisis Univariat
sebanyak 65 anak (89%) sedangkan paling
sedikit yaitu sampel pada umur 18-23 bulan Tabel 1: Distribusi Frekuensi Pola
sebanyak 16 anak (57,1%). Hasil penelitian Pemberian Makanan Pendamping
menunjukkan bahwa lebih banyak anak ASI
yang berstatus gizi buruk/ kurang yang
mendapat frekuensi pemberian MP-ASI Pola Pemberian MPASI f %
yaitu sebanyak 26 anak (38,2 %). Hasil uji Baik 40 72,7
statistik (chi square) antara frekuensi Tidak Baik 15 27,3
pemberian MP-ASI dengan statu gizi anak Jumlah 55 100
menunjukkan ada hubungan yang
signifikan (p value= 0,000). Berdasarkan tabel 1 didapatkan hasil
Berdasarkan latar belakang di atas, pola pemberian MPASI tidak baik sebanyak
peneliti tertarik untuk melakukan penelitian 15 orang (27,3%), pola pemberian MPASI
dengan judul “Hubungan Pola Pemberian baik sebanyak 40 orang (72,7%).
Makanan Pendamping ASI dengan Status
Gizi Balita Usia 6-24 Bulan di Desa Pugung Tabel 2: Distribusi Frekuensi Status Gizi
Raharjo Wilayah Kerja Puskesmas Rawat Balita Berdasarkan Berat Badan
Inap Pugung Raharjo Kabupaten Lampung Menurut Umur BB/U
Timur Tahun 2016”.
Status Gizi Balita BB/U f %
Gizi Baik 39 70,9
METODE Gizi Kurang 16 29,1
Jumlah 55 100
Penelitian ini menggunakan jenis
penelitian kuantitatif dengan menggunakan Berdasarkan tabel 2 didapatkan hasil
rancangan survei analitik yang bertujuan yaitu tidak ditemukan balita dengan status
untuk mengetahui hubungan pola gizi lebih dan gizi buruk (0%), gizi baik
pemberian makanan pendamping ASI sebanyak 39 orang (70,9%) serta gizi
kurang sebanyak 16 orang (29,1%).

[259]
Jurnal Keperawatan, Volume XII, No. 2, Oktober 2016 ISSN 1907 - 0357

Analisa Bivariat Kerja Puskesmas Pugung Raharjo sebagian


besar baik yaitu 72,7%. Namun angka Pola
Tabel 3: Distribusi Frekuensi Hubungan pemberian MP-ASI yang tidak baik juga
Pola Pemberian Makanan tinggi yaitu sebanyak 23,6%. Sehingga
Pendamping ASI dengan Status patut menjadi perhatian instansi kesehatan
Gizi Balita terkait yaitu Puskesmas untuk memberikan
penyuluhan yang tepat mengenai pola
Status gizi
Pola Pemberian pemberian makanan pendamping ASI yang
Kurang Baik f %
MP ASI baik dan benar melalui kader-kader
f % f %
Tidak baik 13 86,7 2 13,3 15 100 posyandu yang terdapat didesa Pugung
Baik 2 5,0 38 95,0 40 100 Raharjo agar kualitas pola pemberian
P value 0,000 makanan pendamping ASI warga desa
OR(95% CI) 123,5 Pugung Raharjo dapat lebih baik lagi.
Hal tersebut sesuai dengan teori yang
Dari tabel 3 didapat hasil dari 15 di ungkapkan oleh Adriani dan wirjatmadi
responden dengan pola pemberian MP-ASI (2014) yaitu Tingkat pendidikan seseorang
tidak baik, didapat 13 reponden (86,7%) akan berkaitan erat dengan wawasan
bestatus Gizi kurang dan 2 pengetahuan mengenai sumber gizi dan
reponden(13,3%) berstatus gizi baik, serta jenis makanan yang baik untuk konsumsi
tidak ada yang berstatus gizi buruk maupun keluarga. Ibu rumah tangga yang
lebih. Dari 40 responden dengan pola berpendidikan akan cenderung memilih
pemberian MP-ASI baik didapat 38 makanan yang lebih baik dalam mutu dan
responden (95,0%) berstatus gizi baik dan 2 jumlahnya dibadingkan dengan ibu yang
responden (5,0%) berstatus gizi kurang pendidikannya lebih rendah, Penyuluhan
serta tidak ditemukan balita yg berstatus tentang gizi seimbang harus lebih
gizi buruk maupun gizi lebih. Hasil uji ditingkatkan lagi, status ekonomi
statistik diperoleh p value = 0,000 (0,000 < masyarakat di desa Pugung Raharjo yang
0,05), maka dapat disimpulkan ada termasuk kalangan menengah kebawah
hubungan yang bermakna antara pola yaitu rata-rata responden hanya sebagai IRT
pemberian makanan pendamping ASI yaitu sebanyak 34 orang (61,8%) dan
dengan status gizi balita. Dari hasil analisis berdasarkan hasil wawancara dengan
diperoleh pula nilai Odds Ratio (OR) = responden mereka mengatakan rata-rata
123,5 yang artinya jika pola pemberian suami mereka bekerja sebagai petani
makanan pendamping ASI tidak baik maka sehingga mempengaruhi kemampuan
balita mempunyai peluang 123,5 kali keluarga untuk mencukupi kebutuhan
berstatus gizi kurang. makanan yang bergizi, serta pola kebiasaan
warga yang sulit diubah seperti: tidak
mencuci tangan menggunakan sabun
PEMBAHASAN terlebih dahulu sebelum memberikan balita
makan, frekuensi pemberian MP-ASI yang
Pola Pemberian Makanan Pendamping kurang.
ASI (MP-ASI) Menurut Kemenkes RI, 2007
Hasil penelitian pola pemberian Frekuensi pemberian MP-ASI dalam sehari
makanan pendamping ASI di Posyandu- kurang akan berakibat gizi anak tidak
posyandu Wilayah Kerja Puskesmas Rawat terpenuhi, dan pemberian MP-ASI yang
Inap Pugung Raharjo didapatkan hasil melebihi frekuensi pemberian akan
bahwa pola pemberian MP-ASI tidak baik mengarah pada gizi lebih, menambahkan
sebanyak 15 orang (27,3%) serta pola gula maupun garam pada makanan yang
pemberian MP-ASI baik sebanyak 40 orang akan diberikan kepada balita serta jarang
(72,7%), Data tersebut menunjukkan bahwa memberikan balita sayuran dan buah-
Pola pemberian MP-ASI responden yg buahan.
terdapat di posyandu-posyandu Wilayah

[260]
Jurnal Keperawatan, Volume XII, No. 2, Oktober 2016 ISSN 1907 - 0357

Dampak dari pola pemberian wawancara dengan responden mereka


makanan pendamping ASI yang tidak baik mengatakan rata-rata suami mereka bekerja
jika tidak tertangani dengan cepat akan sebagai petani.
mengakibatkan banyaknya balita yang akan Hal tersebut didukung oleh teori
berstatus gizi kurang bahkan yang lebih Almatser (2011) yaitu masalah gizi kurang
fatalnya lagi dapat mengakibatkan balita umumnya disebabkan oleh kemiskinan,
berstatus gizi buruk sehingga seharusnya kurangnya ketersediaan pangan, sanitasi
Instansi kesehatan terkait terutama lingkungan yang buruk, kurangnya
Puskesmas yang berkoordinasi dengan pengetahuan masyarakat tentang gizi menu
kader-kader di tiap posyandunya seimbang dan kesehatan.
meningkatkan program penyuluhan tentang Menurut Azwar dalam Almatsier
bagaimana pola pemberian makanan penanggulangan masalah gizi perlu
pendamping ASI yang baik, benar dan tepat dilakukan secara terpadu antar departemen
baik secara frekuensi pemberian, jenis, dan kelompok profesi, melalui upaya-upaya
jumlah/ porsi,konsistensi/ tekstur, cara peningkatan pengadaan pangan,
pengolahan serta cara penyajian kepada penganekaragaman produksi dan konsumsi
masyarakat yg memiliki balita agar pangan, peningkatan status sosial ekonomi,
pengetahuan masyarakat tentang pola pendidikan dan kesehatan masyarakat, serta
pemberian makanan pendamping ASI yang meningkatkan teknologi pangan. Semua ini
baik, benar dan tepat dapat meningkat serta bertujuan memperoleh perbaikan pola
dapat mempraktikkan pola tersebut kepada konsumsi pangan masyarakat yang
balita mereka. beranekaragam seimbang dalam mutu gizi.
Rendahnya nya status gizi jelas
Status Gizi Balita berdampak pada kualitas sumber daya
Hasil penelitian status gizi balita usia manusia karena status gizi mempengaruhi
6 sampai 24 bulan di Posyandu-Posyandu kecerdasan, daya tahan tubuh terhadap
Wilayah Kerja Puskesmas Pugung Raharjo penyakit, kematian bayi dan lain-lain.
dari 55 balita yang berstatus gizi baik kegiatan- kegiatan yang dilakukan oleh
sebanyak 39 orang (70,9%), gizi kurang Puskesmas maupun kader- kader posyandu
sebanyak 16 orang (29,1%) serta tidak ada sudah cukup baik namun ada baiknya perlu
yang berstatus gizi lebih dan gizi buruk. di tingkatkan lagi seperti: pemberian PMT
Hasil tersebut menunjukkan bahwa (Pemberian Makanan Tambahan) kepada
status gizi balita di Posyandu-Posyandu balita dengan gizi kurang lebih ditingkatkan
Wilayah Kerja Puskesmas Pugung Raharjo lagi frekuensi pemberiannya, pelaksanaan
masih banyak yang berstatus gizi kurang surveilans dan pembinaan gizi masyarakat
yaitu mencapai 29,1%. Berdasarkan hasil harus di tingkatkan lagi seperti:
pengamatan dan hasil wawancara peneliti memberikan penyuluhan kepada ibu-ibu
serta hasil penelitian yang dilakukan di yang memiliki balita bahwa wajib
peroleh faktor- faktor yang mempengaruhi membawa balita mereka untuk dilakukan
status gizi balita di Posyandu- Posyandu di penimbangan berkala di posyandu-
desa Pugung Raharjo Wilayah Kerja posyandu rutin setiap satu bulan agar status
Puskesmas Pugung Raharjo adalah gizi balita dapat terus terpantau.,
Kurangnya pengetahuan masyarakat memberikan penyuluhan tentang gizi
tentang gizi menu seimbang hal tersebut di seimbang.
buktikan dengan rendahnya tingkat
pendidikan di Desa Pugung Raharjo yang Hubungan Pola Pemberian Makanan
rata- rata lulusan SMP (54,%) serta Pendamping ASI (MP-ASI) dengan
rendahnya daya beli masyarakat untuk Status Gizi Balita
memenuhi kebutuhan makanan yang Hasil analisa hubungan pola
bergizi karena rata-rata responden hanya pemberian makanan pendamping ASI
sebagai ibu rumah tangga yaitu sebanyak 34 dengan status gizi balita diperoleh hasil
orang (61,8%) dan menurut hasil dari 15 responden dengan pola pemberian

[261]
Jurnal Keperawatan, Volume XII, No. 2, Oktober 2016 ISSN 1907 - 0357

MP-ASI tidak baik, didapat 13 reponden Kecamatan Unggaran Barat pemberian


(86,7%) bestatus Gizi kurang, 2 makanan pendamping ASI pada bayi usia 6-
reponden(13,3%) berstatus gizi baik hal ini 12 bulan sebanyak (45,5%) telah diberikan
dapat terjadi dikarenakan menurut Adriani MP-ASI sesuai dengan usia bayi, jenis
dan Wirjatmadi 2014 walaupun pola makanan, frekuensi dan jumlah pemberian,
pemberian MP-ASI tidak baik namun tidak dan yang tidak sesuai dengan usia bayi,
menutup kemungkin terdapat balita yang jenis makanan, frekuensi dan jumlah
berstatus gizi baik hal ini dikarenakan ASI pemberian sebanyak (54,5%). Hasil
yang diberikan ibu memiliki kualitas penelitian tersebut menunjukkan sebanyak
(Mutu) dan kuantitas (jumlah, frekuensi (62,2%) bayi memiliki status gizi baik
pemberian) yang baik sehingga dapat berdasarkan indeks berat badan menurut
mencukupi kebutuhan gizi balita , serta usia dan bayi yang mengalami status gizi
menurut hasil penelitian pola pemberian kurang sebanyak (31,8%). Penelitian ini
MP-ASI yang tidak baik didapat hasil tidak dapat disimpulkan bahwa diperoleh hasil
ada yang berstatus gizi buruk maupun lebih. α= 0,05 dan p value =0,005 sehingga
Dari 40 responden dengan pola menunjukkan adanya hubungan yang
pemberian MP-ASI baik didapat 38 bermakna antara pola pemberian makanan
responden (95,0%) berstatus gizi baik, 2 pendamping ASI dengan status gizi pada
responden (5,0%) berstatus gizi kurang hal bayi usia 6-12 bulan.
ini dapat terjadi karena beberapa faktor, Penelitian ini juga didukung oleh
menurut Witjanarka 2006 dalam Adriani hasil penelitian yang dilakukan oleh Riski
dan Wirjatmadi 2014 walaupun pola (2013) yaitu sebanyak 26 balita (38,2%)
pemberian makanan pendamping ASI yang mendapatkan frekuensi pemberian
telah diberikan baik namun penyakit infeksi makanan pendamping ASI yang kurang
yang sering terjadi di Negara-negara dengan menggunakan uji chi square
berkembang termasuk di Indonesia dapat diperoleh hasil nilai p = 0,000. Hasil
menyebabkan terjadinya gangguan gizi tersebut menunjukkan bahwa ada hubungan
melalui beberapa cara, yaitu mempengaruhi yang signifikan antara frekuensi pemberian
nafsu makan, menyebabkan kehilangan Makanan Pendamping ASI dengan status
bahan makanan didalam tubuh karena gizi balita usia 6- 23 bulan menurut indkes
muntah/diare atau mempengaruhi berat badan menurut umur di wilayah
metabolisme makanan, pola pemberian ASI pesisir Kecamatan Tallo Kota Makasar.
juga turut berpengaruh karena jika kualitas Hal ini didukung dengan teori MP-
dan kuantitas ASI nya buruk maka ASI yaitu ASI hanya mampu memenuhi
walaupun pola pemberian MP-ASI nya baik kebutuhan bayi sampai usia 4-6 bulan
dapat menyebabkan terjadi gangguan gizi (Krisnaturi dan Yenrina, 2014). Oleh
pada balita dan menurut hasil penelitian karena itu pemberian MP-ASI sangatlah
pola pemberian MP-ASI baik tidak dibutuhkan oleh balita untuk memenuhi
ditemukan balita yg berstatus gizi buruk kebutuhan gizi balita, karena pemberian
maupun gizi lebih. MP-ASI pada balita sangat mempengaruhi
Hasil uji statistik diperoleh p value = status gizi balita yang berkaitan dengan
0,000 (0,000 < 0,05), maka dapat pertumbuhan dan perkembangan balita
disimpulkan ada hubungan yang bermakna
antara pola pemberian makanan
pendamping ASI dengan status gizi balita. KESIMPULAN
Dari hasil analisis diperoleh pula nilai Odds
Ratio (OR) = 123,5 yang artinya jika pola Berdasarkan hasil analisis data dan
pemberian makanan pendamping ASI tidak pembahasan dapat disimpulkan bahwa pola
baik maka balita mempunyai peluang 123,5 pemberian makanan pendamping ASI
kali berstatus gizi kurang sebagian besar dalam kategori baik yaitu
Hasil penelitian sebelumnya yang memperoleh presentase (72,7%) dan status
dilakukan oleh Ratna (2010) di desa Gogik, gizi balita usia 6 sampai 24 bulan sebagian

[262]
Jurnal Keperawatan, Volume XII, No. 2, Oktober 2016 ISSN 1907 - 0357

besar termasuk dalam kategori baik Kementerian Kesehatan RI. 2011.


(70,9%). Keputusan Menteri Kesehatan
Hasil analisis lebih lanjut Republik Indonesia 2010. Jakarta
disimpulkan bahwa ada hubungan antara Kementerian Kesehetan RI. 2011. Pelatihan
pola pemberian makanan pendamping ASI Konseling Makanan Pendamping Air
dengan status gizi balita dengan p-value Susu Ibu (MP-ASI). Jakarta :
0,000 dan nilai OR= 123,5 yang artinya jika Direktorat Bina Gizi
pola pemberian makanan pendamping ASI Septiana, Rika. 2010. Hubungan antara
tidak baik, balita mempunyai peluang 123,5 Pola Pemberian Makanan
kali berstatus gizi kurang. Pendamping ASI(MP-ASI) Usia 6-
24 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas
Gedongtengen Kota Yogyakarta
DAFTAR PUSTAKA Sakti, Risky Eka. 2013. Hubungan Pola
Pemberian MP-ASI dengan Status
Adriani dan Wirjatmadi. 2014. Gizi dan Gizi Anak Usia 6-24 bulan di
Kesehatan Balita. Jakarta: Kencana Wilayah Pesisir Kecamatan Tallo
Prenamedia Group. Kota Makasar (Skripsi). Makasar:
Dinas Kesehatan Kabupaten Lampung Universitas Hasanudin Makasar.
Timur. 2008. Hasil Riset Kesehatan United Nations Development Program
Dasar Tahun 2007. Lampung (UNDP). Human Development Index
Kementerian Kesehatan RI. 2014. Hasil (HDI). 2011.
Riset Kesehatan Dasar 2013. Jakarta : World Health Organization. World Health
Badan Penelitian dan Pengembangan Statistics. 2005.
Kesehatan Kementrian Kesehatan Ri

[263]

Anda mungkin juga menyukai