Anda di halaman 1dari 8

Spirit of Place: Alexandria and Nature’s Collaboration

(Studi Antropologi melalui Pendekatan Sosial-Budaya)


Pendahuluan
Dalam dunia keilmuan tulisan yang memuat tentang kajian sosial-budaya memanglah
sangat menarik. Seakan-akan penulis terbawa langsung pada masa ataupun tempat objeknya.
Segala bentuk perilaku dan tingkah laku manusia akan menjadi sebuah hal yang menarik untuk
dikaji. Pengkajian sosial kebudayaan manusia tidaklah lengkap tanpa struktur dan aspek-aspek
lainnya, bahkan struktur tersebut yang akan membangun kebudayaan manusia dan daerah
tersebut, seperti peninggalan-peninggalan sejarah terdahulu yang masih terjaga dan terjadi
hingga sekarang.

Ilmu yang membahas tentang segala bentuk perilaku..........Antropologi

Setiap tempat, bangunan, ataupun manusia, di setiap daerah memiliki ciri khas masing-
masing. Dalam sebuah kutipan:“Learning from each other means that stories are remembered,
artefacts shown, places visited.”1 , bahkan terkadang jika kita mendengar nama suatu tempat
secara spontan kita akan tahu sesuatu yang spesifik dan menonjol dari tempat tersebut.
Mengetahui budaya suatu daerah bisa kita lakukan dengan memperhatikan interaksi yang
berlangsung di lingkungan tersebut atau bahkan kita bisa bertanya dengan masyarakat setempat
melaui wawancara.

Lalu apa yang ada dibenak kita jika seseorang menyebutkan “Kota Alexandria”?
Bagaimana interaksi masyarakatnya saat ini? Dan yang paling penting bagaimana kondisinya
saat ini? Apa yang menyebabkan kota ini hidup hingga saat ini? Untuk itu tulisan ini akan
mengulas secara singkat dan jelas mengenai Spirit of Place: Alexandria and Nature’s
Collaboration.

Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian antropologi yang menggunakan studi


pendekatan sosial-budaya. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap lebih dalam dan berusaha
menyusun generalisasi yang bermanfaat antara manusia dan perilakunya serta keanekaragaman

1
https://web.archive.org/web/20120204193831/http://www.england-in-particular.info/abc/ab-
abc.html
yang ada. Dalam teknik pengumupulan data, penulis menggunakan metode online interview
(wawancara daring) yang ia lakukan terhadap beberapa mahasiswa indonesia yang menetap
beberapa tahun di Alexandria dan atau yang berkunjung ke kota Alexandria.

Pembahasan

Sejarah Kota Alexandria

Tulisan ini akan lebih banyak membahas Alexandria secara Realitas seperti keadaan
mereka sekarang (Nowdays Alexandria). Namun sebelum itu mari menelaah sedikit mengenai
asal muasal kota ini berdiri.

Alexandria atau Iskandaria adalah salah satu kota terpenting sepanjang sejarah. Lahir dari
percampuran dua budaya utama Purbakala –Yunani dan Mesir- kota ini telah menjadi tempat
peleburan yang memungkinkan perkembangan pengetahuan manusia berasal, juga menjadi
tempat kelahiran tokoh-tokoh penulis maupun ilmuwan. Dan saat ini Alexandria mulai terlahir
kembali, kembali menjadi mercusuar bagi sains dan humaniora abad ke-21.[ CITATION Car16 \l
1057 ]

Jika ditelusuri sejarahnya daerah Alexandria bermula pada masa Yunani Kuno, yaitu
Peradaban Pulau Kreta (2600 SM – 1500 SM) pulau ini menjadi awal perkembangan
kebudayaan di Yunani dan Romawi.2 Bangsa Yunani Kuno terdiri atas berbagai suku bangsa
yang mendiami wilayah negara kota atau disebut dengan “polis”, didiami oleh masyarakat
merdeka dengan hak pemerintahan sendiri, 3 polis besarnya adalah Athena, Sparta, Thebe.
Ketiga polis ini mengalami persaingan hebat yang menyebabkan munculnya perang yaitu Perang
Peloponesos 431-404 SM. Terjadinya perang saudara ini mengakibatkan rapuhnya pertahanan
Yunani untuk menghadapi ancaman luar yaitu penaklukan yang dilakukan oleh raja Makedonia
Raja Philipus. Lalu ketika Raja Philipus terbunuh digantikan oleh Putranya yang bernama
Alexander Agung yang memerintah pada 336-323 SM. Cita-citanya adalah menguasai kerajaan
dunia yang pada waktu itu meliputi Eropa (Yunani), Afrika (Mesir) dan Asia (Mesopotamia dan
Persia). Ia berhasil menaklukkan Persia dan menikahi Roxana putri Raja Darius III, dan banyak
daerah lainnya. Di wilayah kekuasaannya ia membangun kota-kota yang semuanya diberi nama

2
Wulan Sondarika, Peradaban Yunani Kuno, Jurnal Artefak Vol. 3 No. 2 – Agustus 2015. Hal. 197
Alexandria dan mendirikan pula perpustakaan di setiap kota tersebut, salah satu kota Alexandria
yang masih ada adalah yang sekarang kita ketahui berada di Mesir.3

Setelah Alexander Agung meninggal pada 325 SM, sejak 323 SM sejumlah wilayah
Kerajaan Makedonia seperti: Makedonia dan Yunani dipegang oleh Jendral Antigomis, Syiria
dipegang oleh Jendral Seleucos, dan daerah Mesir dipegang oleh Jendral Ptolomeus yang
terkenal dengan sebutan penguasa Ptolemaik Mesir yang mendiami kota Alexandria/Iskandariah
ini. Jendral Ptolomeus dengan cepat menjadikan Alexandria sebagai kota termegah dari dunia
Helenistik, dan menjadi kota paling luas dan kaya nomor dua setelah Roma. Pada masa inilah
Alexandria pernah menjadi ibu kota Mesir, namun berakhir setelah pendirian Kairo ketika Islam
masuk di daerah Mesir.4

Alexandria and Nature’s Collaboration

Karena penulis sendiri memiliki keterbatasan info mengenai kondisi Alexandria saat ini,
maka ia mengambil jalan dengan mewawancarai beberapa mahasiswa yang tinggal atau pernah
berkunjung ke kota Alexandria melalui online interview. Berikut ini ulasan yang penulis peroleh:

1. Kehidupan Masyarakat

Jika dilihat secara personal, narasumber sendiri adalah pendatang jauh dari keluarga dan
saudara. Beliau mengalami perubahan budaya yang sangat berbeda dan harus bisa mengadaptasi
diri dengan lingkungan di Alexandria. Beliau menuturkan bahawa mayoritas warga Alexandria
memang sangat ramah kepada warga asing, apalagi status beliau dan teman-temannya yang
masih mahasiswa.

Suatu ketika saat beliau berkunjung ke rumah salah satu warga Alexandria, sikap yang
bisa dia rasakan adalah mereka sangat menghormati tamu, tidak akan membiarkan seorang tamu
bahkan hanya membawa hidangan jamuan untuk membantu mereka. Hidangan yang disediakan
pun bisa dibilang cukup mewah, misalkan saja pasti ada olahan masakan dari daging, kemudian
orang Mesir khususnya warga Alexandria sangat menyukai makanan manis, jadi salah satu
hidangan yang harus ada adalah gula-gula atau halawiyat.

3
Ibid, hal. 204
4
Sumber wikipedia.com
Budaya warga Alexandria umumnya sama dengan warga di daerah Mesir lainnya. Yang
berbeda adalah warga Arab badui yang hidup di daerah yang bernama Mathruh, hidupnya
memang masih asli nomaden bahkan bahasa yang mereka gunakan tergolong sulit dipahami.
Selain itu ada daerah Alexandria Agriculture di daerah pedesaan yang warganya hidup dengan
bercocok tanam, untuk warga yang dekat dengan laut ada namun jumlahnya sudah sedikit yang
menjadi nelayan. Bahasa yang digunakan pun relatif sama dengan daerah Mesir lainnya, mereka
lebih banyak menggunakan bahasa Arab Ammiyah dari pada bahasa Arab Fushah, bahasa
Fushah biasanya digunakan untuk acara formal saja. Namun ada beberapa penyebutan yang
berbeda seperti penyebutan makanan jika di Kairo menyebutnya dengan Tho’miyah di
Alexandria disebut dengan Falafil.5

Menurut narasumber bahkan kota Alexandria ini bisa dibilang seperti kota kecil yang
menjadi tempat pulang kampung warga yang merantai ke Kairo, selain warga asli Alexandria ada
warga pendatang juga seperti Syiria. Karena bisa dibilang kota kecil, Alexandria hanya memiliki
satu pusat perbelanjaan/mall, yang banyak adalah toko-toko kecil dan pasar yang harganya
memang lebih murah. Namun jika kita maju sedikit ke daerah tengah kota kita akan temukan
lebih banyak pusat perbelanjaan.

2. Bangunan, Wisata, dan Festival

Kota Alexandria adalah kota yang langsung berdekatan dengan Laut Mediterania. Mari
kita lihat peta berikut ini:

5
Tho’miyah atau Falafil adalah sejenis makanan yang terbuat dari kacang hijau berbentuk bulat dan digoreng.
Narasumber menjelaskan bahwa Alexandria adalah kota yang indah, selain
pemandangannya langsung ke laut ia juga memiliki banyak tempat wisata dan beberapa
monumen bersejarah. Para pengunjung atau turis yang ingin tinggal di Alexandria mereka bisa
menyewa sebuah flat atau Imaroh, termasuk narasumber yang sudah menetap di sebuah flat
selama 4 tahun. Pemiliknya adalah pasangan suami istri yang sudah berusia lanjut yang masih
asli penduduk Mesir.

Ketika wawancara ini berlangsung, Mesir sedang menghadapi musim dingin. Menurut
beliau flat di daerah Alexandria memang sepi ketika musim dingin tiba dan harga sewapun relatif
jauh lebih murah. Namun ketika musim panas tiba akan sangat ramai, salah satu tujuannya
adalah pantai di belakang kota Alexandria yang menjadi destinasi liburan para turis ataupun
penduduk lokal, jalananpun mulai penuh dengan kendaraan-kendaraan. Selain itu saat musim
panas banyak rumah-rumah warga setempat yang disewakan menjadi sebuah penginapan, dan
tentu saja harga penginapan akan naik menjadi lebih mahal.

Bangunan-bangunan di Alexandria mendapat sentuhan berbagai macam budaya dilihat


dari sejarahnya banyak bangunan khas Yunani, Prancis dan Romawi, selain itu setelah Islam
masuk tidak sedikit pula bangunan yang ada sentuhan Islaminya. Salah satunya adalah Istana
Montazah (Montazah Palace) adalah tempat peristirahatan terakhir keluarja Raja Farouk 6, namun
warga Alexandria lebih sering menyebutnya dengan Qashr Faruq. Di dalam Qasr Faruq selain
bangunan utama istananya, terdapat taman yang luasnya berhektar-hektar yang dijadikan sebagai
tempat wisata hingga saat ini.

Yang kedua ada bangunan namanya Benteng Qaithbay atau Qaitbhay Citadel, menurut
narasumber sebagai pendatang kota Alexandria tidak afdol jika tidak mengunjungi tempat ini.
Benteng ini dibangun di bekas mercusuar kuno di Mesir yang hancur karena gempa bumi.
Berada di sebuah pulau bernama Pharos. Sekarang tidak bisa lagi di sebut pulau karena sudah
tersambung dengan daratan. Merupakan salah satu benteng pertahanan paling penting bukan
hanya di Mesir tapi juga sepanjang pantai laut Mediterania. Dibangun untuk menghadapi
serangan pasukan Ottoman Turki ketika itu. Tiket masuk Qaitbay Citadel, dipatok dengan harga
30 EGP dan 20 EGP untuk anak-anak. Sedangkan pelajar hanya 15 EGP. Untuk warga Mesir
hanya bayar 2 EPG saja.7 Dibuka mulai pukul 9.00 sampai pukul 16.00. Menurut narasumber
sebaiknya kalau ke sana pagi-pagi sekali, karena masih sepi pengunjung. Jangan coba-coba ke
sana saat weekend di atas pukul 11.00. Kita akan menemukan tempat ini ramai seperti pasar.
Bahkan ada yang gelar tikar untuk sekedar makan-makan di sudut benteng. Beliau juga bercerita
bahwa di sekitar benteng, banyak sekali pemancing tradisional terutama saat sore hari.
Pemandangan ini khas sekali dan akan menjadi obyek foto menarik. Ada pula cafe jalanan yang
dilengkapi kursi-kursi yang menghadap ke laut Mediterania. Menunggu sunset sembari
menikmati shay (teh) berlatar belakang benteng tua nan eksotis akan menjadi momen tak
terlupakan. Mata akan benar-benar dimanajakan dengan view depan Laut Mediteranian dan di
latar belakangi dengan Benteng Qaitbhay yang mempesona, sambung beliau.

Selanjutnya adalah bangunan yang sudah banyak orang ketahui dan menjadi ikon bagi
kota Alexandria yaitu Bibliotheca Alexandria atau Maktabat al-Iskandariyah. Dari daerah
tempat tinggal beliau yaitu dekat dengan El Montazah Beach butuh waktu tempuh sekitar 1-2
jam, berikut peta gambarannya:

6
https://www.republika.co.id/berita/inpicture/rana/14/09/12/nbrnbk-istana-montazah-tempat-peristirahatan-
raja-farouk
7
1 EGP: Rp 900,-
Perpustakaan ini termasuk perpustakaan yang menyediakan buku-buku kontemporer dan
jarang sekali ditemukan buku-buku literatur arab. Sekarangpun perpustakaan ini sudah memiliki
laman website yang bisa dibilang cukup lengkap, dengan tampilan yang menarik. Selain
berfungsi sebagai perpustakaan pada umumnya, BA juga telah berhasil mencetak buku-buku
dengan dengan billingual -Arab dan Inggris- dengan tema-tema yang beragam, kita bisa kunjungi
di laman “bibalex.org”. Berita terbaru adalah “BA Meluncurkan Edisi Pertama dari Terjemahan
Bahasa Arab dari Klasifikasi Desimal Dewey”8

Selain perayaan hari besar, ada satu festival yang sangat unik di Alexandria yaitu Festival
Samu Nasim, perayaan musim semi dimana warga Alexandria berkumpul di taman sambil
menyantap ikan yang diasini. Ada juga perayaan lain yang dilakukan oleh kaum muslim di
Alexandria yang disebut dengan Maulid Alu al-Bait. Perayaan ini dilakukan di beberapa tanggal
tertentu yaitu para muslim berkumpul di satu tempat bersama-sama bershalawat kepada
Rasulullah SAW kemudian dilanjutkan dengan khutbah oleh salah satu syeikh.

3. Ideologi Alexandria (Spiritual Religion)

Pada masa kekuaasan Alexander Agung yaitu sekitar tahun 336 SM, ketika beliau
membangun kota-kota Alexandria. Salah satu keputusan paling bijaksana Alexander adalah
toleransi agama, ia mengizinkan agama asli Mesir tetap utuh dan mengizinkan keberadaan

8
https://www.bibalex.org/en/news/details?documentid=38116&
agama lain juga seperti Yunani dengan dewa-dewa mereka dan juga agama Yahudi [ CITATION
Oli15 \l 1057 ].

Anda mungkin juga menyukai