Anda di halaman 1dari 16

2.

2 Landasan Teori
Berdasarkan tinjauan pustaka yang dilakukan, bahwasanya penelitian
mengenai perancangan sistem pembumian pada peralatan di gardu induk ini telah
banyak dilakukan. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi kesamaan judul atau adanya
pengulangan penelitian yang berkaitan dengan judul perancangan sistem pembumian
pada transformator tersebut. Adapun nama-nama dan judul penelitain mengenai
perancangan sistem pembumian gardu induk yang diketahui, yaitu:
Surya tulis disini ya
Hasian disini.Sekalin tolong sumber nya dilengkapi. Makasih ya
Penelitian yang dilakukan oleh Sasmito Teguh Prihatnolo (2011), dari
Universitas Diponegoro dengan skripsinya yang berjudul “Menganalisa Pengukuran
Tegangan Tembus Dielektrik Udara Pada Berbagai Sela Dan Bentuk Elektroda
Dengan Variasi Temperatur Sekitar”. Penelitian ini dilakukan pada medan tidak
seragam dengan menggunakan elektroda jarum-bidang dan bola-bidang, yang mana
elektroda bola berdiameter 25 mm, elektroda plat berdiameter 50 mm dan elektroda
jarum dengan panjang jarum 50 mm dan ujung jarung membentuk sudut 30˚.Dimana
jarak sela berjarak 2 mm, 4 mm, 6mm, 8 mm, 10 mm, 12 mm, 14 mm, 16 mm, 18
mm, 20 mm. Pada pengukuran tegangan tembus dielektrik udara ini dilakukan pada
kondisi ruang dengan temperature 20˚C, 30˚C, dan 40˚C.
Penelitian yang dilakukan oleh Luqman Kumara (2011), dari Institut
Teknologi Sepuluh Nopember dengan skripsinya yang berjudul “Efek Polaritas dan
Fenomena Stres Tegangan Sebelum Kegagalan Isolasi pada Sela Udara Jarum - Plat”.
Penelitian ini dilakukan pada arah polaritas dari tegangan berdasarkan arah kaki
dioda. Adapun Elektroda yang digunakan dalam pengujian ini adalah elektroda
jarum-plat. Elektroda ini terbuat dari bahan stainless steel. Elektroda jarum
dimanfaatkan sebagai anoda sedangkan elektroda plat sebagai katodanya. Diameter
dari elektroda jarum yang digunakan yaitu 0.2 mm, 0.4 mm dan 0.6 mm, dan
sebagai pembandingnya akan digunakan elektroda yang lebih besar diameter
permukaannya yaitu elektroda Rod 5 mm.
Berdasarkan silsilah penelitian yang telah dilakukan, penulis melakukan
penelitian tentang pembangkitan dan pengukuran tegangan tinggi ac, pembangkitan
dan pengukuran tegangan tinggi dc, kegagalan dielektrik udara, dan pengujian
pengaruh polaritas.

2.2.1 Pembangkitan dan Pengukuran Tegangan Tinggi AC


Dalam laboratorium diperlukan tegangan tinggi bolak-balik untuk percobaan
dan pengujian dengan arus bolak-balik serta untuk membangkitan taegangan tinggi
searah dan pulsa.Trafo uji yang biasa digunakan untuk keperluan tersebut memiliki
daya yang lebih rendah serta perbandingan belitan yang jaug lebih besar daripada
trafo daya.Arus Primer biasanya disulang dengan ototrafo sedangkan untuk kaus
khusus disulang dengan pembangkit sinkron.Hampir semua pengujian dan percobaan
dengan tegangan tinggi bolak balik menysaratkan nilai tegangan yang teliti. Hal
tersebut umumnya hanya akan terpenuhi jika pengukuran dilakukan pasa sisi tengan
tinggi, untuk itu telah disusun berbagai cara untuk mengukur tegangan bolak-balik.

2.2.1.1 Pembangkitan tegangan Bolak-balik


1. Rangkaian-rangkaian trafo uji
Transformator untuk membangkitkan tegangan tinggi bolak-balik biasanya
dibumikan pada salah satu ujung bellitan tegangan tinggi.Akan tetapi, untuk
membangkitkan tegangan tinggi searah dan pulsa diperlukan dengan belitan yang
tidak dibumikan.
2. Kontruksi trafo uji
Trafo tegangan induktif dapat digunakan untuk membangkitkan tegangan
tinggi bolak-balik dengan daya beberapa kVA. Trafo uji dengan daya yang rendah
memiliki kontruksi yang serupa dengan trafo tegangan untuk tegangan uji yang sama.
Untuk tegangan hingga 100 kV banyak digunakan isolasi resin epoksi sedangkan
untuk tegangan yang lebih tinggi digunakan minyak dengan penghalang isolasi dan
balok pemisah. Masalah pendinginan menjadi penting untuk daya yang lebih besar
sehingga konstruksi trafo uji dibuat menyerupai trafo daya. Isolasi yang umum
digunakan ialah minyak dengan penghalang isolasi dan kertas yang diresapi minyak.
3. Pembangkitan tegangan inggi dengan rangkaian Resonansi
Rangkaian resonansi sanga sesuai terutama untuk beban kapasitif yang besar
misalnya kabel tegangan tinggi.Kelebuhan rangkaian resonansi seri yang utama ialah
tegangan keluaran yang hampur sinusoidal serta kompensasi daya reaktif untuk objek
uji dapat terpenuhi. Trafo Tesla termasuk kedalam rangkaian resonansi[marx 1952;
Heise 1964]. Rangkaian ini terdiri atas rangkaian osilasi primer dan sekunder yang
dikopel secara magnetik. Peluahan kapasitor primer melalui sela percik akan
membangkitkan osilasi dengan frekuensi berkisar pada 104 hingga 105 Hz.
Bergantung pada data rangkaian yang digunakan serta perbandingan belitan
kumparan sekunder dan primer maka trafo tesla dapat dibangkitkan tegangan hingga
lebih darin 1 MV.

2.2.1.2 Pengukuran Tegangan Tinggi Bolak-balik


1. Pengukuran tegangan puncak dengan sela bola
Jika tegangan yang ditetapkan melampaui tegangan tembus statis, maka dalam
waktu beberapa µs, selan percik akan tembus. Selama selang waktu tersebut puncak
tegangan jaringan dapat dianggap konstan.Oleh karena itu tembus dalm gas selalu
terjadi pada puncak tegangan bolak-balik frekuensi rendah. Untuk sela dengan medan
yang homogen (waktu peluahan tembus sangat singkat) perilaku tersebut teramati
untuk frekuensi yang lebih tinggi. Karena Itu puncak tegangan bolak-balik dengan
frekuensi hingga 500 kHz dapat ditentukan dengan mengukur besar sela udara
atmosfir sewaktu tembus.Kelembapan udara tidak mempengaruhi tegangan tembus
dari sela udara.
2. Pengukuran tegangan puncak dengan kapasitor ukur
Gambar 2.1 Pengukuran Tegangan Puncak Menurut Chubb Dan
Fortesque(a) Rangkaian, (b) kurva arus dan tegangan
Sumber: sirait, 1993

Dari gambar diatas ditunjukkan suatu rangkaian untuk mengkur dengan tepat
dan secara kontinu nilai puncak tegangan tinggi bolak-balik terhadap bumi (chubb
dan fortesque 1913). Arus i yang bergantung pada laju perubahan tegangan u(t)
mengalir melalui kapasitor tegangan tinggi C dan dilalukan mejuju bumi dan
penyearah V1 dan V2 yamg terpasang antiparalel. Nilai rata rata I1 dari arus i1 diukur
dengan piranti kumaran putar, pada kondisi tertentu nilaiI 1 sebanding dengan nilai
npuncak tegangan tinggi U. Kekurangan metode ini untuk pengukuran teknis ialah
ketergantungan pembacaan paa frekuensi serta memerlukan pengamatan kurva.
3. Pengukuran nilai puncak dengan pembagi tegangan kapasitif
Kini telah dikembangkan beberapa rangkaian penyearah untuk mengukur
puncak tegangan tinggi bolak-balik dengan bantuan kapasitif.Metode-metode ini
lebuh menguntungkan dibandingkan dengan rangkaian chubb-Fortesque dikarenakan
nilai terukur tidak bergantung pada frekuensi serta membolehkan pengukuran dengan
banyak puncak tegangan dalam setiap setengah periode.Ketelitian secara keseluruhan
tidak hanya bergantung pada sifat-sifat rangkaian ukur pada sisi tegangan rendah,
tetapi juga ada kapasitor tegangan tinggi.Kapasitor ukur untuk tegangan yang sangat
tinggi sering tidak dilapis dengan sempurna sehingga menimbulkan galat tambahan
akibat medan-medan bocor(liihrmann,1970).
4. Pengukuran dengan trafo tegangan
Dengan trafo tegangan dapat diukur nilai sesaat tegangan tinggi bolak-balik
secara sangat teliti. Meskipun piranti tersebut banyak digunkan dalam sistem tenaga
namun jarang digunakan dalam laboratorium untuk penggunaan diatas 100 kV

(a) (b)

Gambar 2.2 rangkaian dasar dari trafo tegangan


(a) Trafo tegangan edukatif, (b) trafo tegangan kapasitif
Sumber: sirait, 1993

Pada gambar diatas ditunjukkan rangkaian dasar dari trafo tegangan induktif
dan kapasitif untuk mengukur besar tegangan terhadap bumi.Untuk tegangan yang
sangat tinngi serta frekuensi yang relatif rendah (50) Hz maka perkalian fluksi
maknetik dan jumlah lilitan dari belitan tegangan tinggi induktif untuk tegangan yang
sangat tinggi menjadi mahal.Trafo tegangan kapasitif yang banyak digunakan dalam
sistem tenaga sering dipandang tidak sesuai untuk keperluan pengujian normal
terutama karna trafo tersebut memiliki beban kapasitif yang besar terhadap sumber
tegangan.
Jadi, trafo tegangan induktif dan kapasitif hanya akan digunakan dalam
laboratorium jika diperlukan pengukuran-pengukuran tegangan menengah yang
sangat teliti. Bentuk tegangan sekunder dari trafo tegangan akan serupa dengan
tegangan primer tanpa terpengaruh oleh beban sekunder. Bergantung pada jenis alat
ukur yang digunakan maka dimungkinkan untuk mengukur nilai puncak, nilai efektif
atau kurva tegangan tinggi.

2.2.2 Pembangkitan dan Pengukuran Tegangan Tinggi DC


Dalam laboratorium banyak terdapat penerapan tegangan tinggi searah,
misalnya untuk pengujian isolasi suatu susunan kapasitif, pengujian kapasitor atau
kabel, serta penelitian terhadap geiala fisik dari peluahan dan perilaku dieletrik.
Penerapan teknis mencakup pembangkitan sinar-X, pengendap, cat semprot serta
pelapisan.Metode yang paling umum membangkitkan teangan tinggi searah ialah
dengan menyearahkan tegangan tinggi bolak – balik ( seiring dengan menggunakan
pengali tegangan) ataupun dengan menggunaka pembangkit elektrostatik. Tegangan
tinggi searah umumnya diukur dengan resistor ukut atau dengan meter-Volt
elektrostatik.

2.2.2.1 Pembangkitan tegangan tinggi searah


Pembangkitan tegangan tinggi searah searah dalam laboratorium umumnya
menggunakan penyearah yang terdiri atas sejumlah diode semikonduktor yang
terpasang seri atau katup tabung hampa.Didalam penyearah tabung arus dibawa
elektron yang dilepas dari katoda termionik dan dipercepat oleh medan elektrik
menuju anoda. Penyearah ini dibuat untuk tegangan bolak- balik hingga
100kV.Meski pun penyearah tabung untuk penggunaan labotarium telah diganti
dengan penyarah semikonduktor (lebih menguntungkan karena tidak memerlukan
pemanasan katoda), namun peyearah tabung sangat penting didalam instalasi sinar-X
karena sekaligus juga brfungsi sebagai tabung sinar-X.

2.2.2.2 Rangkaian penyearah


Pada penyearah gelombang penuh maka selang waktu antara pengisian yang
berurutan serta tegangan cacat berkurang menjadi setengahnya. Meode yang
digunakan untuk mengurangi tegangan cacat dalam rangkaian penyearah adalah
memperbesar ukuran kapasitor perata, frekuensi dan jumlah fasa.Dalam instalasi
laboratorium sering digunakan frekuensi hingga beberapa puluh kHz serta dicapai
tegangan cacat beberapa persen.Dengan peyaring bertingkat dan/atau kompensasi
tegangan cacat beberapa persen.
Berikut ini hendak diulas rangkaian pengali tegangan yang populer digunakan
dengan mengendalikan elemen-elemen yang ideal.Sifat umum dari seluruh rangkaian
yang diperhatikan di sini ialah bahwa rangkaian tersebut hanya mampu menyulang
arus yang kecil sehingga tidak sesuai untuk penggunaan arus kuat seperti misalnya
transmisi daya arus searah.Kurva-kurva tegangan ikut diperlihatkan untuk
menggambarkan prinsip kerja dari berbagai rangkaian.Untuk penyederhanaan maka
belitan eksitasi trafo diadakan dalam diagram.
Pada generator elektromagnetik, penghantar pembawa arus digerakkan
melawan gaya elektromagnetik yang bekerja pada penghantar. Pada generator
elektrostatik, partikel bermuatan digerakkan melawan gaya elektrostatik yang bekerja
pada partikel tersebut.Jenis generator yang paling populer ialah generator pita yang
dirancang pada tahun 1931 oleh R. I. van de graaff.

2.2.2.3 Pengukuran Tegangan Tinggi Searah


1. Pengukuran dengan resistor tegangan tinggi
Dengan bantuan resistor maka pengukuran tegangan searah tegangan searah
dapat dilakukan melalui pengukuran arus searah.Arus ukur untuk penerapan tegangan
tinggi harus selalu sangat kecil, berkisar 1 mA, dikarenakan batas pembebanan pada
resistor ukur.Akan tetapi arus yang kecil mudah terganggu oleh arus-arus galat
berupa arus-arus bocor dalam bahan isolasidan pada diberikan suatu rincian
rangkaian resistor ukur tegangan tinggi.
Paramater tegangan tinggi searah yang diukur bergantung pada prinsip kerja
meter-amper pada potensial nol yang terhubung seri dengan resistor ukur.Alat ukur
yang biasanya digunakan berupa piranti kumparan putar yang peka yang mengukur
nilai rata-rata tegangan searah.Rentang ukur mudah diubah dengan memaralelkan
resistansi R2 pada alat yang mengubah resistor seri menjadi suatu pembagi tegangan
resistif.Selain meter-amper dapat juga digunakan meter-Volt degan resistansi dalam
yang seyogyanya jauh lebih besar dari R2.
2. Pengukuran nilai efektif dengan meter-Volt elektrostatik
Pada pengukuran tegangan tinggi searah, penggunaan elektroda yang runcing
serta penapisan sistem yang tidak sempurna menimbulkan muatan ruang. Muatan-
muatan ruang ini ataupun muatan permukaan yang melekat pada permukaan bahan
isolasi dapat mempengaruhi kuat medan pada segmen elektroda yang berputar
sehingga menimbulkan galat yang cukup besar.

2.2.2.4 Metode-metode lain dalam mengukur tegangan tinggi searah


Metode-metode untuk mengukur tegangan tinggi searah yang lain telah
dikembangkan untuk penggunaan khusus dalam ilmu fisika. Metode tersebut
memungkinkan untuk menyatakan hasil pegukuran dalam satuan-dasar dan konstanta
dasar dengan sangat teliti. Sebagai contoh, untuk mengalibrasi alat ukur tegangan dari
mempercepat partikel elementer maka proton dipercepat dalam medan dielektrik yang
sebanding dengan besar tegangan searah yang diukur. Dengan energi kinetik tertentu
maka sewaktu proton membentuk inti atom ringan terjadi resonansi inti yang
memungkinkan penentuan besar tegangan searah yang diterapkan dengan sangat teliti
(Bevan, 1966).

2.2.3 Kegagalan Dielektrik Udara


2.2.3.1 Proses Dasar Ionisasi
Ion merupakan atom atau gabungan atom yang memiliki muatan listrik, ion
terbentuk apabila pada peristiwa kimia suatu atom unsur menangkap atau
melepaskan elektron. Proses terbentuknya ion dinamai dengan ionisasi. Dalam proses
pelepasan listrik ada beberapa mekanisme pembangkitan atau kehilangan ion baik
dalam bentuk tunggalmaupun dalam kombinasi. Proses dasar pelepasan dalam gas
meliputi:
1. Pembangkitan ion dengan cara benturan (collision)
Elektron, fotoionisasi, ionisasi oleh benturan ion positif, ionisasi termal,
pelepasan (detachment) elektron, ionisasi kumulatif dan efek γsekunder.
2. Kehilangan ion dengan cara penggabungan (attachment) (Prihatnolo, 2011).

2.2.3.2 Proses Dasar Kegagalan Gas


Proses dasar ada dua jenis yaitu:
1. Proses atau mekanisme primer, yang memungkinkan terjadinya banjiran
(avalanche) elektron.
2. Proses atau mekanisme sekunder, yang memungkinkan terjadinya
peningkatan banjiran elektron.
Proses terpenting dalam mekanisme primer adalah proses katoda, yaitu salah
satu elektroda melepaskan elektron yang mengawali terjadinya kegagalan percikan.
Fungsi kerja elektroda ada 2 (dua) yaitu elektroda dengan potensial tinggi (anoda)
dan elektroda dengan potensial yang lebih rendah (katoda).Fungsi elektroda
pelepasan elektron adalah menyediakan elektron awal yang harus dilepaskan,
mempertahankan pelepasan dan menyelesaikan pelepasan (winoto, 2011).

2.2.3.3 Faktor Koreksi Keadaan Udara


Tabel-tabel normalisasi atau standarisasi menyatakan bahwa untuk macam
alat berlaku suatu tegangan lompatan api tertentu pada keadaan standar. Misalnya,
menurut Japanese Industri Standard (JJS) C 3801 dan Japanese Electritechnical
Comite (JEC) Stanar 106 keadaan standar adalah:
Tegangan baometer.............................. 760 mm Hg (1013 mbar)
Suhu sekeliling .................................... 20oC
Kelembaban mutlak.............................. 11 gram / m3
Oleh karena tegangna lompatan api kering selalu dipengaruhi oleh keadaan
udara, maka untuk dapat membandingkan hasil-hasil pengujian dengan tabel-tabel
normalisasi yang ada, diperlukan rumus-rumus yang dapat merubah hasil-hasil
tersebut menjadi dalam keadaan standar. Hal ini diperlukan untuk dapat mengetahui
apakah spesimen yang diuji memenuhi syarat atau tidakuntuk mengoreksi hasil
pengujian terhadap tekanan dan suhu dipakai rumus (Prihatnolo, 2011):

VB
Vs =
d
2.1

Dimana :
VS= tegangan lompatan pada keadaan standar VB= tegangan lompatan yang
diukurpadakeadaan sebenarnya
d= kepadatan udara relatif (relative air density)

Vs = VB • KH 2.2

Keterangan :
VS= Tegangan tembus standar ( kV )
VB= Tegangan tembus yang diukur pada keadaansebenarnya ( kV )
KH= Faktor koreksi

2.2.3.5 Standarisasi Menurut VDE pada Media Isolasi Udara.


Jika suatu tegangan yang diterapkan telah melampaui tegangan tembus statis,
maka dalam waktu beberapa µs, sela percik akan tembus. Selama selang waktu
tersebut puncak tegangan jaringan dapat dianggap konstan.Oleh karena itu tembus
dalam gas selalu terjadi pada puncak tegangan bolak-balik frekuensi rendah.Dalam
gambar 2.3 ditunjukkan dua susunan sela bola untuk pengukuran.Susunan horisontal
digunakan untuk diameter D < 50 cm dengan rentang tegangan yang lebih rendah
sedangkan untuk diameter yang lebih besar digunakan susunan kelembapan udara
tidak mempengaruhi tegangan tembus dari sela bola(Prihatnolo, 2011).

Gambar 2.3 Sela bola untuk mengukur tegangan


(a) susunan mendatar ( b) susunan tegak
Sumber: Prihatnolo, 2011

2.2.3.6 Sistem Pengukuran Tegangan Tembus Dielektrik Udara


Apabila suatu bahan isolasi diberi tegangan ac, maka pada bahan isolasi
tersebut akan timbul rugi-rugi dielektrik. Rugi-rugi ini berubah menjadi panas yang
menyebabkan temperatur bahan isolasi naik.Rugi-rugi ini berasal dari rugi-rugi pada
resistansi bahan isolasi (i2r) atau rugi-rugi konduktif.Sumber kedua ialah rugi-rugi
pada resistansi kontak antara dua bahan isolasi berdampingan.Sumber ketiga ialah
terjadinya peluahan pada rongga udara yang mungkin ada didalam bahan isolasi.
Sumber keempat ialah rugi-rugi dipol, yaitu panas karena adanya gesekan antar
molekul dipol bahan isolasi ketika molekul dipol mengikuti arah medan elektrik yang
terjadi pada bahan isolasi tersebut (Pardede, 2017).
1. Elektroda Jarum
Adapun elektroda jarum digunakan untuk pengukuran tegangan tembus
dielektik udara pada elektoda jarum-plat (bidang).Elektroda jarum dibuat dengan
menggunakan bahan alumunium dengan panjang 5 mm dan mempunyai sudut 30
(Winoto, 2011).
2. Elektroda Plat ( Bidang )
Adapun elektroda bidang digunakan untuk pengukuran tegangan tembus
dielektik udara pada elektoda jarum-plat (bidang) dan elektroda bola-plat (bidang).
Elektroda plat(bidang) dibuat dengan menggunakan bahan stainlis steel dengan
diameter 50 mm dan mempunyai ketebalan 10 mm (Prihatnolo, 2011).
3. Elektroda Bola
Elektroda bola yang digunakan untuk pengukuran tegangan tembus dielektrik
udara dibuat dengan menggunakan bahan alumunium dengan diameter 2 cm. Jarak
elektroda akan mempengaruhi tegangan tembus yang diterapkan pada isolasi
gas.Jarak elektroda pada pengujian adalah bevariasi (Winoto, 2011).

2.2.4 PengujianPengaruh Polaritas


Fenomena Breakdown Voltage yaitu suatu fenomena yang terjadi pada
proses menuju kegagalan suatu bahan isolasi. Kegagalan yang terjadi yaitu
breakdown voltage.Salah satu penyebab terjadinya kegagalan pada bahan isolasi
dipengaruhi oleh jenis bahan isolasi, jenis elektroda yang digunakan, jarak sela
elektroda, kontaminasi udara sekitar dan kekuatan dielektrik bahan isolasi itu sendiri.
Fenomena breakdown voltage dapat dilihat pada pemakaian elektroda yang memiliki
bentuk tidak sama, misalnya elektroda jarum-plat. Hal ini disebabkan karena medan
listrik akan berkumpul pada salah satu titik yang memiliki bentuk lebih runcing atau
membentuk sudut siku-siku. Sehingga pada pengujian dengan menggunakan
elektroda jenis jarum-plat akan ditemukan jenis kegagalan pada medan tidak seragam.
Jika pada pengujian yang dilakukan, tegangan dinaikkan pada tingkat pra-peluahan
maka akan berkembang menjadi peluahan yang menghubungkan kedua elektroda
(Cahyaningrum, 2017).
Polaritas sumber DC dengan dioda penyearah dapat dipengaruhi oleh posisi
antara katoda dan anoda pada dioda tersebut.Pada sumber tegangan AC polaritasnya
tidak tetap, oleh karena itu diperlukan komponen penyearah untuk mengubahnya
menjadi tegangan DC. Pada gambar 2.4 dibawah ini ditunjukkan arah polaritas dari
tegangan berdasarkan arah kaki dioda. Adapun Elektroda yang digunakan dalam
pengujian ini adalah elektroda jarum-plat. Elektroda ini terbuat dari bahan stainless
steel. Elektroda jarum dimanfaatkan sebagai anoda sedangkan elektroda plat sebagai
katodanya. Diameter dari elektroda jarum yang digunakan yaitu 0.2 mm, 0.4 mm
dan 0.6 mm, dan sebagai pembandingnya akan digunakan elektroda yang lebih besar
diameter permukaannya yaitu elektroda Rod 5 mm. (Kumara, 2011).

Gambar 2.4 (a) Polaritas Jarum Positif, (b) Polaritas Jarum Negatif
Sumber: Prihatnolo, 2019

Perbedaan polaritas tegangan yang diterapkan juga mempengaruhi


karakteristik tegangan tembus yang terjadi. Dimana tegangan tembus pada polaritas
negatif-positif nilainnya lebih besar dari pada tegangan tembus pada polaritas positif-
negatif.Perbedaan ini dapat dijelaskan karena pada saat elektroda bola mendapat
polaritas negatif, maka energi awal yang diterima oleh elektroda plat (bidang) akan
terlebih dahulu berusaha melepaskan elektron-elektron yang ada pada elektroda plat
(bidang). Karena elektroda plat (bidang) yang digunakan mempunyai penampang
yang lebih besar dari pada elektroda bola, maka elektroda plat (bidang) akan lebih
sulit melepaskan elektron. Karena tegangan yang digunakan untuk pengukuran adalah
tegangan bolak-balik (ac), maka elektroda bola juga akan mendapatkan energi dari
siklus tegangan balik (Prihatnolo, 2019).
Sehingga elektroda bola juga mendapatkan cukup energi untuk melepaskan
elektron, untuk mengawali proses ionisasi. Elektron-elektron yang ada pada elektroda
bola akan bergerak menuju elektroda plat (bidang). Dengan adanya energi awal yang
terserap didalam elektroda plat (bidang) maka dibutuhkan tegangan yang lebih besar
pada elektroda bola untuk terjadinya tembus (breakdown).Dan pada saat elektroda
bola mendapatkan polaritas positif maka elektroda bola akan langsung mendapatkan
energi awal yang lebih besar, karena elektroda bola secara geometris mempunyai
penampang yang lebih kecil dari pada plat (bidang) sehingga elektron-elektron pada
elektroda bola akan lebih mudah melepaskan elektron untuk prosesionisasi. Dengan
temperatur yang berbeda baik pada polaritas positif-negatif maupun polaritas negatif-
positif menunjukkan bahwa semakin tinggi temperatur udara di sekitar elektroda
pengukuran, maka untuk terjadi tegangan tembus (breakdown) lebih mudah atau
tegangan tembusnya lebih kecil.Demikian berlaku pada ketiga kondisi temperatur
(Prihatnolo, 2019).
Hal ini disebabkan karena pada temperatur yang rendah elektron-elektron di
udara akan mendapatkan sedikit energi termal dari udara sekitar, sedangkan pada
temperatur yang tinggi maka elektron-elektron yang bergerak bebas di udara akan
mendapatkan tambahan energi termal dari luar. Karena elektron-elektron
mendapatkan tambahan energi maka molekul-molekul gas yang bergerak di udara
akan bergerak dengan kecepatan tinggi akibat temperatur yang tinggi (Prihatnolo,
2019).
Klasifikasi pengaruh polaritas pada elektroda terbagi menjadi dua, yaitu :
1. Elektroda jarum-plat polaritas positif
Elektron mula yang berada didepan elektroda jarum-plat yang diberi polaritas
negatif membentuk muatan ruang positif pada medan listrik. Jika muatan ruang
positif ini cukup besar, maka kuat medan listrik akan menurun dan peluahan akan
berhenti. Peluahan akan bertahan dengan sendirinya (self sustained) apabila nilai
tegangan dinaikkan. Jika keadaan ini berlangsung secara terus menerus, maka akan
muncul cahaya (glow) disekitar anoda. Pendar yang muncul akan meningkatkan nilai
arus cara bertahap namun bersifat fluktuatif. Arus yang meningkat ini akan
menimbulkan streamer baru dan akan mengakibatkan terjadinya kegagalan (Prasetyo,
2018).

Gambar 2.5 Proses Jarum Positif Plat


Sumber: Wildan, 2015

2. Elektroda jarum-plat polaritas negatif


Pada elektroda jarum-plat negatif elektron mula akan terbentuk tepat didepan
jarum melalui proses emisi elektroda jarum. Pengaruh peluahan terhadap elektroda
jarum adalah terkikisnya ujung-ujung dari elektroda jarum sebagai imbas dari adanya
peluahan yang terjadi secara konstan. Kuat medan listrik yang terlalu lemah
mengakibatkan perkembangan anak luruhan akan terhenti. Terhentinya
perkembangan anak luruhan ini diakibatkan juga oleh adanya awan ion negatif.
Luruhan baru akan terbentuk melalui proses emisi elektron sekunder yang telah
terbentuk akan terdorong ke luar daerah medan yang tinggi dan menjadi ion negatif
yang relatif statis. Muatan ruang negatif akan bergerak lambat menuju anoda hingga
pada akhirnya peluahan akan terbentuk kembali (Prasetyo, 2018).
Jarak sela, bentuk elektroda, bentuk permukaan elektroda yang diberi polaritas
tertentu mempengaruhi tegangan tembus yang terjadi. Hal ini dikarenakan adanya
perubahan kerapatan udara dan kuat medan listrik yang ada disekitar elektroda saat
proses terjadinya tegangan tembus (Prasetyo, 2018).

Gambar 2.6 Proses Jarum Negatif Plat


Sumber:Wildan, 2015

Anda mungkin juga menyukai