KEKUATAN BAHAN
2016
1
I. PENDAHULUAN
Definisi
Kekuatan bahan dapat didefinisikan sebagai suatu displin ilmu yang mempelajari
tentang kekuatan suatu konstruksi, baik mesin (teknik mesin) maupun gedung dan bangunan
(teknik sipil). Suatu konstruksi dapat dikategorikan baik dan dapat dipertanggungjawabkan
apabila telah dihitung berdasarkan ilmu kekuatan bahan secara benar.
Kekuatan adalah kemampuan suatu bahan atau benda untuk menahan beban yg
diterima, sehingga benda tersebut tdk mengalami deformasi/ perubahan bentuk.
Kekuatan bahan = material yang telah diperhitungkan/diukur agar mempu menahan
sehingga tidak mengalami deformasi/perubahan bentuk.
Deformasi ada 2, yakni elastic dan plastic (tdk dapat kembali ke bentuk semula).
Gaya
Gaya adalah besaran vector yang mnemiliki arah dan besar (nilai) yg berfungsi untuk
membuat sebuah benda dari diam menjadi bergerak, atau sebaliknya.
Rumus gaya : F = m.a
Dimana :
F = gaya ( kg.m/s2 )
m= massa ( kg )
a = percepatan ( m/s2 )
Mengukur adalah suatu kegiatan untuk membandingkan 2 buah benda.
Besar (magnitude), mengacu pada ukuran atau besar gaya. Gaya 1000 N memiliki ukuran
yang lebih besar daripada 500N.
Arah (direction), mengacu pada garis lintasan sepanjang garis yang beraksi , disebut garis
aksi (line of action ) gaya dapat vertical, horizontal atau membentuk sudut terhdap vertical
atau horizontal
Titik aplikasi (point of application), mengacu pada titik objek dimana gaya bekerja.
Jenis-jenis gaya
Berdasarkan arahnya :
Beban atau gaya aksial arahnya berimpit dengan sumbuh. Beban aksial dapat berupa gaya
tarik atau berupa gaya tekan.
Beban atau gaya tangensial arahnya tegak lurus terhadap sumbu.
Beban atau gaya gabungan terjadi karena gaya yng bekerja gabungan antara gaya aksial
dengan gaya tangensial . campuran antara gaya
2
II. SIFAT KERATAN
TEGASAN
Ketika sesuatu anggota struktur dikenakan bebanan, zarah-zarah atau gentian yang
membentuk anggota tersebut akan mengalirkan beban tersebut di sepanjang anggota tadi.
Zarah-zarah atau gentian tadi akan berada dalam keadaan tegasan.
TEGASAN TEGANGAN
Rajah 1 menenjukkan sebatang keluli yang mempunyai luas keratan A mm2. Anggota ini
sedang menanggung sejumlah daya W kN seperti yang ditunjukkan. Perhatikan bahawa
jumlah daya dalam anggota ini bukan 2W kN. Dan jika daya ditunjukkan dalam stau arah
sahaja bermakna anggota tersebut tidak menanggung sebarang beban kerana ia tidak berada
dalam keseimbagan.
Tegasan = W/A
Sekiranya sesuatu anggota mempunyai luas keratan atau saiz yang berlainan seperti Rajah 2,
kegagalan struktur akibat tegangan akan berlaku (seperti terputus) pada lokasi di mana ia
mempunyai saiz yang lebih kecil. Ini dapat di jelaskan seperti berikut.
Andaikan suatu daya paksi bertindak menarik anggota tadi berjumlah 45 kN seperti
ditunjukkan. Ini menunjukkan jumlah daya pada semua keratan adalah 45 kN. Di lokasi di
3
mana luas keratan yang lebih besar ( iaitu 1200 mm2) tegasan ialah 37.5 N/mm2. Manakala
di kawasan keratan yang lebih kecil ( 300 mm2) tegasan ialah 150 N/mm2. Jadi tidak
hairanlah kegagalan akan berlaku disini kerana ia berada dalam tegasan yang lebih tinggi.
SI unit menyebut tegasan sebagai pascal atau Pa = 1 N/m2. Dalam praktis berkaitan bahan
struktur ia selalunya disebut dalam N/mm2 seperti:
TEGASAN MAMPAT
Tegasan mampat berlaku apabila suatu anggota menerima daya atau bebanan seakan dalam
rajah 1 dan 2 tetapi kali ini ia kearah dalam anggota tersebut. Ini selalunya berlaku dalam kes
seperti anggota tiang. Tegasan ditentukan dengan cara yang sama iaitu
TERIKAN
Semua bahan akan berubah sedikit dalam bentuknya bila berada dalan tegasan. Suatu anggota
yang sedang berada dalam tegasan tegangan mungkin memanjang sedikit dan luas keratan
akan berkurang. Anggota yang berada dalam tegasan mampat pula akan menjadi lebih
pendek tetapi luas keratan meningkat. Kadar memendek atau memanjang dalam anggota
struktur ini selalunya terlalu kecil untuk dilihat dengan mata kasar.
HUKUM HOOKE
Perubahan panjang berkadar terus dengan daya yang dikenakan ( Robert Hooke 1635-1703).
Hukum ini benar selagi had kenyal sesuatu bahan tidak dilampaui. Selepas had kenyal bahan
itu akan bertingkah laku seperti plastik.
20 kN......................................................................... 4 mm
30 kN......................................................................... 6 mm
KEANJALAN / KEKENYALAN
Disebut sebagai E dan bersamaa dengan = (tegasan / terikan). Simbol E ini dikenali sebagai
Modulus Kekenyalan atau Keanjalan dalam praktis bahan dan struktur. Nilai modulus yang
4
tinggi menunjukkan suatu bahan yang kuat dan sebaliknya. Kadangkala modulus ini dikenali
sebagai Modulus Young.
Formula untuk pemanjangan atau pemendekan bahan-bahan yang anjal ( keluli dan kayu
adalah bahan yang anjal) boleh dirumuskan sebagai:
□L = (W L / AE)
Pengetahuan tentang Modulus Young ini sangat penting terutama bila kajian atau rekabentuk
melibatkan anggota komposit. Anggota komposit adalah anggota yang digabungkan oleh
beberapa bahan. (Seperti konkrit tetulang)
TEGASAN RICIH
Tegasan ricih adalah akibat dari daya yang bertindak selari dengan permukaan bahan yang
dipanggil daya ricih.
Modulus ketegaran yang tinggi menunjukkan bahan berkenaan sukar berubah bentuk bila
dikenakan beban.
SIFAT-SIFAT KERATAN
Sesuatu anggota yang direkabentuk perlulah cukup kuat untuk menanggung daya-daya akibat
pembebanan yang bakal dikenakan. Kekuatan anggota untuk menanggung daya-daya tersebut
pula bergantung kepada :
1. Luas keratan
5
2. Kedudukan pusat graviti
3. Momen sifatekun (inertia)
4. Modulus keratan
5. Jejari legaran (radius of gyration)
PUSAT GRAVITI
Pusat graviti ( centroid atau pusat bentuk) ialah titik di mana keseluruhan berat objek
tertumpu.
Momen sifatekun ialah sifat berkaitan kecekapan sesuatu bentuk anggota untuk merintang
bebanan. Momen sifatekun tidak mengambilkira tentang kekuatan bahan. Ia adalah sifat
geometri dan bentuk sesuatu keratan.
Ixx = (bd3)/12
Iyy = (db3)/12
Nilai-nilai untuk bentuk lain juga boleh didapati dari jadual-jadual dan rujukan berkenaan
rekabentuk struktur
I = I + AH2
A = keluasan bentuk
MODULUS KERATAN
Z = I/y
nilai-nilai modulus keratan selain dengan pengiraan, selalunya disediakan dalam bentuk
jadual oleh pengeluar bahan/komponen struktur.
6
JEJARI LEGARAN ( r )
r = sqrt (I/A)
NISBAH KELANGSINGAN
7
III BEBAN AKSIAL
8
9
10
11
12
13
14
15
IV. TARIKAN, DESAKAN, DAN GESERAN
16
Plastik Akrylic 1180 3,1 3,1
Plastik Polikarbonat 1200 2,4 2,4
Plastik Plastik 1390 3,4 3,4
(PVC) Padat
Sumber : Iremonger (1982) dan dikonversi
Catatan : Sifat bahan tersebut pada pembebanan jangka pendek pada 20 oC.
17
Tabel 3. Tegangan Kerja Beberapa Bahan Berdasarkan Sifat Pembebanannya
A. Static Loading
Material Tension Compression Shear
(MPa) (MPa) (MPa)
Nilai batas mulur dan kekuatan tarik baja karbon untuk konstruksi mesin berdasarkan
JIS (Standar Industri Jepang) G 4051 disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Batas Mulur dan Kekuatan Tarik Baja Karbon untuk Konstruksi Mesin
18
H = Perlakuan panas : celup dingin ataupun temper
Nilai kekuatan tarik baja karbon difinis dingin berdasarkan JIS (Standar Industri
Jepang) G 3123 disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5. Kekuatan Tarik Batang Baja Karbon Difinis Dingin (Sering Dipakai untuk
Poros)
Perlakuan Kekuatan Tarik
Lambang Diameter (mm)
Panas (kg/mm2)
20 atau kurang 58 – 79
Dilunakkan
21 – 80 53 – 69
S35C-D
Tanpa 20 atau kurang 63 – 82
Dilunakkan 21 – 80 58 – 72
20 atau kurang 65 – 86
Dilunakkan
21 – 80 60 -76
S45C-D
Tanpa 20 atau kurang 71 – 91
Dilunakkan 21 – 80 66 – 81
20 atau kurang 72 -93
Dilunakkan
21 – 80 67 – 83
S55C-D
Tanpa 20 atau kurang 80 – 101
Dilunakkan 21 – 80 75 – 91
Sumber : Sularso dan Suga (1987)
Nilai batas mulur dan kekuatan tarik baja khrom nikel berdasarkan JIS (Standar
Industri Jepang) G 4102 disajikan pada Tabel 6.
Rumus tentang tegangan thermal disajikan pada persamaan (8). Jika suatu balok diberi
perlakuan panas, maka perubahan temperatur yang terjadi tersebut dapat menimbulkan
tegangan. Misalnya pada balok yang ujung – ujungnya dijepit, kemudian suhu balok
dinaikkan dari to menjadi t. Karen pemuaian balok tersebut dilawan oleh gaya reaksi pada
ujung – ujung balok, maka pada balok tersebut timbul tegangan kompresif. Dengan asumsi
19
bahwa panjang balok adalah tetap, maka tegangan kompresif yang ditimbulkan oleh reaksi
pada ujung – ujung balok adalah :
σ = E . α ( t - to) ........................................... (8)
dengan σ adalah tegangan yang timbul, α adalah koefisien muai bahan balok, dan E
adalah modulus elastisitas.
Tegangan dan regangan akibat gaya geser dapat diikuti pada persamaan (9), (10),
(11), (12), (13), (14) :
τ = Q / As ................................................................. (9)
dengan τ adalah tegangan geser (dalam Pa), Q adalah gaya geser (dalam N), As adalah luas
penampang geser (dalam m2).
Jika gaya geser bekerja pada elemen empat persegi panjang, maka :
tg γ = δs / L .......................................................... (10)
Besarnya nilai dinyatakan dalam radian. Pada nilai sudut kecil, maka berlaku :
γ = tg γ ...................................................................... (11)
Persamaan (11) disubstitusikan ke persamaan (10) sehingga diperoleh :
γ= δs / L ................................................................. (12)
Besaran γ inilah yang disebut regangan geser.
Pada daerah elastis, nilai tegangan geser sebanding dengan nilai regangan geser, maka
berlaku Hukum Hooke, ditulliskan :
τ = G . γ ...................................................................... (13)
dengan adalah tegangan geser (dalam Pa), adalah regangan geser (tak berdimensi), dan G
adalah modulus elastisitas geser (= modulus geser, modulus kekakuan, modulus ketegaran)
(dalam Pa). Besarnya modulus elastisitas geser pada beberapa bahan disajikan pada Tabel 7.
Tabel 7. Nilai Modulus Elastisitas dan Modulus Elastisitas Geser Beberapa Bahan
Modulus Elastisitas (GPa)
Bahan
Tarik atau Desak Geser
Paduan aluminum 2014-T6 75 27,6
Paduan aluminum 6061-T6 70 25,6
Besi Cor – Abu -abu 90 41
Besi Cor - Tempa 170 83
Paduan Magnesium, AM100A 45 17
20
Baja Karbon 0,6 % (rol panas) 200 83
Sumber : Tanisan (1993)
Dari persamaan (9), (12), dan (13), dapat diturunkan rumus deformasi geser :
δs = ( Q . L ) / ( As . G ) ............................ (14)
Jika dinyatakan dalam diameter lingkaran (d), maka besarnya momen inersia adalah :
Ix = π d4 / 64 ..................................................................... (17)
Momen inersia pada penampang lintang berupa lingkaran berlubang, dengan diameter dalam
D1 dan diameter luar D2 adalah :
Ix = π ( D24 - D14 ) / 64..................................................(18)
21
↔ Z = (b . h2 / 6 ) ........................................................ (20)
Tegangan lentur tertinggi (σmaks) pada suatu konstruksi (batang) terjadi pada
penampang yang menderita momen lentur yang maksimum (Mmaks) pada permukaan batang
yang kedudukannnya terjauh dari sumbu netral (yaitu pada ymaks atau C), dituliskan :
σmaks = Mmaks x ymaks / I .................................................... (23)
karena I / ymaks adalah Z, maka dapat ditulis :
σmaks = Mmaks / Z .......................................................... (24)
22
( π . d3 / 32 ) = ( Mmaks / σmaks )
↔ d3 = ( 32 . Mmaks ) / (π . σmaks )
↔ d = [( 32 . Mmaks ) / (π . σmaks )] 1/3 .................................. (27)
dalam hal ini, besarnya σmaks yang dipakai adalah σijin .
υ = W. b / [ 6 . L . E . I ] . (-x3 + L2 x - b2 x ), untuk x ≤ a
(dari titik A, titik tumpu di sebelah kiri)
= { W. b / [ 6 . L . E . I ] . (-x3 + L2 x - b2 x ) } + { W / [6 . E . I ] .(x- a)3 ,
untuk x ≥ a
(dari titik A, titik tumpu di sebelah kiri)
........................................................................ (29)
dengan W adalah besarnya beban, b adalah (L – a), dan L adalah panjang bentang, atau
jarak sendi dengan roll.
Jika beban titik (W) tersebut berada di tengah – tengah konstruksi batang sederhana
(simple beam), maka lendutan maksimum terjadi tepat pada tengah – tengah bentang, atau
pada beban tersebut ( x = L/2), dengan nilai lendutan (υ) sebesar :
υ = W. L3 / [ 48 . E . I ] .................................................. (30)
dengan W adalah beban, L adalah panjang bentang, E adalah modulus elastisitas bahan, dan I
adalah momen inersia bahan.
Jika konstruksinya berupa kantilever atau batang terjepit, dengan panjang bentang L,
yang dijepit di titik A, maka besarnya lendutan (υ) pada jarak x dari titik A akibat beban
titik F yang bekerja di ujung bentang adalah (Shigley, Mitchell, dan Harahap, 1986 ) :
υ = F. x2 / [ 6 . E . I ] . ( x - 3 . L ) ...................................... (31)
23
ssehingga lendutan maksimum terjadi di bawah gaya F (pada x = L), yang nilai lendutannya
adalah :
υmaks = F. x2 / [ 6 . E . I ] . ( x - 3 . L ), dengan x = L
= F. L2 / [ 6 . E . I ] . ( L - 3 . L )
= - F. L3 / [ 3 . E . I ]........................................................(32)
Jika suatu konstruksi dikenai beberapa beban, maka cara penyelesaiannya dapat
dilakukan dengan metode superposisi. Metode superposisi tersebut pada prinsipnya adalah
bahwa besarnya defleksi yang terjadi akibat beban F1 dan F2 adalah sama dengan besarnya
defleksi akibat beban F1 yang ditambah dengan defleksi akibat beban F2.
(6) Torsi
Momen inersia polar (J) pada poros atau as pejal dengan jari – jari R dirumuskan sebagai
berikut :
J = ( 0,5) ( π ) R4.................................................................( 33 )
Jika dinyatakan dalam diameter poros (D), maka diperoleh :
J = π . D4 / 32 ...........................................................(34)
Pada silinder berlubang, dengan diameter luar = D dan diameter dalam = d, jari – jari luar = R
dan jari – jari dalam r, maka besarnya momen inersia polar dapat disajikan pada persamaan
(35) atau (36).
J = ( 0,5) ( π ) ( R4 - r4 ) .................................................... ( 35 )
J = π . ( D4 - d4 ) / 32 .............................................. (36)
Mengenai sudut puntir dijelaskan sebagai berikut : pada poros pejal yang dipegang
atau diklem pada ujung kiri, dan mengalami momen puntir terhadap sumbu longitudinal
(memanjang) pada ujung kanan, dengan anggapan bahwa (a) puntiran adalah seragam
sepanjang poros, (b) penampang lintang serta jari-jari rata pada suatu bidang, (c) baik
panjang poros maupun diameter poros tidak berubah, dan (d) bahan poros adalah homogen
dan mengikuti Hukum Hooke, maka hubungan antara sudut puntir θ (dalam radian) dengan
besarnya torsi (T, dalam N.m), panjang poros (L, dalam m), momen inersia polar (J, dalam
m4), dan modulus kekakuan (atau modulus elastisitas geser) (G, dalam N/m2) adalah :
θ = T . L / ( J . G ) .................................................. (37)
24
dengan adalah tegangan geser, T adalah torsi, ρ adalah jarak terhadap titik tengah lingkaran
proyeksi poros, dan J adalah momen inersia polar. Dari persamaan 38 tersebut tampak bahwa
tegangan geser maksimum terjadi pada nilai ρ yang mencapai maksimum, sehingga
diperoleh :
τmaks = T . R / J.............................................................. (39)
dengan τmaks adalah tegangan geser maksimum, R adalah jari-jari lingkaran proyeksi
poros, T adalah torsi, dan J adalah momen inersia polar.
Jika nilai tegangan geser maksimum tersebut dinyatakan dalam torsi dan diameter, maka
untuk poros pejal diperoleh :
τmaks = 16 . T / (π . D3 ) ............................................................ (40)
dengan τmaks adalah tegangan geser maksimum (dalam N/m2), T adalah torsi (dalam N.m),
dan D adalah diameter poros (dalam m).
Pada poros berongga, besarnya tegangan geser maksimum dapat dinyatakan :
τmaks = 16 . T. D / [ π ( D4 - d4 ) ] ........................................... (41)
dengan τmaks adalah tegangan geser maksimum (dalam N/m2), T adalah torsi (dalam N.m),
dan D adalah diameter poros bagian luar (dalam m), dan d adalah diameter poros bagian
dalam (dalam m).
Poros untuk transmisi daya dirumuskan dari persamaan (42) sampai dengan
(46) berikut. Hubungan antara daya putar, torsi dan kecepatan sudut dirumuskan :
P= T . ω ........................................................................................... (42)
dengan P adalah daya yang ditransmisikan poros (dalam watt), T adalah torsi atau momen
puntir (dalam N.m), dan ω adalah kecepatan sudut (dalam radian/detik).
Apabila poros berputar dengan frekuensi f, maka hubungan antara kecepatan sudut
dengan frekuensi putara adalah :
ω = 2 . π . f ........................................................................................ (43)
Dalam hal ini, apabila frekuensi dinyatakan dalam rps (atau banyaknya putaran tiap detik),
maka kecepatan sudut dinyatakan dalam radian / detik.
Hubungan antara daya putar dengan frekuensi putar serta torsi adalah :
P = 2 . π . f . T .................................................................................... (44)
Jika daya putar dinyatakan dalam satuan watt, dan torsi sinyatakan dalam satuan N.m, serta
frekuensi putar dalam rps, maka didapatkan hubungan :
P(watt) = 2 . π . rps. T(N.m)................................................................ (45)
Frekuensi putaran merupakan banyaknya putaran tiap satuan waktu, bisa dinyatakan dalam
rps (= banyaknya putaran tiap detik), atau RPM (banyaknya putaran tiap menit), yang
hubungan keduanya adalah :
rps = RPM / 60 ............................................................................. (46)
25
LAMPIRAN
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
DAFTAR PUSTAKA
Gulo, D.H. 1989. Dasar – Dasar Perhitungan Kekuatan Bahan (Alih Bahasa dari :
Strength of Material, Part I : Elementary, by S. Timoshenko, Robert E. Klinger
Publishing Co., Inc., 1968). Cetakan Kedua, Penerbit Restu Agung, Jakarta.
Harris, C.O. 1982. Statics and Strength of Materials. John Wiley & Sons, Inc., United
States of America.
Prasetio, Lea. 1984. Mekanika Terapan. (Alih Bahasa dari : Applied Mechanics, 2nd
edition. by D. Titherington and J. G. Rimmer, McGraw-Hill Inc., 1982) Edisi
Kedua. Penerbit Erlangga, Jakarta.
Santosa. 2004. Kekuatan Bahan. Jilid I. Fakultas Pertanian Universitas Andalas, Padang.
Sardy S. dan Lamyarni I. S. 1990. Dasar Analisis Tegangan (Alih Bahasa dari : BASIC
Stress Analysis, by M. J. Iremonger, Butterworth & Co. Ltd., 1982). Penerbit UI-
Press, Jakarta.
Shigley, J.E., L. D. Mitchell, dan Gandhi Harahap. 1986. Perencanaan Teknik Mesin. Jilid
I, Edisi Keempat, Penerbit Erlangga, Jakarta.
Sularso dan K. Suga. 1987. Dasar Perencanaan dan Pemilihan Elemen Mesin. Cetakan
Keenam. P.T. Pradnya Paramita. Jakarta.
Tanisan, Z. A. 1993. Mekanika Teknik (Alih Bahasa dari : Mechanics of Materials, 2nd
Edition, by E. P. Popov, Prentice-Hall, Inc., 1978). Edisi Kedua. Penerbit
Erlangga, Jakarta.
37
Langkah-langkah mendapatkan referensi buku kekuatan bahan
1. Buka google chrome di laptop
2. Kemudian tulis “ kekuatan bahan pdf ” pada kolom pencarian
3. Kemudian buka halaman file yang akan di download
4. Tekan pada tulisan download yang berada di bawah pojok kiri layar laptop
38
5. Setelah di tekan download akan muncul tulisan “download document”yang berwarna ungu
39