Infeksi HIV dimulai ketika virus masuk ke tubuh kemudian menginfeksi sel yang
memiliki antigen CD4+. CD4+ merupakan molekul permukaan yang terdapat pada limfosit T
helper, sel makrofag, sel monosit, dan sel dendritik (APC professional). Limfosit T helper
bertanggung jawab pada pertahanan tubuh, mengatur sel T sitotoksik, mengenali antigen
asing, mengaktifkan sel B penghasil antibodi, mengarahkan aktivitas imun, dan
mempengaruhi aktivitas fagositosit monosit dan makrofag. Hilangnya sel T helper akan
mengarah pada defisiensi imun.
Setelah virus masuk ke dalam tubuh,, virus akan bertemu dengan sel dendritik dan
berkembang biak, kemudian akan menginfeksi sel T CD4+ yang istirahat (resting) dan juga
sel CD4+ yang teraktivasi (Ignatavicus, 2017). Keduanya akan menjadi tempat
perkembangbiakan virus HIV sehingga virus dapat menyebar ke bagian tubuh yang lain.
Selain itu, sel limfosit dapat berpindah ke jaringan limfoid atau kelenjar getah bening yang
selanjutnya virus dapat menyebar ke seluruh tubuh. Kemudian akan muncul pertahanan tubuh
yang akan menekan virus HIV, akan tetapi penekanan tersebut hanya bersifat sebagian
sehingga lambat laun virus HIV akan tetap diproduksi.
Pada fase awal infeksi jumlah virus HIV sangat besar di ikuti dengan
penurunan jumlah sel CD4+. Selanjutnya muncul reaksi imunitas yang akan menekan
virus tersebut sehingga jumlah virus menurun dan diikuti kenaikan jumlah sel CD4+.
Pada fase tersebut muncul gejala akut yang berlangsung dalam waktu 1 – 3 minggu
setelah tubuh pertama kali terpapar virus HIV. Penderita yang terinfeksi akan
mengalami gejala mononucleosis seperti demam, kelelahan, ruam kulit, malaise, dan
sakit kepala.
2. Infeksi Kronik
Penekanan yang bersifat parsial akan meningkatkan kembali jumlah virus
secara perlahan yang diikuti dengan penurunan CD4+, fase ini berlangsung selama 10
tahun (Ignatavicus, 2017). Jumlah normal sel T CD4+ yaitu 800 – 1200 sel/uL,
selama sel T CD4+ berjumlah 500 atau lebih dari 500 seseorang akan menunjukan
gejala asimptomatik (tanpa gejala).
3. Infeksi Oportunistik
Setelah gejala asimptomatik berjalan selama beberapa tahun selanjutnya
penderita akan mengalami gejala simtomatik. Gejala ini muncul ketika jumlah sel T
CD4+ dibawah 500 atau berada dalam kisaran 200-499 sel/uL. Pada fase ini,
penderita akan mengalami infeksi oportunistik seperti kandisiasis oral, Kaposi
sarcoma, dan lainnya.
4. AIDS
Penderita akan mengalami AIDS ketika jumlah sel T CD4+ kurang dari 200
sel/uL, adanya infeksi oportunistik, malignasi ataupun gangguan sistem saraf
(Ignatavicus, 2017). Beberapa infeksi oportunistik yang muncul pada penderita AIDS
antara lain Pneumocytis Carinii Pneumonia, TBC, diare, wasting syndrome, dan
adanya malignansi atau keganasan kanker.
Daftar Pustaka
Kementrian Kesehatan RI. (2018). General situation of HIV/AIDS and HIV test. In Pusat
Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI (pp. 1–12).
Lemone, Burke, Bauldoff, Gubrud, Jones, L., Hales, … Searl. (2017). Medical Surgical
Nursing: Critical Thinking for Person Centered Care (3rd ed., Vol. 1–3). Meoulborne:
Pearson.
Porth, C.M., & Matfin, G. (2009). Pathophysyiology: Concepts of Altered Health States. (9 th
ed). Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
Simon, V., Ho, D. D., & Abdool Karim, Q. (2020). HIV/AIDS epidemiology, pathogenesis,
prevention, and treatment. Lancet (London, England), 368(9534), 489–504.
https://doi.org/10.1016/S0140-6736(06)69157-5
White, L., Duncan, G., & Baumle, W. (2013). Medical-Surgical Nursing : An Integrated
Approach (3rd ed.). Delmar: Engange Learning.