Anda di halaman 1dari 7

Patofisiologis dan Komplikasi Diabetes Mellitus Tipe 2

Oleh: Nur Azizah, 1806140211, Mahasiswa Reguler FIK-UI 2018,


azizahna.1507@gmail.com

Diabetes mellitus merupakan penyakit kronis yang terjadi karena kelenjar pancreas
tidak dapat menghasilkan cukup insulin ataupun kondisi ketika tubuh tidak mampu
menggunakan insulin yang dihasilkannya secara efektif. . World Health Organization
memprediksi kenaikan penderita DM di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi
sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. Sembilan puluh persen dari populasi penderita DM di
Indonesia adalah kategori DM Tipe 2. Diabetes Mellitus Tipe 2 dapat menyebabkan berbagai
komplikasi dalam tubuh manusia. Pada Lembar Tugas Mandiri ini penulis akan menjelaskan
mengenai patofisiologis dan komplikasi penyakit DM Tipe – 2.

Overview Kelenjar Pankreas

Kelenjar pankreas tersusun atas dua


jaringan utama yaitu acini dan pulau
Langerhans. Acini berfungsi menghasilkan
enzim pencernaan sedangkan pulau
Langerhans berfungsi menghasilkan
hormon glukagon, insulin, somatotastin,
dan polipeptida pankreas (Tortora &
Derrickson, 2012). Salah satu sel yang
menyusun pulau Langerhans adalah sel
beta pankreas yang berfungsi untuk
menghasilkan insulin (Tortora &
Derrickson, 2012). Insulin sendiri
berfungsi untuk mengubah glukosa
menjadi energi .

Patofisiologis Diabetes Mellitus Tipe 2

Diabetes Mellitus Tipe 2 (DM Tipe 2 ) merupakan penyakit yang memiliki


karakteristik hiperglikemia. Hiperglikemia ini disebabkan karena adanya peningkatan
resistensi insulin dan peningkatan disfungsi sel beta pankreas (Decroli, 2019). Kerusakan sel
beta pankreas akan berdampak pada penurunan sekresi insulin.
Secara genetik terdapat dua patofisiologis utama yang mendasari terjadinya penyakit
DM Tipe 2 yaitu resistensi insulin dan disfungsi sel beta pankreas.

1. Resistensi Insulin
Resistensi insulin pada tingkat seluler menunjukan kemampuan yang
tidak adekuat dari insulin signaling dari pra-reseptor, reseptor, dan post
reseptor sehingga mengakibatkan penurunan sensitivitas insulin terhadap
kadar glukosa (Decroli, 2019). Secara molekuler ada beberapa faktor yang
terlibat dalam patogenesis resistensi insulin antara lain perubahan pada protein
kinase B, mutase protein Insulin Receptor Substrate (IRS), peningkatan
fosforilasi serin dari protein IRS, PI3 Kinase, protein kinase C, dan
mekanisme molekuler dari inhibsi transkripsi gen IR (Decroli, 2019).
Resistensi insulin akan muncul ketika efek biologis insulin berkurang
untuk pembuangan glukosa di otot rangka dan penekanan produksi glukosa
oleh hati (Porth C.M, 2009). Hati tidak memerlukan insulin untuk transport
glukosa, tetapi jaringan lemak dan sepanjang otot jantung memerlukan insulin
untuk transport glukosa (Joyce M Black, 2014). Dengan jumlah insulin yang
tidak adekuat, kadar glukosa darah akan meningkat (Joyce M Black, 2014).
Peningkatan kadar glukosa darah berlanjut karena hati tidak dapat menyimpan
glukosa (dalam bentuk glikogen) tanpa adanya hormon insulin.
Ketidakoptimalan fungsi insulin di sel otot, lemak, dan hati memaksa
pankreas untuk memproduksi insulin lebih banyak. Ketika produksi insulin
oleh sel beta pankreas tidak adekuat guna mengkompensasi peningkatan
resistensi insulin, maka kadar glukosa darah akan meningkat yang pada
saatnya akan terjadi hiperglikemia kronik (Decroli, 2019). Hiperglikemia
kronik pada DM tipe 2 akan semakin merusak sel beta pankreas dan
memperburuk resistensi insulin.
2. Disfungsi Sel Beta Pankreas
Hiperglikemia kronik akan memperburuk disfungsi sel beta pankreas.
Sel beta pankreas yang terpajan hiperglikemia akan memproduksi Reactive
Oxygen Species (ROS). Apabila terjadi peningkatan ROS yang berlebihan
akan menyebabkan kerusakan sel beta pankreas (Decroli, 2019).
Sel beta pankreas yang rusak menyebabkan kegagalan untuk
mensekresikan insulin yang cukup dalam upaya mengkompensasi peningkatan
resistensi insulin. Jumlah dan kualitas sel beta pankreas dipengaruhi oleh
beberapa hal antara lain proses regenerasi dan kelangsungan hidup sel beta itu
sendiri, mekanisme selular sebagai pengatur sel beta, kemampuan adaptasi sel
beta ataupun kegagalan mengkompensasi beban metabolik dan proses
apoptosis sel (Decroil, 2019). Penyebab spesifik dari disfungsi sel beta
termasuk penurunan awal massa sel beta yang berhubungan dengan faktor
genetic (misalnya, retardasi pertumbuhan intrauterine), peningkatan apoptosis
atau penurunan regenerasi sel beta, kelelahan sel beta karena resistensi insulin
jangka panjang, glukotoksisitas (yaitu desensitisasi sel beta yang diinduksi
oleh toksisitas glukosa), lipotoksisitas (yaitu efek toksis lipid pada sel beta
dimana terjadi peningkatan FFA yang berlebihaan), dan deposisi amiloid atau
kondisi lain yang berpotensi mengurangi massa sel beta (Porth C.M, 2009).
Sebelum diagnosis DMT2 ditegakkan, sel beta pankreas dapat
memproduksi insulin secukupnya untuk mengkompensasi peningkatan
resistensi insulin tetapi setelah diagnosis DMT2 ditegakkan, sel beta pankreas
tidak dapat memproduksi insulin yang adekuat untuk mengkompensasi
peningkatan insulin sebab fungsi sel beta pankreas yang normal tersisa 50%.
Sel beta pankreas akan digantikan oleh jaringan amiloid yang mengakibatkan
produksi insulin mengalami penurunan.

Komplikasi Diabetes Mellitus Tipe 2

Terdapat empat hal utama yang menjadi dasar komplikasi kronis DMT2 dimana biasa
disebut dengan tetrad concept yang meliputi meningkatnya HbA1c, glukosa plasma puasa,
dan glukosa post prandial, serta meningkatnya variabilitas glukosa (Decroil, 2019).
Hiperglikemia kronik dan fluktuasi kadar glukosa darah akut menjadi komponen yang
menyebabkan komplikasi DM melalui dua mekanisme utama yaitu glikasi protein yang
berlebihan dan stress oksidatif (Decroil, 2019)

1. Glikasi Protein
Glikasi protein merupakan proses non-enzimatic dimana hemoglobin dapat
mengalami glikosilasi secara non-enzimatic. Hemoglobin yang terglikosilasi
(HbA1c) yang tinggi ditemukan pada pasien dengan kadar glukosa darah
puasa yang tinggi, glukosa darah post prandial yang meningkat, ataupun
keduanya.
2. Stres Oksidatif
Stres oksidatif adalah ketidakseimbangan antara antioksidan dan pro oksidan
yang berpotensi untuk menyebabkan kerusakan. Metabolisme glukosa yang
berlebihan akan menghasilkan radikal bebas. Ada 4 jalur metabolic yang
menyebabkan stress metabolik, yaitu :
1) Jalur poliol  saat kadar glukosa intrasel meningkat, jalur poliol
metabolisme glukosa menjadi aktif.
2) Jalur heksosamin  jalur ini teraktivasi jika terjadi akumulasi
berlebihan dari metabolit glikolisis. Peningkatan ROS pada kondisi
hiperglikemia akan terakumulasi menjadi metaboli teroksidasi.
3) Aktivasi protein kinase C (PKC)  Hiperglikemik merangsang
peningkatan aktivasi PKC-B2 di sel endotelia ginjal untuk
memproduksi prostaglandin E2 dan tromboksan A2.
4) Advanced glycation end products (AGEs)  AGEs yang berikatan
dengan reseptor AGEs pada sel mesangial akan menyebabkan
kerusakan jaringan.

Diabetes mellitus yang tidak terkontrol dengan baik akan menimbulkan komplikasi
akut dan kronis (Joyce M Black, 2014).

1. Komplikasi akut , meliputi hipoglikemia dan hiperglikemia. Hipoglikemia adalah


kondisi kadar glukosa darah seseorang dibawah nilai normal (< 50 mg/dl) yang
menyebabkan sel-sel otak tidak mendapat pasokan energi sehingga tidak berfungsi
bahkan rusak. Hiperglikemia merupakan kondisi kadar gula darah meningkat
secara tiba-tiba yang dapat berkembang menjadi metabolisme berbahaya seperti
ketoasidosis diabetic, koma hiperosmoler non ketotik (KHNK), dan kemolakto
asidosis.
1) Ketoasidosis  kondisi dengan asidosis dan ketosis. Ketoasidosis
ditandai oleh kekurangan relative atau absolut insulin. Jumlah insulin tidak
cukup untuk peningkatan kebutuhan glukosa dan tidak menggunakan KH
untuk energi, memaksa untuk menggunakan lemak dan protein.
Meningkatnya metabolisme lemak, hati menghasilkan terlalu banyak
keton. Keton terakumulasi dalam darah (ketosis) dan dikeluarkan dalam
urine. Asidosis metabolik berkembang dari pengaruh asam (pH rendah)
akibat keton asetoasetat dan hidroksibutirat-beta (Joyce M Black, 2014).
2) Hyperglycemic hyperosmolar nonketotic syndrome (HHNS)  varian
ketoasidosisdiabetik yang ditandai dengan hiperglikemia ekstrem (600-
2000 mg/dl), dehindrasi nyata, ketonuria ringan, dan tidak ada asidosis
(Joyce M Black, 2014).
2. Komplikasi kronis, merupakan penyebab utama kesakitan dan kematian pada
klien DM. Komplikasi kronis di klasifikasikan menjadi dua yaitu komplikasi
makrovaskuler dan komplikasi mikrovaskuler. Komplikasi kronis ini di dasari
oleh kerusakan vaskular yang diawali dengan terjadinya disfungsi endotel akibat
proses glikosilasi dan sters oksidatif pada sel endotel. Disfungsi endotel mengacu
pada kondisi dimana endotel kehilangan fungsi fisiologisnya seperti
kecenderungan untuk meningkatkan vasodilatasi, fibrinolysis, dan anti-agregasi
(Dercroli, 2019)
1) Komplikasi makrovaskuler  komplikasi makrovaskuler berkaitan
dengan pembuluh darah yang berukuran besar termasuk penyakit
jantung koroner, penyakit serebrovaskuler, hipertensi, penyakit
pembuluh darah perifer, dan infeksi (Joyce M Black, 2014). Adanya
resistensi insulin dan hiperglikemik kronik dapat mencetuskan
inflamasi, stress oksidatif, dan gangguan availabilitas nitrit oksida
endotel vaskuler. Kerusakan endotel akan menyebabkan terbentuknya
lesi aterosklerosis koroner yang berujung pada penyakit
kardiovaskuler (Decroli, 2019)
2) Komplikasi mikrovaskuler  komplikasi mikrovaskuler berkaitan
dengan pembuluh darah yang berukuran kecil termasuk retinopati,
nepropati, dan neuropati.
a. Retinopati, dapat mengakibatkan kebutaan. Penyebab
retinopati berhubungan dengan glikosilasi protein, iskemik,
dan mekanisme hemodinamik. Stres dari peningkatan
kekentalan darah akan meningkatkan permeabilitas dan
penurunan elastisitas kapiler (Joyce M Black, 2014).
b. Nefropati , menjadi penyebab penyakit ginjal kronis sebab
nefropati mengakibatkan kerusakan bahkan hilangnya
kapiler yang menyuplai glomerulus ginjal (Joyce M Black,
2014).
c. Neuropati, kerusakan kapiler di serabut saraf
mengakibatkan serabut saraf tidak memperoleh suplai darah
sehingga fungsi sensoris dan motoris terganggu.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa ada dua patofisiologis utama DM Tipe 2 yaitu
adanya resistensi insulin dan disfungsi sel beta pankreas. Pada awal perkembangan
DM Tipe 2, adanya gangguan sel beta pankreas pada sekresi insulin dimana sekresi
insulin gagal mengkompensasi resistensi insulin. Jika kondisi ini tidak ditangani
dengan baik, pada perkembangan selanjutnya akan terjadi kerusakan sel-sel beta
pankreas. Kerusakan sel beta pankreas secara progresif mengakibatkan defisiensi
insulin sehingga pada akhirnya penderita DM Tipe 2 memerlukan insulin eksogen.
Kadar gula darah meningkat hingga terjadi hiperglikemia kronik. Resistensi insulin
dapat mengakibatkan komplikasi makrovaskuer, sedangkan hiperglikemia kronik
dapat mengakibatkan komplikasi mikrovaskuler.

Daftar Pustaka

Decroli E. (2019). Diabetes Melitus Tipe 2. Padang: Pusat Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

Fatimah R.N. (2015). Diabetes Melitus Tpe 2. Jurnal Majority, Vol 4 No.5

Fitriyani. (2012). Faktor Risiko Diabetes Melitus Tipe 2 Di Puskesmas Kecamatan Citangkil
Dan Puskesmas Kecamatan Pulo Merak , Kota Cilegon , 1–102.

Joyce M Black. (2014). Medical Surgical Nursing : Clinical Management for Positive
Outcomes. 8 th edition. Elsevier Inc

Porth, C. M., & Matfin, G. (2009). Pathophysiology Concepts of Altered Health States (8th
ed.). Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.

Sundari, P. M., Asmoro, C. P., & Arifin, H. (2019). Hubungan Tingkat Pengetahuan Dan
Diabetes Self-Management Dengan Tingkat Stres Pasien. 22(March), 31–42.
https://doi.org/10.7454/jki.v22i1.780
Tortora, G. J., & Derrickson, B. (2012). Principles of Anatomy & Physiology (13th ed.). New
Jersey: John Wiley & Sons, Inc.

Anda mungkin juga menyukai