Anda di halaman 1dari 31

DEPARTEMEN SURGICAL

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN TN. Y DENGAN


DIABETES MELLITUS & DIABETIC FOOT DI RUANG 14
RSU Dr. SAIFUL ANWAR

PROGRAM PROFESI NERS

Disusun Oleh :
DINNI NURUL KURNIA ILAHI
125070207131005
KELOMPOK 20

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2016

DIABETES MELITUS
1. Pengertian
Diabtes Melitus [DM] merupakan suatu penyakit kronik yang kompleks yang
melibatkan kelainan metabolisme karbohidrat, protein dan lemak serta berkembangnya
komplikasi makrovaskuler dan neurologis (Sujono Riyadi dan Sukarmin, 2008:69). Brunner
and Suddarth (2002) mendefinisikan DM merupakan sekelompok kelainan heterogen yang
ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. Pada DM terdapat
penurunan dalam kemampuan untuk berespons terhadap insulin dan atau penurunan atau
pankreas sama sekali tidak memproduksi insulin.
Slamet Suyono (2009) menyatakan DM adalah suatu kumpulan gejala yang timbul
pada seseorang yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar glukosa darah
akibat penurunan sekresi insulin yang progresif yang dilatar belakangi oleh resistensi insulin.
Keadaan ini dapat menimbulkan hiperglikemia yang dapat mengakibatkan berbagai
komplikasi metabolic seperti ketoasidosis (KAD) dan sindrom hiperglikemik hiperosmoler
mnon-ketotik (HHNK). Hiperglikemi jangka panjang dapat menyebabkan komplikasi
mikrovaskuler yang kronis pada ginjal, mata, saraf, dan komplikasi makrovaskuler seperti
miokard infark, stroke, dan penyakit vaskuler perifer.
Pada orang normal, badan memerlukan bahan untuk membentuk sel baru dan
mengganti sel yang rusak. Di samping itu badan juga memerlukan energi supaya sel badan
berfungsi dengan baik. Energi pada manusia berasal dari bahan makanan kita sehari hari
seperti karbohidrat [gula dan tepung-tepungan], protein [asam amino], dan lemak [asam
lemak]. Pengolahannya dimulai dari mulut, lambung, dan usus. Di dalam saluran
pencernaan bahan tersebut dipecah menjadi glukosa, asam amino (protein), dan asam
lemak (lemak). Kemudian ke 3 zat tersebut diserap oleh usus dan masuk ke pembuluh
darah serta diedarkan ke seluruh tubuh untuk digunakan oleh seluruh organ-organ sebagai
bahan bakar. Di dalam sel terjadi proses metabolisme, terutama glukosa dibakar melalui
proses kimia yang rumit, yang akhirnya menghasilkan energi. Dalam proses metabolisme,
insulin memegang peranan penting untuk memasukkan glukosa ke dalam sel, selanjutnya
dapat dipakai sebagai bahan bakar.
Insulin adalah hormon yang dikeluarkan oleh sel beta di pankreas (pulau-pulau
Langerhans), yang sangat berperan di dalam mengatur glukosa darah. Insulin diibaratkan
sebagai anak kunci yang dapat membuka pintu masuknya glukosa ke dalam sel, selanjutnya
di dalam sel glukosa dimetabolisme untuk menghasilkan energi. Bila insulin tidak ada [DM

Tipe 1] atau bila insulin kerjanya tidak baik seperti dalam keadaan resistensi insulin [DM
Tipe 2], maka glukosa tidak dapat masuk seldengan akibat glukosa tetap di dalam pembuluh
darah yang artinya kadarnya di dalam darah meningkat. Dalam keadaan seperti ini badan
akan jadi lemah karena tidak ada sumber energi di dalam sel.
Pada gambar 1 dalam keadaan normal, tampak insulin cukup dan sensitif, insulin
akan ditangkap oleh reseptor insulin yang ada pada permukaan sel otot, kemudian
membuka pintu masuk sel hingga glukosa dapat masuk sel untuk kemudian dibakar menjadi
energi/tenaga. Akibatnya glukosa dalam darah normal.

Gambar 1
Insulin sensitif [normal]
Pada gambar 2, pada diabetes, didapatkan jumlah insulin yang kurang atau pada
keadaan kualitas insulinnya tidak baik [resistensi insulin], meskipun insulin ada dan reseptor
juga ada, tapi karena ada kelainan di dalam sel itu sendiri maka pintu sel tetap tidak dapat
terbuka [tetap tertutup] hingga glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel untuk dibakar
[dimetabolisme]. Akibatnya glukosa tetap berada di luar sel sehingga kadar glukosa dalam
darah meningkat.

Gambar 2
Resistensi Insulin [DM Tipe2]

2. Klasifikasi
DM Tipe 1

Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolute.


Penyebab :

DM Tipe 2

1. Autoimun
2. Idiopatik
Bervariasi, mulai yang dominan resistensi insulin disertai defisiensi
insulin relatif sampai yang dominan defek sekresi insulin disertai
resistensi insulin

Tipe lain

1. Defek genetik fungsi sel beta


2. Defek genetik kerja insulin
3. Penyakit eksokrin pankreas (Pankreatitis, Pankreatektomi)
4. Endokrinopati (Akromegali, Cushing, Hipertiroidisme)

5. Karena obat atau zat kimia (Glukokortikoid, Hormon tiroid)


6. Infeksi(Cytomegalo Virus /CMV, Rubella)
7. Sebab imunologi yang jarang (Antibodi anti insulin)
8. Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM (Sindrom Down,
Klinefelter, Turner)
DM
Gestasional

a.

Intoleransi glukosa yang terjadi selama kehamilan. Dalam kehamilan


terjadi perubahan metabolisme endokrin dan karbohidrat yang
menunjang pemanasan makanan bagi janin serta persiapan menyusui.
Menjelang aterm, kebutuhan insulin meningkatsehingga mencapai 3 kali
lipat dari keadaan normal. Bila seorang ibu tidak mampu meningkatkan
prosuksi insulin sehingga relatif hipoinsulin maka mengakibatkan
hiperglikemi. Resistensi insulin juga disebabkan oleh adanya hormon
estrogen, progesteron, prolaktin, dan placenta laktogen.Hormon tersebut
mempengaruhi reseptor insulin pada sel sehingga mengurangi aktivitas
insulin.

3. Etiologi
DM Tipe 1
Pada DM Tipe 1 insulin tidak ada disebabkan oleh karena pada jenis ini ada reaksi
autoimun.Pada individu yang rentan terhadap diabetes tipe 1, terdapat adanya ICA
[Islet Cell Antibody] meningkat kadarny oleh karena beberapa faktor pencetus seperti
infeksi virus [diantaranya virus cocksakie, rubela, MCV, herpes, dan lain-lain] hingga
timbul peradangan pada sel beta [insulitis] yang akhirnya akan menyebabkan
kerusak permanen sel beta. Yang diserang oleh insulitis hanya sel beta, sel alfa dan
sel delta biasanya masih utuh.Kelainan ini berdampak pada penurunan produksi
insulin. Pada studi populasi ditemukan adanya hubungan antara DM tipe1 dengan
Human Leucocyte Antigen [HLA].
b. DM Tipe 2
Pada DM Tipe 2 ditandai dengan adanya resistensi insulin perifer, gangguan hepatic
glocosa production [HGP], dan penurunan fungsi sel beta, yang akhirnya akan
menuju kesrusakan total sel beta.

Pada stadium prediabetes mula-mula timbul

resistensi insulin, kemudian disusul oleh peningkatan sekresi insulin untuk


mengkompensasi resistensi insulin itu agar glukosa darah tetap normal. Lama
kelamaan sel beta tidak sanggup lagi mengkompensasi resistensi insulin sehingga
kadar glukosa

darah meningkat dan fungsi sel beta makin menurun. Ternyata

penurunan fungsi sel beta itu berlangsung progresif sampai akhirnya sama sekali
tidak bisa mensekresi insulin. Kadar glukosa darah makin meningkat.

Glukotoksisitas adalah peningkatan kadar glukosa darah yang berlangsung lama


akan menyebabkan stress oksidatif dengan akibat peningkatan apoptosis sel

beta.
Lipotoksisitas adalah peningkatanm asam lemakbebas yang berasal dari
jaringan adipose dalam proses lipolisis akan mengalami proses metabolisme nonoksidatif menjadi ceramideyang toksik terhadap sel beta sehingga terjadi
apoptosis. Deposit /Penumpukan Amiloid. Pada keadaan RI kerja insulin dihambat
hingga kadar glukosa darah akan meningkat, karenaya sel beta akan berusaha
mengkompensasinya dengan meningkatkan sekresi insulin, sehingga terjadi
hiperinsulinemia. Peningkatan ini disertai juga dengan peningkatan sekresi amylin
dari sel beta yang akan ditumpuk di sekitar sel beta hingga menjadi jaringan
amiloid dan akan mendesak sel beta itu sendiri hingga akhirnya jumlah sel beta
dalam pulau Langerhans berkurang. Pada DM Tipe 2 jumlah sel beta berkurang

50 60% dari normal.


Resistensi insulin. Penyebab RI pada DM Tipe 2 sebenarnya tidak begitu jelas,
tetapi beberapa faktor-faktor ini banyak berperan, sepserti : obesitas terutama
yan bersifat sentral [bentuk apel]; diet tinggi lemak dan rendah KH; kurang gerak

badan; dan faktor keturunan [herediter].


Efek inkretin. Inkretin mempunyai efek langsung terhadap sel beta dengan cara
dengan meningkatkan proliferasi sel beta, meningkatkan sekresi insulin, dan

mengurangi apoptosis sel beta.


Faktor-faktor diabetes. Diabetes merupakan penyakit keturunan. Hal ini
memang benar, tetapi faktor keturunan saja tidak cukup, dipelukan faktor lain
yang disebut faktor risiko atau faktor pencetus, misalnya : adanya infeksi virus
[pada DM Tipe1], kegemukan, pola makan yang salah, minum obat-obatan yang
bisa menaikkan kadar glukosa darah, proses menua, stress, dan lain-lain.

4. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik yang sering dijumpai pada pasien DM adalah :
a. Poliuria. Karena sifatnya , kadar glukosa darah yang tinggi akan menyebabkan
banyak kencing. Kencing yang yang sering dan dalam jumlah yang banyak akan
sangat mengganggu pasien, terutama pada waktu malam hari.
b. Polidipsi. Akibat volume urie yang sangat besar dan keluarnya air yang
menyebabkan dehidrasi ekstra sel. Dehidrasi intrasel mengikuti dehidrasi ekstrasel
karena air intrasel akan berdifusin keluar sel mengikuti gradien konsentrasi ke
plasma yang hipertonik [sangat pekat]. Dehidrasi intrasel merangsang pengeluaran
ADH [Anti Diuretic Hormone] dan menimbulkan haus. Rasa haus amat sering dialami
oleh pasien karena banyaknya cairan yang keluar melalui kencing. Keadaan ini justru

sering disalahtafsirkan. Dikiranya sebab rasa haus adalah udara yang panas atau
beban kerja yang berat. Untuk menghilangkan rasa haus itu pasien minum banyak.
c. Polifagia. Kalori dari makanan yang dimakan, setelah dimetabolismekan menjadi
glukosa dalam darah tidak seluruhnya dapat dimanfaatkan, pasien selalu merasa
lapar.
d. Penurunan BB dan rasa lemah. Penurunan BB yang berlangsung dalam waktu
relatif singkat harus menimbulkan kecurigaan. Rasa lemah hebat yang menyebabkan
penurunan prestasi di sekolah dan lapangan olag raga juga mencolok. Hal ini
disebabkan karena glukosa dalam darah tidak bisa masuk ke dalam sel, sehingga
sel kekurangan bahan bakar untuk menghasilkan tenaga. Untuk kelangsungan
hidup, sumber tenaga terpaksa diambil dari cadangan lain yaitu sel lemak dan otot.
Akibatnya pasien kehilangan jarinfgan lemak dan otot sehingga menjadi kurus.
e. Gangguan saraf tepi / kesemutan. Pasien mengeluh rasa sakitatau kesemutan
terutama pada kakidi waktu malam, sehingga mengganggu tidur.
f.

Gangguan penglihatan. Pada fase awal penyakit DM sering dijumpai gangguan


penglihatan yang sering mendorong pasien mengganti kacamatanya, agar dapat
melihat dengan baik.

g. Gatal / bisul. Kelainan kulit berupa gatal, biasanya terjadi di daerah kemaluan atau
daerah lipatan kulit seperti ketiak dan di bawah payudara. Sering pula keluhan
timbulnya bisul dan luka yang lama sembuhnya. Luka ini dapat terjadi akibat yang
sepele seperti luka lecet karena sepatu atau peniti.
h. Gangguan ereksi. Gangguan ini menjadi masalah tersembunyi. Hal ini terkait
dengan

budaya masyarakat yang tabu membicarakan masalah seks, apalagi

menyangkut kemampuan atau kejantanan seseorang.


i.

Keputihan.

Pada

wanita,

keputihan

dan

gatalmerupakan

keluhan

yang

seringditemukan, bahkan kadang-kadangmerupakan satu-satunya gejala yang


dirasakan.
5. Pemeriksaan Penunjang
1. Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring dan diagnosis
DM [ mg/dl ].
Bukan DM

Belum pasti

DM

DM
Kadar glukosa
darah sewaktu

Plasma vena

< 100

100 199

> 200

Darah kapiler

< 90

90 199

> 200

Kadar glukosa
darah puasa

Plasma vena

< 100

100 125

> 126

Darah kapiler

< 90

90 99

> 100

2. Kriteria Diagnosis DM
1. Gejala kasik DM + glukosa plasma sewaktu > 200mg/dl [ 11.1 mmol/L ]
Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaatpada waktu
hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir
atau
2. Gejala kalsik mDM
+
Kadar glukosa plasma puasa > 126 mg/dl [ 7.0 mmol/L ]
Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam
atau
3. Kadar glukosa plasma 2 jam pada TTGO > 200 mg/dl [ 11.1 mmol/L ]
TTGO dilakukan dengan standard WHOP, menggunakan beban glukosa
yang setara dengan 75 gram glukosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam air

4. Glycosatet Hemoglobin/Hemoglobin glkosilasi [Hb A1C]. Berguna untuk


memantau kadar gula darah rata rata selama lebih dari 3 bulan. Nilai normal < 8%.
Setiap penurunan 1% menurunkan risiko gangguan mikrovaskuler 35% dan
menurunkan risiko komplikasi lain dan kematian 21%.
6. Komplikasi
1. Komplikasi yang bersifat akut

Hipoglikemia
Hipoglikemia adalah keadaan klinik gangguan saraf yang disebabkan penurunan
glukosa darah. Gejala ini dapat ringan berupa gelisah sampai berat koma disertai
kejang.Penyebab tersering adalah akibat pemakaian obat hiperglikemik oral
golongan sulfonilurea [klorpropamida dan glibenklamid]. Hipoglikemia sering pula
terjadi pada pengobatan dengan insulin, tetapi biasanya ringan. Begitu pula
dengan penggunaan insulin drip.
Penyebab : [1] makan kurang dari aturan yang ditentukan; [2] berat badan turun;
[3] sesudah olah raga; [4] sesudah melahirkan; [5] sembuh dari sakit; [6] makan

obat yang mempunyai sifat serupa; [7] pemberian suntikan insulin yang tidak
tepat.
Tanda-tanda hipoglikemia. Tanda tanda hipoglikemia mulai muncul bila
glukosa darah , 50 mg/dl, meskipun dapat pula terjadi pada kadar glukosa darah
yang lebih tinggi, berbeda pada orang seorang. Adapun tanta-tanda hipoglikemia
adalah : [1] Stadium parasimpatik : lapar, mual, dan tekanan darah turun; [2]
Stadium gangguan otak ringan : lemah, lesu, sulit bicara, dan kesulitan
menghitung sederhana; [3] Stadium simpatik : keringat dingin pada muka
terutama di hidung, bibir atau tangan, dan berdebar-debar; [4] Stadium gangguan
otak berat : koma [tidak sadar] dengan atau tanpa kejang.
Pencegahan untuk pasien yang menggunakan insulin : [1] dosis insulin tepat;
[2] menyuntik di bawah kulit, jangan terlalu dalam; [3] kurangi dosis insulin bila
ada perubahan seperti makan agak kurang, olah raga, sesudah operasi, dan
melahirkan.
Pengobatan :
[1]. Stadium permulaan [sadar] : pemberian gula murni 30 gram [2 sendok
makan] atau sirop, permen dan makanan yang mengandung hidrat arang.
[2]. Stadium lanjut [koma hipoglikemi] : Penangan keadaan gawat darurat ini
harus cepat dan tepat. Berikan glukosa 40% sebanyak 2 flakon, IV setiap 10 20
menit hingga pasien sadar disertai pemberian cairan dextrose 10% per infus, 6
jam perkolf.untuk mempertahankan nilai glukosa darah normal atau di atas
normal. Bila belum teratasi dapat diberikan antagonis insulin seperti : adrenalin,
kortison dosis tinggiatau glukagon 1 mg IV, tetapi sebaiknya penggunaan
adrenalin perlu dibatasi mengingat efek sampingnya.

Hiperglikemia
Kelompok hiperglikemia, dari anamnese ditemukan masukan kalori yang
berlebihan, penghentian obat oral maupun insulin yang didahului oleh stress
akut. Tanda khas adalah kesadaran menurun disertai dehidrasi berat.

Pada sub kelompok ketoasidosis diabetik [KAD] ditemukan hiperglikemia berat


dengan ketosis atau asidosis. Patogesis keduanya berbeda hanya dalam derajat
defisiensi insulin.
Pengobatan : pemberian cairan untuk mengatasi dehidrasi terutama pada HNK.
Pemberian cepat cairan NaCl normal dengan insulin dosis kecil akan
memperbaiki keadaan.
Ketoasidosis Diabetik [KAD] merupakan defisiensi insulin berat dan akut dari
suatu perjalanan penyakit DM. Timbulny KAD merupakan ancaman kematian
bagi penyandang DM. Faktor yang mempengaruhi angka kematian tersebut
adalah : [1] terlambat ditegakkan diagnosa karena biasanya penyandang DM
dibawa setelah koma; [2] pasien belumtahu mengidap diabetes; [3] sering
ditemukan bersama-sama dengan komplikasi lain yang berat, seperti : sepsis,
renjatan, infark miobard, dan CVD.
Pengobatan : [1] Rehidrasi; [2] insulin; [3] Bikarbonas; [4] Kalium; [5] Antibiotika;
[6] Pada KAD dengan infus insulin dosis rendah.

Hiperglikemik Non-Ketotik [HNK]


HNK ditandai dengan hiperglikemia berat non ketotik atau ketotik dan asidosis
ringan. Pada keadaan lanjut dapat mengalami koma.Koma ini terjadi karena
penurunan komposisi cairan intrasel dan ekstra selkarena banyak diekskresi
lewat urine.
Patogenesis : mekanisme terjadinya HNK hampir sama dengan KAD. Pada
awalnya sel beta pankreas gagal atau terhambat mensekresi insulin adekuat oleh
beberapa keadaan stres, terjadi peningkatan hormon glukagon sehingga
pembentukan gula akan meningkat dan pemakaian gula perifer akan terhambat,
yang akhirnya akan menimbulkan hiperglikemia. Perjalanan selanjutnya terjadi
diuresis osmotik yang menyebabkan cairan dan elektrolit tubuh berkurang,
perfusi ginjal menurun dan akibatnya sekresi hormon lebih meningkat lagi dan
timbul hiperosmolar hiperglikemik.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan : [1] pasien dalam keadaan apatis sampai
koma; [2] tanda-tanda dehidrasi berat sering diikuti kelainan neurologis, turgor
kulit menurun, hipotensi postural, bibir dan lidah kering. Gambaran laboratorium :
GD . 600mg%, osmolalitas serum 350 mOsm/kg dan reaksi keton dengan

nitroprusid positif lemah. Perlu diperhatikan pula hipernatremia, hipertkalemia,


azetomia, BUN, dan kreatinin.
Pengobatan : [1] Cairan NaCl; Glukosa 5%; [2] Insulin; [3] Kalium; [4] Hindari
infeksi sekunder [suntikan, pemasangan infus, kateter, dll].
Prognosis : biasanya buruk.
2. Komplikasi yang bersifat kronik
Jika kadar glukosa darahnya tetap tinggi akan dapat timbul beberapa penyulit
pada berbagai organ kulit, seperti pada :

Pembuluh darah otak

: stroke

Pembuluh darah mata

: kebutaan

Pembuluh darah jantung : penyakit jantung koroner

Pembuluh darah ginjal

Pembuluh darah kaki

: penyakit ginjal kronik


: luka sukar sembuh yang menyebabkan ulkus

ataupun gangren
Penyulit Kronik DM :

Mikrovaskular

: ginjal dan retina mata

Makrovaskular: jantung koroner, pembuluh darah kaki, dan


pembuluh darah otak

Neuropati

: mikro dan makrovaskular

Rentan infeksi

: mikro dan makrovaskular

DIABETIC FOOT
1.

Pengertian

Diabetic Foot (Kaki diabetik) adalah kelainan pada tungkai bawah yang merupakan
komplikasi kronik diabetes mellitus; merupakan suatu penyakit pada penderita diabetes
bagian kaki. (Misnadiarly, 1997). Salah satu komplikasi yang sangat ditakuti penderita
diabetes adalah kaki diabetik. Komplikasi ini terjadi karena terjadinya kerusakan saraf,
pasien tidak dapat membedakan suhu panas dan dingin, rasa sakit pun berkurang.
(Thoha, Wibowo.EW)
Gangren adalah proses atau keadaan yang ditandai dengan adanya jaringan mati
atau nekrosis, namun secara mikrobiologis adalah proses nekrosis yang disebabkan
oleh infeksi. (Askandar, 2000).
Gangren Kaki Diabetik adalah luka pada kaki yang merah kehitam-hitaman dan
berbau busuk akibat sumbatan yang terjadi di pembuluh darah sedang atau besar di
tungkai. (Askandar, 2000).
2.

Etiologi
Terjadinya masalah pada kaki diawali adanya hiperglikemia pada penyandang DM
yang menyebabkan kelainan neuropati dan kelainan pada pembuluh darah. Neuropati,
baik neuropati akan mengakibatkan berbagai perubahan pada kulit dan otot, yang
kemudian menyebabkan terjadinya perubahan distribusi tekanan pada telapak kaki dan
mempermudah terjadinya ulkus. Adanya kerentanan terhadap infeksi inilah yang
menyebabkan terjadinya infeksi lebih mudah merebak dan menjadi infeksi yang luas.
Berikut adalah etiologi bakteri yang sering ditemukan pada diabetic foot-ulcer. (Sarwono
Waspadji,2006)
Ada 3 alasan mengapa orang diabetes lebih tinggi risikonya mengalami masalah
kaki. Pertama, berkurangnya sensasi rasa nyeri setempat (neuropati) membuat pasien
tidak menyadari bahkan sering mengabaikan luka yang terjadi karena tidak
dirasakannya. Luka timbul spontan sering disebabkan karena trauma misalnya
kemasukan pasir, tertusuk duri, lecet akibat pemakaian sepatu/sandal yang sempit dan
bahan yang keras. Mulanya hanya kecil, kemudian meluas dalam waktu yang tidak
begitu lama. Luka akan menjadi borok dan menimbulkan bau yang disebut gas gangren.
Jika tidak dilakukan perawatan akan sampai ke tulang yang mengakibatkan infeksi
tulang (osteomylitis). Upaya yang dilakukan untuk mencegah perluasan infeksi terpaksa
harus dilakukan amputasi (pemotongan tulang).
Kedua, sirkulasi darah dan tungkai yang menurun dan kerusakan endotel pembuluh
darah. Manifestasi angiopati pada pembuluh darah penderita DM antara lain berupa
penyempitan dan penyumbatan pembuluh darah perifer (yang utama). Sering terjadi
pada tungkai bawah (terutama kaki). Akibatnya, perfusi jaringan bagian distal dari
tungkai menjadi kurang baik dan timbul ulkus yang kemudian dapat berkembang

menjadi nekrosi/gangren yang sangat sulit diatasi dan tidak jarang memerlukan
tindakan amputasi.
Gangguan mikrosirkulasi akan menyebabkan berkurangnya aliran darah dan
hantaran oksigen pada serabut saraf yang kemudian menyebabkan degenarasi dari
serabut saraf. Keadaan ini akan mengakibatkan neuropati. Di samping itu, dari kasus
ulkus/gangren diabetes, kaki DM 50% akan mengalami infeksi akibat munculnya
lingkungan gula darah yang subur untuk berkembanguya bakteri patogen. Karena
kekurangan suplai oksigen, bakteri-bakteri yang akan tumbuh subur terutama bakteri
anaerob. Hal ini karena plasma darah penderita diabetes yang tidak terkontrol baik
mempunyai kekentalan (viskositas) yang tinggi. Sehingga aliran darah menjadi
melambat. Akibatnya, nutrisi dan oksigen jaringan tidak cukup. Ini menyebabkan luka
sukar sembuh dan kuman anaerob berkembang biak.
Ketiga, berkurangnya daya tahan tubuh terhadap infeksi. Secara umum penderita
diabetes lebih rentan terhadap infeksi. Hal ini dikarenakan kemampuan sel darah putih
memakan dan membunuh kuman berkurang pada kondisi kadar gula darah (KGD)
diatas 200 mg%. Kemampuan ini pulih kembali bila KGD menjadi normal dan terkontrol
baik. Infeksi ini harus dianggap serius karena penyebaran kuman akan menambah
persoalan baru pada borok. Kuman pada borok akan berkembang cepat ke seluruh
tubuh melalui aliran darah yang bisa berakibat fatal, ini yang disebut sepsis (kondisi
gawat darurat). (Wibowo, EW, 1997).
Sejumlah peristiwa yang dapat mengawali kerusakan kaki pada penderita diabetes
sehingga meningkatkan risiko kerusakan jaringan antara lain :

3.

Luka kecelakaan

Trauma sepatu

Stress berulang

Trauma panas

Iatrogenik

Oklusi vaskular

Kondisi kulit atau kuku


Patofisiologi

Terjadinya masalah pada kaki diawali adanya hiperglikemia pada penyandang DM


yang menyebabkan kelainan neuropati dan kelainan pada pembuluh darah. Diabetes
seringkali menyebabkan penyakit vaskular perifer yang menghambat sirkulasi darah.
Dalam kondisi ini, terjadi penyempitan di sekitar arteri yang sering menyebabkan
penurunan sirkulasi yang signifikan di bagian bawah tungkai dan kaki. Sirkulasi yang

buruk ikut berperan terhadap timbulnya kaki diabetik dengan menurunkan jumlah
oksigen dan nutrisi yang disuplai ke kulit maupun jaringan lain, akibatnya, perfusi
jaringan bagian distal dari tungkai menjadi kurang baik dan timbul ulkus yang kemudian
dapat berkembang menjadi nekrosi/gangren yang sangat sulit diatasi dan tidak jarang
memerlukan tindakan amputasi.
Angiopati diabetes disebabkan oleh beberapa faktor yaitu genetik, metabolik dan
faktor risiko yang lain. Kadar glukosa yang tinggi (hiperglikemia) ternyata mempunyai
dampak negatif yang luas bukan hanya terhadap metabolisme karbohidrat, tetapi juga
terhadap metabolisme protein dan lemak yang dapat menimbulkan pengapuran dan
penyempitan pembuluh darah (aterosklerosis), akibatnya terjadi gaangguan peredaran
pembuluh darah besar dan kecil., yang mengakibatkan sirkulasi darah yang kurang
baik, pemberian makanan dan oksigenasi kurang dan mudah terjadi penyumbatan
aliran darah terutama derah kaki.
Neuropati diabetik dapat menyebabkan insensitivitas atau hilangnya kemampuan
untuk merasakan nyeri, panas, dan dingin. Diabetes yang menderita neuropati dapat
berkembang menjadi luka, parut, lepuh, atau luka karena tekanan yang tidak disadari
akibat adanya insensitivitas. Apabila cedera kecil ini tidak ditangani, maka akibatnya
dapat terjadi komplikasi dan menyebabkan ulserasi dan bahkan amputasi.
Berkurangnya daya tahan tubuh terhadap infeksi. Secara umum penderita diabetes
lebih rentan terhadap infeksi. Hal ini dikarenakan kemampuan sel darah putih
memakan dan membunuh kuman berkurang pada kondisi kadar gula darah (KGD)
diatas 200 mg%. Karena kekurangan suplai oksigen, bakteri-bakteri yang akan tumbuh
subur terutama bakteri anaerob. Hal ini karena plasma darah penderita diabetes yang
tidak terkontrol baik mempunyai kekentalan (viskositas) yang tinggi. Sehingga aliran
darah menjadi melambat. Akibatnya, nutrisi dan oksigen jaringan tidak cukup. Ini
menyebabkan luka sukar sembuh dan kuman anaerob berkembang biak.
4.

Masalah Umum pada Kaki Diabetes


Terdapat 3 hal yang menyebabkan pasien diabetes mempunyai risiko lebih tinggi

mengalami masalah kaki, karena : sirkulasi darah dari jantung ke kaki dan tungkai menurun;
berkurangnya indra rasa pada kaki; dan berkurangnya daya tahan tubuh terhadap infeksi.

1. Kapalan, mata ikan dan melepuh.

Kapalan [ callus ], dan mata ikan [ corn atau kultimulmul ] merupakan penebalan atau
pengerasan kulit yang juga terjadi pada kaki diabetes, akibat adanya neuropati dan
penurunan sirkulasi darahdan juga gesekan atau tekanan yang berulang ulang
pada daerah tertentu di kakai. Bila tidak ditangani dengan ntepat maka akan
menimbulkan luka pada jaringan di bawahnya, yang berlanjut infeksi dan menjadi
ulkus. Kulit melepuh atau iritasi sering disebabkan pemakaian sepatu yang sempit.
Ulkus harus segera diobati dan dirujuk kre podiatrist atau tim kesehatan.
2.

Cantengan [ kuku masuk ke dalam jaringan ]


Cantengan merupakan luka infeksi pada jaringan sekitar kuku yang sering
disebabkan oleh pertumbuhan kuku yang salah, akibat dari perawatan kuku yang
tidak tepat, misalnya pemotongan kuku terlalu pendek atau miring, dan kebiasaan
mencungkil kuku yang kotor. Cantengan ditandai dengan sakit pada jaringan sekitar
kuku, merah dan bengkak, serta keluar cairan nanah, yang harus segera
ditanggulangi..

5. Kulit kaki retak dan luka kena kutu air


Kerusakan saraf dapat menyebabkan kulit sangat kering, bersisik, tetak, dan pecah
pecah, terutama pada sela sela jari kaki. Kulit kaki yang pecah memudahkan
berkembangnyainfeksi jamur [ kutu air ], yang dapat berlanjut menjadi ulkus gangren.
6. Kutil pada telapak kaki
Kutil pada telapak kaki disebabkan oleh virus dan sangat sulit dibersihkan. Biasanya
terjadi pada telapak kaki hampir mirip dengan kalus, periksakan ke dokter.
7. Radang ibu jari kaki
Pemakaian sepatu yang terlalu sempit dapat menimbulkan luka pada jari jari kaki,
kemudian terjadi peradangan. Adanya neuropati dan peradangan yang lain pada ibu
jari kaki menyebabkan terjadinya perubahan bentuk ibu jari kaki seperti martil
[hammer toe]. Hal ini dapat pula disebabkan oleh kelainan anatomik yang
menimbulkan titik tekan abnormal pada kaki. Kadang kadang pembedahan
diperlukan untuk mencegah komplikasi ke tulang.

5. Derajat Luka Diabetic Foot


Berdasarkan dalamnya luka, derajat infeksi dan derajat gangren , maka dibuat
klasifikasi derajat lesi pada kaki diabetik menurut Wagner, yaitu:11
Derajat 0

Tidak ada lesi terbuka, kulit utuh dan mungkin disertai

kelainan bentuk kaki atau selulitis


Derajat I

Ulkus superfisial dan terbatas di kulit

Derajat II

Ulkus dalam mengenai tendon, kapsula sendi, atau fasia yang


dalam tanpa abses atau osteomielitis

Derajat III

Ulkus yang dalam disertai abses, osteomielitis atau sepsis sendi

Derajat IV

Gangren terlokalisasi pada kaki bagian depan atau tumit

Derajat V

Gangren seluruh kaki dan sebagian tungkai bawah

Klasifikasi Texas Modifikasi [ Perkeni,2009 ]


STADIUM

TINGKAT
0

B
Infeksi

Tanpa
tukak
atau
pasca
tukak,
kulit
intak/utuh
tulang

Luka
Luka
sampai Luka sampai
superfisial, tidak tendon
atau tulang atau
sampai tendon kapsul sendi
sendi
atau
kapsul
sendi

Infeksi kulit dan jaringan subkutan

Eritema > 2 cm atau infeksi meliputi struktur subkutan, tanda Systemic


Inflamatory Respons Syndrome [SIRS] [-]

C
Iskemi
D
Infeksi
dan

Infeksi dengan manifestasi sistemik : demam, leukositosis, shift to the


left, instabilitas metabolik, hipotensi, azotemia

Terdapat gejala dan tanda PAD tapi belum critical limb ischemia

Critical limb ischemia

B1

Infeksi kulit dan jaringan subkutan

B2

Eritema > 2 cm atau infeksi meliputi struktur subkutan, tanda SIRS [-]

B3

Infeksi dengan manifestasi sistemik : demam, leukositosis, shift to the


left, instabilitas metabolik, hipotensi, azotemia

C1

Terdapat gejala dan tanda PAD tapi belum critical limb ischemia

C2

Critical limb ischemia

Iskemi

6. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah
a. Pemeriksaan X-ray untuk mengetahui ada tidaknya osteomyelitis.

b. Pemeriksaan glukosa darah.


c. Kultur dan resistensi untuk mengetahui jenis mikroorganisme yang menginfeksi luka
segingga dapat memilih obat antibiotik yang tepat.
d. Tes lain yang dapat dilakukan adalah: sensasi pada getaran, merasakan sentuhan
ringan, kepekaan terhadap suhu.
7.

Penatalaksanaan Medis
Menurut Levin(1988), penatalaksanaan ulkus kaki diabetic memerlukan pengobatan
yang agresif dalam jangka pendek, hal tersebut mencakup:
a. Debridement local radikal pada jaringan sehat.
b. Terapi antibiotic sistemik untuk memerangi infeksi, diikuti tes sensitivitas
antibiotic,
contohnya :

Untuk infeksi M.chelonei dapat digunakan quinolon (ciprofloxacin, ofloxacin),


sulfonamides.

Untuk infeksi M. fortuitum dapat digunakan quinolon dan B-lactams cefloxitin.

Untuk infeksi M. haemophilum, M.Non-Chronogenicum, M. ulcerans yang


paling umum digunakan adalah quinolon G.

Beberapa obat lain yang biasa digunakan pada kasus kaki diabetic adalah insulin,
neurotropik, kompres luka, obat anti trombosit, neuromin, dan oksoferin solution.
c. Kontrol diabetes untuk meningkatkan efisiensi sistem imun.
d. Posisi tanpa bobot badan untuk ulkus plantaris
Adapun usaha pengelolaan kaki diabetik guna menyelamatkan dari amputasi secara
umum:
1. Memperbaiki kelainan vaskular yanga ada.
2. Memperbaiki sirkulasi.
3. Pengamatan kaki teratur.
4. Pengelolaan pada masalah yang timbul(pengobatan vaskularisasi, infeksi, dan
pengendalian gula darah).
5. Sepatu khusus.
6. Kerjasama tim yang baik
7. Penyuluhan pasien.

Berikut ini akan dipaparkan tentang cara penanggulangan dan pencegahan kaki
diabetik :

Diagnosis klinis dan laboratorium yang lebih teliti.

Pemberian obat-obat yang tepat untuk infeksi, obat vaskular, obat penurun gula
darah maupun menghilangkan keluhan/gejala penyulit Diabetes.

Pemberian penyuluhan kepada pasien dan keluarga tentang penatalaksanaan


kaki diabetik di rumah.

Periksa kaki dan celah kaki setiap hari, apakah terdapat kalus, bula, lecet dan
luka.

Bersihkan kaki setiap hari terutama di celah jari kaki.

Hindari penggunaan air panas atau bantal pemanas.

Memotong kuku secara berhati-hati dan jangan terlalu dalam.

Jangan berjalan tanpa alas kaki.

Hindari trauma berulang.

Memakai sepatu yang nyaman bagi kaki.

Periksalah bagian dalam sepatu dari benda-benda asing sebelum dipakai.

Olahraga teratur dan menjaga berat badan ideal

Jangan merendam kaki dalam jangka waktu yang lama.

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah utama dan dasar utama dari proses keperawatan
yang mempunyai dua kegiatan pokok, yaitu :

a. Pengumpulan data
1)

Identitas penderita
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat,
status perkawinan, suku bangsa, nomor register, tanggal masuk rumah sakit dan
diagnosa medis.

2)

Keluhan Utama
Adanya rasa kesemutan pada kaki / tungkai bawah, rasa raba yang menurun,
adanya luka yang tidak sembuh sembuh dan berbau, adanya nyeri pada luka.

3)

Riwayat kesehatan sekarang


Berisi tentang kapan terjadinya luka, penyebab terjadinya luka serta upaya yang
telah dilakukan oleh penderita untuk mengatasinya.

4)

Riwayat kesehatan dahulu


Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit penyakit lain yang ada kaitannya
dengan defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas. Adanya riwayat penyakit
jantung, obesitas, maupun arterosklerosis, tindakan medis yang pernah di dapat
maupun obat-obatan yang biasa digunakan oleh penderita.

5)

Riwayat kesehatan keluarga


Dari genogram keluarga biasanya terdapat salah satu anggota keluarga yang
juga menderita DM atau penyakit keturunan yang dapat menyebabkan terjadinya
defisiensi insulin misal hipertensi, jantung.

6)

Riwayat psikososial
Meliputi informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi yang dialami penderita
sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan keluarga terhadap penyakit
penderita.

b. Pemeriksaan fisik
Status kesehatan umum:

Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan, berat badan dan
tanda tanda vital.
-

Kepala dan leher


Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada leher, telinga
kadang-kadang berdenging, adakah gangguan pendengaran, lidah sering terasa
tebal, ludah menjadi lebih kental, gigi mudah goyah, gusi mudah bengkak dan
berdarah, apakah penglihatan kabur / ganda, diplopia, lensa mata keruh.

Sistem integumen
Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas luka,
kelembaban dan shu kulit di daerah sekitar ulkus dan gangren, kemerahan pada
kulit sekitar luka, tekstur rambut dan kuku.

Sistem pernafasan
Adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada. Pada penderita DM mudah
terjadi infeksi.

Sistem kardiovaskuler
Perfusi

jaringan

menurun,

nadi

perifer

lemah

atau

berkurang,

takikardi/bradikardi, hipertensi/hipotensi, aritmia, kardiomegalis.


-

Sistem gastrointestinal
Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi, dehidrase,
perubahan berat badan, peningkatan lingkar abdomen, obesitas.

Sistem urinary
Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saat berkemih.

Sistem muskuloskeletal
Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahn tinggi badan, cepat lelah,
lemah dan nyeri, adanya gangren di ekstrimitas.

Sistem neurologis

Terjadi penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi, mengantuk, reflek


lambat, kacau mental, disorientasi.

c. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah :
1. Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah meliputi : GDS > 200 mg/dl, gula darah puasa >120 mg/dl
dan dua jam post prandial > 200 mg/dl.
2. Urine
Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan dilakukan
dengan cara Benedict ( reduksi ). Hasil dapat dilihat melalui perubahan warna
pada urine : hijau ( + ), kuning ( ++ ), merah ( +++ ), dan merah bata ( ++++ ).
3. Kultur pus
Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik yang sesuai
dengan jenis kuman.

2. Diagnosa Keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien gangren kaki diabetik
adalah sebagai berikut :
1. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan melemahnya / menurunnya
aliran darah ke daerah gangren akibat adanya obstruksi pembuluh darah.
2. Gangguan integritas jaringan berhubungan dengan adanya gangren pada
ekstrimitas.
3. Gangguan rasa nyaman ( nyeri ) berhubungan dengan iskemik jaringan.
4. Keterbatasan mobilitas fisik berhubungan dengan rasa nyeri pada luka.
5. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake makanan yang kurang.

6. Gangguan gambaran diri berhubungan dengan perubahan bentuk salah satu


anggota tubuh.
7. Ganguan pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri pada luka di kaki.

3. Perencanaan
1) Gangguan perfusi berhubungan dengan melemahnya/menurunnya aliran
darah ke daerah gangren akibat adanya obstruksi pembuluh darah.
Tujuan : mempertahankan sirkulasi perifer tetap normal.
Kriteria Hasil :
-

Denyut nadi perifer teraba kuat dan reguler

Warna kulit sekitar luka tidak pucat/sianosis

Kulit sekitar luka teraba hangat.

Oedema tidak terjadi dan luka tidak bertambah parah.

Sensorik dan motorik membaik


Rencana tindakan :

1. Ajarkan pasien untuk melakukan mobilisasi


Rasional : dengan mobilisasi meningkatkan sirkulasi darah.
2. Ajarkan tentang faktor-faktor yang dapat meningkatkan aliran darah :
Tinggikan kaki sedikit lebih rendah dari jantung ( posisi elevasi pada waktu
istirahat ), hindari penyilangkan kaki, hindari balutan ketat, hindari penggunaan
bantal, di belakang lutut dan sebagainya.
Rasional : meningkatkan melancarkan aliran darah balik sehingga tidak terjadi
oedema.
3. Ajarkan tentang modifikasi faktor-faktor resiko berupa :

Hindari diet tinggi kolestrol, teknik relaksasi, menghentikan kebiasaan merokok,


dan penggunaan obat vasokontriksi.
Rasional : kolestrol tinggi dapat mempercepat terjadinya arterosklerosis,
merokok dapat menyebabkan terjadinya

vasokontriksi pembuluh darah,

relaksasi untuk mengurangi efek dari stres.


4. Kerja sama dengan tim kesehatan lain dalam pemberian vasodilator,
pemeriksaan gula darah secara rutin dan terapi oksigen ( HBO ).
Rasional : pemberian vasodilator akan meningkatkan dilatasi pembuluh darah
sehingga perfusi jaringan dapat diperbaiki, sedangkan pemeriksaan gula darah
secara rutin dapat mengetahui perkembangan dan keadaan pasien, HBO untuk
memperbaiki oksigenasi daerah ulkus/gangren.
2) Ganguan integritas jaringan berhubungan dengan adanya gangren pada
ekstrimitas.
Tujuan : Tercapainya proses penyembuhan luka.
Kriteria hasil :
-

Berkurangnya oedema sekitar luka.

pus dan jaringan berkurang

Adanya jaringan granulasi.

Bau busuk luka berkurang.


Rencana tindakan :

1. Kaji luas dan keadaan luka serta proses penyembuhan.


Rasional : Pengkajian yang tepat terhadap luka dan proses penyembuhan akan
membantu dalam menentukan tindakan selanjutnya.
2. Rawat luka dengan baik dan benar : membersihkan luka secara abseptik
menggunakan larutan yang tidak iritatif, angkat sisa balutan yang menempel
pada luka dan nekrotomi jaringan yang mati.

Rasional : merawat luka dengan teknik aseptik, dapat menjaga kontaminasi luka
dan larutan yang iritatif akan merusak jaringan granulasi tyang timbul, sisa
balutan jaringan nekrosis dapat menghambat proses granulasi.
3. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian insulin, pemeriksaan kultur pus
pemeriksaan gula darah pemberian anti biotik.
Rasional : insulin akan menurunkan kadar gula darah, pemeriksaan kultur pus
untuk mengetahui jenis kuman dan anti biotik yang tepat untuk pengobatan,
pemeriksaan kadar gula darahuntuk mengetahui perkembangan penyakit.

3) Ganguan rasa nyaman ( nyeri ) berhubungan dengan iskemik jaringan.


Tujuan : rasa nyeri hilang/berkurang
Kriteria hasil :
-

Penderita secara verbal mengatakan nyeri berkurang/hilang .

Pergerakan penderita bertambah luas.

Tidak ada keringat dingin, tanda vital dalam batas normal.( S : 36 37,5 0C, N:
60 80 x /menit, T : 100 130 mmHg, RR : 18 20 x /menit ).
Rencana tindakan :

1. Kaji tingkat, frekuensi, dan reaksi nyeri yang dialami pasien.


Rasional : untuk mengetahui berapa berat nyeri yang dialami pasien.
2. Jelaskan pada pasien tentang sebab-sebab timbulnya nyeri.
Rasional : pemahaman pasien tentang penyebab nyeri yang terjadi akan
mengurangi ketegangan pasien dan memudahkan pasien untuk diajak
bekerjasama dalam melakukan tindakan.
3. Ciptakan lingkungan yang tenang.

Rasional : Rangasanga yang berlebihan dari lingkungan akan memperberat rasa


nyeri.
4. Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi.
Rasional : Teknik distraksi dan relaksasi dapat mengurangi rasa nyeri yang
dirasakan pasien.
5. Atur posisi pasien senyaman mungkin sesuai keinginan pasien.
Rasional : Posisi yang nyaman akan membantu memberikan kesempatan pada
otot untuk relaksasi seoptimal mungkin.
6. Lakukan massage dan kompres luka dengan BWC saat rawat luka.
Rasional : massage dapat meningkatkan vaskulerisasi dan pengeluaran pus
sedangkan BWC sebagai desinfektan yang dapat memberikan rasa nyaman.
7. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgesik.
Rasional : Obat obat analgesik dapat membantu mengurangi nyeri pasien.

4) Keterbatasan mobilitas fisik berhubungan dengan rasa nyeri pada luka di kaki.
Tujuan : Pasien dapat mencapai tingkat kemampuan aktivitas yang optimal.
Kriteria Hasil :
-

Pergerakan paien bertambah luas

Pasien dapat melaksanakan aktivitas sesuai dengan kemampuan (duduk, berdiri,


berjalan).

Rasa nyeri berkurang.

Pasien dapat memenuhi kebutuhan sendiri secara bertahap sesuai dengan


kemampuan.
Rencana tindakan :

1. Kaji dan identifikasi tingkat kekuatan otot pada kaki pasien.


Rasional : Untuk mengetahui derajat kekuatan otot-otot kaki pasien.
2. Beri penjelasan tentang pentingnya melakukan aktivitas untuk menjaga kadar gula
darah dalam keadaan normal.
Rasional : Pasien mengerti pentingnya aktivitas sehingga dapat kooperatif dalam
tindakan keperawatan.
3. Anjurkan pasien untuk menggerakkan/mengangkat ekstrimitas bawah sesui
kemampuan.
Rasional : Untuk melatih otot otot kaki sehingg berfungsi dengan baik.
4. Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhannya.
Rasional : Agar kebutuhan pasien tetap dapat terpenuhi.
5. Kerja sama dengan tim kesehatan lain : dokter ( pemberian analgesik ) dan
tenaga fisioterapi.
Rasional : Analgesik dapat membantu mengurangi rasa nyeri, fisioterapi untuk
melatih pasien melakukan aktivitas secara bertahap dan benar.

5) Gangguan pemenuhan nutrisi (kurang dari) kebutuhan tubuh berhubungan


dengan intake makanan yang kurang.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi
Kriteria hasil :
-

Berat badan dan tinggi badan ideal.

Pasien mematuhi dietnya.

Kadar gula darah dalam batas normal.

Tidak ada tanda-tanda hiperglikemia/hipoglikemia.

Rencana Tindakan :
1. Kaji status nutrisi dan kebiasaan makan.
Rasional : Untuk mengetahui tentang keadaan dan kebutuhan nutrisi pasien
sehingga dapat diberikan tindakan dan pengaturan diet yang adekuat.
2. Anjurkan pasien untuk mematuhi diet yang telah diprogramkan.
Rasional : Kepatuhan terhadap diet dapat mencegah komplikasi terjadinya
hipoglikemia/hiperglikemia.
3. Timbang berat badan setiap seminggu sekali.
Rasional : Mengetahui perkembangan berat badan pasien ( berat badan
merupakan salah satu indikasi untuk menentukan diet ).
4. Identifikasi perubahan pola makan.
Rasional : Mengetahui apakah pasien telah melaksanakan program diet yang
ditetapkan.
5. Kerja sama dengan tim kesehatan lain untuk pemberian insulin dan diet diabetik.
Rasional : Pemberian insulin akan meningkatkan pemasukan glukosa ke dalam
jaringan sehingga gula darah menurun,pemberian diet yang sesuai dapat
mempercepat penurunan gula darah dan mencegah komplikasi.

6) Gangguan gambaran diri berhubungan dengan perubahan bentuk salah satu


anggota tubuh.
Tujuan : Pasien dapat menerima perubahan bentuk salah satu anggota tubuhnya
secar positif.
Kriteria Hasil : Pasien mau berinteraksi dan beradaptasi dengan lingkungan.
Tanpa rasa malu dan rendah diri. Pasien yakin akan kemampuan yang dimiliki.
Rencana tindakan :

1. Kaji perasaan/persepsi pasien tentang perubahan gambaran diri berhubungan


dengan keadaan anggota tubuhnya yang kurang berfungsi secara normal.
Rasional : Mengetahui adanya rasa negatif pasien terhadap dirinya.
2. Lakukan pendekatan dan bina hubungan saling percaya dengan pasien.
Rasional : Memudahkan dalm menggali permasalahan pasien.
3. Tunjukkan rasa empati, perhatian dan penerimaan pada pasien.
Rasional : Pasien akan merasa dirinya di hargai.
4. Bantu pasien untuk mengadakan hubungan dengan orang lain.
Rasional : dapat meningkatkan kemampuan dalam mengadakan hubungan
dengan orang lain dan menghilangkan perasaan terisolasi.
5. Beri kesempatan kepada pasien untuk mengekspresikan perasaan kehilangan.
Rasional : Untuk mendapatkan dukungan dalam proses berkabung yang normal.
6. Beri dorongan pasien untuk berpartisipasi dalam perawatan diri dan hargai
pemecahan masalah yang konstruktif dari pasien.
Rasional : Untuk meningkatkan perilaku yang adiktif dari pasien.

7) Gangguan pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri pada luka di kaki.
Tujuan : Gangguan pola tidur pasien akan teratasi.
Kriteria hasil :
-

Pasien mudah tidur dalam waktu 30 40 menit.

Pasien tenang dan wajah segar.

Pasien mengungkapkan dapat beristirahat dengan cukup.


Rencana tindakan :

1. Ciptakan lingkungan yang nyaman dan tenang.


Rasional : Lingkungan yang nyaman dapat membantu meningkatkan
tidur/istirahat.
2. Kaji tentang kebiasaan tidur pasien di rumah.
Rasional : mengetahui perubahan dari hal-hal yang merupakan kebiasaan
pasien ketika tidur akan mempengaruhi pola tidur pasien.
3. Kaji adanya faktor penyebab gangguan pola tidur yang lain seperti cemas, efek
obat-obatan dan suasana ramai.
Rasional : Mengetahui faktor penyebab gangguan pola tidur yang lain dialami
dan dirasakan pasien.
4. Anjurkan pasien untuk menggunakan pengantar tidur dan teknik relaksasi .
Rasional : Pengantar tidur akan memudahkan pasien dalam jatuh dalam tidur,
teknik relaksasi akan mengurangi ketegangan dan rasa nyeri.
5. Kaji tanda-tanda kurangnya pemenuhan kebutuhan tidur pasien.
Rasional : Untuk mengetahui terpenuhi atau tidaknya kebutuhan tidur pasien
akibat gangguan pola tidur sehingga dapat diambil tindakan yang tepat.

DAFTAR PUSTAKA
Brunner and Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8, Volume 2. Jakarta :
EGC.
Carpenito, Linda J. 2001. Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta : EGC.
Perkeni. 2006.

Konsensus

Pengelolaan dan

Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 Di

Indonesia. Jakarta : PB. PERKENI


Perkeni. 2007. Terapi Insulin Pada Pasien Diabetees Melitus. Jakarta : PB. PERKENI
Perkeni. 2009. Pedoman Penatalaksanaan Kaki Diabetik. Jakarta : PB. PERKENI
Pusat Diabetes dan Lipid RSUP Dr. Ciptomangunkusumo FKUI. 2009. Penatalaksanaan
Diabetes Melitus Terpadu. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
Riyadi, Sujono dan Sukarmin. 2008.

Asuhan

Keperawatan Pada

Pasien

dengan

Gangguan Eksokrin dan Endokrin Pada Pankreas. Yogyakarta : Graha Ilmu.


American Diabetes Association. Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus. Diabetes
Care, Volume 27, Supplement 1, January 2004

PATHWAY

Anda mungkin juga menyukai