BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Definisi
dari kurangnya sekresi insulin atau terdapat kurangnya sentivitas insulin. (Hall,
2.1.2 Epidemiologi
Secara global diestimasikan bahwa terdapat 462 juta orang yang mengalami
DMT2, jumlah tersebut merupakan sekitar 2,28 % dari populasi penduduk dunia.
Pada tahu 2017 terdapat 1 juta kematian yang disebabkan oleh DMT2, hal tersebut
meningkat pesat dibandingkan pada tahun 1990 dengan posisi kedelapan belas
Berdasarkan data dari IDF pada tahun 2014 dikatakan bahwa Indonesia
jumlah 9,1 juta orang (Decroli, 2019). Terdapat peningkatan angka prevalensi
Diabetes yang cukup besar di Indonesia, yaitu dari 6,9% di tahun 2013 menjadi
30
8,5% di tahun 2018 yang kemudian memiliki risiko terkena penyakit lain, seperti :
2.1.3 Patogenesis
abnormal, dan inflamasi sistemik tingkat rendah. Pada tahap awal penyakit,
toleransi glukosa tetap berada dibatas normal walaupun terdapat resistensi insulin,
hal ini akibat dari kompensasi yang dilakukan oleh sel beta pankreas dengan
hiperinsulinemia terus terjadi, hal ini akan mengakibatkan sel beta pankreas pada
terjadinya diabetes dengan hiperglikemik puasa. Pada akhirnya, sel beta pankreas
akan rusak, kerusakan ini disebabkan oleh beberapa hal seperti supresi insulin yang
tidak adekuat, produksi glukagon yang berlebihan, dan produksi glukosa hepatik
2.1.4 Patofisiologi
kerja insulin dan sekresi insulin menyebabkan kadar glukosa darah yang tinggi
secara abnormal. Dalam kasus disfungsi sel beta , sekresi insulin berkurang,
lain, resistensi insulin berkontribusi pada peningkatan produksi glukosa di hati dan
penurunan pengambilan glukosa baik di otot, hati, dan jaringan adiposa. Bahkan
perkembangan penyakit, disfungsi sel beta biasanya lebih parah daripada resistensi
insulin. Namun, ketika disfungsi sel beta dan resistensi insulin terjadi bersamaan ,
Sel beta bertanggung jawab dalam produksi insulin, yang disintesis sebagai
aparatus Golgi (AG), masuk ke dalam vesikel sekretorik yang belum matang dan
dipicu. Sekresi insulin terutama dipicu oleh respons terhadap konsentrasi glukosa
yang tinggi. Perlu dicatat bahwa beberapa faktor lain juga dapat menginduksi
sekresi insulin seperti asam amino, asam lemak dan hormon. Ketika kadar glukosa
(GLUT2), protein pembawa zat terlarut yang juga bekerja sebagai sensor glukosa
, sinyal sel lain juga dapat membantu atau meningkatkan sekresi insulin dari sel .
Disfungsi sel secara umum dikaitkan dengan kematian sel. Namun, bukti
terbaru menunjukkan bahwa disfungsi sel pada DMT2 mungkin disebabkan oleh
beberapa interaksi yang lebih kompleks antara lingkungan dan jalur molekuler yang
berbeda yang terlibat dalam biologi sel. Dalam keadaan gizi yang berlebihan, mirip
dengan yang ditemukan pada obesitas yaitu sering munculnya hiperglikemia dan
genetiknya, sel beta menjadi rawan untuk rusak akibat dari tekanan toksik termasuk
peradangan, stres inflamasi, stres RE, stres metabolik / oksidatif, stres amiloid,
33
langerhans.
sel dengan menginduksi stres RE melalui aktivasi jalur apoptotic unfolded protein
yang terjadi pada obesitas, menginduksi stres metabolik dan oksidatif yang
mengarah pada kerusakan sel . Stres yang berasal dari FFA jenuh tingkat tinggi
bertanggung jawab untuk mobilisasi RE Ca2+; aktivasi reseptor IP3 atau gangguan
langsung homeostasis RE. Selain itu, kadar glukosa tinggi yang berkelanjutan
sel , yang menyebabkan akumulasi misfolded insulin dan IAAP dan meningkatkan
produksi protein oksidatif yang di mediasi oleh reactive oxygen species (ROS).
untuk memenuhi kebutuhan metabolik dengan tepat. Oleh karena itu, integritas
pulau langerhans yang tepat harus dipertahankan agar sel dapat merespon
mengganggu komunikasi antar sel yang optimal dalam pulau langerhans, hal ini
34
berkontribusi pada regulasi pelepasan insulin dan glukagon yang buruk dan
insulin, atau insulin itu sendiri, serta gangguan mekanisme sekresi, dapat
kegagalan sel beta , dan dasar dari terjadinya DMT2. (Galicia-Garcia et al., 2020)
Gambar 2.0.1 Perbedaan antara sel beta normal dan sel beta yang mengalami
disfungsi
Determinan dari penyebab kejadian DMT2 adalah ada nya hubungan dengan
genetik, epigenetik, dan gaya hidup. Faktor-faktor tersebut dapat berhubungan satu
sama lain dalam mempengaruhi DMT2. Walaupun DMT2 memiliki hubungan yang
kuat dengan genetik, sebuah penelitian mengatakan bahwa DMT2 dapat di cegah
1. Faktor Genetik
35
90% dan bukti dari hal ini diambil dari berbagai populasi, keluarga, dan
penelitian pada orang kembar. Orang dengan dua orang tua memiliki
diabetes dari individu dengan DMT2. Penyakit ini bersifat poligenik dan
penurunan berat badan saat lahir meningkatkan risiko DM tipe 2 pada saat
besar gen yang membawa risiko yang relatif kecil untuk DMT2 (>70 gen,
adalah varian dari faktor transkripsi 7-like 2 gene yang telah dikaitkan
terkait dengan DMT2 juga telah ditemukan pada gen yang mengkode
potassium channel, zinc transporter, IRS, dan calpain 10. Mekanisme dari
masih tidak jelas tetapi sebagian besar diperkirakan mengubah fungsi pulau
2. Faktor Epigenetik
fungsi gen yang terjadi tanpa adanya perubahan dalam urutan DNA. Dalam
hal ini dapat dikatakan bahwa epigenetik merupakan sifat yang di wariskan
dan suhu pada ekspresi gen dapat di mediasi oleh mekanisme epigenetk
Faktor Lingkungan :
Status Gizi
Aktifitas
Ritme sirkadian
Suhu
Umur
Perubahan epigenetik :
Modifikasi Histon
Metilasi DNA
Arsitektur kromatin
Non coding RNAs
Sel vascular
Sel Beta Liver Sel Imun Gamet
Pankreas Otot Ginjal
Adiposa Mata
neuron
Diketahui bahwa pada umumnya diet dengan energi tinggi seperti diet
konsumsi alkohol, merokok, dan kurang tidur (Kolb & Martin, 2017).
tidak efektif dalam lingkungan yang tidak mendukung tersebut. Bukti dalam
rekreasi, ruang hijau, ruang terbuka, tujuan pejalan kaki, trotoar, dan tempat
lahan yang lebih tinggi dapat mendorong aktivitas fisik dan interaksi sosial.
Individu yang tinggal di lingkungan yang dapat dilalui dengan berjalan kaki
makan yang sehat, dan lingkungan yang padat dapat memfasilitasi akses dan
makanan yang tidak sehat. pengaruh lingkungan dan perilaku seperti ini
hipertensi. Polusi udara dan kebisingan lalu lintas jalan juga dapat
mempengaruhi tingkat polusi lokal dan aktivitas fisik. Polusi udara dapat
40
1.1.6 Diagnosis
kadar glukosa darah. Kadar glukosa darah yang dianjurkan adalah secara enzimatik
menggunakan plasma darah vena. Namun pemeriksaan glukosa darah juga dapat
berikut :
sebagai berikut :
klasik
Program (NGSP)
(Perkeni, 2015)
Table 2.1 Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa pada DM dan non-DM
Non-DM Prediabetes DM
darah kapiler
sewaktu
(mg/dl)
(mg/dl)
(Decroli, 2019)
2.2.1 Definisi
fungsi fisiologis dan juga menjadi salah satu faktor penting dalam kontrol
42
tekanan darah, serta aktivitas sistem saraf pusat (SSP) (Burman, 2017).
2.2.2 Fungsi
irama bangun tidur, tekanan darah, temperatur tubuh, dan sekresi hormon.
Ritme sirkardian juga mengatur peraturan dan mekanisme tidur dan terjaga
yang diregulasi oleh alat pacu yang ada pada suprachiasmatic nuclei (SCN)
yang memiliki fungsi untuk menjadi Master Clock. SCN ini lebih aktif pada
siang hari dan pengaturannya diatur setiap hari berdasarkan berbagai hal
seperti masuknya cahaya dari retina serta siklus gelap oleh sekresi melatonin
dari kelenjar pineal, serta pada ginjal, liver, dan jantung (Ambarwati, 2017).
yang terlibat dalam hal ini adalah leptin, hormon ini berperan dalam
hormon leptin terjadi dalam siklus sirkadian dan kadar serum leptin
malam hari, salah satu contohnya yaitu growth hormone (GH). Kadar serum
GH puncaknya berada diantara pukul 02.00 am dan 04.00 am. Jika interaksi
dari ritme sirkadian dan GH ini terganggu oleh gangguan tidur contohnya,
GH tidak dapat disekresi dalam kadar normalnya. Maka dari itu, pola tidur
pada anak kecil sangat perlu untuk diperhatikan. (Serin & Acar Tek, 2019)
yang ada di hipotalamus. Saat terjadi transisi dari terang menuju gelap tubuh
mengirim sinyal yang mengaktifkan SCN melalui nervus optikus. Lalu SCN
pineal menuju sirkulasi. Pada malam hari, tidak adanya cahaya memberi
gangguan sirkadian yang sering terjadi adalah gangguan pada siklus tidur
yang berkaitan dengan jam biologis pada malam hari, selain itu terdapat juga
gangguan pada pola makan yang berkaitan erat dengan pola tidur dan pola
gelap-terang, dan terakhir terdapat juga gangguan pada ritme sentral dan
tidur (Seixas et al., 2019). Paparan cahaya yang berlebihan pada malam hari
Bersama dengan jam kerja yang Panjang dan beberapa faktor psikososial
sirkadian, beberapa faktor risiko tersebut sering kali ditemukan pada pekerja
shift malam yang diketahui memiliki efek buruk pada kesehatan (James et al.,
2017)
harinya. Waktu biologis pada siang hari selaras dengan waktu, sedangkan
waktu biologis malam hari selaras dengan periode gelap. Keselarasan ini akan
terganggu jika waktu biologis yang ada dalam tubuh berbeda dengan waktu
yang sebenarnya. Perbedaan pada waktu biologis dalam tubuh dengan waktu
yang sebenarnya ini terjadik akibat beberapa hal seperti jet lag, kerja shift,
gangguan tidur, dan lain-lain. Seperti contoh ada shift kerja malam tubuh akan
terpaksa untuk terpapar sinar cahaya yang berlebih dan waktu tidur tidak
sesuai dengan waktu biologis tubuh, hal tersebut menjadi faktor terjadinya
metabolisme. Makanan yang lebih banyak akan menyebabkan lonjakan gula darah
lebih besar, sedangkan makanan kaya protein dan lemak akan menyebabkan
lonjakan yang diredam. Respon fisiologis terhadap apa dan berapa banyak yang
dimakan merupakan dasar ilmu yang bertujuan untuk mencegah dan mengobati
obesitas, diabetes, dan penyakit lain. Namun, asupan kalori total dan kualitas nutrisi
46
makro , waktu konsumsi makanan juga merupakan faktor penting dalam menjaga
kesehatan metabolisme. Misalkan, ketika orang dewasa yang sehat makan makanan
yang sama saat sarapan, makan siang, atau makan malam, kenaikan glukosa
postprandial paling rendah setelah sarapan dan tertinggi setelah makan malam ,
seolah-olah makan malam itu dua kali ukuran sarapan. Selain itu, ketika orang
dewasa yang sehat diberi infus glukosa konstan selama 24 jam, glukosa meningkat
di malam hari dan turun sekitar fajar , menunjukkan bahwa selain apa dan berapa
dalam sebuah pengamatan bahwa sebagian besar cycling transcripts di hati terlibat
dan trigliserida merupakan beberapa hal yang terbukti dipengaruhi oleh regulasi
clock (misalnya hati, pankreas, jaringan adiposa, dll.) diatur oleh SCN yang juga
akan memberikan umpan balik pada SCN. Cahaya mengatur fase jam molekuler di
clock. Molecular clock dari kedua sel perifer dan SCN kemudian berinteraksi
dengan sistem kontrol metabolik. Molecular clock terdiri dari putaran umpan balik
dari Per/Cry dan Clock/Bmal1 . Gen-gen ini Bersama dengan produk proteinnya
juga mengontrol ekspresi faktor transkripsi hilir yang lalu akan mengatur gen target
D-box) binding protein) yang mengikat promotor hulu dalam gen insulin; HLF
(Hepatic leukaemia factor), yang mengatur aspek fungsi hati; dan TEF (Thyrotroph
mekanisme jam dengan mengatur transkripsi Bmal1. Selain itu, PPARα hati, yang
diaktifkan oleh asam lemak, diatur secara ritmis oleh CLOCK dan BMAL1 dan
berinteraksi dengan gen yang terkait dengan metabolisme glikogen, asam lemak,
dan trigliserida. Gen target tersebut meliputi: Glikogen sintase, terlibat dalam
kecepatan dalam sintesis asam empedu; Acetyl-CoA carboxylase (ACC) dan Fatty
acid synthase (FAS) terlibat dalam mengkatalisis sintesis asam lemak. Regulasi ini
bisa sangat kompleks, dengan beberapa putaran umpan balik yang saling terkait
didorong oleh DBP, jam protein DEC2, dan oleh reseptor nuklir termasuk PPARα.
PPARα juga mengatur ekspresi Rev-erbα di sel hati dan adiposa, sementara ROR
dan Rev-erbα mengatur metabolisme lipid serta terlibat dalam ekspresi Clock dan
Resistensi insulin pada hati, otot dan jaringan adiposa, yang awalnya
berkembangnya DMT2. Sebagai catatan, selain resistensi insulin, kerusakan sel beta
pancreas juga berkontribusi pada pengembangan DMT2. Peran utama hati dalam
glukosa endogen) ketika glukosa plasma dan kadar insulin rendah. Dalam kondisi
normal, produksi glukosa endogen sangat ditekan oleh insulin. Saat terjadi resistensi
insulin pada hati, produksi glukosa endogen tetap tidak tertekan meskipun kadar
insulin plasma yang tinggi, sehingga berkontribusi pada peningkatan kadar glukosa
merupakan :
1. Pengaruh cahaya
cahaya siang hari dan meningkatnya paparan cahaya pada malam hari, hal ini
pada malam hari mengganggu ritme diurnal dari asupan makan dan perilaku
pada individu dengan keadaan sehat. Ketika orang yang sehat dibiarkan
sirkadian yaitu siklus harian melatonin dan kortisol. Dua transduser endokrin
kunci dari jam sirkadian: melatonin dan kortisol, melatonin biasanya mulai
malam hari dan mulai meningkat sebelum bangun (Walker et al., 2020).
50
diurnal yang jelas. Saat dalam keadaan gelap, kadal melatonin dalam plasma
terhitung tinggi, dan sekresi dari melatonin ini sangat ditekan dengan paparan
Selain itu, kortisol memainkan peran penting dalam jalur pensinyalan insulin,
3. Pola tidur
tidur terlalu panjang dan yang tidur terlalu pendek, dengan waktu tidur
optimal 7-8 jam, memiliki risiko yang sama terhadap meningkatnya risiko
DMT2. Kualitas tidur yang buruk memiliki peran dalam risiko terjadinya
obesitas dan DMT2, bersamaan dengan hal tersebut, individu dengan sleep
apnea ditemukan memiliki risiko terhadap terjadinya DMT2, hal ini dapat
ghrelin terlibat dalam hubungan antara pola tidur dan risiko diabetes. Leptin
adalah hormon yang disekresikan oleh jaringan adiposa yang terlibat dalam
kurang tidur akut dapat menurunkan kadar leptin. Ghrelin, di sisi lain, adalah
merangsang rasa lapar. Dalam penelitian laboratorium, kurang tidur akut telah
metabolik pada pria dan wanita di negara berkembang. Leptin dan insulin
berperan dalam area yang sama pada hipotalamus untuk menurunkan food
sensitivitas jaringan insulin ,yang setelah itu berujung pada uptake glukosa
leptin yang diamati pada tikus obesitas, kadar serum leptin yang tinggi dapat
52
lanjut dalam sekresi insulin, dan akibatnya terjadi resistensi insulin dengan
Pada orang dengan shift kerja dan jetlag yang berulang ditemukan
toleransi glukosa dan sensitivitas insulin, hal ini disebbakan akibat dari
pada tikus yang diberikan perlakuan jet lag berulang memiliki penurunan
pada usus, hal ini menunjukkan bahwa jam mikrobioma mungkin memiliki