JADI PERDEBATAN :

Ketika ada Notaris akan dipanggil oleh Penyidik berkaitan dengan pelaksanaan Pasal 15 ayat (2) huruf a
dan b UUJN-P, Penyidik meminta pendapat dari para ahli hukum.

Ahli hukum akademisi berpendapat, bahwa Penyidik tidak perlu izin MKNW, karena hal tersebut di atas
tidak disebut/diatur dalam Pasal 27 Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia Nomor 7 Tahun 2016 Tentang Majelis Kehormatan Notaris.

Ahli hukum kenotariatan berpendapat, apapun yang dilakukan Notaris sepanjang dan selama dalam
koridor UUJN perlu mendapat izin dari MKNW termasuk melaksanakan ketentuan Pasal 15 ayat (2) huruf
a dan b UUJN-P. Karena MKNW sebagai institusi Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara bisa melakukan
Diskresi.

Dalam keadaan seperti itu seharusnya, Notaris yang dipanggil/diperiksa tersebut datang dan
menghadap ke MKNW, agar MKNW berpendapat atas hal tersebut. Tapi karena tidak dilakukan oleh
Notaris, maka kesempatan untuk membela diri menjadi hilang.

Kalau sudah seperti itu, Notaris juga tidak tahu tentang bagaimana menjaga dan mempertahankan
jabatannya jika mengalaminya..?

Apa dan bagaimana dunia Notaris, bukan ada pada orang/pihak lain, tapi ada pada diri Notaris itu
sendiri.

CATATAN :

Pasal 1 angka 9 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan (UU
30/2014), DISKRESI adalah keputusan dan/atau tindakan yang ditetapkan dan/atau dilakukan oleh
pejabat pemerintahan untuk mengatasi persoalan konkret yang dihadapi dalam penyelenggaraan
pemerintahan dalam hal peraturan perundang-undangan yang memberikan pilihan, tidak mengatur,
tidak lengkap atau tidak jelas, dan/atau adanya stagnasi pemerintahan.

Pejabat pemerintahan yang melakukan diskresi di sini adalah unsur yang melaksanakan fungsi
pemerintahan, baik di lingkungan pemerintah maupun penyelenggara negara lainnya.

Bahwa MKNW melaksanakan fungsi pemerintahan dalam melakukan pembinaan dan pengawasan
terhadap Notaris, jadi punya kewenangan DISKRESI.

Mari kita belajar lagi….!!!!

(HBA – INC).