Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

            Acquired Immunodeficiency Syndrome atau Acquired Immune Deficiency


Syndrome (disingkat AIDS) adalah sekumpulan gejala dan infeksi (atau: sindrom)
yang timbul karena menurunnya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi
virus HIV.
Human Immunodeficiency Virus (atau disingkat HIV) yaitu virus yang
memperlemah kekebalan pada tubuh manusia. Orang yang terkena virus ini akan
menjadi rentan terhadap infeksi oportunistik ataupun mudah terkena tumor.
Meskipun penanganan yang telah ada dapat memperlambat laju perkembangan
virus, namun penyakit ini belum benar-benar bisa disembuhkan.
HIV adalah retrovirus yang biasanya menyerang organ-organ vital sistem
kekebalan manusia, seperti sel T CD4+ (sejenis sel T), makrofag, dan sel
dendritik. HIV merusak sel T CD4+ secara langsung dan tidak langsung, padahal
sel T CD4+ dibutuhkan agar sistem kekebalan tubuh dapat berfungsi baik. Bila
HIV telah membunuh sel T CD4+ hingga jumlahnya menyusut hingga kurang dari
200 per mikroliter (µL) darah, maka kekebalan di tingkat sel akan hilang, dan
akibatnya ialah kondisi yang disebut AIDS. Infeksi akut HIV akan berlanjut
menjadi infeksi laten klinis, kemudian timbul gejala infeksi HIV awal, dan
akhirnya AIDS; yang diidentifikasi dengan memeriksa jumlah sel T CD4+ di
dalam darah serta adanya infeksi tertentu.
 Materi Genetik HIV
HIV memiliki diameter 100-150 nm dan berbentuk sferis (spherical)
hingga oval karena bentuk selubung yang menyelimuti partikel virus (virion).
Selubung virus berasal dari membran sel inang yang sebagian besar tersusun
dari lipida. Di dalam selubung terdapat bagian yang disebut protein matriks.
Bagian internal dari HIV terdiri dari dua komponen utama, yaitu genom
dan kapsid. Genom adalah materi genetik pada bagian inti virus yang berupa
dua kopi utas tunggal RNA. Sedangkan, kapsid adalah protein yang
membungkus dan melindungi genom.
Berbeda dengan sebagian besar retrovirus yang hanya memiliki tiga
gen (gag, pol, dan env), HIV memiliki enam gen tambahan (vif, vpu, vpr, tat,
ref, dan nef). Gen-gen tersebut disandikan oleh RNA virus yang berukuran 9
kb. Kesembilan gen tersebut dikelompokkan menjadi tiga kategori
berdasarkan fungsinya, yaitu gen penyandi protein struktural (Gag, Pol, Env),
protein regulator (Tat, Rev), dan gen aksesoris (Vpu hanya pada HIV-1, Vpx
hanya pada HIV-2; Vpr, Vif, Nef).
 Siklus Hidup HIV
Seperti virus lain pada umumnya, HIV hanya dapat bereplikasi
dengan memanfaatkan sel inang. Siklus hidup HIV diawali dengan
penempelan partikel virus (virion) dengan reseptor pada permukaan sel inang,
di antaranya adalah CD4, CXCR5, dan CXCR5. Sel-sel yang menjadi target
HIV adalah sel dendritik, sel T, dan makrofaga. Sel-sel tersebut terdapat pada
permukaan lapisan kulit dalam (mukosa) penis, vagina, dan oral yang
biasanya menjadi tempat awal infeksi HIV. Selain itu, HIV juga dapat
langsung masuk ke aliran darah dan masuk serta bereplikasi di noda limpa.
Setelah menempel, selubung virus akan melebur (fusi) dengan
membran sel sehingga isi partikel virus akan terlepas di dalam sel.
Selanjutnya, enzim transkriptase balik yang dimiliki HIV akan mengubah
genom virus yang berupa RNA menjadi DNA. Kemudian, DNA virus akan
dibawa ke inti sel manusia sehingga dapat menyisip atau terintegrasi dengan
DNA manusia. DNA virus yang menyisip di DNA manusia disebut sebagai
provirus dan dapat bertahan cukup lama di dalam sel. Saat sel teraktivasi,
enzim-enzim tertentu yang dimiliki sel inang akan memproses provirus sama
dengan DNA manusia, yaitu diubah menjadi mRNA. Kemudian, mRNA akan
dibawa keluar dari inti sel dan menjadi cetakan untuk membuat protein dan
enzim HIV. Sebagian RNA dari provirus yang merupakan genom RNA virus.
Bagian genom RNA tersebut akan dirakit dengan protein dan enzim hingga
menjadi virus utuh. Pada tahap perakitan ini, enzim protease virus berperan
penting untuk memotong protein panjang menjadi bagian pendek yang
menyusun inti virus. Apabila HIV utuh telah matang, maka virus tersebut
dapat keluar dari sel inang dan menginfeksi sel berikutnya. Proses
pengeluaran virus tersebut melalui pertunasan (budding), di mana virus akan
mendapatkan selubung dari membran permukaan sel inang.
 Penularan Penyakit HIV
HIV hanya dapat hidup di dalam tubuh manusia yang hidup dan hanya
bertahan beberapa jam saja di luar tubuh.
HIV tidak dapat menular melalui air ludah, air mata, muntahan, kotoran
manusia dan air kencing, walaupun jumlah virus yang sangat kecil terdapat di
cairan ini. HIV tidak ditemukan di keringat.
HIV tidak dapat menembus kulit yang utuh dan tidak menyebar
melalui sentuhan dengan orang yang terinfeksi HIV, atau sesuatu yang
dipakai oleh orang terinfeksi HIV; saling penggunaan perabot makan atau
minum; atau penggunaan toilet atau air mandi bergantian.
HIV/AIDS hanya dapat ditularkan melalui beberapa cara sebagai berikut :
- Penularan Melalui Hubungan Seksual
Penularan (transmisi) HIV secara seksual terjadi ketika ada kontak
antara sekresi cairan vagina atau cairan preseminal seseorang dengan
rektum, alat kelamin, atau membran mukosa mulut pasangannya.
Hubungan seksual reseptif tanpa pelindung lebih berisiko daripada
hubungan seksual insertif tanpa pelindung, dan risiko hubungan seks anal
lebih besar daripada risiko hubungan seks biasa dan seks oral. Seks oral
tidak berarti tak berisiko karena HIV dapat masuk melalui seks oral
reseptif maupun insertif. Kekerasan seksual secara umum meningkatkan
risiko penularan HIV karena pelindung umumnya tidak digunakan dan
sering terjadi trauma fisik terhadap rongga vagina yang memudahkan
transmisi HIV.
Penyakit menular seksual meningkatkan risiko penularan HIV
karena dapat menyebabkan gangguan pertahanan jaringan epitel normal
akibat adanya borok alat kelamin, dan juga karena adanya penumpukan
sel yang terinfeksi HIV (limfosit dan makrofaga) pada semen dan sekresi
vaginal. Penelitian epidemiologis dari Afrika Sub-Sahara, Eropa, dan
Amerika Utara menunjukkan bahwa terdapat sekitar empat kali lebih
besar risiko terinfeksi AIDS akibat adanya borok alat kelamin seperti
yang disebabkan oleh sifilis dan/atau chancroid. Resiko tersebut juga
meningkat secara nyata, walaupun lebih kecil, oleh adanya penyakit
menular seksual seperti kencing nanah, infeksi chlamydia, dan
trikomoniasis yang menyebabkan pengumpulan lokal limfosit dan
makrofaga.
Transmisi HIV bergantung pada tingkat kemudahan penularan
dari pengidap dan kerentanan pasangan seksual yang belum terinfeksi.
Kemudahan penularan bervariasi pada berbagai tahap penyakit ini dan
tidak konstan antarorang. Beban virus plasma yang tidak dapat dideteksi
tidak selalu berarti bahwa beban virus kecil pada air mani atau sekresi
alat kelamin. Setiap 10 kali penambahan jumlah RNA HIV plasma darah
sebanding dengan 81% peningkatan laju transmisi HIV. Wanita lebih
rentan terhadap infeksi HIV-1 karena perubahan hormon, ekologi serta
fisiologi mikroba vaginal, dan kerentanan yang lebih besar terhadap
penyakit seksual. Orang yang terinfeksi dengan HIV masih dapat
terinfeksi jenis virus lain yang lebih mematikan.
- Penularan Melalui Darah
Alur penularan ini terutama berhubungan dengan pengguna obat
suntik, penderita hemofilia, dan resipien transfusi darah dan produk
darah. Berbagi dan menggunakan kembali jarum suntik (syringe) yang
mengandung darah yang terkontaminasi oleh organisme biologis
penyebab penyakit (patogen), tidak hanya merupakan risiko utama atas
infeksi HIV, tetapi juga hepatitis B dan hepatitis C. Berbagi penggunaan
jarum suntik merupakan penyebab sepertiga dari semua infeksi baru HIV
dan 50% infeksi hepatitis C di Amerika Utara, Republik Rakyat Cina,
dan Eropa Timur. Resiko terinfeksi dengan HIV dari satu tusukan dengan
jarum yang digunakan orang yang terinfeksi HIV diduga sekitar 1
banding 150. Post-exposure prophylaxis dengan obat anti-HIV dapat
lebih jauh mengurangi risiko itu.
Pekerja fasilitas kesehatan (perawat, pekerja laboratorium, dokter,
dan lain-lain) juga dikhawatirkan walaupun lebih jarang. Jalur penularan
ini dapat juga terjadi pada orang yang memberi dan menerima rajah dan
tindik tubuh. Kewaspadaan universal sering kali tidak dipatuhi baik di
Afrika Sub Sahara maupun Asia karena sedikitnya sumber daya dan
pelatihan yang tidak mencukupi. WHO memperkirakan 2,5% dari semua
infeksi HIV di Afrika Sub Sahara ditransmisikan melalui suntikan pada
fasilitas kesehatan yang tidak aman. Oleh sebab itu, Majelis Umum
Perserikatan Bangsa-Bangsa, didukung oleh opini medis umum dalam
masalah ini, mendorong negara-negara di dunia menerapkan
kewaspadaan universal untuk mencegah penularan HIV melalui fasilitas
kesehatan.
Resiko penularan HIV pada penerima transfusi darah sangat kecil
di negara maju. Di negara maju, pemilihan donor bertambah baik dan
pengamatan HIV dilakukan. Namun demikian, menurut WHO, mayoritas
populasi dunia tidak memiliki akses terhadap darah yang aman dan
“antara 5% dan 10% infeksi HIV dunia terjadi melalui transfusi darah
yang terinfeksi”.
- Penularan Masa Perinatal
Transmisi HIV dari ibu ke anak dapat terjadi melalui rahim (in
utero) selama masa perinatal, yaitu minggu-minggu terakhir kehamilan
dan saat persalinan. Bila tidak ditangani, tingkat penularan dari ibu ke
anak selama kehamilan dan persalinan adalah sebesar 25%. Namun
demikian, jika sang ibu memiliki akses terhadap terapi antiretrovirus dan
melahirkan dengan cara bedah caesar, tingkat penularannya hanya
sebesar 1%. Sejumlah faktor dapat memengaruhi risiko infeksi, terutama
beban virus pada ibu saat persalinan (semakin tinggi beban virus,
semakin tinggi risikonya). Menyusui meningkatkan risiko penularan
sebesar 4%.
- Sistem Tahapan Infeksi
Pada bulan September tahun 2005 World Health Organization
(WHO) mengelompokkan tahapan infeksi dan kondisi AIDS untuk
pasien dengan HIV-1 sebagai berikut :
1. Stadium I: infeksi HIV asimtomatik dan tidak dikategorikan sebagai
AIDS
2. Stadium II: termasuk manifestasi membran mukosa kecil dan radang
saluran pernafasan atas yang berulang
3. Stadium III: termasuk diare kronik yang tidak dapat dijelaskan
selama lebih dari sebulan, infeksi bakteri parah, dan tuberkulosis.
4. Stadium IV: termasuk toksoplasmosis otak, kandidiasis esofagus,
trakea, bronkus atau paru-paru, dan sarkoma kaposi. Semua penyakit
ini adalah indikator AIDS.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Epidemiologi HIV/AIDS dunia

Penyakit HIV/AIDS yang menewaskan banyak orang dan belum


ditemukan obatnya itu terdengar sangat mengerikan. Acquired Immunodeficiency
Syndrome atau Acquired Immune Deficiency Syndrome (disingkat AIDS) adalah
sekumpulan gejala dan infeksi (sindrom) yang timbul karena rusaknya sistem
kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV atau infeksi virus-virus lain
yang mirip yang menyerang spesies lainnya (SIV, FIV, dan lain-lain).

Virusnya sendiri bernama Human Immunodeficiency Virus (atau disingkat


HIV) yaitu virus yang memperlemah kekebalan pada tubuh manusia. Orang yang
terkena virus ini akan menjadi rentan terhadap infeksi oportunistik ataupun mudah
terkena tumor. Meskipun penanganan yang telah ada dapat memperlambat laju
perkembangan virus, namun penyakit ini belum benar-benar bisa disembuhkan.

Bermacam macam teori dikemukakan asal mula dari HIV/AIDS ini, entah mana
yang benar. Apa sajakah teorinya tersebut? Mari kita simak bersama.

Seks Bebas di Kinshasa 1920-an

Untuk menguak misteri tersebut, tim internasional mencoba untuk


merekonstruksi genetika HIV. Untuk mencari tahu di mana nenek moyang
tertuanya pada manusia berasal. Temuan dalam bidang arkeologi virus digunakan
untuk menemukan asal pandemi. Demikian laporan tim dalam jurnal Science.
Para ahli menggunakan arsip sampel kode genetik HIV untuk melacak
sumbernya.

Dan ternyata, asal usul pandemi terlacak dari tahun 1920-an di Kota
Kinshasa yang kini menjadi bagian dari Republik Demokratik Kongo. Laporan
mereka menyebut, perdagangan seks yang merajalela, pertumbuhan populasi yang
cepat, dan jarum tak steril yang digunakan di klinik-klinik diduga menyebarkan
virus tersebut. Menciptakan kondisi 'badai yang sempurna'.

Sementara itu, rel kereta yang dibangun dengan dukungan Belgia di mana
1 juta orang melintasi kota tiap tahunnya membawa virus HIV ke wilayah
sekitarnya. Lalu ke dunia. Tim ilmuwan dari University of Oxford dan University
of Leuven, Belgia mencoba merekonstruksi 'pohon keluarga' HIV dan
menemukan asal muasal nenek moyang virus itu. "Anda bisa melihat jejak
sejarahnya dalam genom saat ini data yang terekam, tanda mutasi dalam genom
HIV tidak bisa dihapus," kata Profesor Oliver Pybus dari University of Oxford.

Dengan membaca tanda mutasi tersebut, tim bisa menyusun kembali


pohon keluarga dan melacak akarnya. HIV adalah versi mutasi dari virus
simpanse, yang dikenal sebagai simian immunodeficiency virus (SIVcpz) yang
mungkin melakukan lompatan spesies, ke manusia, melalui kontak dengan darah
yang terinfeksi. Virus ini menyebar pertama kali pada para pemburu simpanse
mungkin ketika menangani daging hewan itu. Kasus pertama dilaporkan di
Kinshasa, Republik Demokratik Kongo, pada 1930.

Virus membuat lompatan pada beberapa kesempatan. Salah satunya


mengarah pada HIV-1 subtipe O yang menyebar di Kamerun. Kemudian, HIV-1
subtipe M yang menginfeksi jutaan orang di seluruh dunia. Pada tahun 1920-an,
Kinshasa yang dulu disebut Leopoldville hingga 1966 adalah bagian dari Kongo
yang dikuasai Belgia. "Kota itu sangat besar dan sangat cepat pertumbuhannya.
Catatan medis era kolonial menunjukkan tingginya insiden sejumlah penyakit
seksual," kata Profesor Oliver Pybus.
Kala itu, buruh-buruh pria mengalir ke kota, memicu ketudakseimbangan
gender, dengan perbandingan pria dan wanita 2:1 yang memicu maraknya
perdagangan seksual. Plus faktor praktik pengobatan penyakit dengan suntikan tak
steril yang efektif menyebarkan virus. "Aspek menarik lainnya adalah jaringan
transportasi yang membuat orang-orang berpindah dengan mudah." Sekitar 1 juta
orang menggunakan jaringan rel Kinshasa pada akhir tahun 1940-an."

Dan virus pun menyebar luas, awalnya ke kota tetangga Brazzaville, lalu
meluas ke area provinsi yang perekonomiannya ditopang penambangan, Katanga.
Kondisi 'badai sempurna', hanya berlangsung selama beberapa dekade di
Kinshasa. Namun saat itu berakhir, HIV terlanjur menyebar ke seluruh dunia.

Teori Green Monkey

Tidak sedikit orang yang sudah mendengar teori bahwa AIDS adalah
ciptaan manusia. Menurut The New York Times yang terbit 29 Oktober 1990, tiga
puluh persen penduduk kulit hitam di New York City benar-benar percaya bahwa
AIDS adalah “senjata etnis” yang didesain di dalam laboratorium untuk
menginfeksi dan membunuh kalangan kulit hitam. Sebagian orang bahkan
menganggap teori konspirasi AIDS lebih bisa dipercaya dibandingkan teori
monyet hijau Afrika yang dilontarkan para pakar AIDS. Sebenarnya sejak tahun
1988 para peneliti telah membuktikan bahwa teori monyet hijau tidaklah benar.
Namun kebanyakan edukator AIDS terus menyampaikan teori ini kepada publik
hingga sekarang. Dalam liputan-liputan media tahun 1999, teori monyet hijau
telah digantikan dengan teori simpanse di luar Afrika. Simpanse yang dikatakan
merupakan asal-usul penyakit AIDS ini telah diterima sepenuhnya oleh komunitas
ilmiah.

Pada dasarnya teori konspirasi memberikan narasi tentang sejarah bangsa


barat mengenai asal usul kemunculan HIV/AIDS. Teori ini menyebutkan bahwa
HIV/AIDS merupakan senjata biologis yang sengaja dibuat oleh Amerika Serikat
untuk mengendalikan jumlah penduduk dunia. ‘Pengurangan populasi merupakan
prioritas tertinggi dari kebijakan luar negeri AS terhadap negara-negara dunia
ketiga. Pengurangan dari penduduk negara-negara ini merupakan masalah vital
bagi keamanan nasional AS’ – Henry Kissinger, 1974 (Gray, 2009 : 106). Asal
usul HIV/AIDS diawali dari bocornya catatan rahasia yang mengandung dua poin
penting milik salah satu tim khusus di Laboratorium Fort Detrick AS, Willace L.
Pannier ke dunia maya (Ridaysmara, 2010 : 381-384).

Pertama, HIV merupakan istilah baru bagi virus lama bernama SV40 yang
digunakan oleh Dokter Hilary Koprowski untuk menginfeksi sistem imun 300.000
orang negro Afrika pada tahun 1957 hingga 1960 (Gray, 2009 : .96-102).
Koprowski melakukan ‘percobaan’ infeksi vaksin polio melalui mulut (live oral
polio vaccine) kepada ras kulit hitam di Afrika atas dasar rasisme. Namun
demikian, Koprowski menolak tuduhan bahwa ia terlibat dalam menciptakan
AIDS dan mengatakan bahwa demografi dari persebaran penyakit di Afrika dapat
dijelaskan dengan faktor-faktor lain yang tidak berhubungan dengan prosedur
vaksinasi (Gray, 2009 : 97).

Kedua, disebutkan bahwa kejahatan terhadap kemanusiaan ini digagas


oleh George W. Bush, George H.W Bush, Prescott Bush, Rockefeller, Harriman
dan berbagai elit politik Amerika yang difasilitasi oleh CIA, Rockefeller
Foundation dan National Institute of Health (In Lies We Trust 2007). Mereka
sepakat untuk menjalankan agenda ‘Eugenic Movement’ sekitar tahun 1900-an.
‘Eugenic Movement’ merupakan gerakan rasialis untuk menghancurkan ras
manusia yang dianggap inferior dan meningkatkan ras manusia superior. Selain
itu, HIV/AIDS dibuat oleh CIA untuk menginfeksi bangsa African-American
yang berada di Amerika (TIME, 2013). Pada dasarnya, ‘Eugenic Movement’
dilakukan oleh Amerika untuk menekan jumlah populasi dunia dengan sasaran
utama orang-orang berkulit hitam.

Selain informasi yang didapatkan dari catatan rahasia milik Pannier,


munculnya berbagai persepsi masyarakat dunia tentang vaksin HIV/AIDS
menjadikan teori konspirasi semakin kompleks. Hingga saat ini belum ditemukan
obat yang dapat menyembuhkan penyakit HIV/AIDS. Obat-obat yang kini
diberikan hanya bersifat memperpanjang usia penderita dan memperbesar
kemungkinan untuk menularkan penyakit tersebut kepada individu lain, seperti
Terapi Antiretroviral (ARV). Persepsi tersebut mendorong pemikiran kritis
tentang strategi kelompok elit dalam menciptakan penyakit beserta obatnya. Fakta
yang mengejutkan muncul dari ketiga penjahat kemanusiaan, yaitu keluarga Bush,
Rockefeller dan Harriman yang ternyata bergabung dalam satu komunitas dan
berkuliah di Yale University. Kemudian faktanya, Yale University adalah
pemegang hak paten dari salah satu obat utama HIV yang dikenal dengan ‘Zenit’
atau ‘d4t’ pada awal tahun 1990-an dengan royalti yang diterima sebesar
$328.000.000,00 (Arno, 1992 : 102). Namun, seperti yang diketahui bahwa
‘Zenit’ tidak menghilangkan HIV, tetapi hanya memperpanjang usia sang
penderita yang otomatis dapat terus meningkatkan keuntungan perusahaan.

Eksperimen Hepatitis B Pra-AIDS kepada Pria Gay (1978-1981)

Ribuan pria gay mendaftar sebagai manusia percobaan untuk eksperimen


vaksin hepatitis B yang “disponsori pemerintah AS” di New York, Los Angeles,
dan San Fransisco. Setelah beberapa tahun, kota-kota tersebut menjadi pusat
sindrom defisiensi kekebalan terkait gay, yang belakangan dikenal dengan AIDS.
Di awal 1970-an, vaksin hepatitis B dikembangkan di dalam tubuh simpanse.
Sekarang hewan ini dipercaya sebagai asal-usul berevolusinya HIV. Banyak orang
masih merasa takut mendapat vaksin hepatitis B lantaran asalnya yang terkait
dengan pria gay dan AIDS. Para dokter senior masih bisa ingat bahwa eksperimen
vaksin hepatitis awalnya dibuat dari kumpulan serum darah para homoseksual
yang terinfeksi hepatitis.

Kemungkinan besar HIV “masuk” ke dalam tubuh pria gay selama uji
coba vaksin ini. Ketika itu, ribuan homoseksual diinjeksi di New York pada awal
1978 dan di kota-kota pesisir barat sekitar tahun 1980-1981.

Apakah jenis virus yang terkontaminasi dalam program vaksin ini yang
menyebabkan AIDS? Bagaimana dengan program WHO di Afrika? Bukti kuat
menunjukkan bahwa AIDS berkembang tak lama setelah program vaksin ini.
AIDS merebak pertama kali di kalangan gay New York City pada tahun 1979,
beberapa bulan setelah eksperimen dimulai di Manhattan. Ada fakta yang cukup
mengejutkan dan secara statistik sangat signifikan, bahwa 20% pria gay yang
menjadi sukarelawan eksperimen hepatitis B di New York diketahui mengidap
HIV positif pada tahun 1980 (setahun sebelum AIDS menjadi penyakit “resmi’).
Ini menunjukkan bahwa pria Manhattan memiliki kejadian HIV tertinggi
dibandingkan tempat lainnya di dunia, termasuk Afrika, yang dianggap sebagai
tempat kelahiran HIV dan AIDS. Fakta lain yang juga menghebohkan adalah
bahwa kasus AIDS di Afrika yang dapat dibuktikan baru muncul setelah tahun
1982. Sejumlah peneliti yakin bahwa eksperimen vaksin inilah yang berfungsi
sebagai saluran tempat “berjangkitnya” HIV ke populasi gay di Amerika. Namun
hingga sekarang para ilmuwan AIDS mengecilkan koneksi apapun antara AIDS
dengan vaksin tersebut.

Umum diketahui bahwa di Afrika, AIDS berjangkit pada orang


heteroseksual, sementara di Amerika Serikat AIDS hanya berjangkit pada
kalangan pria gay. Meskipun pada awalnya diberitahukan kepada publik bahwa
“tak seorang pun kebal AIDS”, faktanya hingga sekarang ini (20 tahun setelah
kasus pertama AIDS), 80% kasus AIDS baru di Amerika Serikat berjangkit pada
pria gay, pecandu narkotika, dan pasangan seksual mereka. Mengapa demikian?
Tentunya HIV tidak mendiskriminasi preferensi seksual atau ras tertentu. Apakah
benar demikian?

Keserupaan dengan FLU Burung

Di pertengahan tahun 1990-an, para ahli biologi berhasil mengidentifikasi


setidaknya 8 subtipe (strain) HIV yang menginfeksi berbagai orang di seluruh
dunia. Telah terbukti, strain B adalah strain pra dominan yang menginfeksi gay di
AS. Strain HIV ini lebih cenderung menginfeksi jaringan rektum, itu sebabnya
para gay yang cenderung menderita AIDS dibandingkan non-gay

Sebaliknya, Strain HIV yang umum dijumpai di Afrika cenderung


menginfeksi vagina dan sel serviks (leher rahim), sebagaimana kulup penis pria.
Itu sebabnya, di Afrika, HIV cenderung berjangkit pada kalangan heteroseksual.

Para pakar AIDS telah memeberitahukan bahwa AIDS Amerika berasal


dari Afrika, padahal Strain HIV yang umum dijumpai di kalangan pria gay nyaris
tak pernah terlihat di Afrika! Bagaimana bisa demikian? Apakah sebagian Strain
HIV direkayasa agar mudah beradaptasi ke sel yang cenderung menginfeksi
kelamin gay?
Telah diketahui, pria ilmuwan SCVP (Special Virus Cancer Program)
mampu mengadaptasi retrovirus tertentu agar menginfeksi jenis sel tertentu. Tak
kurang sejak tahun 1970, para ilmuwan perang biologis telah belajar mendesain
agen-agen (khususnya virus) tertentu yang bisa menginfeksi dan menyerang sel
kelompok rasial “tertentu”. Setidaknya tahun 1997, Stephen O’Brien dan Michael
Dean dari Laboratorium Keanekaragaman Genom di National Cancer Institute
menunjukkan bahwa satu dari sepuluh orang kulit putih memiliki gen resisten-
AIDS, sementara orang kulit hitam Afrika tidak memiliki gen semacam itu sama
sekali. Kelihatannya, AIDS semakin merupakan “virus buatan manusia yang
menyerang ras tertentu” dibandingkan peristiwa alamiah.

Berkat bantuan media Amerika, virus ini menyebar ke jutaan orang


tertentu di seluruh dunia sebelum segelintir orang mulai waspada akan kejahatan
di balik penciptaan virus ini. Di tahun 1981, pejabat kesehatan memastikan
“masyarakat umum” bahwa tak ada yang perlu dikhawatirkan. “AIDS adalah
penyakit gay” adalah jargon yang sering dikumandangkan media.

Setidaknya tahun 1987, Robert Gallo memberitahu reporter Playboy,


David Black, “Saya pribadi belum pernah menemukan satu kasus pun (di
Amerika) dimana pria terkena virus (AIDS) dari seorang wanita melalui hubungan
intim heteroseksual .” Gallo melanjutkan, “AIDS tak akan menjadi bahaya yang
tak bisa teratasi bagi masyarakat umum.” Apakah ini sekedar spekulasi ataukah
Gallo mengetahui sesuatu yang tidak ia ceritakan?

Patient Zero
Sebuah penelitian yang diterbitkan di American Journal of Medicine tahun
1984 melacak beberapa infeksi awal HIV di New York City sampai berujung ke
seorang pramugara homoseks yang bernama Gaëtan Dugas. Dugas adalah seorang
Perancis Kanada yang bekerja sebagai pramugara di Air Canada. Dugas dikenal
sebagai terduga penderita pertama AIDS, namun sekarang lebih dikenal sebagai
salah satu pria yang sangat aktif secara seksual yang menyebarkan HIV sebelum
penyakit ini teridentifikasi.

Para epidemiolog berhipotesis bahwa Dugas membawa virus tersebut dari


Afrika dan memperkenalkannya ke komunitas gay di dunia Barat. Dugas dibahas
luas di buku And the Band Played On karya Randy Shilts yang
mendokumentasikan wabah AIDS di Amerika Serikat. Shilts menyebut Gaëtan
Dugas memiliki perilaku nyaris sosiopatik dengan sengaja menularkan virus atau
membahayakan orang lain. Dugas dikabarkan sebagai atlet seksual yang lembut
dan tampan. Menurut perkiraannya sendiri Gaëtan Dugas memiliki ratusan
pasangan seks setiap tahunnya. Ia mengklaim telah berkencan dengan lebih dari
2.500 orang di seluruh Amerika Utara sejak aktif secara seksual pada tahun 1972.
Selain itu, Dugas secara resmi menikah di Los Angeles pada 27 Juni 1977 dalam
suatu upaya ilegal demi mendapatkan kewarganegaraan Amerika Serikat.

Dugas meninggal dunia di Quebec City pada tanggal 30 Maret 1984 akibat
gagal ginjal yang disebabkan oleh infeksi berkelanjutan terkait AIDS. Istilah
"Patient Zero" muncul pada Maret 1984 setelah penelitian Centers for Disease
Control and Prevention (CDC) dirilis. CDC mulai melacak hubungan dan praktik
seksual kaum homoseksual di California, New York, dan sejumlah negara bagian
lain. Karena Dugas ditemukan sebagai pusat jaringan pasangan seksual tersebut,
ia diberi julukan "patient 0".

Analisis genetik HIV agak mendukung teori Patient Zero (penderita


pertama) ini. Dugas sekarang diyakini sebagai bagian dari kelompok pria
homoseksual yang sering bepergian, sangat aktif secara seksual, dan meninggal
akibat AIDS pada tahap sangat awal dari wabah tersebut. Akan tetapi,, sejumlah
pihak meragukan dampak penelitian Patient Zero CDC dan karakterisasi Dugas
sebagai penanggung jawab penyebaran HIV ke kota-kota seperti Los Angeles dan
San Francisco. Dalam penelitian penderita pertama, rentang waktu rata-rata antara
kontak seks dan kemunculan gejala adalah 10,5 bulan. Meski buku Shilts tidak
menuduh seperti itu, rumor bahwa Dugas adalah inang utama virus ini meluas.
Pada tahun 1988, Andrew R. Moss menulis opini yang bertentangan di New York
Review of Books.

Sebuah artikel di Proceedings of the National Academy of Sciences bulan


November 2007 mementahkan hipotesis Patient Zero dan mengklaim bahwa
AIDS menyebar dari Afrika ke Haiti pada tahun 1966, kemudian dari Haiti ke
Amerika Serikat tahun 1969.

Robert Rayford sudah lama diakui sebagai korban HIV/AIDS


terdokumentasi pertama di Amerika Utara dan meninggal dunia pada usia 16
tahun pada Mei 1969. Ia dikabarkan telah mengalami gejala-gejalanya sejak 1966.

Itulah beberapa teori konspirasi mengenai Sejarah Perkembangan Penyakit


HIV/AIDS di Dunia. Seperti yang anda ketahui bahwa belum ditemukan penawar
atau obat untuk penyakit yang satu ini, cara pencegahaannya hanya melalui kasih
sayang, jaga kebersihan dan bercintalah hanya kepada suami atau istri anda. Jauhi
seks bebas sebelum menikah, kenikmatan sesaat akan berdampak seumur hidup.
Stay Away From Maksiat gaes~

Jauhi penyakitnya jangan penderitanya, selamat hari HIV/AIDS sedunia.


B. Epidemiologi HIV/AIDS di Indonesia

Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang menyebabkan


AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome). HIV menimpa kehidupan anak-
anak dan keluarga di seluruh dunia. Lebih dari dua juta anak di bawah usia 15
tahun hidup dengan HIV (terinfeksi HIV). Berjuta-juta yang terpapar HIV, yaitu
yang tidak terinfeksi tetapi tinggal dalam keluarga yang anggota-anggota
keluarganya terinfeksi. Diperkirakan 17,5 juta anak kehilangan orang tua karena
AIDS; lebih dari 14 juta anak-anak tersebut tinggal di Sub Sahara Afrika (data
tahun 2007).

Saat ini AIDS sudah menjadi pandemi global dan telah membunuh 25 juta
orang serta menginfeksi lebih dari 40 juta orang. Dampaknya sangat merugikan
baik yang berkaitan dengan bidang kesehatan, sosial ekonomi dan politik.
Diperkirakan saat ini di seluruh dunia setiap harinya ada sekitar 2000 anak yang
berusia 15 tahun kebawah meninggal akibat AIDS. Sementara sekitar 6000 orang
yang berusia produktif (15 - 24 tahun) terinfeksi HIV.

Sejak dilaporkannya kasus AIDS yang pertama di Bali pada 1987, infeksi
HIV telah menyebar ke seluruh Indonesia. Sejak itu perkembangan kasus secara
cepat terus meningkat. Pada saat ini perkembangan epidemi HIV di Indonesia
termasuk yang tercepat di Asia. Sebagian besar infeksi baru diperkirakan terjadi
pada beberapa sub-populasi berisiko tinggi (dengan prevalensi lebih dari 5%),
yaitu pada pengguna napza suntik (penasun), wanita penjaja seks (WPS), dan
waria.

Situasi demikian menunjukkan bahwa pada umumnya Indonesia berada


pada tahap epidemi terkonsentrasi. Dari beberapa tempat sentinel, pada2006,
prevalensi HIV berkisar antara 21% - 52% pada penasun, 1% - 22% pada WPS,
dan 3% - 17% pada waria dan 2 - 17% pada kelompok pasien TB baru. Sejak
tahun 2000 prevalensi HIV mulai konstan di atas 5% pada beberapa sub-populasi
berisiko tinggi tertentu.

Di Tanah Papua (Provinsi Papua dan Papua Barat), keadaan yang


meningkat ini ternyata telah menular lebih jauh, yaitu telah terjadi penyebaran
HIV melalui hubungan seksual berisiko pada masyarakat umum (dengan
prevalensi lebih dari 1%).

Hingga 31 Maret 2010, secara kumulatif Kementerian Kesehatan Republik


Indonesia melaporkan 20.564 kasus AIDS di 32 provinsi pada 300
kabupaten/kota. Rasio kasus AIDS yang dilaporkan tersebut adalah 3 banding 1
antara laki-laki dan perempuan, dengan cara penularan terbanyak heteroseksual
50,3%, pecandu napza suntik (penasun) 40,2%, dan lelaki hubungan seks dengan
lelaki (LSL) 3,3%. Proporsi kumulatif kasus AIDS tertinggi dilaporkan pada
kelompok umur 20-29 tahun (49,07%), 30-39 tahun (30,14%), dan 40-49 tahun
(8,82%).

Hasil Survei Terpadu Biologis dan Perilaku tahun 2009 yang dilakukan
pada remaja di empat kota yakni Yogyakarta, Tangerang, Pontianak, dan
Samarinda menunjukkan 12,1% remaja laki-laki mengaku pernah berhubungan
seks, dan 18,2% di antaranya pernah melakukan seks anal. Sementara itu, 4,7%
remaja puteri pada empat kota yang sama mengaku pernah berhubungan seks, dan
15,8% di antaranya pernah melakukan seks anal.

Di antara mereka yang pernah berhubungan seks, hanya 53% remaja laki-
laki yang mengaku pakai kondom pada hubungan seks terakhir. Sedangkan
pemakaian kondom konsisten jauh lebih kecil (12%). Pada remaja perempuan,
47,4% mengaku pakai kondom pada hubungan seks terakhir, dan 13,6% pakai
kondom konsisten.

Berkaitan dengan perilaku penggunaan napza, remaja laki-laki di empat


kota di atas mengaku 11,5% pernah menggunakan napza dan 4,9% di antaranya
pernah pakai napza suntik. Pada remaja perempuan, 2% mengaku pernah pakai
napza, namun tidak satu pun yang pernah pakai napza suntik.

Sekitar 60-70% remaja di sekolah pernah menerima penyuluhan tentang


HIV, dan 70-80% pernah menerima penyuluhan napza. Sejalan dengan hasil ini,
hampir semua remaja tersebut mengaku pernah mendengar tentang AIDS, namun
sayang hanya 26,9% yang memiliki pengetahuan tentang HIV secara
komprehensif. Rata-rata hampir separuh dari mereka mengetahui cara penularan
HIV, sayangnya sangat sedikit yang mengetahui cara pencegahan (berkisar 1,2
hingga 2,8% saja).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Komisi Perlindungan Anak


Indonesia (KPAI) tahun 2010 pada remaja di kota besar sebanyak 32% pelajar
SMP dan SMA telah berhubungan seks dan 21,2% remaja putri melakukan aborsi.
Penyebab perilaku mereka adalah perubahan pola pikir yang dipengaruhi oleh
akses komunikasi, kurangnya pengawasan keluarga, dan motif ekonomi.

Berbagai temuan di atas cukuplah memberikan gambaran bahwa sebagian


remaja pun mempraktikkan perilaku berisiko, namun tidak memiliki pengetahuan
yang memadai untuk mencegah penularan HIV. Oleh karenanya, upaya edukasi
untuk pencegahan yang lebih dini akan membantu menyelamatkan lebih banyak
remaja agar tidak masuk menjadi kelompok berperilaku risiko tinggi.

Pendidikan sangat diperlukan oleh anak-anak, remaja, dan kaum muda


sehingga mereka mampu menerapkan pengetahuan dan keterampilan untuk hidup
sehat.

HIV ditularkan melalui:

1. Hubungan seksual (vaginal, anal, oral) tidak aman dengan orang yang
telah terinfeksi HIV
2. Perempuan terinfeksi HIV positif kepada bayinya selama kehamilan, saat
persalinan atau setelah melahirkan, dan saat pemberian ASI
3. Darah dari jarum suntik yang tercemar HIV, jenis jarum atau peralatan
yang tajam yang tercemar HIV, dan transfusi darah yang tercemar HIV

HIV tidak menular melalui kontak sosial seperti berjabat tangan,


bergandengan tangan, berpelukan.

Anak-anak sangat rentan terhadap infeksi HIV. Tetapi mereka biasanya sangat
kurang mendapat perhatian. Penyakit tersebut berkembang cepat pada anak-anak.

Obat-obatan antiretroviral dipakai mengobati infeksi HIV karena dapat


memperbaiki sistem kekebalan dan memperlampat perkembangan menjadi AIDS.
Meskipun demikian, anak-anak yang terinfeksi HIV tidak segera diberi obat
hingga usia 5-9 tahun. Ini sangat terlambat. Tanpa pengobatan antiretroviral,
setengah dari bayi-bayi yang lahir dengan HIV akan mati pada ulang tahun
mereka yang kedua.

Meskipun infeksi HIV belum bisa disembuhkan, kondisinya bisa


dikelola/ditangani. Jika bayi dan anak-anak yang terinfeksi terdiagnosa dini
dirawat secara efektif dan diberi obat-obat anti retroviral sesuai dosis, mereka
akan tumbuh lebih baik, belajar, dan meraih impian masa depan.

Keluarga dan masyarakat, terutama perempuan dan remaja puteri, adalah garis
terdepan dari perlindungan dan perawatan untuk anak-anak yang hidup dan
terpapar HIV. Keluarga perlu mendapat dukungan yang mereka perlukan agar
dapat memberi lingkungan yang nyaman bagi anak-anak mereka.

Mempertahankan kehidupan dan kesehatan ibu atau ayah yang HIV positif
penting bagi pertumbuhan anak-anak, perkembangan, dan stabilitas mereka.
Tanpa keamanan dalam keluarga, anak-anak akan menghadapi risiko lebih besar
menghadapi perlakuan eksploitasi dan diskriminasi.

Infeksi HIV lebih banyak terjadi pada remaja puteri dan perempuan muda
daripada remaja laki-laki dan laki-laki muda. Pendidikan sangat diperlukan oleh
anak-anak, remaja, dan kaum muda sehingga mereka mampu menerapkan
pengetahuan dan keterampilan untuk hidup sehat.

Pemerintah dengan dukungan keluarga, masyarakat, LSM, dan swasta serta


organisasi kemasyarakatan, termasuk organisasi keagamaan, mempunyai
kewajiban untuk memenuhi hak masyarakat untuk memperoleh informasi tentang
pencegahan HIV, pengobatan, dan perawatannya.

Mereka juga berkewajiban memenuhi hak anak-anak dengan HIV atau yang
terpapar HIV untuk mendapat perlindungan, perawatan, dan dukungan. Ini
penting agar anak-anak, keluarga, dan masyarakat dapat membantu menghentikan
penyebaran HIV.
C. Epidemiologi HIV/AIDS di Kotamobagu

Ancaman penyakit HIV-AIDS di Kotamobagu semakin mengkhawatirkan


dan patut mendapat perhatian pemerintah dan masyarakat. Pasalnya, Berdasarkan
data Dinas Kesehatan Kotamobagu, dalam 10 tahun terakhir jumlah penderita
penyakit yang mematikan ini mencapai 70 kasus.

Dari 70 kasus terhitung dari tahun 2007-2017, jumlah penderita AIDS


mencapai 13 orang, dan jumlah penderita HIV mencapai 57 orang.

Menurut, Kepala Seksi Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit


Menular & Tidak Menular ( P2M & PTM ) Dinas Kesehatan Kotamobagu, Vonny
Kawuwung, penyebap maraknya penyakit HIV-AIDS akibat hubungan suami istri
diluar nikah dan penggunaan jarum suntik yang mengandung HIV-AIDS.

Kebanyakan penderita HIV/AIDS adalah mereka sering melakukan


hubungan suami istri diluar nikah dan jarum suntik yang mengandung virus
HIV/AIDS. Dijelaskannya, untuk penderita HIV-AIDS di Kotamobagu, dipicu
akibat perilaku yang tidak setia pasangan saat berada diluar daerah.

Penderita penyakit HIV/AIDS mereka berasal dari Kotamobagu yang


pernah melakukan penambangan emas di luar daerah. Dikatakannya, pasien
penderita HIV/AIDS selalu menutup diri serta tidak terbuka sekalipun terhadap
keluarga dan masyarakat.

Lanjutnya penderita HIV-AIDS menjadi tidak percaya diri dan kematian


selalu membayanginya. Pihak keluarga dan masyarakat harus memberi dukungan
kepada si penderita HIV-AIDS dan mengembalikan rasa percaya diri bagi si
penderita. Menghimbau warga Kotamobagu untuk selalu menjaga kesetiawan dan
berperlaku hidup sehat, agar terhindar dari ancaman penyakit mematikan yang
belum ada obatnya ini.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Acquired Immune Deficiency Syndrome atau yang lebih dikenal dengan dengan
AIDS adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus HIV (Human
Immunodeficiency Virus) yang menyerang dan merusak sel kekebalan tubuh
manusia sehingga tubuh kehilangan daya tahan dan mudah terserang berbagai
penyakit antara lain TBC, diare, sakit kulit, dll.

HIV adalah retrovirus yang biasanya menyerang organ-organ vital sistem


kekebalan manusia, seperti sel T CD4+ (sejenis sel T), makrofag, dan sel
dendritik. Dua spesies HIV yang diketahui menginfeksi manusia adalah HIV-1
dan HIV-2. HIV-1 lebih mematikan dan lebih mudah masuk kedalam tubuh. HIV-
1 adalah sumber dari mayoritas infeksi HIV didunia.

Portal of exit HIV dapat keluar dari tubuh reservoir dalam hal ini adalah manusia
melalui membran mukosa yang terletak di dalam vagina, diujung penis dan anus
serta berupa cairan tubuh, termasuk ASI, sedangkan portal of entry pada kasus
HIV/AIDS hampir sama dengan portal of exit. Virus HIV tersebut dapat masuk ke
dalam tubuh manusia melalui membran mukosa dan darah (termasuk perinatal).
B. Saran

1. Untuk Masyarakat

Sebaiknya lebih menambah informasi mengenai penyakit HIV/AIDS sehingga


keluarga serta lingkungan aman dari kemungkinan terjangkit penyakit ini.

2. Untuk Mahasiswa

Sebaiknya kita sebagai generasi penerus dapat menjaga diri, dan menghindari
perbuatan yang nantinya kita menjadi orang yang beresiko terserang virus HIV.

3. Untuk Institusi

Seharusnya mengadakan pembelajaran ataupun seminar mengenai HIV/AIDS


sehingga kita mendapat informasi yang penting tentang HIV/AIDS.

4. Untuk tenaga kesehatan

Diharapkan dapat peka mengenali jenis penyakit ini dan merencanakan tindakan
yang tepat untuk menangani penyakit ini.
DAFTAR PUSTAKA

referensi:http://politik.kompasiana.com/2014/03/27/pengaruh-teori-konspirasi-
hivaids-dan-green-monkey-theory-terhadap-pembentukan-image-building-afrika-
642458.html/http://www.kaskus.co.id/thread/50c1e40fe374b47018000005/sejarah
-amp-asal-usul-hiv-aids/http://news.liputan6.com/read/2113873/ilmuwan-kuak-
asal-usul-hivaids-seks-bebas-di-kinshasa-1920-an/http://www.beritaunik.net/unik-
aneh/asal-usul-penyakit-aids.html

Anda mungkin juga menyukai